Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Abortus
a. Pengertian
Keguguran atau abortus adalah terhentinya proses kehamilan yang
sedang berlangsung belum mencapai umur 28 minggu atau berat janin
sekitar 500 gram (Manuaba, 2007). Abortus adalah berakhirnya suatu
kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau umur kehamilan
kurang dari 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di
luar kandungan (Sarwono, 2008).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun, spontan
maupun buatan, sebelum janin mampu bertahan hidup. Batasan ini
berdasar umur kehamilan dan berat badan. Dengan lain perkataan
abortus adalah terminasi kehamilan sebelum 20 minggu atau dengan
berat kurang dari 500 gr (Handono, 2009).
b. Klasifikasi Abortus (Sarwono, 2008)
1) Abortus spontan
Abortus
yang
terjadi
tanpa
tindakan
mekanis
atau
medis
untuk
mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar tuanya
kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Pada
beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid
yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan
oleh penembusan villi koreales ke dalam desidua, pada saat implantasi
ovum. Perdarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah, cepat
berhenti, dan tidak disertai mules-mules.
b) Abortus incipiene (keguguran berlangsung)
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih
dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat,
perdarahan bertambah.
c) Abortus incomplet (keguguran tidak lengkap)
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan
vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum
uteri atau kadangkadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
d) Abortus complet (keguguran lengkap)
Perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh hasil konsepsi telah di
keluarkan dari kavum uteri. Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan
dengan lengkap. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium
uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat
di permudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan
bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.
e) Abortus infeksiosa dan Abortus septik
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia,
sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa berat dengan
penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau
peritoneum. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap
ditemukan
pada
abortus
buatan
yang
dikerjakan
tanpa
septik
miometrium,
virulensi
tuba,
bakteri
tinggi,
parametrium,
dan
dan
infeksi
peritoneum.
menyebar
Apabila
ke
infeksi
kemungkinan
terjadi
abortus
lagi
pada
seorang
wanita
2) Abortus provokatus
Abortus terinduksi adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah
sebelum janin mampu hidup. Pada tahun 2000, total 857.475 abortus
legal dilaporkan ke Centers for Disease Control and Prevention (2003).
Sekitar 20% dari para wanita ini berusia 19 tahun atau kurang, dan
sebagian besar berumur kurang dari 25 tahun, berkulit putih, dan belum
menikah. Hampir 60% abortus terinduksi dilakukan sebelum usia gestasi 8
minggu, dan 88% sebelum minggu ke 12 kehamilan (Centers for Disease
Control and Prevention, 2000). Manuaba (2007), menambahkan abortus
buatan
adalah
tindakan
abortus
yang
sengaja
dilakukan
untuk
c. Etiologi
Penyebab abortus ada
(Mochtar, 2002):
1) Faktor maternal
a) Kelainan genetalia ibu
Misalnya pada ibu yang menderita:
(1) Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain).
(2) Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata.
(3) Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum
yang sudah dibuahi, seperti kurangnya progesteron atau estrogen,
endometritis, dan mioma submukosa.
(4) Uterus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, mola hidatidosa).
(5) Distorsia uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis.
b) Penyakit-penyakit ibu
Penyebab abortus belum diketahui secara pasti penyebabnya meskipun
sekarang berbagai penyakit medis, kondisi lingkungan, dan kelainan
perkembangan diperkirakan berperan dalam abortus. Misalnya pada:
(1) Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia,
tifoid, pielitis, rubeola, demam malta, dan sebagainya. Kematian fetus
dapat disebabkan karena toksin dari ibu atau invasi kuman atau virus
pada fetus.
anemi
gravis.
(4)
Malnutrisi,
avitaminosis
dan
gangguan
f) Usia ibu
Usia juga dapat mempengaruhi kejadian abortus karena pada usia kurang
dari 20 tahun belum matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga
dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan
janin, sedangkan abortus yang terjadi pada usia lebih dari 35 tahun
disebabkan
berkurangnya
fungsi
alat
reproduksi,
kelainan
pada
Menurut
Hertig
dkk,
pertumbuhan
abnormal
dari
fetus
sering
3) Faktor paternal
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya
abortus.
Yang
jelas,
translokasi
kromosom
pada
sperma
dapat
d. Patologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam decidua basalis, diikuti oleh
nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi
terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing
didalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan isinya.Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi
biasanya dikeluarkan seluruhnya, karena vili koreales belum menembus
desidua terlalu dalam, sedangkan pada kehamilan 8 sampai 14 minggu,
telah masuk agak tinggi, karena plasenta tidak dikeluarkan secara utuh
sehingga banyak terjadi perdarahan.Pada kehamilan 14 minggu keatas,
yang umumnya bila kantong ketuban pecah maka disusul dengan
dari
uterus
yaitu
terjadinya
maserasi,
kulit
terkupas,
e. Komplikasi abortus
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi,
infeksi, syok, dan gagal ginjal akut.
1) Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisasisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.
2) Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita pelu diamati
dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi,
dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi
atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan
oleh orang awam menimbulkan persolan gawat karena perlukaan uterus
biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau
usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera,
untuk
selanjutnya
mengambil
tindakan-tindakan
seperlunya
guna
mengatasi komplikasi.
3) Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus,
tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering
pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan
antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis
umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
4) Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
infeksi berat (syok endoseptik).
5) Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut yang persisten pada kasus abortus biasanya berasal dari
efek infeksi dan hipovolemik yang lebih dari satu. Bentuk syok bakterial
yang sangat berat sering disertai dengan kerusakan ginjal intensif. Setiap
kali
terjadi
infeksi
klostridium
yang
disertai
dengan
komplikasi
sosial
(karena
kesuburan
mereka),
tetapi
mereka
remaja
diharapkan
tetap
untuk
membuktikan
menghadapi
risiko-risiko
Semakin lanjut usia wanita, semakin tipis cadangan telur yang ada,
indung
telur
juga
semakin
kurang
peka
terhadap
rangsangan
gonadotropin. Makin lanjut usia wanita, maka risiko terjadi abortus, makin
meningkat karena menurunnya kualitas sel telur atau ovum dan
meningkatnya risiko kejadian kelainan kromosom (Samsulhadi, 2003).
Pada gravida tua terjadi abnormalitas kromosom janin sebagai salah satu
faktor etiologi abortus (Friedman, 1998). Sebagian besar wanita yang
berusia di atas 35 tahun mengalami kehamilan yang sehat dan dapat
melahirkan bayi yang sehat pula. Tetapi beberapa penelitian menyatakan
semakin matang usia ibu dihadapkan pada kemungkinan terjadinya
beberapa risiko tertentu, termasuk risiko kehamilan.
Para tenaga ahli kesehatan sekarang membantu para wanita hamil yang
berusia 30 dan 40an tahun untuk menuju ke kehamilan yang lebih aman.
Ada beberapa teori mengenai risiko kehamilan di usia 35 tahun atau lebih,
di antaranya:
1) Wanita pada umumnya memiliki beberapa penurunan dalam hal
kesuburan mulai pada awal usia 30 tahun. Hal ini belum tentu berarti
pada wanita yang berusia 30 tahunan atau lebih memerlukan waktu lebih
lama untuk hamil dibandingkan wanita yang lebih muda usianya.
Pengaruh usia terhadap penurunan tingkat kesuburan mungkin saja
memang ada hubungan, misalnya mengenai berkurangnya frekuensi
ovulasi
atau
mengarah
ke
masalah
seperti
adanya
penyakit
yang
kronis.
Usia
berapa
pun
seorang
wanita
harus
karena
dapat
membahayakan
kehamilan
dan
pertumbuhan
bayinya. Pengawasan kesehatan dengan baik dan penggunaan obatobatan yang tepat mulai dilakukan sebelum kehamilan dan dilanjutkan
selama kehamilan dapat mengurangi risiko kehamilan di usia lebih dari 35
tahun, dan pada sebagian besar kasus dapat menghasilkan kehamilan
yang sehat.
Para peneliti mengatakan wanita di atas 35 tahun dua kali lebih rawan
dibandingkan wanita berusia 20 tahun untuk menderita tekanan darah
tinggi dan diabetes pada saat pertama kali kehamilan. Wanita yang hamil
pertama kali pada usia di atas 40 tahun memiliki kemungkinan sebanyak
60% menderita takanan darah tinggi dan 4 kali lebih rawan terkena
penyakit diabetes selama kehamilan dibandingkan wanita yang berusia 20
tahun pada penelitian serupa di University of California pada tahun 1999.
Hal ini membuat pemikiran sangatlah penting ibu yang berusia 35 tahun
ke atas mendapatkan perawatan selama kehamilan lebih dini dan lebih
teratur. Dengan diagnosis awal dan terapi yang tepat, kelainan-kelainan
tersebut tidak menyebabkan risiko besar baik terhadap ibu maupun
bayinya.
3) Risiko terhadap bayi yang lahir pada ibu yang berusia di atas 35 tahun
meningkat, yaitu bisa berupa kelainan kromosom pada anak. Kelainan
yang paling banyak muncul berupa kelainan Down Syndrome, yaitu
sebuah kelainan kombinasi dari retardasi mental dan abnormalitas bentuk
fisik yang disebabkan oleh kelainan kromosom.
