Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENGUJIAN TARIK
1.
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Untuk membandingkan kekuatan maksimum beberapa jenis logam (besi
tuang, baja, tembaga dan alumunium).
2. Untuk membandingkan titik-titk luluh (yield) logam-logam tersebut.
3. Untuk membandingkan tingkat keuletan logam-logam tersebut melalui %
elongasi dan % pengurangan luas.
4. Untuk membandingkan fenomena necking pada logam-logam tersebut.
5. Untuk membandingkan modulus elastisitas dari logam-logam tersebut.
6. Untuk membuat, membandingkan serta menganalisis kurva tegangan
regangan, baik kurva rekayasa maupun kurva sesungguhnya dari beberapa
jenis logam.
7. Untuk membandingkan tampilan perpatahan (fractografi) logam-logam
tersebut dan mengAnalisisnya berdasarkan sifat-sifat mekanis yang telah
dicapai.
2.
DASAR TEORI
Tujuan dari dilakukannya suatu pengujian mekanis adalah untuk menentukan
respon material dari suatu konstruksi, komponen atau rakitan fabrikasi pada saat
dikenakan beban atau deformasi dari luar. Dalam hal ini akan ditentukan seberapa
jauh perilaku inheren (sifat yang lebih merupakan ketergantungan atas fenomena
atomik maupun mikroskopis dan bukan dipengaruhi bentuk dan ukuran benda uji)
dari material terhadap pembebanan tersebut di antara semua pengujian mekanis
tersebut, pengujian terik merupakan jenis pengujian yang paling banyak
digunakan karena mampu memberikan informasi representati dari perilaku
mekanis material.
Sampel atau benda uji dengan ukuran dan bentuk tertentu ditarik dengan
beban kontinyu sambil diukur pertambahan panjangnya. Data yang didapat
a.
Gambar 1.1. kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat dari baja ulet
b.
dari batas plastik ini. Selanjutnya bila bahan terus diberikan tegangan (deformasi dari
luar) maka batas elastis akan terlampaui pada akhirnya sehingga bahan tidak akan
kembali kepada ukuran semula. Dengan kata lain dapat didefinisikan bahwa batas
elastis merupakan suatu titik dimana tegangan yang diberikan akan menyebabkan
terjadinya deformasi permanen (plastis) untuk pertama kalinya. Kebanyakan material
teknik
memiliki
batas
elastis
yang
hampir
berimpitan
dengan
batas
c.
proporsionalitas tegangan dan regangan . Umumnya garis offset diambil 0.1 0.2%
dari regangan total dimulai dari 0, dan ditarik keatas sejajar dengan garis
proporsional hingga berpotongan dengan kurva. Kekuatan luluh atau titik luluh
merupakan suatu gambaran kemampuan bahan menahan deformasi permanen bila
digunakan dalam penggunaan struktural yang melibatkan pembebanan mekanik
seperti tarik, tekan, bending atau puntiran. Di sisi lain, batas luluh ini harus dicapai
ataupun dilewati bila bahan (logam) dipakai dalam proses manufaktur produkproduk logam seperti proses rolling, drawing, stretching dan sebagainya. Dapat
dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat tegangan yang:
Pada bahan ulet tegangan maksimum ini ditunjukkan oleh titik M (kurva
tegangan regangan) dan selanjutnya bahan akan terus berdeformasi hingga titik B.
Bahan yang bersifat getas memberikan perilaku yang berbeda dimana tegangan
maksimum sekaligus tegangan perpatahan Dalam kaitannya dengan penggunaan
struktural maupun dalam proses forming bahan, kekuatan maksimum adalah atas
tegangan yang sama sekali tidak boleh dilewati.
e.
(Fbreaking) dengan luas penampang awal Ao. Untuk patahan yang bersifat ulet pada
saat beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus
B maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu
deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih kecil
daripada kekuatan maksimum sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah
f.
Keuletan (ductility)
Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan logam
Gambar 1.3. Perbandingan kurva uji tarik material ulet dan getaS
dimana Lf adalah panjang akhir dan Lo panjang awal dari benda uji.
g.
maka semakin kecil regangan elastis yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan
tertentu, atau dapat dikatakan material tersebut semakin kaku (stiff). Modulus
kekakuan tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan garis elastis yang
linier,diberikan oleh :
E= / atau E= tan
dimana adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva teganganregangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh energi ikat antar atomatom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat dirubah oleh suatu proses
tanpa merubah struktur bahan. Gambar di bawah ini menunjukkan grafik tegangan
regangan beberapa jenis baja :
h.
terjadinya kerusakan. Nilai modulus dapat diperoleh dari luas segitiga yang dibentuk
oleh area elastik diagram tegangan-regangan. Pada gambar di samping ditunjukkan
oleh segitiga putus-putus.
i.
