Anda di halaman 1dari 25

Referat Psikiatri

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

Rani Secti Trisna (11-2010-225)


Dokter Pembimbing: dr. Endang SpKJ

RSJ. Amino Gondho Hutomo


Semarang
2012

PENDAHULUAN
Sejak dua puluh tahun terakhir Gangguan Pemusatan Perhatian ini sering
disebut sebagai ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders). Gangguan ini
ditandai dengan adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya
pada sesuatu yang dihadapi, sehingga rentang perhatiannya sangat singkat
waktunya dibandingkan anak lain yang seusia, Biasanya disertai dengan gejala
hiperaktif dan tingkah laku yang impulsif. Kelainan ini dapat mengganggu
perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun komunikasi.
ADHD merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada gangguan
perilaku pada anak. Dalam tahun terakhir ini gangguan ADHD menjadi masalah
yang menjadi sorotan dan menjadi perhatian utama di kalangan medis ataupun di
masyarakat umum. Angka kejadian kelainan ini adalah sekitar 3 10%, di
Ameriksa serikat sekitar 3-7% sedangkan di negara Jerman, Kanada dan Selandia
Baru sekitar 5-10%. Diagnosis and Statistic Manual (DSM IV) menyebutkan
prevalensi kejadian ADHD pada anak usia sekolah berkisar antara 3 hingga 5
persen. Di indonesia angka kejadiannya masih belum angka yang pasti, meskipujh
tampaknya kelainan ini tampak cukup banyak terjadi.
Terdapat kecenderungan lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan. Secara epidemiologis rasion kejadian dengan perbandingan 4 : 1.
Namun tampaknya semakin lama tampaknya kejadiannya semakin meningkat saja.
Sering dijumpai pada anak usia pra sekolah dan usia sekolah,

terdapat

kecenderungan keluhan ini akan berkurang setelah usia Sekolah Dasar. Meskipun
tak jarang beberapa manifestasi klinis tersebut dijumpai pada remaja atau orang
dewasa. ADHD adalah gangguan perkembangan yang mempunyai onset gejala
sebelum usia 7 tahun. Setelah usia anak, akan menetap saat remaja atau dewasa.
Diperkirakan penderita ADHD akan menetap sekitar 15-20% saat dewasa. Sekitar

65% akan mengalami gejala sisa saat usia dewasa atau kadang secara perlahan
menghilang. Angka kejadian ADHD saat usia dewasa sekitar 2-7%. Predisposisi
kelainan ini adalah 25 persen pada keluarga dengan orang tua yang membakat.
Deteksi dini gangguan ini sangat penting dilakukan untuk meminimalkan
gejala dan akibat yang ditimbulkannya dikemudian hari. Hal ini harus melibatkan
beberapa lapisan masyarakat. Baik dikalangan medis maupun nonmedis. Dokter
umum, dokter spesialis anak dan klinisi lainnya yang berkaitan dengan kesehatn
anak harus bisa mendeteksi Sejas dini factor resiko dan gejala yang terjadi.
Manifestasi klinis yang terjadi dapat timbul pada usia dini namun gejalanya akan
tampak nyata pada saat mulai sekolah melakukan anamnesa terhadap orang tua
dan guru, guna mengevaluasi perkembangan dan mengarahkan pola pendidikan
dan pengasuhan anak dengan hiperaktif bila dapat dilakukan deteksi dini dan
penatalaksanaan pada tahap awal.

PEMBAHASAN
ADHD

(Attention

perkembangan

dalam

Deficit

Hyperactivity

peningkatan

aktifitas

Disorder)
motorik

adalah
anak-anak

gangguan
hingga

menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Hal
ini ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa
duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang
duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah
suka meletup-letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan.
Tanda-tanda adanya gangguan ADHD sebenarnya sudah dapat dideteksi sejak anak
masa pra sekolah. Kurangnya atensi, hiperaktif dan kompulsif merupakan tandatanda yang langsung dapat ditangkap adanya gangguan pada anak, misalnya saja
anak tidak suka atau kehilangan minat untuk bermain, berlari kesana-kemari dan
tidak dapat mengontrol keinginannya untuk menyentuh benda-benda disekitarnya.
Bila orangtua menangkap gejala tersebut seharusnya segeralah membawa anaknya
ke dokter anak atau psikolog. Penangan secara dini akan memberikan kontribusi
perilaku yang lebih baik ketika anak memasuki tahap perkembangan selanjutnya.
Gangguan hiperaktif-kompulsif mungkin secara langsung bisa terlihat pada
perilaku anak, namun tidak pada tipe gangguan atensi, anak terlihat dapat
bekerjasama dengan orang sekitarnya, sehingga tipe ini kadang terabaikan secara
kasat mata.
Untuk mendiagnosa secara tepat, tenaga profesional biasanya akan mengumpulkan
data-data secara lengkap untuk memutuskan diagnosis apakah anak tersebut
mengidap gangguan ADHD atau tidak, data tersebut berupa;

