Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Cryptosporidiosis merupakan suatu infeksi usus halus yang disebabkan
oleh Cryptosporidium sp..Cryptosporidium sp. merupakan salah satu protozoa yang
termasuk dalam waterborne disease (penyakit yang ditularkan melalui perantara
air). Cryptosporidium sp. dikenal sebagai penyakit parasit obligat seluler dan bersifat
sangat patogen serta dapat menyerang sel epitel saluran pencernaan, saluran empedu dan
saluran pernapasan hewan dan manusia.
Cryptosporidium sp. dapat menyerang lebih dari 45 spesies vertebrata termasuk
unggas dan burung, ikan, reptil, mamalia kecil (tikus, kucing, anjing) dan mamalia besar
(terutama sapi dan biri-biri), Cryptosporidium menyebabkan diare pada mamalia dan
bersifat zoonosis terhadap manusia.
Bagi peternak dapat menyebabkan kerugian berupa peningkatan biaya pengobatan
dan perawatan untuk ternak yang terkena Cryptosporidiosis. Tindakan yang dapat
dilakukan untuk melakukan pencegahan agar tidak terkena Cryptosporidiosis adalah
dengan lebih memperhatikan sanitasi peralatan dan kandang serta manajemen ternak.
Penyebaran penyakit Cryptosporidiosis sangat luas dengan vertebrata sebagai
inangnya. Parasit keluar bersama fesesdan dapat mencemari lingkungan dalam bentuk
ookista.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.

Apakah etiologi dari penyakit Cryptosporidiosis?

2.

Bagaimanakah morfologi dari Cryptosporidium sp.?

3.

Bagaimanakah epidemiologi dari Cryptosporidium sp.?

4.

Bagaimanakah siklus hidup Cryptosporidium sp.?

5.

Bagaimanakah cara penularan dari Cryptosporidium sp.?


6. Bagaimanakah gejala dan tanda klinis jika hewan terjangkit penyakit
Cryptosporidiosis?

7.

Bagaimanakah cara mendiagnosa penyakit Cryptosporidiosis?


8. Apakah tindakan ( pencegahan dan pengobatan ) agar hewan terbebas dari
penyakit Cryptosporidiosis?

BAB II
2

TUJUAN DAN MANFAAT TULISAN


2.1 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Untuk dapat memenuhi mata tugas mata kuliah Parasitologi Veteriner II
2. Agar dapat mengetahui etiologi dari penyakit Cryptosporidiosis
3.

Agar dapat mengetahui morfologi dari Cryptosporidium sp.

4.

Agar dapat mengetahui epidemiologi dari Cryptosporidium sp.

5.

Agar dapat mengetahui siklus hidup dari Cryptosporidium sp.


6. Agar dapat mengetahui cara penularan dari Cryptosporidium sp.
7. Agar dapat mengetahui gejala dan tanda klinis yang ditimbulkan jika
hewan terjangkit penyakit Cryptosporidiosis
8. Agar dapat mengetahui cara mendiagnosa penyakit Cryptosporidiosis
9. Agar dapat mengetahui tindakan ( pencegahan dan pengobatan ) yang
dapat dilakukan agar hewan terbebas dari penyakit Cryptosporidiosis

2.2 Manfaat Penulisan


Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan karya ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi penulis, dapat lebih memahami penyakit Cryptosporidiosis pada hewan.
2. Bagi masyarakat umum, sebagai bahan informasi dan sumber bacaan mengenai
parasit Cryptosporidium sp. yang menyebabkan penyakit Cryptosporidiosis.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3

3.1 ETIOLOGI
Cryptosporidium adalah protozoa patogen dari divisi Apicomplexa dan
menyebabkan

penyakit

diare

yang

disebut

cryptosporidiosis.

