Anda di halaman 1dari 21

NAMA : RAMILYA ELVERA SILABAN

NIM

: 41090001

MODUL 2 GANGGUAN JIWA MINOR


1. Gangguan cemas adalah keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada tempatnya
yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu, atau takut.
a. Gangguan panik
Gangguan panik ditandai oleh serangan anxietas atau terror yang berkala (serangan
panic). Setiap episode berlangsung sekitar 15-30 menit. Selama serangan panic,
penderita merasakan sangat ketakutan atau tidak nyaman yang disertai oleh jantung
berdebar, nyari dada, perasaan tercekik, berkeringat, gemetar, mual, pusing,
perasaan yang tidak riil, dan takut mati atau takut menjadi gila. Frekuensi serangan
sangat bervariasi, ada yang sering (setiap minggu), tetapi berlangsung berbulanbulan. Ada juga yang mengalami serangkaian serangan tetapi diikuti periode tenang
selama berminggu-minggu.
Pada 1895 deskripsi gangguan panik pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud
dalam kasus agorafobia. Serangan panik merupakan ketakutan akan timbulnya
serangan serta yang diyakini akan terjadi. Orang dengan serangan panik berusaha
untuk menghindar dari keadaan yang tidak pernah diperkirakan. Serangan panik
sering dimulai pada masa remaja akhir atau dewasa awal, namun tidak semua orang
yang mengalami serangan panik akan mengembangkan gangguan panik. Banyak
orang hanya memiliki satu serangan dan tidak pernah lagi. Terjadi pada wanita lebih
sering daripada laki-laki. Ada dua kriteria gangguan panik, yaitu gangguan panik
tanpa agorafobia dan gangguan panik disertai agorofobia. Kedua gangguan panik ini
harus ada episode serangan panik.
Gambaran klinis
Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau serangan panik,
walaupun serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan,
kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma emosional. Serangan sering dimulai
dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit. Gejala
mental utama adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman kematian
dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber
ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan
dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak
nafas danberkeringat. Pasien seringkali mencoba untuk mencari bantuan.
Serangan biasanya berlangsung 20 sampai 30 menit. Agorafobma, yaitu pasien
dengan agorafobia akan menghindari situasi dimana ia akan sulit mendapatkan
bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap kali
mereka keluar rumah.
Gejala penyerta : Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan
agorafobia, pada beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersamasama dengan gangguan panik. Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh
diri selama hidup pada orang dengan gangguan panik adalah lebih tinggi
dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.
Pedoman Diagnostik Gangguan Panik
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ
III)
1) Gangguan Panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak
ditemukanadanya gangguan anxietas fobik.
2) Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas
berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan:
- Pada keadaan-keadaan diamna sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya

Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya (unpredictable situations);
- Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode di
antara serangan-serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi
juga anxietas antisipatorik, yaitu anxietas yang terjadi setelah
membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi).
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IVTR)
Kriteria diagnostik untuk gangguan panik tanpa agoraphobia
1) Baik (a) atau (b)
a) Serangan panik rekuren yang tidak diharapkan
b) Sekurangnya 1 serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1 bulan atau lebih
berikut ini :
- Kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan
- Ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya
- Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan perubahan perilaku
bermakna berhubungan dengan serangan
2) Tidak terdapat serangan
3) Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat atau kondisi medis
umum
4) Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain, seperti
fobia sosial, fobia spesifik gangguan obsesif-kompulsif.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ketika serangan panic terjadi
Serangan panik merupakan salah satu jenis kegawatdaruratan psikiatri. Adapun
beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi pasien serangan panik
yang datang dengan keluhan nyeri dada, sesak napas, palpitasi, atau nyaris
pingsan antara lain:
1) Terapi oksigen
2) Membaringkan pasien dalam posisi flawler
3) Memonitor tanda-tanda vital, saturasi oksigen, dan EKG
4) Memeriksa ada tidaknya kelainan lain yang dialami pasien seperti kelainan
kardiopulmoner dan memastikan kalau pasien sedang mengalami serangan
panic
5) Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien kalau semua keluhan yang
dialaminya dapat berkurang jika dia menenangkan diri. Komponen utama dari
terapi pasien serangan panik adalah menjelaskan pada pasien kalau kondisi
yang dialami bukanlah disebabkan oleh kondisi medis yang serius dan bukan
pula dikarenakan oleh gangguan mental yang parah, tapi lebih diakibatkan
oleh ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh karena respon sistem simpatik
atau flight response.
6) Memberikan injeksi lorazepam 0,5mg IV untuk menenangkan dan mengurangi
impulstak terkontrol pasien.
Bila keadaan pasien membaik, lorazepam injeksi dapat diganti dengan
lorazepam oral atau golongan benzodaizepin lain. Tetapi ini tidak boleh lebih
dari 1 minggu untuk mencegah ketergantungan. Benzodiazepine digunakan
hanya untuk meningkatkan kepercayaan diri pasien. Setelah serangan panik
berlalu, pasien harus dijelaskan mengenai pentingnya terapi jangka panjang
seperti CBT dan penggunaan obat jenis SSRI.
Penatalaksanaan gangguan panic ketika tidak terjadi serangan
RANZCP (Royal Australian and New Zealand College of Psychiatrist) menyatakan
bahwa penatalaksanaan yang direkomendasikan untuk menangani gangguan
panik adalah mengedukasi pasien dan keluarga agar dapat mendukung pasien
dalam mengatasi kepanikannya. Terapi medikasi hanya dianjurkan untuk
penggunaan jangka pendek.

Saat ini CBT (Cognitive-behaviour therapy) merupakan terapi yang dianggap lebih
efektif dan murah dalam mengatasi gangguan panik jika dibandingkan dengan
terapi medikasi. Untuk terapi medikasi, obat-obatan golongan tricyclic dan SSRI
dianggap memiliki efikasi yang setara serta lebih dipilih sebagai medikasi pilihan
dibanding golongan benzodiazepin yang sering disalahgunakan serta dapat
menyebabkan berbagai komplikasi pada pasien yang mengalami ketergantungan
alcohol.
1) Cognitive-Behavioral theraphy (CBT)
Inti dari terapi CBT adalah membantu pasien dalam memahami cara kerja
pemikiran otomatis dan keyakinan yang salah dapat menimbulkan respon
emosional yang berlebihan, seperti pada gangguan panik. CBT dengan atau
tanpa farmakoterapi, merupakan terapi pilihan untuk gangguan panik, dan
terapi ini harus diberikan pada semua pasien. CBT memiliki efikasi yang lebih
tinggi dalam mengatasi gangguan panik dan biayanya lebih murah. Selain itu
tingkat drop out dan relaps juga lebih rendah jika dibandingkan dengan terapi
farmakologi. Meskipun begitu,hasil yang lebih superior dapat dihasilkan dari
kombinasi CBT dan famakoterapi.
Beberapa metode CBT:
a) Terapi restrukturisasi, melalui terapi ini pasien dapat merestrukturisasi isi
pikirannya dengan cara mengganti semua pikiran pikiran negatif yang
dapat mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan yang dapat memicu
serangan panik dengan pemikiran-pemikiran positif.
b) Terapi relaksasi dan bernapas dapat digunakan untuk membantu pasien
mengontrol kadar kecemasan dan mencegah hypocania ketika serangan
panik terjadi. Semua jenis CBT seperti di atas dapat dilakukan pasien
dengan atau tanpa melibatkan dokter.
Karena terapi ini dilakukan dengan memberikan paparan yang dapat
menstimulus serangan panik pasien dengan cara meningkatkannya sedikit
demi sedikit hingga pasien mengalami desensitasi terhadap stimulus tersebut.
Adapun beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk mendesensitasi
gangguan panik antara lain:
a) Hiperventilasi disengaja, ini dapat mengakibatkan kepala pusing,
derealisasi, dan pandangan menjadi kabur
b) Melakukan putaran pada kursi ergonomis, ini dapat mengakibatkan rasa
pusing dan disorientasi
c) Bernapas melalui pipet, ini dapat mengakibatkan sesak napas dan
konstriksi saluran napas.
d) Menahan napas, ini dapat menciptakan sensasi seperti pengalaman
menjelang ajal
e) Menegangkan badan, untuk menciptakan perasaan tegang dan waspada.
Terapi Medikasi
Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi gangguan
panik, yakni golongan SSRI, trisiklik, dan MAOI (Monoamine oxidase inhibitor).
Sedangkan golongan benzodiazepin hingga saat ini masih dianggap kontoversial
dalam terapi gangguan panic.
a) Golongan SSRI (Serotonin Selective Reuptake Inhibitor)
Obat diberikan dalam 3-6 bulan atau lebih, tergantung kondisi individu, agar
kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat mencegah kekambuhan.
Mekanisme kerja :
SSRI dipercaya dapat meningkatkan kadar serotonin diekstraselular dengan
cara menghambat pengambilan kembali serotonin ke dalam sel presinaptik
sehingga ada lebih banyak serotonin di celah sinaptik yang dapat berikatan
dengan reseptor sel post-sinaptik. SSRI memiliki tingkat selektivitas yang

