DISUSUN
KELOMPOK 23 :
FADLI AKBAR S,
HARIS SETIAWAN, 1306401656
INTAN PERMATA SARI,
RADI PODA SITUMORANG,
DAFTAR ISI
BAB I Preparasi Sampel
i.
Persiapan Sampel Metalografi
ii.
Mounting
iii.
Grinding
iv.
Polishing
v.
Etsa
4
5
7
8
10
-
15
18
BAB IV Pembahasan
i. Analisis Preparasi Sampel
ii. Pengamatan Mikrostruktur
iii. Analisis Percobaan Jominy
iv. Grafik dan Hasil Perhitungan
22
25
33
34
BAB V Kesimpulan
44
BAB I
PREPARASI/PERSIAPAN SAMPEL (MOUNTING, AMPLAS,
POLES, DAN ETSA)
I.2. MOUNTING
I.2.1 Tujuan Percobaan
Percobaan bertujuan untuk menempatkan sampel pada suatu media,
untuk memudahkan penanganan sampel yang berukuran kecil dan tidak beraturan
tanpa merusak sampel.
bubuk
Thermosetting
yang
tersedia
mounting
dengan
membutuhkan
warna
alat
yang
khusus,
beragam.
karena
1. Siapkan cetakan, dengan menutup salah satu bagian ujung dari silinder
dengan isolasi
12. Setelah dingin, turunkan tekanan hingga 1 atm, kemudian buka dies
penutup sehingga sampel bisa dikeluarkan
I.3 PENGAMPLASAN/GRINDING
I.3.1 Tujuan Percobaan
Meratakan
dan
menghaluskan
permukaan
sampel
dengan
cara
I.4 PEMOLESAN/POLISHING
Pasang kain poles pada mesin poles (umumya digunakan bahan beludru)
Tuangkan sedikit alumina pada permukaan kain poles
Nyalakan mesin poles pada kecepatan rendah
Letakkan sampel pada permukaan kain poles
Lakukan pemolesan dengan memutar sampel pada porosnya secara
I.5 ETSA
I.5.1 Tujuan Percobaan
Etsa jenis ini biasanya untuk stainless steel karena dengan etsa
kimia susah untuk mendapatkan detail strukturnya.
Hubungan kuat arus dan tegangan dalam etsa dapat dijelaskan pada
gambar dibawah ini, dimana kurva tersebut terbagi menjadi
beberapa daerah karakteristik.
Daerah A B : daerah proses etsa, dimana ion logam sebagai anoda larut
dalam larutan elektrolit.
Daerah B C : daerah tidak stabil,
karena permukaan
logam
pada anoda,
dimana
blower/ dryer
Cawan gelas
Pipet
Bahan :
Membersihkan sampel
+ zat etsa
Pengetsaan
+ alkohol
Pembersihan sampel
Pengeringan (dengan
blower)
Etsa Elektrolitik
BAB II
PEMBUATAN FOTO DAN ANALISA STRUKTUR MIKRO
1. Tujuan Percobaan
2 Dasar Teori
Metalografi merupakan disiplin ilmu yang mempelaj karakteristik
mikrostruktur suatu logam, paduan logam, dan material lainnya serta
hubungannya dengan sifat-sifat material tersebut dengan bantuan alat seperti,
mikroskop optik, mikroskop elektron, dan difraksi sinar X. Pengamatan
metalografi dengan mikroskop umumnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
3. Metodologi Percobaan
3.1 Alat dan Bahan
Sampel percobaan
Mikroskop optik dan mikroskop elektron
Kamera Olympus BHM 12 yang dilengkapi alat foto
otomatis.
BAB III
PENGUJIAN JOMINY
3.1 Tujuan Percobaan
Percobaan Jominy untuk mengetahui :
Mendapatkan hubungan antara jarak permukaan dengan pendinginan
langsung dengan kekerasan bahan.
Mendapatkan hubungan antara kecepatan pendinginan dengan fasa
yang terbantuk serta mendapatkan sifat kekerasan dari fasa tersebut.