perpatahan. Secara kuantitatif dapat ditentukan dari luas area keseluruhan di bawah
kurva tegangan regangan hasil pengujian tarik. Pertimbangan disain yang mengikut
sertakan modulus ketangguhan menjadi sangat penting untuk komponen-komponen
yang mungkin mengalami pembebanan berlebih secara tidak disengaja. Material
dengan modulus ketangguhan yang tinggi akan mengalami distorsi yang besar karena
pembebanan berlebih,tetapi hal ini tetap disukai dibandingkan material dengan
modulus yang rendah dimana perpatahan akan terjadi tanpa suatu peringatan
terlebih dahulu.
j.
dimensi awal (Ao dan lo) dari benda uji, sementara untuk mendapatkan kurva
tegangan-regangan seungguhnya diperlukan luas area dan panjang aktual pada saat
pembebanan setiap saat terukur. Perbedaan kedua kurva tidaklah terlalu besar pada
regangan yang kecil, tetapi menjadi signifikan pada rentang terjadinya pengerasan
regangan (strain hardening), yaitu setelah titik luluh terlampaui. Secara khusus
perbedaan menjadi demikian besar di dalam daerah necking.
perpatahan dan benda uji mampu menahan peningkatan tegangan karena =P/A.
Sehingga notasi true stress & true strain dan hubungannya dengan engineering stress
dan engineering strain dapat dituliskan sebagai :
Dan
dibawah ini adalah grafik yang membandingkan antara kurva tegangan regangan
rekayasa dan sesungguhnya.
2.
Karakteristik Perpatahan
Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan
Sangat ulet
Sangat getas
Material dikatakan ulet bila material tersebut mengalami deformasi elastis dan
plastis sebelum akhirnya putus. Sedangkan material getas tidak mengalami deformasi
elastis sebelum mengalami putus.
3.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
1. Universal testing machine, Servopulser Shimadzu kapasitas 30 ton
2. Caliper dan/atau micrometer
3. Spidol permanen atau penggores (cutter)
4. Stereoscan macroscope
5. Sampel Uji Tarik
10
3.2.
Diagram Alir
Mulai
Pengujian selesai
Finish
11
4. PENGOLAHAN DATA
a. Data Percobaan
i. Tabel Data
No
Time (s)
P (kgf)
dL
(mm)
(Mpa)
t(Mpa)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
8.44500
8.45000
8.46500
8.48500
8.49000
8.50500
8.52500
8.53500
8.54500
8.56500
8.57500
8.58500
8.60500
8.61500
8.62500
8.65000
8.66000
8.69000
8.70000
8.73000
43.96000
43.98000
43.99500
44.01000
44.03000
44.04000
44.05000
44.07000
44.08500
44.10000
44.12000
3301,37
3303,296
3307,03
3310,513
3312,053
3314,776
3317,681
3318,693
3319,992
3321,586
3322,05
3322,586
3323,167
3323,295
3323,33
3322,997
3322,75
3321,834
3321,288
3319,906
4345,435
4345,473
4345,491
4345,494
4345,485
4345,473
4345,469
4345,468
4345,467
4345,485
4345,496
0,35
0,35
0,35
0,35
0,35
0,35
0,35
0,36
0,36
0,36
0,36
0,36
0,36
0,36
0,36
0,36
0,36
0,36
0,36
0,36
1,83
1,83
1,83
1,83
1,83
1,83
1,83
1,83
1,84
1,84
1,84
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
412,40
412,64
413,10
413,54
413,73
414,07
414,44
414,56
414,72
414,92
414,98
415,05
415,12
415,14
415,14
415,10
415,07
414,95
414,89
414,71
542,82
542,82
542,83
542,83
542,83
542,82
542,82
542,82
542,82
542,83
542,83
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,036
0,036
0,036
0,036
0,036
0,036
0,036
0,036
0,036
0,036
0,036
415,297
415,542
416,016
416,461
416,657
417,004
417,378
417,508
417,674
417,883
417,944
418,014
418,095
418,114
418,121
418,089
418,061
417,956
417,891
417,727
562,690
562,702
562,713
562,720
562,727
562,729
562,735
562,742
562,750
562,760
562,770
Keterangan
Yield Strength
12
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
44.13500
44.15500
44.16000
44.17500
44.19000
44.21000
44.22500
44.24500
44.26000
44.27500
56.55000
56.56500
56.58500
56.60000
56.62000
56.63500
56.65000
56.66000
56.67500
56.69000
56.71000
4345,497
4345,487
4345,477
4345,482
4345,454
4345,437
4345,427