latar belakang keluarga anak


Kemungkinan gangguan pendengaran
Ketidakmampuan belajar
Kecemasan dan depresi
Pengaruh obat-obatan sebelumnya yang memungkinkan terjadinya gangguan

otak
Kondisi fisik seperti kondisi lobus frontal
Test psikologi (adaptasi sosial, kesehatan mental, test intelligensi, dan test
prestasi)
Situasi-situasi pencetus stress pada anak
Beberapa test lainnya dapat diberikan oleh terapis berupa tes kemampuan
membaca, pemecahan matematika, atau beberapa papan permainan. Tenaga
profesional kadang juga perlu melakukan obervasi secara langsung dalam
kehidupan sang anak. Bila ditemukan adanya gangguan ADHD secara pasti, tenaga
ahli akan membicarakan masalah ini kepada gurunya di sekolah, guru juga akan
dilibatkan dalam mendiagnosa gangguan tersebut, biasanya guru akan diberikan
sebuah form evaluasi (behavior rating scales) perilaku anak untuk diisi oleh guru
yang bersangkutan.
Gangguan yang berupa kurangnya perhatian dan hiperaktivitas atau yang lebih
dikenal dengan Attention Deficits Hiperactivity Disorder (ADHD) dapat kita temui
dalam banyak bentuk dan perilaku yang tampak. Sampai saat ini ADHD masih
merupakan persoalan yang kontroversial dan banyak dipersoalkan di dunia
pendidikan. Beberapa bentuk perilaku yang mungkin pernah kita lihat seperti:
seorang anak yang tidak pernah bisa duduk di dalam kelas, dia selalu bergerak atau
anak yang melamun saja di kelas, tidak dapat memusatkan perhatian kepada proses
belajar dan cenderung tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas atau seorang
anak yang selalu bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak ke hal lain.

ADHD sendiri sebenarnya adalah kondisi neurologis yang menimbulkan masalah


dalam pemusatan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas, dimana tidak sejalan
dengan perkembangan usia anak. ADHD lebih kepada kegagalan perkembangan
dalam fungsi sirkuit otak yang bekerja dalam menghambat monitoring dan kontrol
diri, bukan semata-mata gangguan perhatian seperti asumsi selama ini. Hilangnya
regulasi diri ini mengganggu fungsi otak yang lain dalam memelihara perhatian,
termasuk dalam kemampuan membedakan reward segera dengan keuntungan yang
akan diperoleh di waktu yang akan datang.
Pada anak aktif, otaknya normal tanpa gangguan. Hanya saja energi yang
terkumpul berlimpah dan si kecil berkeinginan untuk selalu bergerak sehingga ia
mempunyai mobilitas yang cukup tinggi dibandingkan anak lain. Sementara itu,
hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi
neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Hiperaktif
merupakan turunan dari Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD).
Gangguan itu disebabkan kerusakan kecil pada sistem saraf pusat dan otak
sehingga rentang konsentrasi penderita menjadi sangat pendek dan sulit
dikendalikan. Ada juga penyebab lainnya seperti temperamen bawaan, pengaruh
lingkungan, malfungsi otak serta epilepsi. Bisa juga kondisi gangguan di kepala,
seperti gegar otak, trauma kepala karena persalinan sulit atau pernah terbentur,
infeksi, keracunan, gizi buruk, dan alergi makanan.
ketika anak mengalami gangguan hiperaktif ini, para ibu biasanya menjadi gugup
dan kebingungan. Sering kali mencoba menutup diri dan tidak mau mengakui apa
yang dialami anaknya. Padahal, sebetulnya, tidak perlu gugup atau kuatir yang
terlalu tinggi. Ini yang sering kali dilupakan bahkan tidak diperhatikan. Para ibu
cenderung bergulat dan berkutat pada kesedihan dan kekecewaan terhadap