cukup baik terhadap transporter monoamin yang lain, seperti pada


transporter noradrenaline dan dopamine, SSRI memiliki afinitas yang lemah
terhadap kedua reseptor tersebut sehingga efek sampingnya lebih sedikit.
SSRI merupakan obat psikotropik pertama yang dianggap memiliki desain
obat rasional, karena cara kerjanya benar-benar spesifik pada suatu target
biologi tertentu dan memberikan efek berdasarkan target tersebut. Oleh
karena itu SSRI digunakan secara luas dihampir semua negara sebagai lini
pertama pengobatan antipanik.
Contoh obat golongan SSRI :
- Fluoxetine secara selektif menghambat reuptake seotonin presinaptik, dengan
efek minimal atau tanpa efek sama sekali terhadap reuptake norepinephrine
atau dopamine.
- Paroxetine (Paxil, Paxil CR). Ini merupakan SSRI alternatif yang bersifat sedasi
karena cara kerjanya berupakan inhibitor selektif yang poten terhadap
serotonin neuronal dan memiliki efek yang lemah terhadap reuptake
norepinephrine dan dopamine.
- Sertraline (Zoloft). Cara kerjanya mirip fluoxetine namun memiliki efek inhibisi
yang lemah pada reuptake norephinephrine dan dopamine neuronal.
- Fluvoxamine (Luvox, Luvox CR). Fluoxamine merupakan inhibitor selektif yang
juga poten pada reuptake serotonin neuronal serta secara signifikan tidak
berikatan pada alfa-adrenergik, histamine atau reseptor kolinergik sehingga
efek sampingnya lebih sedikit dibanding obat-obatan jenis trisiklik.
Efek samping :
Efek samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu pertama ketika tubuh
mulai mencoba beradaptasi dengan obat (kecuali efek samping seksual yang
timbul pada fase akhir pengobatan). Biasanya penggunaan SSRI mencapai 6-8
minggu ketika obat mulai mendekat potensi terapi yang menyeluruh. Adapun
beberapa efek samping SSRI antara lain: anhedonia, insomnia, nyeri kepala,
tinitus, apati, retensi urin, perubahan pada perilaku seksual, penurunan berat
badan, mual, muntah dan yang ditakutkan adalah efek samping keinginan
bunuh diri dan meningkatkan perasaan depresi pada awal pengobatan.
b) Golongan Tricyclic/Trisiklik
Golongan trisiklik zat kimia heterosiklik yang awalnya digunakan untuk
mengatasi depersi. Pada awal penemuannya, golongan trisiklik merupakan
pilihan pertama untuk terapidepresi. Meskipun masih dianggap memiliki
efektifitas yang tinggi, namun saat ini penggunaannya mulai digantikan oleh
golongan SSRI dan anti depresan lain yang terbaru.
Golongan trisiklik beberapa memiliki kelebihan di antaranya, dosisnya cukup
1x/hari, rendah resiko ketergantungan, dan tidak perlu ada pantangan
makanan. Namun 35% penggunanya langsung menghentikan pengobatan
karena efek samping yang tidak menyenangkan. Golongan trisiklik harus
dimulai dengan dosis kecil untuk menghindari amphetamine like stimulation.
Biasanya pengobatan dengan menggunakan trisiklik membutuhkan waktu
sekitar 8-12 minggu untuk mencapai respon terapi. Trisiklik masih tetap
digunakan dalam terapi terutama untuk depresi atau panik yang resisten
terhadap obat antipanik terbaru. Selain itu golongan trisiklik tidak
menyebabkan ketergantungan sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu
yang lama. Hanya saja kelemahan golongan ini adalah, efek sampingnya
biasanya mendahului efek terapi sehingga banyak pasien yang justru segera
menghentikan pengobatan meskipun efek terapinya belum tercapai.
Mekanisme kerja :
Mekanisme kerja kebanyakan trisiklik menyerupai cara kerja SNRI (serotoninnorepinephrine reuptake inhibitor) dengan cara memblok transporter
serotonin dan norepinephrine, sehingga terjadi peningkatan neurotransmiter
ekstraseluler yang dapat bereaksi dalam proses neurotransmisi. TCA sama

sekali tidak bereaksi terhadap transporte rdopamin sehingga efek samping


akibat peningkatan dopamin seperti halusinasi dapat berkurang.
Selain bereaksi pada reseptor norepinephrine dan serotonin, trisiklik juga
bereaksi sebagai antagonis pada neurotransmiter 5-HT2 (5-HT2A and 5HT2C), 5-HT6, 5-HT7, 1-adrenergic, dan NMDA receptors, dan sebagai
agonis pada sigma receptors (1 and 2), yang memberikan kontribusi pada
efek terapi dan efek sampingnya. Trisiklik juga dikenal sebagai antihistamin
dan antikolinergik kuat karena dapat bereaksi dengan reseptor histamine dan
asetilkolin muskarinik. Kebanyak trisiklik juga dapat menghambat kanal
natrium dan kalsium, sehingga dapat bekerja seperti obat-obatan natrium
channel blocker dan calcium channel blocker. Karena itu penggunanaan
berlebih trisiklik dapat menyebabkan kardiotoksik.
Contoh Obat Trisiklik :
- Imipramine (Tofranil, Tofranil-PM). Imipramine menghambat reuptake
norepinephrine dan serotonin pada neuron presinaptikin.
- Desipramine (Norpramin). Desipramine dapat meningkatkan konsentrasi
norepinephrine pada celah sinaptik SSP dengan cara menghambat
reuptakenya di membran presinaptik. Hal ini dapat menyebabkan efek
desensitasi pada adenyl cyclase, menurunkan regulasi reseptor betaadrenergik, dan regulasi reseptor serotonin.
- Clomipramine (Anafranil). Obat ini berefek langsung pada uptake serotonin
sedangakan pada efeknya uptakenorepinephrine terjadi ketika obat ini diubah
menjadi metabolitnya, desmethylclomipramine.
Efek samping :
Ada banyak efek samping yang dapat disebabkan oleh trisiklik yang berkaitan
denganantimuskarinik-nya. Beberapa di antaranya adalah mulut kering,
hidung kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, gangguan memori
dan peningkatan temperatur tubuh. Efek samping lainnya adalah pusing,
cemas, anhedonia, bingung, sulit tidur, akathisia, hipersensitivitas, hipotensi,
aritmia serta kadang-kadang rhabdomiolisis.
c) MAO Inhibitor
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) merupakan salah satu jenis antidepresi
yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan panik. Pada masa lalu
golongan ini digunakan untuk mengatasi gangguan panik dan depresi yang
sudah resisten terhadap golongan trisiklik. MAO paling efektif digunakan pada
gangguan panik yang disertai agoraphobia. Selain itu MAO juga dapat
digunakan untuk mengatasi migraine dan penyakit parkinson karena target
dari obat ini adalah MAO-B yang berperan dalam timbulnya nyeri kepala dan
gejala Parkinson.
Kelebihan MAO adalah tingkat ketergantungan terhadap obat ini rendah dan
efek antikolinergiknya lebih sedikit dibanding obat golongan trisiklik.
Mekanisme kerja :
MAOI bekerja dengan cara menghambat aktivitas monoamine oxidase,
sehingga ini dapat mencegah pemecahan monoamine neurotransmitters dan
meningkatkan avaibilitasnya. Terdapat 2 jenis monoamine oxidase, MAO-A dan
MAO-B. MAO-A berkaitan dengan deaminasi serotonin, melatonin, epinephrine
and norepinephrine. Sedangkan MAO-Bmendeaminasi phenylethylamine and
trace amines. Dopamine dieaminasi oleh keduanya.
Contoh Obat MAO Inhibitor :
- Phenelzine (Nardil). Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering
digunakan dalam mengatasi gangguan panik. Hal ini telah dibuktikan merlalui
superioritas yang jelas terhadap placebo dalam percobaan double-blind untuk
mengatas gangguan panik. Obat ini biasanya digunakan untuk pasien yang
tidak respon terhadap obat golongan trisiklik atau obat antidepresi golongan
kedua.