4345,418
4345,415
4345,407
3239,493
3234,426
3228,715
3223,587
3217,722
3212,511
3206,603
3203,919
3199,114
3193,259
3184,706
1,84
1,84
1,84
1,84
1,84
1,84
1,84
1,84
1,84
1,84
2,35
2,36
2,36
2,36
2,36
2,36
2,36
2,36
2,36
2,36
2,36
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
542,83
542,83
542,82
542,83
542,82
542,82
542,82
542,82
542,82
542,82
404,67
404,04
403,32
402,68
401,95
401,30
400,56
400,22
399,62
398,89
397,82
0,036
0,036
0,036
0,036
0,036
0,036
0,036
0,036
0,036
0,036
0,046
0,046
0,046
0,046
0,046
0,046
0,046
0,046
0,046
0,046
0,046
562,777
562,783
562,786
562,793
562,797
562,802
562,808
562,815
562,822
562,827
423,723
423,067
422,325
421,660
420,898
420,223
419,454
419,108
418,483
417,723
416,610
Tensile Strength
Breaking Strength
ALUMINIUM
No
P (kg)
dL (mm)
(Mpa)
t(Mpa)
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
600
0.125
0.003
79.658
0.002
79.857
1200
0.250
0.005
159.315
0.005
160.112
1578
0.375
0.008
185.868
0.007
187.262
1600
0.500
0.010
192.506
0.010
194.431
1618
0.625
0.013
196.489
0.012
198.945
1628
0.750
0.015
203.127
0.015
206.174
1633
0.875
0.018
207.110
0.017
210.735
1636
1.000
0.020
209.765
0.020
213.961
1637
1.125
0.023
212.421
0.022
217.200
Keterangan
Yield Strength
13
10
1639
1.250
0.025
215.076
0.025
220.453
11
1640
1.375
0.028
217.731
0.027
223.719
12
1650
1.500
0.030
219.059
0.030
225.631
13
1670
1.625
0.033
221.714
0.032
228.920
14
1690
1.750
0.035
224.369
0.034
232.222
15
1700
1.875
0.038
225.697
0.037
234.161
16
1740
2.000
0.040
227.025
0.039
236.106
17
1778
2.125
0.043
228.352
0.042
238.057
18
1776
2.250
0.045
233.663
0.044
244.178
19
1772
2.375
0.048
234.990
0.046
246.152
20
1767
2.500
0.050
236.318
0.049
248.134
21
1760
2.625
0.053
236.318
0.051
248.725
22
1750
2.750
0.055
237.646
0.054
250.716
23
1740
2.875
0.058
238.973
0.056
252.714
24
1735
3.000
0.060
238.973
0.058
253.312
25
1710
3.125
0.063
240.301
0.061
255.320
26
1640
3.250
0.065
240.301
0.063
255.920
27
1620
3.375
0.068
241.628
0.065
257.938
28
1573
3.500
0.070
241.628
0.068
258.542
29
1520
3.625
0.073
241.628
0.070
259.147
30
1490
3.750
0.075
241.628
0.072
259.751
31
1470
3.875
0.078
241.628
0.075
260.355
32
1420
4.000
0.080
241.628
0.077
260.959
33
1415
4.125
0.083
241.628
0.079
261.563
34
1370
4.250
0.085
241.628
0.082
262.167
35
1320
4.375
0.088
241.628
0.084
262.771
36
1310
4.500
0.090
241.628
0.086
263.375
37
1295
4.625
0.093
240.301
0.088
262.529
38
1270
4.750
0.095
238.973
0.091
261.676
39
1240
4.875
0.098
238.973
0.093
262.273
40
1230
5.000
0.100
237.646
0.095
261.410
Tensile Strength
14
41
1215
5.125
0.103
236.318
0.098
260.541
42
1200
5.250
0.105
233.663
0.100
258.197
43
1190
5.375
0.108
232.335
0.102
257.311
44
1140
5.500
0.110
231.007
0.104
256.418
45
1120
5.625
0.113
228.352
0.107
254.042
46
1110
5.750
0.115
227.025
0.109
253.132
47
1100
5.875
0.118
225.697
0.111
252.216
48
1080
6.000
0.120
223.042
0.113
249.807
49
1070
6.125
0.123
221.714
0.116
248.874
50
1065
6.250
0.125
220.386
0.118
247.935
51
1060
6.375
0.128
217.731
0.120
245.492
52
1058
6.500
0.130
215.076
0.122
243.036
Breaking Strength
Al
Baja
8,75
10,00
60,10
78,50
42,99
33,17
50
50
56
66
Beban Luluh, kg
1578
3322
Beban Maksimum, kg
1778
4345
Beban putus, kg
1058
3184
26,26
42,32
UTS, kg/mm2
29,58
55,35
Elongasi, %
12,00
32,00
15
Baja (Fe3C)
16
2. Tegangan Rekayasa
= P/Ao
= 3322kg x 9.806 m/s2 /78,5 mm2
= 414,98 MPa
3. Regangan Sesungguhnya
T = ln (1 + )
= ln (1 + 0.01)
= 0.007
4. Tegangan Sesungguhnya
T = (1 + )
= 414,98 (1 + 0.01)
= 417,944 MPa
5. Ultimate Tensile strength
UTS = Pmax/Ao
= 4345 kg / 78,5 mm2 x 9,806
= 542,77 MPa
6. % Elongasi Sampel
% elongasi = (Lf-Lo)/Lo x 100%
= (66- 50)/50 x 100%
= 32 %
7. % Reduksi
% reduksi = (Ao-Af)/Ao x 100%
= (78,5 33,17) / 78,5 x 100%
= 57,74 %