putra/putrinya. Tapi tidak mau melihat, bahwa anak-anak dengan gangguan


hiperaktif ternyata memiliki kecerdasan yang luar biasa. Tugas ibulah yang
mencari dan menggali kecerdasan ini.
Studi yang begitu lama membuktikan bahwa kombinasi antara obat-obatan dan
psikoterapi (behavioral therapy) dan manajemen medikasi yang tepat, terapi yang
intensif dan komunitas treatment yang rutin telah menolong anak-anak dengan
gangguan ADHD menjadi lebih baik. Menurunnya intensitas kecemasan,
membaiknya penampilan di sekolah, meningkatnya kualitas hubungan antara orang
tua-anak, meningkatkan kemampuan sosial merupakan keuntungan pemberian
treatment secara dini, tentunya dengan medikasi yang rendah dosis.
Kadang beberapa anak menunjukkan efek buruk dari medikasi, oleh karenanya
perlunya pengawasan ketat dalam pemberian obat-obatan, apalgi bila anak tersebut
disertai dengan gangguan kecemasan dan depresi. Haruslah berhati-hati dalam
memberi obat-obatan medis.
Anak-anak dengan ADHD biasanya menampakkan perilaku yang dapat
dikelompokkan dalam 2 kategori utama, yaitu: kurangnya kemampuan
memusatkan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas.
Kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dapat muncul dalam perilaku:
Ketidakmampuan memperhatikan detil atau melakukan kecerobohan dalam
mengerjakan tugas, bekerja, atau aktivitas lain.
Kesulitan memelihara perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain
Kadang terlihat tidak perhatian ketika berbicara dengan orang lain

Tidak mengikuti perintah dan kegagalan menyelesaikan tugas


Kesulitan mengorganisasikan tugas dan aktivitas
Kadang menolak, tidak suka, atau enggan terlibat dalam tugas yang
memerlukan proses mental yang lama, misalnya: tugas sekolah
Sering kehilangan barang miliknya, misal: mainan, pensil, buku, dll
Mudah terganggu stimulus dari luar
Sering lupa dengan aktivitas sehari-hari
Sedangkan hiperaktivitas-impulsivitas sering muncul dalam perilaku:
gelisah atau sering menggeliat di tempat duduk
sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana
seharusnya duduk tenang
berlari berlebihan atau memanjat-manjat yang tidak tepat situasi (pada
remaja atau dewasa terbatas pada perasaan tidak dapat tenang/gelisah)
kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas yang menyenangkan
seolah selalu terburu-buru atau bergerak terus seperti mesin
berbicara terlalu banyak
sering menjawab pertanyaan sebelum selesai diberikan. (Impulsivitas)

kesulitan menunggu giliran (Impulsivitas)


menyela atau memaksakan pendapat kepada orang lain (Impulsivitas)

Terkadang gejala tersebut juga diikuti oleh agresivitas dalam bentuk:


sering mendesak, mengancam, atau mengintimidasi orang lain
sering memulai perkelahian
menggunakan senjata tajam yang dapat melukai orang lain
berlaku kasar secara fisik terhadap orang lain
menyiksa binatang
memaksa orang lain melakukan aktivitas seksual
PATOGENESIS DAN ETIOLOGI
Penyebab pasti dan patologi ADHD masih belum terungkap secara jelas.
Seperti halnya gangguan autism, ADHD merupakan statu kelainan yang bersifat
multi faktorial. Banyak factor yang dianggap sebagai peneyebab gangguan ini,
diantaranya adalah faktor

genetik, perkembangan otak saat

kehamilan,

perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi

metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola


pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di
sekitarnya.
Banyak

penelitian

menunjukkan

efektifitas

pengobatan

dengan

psychostimulants, yang memfasilitasi pengeluaran dopamine dan noradrenergic


tricyclics. Kondisi ini mengungatkan sepukalsi adanya gangguan area otak yang
dikaitkan dengan kekuirangan neurotransmitter. Sehingga neurotransmitters
dopamine and norepinephrine sering diokaitkan dengan ADHD..
Faktor genetik tampaknya memegang peranan terbesar terjadinya gangguan
perilaku ADHD. Beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa
hiperaktifitas yang terjadi pada seorang anak selalu disertai adanya riwayat
gangguan yang sama dalam keluarga setidaknya satu orang dalam keluarga dekat.
Didapatkan juga sepertiga ayah penderita hiperaktif juga menderita gangguan yang
sama pada masa kanak mereka. Orang tua dan saudara penderita ADHD
mengalami resiko 2-8 kali lebih mudah terjadi ADHD, kembar monozygotic lebih
mudah terjadi ADHD dibandingkan kembar dizygotic juga menunjukkan
keterlibatan fator genetic di dalam gangguan ADHD. Keterlibatan genetik dan
kromosom memang masih belum diketahui secara pasti. Beberapa gen yang
berkaitan dengan kode reseptor dopamine dan produksi serotonin, termasuk
DRD4, DRD5, DAT, DBH, 5-HTT, dan 5-HTR1B, banyak dikaitkan dengan ADHD.
Penelitian neuropsikologi menunjukkkan kortek frontal dan sirkuit yang
menghubungkan fungsi eksekutif bangsal ganglia. Katekolamin adalah fungsi
neurotransmitter utama yang berkaitan dengan fungsi otak lobus frontalis.
Dopaminergic dan noradrenergic neurotransmission tampaknya merupakan target
utama dalam pengobatan ADHD.