Genus

dari Cryptosporidium sp.dicirikan dalam bentuk ookista. Ookista matang mengandung 4


sporokista. Ookista Cryptosporidium sp.berbentuk bundar dan berdinding tebal dengan
diameter 1,5 5 m. Sporulasi ookista menghasilkan 4 sporozoit yang memanjang.
Taksonomi dari Cryptosporidium sp.yaitu sebagai berikut:
Filum

: Ampicomplexa

Kelas

: Sporozoasida

Subkelas

: Coccidiasina

Ordo

: Eucoccidiorida

Subordo

: Eimeriorina

Famili

: Cryptosporidiidae

Genus

: Cryptosporidium

Gambar 1. Ookista dari Cryptosporidium sp.menggunakan pewarnaan safranin (kiri) dan


dengan immunofluorescent antibodies (kanan)
Spesies

dari Cryptosporidium

sp.yang

patogen

pada

manusia

adalah Cryptosporidium parvum. Protozoa ini merupakan subkelas Coccidia yang


menyebabkan penyakit pada manusia. Meskipun parasit ini bersifat intraseluler tetapi
banyak juga ditemukan di bawah membran terluar yang melapisi permukaan sel pada

lambung dan usus halus. Cryptosporidium sp.terdiri atas berbagai spesies diantaranya
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Daftar Spesies dari genus Cryptosporidium sp..


Penyebaran dari ookista Cryptosporidium parvum dipengaruhi oleh sifat biologi
yang dimiliknyai. Ookista Cryptosporidium sp.cukup tahan pada kondisi lembab.
Ookista Cryptosporidium sp.tahan di lingkungan akibat morfologi dindingnya cukup
tebal yang menyebabkan tetap tahan di alam sehingga dikenal dengan hidden spore atau
underground spore. Selain itu, ookista Cryptosporidium sp.juga sangat tahan terhadap
disinfektan termasuk pengapuran dan klorinasi air, tetapi dapat mati pada temperatur 65

C selama 20 30 menit dan melalui proses pengeringan serta dengan menggunakan


sodium hipoklorit 5% atau amonia 5% -10%.
3.2 MORFOLOGI
Cryptosporidium sp. terdiri dari banyak spesies tapi yang paling pathogen yaitu
Cryptosporidium

parvum yang

menyebabkan

diare

kronis

dan

muntah

menyebabkan diare (kebanyakan kronis). Dalam siklus hidupnya Cryptosporidium


sp. mengalami beberapa kali perubahan bentuk (Stadium).
Berikut ini ciri morfologi :
1. Sporozoit mempunyai bentuk seperti pisang dimana bagian anteriornya
meruncing dan bagian posteriornya membulat.
2. Gametosit dan skizon ukuran 2-4 mikro meter diproduksi dalam siklus
hidupCryptosporidium parvum ,tapi jarang ditemukan pada feses.
3. Ookista Biasanya berbentuk bulat, berdiameter 4 - 6 um mengandung 4 sporozit
yang tidak terlalu terlihat,refraktil, terdiri 1-8 granula yang menonjol dan dilapisi
dua dinding tebal. Ookista resisten dan sangat resisten terhadap proses klorinasi
tapi dapat mati dengan teknik pemasakan konvensional.

Gambar 2. Ookista dari Cryptosporidium sp.


3.3 EPIDEMIOLOGI

Cryptosporidiosis merupakan penyakit endemic yang hampir terjadi di seluruh


dunia terutama pada negara-negara berkembang yang lingkungan sanitasinya kurang
baik. Ookista dari Cryptosporidium sp. mudah ditemukan di lingkungan yang lembab
terutama disekitaran air permukaan. Faktor lingkungan sangat berperan penting dalam
terjadinya infeksi pada berbagai tingkat umur hewan. Keadaan lingkungan daerah dataran
rendah dan dataran tinggi menyebabkan perkembangan Cryptosporidium sp. yang
berbeda. Hal ini dilihat dari contoh tingkat prevalensi pada sapi bali, dimana prevalensi
dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan dataran rendah (tabel 2).