8. Modulus Elastisitas
E = /
= 414,98 Mpa / 0.01
= 41498 MPa
17
Aluminium (Al)
1. Regangan Rekayasa
= dL/Lo
= 0.375mm/ 50 mm
= 0.008
2. Tegangan Rekayasa
= P/Ao
= 1578 kg x 9.806 m/s2 / 60,1 mm2
= 185,86 Mpa
3. Regangan Sesungguhnya
T= ln (1 + )
= ln (1 + 0.008)
= 0.00747
4. Tegangan Sesungguhnya
T = (1 + )
= 185,86 (1 + 0.008)
= 187.262 MPa
5. Ultimate Tensile strength
UTS = Pmax/Ao
= 1778 kg / 60,1 mm2 x 9.806
= 290,09 MPa
6. % Elongasi Sampel
%elongasi sampel = (Lf-Lo)/Lo x 100%
= (56 - 50)/50 x 100%
= 12 %
7. % reduksi
% reduksi = (Ao-Af)/Ao x 100%
= (60,1 42,9)/60,1x 100%
= 28,6 %
18
8. Modulus Elastisitas
E= /
= 185,86 Mpa / 0.008
= 23232 Mpa
c. Grafik
i. Grafik P vs dL
Aluminium (Al)
Baja (Fe3C)
19
ii.
Stress vs Strain
300,000
250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
0,000
0,000
0,020
0,040
0,060
0,080
0,100
0,120
0,140
Baja (Fe3C)
Stress vs Strain
800,000
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
0,000
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
20
iii.
Baja (Fe3C)
t vs t
900,000
800,000
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
0,000
0,000
0,020
0,040
0,060
0,080
0,100
0,120
0,140
0,160
0,180
21
5. PEMBAHASAN
A. Prinsip Pengujian
Definisi pengujian tarik ialah pengujian untuk mengetahui respon suatu
material terhadap Beban tarik yang diberikan. Mesin yang dipakai dalam
pengujian tarik ini adalah Universal testing machine (Servopulser Shimadzu
kapasitas 30 ton). Prinsip pengujian kali ini adalah meletakkan sampel pada mesin
dengan posisi vertikal. Lalu beban tarik akan diberikan, mekanisme yang terjadi
adalah sampel akan mengalami bebarap fase dari fase elastis sampai fase plastis.
Saat mencapai daerah plastis perubahan yang terjadi adalah pertambahan panjang
dari material dan pada akhirnya akan mencapai patah/putus.
Sampel yang digunakan adalah Fe3C dan Al dengan sampel yang sengaj
diberi Gauge Length supaya patahan yang dinginkan bisa terjadi di daerah
tersebut dan mudah diamat perubahan yang terjadi dengan panjang awal 50 mm.
Hasil dari pengujian ini adalah grafik antara Beban dengan perpanjangan
(elongasi). Setelah hasil dari pengujian ini selesai, kita harus mengkonversikan
menjadi nilai Stress dan Strain. Setelah kurva Stress-Strain didadapat, maka akan
didapatkan pula beberapa nilai yang menggambarkan kemampuan mekanik dari
material tersebut seperti, Batas Proporsional, Yield Point, Yield Strength, UTS,
Modulus Young, serta sifat keuletan dapat terlihat dari hasil perpatahan logam
yang diuji. Pengujian Tarik juga punya standar pengujian yaitu ASTM E8.
B. Analisis Grafik
1.
Shimadzu. Dua variabel yang penting dalam bentuk grafik yaitu beban secara
kontinyu (Kg) dan pertambahan panjang (dL) dari tiap pembebanan. Grafik stress
strain didapat dari ini setelah dikonversikan dari P(kg) menjadi Stress dengan
dibagi Ao, lalu dari Elongasi (mm) dirubah menjadi Strain dengan dibagi Panjang
Awal.
perbedaan. Perbedaan antara data dan literatur terhadap hasil praktikum bisa saja
disebabkan oleh cacat yang ada pada sampel tersebut. Karena cacat tersebut
sampel yang akan kita ujikan akan putus dengan beban yang lebih sedikit. Hal ini
bisa menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan dan menjadi tempat putus pada
saat penarikan dilakukan.
2. Analisis Grafik vs (Fe dan Al)
Pada grafik Engineering Stress dan Engineering Strain, kita akan melihat
beberapa titik yang merepresentasikan sifat mekanik logam Fe3C dan Al akibat
beban tarik yang diberikan.
logam Fe memiliki nilai UTS yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan logam
Al. Hal ini menunjukkan bahwa logam Fe3C memiliki kekuatan tarik yang lebih
tinggi. UTS merupakan beban maksimum yang mampu diterima oleh material saat
deformasi plastis terjadi.