Teori lain menyebutkan kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di


otak yang dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan
dan sebagai kontrol aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang
menyebabkan terjadinya hambatan pada sistem kontrol perilaku anak. Dalam
penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan MRI didapatkan
gambaran disfungsi otak di daerah mesial kanan prefrontal dan striae subcortical
yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang tidak
relefan dan fungsi-fungsi tertentu. Pada penderita ADHD terdapat kelemahan
aktifitas otak bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang
berkaitan dengan pengaruh keterlambatan waktu terhadap respon motorik terhadap
rangsangan sensoris.
Beberapa peneliti lainnya mengungkapkan teori maturation lack atau suatu
kelambanan dalam proses perkembangan anak-anak dengan ADHD.

Menurut

teori ini, penderita akhirnya dapat mengejar keterlambatannya dan keadaan ini
dipostulasikan akan terjadi sekitar usia pubertas. Sehingga gejala ini tidak menetap
tetapi hanya sementara sebelum keterlambatan yang terjadi dapat dikejar.
Beberapa peneliti mengungkapkan penderita ADHD dengan gangguan
saluran cerna sering berkaitan dengan penerimaan reaksi makanan tertentu. Teori
tentang alergi terhadap makanan, teori feingold yang menduga bahwa salisilat
mempunyai efek kurang baik terhadap tingkah laku anak, serta teori bahwa gula
merupakan substansi yang merangsang hiperaktifitas pada anak. Disebutkan antara
lain tentang teori megavitamin dan ortomolecular sebagai terapinya
Kerusakan jaringan otak atau 'brain damage yang diakibatkan oleh trauma
primer dan trauma yang berulang pada tempat yang sama. Kedua teori ini layak
dipertimbangkan sebagai penyebab terjadinya syndrome hiperaktifitas yang oleh
penulis dibagi dalam tiga kelompok. Dalam gangguan ini terjadinya penyimpangan

struktural dari bentuk normal oleh karena sebab yang bermacam-macam selain
oleh karena trauma. Gangguan lain berupa kerusakan susunan saraf pusat (SSP)
secara anatomis seperti halnya yang disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan
hipoksia.
Perubahan lainnya terjadi gangguan fungsi otak tanpa disertai perubahan
struktur dan anatomis yang jelas. Penyimpangan ini menyebabkan terjadinya
hambatan stimulus atau justru timbulnya stimulus yang berlebihan yang
menyebabkan penyimpangan yang signifikan dalam perkembangan hubungan anak
dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya.
Penelitian dengan membandingkan gambaran MRI antara anak dengan
ADHD dan anak normal, ternyata menghasilkan gambaran yang berbeda, dimana
pada anak dengan ADHD memiliki gambaran otak yang lebih simetris
dibandingkan anak normal yang pada umumnya otak kanan lebih besar
dibandingkan otak kiri.
Dengan pemeriksaan radiologis otak PET (positron emission tomography)
didapatkan gambaran bahwa pada anak penderita ADHD dengan gangguan
hiperaktif yang lebih dominan didapatkan aktifitas otak yang berlebihan
dibandingkan anak yang normal dengan mengukur kadar gula (sebagai sumber
energi utama aktifitas otak) yang didapatkan perbedaan yang signifikan antara
penderita hiperaktif dan anak normal.
FAKTOR RESIKO
Dalam melakukan deteksi dini gangguan perilaku ini maka perlu diketahui
faktor resiko yang bisa mengakibatkan gangguan ADHD. Banyak bukti penelitian
yang menunjukkan peranan disfungsi Susunan saraf pusat (SSP). Sehingga
beberapa kelainan dan gangguan yang terjadi sejak kehamilan, persalinan dan masa
kanak-kanak harus dicermati sebagai faktor resiko.

Selama periode kehamilan, disfungsi SSP disebabkan oleh gangguan


metabolik, genetik, infeksi, intoksikasi, obat-obatan terlarang, perokok, alkohol
dan faktor psikogenik. Penyakit diabetes dan penyakit preeklamsia juga harus
dicermati.
Pada masa persalinan, disebabkan oleh: prematuritas, post date, hambatan
persalinan, induksi persalinan, kelainan letak (presentasi bayi), efek samping
terapi, depresi sistem immun dan trauma saat kelahiran normal. Sedangkan periode
kanak-kanak har5uis dicermati gangguan infeksi, trauma, terapi medikasi,
keracunan, gangguan metabolik, gangguan vaskuler, faktor kejiwaan, keganasan
dan terjadinya kejang. Riwayat kecelakaan hingga harus dirawat di rumah
sakit,kekerasan secara fisik, verbal, emosi atau merasa diterlantarkan. Trauma
yang serius, menerima perlakuan kasar atau merasa kehilangan sesuatu selama
masa kanak-kanak, tidak sadar diri atau pingsan.
1. Faktor lingkungan/psikososial, seperti:
Konflik keluarga.
Sosial ekonomi keluarga yang tidak memadai.
Jumlah keluarga yang terlalu besar.
Orang tua terkena kasus kriminal.
Orang tua dengan gangguan jiwa (psikopat).
Anak yang diasuh di penitipan anak.