Tranylcypromine (Parnate). Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik


karena berikatan secara ireversibel pada MAOsehingga dapat mengurangi
pemecahan monoamin dan meningkatkan avaibilitas sinaptik.
Efek samping :
Ketika dikonsumsi peroral, MAOI menghambat katabolisme amine. Sehingga
ketika makanan yang mengandung tiramin dikonsumsi, seseorang dapat
menderita krisis hipertensi. Jika makanan yang mengandung tiptofan dimakan
juga, maka hal ini dapat menyebabkan hiperserotonemia. Jumlah makanan
yang dibutuhkan hingga menimbulkan reaksi berbeda-beda pada tiap
individu.
Mekanisme pasti mengapa konsumsi tiramin dapat menyebabkan krisis
hipertensipada pengguna obat MAOI belum diketahui, tapi diperkirakan
tiramin menggantikan norepinefrin pada penyimpanannya di vesikel, dalam
hal ini norepinefrin terdepak oleh tiramin. Hal ini dapat memicu aliran
pengeluaran norepinefrin sehingga dapat menyebabkan krisis hipertensi. Teori
lain
menyatakan
bahwa
proliferasi
dan
akumulasi
katekolamin
yangmenyebabkan krisis hipertensi.
Beberapa makanan yang mengandung tiramin antara lain hati, makanan yang
difermentasi dan zat-zat lain yang mengandung levodopa seperti kacangkacangan. Makanan-makanan itu harus dihindarkan dari pengguna MAOI.
d) Gologan Benzodiazepin
Golongan benzodiazepin merupakan salah satu obat pilihan yang digunakan
untuk mengatasi serangan panik akut.
Mekanisme kerja :
Benzodiazepin bekerja dengan cara meningkatkan efek neurotransmiter GABA
(gamma-butyric acid), yang berakibat pada inhibisi fungsi eksitasi sehingga
dapat menimbulkan kantuk, menekan kecemasan, anti-kejang, melemaskan
otot dan dapat mengakibatkan amnesia.
Ada 3 jenis benzodiazepin yakni yang short acting, intermediate acting dan
longacting. Benzodiazepin short- dan intermediate acting digunakan untuk
mengatasi insomnia sedangkan yang golongan long-acting digunakan untuk
mengatasi gangguan panik.
Contoh Obat Benzodiazepin :
- Lorazepam (Ativan). Lorazepam merupakan suatu hipnotik-sedatif yang
memiliki efek onset singkat dan paruh waktunya tergolong intermediate.
Dengan meningkatkan aksi GABA, yang merupakan inhibitor utama di otak,
lorazepam dapat menekan semua kerja SSP, termasuk sistem limbic dan
formasi retikuler.
- Clonazepam (Klonopin). Clonazepam menfasilitasi inhibisi GABA dan
transmiter inhibitorik lainnya. Selain itu, obat inimemiliki waktu paru yang
relatif panjang sekitar 36 jam.
- Alprazolam (Xanax, Xanax XR). Alprazolam merupakan terapi pilihan untuk
manajemen serangan panik. Obat ini dapat terikat pada reseptor-reseptor
pada beberapa bagian otak, termauk sistem limbik dan RES.Meskipun begitu
banyak ahli yang tidak menyarankan penggunaan alprazolam dalam waktu
lama karena tingkat ketergantungannya sangat tinggi.
- Diazepam (Valium, Diastat, Diazepam Intensol). Diazepam merupakan salah
satu jenis benzodiazepin yang potensinya rendah. Namun dapat digunakan
untuk mengatasi serangan panik.
Efek samping :
Efek samping yang paling sering ditemukan pada benzodiazepin biasanya
berkaitan dengan efek sedasi dan relaksan ototnya. Beberapa di antaranya
adalah mengantuk, pusing,dan penurunan konsentrasi dan kewaspadaan.
Kurangnya koordinasi bisa mengakibatkan jatuh dan kecelakaan, terutama
pada orang tua. Akibat lain dari benzodiazepin adalah penurunan kemampuan

menyetir sehingga dapat berakibat pada tingginya angka kecelakaan. Efek


samping lainnya adalah hipotensi dan penekanan pusat pernapasan terutama
pada penggunaan intravena. Beberapa efek samping lain yang dapat timbul
pada penggunaan benzodiazepin adalah mual, muntah, perubahan selera
makan, pandangan kabur, bingung, euforia, depersonalisasi dan mimpi buruk.
Beberapa kasus juga menunjukkan bahwa benzodiazepin bersifat liver toksik.
e) Serotonin Reuptake Inhibitor/Antagonist
Mekanisme kerja obat ini belum terlalu dipahami. Namun diketahui obat ini
dapatmengatasi gangguan panik dengan cara kerja yang berbeda dari MAOI,
serta tidak seperti obat jenis amphetamine, obat ini tidak menstimulasi CNS.
Contoh Obat :
- Trazodone. Trazodone sangat berguna dalam terapi gangguan panik yang
disertai agorafobia. Pada hewan, obat ini secara selektif mampu menghambat
uptake serotonin melalui sinaptosom otak dan mepotensiasi perubahan
perilaku melalui induksi prekursor serotonin, 5-hidroksitriptofan.
f) Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitors
Ini merupakan salah golongan antipanik terbaru. Cara kerja obat ini adalah
mencegah reuptake inhibitor serotonin-norepinefrin sehingga dapat
mengatasi kepanikan.
Contoh Obat :
Venlafaxine (Effexor, Effexor XR). Venlafaxine merupakan salah satu contoh
obat inhibitor reuptake serotonin/norepinephrine selain itu cara kerja obat ini
adalah menurunkan regulasi reseptor beta.
Interaksi Obat
Adapun beberapa interaksi obat yang harus diperhatikan pada penggunaan terapi
medikasigangguan panik antara lain:
1) Obat
anti-panik
trisiklik
(Imipramine/Clomipramine)
+
Haloperidol(Phenothiazine) = mengurangi kecepatan ekskresi dari trisiklik
sehingga kadar dalam plasma meningkat, sebagai akibatnya dapat terjadi
potensiasi efek samping antikolinergik seperti ileus paralitik, disuria,
gangguan absorbsi dan lain-lain.
2) Obat trisiklik/SSRI + CNS Depressant (alkohol, opioid, benzodiazepine, dll)
menyebabkan potensiasi efek sedasi dan penelanan terhadap pusat
pernapasan bahkan dapat terjadi gagal napas.
3) Obat trisklik/SSRI + Obat simpatomimetik (derivat amfetamin) = dapat
membahayakan kondisi jantung.
4) Obat trisiklik/SSRI + MAOI tidak boleh diberikan bersamaan karena dapat
terjadi Serotonin Malignant Syndrome. Perubahan penggunaan trisiklik/SSRI
menjadi MAOI atau sebaliknya harus menunggu waktu sekitar 2-4 minggu
untuk wash out period.
5) Obat trisiklik + SSRI, dapat meningkatkan toksisitas obat trisiklik.
Pemilihan Obat
1) Semua jenis obat anti-panik hampir sama efektifnya dalam menanggulangi
sindrom panikpada taraf sedang dan pada stadium awal dari gangguan panik.
2) Bila pasien peka terhadap efek samping obat, maka golongan obat yang
dianjurkan adalah SSRI atau RIMA yang lebih sedikit efek sampingnya.
3) Alprazolam menjadi pilihan untuk menangani pasien yang terkena serangan
panik akut.
4) Obat anti-panik harus dimulai dengan dosis kecil lalu ditingkatkan secara
perlahan hingga tercapai dosis maintenance. Dan harus diingatkan pada
pasien bahwa efek obat anti-panik bekerja dalam jangka waktu 2-4 minggu
sehingga meyakinkan pasien agar tetap patuh minum obat sangatlah penting.
5) Lamanya pemberian obat anti-panik bisa mencapai 6-12 bulan dan bila sudah
tidak terdapat lagi gejala, dosisnya dapat diturunkan selama 3 bulan hingga