3.2 Dasar Teori
Dalam aplikasi teknik, dapat dijumpai logam mengalami panas yang
tinggi lalu dibiarkan mendingin. Kejadian ini secara metalurgi dapat
mengubah struktur mikro logam dan demikian sifat-sifat mekanisnya pun
berubah. Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan
mengubah struktur mikro dan sifat mekanis logam di sebut perlakuan panas
(heat treatment). Logam yang didinginkan dengan kecepatan berbeda-beda
misalnya dngan media celup air, udara atau minyakakan mengalami
perubahan struktur mikro yang berbeda-beda. Setiap struktur mikro seperti
martensit, bainit, ferrit, dan pearlit merupakan hasil tranformasi fasa dari fasa
austenit. Masing- masing fasa tersebut terjadi dengan kondisi pendinginan
yang berbeda-beda dimana hal ini untuk baja dapat dilihat dari diagram
continuos cooling transformation ( CCT ) dan time temperature
transformation ( TTT ) diagram. Masing-masing fasa diatas mempunyai nilai
kekerasan yang berbeda-beda.dengan pengujian jominy maka dapat diketahui
laju pendinginan yang berbeda akan menghasilkan distribusi kekerasan.
4. Perlit kasar
Kekerasan dari martensit sampai perlit makin menurun.
Makin lama laju pendinginan logam tersebut, makin banyak maktriks pearlit
yang ditampilkan dan makin menurun kekerasan logam atau baja tersebut. Ada
dua faktor yang dapat mengubah posisi grafik, yaitu komposis kimia dan ukuran
butir austenit yang dicapai. Dengan beberapa pengecualian, penambahan kadar
karbon pada paduan material ataupun penambahan ukuran butir autenit, akan
menyebabkan grafik bergeser kekanan sehingga memidahkan pembentukkan
struktur martensit. Pergeseran grafik kekenan juga menggambarkan sifat
kemampu-kerasan logam.
3.3 Metodologi Penelitian
1. Alat dan Bahan
a. Batang baja
b. Oven muffle
c. Kran air
d. Amplas
e. Alat penguji kekerasan brinell
f. Mikroskop pengukur jejak
III.3.2 Flowchart Proses Percobaan
Siapkan batang jominy, amplas salah satu sisi batang untuk
penjejakan
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Preparasi Sampel
IV.1. 1 Hasil Mounting
Berdasarkan landasan teori sebelumnya, proses mounting bertujuan agar
benda yang akan diamati berukuran terlalu kecil dan tak beraturan sehingga
dengan mudah diamati. Sebelum dimounting material dpotong dahulu,
pemotongan dilakukan dengan low-speed diamond saw, setelah dipotong material
diletakkan di bagian bawah cetakan dan dilapisi lakban lalu ditambah resin yang
telah dicampur hardeness kira-kira 15 tetes lalu diamkan hingga mongering, yang
penting dari proses mounting ini adalah pemasangan isolasi dan peletakan cetakan
mounting pada permukaan yang datar agar permukaan bawah mounting yang rata.
Ketika proses mounting dilakukan, sering terjadi kecacatan, yakni sebagai
berikut.
1. Discoloration
Discoloration adalah cacat dimana hasil mounting tidak menampakkan warna yang
seharusnya dimana warna hasil mounting seharusnya berwarna bening tetapi pada cacat
ini hasil mounting berwarna kekuning-kuningan, hal ini terjadi karena resin yang
digunakan telah terlalu lama dan teroksidasi,.
2. Bubbles
Bubbles adalah gas-gas yang terperangkap didalam hasil cetakan mounting,
bubbles bias diakibatkan akibat terlalu cepatnya pengadukan sehingga udara jadi
terperangkap di dalam resin. Dengan melakukan pengadukan secara perlahan saat
percampuran antara hardener dan resin, cacat ini bisa dihindari.
c. Tacky tops
Cacat jenis ini terjadi saat tidak ratanya permukaan hasil mounting karena
tidak seimbangnya campuran antara resin dan hardener, serta tidak sempurnanya
pencampuran antara kedua bahan tersebut,. Tacky tops dapat dihindari dengan
menyeimbangkan campuran antara resin dan hardener, dan melakukan
pencamuran antara resin dan hardener dengan sempuna. Adapun parameter dalam
proses mounting adalah hardener, ketebalan resin, dan waktu pengeringan.
IV.1.2 Hasil Grinding/Pengamplasan
ditekan dengan gerakan searah. Hal yang perlu diperhatikan dari proses
pengamplasan ini adalah penggunaan air guna mendinginkan sampel dan
mengalirkan geram logam yang terkikis, karena pada prosesnya sampel menjadi
panas akibat gesekan dengan kertas amplas dan mengeluarkan geram yang dapat
merusak struktur mikro.