Riwayat kehamilan dengan eklampsia, perdarahan antepartum, fetal


distress, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, ibu merokok saat
hamil, dan alkohol.
2. Faktor genetic
Terdapat mutasi gen pengkode neurotransmiter dan reseptor dopamin (D2
dan D4) pada kromosom 11p.
3. Gangguan otak dan metabolism
Trauma lahir atau hipoksia yang berdampak injury pada lobus frontalis di
otak
Pengurangan volume serebrum
Gangguan fungsi astrosit dalam pembentukan dan penyediaan laktat serta
gangguan fungsi oligodendrosit.

MANIFESTASI KLINIS
Untuk dapat disebut memiliki gangguan hiperaktif, harus ada tiga gejala
utama yang nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan
impulsif. Inatensi atau pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari
kegagalan seorang anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu.
Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga
mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain.

Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam.
Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan
berlari-lari, berjalan ke sana kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia
cenderung banyak bicara dan menimbulkan suara berisik.
Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada
semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali.
Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa
pertimbangan. Contoh nyata dari gejala impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak
tidak akan sabar untuk menunggu orang menyelesaikan pembicaraan. Anak akan
menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan selesai
diajukan. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri misalnya. Sisi
lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas
yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif masih
ada beberapa syarat lain. Gangguan di atas sudah menetap minimal 6 bulan, dan
terjadi sebelum anak berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya
dalam 2 situasi, misalnya di rumah dan di sekolah.
Manifestasi klinis yang terjadi sangat luas, mulai dari yang ringan hingga
berat atau bisa terjadi dengan jumlah gejala minimal hingga lebih banyak gejala.
Tampilan klinis ADHD tampaknuya sudah bisa dideteksi sejak dini Sejas usia bayi.
Gejala yang harus lebih dicermati pada usia bayi adalah bayi yang sangat sensitive
terhadap suara dan cahaya, menangis, menjerit, sulit untuk diam, waktu tidur
sangat kurang dan sering terbangun, kolik, sulit makan atau minum susu baik ASI
atau susu botol., tidak bisa ditenangkan atau digendong, menolak untuk disayang,
berlebihan air liur, kadang seperti kehausan sering minta minum, Head banging

(membenturkan kepala, memukul kepala, menjatuhkan kepala kebelakang) dan


sering marah berlebihan.
Keluhan lain pada anak besar adalah anak tampak Clumsy (canggung),
impulsif, sering mengalami kecelakaan atau jatuh, perilaku aneh/berubah-ubah
yang mengganggu, gerakan konstan atau monoton, lebih ribut dibandingkan anak
lainnya. Agresif, Intelektual (IQ) normal atau tinggi tapi pretasi di sekolah buruk,
Bila di sekolah kurang konsentrasi, aktifitas berlebihan dan tidak bisa diam, mudah
marah dan meledak kemarahannya, nafsu makan buruk. Koordinasi mata dan
tangan jelek., sulit bekerjasama, suka menentang dan tidak menurut, suka
menyakiti diri sendiri (menarik rambut, menyakiti kulit, membentur kepala dll) dan
gangguan tidur.
Tanda dan gejala pada anak yang lebih besar adalah tindakan yang hanya
terfokus pada satu hal saja dan cenderung bertindak ceroboh, mudah bingung, lupa
pelajaran sekolah dan tugas di rumah, kesulitan mengerjakan tugas di sekolah
maupun di rumah, kesulitan dalam menyimak, kesulitan dalam menjalankan
beberapa perintah, sering keceplosan bicara, tidak sabaran, gaduh dan bicara
berbelit-belit, gelisah dan bertindak berlebihan, terburu-buru, banyak omong dan
suka membuat keributan, dan suka memotong pembicaraan dan ikut campur
pembicaraan orang lain
Gejala-gejala diatas biasanya timbul sebelum umur 7 tahun, dialami pada 2
atau lebih suasana yang berbeda (di sekolah, di rumah atau di klinik dll), disertai
adanya hambatan yang secara signifikan dalam kehidupan sosial, prestasi
akademik dan sering salah dalam menempatkan sesuatu, serta dapat pula timbul
bersamaan dengan terjadinya kelainan perkembangan, skizofrenia atau kelainan
psikotik lainnya.

Tampilan lainnya pada anak dengan hiperaktif terjadi disorganisasi afektif,


penurunan kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata.

Mereka

biasanya bertindak 'nekat' dan impulsif, kurang sopan, dan suka menyela
pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain. Sering kurang memperhatikan,
tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu
serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi,
tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan
sering tidak disukai teman sebayanya. Tidak jarang mereka dengan kelainan ini
disertai adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan
kelainan otak yang spesifik. Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong
rendah dan minder.

Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan

berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan


dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.
Sekitar 50-60% penderita ADHD didapatkan sedkitnya satu gangguan
perilaku penyerta lainnya. Gangguan perilaku tersebut adalah gangguan belajar,
restless-legs syndrome, ophthalmic convergence insufficiency, depresi, gangguan
kecemasan, kepribadian antisosial, substance abuse, gangguan konduksi dan
perilaku obsesif-kompulsif.
Penderita ADHD terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan
aktifitas yang berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak 'nekat' dan
impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan
orang lain. Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering
tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan
yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan atau
sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai teman
sebayanya. Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang

spesifik. Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder.
Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan sehingga
orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak
menyelesaikan masalah.
Resiko terjadi ADHD semakin meningkat bila salah satu saudara atau orang
tua mengalami ADHD atau gangguan psikologis lainnya. Gangguan posikologis
dan perilaku tersebut meliputi gangguan bipolar, gangguan konduksi, depresi,
gangguan disosiatif, gangguan kecemasan, gangguan belajar, gangguan mood,
gangguan panic, obsesif-kompulsif, gangguan panic disertai goraphobia. Juga
kelainan perilaku lainnnya seperti gangguan perkembangan perfasif termasuk
gangguan Asperger, Posttraumatic stress disorder (PTSD), Psychotic, Social
phobia, ganggguan tidur, sindrom Tourette dan ticks.
Gejala Utama ADHD
Inatensi
Kurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian. Seperti,:

Jarang menyelesaikan perintah sampai tuntas.


Mainan, dll sering tertinggal.
Sering membuat kesalahan
Mudah beralih perhatian (terutama oleh [[rangsang]] suara).

Hiperaktif
Perilaku yang tidak bisa diam. Seperti,:

Banyak bicara
Tidak dapat tenang/diam, mempunyai kebutuhan untuk selalu bergerak.
Sering membuat gaduh suasana.
Selalu memegang apa yang dilihat.
Sulit untuk duduk diam.

Gejala-gejala Lain
Sikap menentang
Seperti:
Sering melanggar peraturan.
Bermasalah dengan orang-orang yang memiliki otoritas
Lebih mudah merasa terganggu, mudah marah (dibandingkan dengan
mereka yang seus
Cemas
Seperti:

Banyak mengalami rasa khawatir dan takut.


Cenderung emosional
Sangat sensitive terhadap kritikan
Mengalami kecemasan pada situasi yang baru atau yang tidak biasa
Terlihat sangat pemalu dan menarik diri.

PENANGANAN
Melihat penyebab ADHD yang belum pasti terungkap dan adanya beberapa
teori penyebabnya, maka tentunya terdapat banyak terapi atau cara dalam
penanganannya sesuai dengan landasan teori penyebabnya.
Terapi medikasi atau farmakologi adalah penanganan dengan menggunakan
obat-obatan. Terapi ini hendaknya hanya sebagai penunjang dan sebagai kontrol
terhadap kemungkinan timbulnya impuls-impuls hiperaktif yang tidak terkendali.
Sebelum digunakannya obat-obat ini, diagnosa ADHD haruslah ditegakkan lebih
dulu dan pendekatan terapi okupasi lainnya secara simultan juga harus
dilaksanakan, sebab bila hanya mengandalkan obat ini tidak akan efektif.

Beberapa obat yang dipergunakan. Menurut beberapa penelitian dan


pengalaman klinis banyak obat yang telah diberikan pada penderita ADHD,
diantaranya adalah :
antidepresan, Ritalin (Methylphenidate HCL), Dexedrine (Dextroamphetamine
saccharate/Dextroamphetamine sulfate), Desoxyn (Methamphetamine HCL),
Adderall (Amphetamine/Dextroamphetamine), Cylert (Pemoline),

Busiprone

(BuSpar), Clonidine (Catapres).


Methylphenidate, merupakan obat yang paling sering dipergunakan, meskipun
sebenarnya obat ini termasuk golongan stimulan, tetapi pada ksus hiperaktif sering
kali justru menyebabkan ketenangan bagi pemakainanya. Selain methylphenidate
juga dipakai Ritalin dalam bentuk tablet, memilki efek terapi yang cepat,
setidaknya untuk 3-4 jam dan diberikan 2 atau 3 kali dalam sehari.
Methylphenidate juga tersedia dalam bentuk dosis tunggal.
Ritalin atau methylphenidate, obat stimulan yang biasa diberikan pada anak
penyandang ADHD ternyata dapat menyebabkan perubahan struktur sel otak
untuk jangka waktu lama, ilmuwan melaporkan. Joan Baizer profesor fisiologi dan
biofisika dari University of Buffalo mengungkapkan pemberian Ritalin setiap hari
selama bertahun tahun pada sel otak tikus terlihat sama seperti yang diakibatkan
oleh amphetamin atau kokain. Para ilmuwan tersebut melakukan penelitian pada
tikus yang diberikan susu dicampur dengan Ritalin dengan dosis yang sama
diberikan pada anak anak. Para ilmuwan mendapatkan gen c-fos menjadi aktif
setelah diberikan Ritalin. Hal yang sama terjadi pada tikus yang diberikan
amphetamin dan kokain.
Ketika dosis Ritalin yang diberikan selesai bekerja dalam tubuh, dianggap
Ritalin dapat hilang dengan sendirinya. Tetapi dalam sebuah penelitian dengan
menggunakan model ekspresi gen pada binatang menunjukkan Ritalin punya
potensi menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi otak untuk jangka waktu