pasien tidak tergantung lagi pada obat. Namun apabila terdapt lagi serangan,
pasien harus memulai lagi pengobatan dari awal.
b. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxietas Disorder)
Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan
kekhawatiran yang berlebih dan disertai oleh berbagai gejala somatik yang
menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau
penderitaan yang jelas bagi pasien. Beberapa gejala somatik yang dialamiadalah
ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, keluhan epigastrik dan kegelisahan
sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam
fungsi sosial dan pekerjaan. Gangguan Kecemasan Menyeluruh merupakan
kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan akan sejumlah aktivitas atau
peristiwa, yang berlangsung hampir setiap hari, selama 6 bulan atau lebih.
Etiologi gangguan cemas menyeluruh
- Factor biologis
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya gangguan ini adalah lobus
oksipitalis yang mempunyai reseptor benzodiazepin tertinggi di otak. Basal
ganglia, sistem limbik dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada
timbulnya gangguan ini. Pada pasien juga ditemukan sistem serotonergik
yang abnormal. Neurotransmitter yang berkaitan adalah GABA, serotonin,
norepinefrin, glutamat,dan kolesitokinin. Pemeriksaan PET (Positron Emission
Tomography) ditemukan penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa
putih otak.
- Teori psikoanalitik
Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala dari konflik
bawah sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif
anxietas dihubungkan dengan perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat
yang lebih matang lagi dihubungkan dengan kehilangan cinta dari objek yang
penting. Anxietas kastrasi berhubungan dengan fase oedipal sedangkan
anxietas superego merupakan ketakutan seseorang untuk mengecewakan
nilai dan pandangannya sendiri (merupakan anxietas yang paling matang).
- Teori kognitif perilaku
Penderita berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,
disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negatif pada
lingkungannya, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan
yangsangat negatif terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.
Tanda dan gejala klinis
Gejala utama adalah anxietas, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom, dan
kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan mempengaruhi
aspek kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai bergetar,
kelelahan dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom timbul dalam bentuk
pernafasan yang pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala saluran
pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas.
Pedoman Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ III)
1) Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus
tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang)
2) Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut :
a) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, perasaan
gelisah seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dan sebagainya)
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai)

c) Overaktivitas
otonomik
(kepala
terasa
ringan,
berkeringat,
takikardi,takipneu, keluhan epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan
sebagainya).
3) Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.
4) Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan anxietas
menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari
episode depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panik, atau gangguan
obsesif-kompulsif.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSMIV-TR)
1) Kecemasan dan kekhawatiran berlebihan (harapan yang mengkhawatirkan),
terjadi lebih banyak dibandingkan tidak selama paling kurang 6 bulan,
tentang sejumlah peristiwa atau aktivitas (seperti pekerjaan atau prestasi
sekolah).
2) Orang kesulitan untuk mengendalikan kekhawatiran.
3) Kecemasan dan kekhawatiran adalah dihubungkan dengan tiga (atau lebih)
dari enam gejala berikut (dengan paling kurang beberapa gejala terjadi lebih
banyak dibandingkan tidak selama 6 bulan terakhir). Catatan : Hanya satu
gejala yang diperlukan pada anak-anak.
- Gelisah atau perasaan tegang atau cemas
- Merasa mudah lelah
- Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
- Iritabilitas
- Ketegangan otot
- Gangguan tidur (kesulitan untuk memulai atau tetap tertidur, atau tidur
yang gelisah).
4) Fokus kecemasan dan kekhawatiran adalah tidak dibatasi pada gambaran
utama. Gangguan Aksis I, misalnya, kecemasan atau ketakutan adalah bukan
suatu Serangan Panik (seperti pada Gangguan Panik), merasa malu di depan
umum (seperti pada Fobia Sosial), terkontaminasi (seperti pada Gangguan
Obsesif Kompulsif), merasa jauh dari rumah atau kerabat dekat (seperti pada
Gangguan Cemas Perpisan), pertambahan berat badan (seperti pada
Anoreksia Nervosa), menderita berbagai keluhan fisik (seperti pada Gangguan
Somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada Hipokondriasis),
serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi secara eksklusif selama
Gangguan Stres Pasca trauma.
5) Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lainnya.
6) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya
hipertiroidisme) dan tidak terjadi secara eksklusif selama suatu Gangguan
Mood, Ganguan Psikotik, atau Gangguan Perkembangan Pervasif.
Penatalaksanaan
1) Farmakoterapi
- Benzodiazepin. Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine
dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons
terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis
terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama
pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off
selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek antianxietas, antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif.
Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain :

a) Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg


9im/iv), broadspectrum
b) Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum
c) Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas,
untuk pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal.
d) Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas,
psychomotor performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien
dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif.
e) Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.
f) Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas
tipe antisipatorik, onset of action lebih cepat dan mempunyai komponen
efek anti-depresi.
- Non benzodiazepine. Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron
lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatik.
Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari.
Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu.
Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan
Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan Buspiron.
Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin dengan Buspiron
kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek
terapi Buspiron sudah mencapai maksimal.
2) Psikoterapi
Menurut para ahli psikodinamika, karena gangguan ini berakar pada
keadaan internal individu sehubungan dengan adanya konflik intrapsikis yang
dialami individu sehingga ia mengembangkan suatu bentuk mekanisme
pertahanan diri, maka upaya menanganinya juga terarah pada pemberian
kesempatan bagi individu untuk mengeluarkan seluruh isi pikiran
atau perasaan yang muncul di dalam dirinya. Asumsinya adalah jika
individu bias menghadapi dan memahami konflik yang dialami, ego akan lebih
bebas dan tidak harus terus berlindung di balik mekanisme pertahanan diri
yang dikembangkannya.
Teknik dasar yang digunakan disebut free association, individu diminta
untuk menjelaskan secara sederhana tentang hal-hal yang ada di
dalam pikirannya, tanpa melihat apakah itu logis atau tidak, tepat
atau tidak, ataupun pantas atau tidak. Hal-hal dari alam bawah sadar
atau tidak sadar yang diungkapkan akan dicatat oleh terapis untuk
diinterpretasikan. Tehnik ini juga bisa dimanfaatkan saat menggunakan teknik
dream interpretation; individu diminta untuk menceritakan mimpinya secara
detail dan tepat. Kedua teknik ini memiliki kelebihan dan kelemahan masingmasing. Dalam melaksanakan teknik-teknik tersebut di atas, ada dua hal yang
biasanya muncul, yaitu apa yang disebut dengan resistance (yaitu individu
bertahan dan beradu argumen dengan terapis saat terapismulai sampai pada
bagian sensitif), dan transference (yaitu individu mengalihkan perasaannya
pada terapis dan menjadi bergantung.
Sementara para ahli dari pendekatan humanistik eksistesialis yang melihat
kecemasan sebagai hasil konflik diri yang terkait dengan keadaan sosial
dimana pengembangan diri menjadi terhambat, maka mereka lebih
menyarankan untuk membangun kembali diri yang rusak (damaged
self). Tekhniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang
berpendapat bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang positif yang
dapat dikembangkan sehingga ia membutuhkan situasi yang kondusif untuk
mengeksplorasi dirinya semaksimal mungkin.