Tabel 2. Asosiasi Cryptosporidiosis pada daerah dataran rendah dan dataran tinggi
Bisa dikatakan bahwa resiko dataran tinggi terhadap Cryptosporidiosis
kejadiannya 1,67 kali dibandingkan dengan daerah dataran rendah. Kejadian
Cryptosporidiosis ini sangat erat hubungannya dengan kondisi daerah. Cryptosporidiosis
lebih tinggi pada periode musim dingin daripada musim panas (CHAI et al., 1996 dalam
RAN YU et al., 2004).
Kecamatan Selat dan Sidemen merupakan daerah dataran tinggi memiliki
kelembaban berkisar 6585%, suhu lingkungan 2432C. Curah hujan cukup tinggi
merupakan kondisi sesuai untuk berkembang dan menyebarnya C. parvum.
Kecamatan Karangasem dan Manggis merupakan dataran rendah dengan
kelembaban 5565%, suhu lingkungan 2833C. Dataran rendah ini merupakan kondisi
yang kurang mendukung perkembangan protozoa karena daerahnya kering dan musim
panas yang lebih lama dibandingkan dengan daerah dataran tinggi. Ookista C. parvum
penyebarannya dipengaruhi pula oleh sifat biologi yang dimiliki. Ookista cukup tahan

pada kondisi lembab morfologi dindingnya cukup tebal, yang menyebabkan tetap tahan
di alam sehingga dikenal dengan hidden spore atau underground spore (UPTON, 2004).
3.4 SIKLUS HIDUP
Tahap infeksi dari protozoa ini adalah ookista dengan ukuran 5-7m, yang tahan
terhadap kondisi lingkungan. Infeksi terjadi karena ookista masuk dan teringesti ke induk
semang yang cocok. Ookista melakukan eksitasi dan mengeluarkan sporozoit infektif
yang akan menjadi parasit pada sel epitel terutama dalam saluran pencernaan inang.

Gambar 3. siklus hidup Cryptosporidium sp.


Ookista yang telah mengalami sporulasi, terdiri dari 4 sporozoit, dikeluarkan
melalui feses organisme yang terinfeksi dan mungkin mengalami rute yang lain seperti
melalui sekresi saluran pernafasan (1). Transmisi dari Cryptosporidium sp. umumnya
terjadi melalui kontak dengan air yang telah terkontaminasi.
Setelah tertelan (dan mungkin terhirup) oleh hospes (3) eksistasi terjadi (a).
Empat sporozoit dikeluarkan dari tiap ookista,menembus epithelial (b,c) usus dan
jaringan lain seperti saluran pernafasan. Sporozoid akan berkembang menjadi tropozoit.
Kemudian mengalami multiplikasi aseksual (skizogoni atau merogoni) (d,e) yang
menghasilkan meront tipe I.
Merozoit yang dihasilkan meront tipe I dapat mereinfaksi sel dan mengulang
kembali siklus asekseual atau menginfeksi sel dan berkembang menjadi meront tipe II (f).
Tiap meron tipe II akan membesaskan 4 merozoit. Diyakini hanya merozoit tipe II inilah
yang mengalami multiplikasi seksual (gametogoni) menghasilkan mikrogametosit(g) dan
makrogametosit(h). Mikrogamet keluar dari mikrogametosit akan membuahi makrogamet
yang keluar dari makrogametosit dan menghasilkan zigot (i). Sekitar 80% zigot akan
berkembang menjadi ookista berdinding tebal (j) dan 20% zigot berkembang menjadi
ookista berdinding tipis (k).
Ookista akan bersporulasi (berkembang menjadi sporozoit yang infektif).
Keluarnya sporozoit dari ookista yang berdinding tipis akan menyebabkan autoinfeksi.
Sementara ookista berdinding tebal akan keluar melalui feses dan apabila tertelan akan
segera menginfeksi.
3.5 CARA PENULARAN

Cara penularan Cryptosporidium umumnya terjadi melalui air, tanah, makanan,


dan infeksi dari hewan terutama melalui fesesnya yang sudah terkontaminasi oleh ookista
9

dari

Cryptosporidium

sp..

Faktor

penyebab

paling

tinggi

terhadap

penyakit

Cryptosporidiosis adalah ternak yang diberikan air minum yang airnya tersebut diambil
dari sungai. Dimana biasanya peternak akan mengandangkan ternaknya tersebut di dekat
sungai untuk mempermudah mendapatkan air untuk membersihkan kandangnya sehingga
pada saat peternak tersebut membersihkan kandang dengan feses ternak yang terinfeksi
Cryptosporidium sp. maka bekas-bekas pembersihan tersebut mengikuti aliran sungai
dan ketika ada hewan yang meminum air di sungai itu, hewan tersebut akan terinfeksi.
Penyakit ini bersifat zoonosis disebabkan karena Cryptosporidium sp. memiliki
bermacam-macam reservoar seperti unggas, ikan, reptile, mamalia kecil ( tikus,kucing,
anjing) dan mamalia besar terutama sapi, domba, kambing ,babi dan kuda.