yang lama. Ritalin tidak bersifat adiktif atau dapat menyebabkan ketagihan jika
pemberian dosis digunakan secara benar. Efek dari pemberian dosis tinggi
amphetamin dan kokain yang mirip ritalin tersebut telah mengaktifkan salah satu
gen yang disebut gen c-fos dalam sel otak. Jika c-fos aktif pada bagian tertentu
otak maka gen tersebut diketahui berhubungan dengan gejala adiktif. Perubahan
pada sel otak untuk jangka waktu lama pada manusia perlu penelitian lebih lanjut.
Mungkin menggunakan sejenis gen mikrochip untuk mengetahui gen gen mana
saja yang menjadi aktif jika diberikan Ritalin. Bila dengan penggunaan obat
tunggal dibilai kurang efektif perlu dipertimbangkan pemberian obat secara
kombinasi. Bila penatalaksanaan terhadap penderita ADHD mengalami kegagalan
(tidak menunjukkan progresifitas), harus segera dilakukan reevaluasi tentang
penegakan diagnosis, perencanaan terapi dan berbagai kondisi yang berpengaruh.
Terapi nutrisi dan diet banyak dilakukan dalam penanganan penderita.
Diantaranya adalah keseimbangan diet karbohidrat, penanganan gangguan
pencernaan (Intestinal Permeability or "Leaky Gut Syndrome"), penanganan alergi
makanan atau reaksi simpang makanan lainnya. Feingold Diet dapat dipakai
sebagai terapi alternatif yang dilaporkan cukup efektif. Suatu substansi asam
amino (protein), L-Tyrosine, telah diuji-cobakan dengan hasil yang cukup
memuaskan pada beberapa kasus, karena kemampuan L-Tyrosine mampu
mensitesa (memproduksi) norepinephrin (neurotransmitter) yang juga dapat
ditingkatkan produksinya dengan menggunakan golongan amphetamine.
Beberapa terapi biomedis dilakukan dengan pemberian suplemen nutrisi,
defisiensi mineral, essential Fatty Acids, gangguan metabolisme asam amino dan
toksisitas Logam berat. Terapi inovatif yang pernah diberikan terhadap penderita
ADHD adalah terapi EEG Biofeed back, terapi herbal, pengobatan homeopatik dan
pengobatan tradisional Cina seperti akupuntur.

Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik


dan menyeluruh. Penanganan ini harus melibatkan multi disiplin ilmu yang
dikoordinasikan antara dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh
terhadap penderita. Untuk mengatasi gejala gangguan perkembangan dan perilaku
pada penderita ADHD yang sudah ada dapat dilakukan dengan terapi okupasi. Ada
beberapa terapi okupasi untuk memperbaiki gangguan perkembangan dan perilaku
pada anak yang mulai dikenalkan oleh beberapa ahli perkembangan dan perilaku
anak di dunia, diantaranya adalah sensory Integration (AYRES), snoezelen,
neurodevelopment Treatment (BOBATH), modifukasi Perilaku, terapi bermain dan
terapi okupasi lainnya
Kebutuhan dasar anak dengan gangguan perkembangan adalah sensori. Pada
anak dengan gangguan perkembangan sensorinya mengalami gangguan dan tidak
terintegrasi sensorinya. Sehingga pada anak dengan gangguan perkembangan perlu
mendapatkan pengintegrasian sensori tersebut. Dengan terapi sensori integration.
Sensori integration adalah pengorganisasian informasi melalui beberapa
jenis sensori di anataranya adalah sentuhan, gerakan, kesadaran tubuh dan
grafitasi, penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan penciuman yang sangat
berguna untuk menghasilkan respon yang bermakna. Beberapa jenis terapi sensori
integration adalah memberikan stimulus vestibular, propioseptif dan taktil input.
Menurunkan tactile defensivenes dan meningkatkan tactile discrimanation.
Meningkatkan body awareness berhubungan dengan propioseptik dan kinestetik.
Selain sensory integration terapi sensori lain yang dikenbal dalam terapi gangguan
perkembangan dan perilaku adalah Snoezelen. Snoezelen adalah sebuah aktifitas
yang dirancang mempengaruhi system Susunan Saraf pusat melalui pemberian
stimuli yang cukup pada system sensori primer seperti penglihatan, pendengaran,
peraba, perasa lidah dan pembau. Disamping itu juga melibatkan sensori internal