Setiap permasalahan yang dihadapi setiap individu sebenarnya hanya


dirinyalah yang paling mengerti tentang apa yang sedang dihadapinya. Oleh
karena itu, individu itu sendirilah yang paling berperan dalam menyelesaikan
permasalahan yang mengganggu dirinya.
Tehnik yang digunakan untuk mengurangi kecemasan adalah systematic
desentisitization, yaitu mengurangi kecemasan dengan menggunakan
konsep hirarki ketakutan, menghilangkan ketakutan secara perlahanlahan mulai dari ketakutan yang sederhana sampai ke hal yang lebih
kompleks. Pemberian reinforcement (penguat) jugadapat digunakan dengan
secara tepat memberikan variasi yang tepat antara pemberian reward-jika ia
memperlihatkan perilaku yang mengarah keperubahan ataupun punishment
jika tidak ada perubahan perilaku atau justru menampilkan perilaku yang
bertolak belakang dengan rencana perubahan perilaku. Adanya model yang
secara nyata dapat dilihat dan menjadi contoh langsung kepada individu juga
efektif dalam upaya melawan pikiran-pikiran yang mencemaskan.
Pendekatan kognitif yang melihat gangguan kecemasan sebagai hasil dari
kesalahan dalam mempersepsikan ancaman (misperception of threat)
menawarkan upaya mengatasinya dengan mengajak individu berpikir dan
mendesain suatu pola kognitif baru.David Clark dkk (dalam Acocella dkk,
1996) mengembangkan desain kognitif yang melibatkan 3 bagian yaitu :
1) Identifikasi interpretasi negatif yang dikembangkan individu tentang sensasi
tubuhnya
2) Tentukan dugaan atau asumsi dan arahkan alternatif intrepretasi, yang
noncatastropic.
3) Bantu individu menguji validitas penjelasan dan alternatif-alternatif tersebut.
c. Gangguan Stress Pasca Trauma (PTSD)
Gangguan Stress Pasca Trauma / Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dapat
didefinisikan sebagai keadaan yang melemahkan fisik dan mental secara ekstrim
yang timbul setelah seseorang melihat, mendengar, atau mengalami suatu kejadian
trauma yang hebat dan atau kejadian yang mengancam kehidupannya.
PTSD biasanya timbul dalam waktu enam bulan setelah terjadinya peristiwa
traumatic atau merupakan kelanjutan dari gangguan stress akut yang berlangsung
maksimal satu bulan. Alasan berubahnya diagnosis dari gangguan stress akut
menjadi PTSD setelah satu bulan karena kasus yang berlangsung lebih dari satu
bulan biasanya menjadi kronis dan memerlukan pendekatan dan pengobatan yang
berbeda daripada gangguan stress akut.
Gejala klinis
Gejala utama PTSD adalah mengalami kembali secara involunter peristiwa
traumatic dalam bentuk mimpi atau bayangan yang intrusive, yang menerobos
masuk ke dalam kesadaran secara tiba-tiba (kilas balik atau flashback). Hal ini
sering dipicu oleh hal-hal yang mengingatkan penderita akan peritiwa traumatic
yang dialami.
Kelompok gejala yang lain adalah meningkatnya keterjagaan (arousal) berupa
anxietas yang hebat, iritabilitas, insomnia, dan konsentrasi yang buruk. Anxietas
akan bertambah parah pada saat terjadi kilas balik.
Gejala disosiatif merupakan kelompok gejala lainnya yang terdiri dari kesulitan
mengingat kembali bagian-bagian penting dari peristiwa traumatic, perasaan
bukan bagian dari peristiwa itu (detachment), ketidakmampuan merasakan
perasaan (emotional numbness). Kadang-kadang terjadi depersonalisasi dan
derealisasi.
Perilaku menghindar merupakan bagia dari gejala PTSD. Pasien menghindari
hal-hal yang dapat mengingatkan dia akan peristiwa traumatic tersebut. Gejala
depresi kerap kali didapatkan dan penyintas (survivor) sering merasa bersalah.

Perilaku maladaptive sering terjadi berupa rasa marah yang persisten,


penggunaan alcohol atau obat-obatan berlebihan dan perbuatan mencederai diri
sendiri yang sebagian berakhir bunuh diri.
Pedoman Diagnostik Gangguan Stess Pasca Trauma
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ III)
1) Gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatic
berat (masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa
bulan, jarang sampai melampaui 6 bulan). Kemungkinan diagnosis masih
dapat ditegakan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset
gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas
dan tidak didapat alternative kategori gangguan lainnya).
2) Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan baying-bayang atau
mimpi dari kejadian traumatic tersebut secara berulang-ulang (flashback).
3) Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya
dapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas.
4) Suatu sequelae menahun yang terjadi lambat setelah stress luar biasa,
misalnya saja beberapa puluh tahun setelah trauma.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSMIV-TR)
1) Orang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatik dimana kedua dari
berikut ini terdapat :
- Orang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatukejadian atau
kejadian-kejadian yang berupa ancaman kematian atau kematian yang
sesungguhnya atau cedera yang serius, atauancaman kepada integritas fisik
diri atau orang lain.
- Respon orang tersebut berupa rasa takut yang kuat, rasa tidakberdaya atau
horor.
2) Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu (atau lebih)
cara berikut :
- Rekoleksi yang menderitakan, rekuren, dan mengganggu tentang kejadian,
termasuk angan pikiran atau persepsi.
- Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian.
- Berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali
(termasuk perasaan penghidupan kembali pengalaman kembali pengalaman,
ilusi, halusinasi dan episode kilas balik disosiatif, termasuk yang terjadi saat
terbangun atau saat terintoksikasi).
- Penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau
eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian
traumatik.
- Reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal
yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik.
3) Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma dan
kaku karena responsivitas umum (tidak ditemukan sebelum trauma), seperti
yang ditunjukkan oleh tiga (atau lebih) berikut ini :
- Usaha untuk menghindari pikiran, perasaan, ataupercakapan yang
berhubungan trauma
- Usaha untuk menghindari aktivitas, tempat atau orang yang menyadarkan
rekoleksi dengan trauma.
- Tidak mampu untuk mengingat aspek penting dari trauma.
- Hilangnya minat atau peran serta yang jelas dalamaktivitas yang bermakna
- Rentang afek yang terbatas
- Perasaan bahwa masa depan menjadi pendek
4) Gejala menetap adanya peningkatan kesadaran (tidak ditemukan sebelum
trauma) yang ditunjukkan oleh dua (atau lebih) berikut :

5)
6)