Titik Luluh
Yield point yang tertera pada grafik menunjukkan bahwa logam Fe
memiliki Titik luluh yang paling tinggi dibandingkan dengan logam lainnya.
Alasan mengapa Fe3C memiliki titik luluh yang tinggi adalah karena saat logam
Fe3C diberikan beban atau tegangan, hal ini akan memicu dislokasi untuk
bergerak. Pergerakan dislokasi terjadi pada slip sistem dimana logam Fe3C yang
berstruktur BCC memiliki lebih sedikit slip sistem dibandingkan Al yang
memiliki struktur FCC. Sehingga akan semakin sulit untuk berubah dari fase
elastis menjadi plastis.
E (Modulus Young)
Berdasarkan grafik diatas, Modulous young Fe3C merupakan yang paling
tinggi. ini sesuai dengan literatur dimana E dari Baja sekitar 105 -200 Gpa, dan Al
Alloy 69-75 Gpa. Semakin tinggi nilai modulous young maka semakin kaku
23
material tersebut. karena semakin besar tegangan yang harus diberikan untuk
mendapatkan regangan yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh energi ikatan antar
atom.
Necking
Mekanisme penciutan (necking) untuk ditandai ketika material mulai
mengalami penciutan terhadap diameter awalnya atau pada saat kekuatan tarik
maksimumnya terlewati. Mekanisme penciutan ini terjadi karena adanya
pergerakan dislokasi akibat pemberian tegangan yang tinggi pada ujung dislokasi
yang diikuti oleh proses penggabungan rongga-rongga udara secara memanjang
melalui jembatan-jembatan material yang berada di antara rongga-rongga tersebut.
Pada pengujian tarik yang telah dilakukan, ketiga spesimen uji tarik yang terdiri
dari Fe3C dan Al menunjukkan adanya fenomena penciutan (necking) yang berarti
bahwa ketiga spesimen ini cukup ulet.
Keuletan
Keuletan atau ductility ketiga sampel ini bisa kita lihat dari perubahan
panjang atau % elongasi. Berdasarkan data yang ada, % elongasi terbesar dimiliki
oleh Fe3C 32 % lalu Al 12 %. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa struktur
kristal Al tidak mampu menghasilkan keuletan yang tinggi. Karena pada hasil
pengujian Fe3C mempunyai keuletan yang lebih tinggi daripada Al.
24
Engineering stress bisa didapat dengan dibagi luas penampang awal. Bisa dilihat
pada grafik bahwa nilai daru True Stress lebih besar dibanding dengan
engineering stress. Seharusnya bentuk grafik untuk true Stress adalah terus naik
ke atas. Karena nilai Af akan terus mengecil dan nilai Stress akan terus bertambah.
Dibandingkan dengan ketiga sampel, logam Fe3C tetap memiliki True Stress yang
paling tinggi.
Secara teoritis dapat dijelaskan bahwa proses perpatahan ini terjadi melalui
beberapa tahapan, yaitu : necking, pembentukan pori kecil pada material (di
tengah ataupun permukaan), penyebaran pori / lubang (cavities propagation),
untuk kemudian bergabung membentuk pori yang lebih besar dimana sumbu
panjangnya tegak lurus terhadap arah pembebanan. Penyebaran crack berlanjut
hingga pada akhirnya terjadi perpatahan akibat benda tidak mampu lagi menahan
beban yang ada.
25
= 290,09 MPa
B. Saran
26
MODUL 2
PENGUJIAN KEKERASAN
1.
Tujuan Praktikum
1
2.
Dasar Teori
Kekerasan ( hardness ) merupakan kemampuan dari suatu bahan/ material
terhadap gaya tekan/ goresan/ pengikisan. Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian
banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil
tanpa kesukaran mengenai spesifikasi. Pengujian paling banyak dipakai ialah dengan
menekankan penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan
mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara
kekerasan penekanan.
Kekerasan merupakan ketahanan material terhadap deformasi plastis terlokalisir
(misalnya indentasi kecil atau gores). Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme
penggoresan (scratching), pantulan (rebound) ataupun indentasi dari material keras
terhadap permukaan benda uji. Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut, dikenal 3
metode uji kekerasan. Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut , dikenal 3 metode
uji kekerasan :
27
6. Orthoclase
2. Gipsum
7. Quartz
3. Calcite
8. Topaz
4. Fluorite
9. Corundum
5. Apatite
Bila suatu material mampu digores oleh apatite (no.5 ) tetapi tidak mampu digores
oleh Fluorite (no.4) , maka kekerasan material tersebut berada anatar 4 dan 5.
Kekurangan utama metode3 ini adalah ketidakakuratan nilai kekerasan suatu material.
Bila kekerasan mineral-mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya
berkisar antara 1 9 saja. Sedangkan nilai 9 10 memiliki interval yang besar (jarang
ditemukan).