seperti vestibular dan propioseptof untuk mencapai relaksasi atau aktivasi


seseorang untuk memperbaiki kualitas hidupnya
Neurodevelopment treatment (NDT) atau Bobath adalah terapi sensorimotor
dalam menangani gangguan sensoris motor. Terapi NDT dipakai bertujuan untuk
meningkatkan kualitas motorik penderita. Tehnik dalam terapi ini adalah untuk
memfokuskan pada fungsi motorik utama dan kegiatan secara langsung.
Terapi modifikasi perilaku harus melalui pendekatan perilaku secara
langsung, dengan lebih memfokuskan pada perunahan secara spesifik. Pendekatan
ini cukup berhasil dalam mengajarkan perilaku yang diinginkan, berupa interaksi
sosial, bahasa dan perawatan diri sendiri. Selain itu juga akan mengurangi perilaku
yang tidak diinginkan, seperti agrsif, emosi labil, self injury dan sebagainya.
Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan
pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah,
dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.
Terapi bermain sangat penting untuk mengembangkan ketrampilan,
kemampuan gerak, minat dan terbiasa dalam suasana kompetitif dan kooperatif
dalam melakukan kegiatan kelompok. Bermain juga dapat dipakai untuk sarana
persiapan untuk beraktifitas dan bekerja saat usia dewasa. Terapi bermain
digunakan sebagai sarana pengobatan atau terapitik dimana sarana tersebut
dipakai untuk mencapai aktifitas baru dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan
terapi.
Dengan bertambahnya umur pada seorang anak akan tumbuh rasa tanggung
jawab dan kita harus memberikan dorongan yang cukup untuk mereka agar mau
belajar mengontrol diri dan mengendalikan aktifitasnya serta kemampuan untuk
memperhatikan segala sesuatu yang harus dikuasai, dengan menyuruh mereka
untuk membuat daftar tugas dan perencanaan kegiatan yang akan dilakukan sangat
membantu dalam upaya mendisiplinkan diri, termasuk didalamnya kegiatan yang

cukup menguras tenaga (olah raga dll) agar dalam dirinya tidak tertimbun
kelebihan tenaga yang dapat mengacaukan seluruh kegiatan yang harus dilakukan.
Nasehat untuk orangtua, sebaiknya orang tua selalu mendampingi dan
mengarahkan kegiatan yang seharusnya dilakukan si-anak dengan melakukan
modifikasi bentuk kegiatan yang menarik minat, sehingga lambat laun dapat
mengubah perilaku anak yang menyimpang. Pola pengasuhan di rumah, anak
diajarkan dengan benar dan diberikan pengertian yang benar tentang segala sesuatu
yang harus ia kerjakan dan segala sesuatu yang tidak boleh dikerjakan serta
memberi kesempatan mereka untuk secara psikis menerima petunjuk-petunjuk
yang diberikan.
Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok
dari upaya perbaikan perilaku anak dengan memberikan umpan balik agar anak
bersedia melakukan sesuatu dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan
keyakinan bahwa dia mampu mengerjakan, pada akhirnya bila ia mampu
mengerjakannya dengan baik maka harus diberikan penghargaan yang tulus baik
berupa pujian atupun hadiah tertentu yang bersifat konstruktif. Bila hal ini tidak
berhasil dan anak menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak terkendali harus
segera dihentikan atau dialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai. Strategi
di tempat umum, terkadang anak justru akan terpicu perlaku distruktifnya di
tempat-tempat umum, dalam hal ini berbagai rangsangan yang diterima baik
berupa suasana ataupun suatu benda tertantu yang dapat membangkitkan perilaku
hiperaktif / destruktif haruslah dihindarkan dan dicegah, untuk itu orang tua dan
guru harus mengetahui hal-hal apa yang yang dapat memicu perilaku tersebut.
Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan
pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah,
dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.

PENUTUP
ADHD atau Attention Deficite Hyperactivity Disorder pada anak yang
merupakan gangguan perilaku yang semakin sering ditemukan. Seringkali karena
kurang pemahaman dari orangtua dan guru serta orang-orang disekitarnya anak
diperlakukan tidak tepat sehingga cenderung memparah keadaan. Terdapat
beberapa pegangan dalam mendiagnosa ADHD, gejala hiperaktifitas harus dapat
dilihat pada setidaknya di dua temapat yang berbeda dengan kondisi (setting) yang
berbeda pula.
Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik
dan menyeluruh. Penanganan ini harus melibatkan multi disiplin ilmu yang
dikoordinasikan antara dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh
terhadap penderita.

Anda mungkin juga menyukai