Kesulitan untuk tidur atau tetap tidur


Iritabilitas atau ledakan kemarahan
Sulit berkonsentrasi
Kewaspadaan berlebihan
Respon kejut yang berlebihan
Lama gangguan (gejala dalam kriteria b, c, d) adalah lebih dari satu bulan
Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
ataugangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain.
- Akut
: jika lama gejala adalah kurang dari 3 bulan
- Kronis : jika lama gejala adalah 3 bulan atau lebih
Penatalaksanaan
Pengobatan Gangguan Stres pasca-trauma sering meliputi pengobatan dan
psikoterapi. Menggabungkan perawatan ini dapat membantu mengurangi gejala
dan mengajarkan keterampilan untuk mengatasi lebih baik terhadap peristiwa
traumatic dan kehidupan secara umum.
1) Farmakoterapi
Beberapa jenis obat dapat membantu gejala post traumatic stress disorder
membaik :
- Antipsikotik. Dalam beberapa kasus, Anda mungkin diresepkan pengobatan
singkat antipsikotik untuk meredakan kecemasan yang parah dan masalah
yang terkait, seperti sulit tidur atau ledakan emosional.
- Antidepresan. Obat-obat ini dapat membantu gejala depresi dan
kecemasan. Anti depresan juga dapat membantu membantu mengatasi
masalah tidur dan meningkatkan konsentrasi Anda. Selective serotonin
reuptake inhibitor (SSRI) obat sertraline (Zoloft) dan paroxetine (Paxil)
disetujui FDA untuk pengobatan PTSD.
- Anti-kecemasan. Obat ini juga dapat mengurangi perasaan cemas dan stres.
- Prazosin. Jika gejala termasuk insomnia atau mimpi buruk berulang, obat
yang disebut prazosin (Minipress) dapat membantu. Prazosin, yang telah
digunakan selama bertahun-tahun dalam pengobatan hipertensi, juga
menghambat respon otak untuk bahan kimia otak seperti adrenalin yang
disebut norepinefrin. Meskipun obat ini tidak secara khusus disetujui untuk
pengobatan PTSD, prazosin dapat mengurangi atau menekan mimpi buruk
pada banyak orang dengan PTSD.
2) Psikoterapi
Beberapa jenis terapi dapat digunakan untuk mengobati anak-anak dan orang
dewasa dengan post-traumatic stress disorder. Anda dapat mencoba lebih dari
satu, atau menggabungkan jenis, sebelum menemukan yang sesuai atau
tepat untuk Anda. Anda juga dapat mencoba terapi individu, terapi kelompok
atau keduanya. Terapi kelompok dapat menawarkan cara untuk terhubung ke
orang lain melalui pengalaman yang sama. Beberapa jenis terapi yang
digunakan dalam pengobatan PTSD meliputi:
- Terapi kognitif. Jenis terapi bicara membantu Anda mengenali cara berpikir
(pola kognitif) yang membuat Anda terjebak misalnya, cara-cara negatif
atau tidak akurat dalam memahami situasi normal. Dalam pengobatan PTSD,
terapi kognitif sering digunakan bersama dengan terapi perilaku yang disebut
terapi eksposur.
- Terapi Paparan (eksposur) . Teknik terapi perilaku membantu Anda secara
aman menghadapi hal yang sangat menakutkan yang Anda temukan,
sehingga Anda dapat belajar untuk mengatasi secara efektif. Sebuah
pendekatan baru untuk terapi pemaparan menggunakan program virtual
reality yang memungkinkan Anda untuk masuk kembali ke pengaturan
dimana Anda mengalami trauma, misalnya sebuah program Virtual Irak.

Gerakan desensitisasi mata dan pengolahan ulang (EMDR). Jenis terapi


ini menggabungkan terapi pemaparan dengan serangkaian gerakan mata
dipandu yang membantu Anda memproses kenangan traumatik.

d. Gangguan Somatoform
Gangguan somatoform didefinisikan sebagai kelompok kelainan dimana :
1) Gejala fisik yang mengarahkan kepada dugaan gangguan medis namun tidak
dapat dibuktikannya patologi atau bukti-bukti yang mendukung penyakit fisik
sebagai penyebab gejala.
2) Adanya dugaan kuat bahwa gejala- gejala tersebut berkaitan dengan faktor
psikologis.
Gangguan-gangguan yang termasuk di dalam kategori gangguan somatoform
memiliki beberapa ciri umum yang sama :
1) Manifestasi stres psikologik menjadi gejala somatic
2) Perilaku sakit yang abnormal (abnormal illness behavior) yaitu disebabkanadanya
ketidaksesuaian antara pengertian yang ditangkap pasien tentangkondisi
sakitnya (perceived illness) dengan penyakit yang dialaminya (documented
disease).
3) Adanya amplifikasi, yaitu dimana sensasi dari gejala fisik mengakibatkan rasa
cemas (anxiety), kemudian rasa cemas dan aktivasi autonomik yang
diasosiasikan dengan rasa cemas tersebut mengakibatkan eksaserbasi gejala
fisik.
4) Penderitaan (distress) yang bermakna dan seringnya angka kunjungan untuk
pelayanan medis.
Klasifikasi Gangguan Somatoform :
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth
edition (DSM-IV)
1) Gangguan somatisasi (somatization disorder)
2) Gangguan somatisasi tidak terinci (undifferentiated somatoform disorder)
3) Gangguan konversi (conversion disorder)
Gangguan konversi adalah gangguan pada fungsi tubuh yang tidak sesuai dengan
konsep anatomi dan fisiologi darisistem saraf pusat dan tepi. Khas terjadi adanya
stress dan memunculkan disfungsi berat. Kumpulan gejala saat ini disebut
dengan gangguan konversi dengan gangguan somatisasi histeria, reaksi konversi,
reaksi disosiatif.
Manifestasi Klinis
a) Gejala sensorik. Timbul anestesi dan parestesi terutamapada ekstremitas,
Semua modilitas sensoris dapat terkena, Distribusi tidak sesuai penyakit
saraf pusat maupun tepi.
b) Gejala motorik. Gerak abnormal, gangguan gaya berjalan, kelemahan dan
paralisis, Gerakan memburuk bila mendapat perhatian, Paling sering
adalah paralisis dan paresis.
Kriteria diagnosis menurut DSM-IV-TR :
a) Satu atau lebih gejala yang melibatkan fungsi motorik volunter atau
sensorik yang diperkirakan suatu kondisi neurologis atau kondisi umum
medik lainnya.
b) Faktor psikologis dinilai berkaitan dengan gejala permulaan atau
eksaserbasi gejala didahului oleh konflik atau stresor lainnya.
c) Gejala tidak dengan sengaja dibuat atau berpura-pura.
d) Gejala setelah setelah cukup penelusuran, tidak dapatsecara penuh
dijelaskan sebgai kondisi medik umum, atau sebagai akibat langsung dari
zat atau secara kultural sebagai perilaku atau pengalaman penebusan.
e) Gejala menyebabkan penderitaan atau hendaya yang bermakna secara
klinis di bidang sosial, pekerjaan atau fungsi lain atau menuntut evaluasi
medis.

f)