Gambar 4. Cara penularan Cryptosporidium sp.

3.6 GEJALA / TANDA KLINIS

10

Hewan yang terinfeksi oleh Cryptosporidium sp. diantaranya adalah sapi,


kambing, ayam, tikus, babi, anjing dan kucing, sedangkan hewan yang sangat rentan
terhadap infeksi Cryptosporidium sp. yaitu sapi, domba, babi dan kuda.
Gejala klinis dari penderita Cryptosporidiosis dapat bervariasi sesuai dengan
status kekebalan hospesnya. Pada hewan muda kemungkinan peran sistem kekebalan
yang masih belum sempurna, jika dibandingkan dengan hewan dewasa. Sehingga
infeksi Cryptosporidium sp.pada hewan muda lebih tinggi dibandingkan dengan hewan
dewasa.
Anak sapi (pedet) yang menderita Cryptosporidiosis biasanya akan mengalami
diare ringan sampai sedang yang berlangsung selama beberapa hari tanpa pengobatan.
Diare akibat Cryptosporidiosis cenderung lebih lama beberapa hari dibandingkan dengan
diare yang disebabkan oleh rotavirus, coronavirus, atau enterotoksigenik Escherichia
coli.
Tinja/feses pada hewan yang menderita Cryptosporidiosis berwarna kuning atau
lebih pucat dengan konsistensi berair dan berlendir. Diare yang terjadi terus-menerus
dapat menyebabkan penurunan berat badan dan kekurusan.
Pada kebanyakan kasus pada hewan, diare akan berkurang setelah beberapa hari.
Gejala klinis lain yang terlihat yaitu kelesuan, anoreksia dan dehidrasi. Dehidrasi berat,
kelemahan dan koleps juga dapat terjadi pada kasus diare akut. Biasanya hal ini terjadi
pada pedet (neonatal).

11

Gambar 5. Diare pada pedet akibat infeksi Cryptosporidium sp..

Salah satu faktor penyebab Cryptosporidiosis pada pedet adalah kontak langsung
dengan lantai yang sebelumnya sudah tercemar Cryptosporidium parvum yang berasal
dari ternak dan lingkungan tercemar. Kualitas kolostrum yang bermutu jelek juga
merupakan predisposisi terjadinya Cryptosporidiosis pada pedet. Penggunaan pupuk
kandang untuk tanaman baik di ladang dan sawah merupakan faktor yang dapat
menyebarkan kejadian Cryptosporidiosis pada pedet.
Cryptosporidiosis yang terjadi pada hewan dewasa dapat disebabkan karena
adanya autoinfeksi serta dapat sebagai reservoar parasit anthropozoonosis yang
berbahaya bagi manusia dan merupakan agen penyakit zoonotik yang memungkinkan
terjadinya infeksi lebih lanjut. Pada hewan dewasa infeksi terlihat tidak begitu menonjol
dibandingkan dengan hewan muda. Hal ini disebabkan adanya peran sistem kekebalan
yang telah dimiliki oleh hewan dewasa.
12

3.7 DIAGNOSA
Ada banyak tes diagnostik untuk Cryptosporidium, diantaranya secara
mikroskopis, staining (pemberian noda), dan deteksi dari antibodi.
a)

Mikroskopis dapat membantu mengidentifikasi oocysts atau ookista pada feses


yang terinfeksi. Untuk meningkatkan peluang mencari oocysts, ahli diagnosa harus
memeriksa minimal 3 sampel feses.

b)

Teknik Staining yaitu dengan memberikan asam-fast staining, yang akan


memberikan noda merah pada oocysts. Sebagian dari usus kecil dapat dicemarkan
dengan hematoxylin dan eosin (H & E), yang akan menampilkan oocysts yang
melekat pada sel epithelial.

c)

Deteksi antigen merupakan cara lain untuk mendiagnosa penyakit. Ini dapat
dilakukan dengan Direct Fluorescent Antibody (DFA).

d)

Pewarnaan dengan safranin.

e)

Polymerase chain reaction (PCR) bisa juga digunakan untuk mendiagnosa


cryptosporidiosis, bahkan dapat mengidentifikasi jenis Cryptosporidium yang lebih
spesifik.

