Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
5 HISTOPATOLOGI
*Emphysema
Ruang udara melebar, dinding menipis, dan kapiler septum terjepit dan
kosong.
Pecahnya dinding dapat membentuk gambaran sarang tawon.
*Bronkhitis Kronik
Lapisan mukosa terlihat hiperemi dan membengkak oleh cairan edema
(makroskopis).
Secara histologis, gambaran diagnostik pada bronchitis kronis di trakea dan
bronkus besar adalah membesaranya kelenjar penghasil mucus.
Sering ditemukan penambahan jumlah sel goblet, dan hilangnya silia epitel.
Wheezing adalah suatu bunyi bernada tinggi abnormal yang terdengar saat
ekspirasi, mempunyai kualitas musikal dan kontinyu yang disebabkan oleh
obstruksi parsial pada saluran napas.
2. Ronki
Bunyi singkat, tidak kontinyu, tidak musikal, terbanyak terdengar saat
inspirasi disebabkan oleh adanya mukus di bagian dalam bronkus dan terdapat
kolaps saluran napas distal dan alveolus.
Ronki mencerminkan letusan mendadak jalan napas kecil yang sebelumnya
tertutup.
Dibagi menjadi 2 : ronki basah dengan suara terputus- putus & ronki kering dengan
suara tidak terputus.
Ronki basah :
Ronki basah kasar seperti suara gelembung udara besar yang pecah,
terdengar pada saluran napas besar bila terisi banyak secret.
Ronki basah sedang seperti suara gelembung kecil yang pecah,
terdengar bila adanya secret pada saluaran napas kecil dan sedang,
biasanya pada bronkiektasis dan bronkopneumonia.
Ronki basah halus tidak mempunyai sifat gelembung lagi, terdengar
seperti gesekan rambut, biasanya pada pneumonia dini.
Ronki kering :
kering
bernada
tinggi
disebut
sibilan,
terdengar
bunyi desiran yang terdengar memanjang yang timbul akibat vibrasi aliran
darah turbulen yang abnormal.
Sumbatan terhadap aliran darah, atau adanya aliran dari diameter kecil ke
diameter yang lebih besar akan menimbulkan turbulensi. Turbulensi
menyebabkan arus berlawanan (eddies) yang memukul dinding dan
menimbulkan getaran yang didengar sebagai bising.
Evaluasi
desir
jantung
dilihat
dari:
Hb-reduksi > 5 g%
GEJALA
Usia 58 tahun
Sulit bernafas saat
EMPHYSEMA
+
+
BRONCHITIS
ASTHMA
CHRONIC
+
+
BRONCHIAL
+
+
berbaring
Sesak nafas pada waktu
istirahat
Batuk berdahak
Sputum kuning kecoklatan
Merokok 2 pak/hari
Cyanosis pada bibir
Diameter dinding AP
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
meningkat
Wheezing
Ronchi bilateral
Bunyi mur-mur
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
-
EMPHYSEMA
DEFINISI
BRONCHITIS
ASTHMA
Suatu perubahan
CHRONIC
Suatu gangguan
BRONCHIAL
Suatu penyakit
anatomi parenkim
paru yang
oleh pembentukan
hipersensitivitas
ditandai oleh
mucus yang
cabang
pembesaran
berlebihan dalam
tracheobronchial
alveolus dan
bronchus dan
terhadap bebagai
duktus alveolaris
bermanifestasi
jenis rangsangan
yang tidak
normal, serta
dan pembentukan
bermanifestasi
destruksi dinding
sputum selama
sebagai
alveolar.
sedikitnya 3 bulan
penyempitan jalan
dalam setahun.
nafas secara
periodic dan
EPIDEMIOLOGY
AS : < 2
juta orang
Laki-
Laki-laki
reversible.
: Sumber WHO 2005
Wanita = 2 : :
1.
300 jt orang
laki
16,2
Perempua
orang
n = 65% :
Amerika
15 %
menderita
terinfeksi
juta
asma.
250
rb
meninggal
Bronchitis
chronic
ETIOLOGY
Rokok
Polusi
Infeksi
Faktor
dan
Emphysema.
Rokok
Cuaca
Polusi udara
Terbagi 2 :
Allergic :
Debu, bulu
binatang,
genetic.
serbuk
bunga,
obat2an,
spora jamur.
NonAllergic
: udara
dingin atau
adanya
infeksi
saluran
pernapasan
PATOGENESIS
Emphysema
Infeksi oleh
dan emosi.
Allergen system
terbagi 2 :
Streptococcus
imun Mediator2
Emphyse
pneumonia,
radang : (Faktor
ma
Haemophilus
Chemotatik
Sentrilobu
influenza, Moraxella
Bronkokonstriksi),
lar :
catarrhalis dan
(PAF&Histamin
menyeran
Pseudomonas,
Meningkatkan
g bagian
Staphylococcus albus
Meningkatkan
Streptococcus non
permeabilits vasc
respiratori
hemoliticus,
ular)
us dan
Klebsiella
duktus
Hipersekresi
alveolaris.
mucus secret
tidak
alveolus udara
merata.