Gejala tak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi sematamata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan bukan karena
gangguan mental lainnya.
Penatalaksanaan
a) Psikoterapi suportif
b) Hipnosis, anticemas, dan terapi relaksasi sangat efektif
4) Gangguan nyeri (pain disorder)
5) Hipokondriasis (hypochondriasis)
6) Gangguan somatoform yang tidak tergolongkan (somatoform disorder not
otherwise specified-NOS)
Menurut ICD-10/PPDGJ-III
1) Gangguan somatisasi
Gangguan somatisasi merepresentasikan bentuk ekstrim dari gangguan
somatoform dimana gejala multipel yang melibatkan berbagai sistem organ tidak
dapat dijelaskan secara medis.
Etiologi gangguan somatisasi
a) Faktor Psikososial. Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Secara
psikososial gejala gangguan ini merupakan bentuk komunikasi sosial yang
bertujuan untuk menghindari kewajiban, mengekspresikan emosi, atau
menyimpulkan perasaan. Pengajaran orang tua, contoh orang tua, dan
budaya dapat mengakibatkan pasien terbiasa menggunakan somatisasi.
b) Faktor biologis. Transmisi genetik yang berperan dalam gangguan
somatisasi terjadi pada 10-20% wanita turunan pertama sedangkan
saudara laki-lakinya cenderung menjadi penyalahgunaan zat dan
gangguan kepribadian antisosial. Pada kembar monozigot transmisi terjadi
29% sedangkan dizigot 10%.
Manifestasi Klinis
Gejala umum yang dikeluhkan adalah mual, muntah, sulit menelan, sakit pada
lengan dan tungkai, nafas pendek, amnesia, komplikasi kehamilan dan
menstruasi. Pasien beranggapan ia sakit sepanjang hidupnya. Sering terdapat
gejala neurologik seperti gangguan keseimbangan, merasa ada gumpalan di
tenggorokan, afonia, retensi urin, hilangmodalitas sensorik raba dan nyeri,
buta, bangkitan, hilang kesadaran bukan karena pingsan.
Pasien merasa menderita dan sering mengalami depresi serta kecemasan.
Ancaman bunuh diri sering dilaporkan namun angka bunuh diri aktual sangat
jarang. Pasien gangguan somatisasi biasanya tampak mandiri, terpusat pada
diri,haus penghargaan, serta manipulative.
Menurut DSM-IV-TR, gangguan somatisasi memiliki kriteria diagnosis
sebagai berikut :
a) Riwayat gejala fisik yang banyak (atau suatu keyakinan bahwa dirinya
sakit)yang mulai sebelum usia 30 tahun, berlangsung selama beberapa tahun,
dan mengakibatkan perilaku mencari pertolongan medis (medical seeking
behavior) atau hendaya yang bermakna.
b) Kombinasi dari gejala-gejala yang tidak terjelaskan, yang terjadi
kapanpunselama perjalanan dari gangguan, yang semuanya harus dipenuhi.
Gejala-gejala yang dimaksud antara lain :
- 4 gejala nyeri (melibatkan minimal 4 lokasi atau fungsi yang berbeda meliputi
kepala dan leher, abdomen, punggung, sendi, ekstremitas, dada,rektum,
selama menstruasi, selama hubungan seksual, dan saat berkemih).
- 2 gejala gastrointestinal selain nyeri (meliputi mual, kembung, muntah,diare,
dan intoleransi makanan).
- 1 gejala seksual : sekurangnya satu gejala seksual atau reproduksi selain
nyeri (misalnya indiferensi seksual,disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi
tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang
kehamilan).

1 gejala pseudoneurologis : sekurangnya satu gejala atau defisit


pseudoneurologi yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak
terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit
menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan
ganda, kebutaan, ketulian, kejang : gejaladisosiatif seperti amnesia ; atau
hilangnya kesadaran selain pingsan).
Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (sepertiga gangguan
buatan atau pura-pura).
Periode keluhan yang ringan (9-12 bulan). Gejala yang berat dan pengembangan
dari keluhan baru(6-9 bulan). Sebelum 1 tahun pasien sudah mencari pertolongan
medis.
Penatalaksanaan
Penangan sebaiknya dengan 1 dokter dengan interval 1 bulan. Psikoterapi
mengatasi gejala, ekspresikan emosi yang mendasari, mengembangkan
strategi alternatif untuk mengungkapkan perasaan. Psikofarmakologi
dianjurkan apabila terdapat gangguan lain (komorbid) tetapi harus dengan
pengawasan ketat.
2) Gangguan somatoform tak terinci
- Keluhan-keluhan fisik bersifat multiple, bervariasi, dan menetap, akan tetapi
gambaran klinis yangh khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak
terpenuhi.
- Kemungkinan ada maupun tidak factor penyebab psikologisbelum jelas, akan
tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya.
3) Gangguan hipokondrik
- Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik
yang serius yang melandasi keluhannya, meskipun pemeriksaan berulangulang tidak menunjang adanya alas an yang memadai, ataupun adanya
preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk
penampakan fisiknya (tidak sampai waham).
- Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandai
keluhan-keluhannya.
4) Disfungsi otonomik somatoform
- Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti palpitasi, berkeringat,
tremor, muka panas/flushing, yang menetap dan mengganggu.
- Gejala subjektif tambahanmengacu pada system atau organ tertentu (gejala
tidak khas)
- Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya
gangguan yang serius dari system atau organ tertentu, yang tidak
terpengaruh oleh hasil pemeriksaan-pemeriksaan berulang, maupun
penjelasan-penjelasan dari dokter.
- Tidak terbukti adanya gangguan cukup berarti pada fungsi/struktur dari
system/organ yang dimaksud.
5) Gangguan nyeri somatoform lainnya
6) Gangguan somatoform YTT
Penatalaksanaan
a) Berhubungan dengan primary care practitioner. memonitoring gejala yang dialami
pasien, apakah ada gejala baru, dan pengobatan yang diberikan. Diperlukan juga
untuk berkonsultasi dengan psikiatri.
b) Medikamentosa. Pasien dengan somatoform disorder terkadang diperlukan obat
anti-anxietas atau obat anto-depresan jika ada mood atai anxietas disorder.
Tricyclic antidepresant dan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) mungkin
bisa membantu.
c) Psikoterapi.

motivasi: perlu motivasi dari orang lain, karena penderita sering kali berpikir
bahwa mereka tidak memerlukan terapi.
konfrontasi: merespon dengan cara mendukung mereka melalui konfrontasi
terhadap akibat dari pemikiran dan pola perilaku mereka. Lebih efektif bila
dilakukan oleh teman sebaya & psikoterapis
terapi wicara:psikoterapi yang dimaksudkan untuk membantu penderita
mengerti apa penyebab kecemasan dan mengenal perilakunya yang tidak
pantas, sebagai landasan untuk pengobatan lainnya.
psikoanalisis: bila ditemukan gangguan kepribadian seperti, narsis atau
obsesif kompulsif/

2. Gangguan depresi adalah gangguan mental umum yang menyajikan dengan mood
depresi, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, tidur
terganggu atau nafsu makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi. Masalah ini dapat
menjadi kronis atau berulang dan menyebabkan gangguan besar dalam kemampuan
individu untuk mengurus tanggung jawab sehari-harinya (WHO, 2011). Episode depresi
biasanya berlangsung selama 6 hingga 9 bulan, tetapi pada 15-20% penderita bisa
berlangsung selama 2 tahun atau lebih.
Etiologi
Menurut Kaplan, faktor-faktor yang dihubungkan dengan penyebab depresi dapat
dibagi atas: faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial. Dimana ketiga faktor
tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Sadock &
Sadock, 2010).
1) Faktor biologi
Faktor neurotransmitter : Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin
merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi
gangguan mood. Norepinefrin hubungan yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah
dasar antara turunnya regulasi reseptor B-adrenergik dan respon antidepresan
secara klinis memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik dalam depresi.
Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor adrenergik dalam
depresi, sejak reseptor reseptor tersebut diaktifkan mengakibatkan penurunan
jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergik juga
berlokasi di neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan.
Dopamin juga sering berhubungan dengan patofisiologi depresi.
Faktor neurokimia lainnya seperti gamma aminobutyric acid (GABA) dan
neuroaktif peptida (vasopressin dan opiate endogen) telah dilibatkan dalam
patofisiologi gangguan mood (Rush et al., 1998).
2) Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan dimana suatu pengamatan klinik
menyatakan bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh
ketegangan sering mendahului episode gangguan mood. Suatu teori menjelaskan
bahwa stres yang menyertai episode pertama akan menyebabkan perubahan
fungsional neurotransmiter dan sistem pemberi tanda intra neuronal yang
akhirnya perubahan tersebut menyebabkan seseorang mempunyai resiko yang
tinggi untuk menderita gangguan mood selanjutnya (Sadock & Sadock, 2010).
Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik : Freud (1917) menyatakan suatu hubungan
antara kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa kemarahan pasien
depresi diarahkan kepada diri sendiri karena mengidentifikasikan terhadap objek
yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk
melepaskan diri terhadap objek yang hilang (Sadock & Sadock, 2010).
Klasifikasi depresi Menurut PPDGJ III
1) Episode depresif ringan
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
- Tidak boleh ada gejala berat diantaranya

- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu


- Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial
2) Episode depresif sedang
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
- Ditambah sekurang-kurangnya 3 dari gejala lainnya
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya minimum 2
minggu
- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social, pekerjaan dan
urusan rumah tangga.
3) Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
- Semua 3 gejala utama harus ada
- Ditambah sekurang0kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensi berat
- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
- Episode depresif biasanya hanya berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi gejala amat berat dan beronset sangat cepat
- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan social,
pekerjaan, atau urusan rumah tangga.
4) Episode depresif berat dengan gejala psikotik
- Sama seperti episode depresif berat tanpa gejala psikotik
- Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresif.
Manifestasi Klinik
Menurut PPDGJ III
Gejala utama :
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya :
- Konsentrasi dan perhatian berkurang
- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
- Tidur terganggu
- Nafsu makan berkurang.
Pada penderita depresi dapat ditemukan berapa tanda dan gejala umum menurut
Diagnostic Manual Statistic IV (DSM-IV): (American Psychiatric Association,
2000) :
1) Perubahan fisik
- Penurunan nafsu makan
- Gangguan tidur
- Kelelahan atau kurang energy
- Agitasi
- Nyeri, sakit kepala, otot kram dan nyeri tanpa sebab
2) Perubahan pikiran
- Merasa bingung, berpikir lamban
- Sulit membuat keputusan
- Kurang percaya diri
- Merasa bersalah dan tidak mau dikritik
- Adanya pikiran untuk membunuh diri.
3) Perubahan perasaan

Penurunan ketertarikan dengan lawan jenis dan melakukan hubungan seksual


suami istri
- Merasa sedih
- Sering menangis tanpa alas an yang jelas
- Irritabilitas, mudah marah dan terkadang agresif
4) Perubahan pada kebiasaan sehari-hari
- Menjauhkan diri dari lingkungan social
- Penurunan aktivitas fisik dan latihan
- Menunda pekerjaan
Penatalaksanaan
Tujuan terapi depresi adalah untuk mengurangi gejala depresi akut, meminimalkan
efek samping, memastikan kepatuhan pengobatan, membantu pengembalian
ketingkat fungsi sebelum depresi, dan mencegah episode lebih lanjut (Sukandar dkk.,
2008).
Untuk melakukan pengobatan pada pasien dengan gangguan depresi mayor, ada 3
tahapan yang harus dipertimbangkan antara lain :
1) Fase akut, fase ini berlangsung 6 sampai 10 minggu. pada fase ini bertujuan
untuk mencapai masa remisi (tidak ada gejala).
2) Fase lanjutan, fase ini berlangsung selama 4 sampai 9 bulan setelah mencapai
remisi. pada fase ini bertujuan untuk menghilangkan gejala sisa atau mencegah
kekambuhan kembali.
3) Fase pemeliharaan, fase ini berlangsung 12 sampai 36 bulan. Pada fase ini
tujuannya untuk mencegah kekambuhan kembali.
Terapi non farmakologis
1) Psikoterapi
Psikoterapi adalah terapi pengembangan yang digunakan untuk menghilangkan
atau mengurangi keluhan keluhan serta mencegah kambuhnya gangguan pola
perilaku maladatif (Depkes, 2007). Teknik psikoterapi tersusun seperti teori terapi
tingkah laku, terapi interpersonal, dan terapi untuk pemecahan sebuah masalah.
Dalam fase akut terapi efektif dan dapat menunda terjadinya kekambuhan
selama menjalani terapi lanjutan pada depresi ringan atau sedang.Pasien dengan
menderita depresi mayor parah dan atau dengan psikotik tidak direkomendasikan
untuk menggunakan psikoterapi. Psikoterapi merupakan terapi pilihan utama utuk
pasien dengan menderita depresi ringan atau sedang (Teter et al.,2007)
2) Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy adalah terapi dengan mengalirkan arus listrik ke otak
(Depkes, 2007). Terapi menggunakan ECT biasa digunakan untuk kasus depresi
berat yang mempunyai resiko untuk bunuh diri (Depkes, 2007). ECT juga
diindikasikan untuk pasien depresi yang tidak merespon terhadap obat
antidepresan (Lisanby, 2007). Terapi ECT terdiri dari 6 12 treatment dan
tergantung dengan tingkat keparahan pasien. Terapi ini dilakukan 2 atau 3 kali
seminggu, dan sebaiknya terapi ECT dilakukan oleh psikiater yang
berpengalaman (Mann. 2005). Electro Convulsive Therapy akan kontraindikasi
pada pasien yang menderita epilepsi, TBC miller, gangguan infark jantung, dan
tekanan tinggi intra karsial (Depkes, 2007).
Terapi farmakologi
1) Antidepresan adalah obat yang dapat digunakan untuk memperbaiki perasaan
(mood) yaitu dengan meringankan atau menghilangkan gejala keadaan murung
yang disebabkan oleh keadaan sosial ekonomi, penyakit atau obatobatan ( Tjay
& Rahardja, 2007 ). Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk mengobati
kondisi serius yang dikarenakan depresi berat. Kadar NT (nontransmiter)
terutama NE (norepinefrin) dan serotonin dalam otak sangat berpengaruh
terhadap depresi dan gangguan SSP. Rendahnya kadar NE dan serotonin di dalam
otak inilah yang menyebabkan gangguan depresi, dan apabila kadarnya terlalu
tinggi menyebabkan mania. Oleh karena itu antideresan adalah obat yang

2)

3)
4)
5)

mampu meningkatkan kadar NE dan serotonin di dalam otak (Prayitno,2008).


Contoh : Trazodone (Trazone), Mirtazapine (Remeron)
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) merupakan obat terbaru
dengan batas keamanan yang lebar dan memiliki spektrum efek samping obat
yang berbeda beda. SSRI diduga dapat meningkatkan serotonin ekstraseluler
yang semula mengaktifkan autoreseptor, aktivitas penghambat pelepasan
serotonin dan menurunkan serotonin ekstraseluler ke kadar sebelumnya. Untuk
saat ini SSRI secara umum dapat diterima sebagai obat pertama (Neal, 2006).
Contoh : Sertraline (Zoloft), Paroxetine (Seroxat), Fluvoxamine (Prozac).
Monoamine Oxydase Inhibitor (MAOI) Reversible, contoh : Moclobemide
(Aurorix)
Tetracyclic Compound, contoh : Maprotiline (Ludiomil), Mianserin (Tolvon)
Tricyclic Compound, contoh : amitriptyline (amitriptilin), Imipramine (Tofranil)

Sumber:
Memon MA. Panic Disorder. Medscape Reference; 2011 [updated 29/03/2011; cited on
January 2012]; Available from: http://emedicine.medscape.com.
Kusumadewi I, Elvira SD. Gangguan Panik. In: Elvira SD, Hadisukanto G, editors. Buku Ajar
Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010. p. 235-41.
Maslim R, editor. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Bagian IlmuKedokteran Jiwa
FK-Unika Atma Jaya; 2001.
Maslim R, editor. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. 3rd ed. Jakarta: Bagian IlmuKedokteran
Jiwa FK-Unika Atma Jaya; 2007.
Saddock BJ, Saddock VA. Gangguan Panik dan Agorafobia. Dalam: Kaplan HI, SadockBJ.
Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku dan Psikiatri Klinis jilid II. hal.32-46
Shear, Katherine M. Anxiety Disorders Generalized Anxiety Disorder in : Dale DC,
Federman DD, editors. ACP Medicine. 3rd Edition. Washington: WebMD Inc. : 2007.
Yates, W. R. 2008. Anxiety Disorders. Update August 13, 2008.www.emedicine.com

Anda mungkin juga menyukai