2. 3. Metode Indentasi
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan
indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu
material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung
jenis indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya metode uji
kekerasan dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
28
1.854 P
d2
dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk bujur sangkar\
29
30
adalah pembebanan minor untuk menentukan titik awal (starting point) dan tahap
kedua adalah pembebanan mayor (pembebanan utama) .
31
3.
Metoda Penelitian
3.1 Alat dan Bahan
1. Hoytom macrohardness tester (metode Brinell, Vicker, dan Rockwell)
2. Buehler Micromet 2100 series microhardness tester (metode Vickers)
3. Micrometer
4. Measurin microscope
5. Sampel uji silinder pejal dan uji tarik (besi tuang, baja, tembaga dan
alumunium).
32
Mulai
Mengamplas bagian
grip sampel uji tarik
Mengukur
diameter jejak
Meletakkan sampel
pada anvil dengan
posisi mendatar
Menghitung dan
membandingkan nilai
kekerasan dengan sampel
silinder
Memilih indentor
dan beban yang
sesuai
Melakukan pengujian
pada sampel lain
Melakukan
pengujian pada
beberapa titik di
bagian grip
Selesai
33
Menyiapkan
sampel
Memutar tuas ke
belakang untuk
pembebanan
Memasang indentor
yang sesuai
Mengembalikan tuas
ke posisi semula
Membaca nilai
kekerasan pada dial
Memutar poros
berlawanan arah
jarum jam
Menyesuaikan skala
dengan metode
rockwell yang dipilih
Melanjutkan pengujian
untuk lokasi dan
sampel lain
Memutar poros
searah jarum jam,
untuk pre-load
Selesai
34
Mulai
Menyiapkan
sampel uji
kekerasan
Memasang indentor
Memilih beban
sesuai sampel uji
Memutar tuas ke
belakang untuk
melakukan indentasi
selama 10-15 detik
Memutar poros
berlawanan arah
jarum jam
Melakukan proses
untuk lokasi dan
sampel lainnya
Memutar poros
searah jarum jam
Mengukur diameter
jejak indentasi
Memutar poros
hingga menyentuh
batas merah
Menghitung nilai
kekerasan
Selesai
35
36
4. PENGOLAHAN DATA
a. Data Percobaan
i. Tabel
Benda Uji
Aluminum
Tembaga
Nomor
Indentasi
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1000
3,175
1000
3,175
0,727
0,723
0,723
0,721
0,769
0,794
0,709
0,709
0,76
0,797
dave
(mm)
0,733
0,754
BHN
2
(N/mm )
41
43,5
43
40
45
124,22
156,31
123,27
132,51
135,6
BHNave
(N/mm2 )
42,50
134,38
37
b. Contoh Perhitungan
Aluminum
BHN
=
=
42,5
Tembaga
BHN
=
=
134.38
c. Grafik
i. Grafik BHN vs beban (Al)
38
39
5. PEMBAHASAN
1. Prinsip Pengujian
Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengukur ketahanan material
terhadap deformasi plastis yang terlokalisir. Selain itu, pengujian kekerasan juga
dilakukan untuk mengukur nilai kekerasan material serta untuk memberikan
indikasi dari kekuatan tarik dan kemampuan material terhadap ketahanan aus.
Sampel uji yang digunakan ialah logam Al dan Cu. Waktu penjejakan ditentukan
selama 10 detik. Sedangkan beban yang diberikan pada masing-masing sampel
ialah Cu = 100 Kg dan Al = 100 Kg, dengan diameter indentor sebesar 3,175 mm.
Alat penguji kekerasan Brinell yang digunakan yaitu Hoytom Microhardness
Tester.
Penjejakan
dengan
sebanyak lima kali. Setelah dilakukan penjejakan lalu dilakukan pengukuran jejak
dengan menggunakan mikroskop. Dari lima buah data tersebut, dicari lebar
penjejakan rata-rata yang kemudian datanya diolah untuk dicari nilai kekerasan
BHN. Pengukuran nilai kekerasan suatu material dapat dilihat pada rumus di
bawah ini.
BHN
D
2
2
D D d
2
40
2. Analisis Grafik
2.1 Analisis Grafik BHN vs Beban (Al)
Hampir sama dengan sampel Cu, sampel Al juga memiliki kekerasan Al
yang berbeda-beda. Nilai kekerasan tertinggi pada sampel Al terdapat pada
indentasi kelima yaitu nilai kekerasannya 45 N/mm2.
Sama halnya dengan sampel Cu, grafik BHN vs beban sampel Al tidak
memiliki deviasi yang signifikan. Deviasi yang terjadi biasanya disebabkan oleh
ketidak-akuratan selama pembacaan diameter jejak. Letak indentasi yang cukup
berjauhan turut membantu dalam pengurangan deviasi BHN akibat strain
hardening yang terjadi.