Selain itu, perubahan arah pengamplasan setelah pergantian amplas ke
amplas yang lebih halus sehingga arah amplasan mengikis arah amplasan pada
mesh sebelumnya. Cacat yang terjadi pada pengamplasan adalah tidak ratanya
permukaan sampel, bisa dikarenakan karena tidak ratanya penekanan sampel pada
kertas ampas.
Selama pengamplasan antara permukaan sampel dan kertas amplas terjadi
gesekan yang memungkinkan terjadinya kenaikan suhu yang dapat mempengaruhi
mikrostruktur sampel sehingga diperlukan pendinginan dengan cara mengaliri air.
Air berfungsi agar sisa-sisa amplas berada pada tepi kertas amplas sehingga
memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur
mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Apabila ingin
mengganti arah pengamplasan, sampel diusahakan berada pada kedudukan tegak
lurus terhadap arah mula-mula. Pengamplasan selesai apabila tidak teramati lagi
adanya goresan-goresan pada perm ukaan sampel.
Jika sudah terlihat garis-garis satu arah, maka amplas diganti dengan amplas
yang agak halus, dengan mengganti sudut pengamplasan sebesar 90 atau 45. Jika
sudah terlihat garis satu arah yang berbeda dengan yang pertama, kemudian
menggunakan amplas halus, dengan perubahan sudut amplas sebesar 90 atau 45.
Setelah selesai maka material akan terlihat halus.
IV.1.3 Hasil Pemolesan
Proses pemolesan dilakukan setelah proses pengamplasan. Pemolesan
dilakukan untuk lebih menghaluskan permukaan dari material tersebut. Alat
pemoles ferrous dan non ferrous harus dibedakan karena sifat dan kekerasannya
berbeda. Pemolesan dilakukan dengan menggunakan autosol serta dengan cairan
alumina.
Pemolesan dimulai dengan menyalakan mesin poles pada kecepatan sedang.
Bagian permukaan sampel yang akan diuji ditekan ke mesin poles sambil dialiri
air. Sampel digerakkan secara radial dengan bagian permukaan sampel yang telah
dipoles harus dilihat secara berkala. Berikutnya dilakukan pemolesan halus
dengan cara yang sama seperti di atas tetapi dengan mengganti air dengan autosol.
Dalam melakukan pemolesan bahan yang akan dipoles dipegang dengan
kuat agar tidak terjadi cacat. Oleh karena itu, melakukan proses ini harus dengan
hati-hati. Karena jika kurang kuat dalam memegang bahan yang akan dipoles akan
lepas dari genggaman tangan dan dapat membentur mesin pemoles sehingga akan
terjadi goresan bahkan jika sampel yang sudah dimounting terlempar keluar mesin
pemoles maka akan mudah pecah.
Oleh karena itu, pada proses pemolesan dengan menggesekkan seluruh
permukaan bahan yang berlawanan arah secara radial selain bertujuan untuk
menghaluskan permukaan, tetapi juga untuk mengkilatkan material tersebut. Jika
sampel sudah terlihat rata, mengkilap serta sudah tidak ada goresan maka sampel
siap untuk dietsa.
IV.1.3 Hasil Etsa
Proses terakhir adalah pengetsaan. Pada proses ini material/logam yang diuji
dimasukkan ke dalam alkohol untuk dinetralkan agar tidak terjadi hangus. Setelah
itu, logam tersebut dimasukkan ke dalam cairan tertentu sesuai dengan sifat
logamnya. Dalam proses ini harus berhati-hati. Jika gagal dalam melakukan
proses etsa maka logam yang akan diamati tidak terlihat dengan jelas.
Sebelum melakukan proses etsa, bahan yang akan dietsa dibersihkan dengan
mengikis daerah yang akan dietsa. Dengan membersihkan daerah yang akan dietsa
sehingga dapat diamati dengan jelas pada mikroskop optik. Sampel yang akan
dietsa haruslah bersih dan kering. Selama proses etsa, permukaan sampel
diusahakan harus selalu terendam dalam etsa. Waktu etsa harus diperkirakan
sedemikian sehingga permukaan sampel yang dietsa tidak menjadi gosong karena
pengikisan yang terlalu lama. Oleh karena itu, sebelum dietsa sampel sebaiknya
diolesi alkohol untuk memperlambat reaksi.