Emphyse
inspirasi mudah
masuk (aktif)
ma
panlobular
: alveolus
dan
di alveolus (air
bronchiole
trapping) Distensi
s
terminalis
alveolus
mengalam
Konglomersi alveolus
karena beberapa
kerusakan
alveolus saling
secara
bersinggungan.
merata.
Adanya pengisian
udara secara
berlebihan yang
menyebabkan
obstruksi pada
bronchus atau
bronchioles
pengeluaran
udara lebih sukar
daripada
pemasukannya
berkurangnya
elastisitas paru2
penimbunan
udara pada daerah
GEJALA KLINIS
distal alveolus.
Pink
puffer
Dyspnea
Malaise
Bula
Batuk
Blue bloater
Batuk
produktif
Wheezing
Tidak demam,
namun pada
produktif
sekunder
malam hari
Pilek
Batuk
febril.
Ronchi basah
halus
10
basah
Sesak nafas,
sering pada
subfebril-
Dyspnea,
Demam
Wheezing
Ronchi
saat infeksi
terjadi
produktif
1. ASMA BRONKIALE
* Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi.
2. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
11
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
* Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
Tanda-tanda hipoksemia
* Scanning paru
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan Spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi
juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak
penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan
obstruksi.
2. EMFISEMA
* Pemeriksaan Faal Paru
Spinometri (VEP, KVP).
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP 1 < 80 % KV menurun, KRF dan VR
meningkat.
- VEP, merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya dan
perjalanan penyakit.
12
Uji bronkodilator
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan 15-20 menit kemudian
dilihat perubahan nilai VEP 1.
* Pemeriksaan Darah
Meliputi Hb,Ht dan Leukosit.
* Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan EKG
13
remisi (asthma)
bronchodilator.
3. TLC : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada
emfisema.
4. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema
5. FEV1/FVC : ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital
(asthma).
emfisema primer.
14
11. ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia
(bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema),
axis QRS vertikal (emfisema)
12. Exercise ECG, Stress Test : menolong mengkaji tingkat disfungsi
pernafasan,mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi
program.
2.13. PENATALAKSANAAN
A. PENATALAKSANAAN EMFISEMA
Penatalaksanaan emfisema secara umum meliputi :
1.Penatalaksanaan umum.
2.Pemberian obat-obatan.
3.Terapi oksigen.
4.Latihan fisik.
5.Rehabilitasi.
6.Fisioterapi.
1. Penatalaksanaan umum
Yang termasuk di sini adalah :
a.Pendidikan terhadap keluarga dan penderita
Mereka harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta
faktor yang bisa memperburuk penyakit. Ini perlu peranan aktif penderita untuk usaha
pencegahan.
b.Menghindari rokok dan zat inhalasi
Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit.
Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi
15
2. Pemberian obat-obatan.
a.Bronkodilator
1. Derivat Xantin
Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru. Obat ini
menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja sebagai
bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex : teofilin, aminofilin.
2. 2.Gol Agonis
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenil
siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan
bronkodilatasi.Pemberian dalam bentuk aerosol lebih efektif. Obat yang tergolong
beta-2 agonis adalah : terbutalin, metaproterenol dan albuterol.
3.Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim
guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga bronkospasme menjadi
terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan dalam bentuk inhalasi.
4.Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada emfisema masih
diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin memberi perbaikan. Pengobatan
dihentikan bila tidak ada respon. Obat yang termasuk di dalamnya adalah :
dexametason, prednison dan prednisolon.
16
17
18
19
terapi respirasi dan rehabilitasi. Bronkodilator merupakan obat utama pada bronkitis
kronik; obat ini tidak saja diberikan pada keadaan eksaserbasi akut tetapi juga untuk
memperbaiki obstruksi yang terjadi. Adanya respons sesudah pemberian
bronkodilator merupakan petunjuk penggunaan bronkodilator. Pemberian
bronkodilator hendaklah selalu dicoba pada penderita bronkitis kronik. Obat yang
diberikan adalah golongan antikolinergik agonis beta-2 dan golongan xanthin.
20
Bila terjadi perubahan warna sputum dengan peningkatan jumlah dahak dan
pertambahan sesak napas, diberikan antibiotika. Pada keadaan demikian antibiotika
diberikan walaupun tidak ada demam, leukositosis dan infiltrat yang baru pada foto
toraks. Diberikan antibiotika golongan ampisilin, eritromisin atau kotrimoksasol
selama 710 hari. Bila pemberian antibiotika tidak memberi perbaikan perlu dilakukan
pemeriksaan mikroorganisme. Bila infeksi terjadi selama perawatan di rumah sakit
diberikan antibiotika untuk gram negatif. Pada keadaan dekompensasi kordis
diberikan digitalis; pemberian dilakukan secara hati-hati, oleh karena intoksikasi
dapat terjadi pada keadaan hipoksemi. Diuretik diberikan apabila ter-dapat edema
paru.