2.2 Analisis Grafik BHN vs Beban (Cu)
Pada grafik BHN vs beban sampel Cu, kembali didapatkan nilai kekerasan
yang berbeda seperti halnya Al. Terjadi perbedaan yang cukup signifikan antara
indentasi yang pertama dan kedua. Pada indentasi pertama BHN-nya
menunjukkan 124.22 N/mm2, sedangkan pada indentasi kedua nilai BHN-nya
156.31 N/mm2.
Pada indentasi ketiga, nilai kekerasan BHN-nya tidak terlalu berbeda
dengan nilai kekerasan pada indentasi yang pertama. Nilai BHN-nya adalah
123.27 N/mm2. Perbedaan ini diakibatkan juga seperti dialami oleh spesimen Al
yaitu kurang sempurnanya pengamplasan pada permukaan spesimen sehingga
masih ada lapisan oksida pada beberapa bagian permukaan.
2.3 Analisis Grafik BHN vs Sampel
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, didapat nilai kekerasan yang
berbeda antara sampel Cu dan Al. Nilai kekerasan ketiga sampel uji tersebut
dihitung rata-ratanya dan didapat dari data.
Nilai kekerasan tertinggi dimiliki oleh Cu. Hal ini sesuai dengan literature.
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan kesalahan pada nilai kekerasan.
Antara lain pengamplasan sampel yang kurang baik sehingga masih ada lapisan
oksida pada beberapa bagian permukaan, serta pembacaan dengan menggunakan
mikroskop juga mempengaruhi nilai kekerasan.
41
Sesuai persamaan:
TS (MPa) = 3.45 x HB
atau
TS (psi) = 500 x HB
Dari grafik dan persamaan di atas, dapat kita lihat bahwa kekuatan tarik
(TS = Tensile Strength) berbanding lurus dengan kekerasan (HB = Hardness
Brinell). Sehingga dapat kita simpulkan, Cu memiliki kekuatan tarik yang paling
besar dibandingkan dengan Al dan berbanding lurus dengan kekerasannya. Selain
itu, nilai kekerasan juga berhubungan dengan tingkat resistansinya terhadap aus.
42
Semakin keras material, maka ketahanan ausnya semakin tinggi. Ini berarti Cu
memiliki ketahanan aus yang paling tinggi dibanding Al.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
BHN
2. Kekerasan Al = 42,5
BHN
B. Saran
43
MODUL 3
PENGUJIAN IMPAK
1.
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menjelaskan tujuan dan prinsip dasar pengukuran harga impak dari logam.
2. Mengetahui temperatur transisi perilaku kegetasan baja struktural ST 42.
3. MengAnalisis permukaan patahan (fractografi) sampel impak yang diuji
pada beberapa temperatur.
4. Membandingkan nilai impak beberapa jenis logam.
5. Menjelaskan perbedaan metode Charpy dan Izod.
2.
PRINSIP PENGUJIAN
Pengujian impak berbeda dengan pengujian tarik dan pengujian kekerasan.
Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum
beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk beban uji sehingga
beban uji mengalami deformasi.
Gambar 3.1 dibawah ini menunjukkan salah satu metode menentukan kekuatan
impak suatu. Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi suatu pengujian impak dengan
metode Charpy:
44
dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas penampang di
bawah takik dalam satuan mm2.
Benda uji impak dikelompokkan kedalam dua golongan sampel standar (ASTM
E-23) yaitu batang uji Charpy (Metode Charpy - USA) dan batang uji Izod ( Metode Izod
Inggris dan Eropa).
45
46
Pengukuran lain yang bisa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah
penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fractografi)
yang terjadi. Secara umum perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis perpatahan,
yaitu :
1.
Perpatahan
berserat
(fibrous
fracture),
yang
melibatkan
mekanisme
3.
jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada
pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada
temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur
rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan
vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur
kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi
tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving
force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Dengan meningkatnya vibrasi vacancy
akan semakin tinggi dan dengan begitu dislokasi akan sangat mudah bergerak. Dengan
semakin mudahnya dislokasi bergerak deformasi menjadi lebih tinggi dimana derajat
deformasi yang tinggi merupakan salah satu ciri keuletan.
Sebaliknya pada temperatur di bawah 0OC, vibrasi atom relatif sedikit sehingga
pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi tidak terlalu berperan dalam
terjadinya perpatahan ketika uji impak dilakukan. Ketika beban terjadi tiba-tiba pada
material dengan temperatur rendah maka patahan terjadi karena putusnya ikatan antar
atom, mode perpatahan yang terjadi adalah patahan getas dengan begitu perpatahan
energi yang relatif lebih rendah. Informasi mengenai temperatur transisi menjadi
demikian penting bila suatu material akan didisain untuk aplikasi yang melibatkan
rentang temperatur yang besar, misalnya dari temperatur dibawah 0OC hingga
temperatur tinggi di atas 100OC. Contoh sistem penukar panas (heat exchanger). Hampir
47
semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga dan
aluminium bersifat ulet pada semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan
luluh yang tinggi bersifat rapuh
Pengukuran lain yang bisa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah
penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fractografi)
yang terjadi. Secara umum perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis perpatahan,
yaitu :
1. Perpatahan
berserat
(fibrous
fracture),
yang
melibatkan
mekanisme
3.
rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur dinaikkan. Hampir
semua baja karbon yang dipakai pada jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya
bersifat rapuh pada temperatur rendah. Gambar di samping ini memberikan ilustrasi
efek temperatur terhadap ketangguhan impak beberapa bahan.