3.8 TINDAKAN
Pengobatan
Pengobatan awal yang dapat dilakukan adalah dengan penggantian cairan yang
hilang

yaitu

dengan

pemberian

elektrolit

hangat.

Anak

sapi

yang

terinfeksi Cryptosporidium sp.terutama jika menunjukkan gejala diare yang parah harus
diberikan cairan tersebut secara oral maupun parenteral, bila perlu sampai pemulihan
terjadi. Anak sapi masih diberikan susu dalam jumlah kecil beberapa kali sehari untuk
mengoptimalkan pencernaan dan untuk meminimalkan penurunan berat badan.
Halofuginone dilaporkan dapat mengurangi produksi ookista pada domba yang
diinfeksi secara eksperimental dan pada anak sapi yang terinfeksi secara alami maupun
yang diinfeksi secara eksperimental. Pemberian paromomycin sulfat dengan dosis 100

13

mg/kg/hari PO selama 11 hari telah terbukti berhasil dalam mencegah penyakit secara
alami dalam uji coba di lapangan pada anak kambing.
Pencegahan
Hal yang sekiranya dapat dilakukan untuk mencegah penyakit Cryptosporidiosis nadalah
sebagai berikut :

1. Mencegah

penggunaan

air

yang

terkotaminasi

dengan

ookista

Cryptosporidium sp..
2. Mencegah kosumsi pakan hewan yang terkotaminasi dengan ookista
Cryptosporidium sp..
3. Isolasikan hewan penderita Cryptosporidiosis sampai hewan tersebut
sembuh
4. Menghindari

terpapar

dengan

feses

hewan

atau

manusia

yang

terkotaminasi dengan ookista Cryptosporidium sp..


5. Sanitasi kandang yang baik
6. Kandang cukup sinar matahari karena dapat mengurangi atau membunuh
Cryptosporidium sp..

14

BAB IV
PEMBAHASAN
Salah satu penyebab kasus Cryptosporidiosis pada pedet adalah adanya kontak
langsung dengan lantai yang sebelumnya sudah tercemar Cryptosporidium sp.yang
berasal dari ternak dan lingkungan tercemar. Kebanyakan hal ini terjadi karena hewan
yang biasa mengkosumsi air sungai.

Sebagian besar peternak menggunakan air

sungai, air telaga atau air kolam (air permukaan tanah) untuk pemberian minum
ternaknya. Selain itu juga ternak yang mudah terinfeksi adalah hewan yang ditempatkan
pada kandang dengan alas tanah, karena alas tanah menyebabkan kondisi kandang
menjadi lembab (Muhid et al. (2011). Ternak yang menggunakan alas kandang tanah
memiliki resiko terinfeksi Cryptosporidium sp.lebih tinggi daripada ternak yang
menggunakan alas kandang semen.
Sistem pemeliharaan ternak sapi terdiri dari 3 cara, yaitu dikandangkan terusmenerus (intensif), dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari (semiintensif), dan dilepas atau digembalakan secara terus-menerus (ekstensif). Sistem
pemeliharaan ternak yang dikandangkan secara terus-menerus lebih lebih mudah
terinfeksi dibandingkan dengan ternak yang dilepas pada siang hari dan dikandangkan
pada malam hari dan dilepas atau digembalakan terus menerus . Prevalensi infeksi
Cryptosporidium sp.lebih tinggi pada ternak yang dikandangkan secara terus-menerus,
karena pada umumnya ternak defekasi dan mengkonsumsi pakan dan air pada tempat
yang sama (Muhid et al. 2011).
Frekuensi membersihkan kandang termasuk faktor yang dapat memengaruhi
prevalensi infeksi Cryptosporidiosis pada ternak sapi. Kandang yang dibersihkan secara
terus-menerus dapat mengurangi tumpukan feses sapi yang berpotensi sebagai media
penyebab infeksi Cryptosporidiosis.. Kandang yang jarang dibersihkan menyebabkan
adanya tumpukan kotoran yang dapat mengakibatkan kondisi kandang menjadi lembab.
15