Pada pengetsaan masing-masing zat etsa yang digunakan memiliki
karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang
akan diamati. Zat etsa yang umum digunakan untuk baja ialah nital dan picral.
Setelah reaksi etsa selesai, zat etsa dihilangkan dengan cara mencelupkan sampel
ke dalam aliran air panas. Seandainya tidak memungkinkan dapat digunakan air
bersuhu ruang dan dilanjutkan dengan pengeringan dengan alat pengering.
Permukaan sampel yang telah dietsa tidak boleh disentuh untuk mencegah
permukaan menjadi kusam. Setelah dietsa, sampel siap untuk diperiksa di bawah
mikroskop. Berikut tabel proses etsa akan dijelaskan sebagai berikut.
Reagen Etsa
Nitrid Acid ( Nital)
Picric Acid (Picral)
Ferric Chloride
Hydrochloric Acid
Ammonium Hydroxide
Hydrogen Peroxide
Hydrofluoric Acid
Material
Baja karbon
1.Semua Jenis Baja Karbon:
2.Low alloy steel
1. Stainless Steel
2. Austenitic Nickel
Waktu etsa
5-10 detik
Beberapa detik
hingga 1 menit
10-15 detik
3. Paduan Tembaga
Tembaga dan paduannya
Aluminium dan paduannya
Kurang lebih
1menit
< 5 detik
Sampel 1
PEMBAHASAN :
Keterangan
Perbesaran
: 500x
Etsa
: Nital 2%
Keterangan
Perbesaran
: 500x
Etsa
: Nital 2%
Medium carbon steel mengandung kadar C sebanyak 0,25 wt% - 0,6 wt%.
Paduan ini dapat dipanaskan pada temperatur austenisasi, di-quenching, dan
ditemper untuk meningkatkan sifat mekaniknya. Medium carbon steel biasanya
digunakan setelah dilakukannya proses temper, dan mempunyai struktur tempered
martensite. Karena plain medium-carbon steel memiliki hardenability yang rendah
dan dapat ditingkatkan dengan proses perlakuan panas pada bagian kecil dan tipis
dan dengan laju pendinginan yang sangat cepat.
Karena baja merupakan hiypoeutektoid, maka jika dipanaskan hingga
temperatur austenisasi lalu dilakukan slow cooling, maka fasa akhir yang
terbentuk adalah ferrite + perlite. Dari literature yang telah disebutkan diatas,
kejadian yang sama juga terjadi pada sample medium carbon steel praktikan yang
diamati dibawah mikroskop, pada foto sample terlihat butir-butir ferrite yang
besar-besar dengan perbesaran 500x dan terdapat juga butir fasa lain yaitu perlit.
Baja tuang kelabu merupakan baja karbon yang mempunyai kandungan karbon 2
sampai 4 % karbon. I sampai 3 % silikon dan sedikit mangan.
Komposisi utamanya selain Fe adalah karbon dan silikon. Banyaknya karon
yang dikandung besi tuang kelabu akan meningkatkan Fe3C,
Secara umum properties dari besi tuang kelabu adalah
Mudah di casting
Mempunyai temperature melting yang paling rendah dari ferrous yang lain
Excellent Machinability
Kekuatan Tarik
: 35 kgf/mm2
Elongation (%)
: 0,3 1,2
Kekerasannya(BHN)
: 130-270 BHN
Kekuatan tekan
Berat Jenis
: 7,1-7,3
Wear Resistance
: Good
Diagram Fasa
Foto yang kami ambil dari sample medium carbon ini, masih terlihat garisgaris gerusan amplas yang tidak hilang. Walaupun sample telah dipoles dengan
alumina. Hal ini karena goresan amplas sangatlah dalam, ini terjadi karena saat
praktikum, proses grinding yang kami lakukan dengan menggunakan kertas
amplas SiC dengan grit 400, 600, 1200, 1500. oleh sebab itu goresan hasil amplas
grit 600 tidak hilang karena kami melewatkan pengamplasan grit 800. dan goresan
ini tidak hilang dengan pengamplasan pada grit 1200.