48
3.
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
1. Impact testing machine (metode Charpy) kapasitas 30 Joule.
2. Caliper dan/atau micrometer
3. Stereoscan macroscope
4. Termometer
5. Furnace
6. Sampel uji impak baja ST 42 dan Cu-Zn (3 buah)
7. Dry ice
MULAI
Mengamati permukaan
patahannya
Menaikkan pendulum
Meletakkan benda uji pada
tempatnya
SELESAI
49
4. PENGOLAHAN DATA
a. Data Percobaan
i.
Tabel
Bahan
T (C)
a (mm)
-20
23
170
-20
23
120
7,95
7,3
8,6
7,95
7,21
8,25
Fe
Al
b (mm) A (mm)
9,95
9,45
9,9
9,9
9,4
9,95
79,10
68,99
85,14
78,71
67,77
82,09
E
HI
(Joule) (Joule/mm)
14
0,177
85
1,232
95
1,116
17
0,216
22
0,325
25
0,305
Deskripsi
Patahan
Getas
Fibrous
Fibrous
Getas
Fibrous
Fibrous
Keterangan :
a = tinggi daerah bawah takik (mm)
b = lebar sampel (mm)
A = luas penampang bawah takik (mm2)
E = Energi yang diserap (Joule)
HI = Harga Impak (Joule/mm2)
ii.
Foto Sampel
50
b. Contoh Perhitungan
51
c. Grafik
Grafik HI vs T (Fe)
52
Grafik HI vs T (Al)
Al
5. PEMBAHASAN
1. Prinsip Pengujian
Pengujian impak adalah pengujian untuk mengukur ketahanan material
terhadap beban kejut, terutama yang akan dipakai pada temperatur yang
bervariasi. Dasar dari pengujian impak iniadalah penyerapan energi potensial dari
pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk
benda uji hingga
mengkondisikan
54
dicelupkan dalam nitrogen cair. Sedangkan untuk suhu di atas temperatur ruang,
sampel dipanaskan di atas heater.
2. Analisis Grafik HI vs T
Dari kedua grafik terdapat perbedaan mengenai harga impak dari material
yang mengalami pengkondisian yang berbeda (temperature). Perbedaan harga
impak tersebut mengindikasikan adanya perubahan sifat mekanis dari logam.
Tingkat keuletan dari logam berbeda-beda, perbedaan ini disebabkan oleh
hubungan dengan jenis perpatahan dari material ketika material diberikan beban.
Terjadi transisi dari logam yang cenderung logam menjadi lebih ductile, ataupun
sebaliknya.
2.1 Analisis Grafik HI vs T (Fe)
Dari grafik hubungan antara harga impak dan temperature uji dari Fe,
bahwa kurva harga impak Fe dari temperature rendah hingga temperature ruang
mengalami kenaikan kemudian mengalami penurunan lagi pada saat temperatur
Fe diatas temperatur ruang. Perubahan dalam harga impak tersebut tentunya
menunjukkan bahwa adanya perubahan temperature pada besi dapat merubah atau
minimal mempengaruhi sifat mekanis dari besi tersebut. Naiknya harga impak
tentunya mengindikasikan kemampuan besi dalam menyerap energi menjadi lebih
baik. Atau pengkonversian energi potensial dari bandul berlangsung secara lebih
maksimal. Sehingga material akan memiliki sifat yang cenderung lebih ulet.
Dari grafik terlihat bahwasanya nilai harga impak paling rendah terjadi
pada kondisi temperatur besi dengan temperature paling rendah, dan mengalami
peningkatan yang konstan hingga temperature ruang, sehingga melalui uraian
pada paragraph sebelumnya dapat disimpulkan bahwa besi sangat brittle pada
temperature rendah dan cenderung meningkat keuletannya pada temperature yang
lebih tinggi.
55
56
57
sekaligus kasar. Namun pada temperatur tinggi, patahan yang dihasilkan mirip
dengan memiliki bentuk yang lebih kecil patahannya, menunjukkan bahwa
material tersebut bersifat sangat ulet.
Semakin tinggi temperatur, maka material akan bersifat ulet atau ductile
dan begitu pula sebaliknya.
Jika suhu pada material yang diuji telah melewati batas suhu maksimum
terhadap harga impak maksimum, maka harga impak akan mengalami
penurunan.
Berdasarkan hasil pengujian, harga impak Fe lebih tinggi dari Al, sehingga
dapat disimpulkan bahwa Fe lebih tangguh jika dibandingkan dengan Al.
B. Saran
58