4) Risiko lainnya terjadi keguguran pada ibu hamil berusia 35 tahun atau
lebih. Kemungkinan kejadian pada wanita di usia 35 tahun ke atas lebih
banyak dibandingkan pada wanita muda. Pada penelitian tahun 2000
ditemukan 9% pada kehamilan wanita usia 20-24 tahun. Namun risiko
meningkat menjadi 20% pada usia 35-39 tahun dan 50% pada wanita usia
42 tahun. Peningkatan insiden pada kasus abnormalitas kromosom bisa
sama kemungkinannya seperti risiko keguguran. Yang bisa dilakukan
untuk mengurangi risiko tersebut sebaiknya wanita berusia 30 atau 40
tahun yang merencanakan untuk hamil harus konsultasikan diri dulu ke
dokter. Bagaimanapun, berikan konsentrasi penuh mengenai kehamilan di
atas usia 35 tahun, diantaranya:
1) Rencanakan kehamilan dengan konsultasi ke dokter sebelum pasti
untuk kehamilan tersebut. Kondisi kesehatan, obat-obatan dan imunisasi
dapat diketahui melalui langkah ini.
2) Konsumsi multivitamin yang mengandung 400 mikrogram asam folat
setiap hari sebelum hamil dan selama bulan pertama kehamilan untuk
membantu mencegah gangguan padasaluran tuba.
3)
Konsumsi
makanan-makanan
yang
bernutrisi
secara
bervariasi,
2.
Sepsis Puerperalis
Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi
setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau
persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus di mana terdapat
dua
atau
lebih
dan
hal
hal
berikut
ini
Nyeri pelvik;
Demam 38,5C atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja; rabas
vagina yang abnormal;
Rabas vagina berbau busuk;
Keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus (sub involusio
uteri).
b. Bakteri Penyebab Sepsis Puerperalis
Beberapa bakteri yang paling umum adalah
streptokokus
stafilokokus
Escherichia coli (E. Coli)
Clostridium tetani
Clostridium width
Chlamidia dan gonokokus (bakteri penyebab penyakit menular seksual).
Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara
beberapa macam bakteri. Bakteri tersebut bisa endogen atau eksogen.
Bakteri Endogen
Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rektum tanpa menimbulkan
bahaya (misal, beberapa jenis stretopkokus dan stafilokokus, E. Coli,
Clostridium
tetani.
Bakteri tetanus
Hidup di tanah terutama tanah basah yang kaya akan pupuk hewani.
Bakteri tetanus dapat masuk ke tubuh ibu jika tangan yang tidak bersih,
kain, kotoran sapi, atau ramu ramuan dimasukkan ke dalam vagina.
Bakteri ini masuk ke tubuh bayi melalui umbilikus jika tali pusat dipotong
dengan instrumen yang tidak bersih, atau ramu ramuan, atau kotoran
sapi digunakan untuk membalut tali pusat.
Infeksi tetanus
Sangat berat dan menyebabkan kekakuan, spasme, konvulsi, dan
kematian. Tetanus dapat dicegah dengan memastikan bahwa setiap ibu
hamil
mendapatkan
imunisasi
tetanus
toksoid
selama
kehamilan.
Imunisasi ini akan melindungi ibu dan bayi dari infeksi tetanus.
Di tempat tempat di mana penyakit menular seksual (PMS) (misal,
gonorrhea dan infeksi klamidial) merupakan kejadian yang biasa, penyakit
tersebut merupakan penyebab terbesar terjadinya infeksi uterus. Jika
seorang ibu terkena PMS selama kehamilan dan tidak diobati, bakteri
penyebab PMS itu akan tetap berada di vagina dan bisa menyebabkan
infeksi uterus setelah persalinan.
Infeksi uterus
Yang disebabkan oleh PMS dapat dicegah dengan mendiagnosis dan
mengobati ibu yang terkena PMS selama kehamilan mereka.
Tanda Tanda dan Gejala Sepsis Puerperalis
Ibu biasanya mengalami demam tetapi mungkin tidak seperti demam
pada infeksi klostridial. Ibu dapat mengalami nyeri pelvik, nyeri tekan di
uterus, lokia mungkin berbau menyengat (busuk), dan mungkin terjadi
suatu keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus. Di sisi
laserasi atau episiotomi mungkin akan terasa nyeri, membengkak, dan
mengeluarkan cairan bernanah.
Faktor Resiko pada Sepsis Puerperalis
Ada beberapa ibu yang lebih mudah terkena sepsis puerperalis, misalnya
ibu yang mengalami anemia atau kekurangan gizi atau ibu yang
mengalami persalinan lama