Hasil pengambilan foto sample terlihat bahwa foto agak gelap, hal ini
dimungkinkan karena pencahayaan yang kurang, ataupun karena diafragma dari
kamera kurang terbuka sehingga menghambat masuknya sinar datang. Atau
gelapnya hasil foto disebabkan oleh kondisi sample yang over etsa.
Aplikasi dari medium carbon steel adalah untuk roda dan rel kereta api,
gears, crankshaft dan bagian mesin lainnya dan struktur yang membutuhkan
kekuatan tinggi, ketangguhan yang baik, dan ketahanan terhadap keausan yang
baik
Sampel 2
Keterangan
Perbesaran
Etsa
: BTK
: 500x
: Nital 2%
Foto literatur
Keterangan : BTK
Perbesaran : 500 X
Etsa
: Nital
Pembahasan :
Diagram fasa untuk BTK adalah diagram fasa Fe3C . Berdasarkan diagram
fasa, dapat diketahui batas kadar C antara baja dengan besi tuang adalah 2 % wt.
Kadar C > 2 % termasuk dalam besi tuang, dan batas maksimum kadar C adalah
4,3 % karena pada batas ini fasa ledeburite mulai dominan terbentuk, sedangkan
dalam BTK tidak ada fasa ledeburite.
Grey Cast iron mempunyai graphite dalam bentuk flakes grafit berwarna
hitam dengan orientasi sembarang. Keseluruhan ciri tersebut menunjukkan
keadaan hipereutektik. Fasa-fasa yang terbentuk adalah pearlit dan cementit
(dan/atau ferit) dengan flake-flake grafit. Hal itu
relatively low
Focus juga sangat mempengaruhi baik buruknya hasul foto. Jadi focus harus
benar benar didapatkan.
Pemilihan tempat yang optimum untuk difoto khusus untuk sampel yang
berbidang.
Aplikasi
Oleh karena kemampuannya yang baik dalam meredam getaran, maka
aplikasi BTK adalah sebagai bahan alat-alat yang memerlukan kemampuan
II.
4. PERCOBAAN JOMINY
Ket.
Sb x : jarak
Sb y : nilai BHN
b. Hasil Perhitungan
b.1. Tabel Perhitungan
Kemudian berikut ini ialah tabel data kekerasan Brinell tiap titik indentasi, mulai
dari titik terdekat dengan end quench hingga yang terjauh (yang diukur
menggunakan mikroskop ukur).
IV.
Dx(mm)
0,485
0,545
0,498
0,516
0,591
0,572
0,435
0,571
0,584
0,553
0,654
0,758
0,639
0,688
0,682
Dy(mm)
0,805
0,925
0,961
0,987
1,004
1,028
1,060
1,125
1,111
1,065
1,016
1,040
1,070
1,089
1,131
Davg(mm)
0,645
0,735
0,7295
0,7515
0,7975
0,800
0,7475
0,848
0,847
0,809
0,835
0,899
0,8545
0,8885
0,9065
BHN
567,762
435,814
442,504
416,618
369,247
366,904
421,155
325,858
326,642
358,648
336,278
289,245
320,815
296,271
284,375
Pada tabel tersebut terlihat, secara umum, bahwa diameter indentasi pada
sumbu absis, tidak sama dengan diameter indentasi pada sumbu ordinat. Dan
secara lebih spesifik lagi, terlihat bahwa diameter pada sumbu absis lebih besar
dibanding sumbu ordinat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena pada
pembentukan batang uji yang terbuat dari rod, baja tersebut telah mengalami
proses forming berupa drawing. Akibatnya maka butir pada baja tersebut akan
cenderung memanjang searah sumbu absis, sehingga akibatnya panjang daerah
untuk pergerakan dislokasi (ingat indentasi termasuk deformasi plastis yang
dicirikan oleh adanya pegerakan dislokasi) pun berbeda antara sumbu absis akan
lebih besar dibanding pergerakan pada sumbu ordinat (ingat pergerakan dislokasi
dibatasi oleh batas butir). Akibatnya, karena pergerakan dislokasi akan lebih
mudah pada sumbu absis, maka seolah-olah sumbu absis terlihat lebih lunak
dibanding sumbu ordinat.
Dalam ilmu metalurgi fisik, hal ini disebut mekanisme penguatan strain
hardening (penguatan akibat perngerjaan dingin drawing/forming) dan grain
boundary strengthening (penguatan akibat adanya batas butir). Sehingga
deformasi plastis pada sumbu absis akan lebih besar dibanding sumbu ordinat atau
dengan kata lain diameter indentasi yang terjadi pada sumbu absis akan lebih
besar dibanding sumbu ordinat.