Kondisi lingkungan yang basah dan cukup lembab dapat menyebabkan ookista
Cryptosporidium

sp.bertahan

hidup

selama

berbulan-bulan,

namun

ookista

Cryptosporidium sp.tidak dapat bertahan lama pada kondisi kering. Salah satu faktor
penyebab infeksi Cryptosporidium sp.adalah sumber air yang digunakan oleh peternak
sapi (Office International des Epizooties (2004).
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN
Cryptosporidiosis merupakan suatu infeksi usus halus yang disebabkan
oleh Cryptosporidium sp.. Penyakit ini bersifat zoonosis yang dapat ditularkan dari
hewan ke manusia dan juga sebaliknya melalui perantara air atau makanan yang
terinfeksi oleh ookista Cryptosporidium sp.yang mengakibatkan diare yang sangat serius
bagi penderitanya. Gejala klinis lain yang dapat terlihat yaitu kelesuan, anoreksia dan
dehidrasi. Dehidrasi berat, kelemahan dan koleps juga dapat terjadi pada kasus diare akut.
Biasanya hal ini terjadi pada hewan yang berumur muda. Diagnosa banding dari penyakit
ini adalah Eschericia coli, Salmonella, dan Giardiasis/Lamblia. Umur hewan paling
rentan terinfeksi adalah pada umur 1 30 hari.
5.2 SARAN
Dari hasil pembahasan tersebut dapat disarankan kepada para peternak untuk
melaksanakan penangan sanitasi lingkungan kandang secara lebih intensif, terutama di
daerah dataran tinggi. Pencemaran air oleh sejumlah ookista Cryptosporidium
sp.diperlukan langkah-langkah penanggulangan seperti perlunya pembuatan saptik tang
untuk menampung kotoran ternak, dan diupayakan pengeringan kotoran sebelum dipakai
pupuk. MengingatCryptosporidiosisadalah penyakit zoonotic maka para peternak perlu
diberikan penyuluhan untuk mengetahui dan mencegah Cryptosporidiosis ini.

16

DAFTAR PUSTAKA

Artama K, Cahyaningsih U, Sudarnika E. 2005. Prevalensi Infeksi Cryptosporidium sp.pada


Sapi Bali di Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Kabupaten Karangasem Bali
[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Enemark HL. Hansen VB. Lindp. Heegarard PMH, Vigree H, Ahrens P, Thamsborg SM. 2003.
Pathogenicity of Cryptosporidium parvum evaluation of an animal infection model. Vet
Parasitology 113: 35-57.
Jenkins MB, Bowman DD, Foyarty EA, Ghiose WC. 2002. Cryptosporidium parvum oocysts
inactivation in three soil types at various temperatures and water potentiolist. Soil
Biology & Biochemistry (34): 1101-1109.
Magdy EM dkk.2014.Prevalence and Genotyping of Cryptosporidium spp. in Farm Animals in
Egypt. Department of Zoology, Faculty of Science, Kafrelsheikh University, Kafr El
Sheikh, 33516
Manshur Ahmad, Irwan dan Cahyaningsih, Umi.2014.Kajian prevalensi kriptosoridiosis dan
Sistem Manajemen Peternakan Sapi Potong di Peternakan Rakyat Kabupaten Cianjur.
Fakultas Kedokteran Hewan.Institut Pertanian Bogor.
Rifky Yudyantoro, Bambang.2014.Prevalensi kasus Kriptosporidiosis pada Sapi potong di
Kecamatan

Cipatujuh

dan

Cikalong,

Tasikmalaya,

Jawa.Fakultas

Kedokteran

Hewan.Institut Pertanian Bogor.


Sreter T, I Varga. 2000. Kriptosporidiosis in birds A Review. Veterinary Parasitology 87: 261279.
Susilo,Joko.2013. Diare Ganas Pada Pedet Sangat Mematikan. Medik Veteriner Balai
Veteriner Lampung

17

18

Anda mungkin juga menyukai