Selisih diameter tidak selalu sama karena mengingat pada batang uji ini
kekerasan tiap titiknya berbeda (akibat mekanisme pengerasan quenching),
karenanya perbedaan diameter tersebut tidak dapat dibandingkan satu dengan
yang lainnya. Namun untuk meyakinkan semua asumsi ini perlu adanya suatu
penelaaahan lebih lanjut dengan metode pengujian lainnya (contohnya pengujian
tarik terhadap kedua sumbu berbeda atau pengamatan butir/struktur mikro dari
batang uji atau bahkan pengukuran diameter indentor), sebab mungkin juga
perbedaan ini semua disebabkan oleh karena indentor yang memang tidak
berbentuk bulat sempurna (sesuai indentor standar Brinell).
Kemudian jika memang indentor ini tidak bulat sempurna, apakah ini berarti
bahwa alat uji Brinell yang digunakan tidak lagi sesuai standar dan tidak lagi
dapat digunakan? Secara teoritis, sebenarnya bisa saja. Sebab yang digunakan
dalam dasar perhitungan kekerasan oleh standar Brinell bukanlah bentuk bola
indentor, melainkan permukaan dan tembereng indentasi yang terbentuk.
Maksudnya selama bentuk tembereng indentasi yang terbentuk masih bulat dan
memiliki diameter d, indentasi tersebut masih dapat digunakan dan
disubstitusikan kedalam rumus perhitungan BHN. Sehingga sebaliknya, jika
indentasi yang terbentuk tidak lagi bulat, maka indentor tidak dapat digunakan
lagi atau perlu diganti.
IV.4.2. Contoh Perhitungan
Rumus umum:
membentuk fasa keras martensit) suatu material. Mempersiapkan batang uji yang
berbentuk silider dengan kepala sebagai penahannya dengan ukuran tinggi silinder
4 in, diameter batng 1 in (bahan kuliah HST). Batang dipanaskan /preheating
selama 15 menit pada temperatur 3500 C, tujuan dari preheating ini adalah untuk
homogenisasi temperatur pada batang uji dan mempermudah kenaikan suhu
hingga temperatur austenisasi. Setelah itu dilakukan pemanasan hingga temperatur
ausenisasi 9100 C selama 30 menit. Lakukan pendinginan pada batang uji dengan
menyemprot batang dari bawah permukaan batang dengan air, jarak antara selang
penyemprot dengan permukaan bawah batang adalah 0,5 in. Ukur kekerasan
batang pada jarak-jarak tertentu dari permukaan. Untuk mengukur kekerasan dari
batang uji terlebih dahulu bersihkan batang uji yang akan diukur kekerasannya
dengan cara mengamplas.
Pengamplasan ini berfungsi untuk mengikis permukaan batang dari lapisan
kerak yang terbentuk pada batang. Lakukan penjejakkan pada batang, lalu ukur
diameter penjejakan dibawah measuring microscope. Pengukuran kekerasan
dilakukan dengan metode brinnel.
Hal ini dapat didasarkan pada diagram CCT yang menunjukan bahwa laju
pendinginan yang berbeda akan menghasilkan kekerasan bahan yang berbeda.
Temperatur austenisasi dimaksudkan untuk mengubah fasa yang dimiliki sampel
menjadi fasa austenit agar dapat ditransformasi, yang menjadi dasar daripada
proses quenching.Sebelum dikeluarkan sampel tetap didiamkan didalam dapur
untuk beberapa menit untuk lebih memastikan temperatur austenisasi tercapai.
Kemudian sampel dikeluarkan dari dapur dan dibawa ke alat bangku jominy
dengan penjepit yang kemudian sampel dimasukan kedalam lubang alat bangku
jominy dan segera dialiri/disemprotkan air sebagai media pendingin dari bagian
bawah sampel sehingga terjadi pendinginan secara bertahap yang dimulai dari
bagian bawah sampel kebagian atas sampel.
Pendinginan yang bertahap ini dimaksudkan untuk mendapatkan fasa
daripada sampel yang berbeda-beda, yang ditujukan untuk mendapatkan
kekerasan yang berbeda-beda daripada bagian sampel yang disebabkan struktur
yang berbeda. Setelah sampel dingin, kemudian dilanjutkan dengan pembersihan
sampel daripada scale yang melekat, dipermukaan sampel dan dilanjutkan dengan
pengamplasan pada salah satu bagian sampel untuk meratakan permukaan yang
nantinya akan digunakan sebagai daerah penjejakan. Setelah itu, sampel kemudian
diukur dengan alat penjejak yang memiliki diameter penjejak 3 mm. Penjejakan
dilakukan 15 kali dengan jarak antar penjejakan 1 cm. Hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan kekerasan yang bervariasi pada sampel.
Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa kekerasan semakin menurun dengan
semakin jauhnya jarak dari ujung yang di Quench. Dalam hal ini kekerasan dapat
dilihat dari nilai BHN yang semakin kecil. Hal ini dikarenakan semakin jauh jarak
nya maka kecepatan penurunan temperatur semakin lambat sehingga struktur
martensite yang terbentuk semakin sedikit sehingga kekerasannya menurun.
Untuk mendapatkan kekerasan yang maksimum maka martensite yang terbentuk
harus 100% semakin jauh dari ujung yang di quench martensite yang terbentuk
semakin sedikit (<100%) dan terbentuk fasa fasa lainseperti bainite atau pearlite
yang tidak sekeras martensite.
Dari grafik diatas dapat dilihat secara umum bahwa seiring dengan
bertambahnya jarak dari end quench (awal pendinginan cepat oleh air), maka
kekerasan dari batang jominy akan menurun. Atau dengan kata lain dapat
disimpulkan bahwa semakin lambat proses pendinginan material, maka tingkat
kekerasan material tersebut akan menurun. Hal ini berkaitan dengan kecepatan
pembentukan struktur keras martensit yang dalam skala atomik digambarkan
sebagai kecepatan difusi atom karbon dalam baja. Seperti yang kita ketahui secara
umum, semakin cepat waktu pendinginan, maka kesempatan atom karbon untuk
berdifusi akan semakin kecil, akibatnya atom karbon tersebut akan terperangkap
dalam kisi BCT martensit dan membuat strutur yang keras. Dan sebaliknya
semakin lambat pendinginan, maka atom karbon semakin mudah berdifusi,
sehingga yang terbentuk bukan lagi BCT melainkan BCC pealit. Melalui grafik
jominy test dapat diketahui kemamoukerasan suatu material baja. Apabila
perbedaan kekerasan antara ujung yang di quench dan titik paling jauh sedikit
maka kemempukerasan (hardenability) baja tersebut baik.
Less Martensite
terdorong mengenai batang uji, oleh karena tekanan yang kurang kuat.
Akibatnya, temperatur air yang digunakan untuk pendinginan cepat tidak
lagi cukup dingin untuk mendorong terjadinya proses quenching untuk
pembentukan martensit;
3. Kesalahan praktikan dalam pengamatan, seperti kekurangan akuratan saat
penghitungan diameter jejak dibawah measuring mikroskop. Hal ini
mungkin disebabkan oleh kesalahan paralaks yang terjadi akibat
kecerobohan praktikan dalam menentukan posisi garis ukur atau mungkin
juga karena terjadi pergantian pengukur indentasi (sebab praktikan
bergantian mengukur dengan rekan-rekan agar semua memperoleh
kesempatan yang sama untuk dapat mengoperasikan mikroskop ukur),
sehingga standar peletakan posisi garis ukur pun tentu berbeda seiring
pergantian pengukur.
Walaupun secara umum pola perubahan kekerasan batang jominy ini sudah
sesuai dengan yang tercantum pada literatur (perhatikan grafik pengurangan
jumlah martensit dibawah ini), tetapi sayangnya pada percobaan yang telah
dilakukan, praktikan tidak mendapatkan struktur martensit seperti yang
diharapkan. Hal ini dapat disimpulkan oleh praktikan, meninjau dari nilai
kekerasan hasil indentasi pada batang jominy tersebut. Sebagai contohnya pada
titik indentasi 1 (jarak 3.317 mm), praktikan hanya mendapatkan struktur pearlit
(kekerasan 147 BHN). Padahal menurut literatur, seharusnya pada titik didekat
end quench seperti ini, struktur yang didapat ialah martensit (kekerasan 500
BHN).
Kegagalan pembentukan martensit ini kemungkinan disebabkan oleh
berbagai kecerobohan praktikan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Sehingga martensit pun gagal untuk terbentuk. Akibatnya pada pengujian ini,
yang terjadi ialah struktur pearlit atau bainit dan bukan struktur martensit, seperti
yang diharapkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram CCT di bawah
ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
V.1.1 Preparasi Sampel
1. Mounting
Pada prinsipnya mounting ialah proses untuk menempatkan sample pada
suatu media agar memudahkan penanganan sample yang berukuran kecil dan/atau
memiliki bentuk yang tidak beraturan.
2. Grinding
Grinding atau pengamplasan ialah suatu kegiatan meratakan dan
menghaluskan permukaan sample dengan cara menngosokan sample pada kain
abrasif atau kertas amplas. Proses pengamplasan yang dilakukan praktikan,
diawali dengan memotong kertas amplas menjadi bentuk lingkaran sesuai dengan
bentuk mesin amplas.
3. Poles
Pemolesan bertujuan untuk menghilangkan bekas goresan pengamplasan
yaitu sisa-sisa arah amplasan. Proses poles merupakan salah satu bagian preparasi
sampel untuk pengamatan struktur mikro sama dengan gerinda/amplas hanya
butiran abrasifnya lebih kecil. Pada bagian pemolesan yang harus diperhatikan
adalah penggunaan alumina dan air. Pemberian almunia bertujuan untuk mengikis
sampel agar halus pada bagian partikel-partikel kecilnya. Pada mekanismenya
pemberian air mempunyai tujuan yang sama seperti dengan pemberian air saat
pengamplasan.
4. Pengetsaan
Proses etsa merupakan suatu kegiatan korosi yang terkontrol untuk
memperlihatkan detail struktur mikro dari suatu logam agar tampak lebih jelas
jika diamati dengan mikroskop optik sehingga lebih mudah untuk diamati. Tidak
semua jenis logam menggunakan zat etsa yang sama karena penggunaan zat etsa
yang tidak sesuai mungkin dapat menimbulkan cacat. Hal ini karena komposisi
yang ada pada zat etsa hanya akan bereaksi dengan komposisi material tertentu.
Akibatnya jika komposisi tersebut kurang tepat, maka hasil yang didapat pun
kurang maksimal.
V.1.2 Foto Makro Dan Mikro Struktur
Dalam praktikum foto struktur material, praktikan melakukan dua
pengamatan, yakni pengamatan struktur makro dan mikro. Pengamatan struktur
makro dengan tmemberikan informasi tentang penampakan retakan atau
mempelajari fraktologi suatu material sedangkan pengamatan struktur mikro
memberikan informasi tentang komposisi fasa dan butir pada material sehingga
dapat diketahui karakteristik dari suatu material. Seperti pada fasa-fasa yang
terdapat dalam besi atau baja adalah ferit, perlit, martensit,bainit dan austenit.
Sedangkan fasa untuk logam bukan besi adalah alfa dan beta. Pengaturan
intensitas pencahayaan dan diafragma, serta exposure time penting untuk
menghasilkan foto yang baik.
V.1.3. Percobaan Jominy
Pada pengujian kekerasan suatu logam dapat dilakukan juga dengan
menggunakan uji jominy. Pembentukan martensit terbanyak pada bagian ujung
yang mengalami quenching terlebih dahulu lalu pada bagian ujung lainnya tak
terdapat martensit. Semakin lambat laju pendinginan pada benda uji maka
kandungan mertensitnya semakin kecil.
V.2. Saran
1. Praktikan diharapkan diajari cara-cara cutting dan cara memakai alatnya.
2. Praktikan diharapkan juga diajari cara-cara cutting dan cara memakaialatnya.
3. Disediakan stopwatch untuk pengukuran waktu.
4. Mesin-mesin agar lebih dioptimalkan lagi penggunaannya, contohnya mesin
amplas dan keran airnya dan mesin yang rusak agar segera diperbaiki.
5. Kalau bisa, praktikan diikutsertakan saat proses pemotongan sampel, sehingga
walaupun tidak harus memotong secara langsung sendiri, setidaknya dengan
mengamati proses pemotongan, pengetahuan praktikan tentang preparasi
metalografi menjadi lebih luas.
REFERENSI
Modul
Praktikum
Metalografi.
2014.
Depok
Laboratorium