Pemberian kortikosteroid secara oral manfaatnya masih diperdebatkan. Pada
penderita dengan hipereaktivitas bronkus pemberian steroid secara inhalasi
menunjukkan perbaikan gejala dan fungsi paru. Pemberian steroid inhalasi jangka
lama memperlambat progresivitas penyakit. Pada serangan akut pemberian steroid
jangka pendek mempunyai manfaat. Diberikan prednison 60 mg selama 47 hari,
kemudian diturunkan secara bertahap selama 710 hari. Pemberian dosis tinggi kurang
dari 7 hari dapat dihentikan tanpa menurunkan dosis secara, ber-tahap.
Pemberian oksigen pada penderita PPOK yang mengalami hipoksemi kronik
dapat menghilangkan beberapa gejala akibat hipoksemi. Pada eksaserbasi akut
dengan hipoksemi sebagai gambaran yang karakteristik, pemberian oksigen
merupakan keharusan. Pada keadaan hipoksemi (PaQ2< 55 mmHg) pemberian
oksigen konsentrasi rendah 13 liter/menit secara terus menerus memberikan
perbaikan psikis, koordinasi otot, toleransi beban kerja dan pola tidur. Terdapatnya
gangguan tidur, gelisah dan sakit kepala me-rupakan petunjuk dibutuhkannya oksigen
pada waktu malam. Pada penderita hipoksemi dan retensi CO2, pemberian oksigen
konsentrasi tinggi dapat berbahaya, karena pada penderita ini rangsangan terhadap
pusat pernapasan yang terjadi tidak lagi disebabkan oleh peninggian CO2 di dalam
darah tetapi karena adanya hipoksemi. Pemberian oksigen tinggi dapat
menghilangkan hipoksemi ini, sehingga rangsangan terhadap pusat napas menurun
dan akibatnya terjadi hipoventilasi dan diikuti oleh asidosis respiratorik.
21
22
Oksidan yaitu zat yang terdapat pada asap rokok dan udara yang terpolusi
mempunyai andil untuk terjadinya bronkitis kronik. Anti oksidan melindungi dan
mempertahankan paru dari radikal-radikal anion superoksid, hidrogen peroksid,
radikal hidroksil dan anion hipohalida yang diproduksi oleh sel radang. Anti oksidan
dapat mengubah oksidan menjadi molekul yang tidak berbahaya terhadap jaringan
paru dan menekan efek radikal bebas dari asap rokok.
N-asetilsistein merupakan suatu antioksidan, yaitu sumber glutation.
Pemberian N-asetilsistein pada perokok dapat mencegah kerusakan parenkim paru
oleh efek oksidan yang terdapat dalam asap rokok. Di samping sebagai anti oksidan,
obat ini bersifat mukolitik yaitu mengencerkan sekret bronkus sehingga mudah
dikeluarkan.
Pemberian N-asetilsistein selama enam bulan pada penderita bronkitis kronik
memberikan perbaikan dalam hal jumlah sputum, purulensi sputum, banyaknya
eksaserbasi dan lamanya hari sakit secara bermakna
C. PENATALAKSANAAN ASMA BRONKIAL
* Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama
dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
23
24
2.14. KOMPLIKASI
1. Asma :
- Aritmia : Variasi diluar normal jantung.
- Aspiksia : Penghentian denyut jantung yang disebabkan kurangnya oksigen
dalam udara pernapasan, menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.
- Spasme
- Kor pulmonal : penyenpitan rongga jantung kanan akibat hipertensi
pulmonal, disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah paru atau parenkim
paru.
2. Emfisema dan PPOK :
-
Kematian, karena :
1. Kegagalan napas disertai asidosis respiratorik, hipoksia dan koma.
2. Gagal jantung sisi kanan (kor pulmonal).
3. Bronkitis kronik dan dipersulit oleh hipertensi pulmonal dan gagal jantung.
Inpeksi berulang dan gagal napas merupakan ancaman yang selalu
mengintai.
25
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa sistem pernapasan terdiri
dari penapasan intrenal dan eksternal dimana dalam proses pernapasan yang
terpenting adalah inspirasi dan ekspirasi yang juga diikuti degan proses ventilasi,
difusi dan perfusi dalam proses respirasi pada manusia. Dan selain organ-organ utama
repirasi seperti rongga hidung, laring, epiglotis, faring trakea, brokus, bronkeolus,
alveolus dan alveoli terdapat jaringan jaringan yang penting dalam sistem respirasi
seperti jaringan sel goblet, mucus dan silia yang merupakan struktur jaringan pada
organ-organ utama sistem respirasi. Adapun setiap jaringan ataupun organ utama
respirasi mempunyai fungs-fungsinya tersendiri.
Selain itu ada pula kita pada minggu ke 3 ini yaitu menentukan Diferensiasi
Diagnosa, Pemeriksaan Penunjang, serta Penatalaksanaan dari kasus pada skenario
ini. Dari hasil diskusi yang telah kami lakukan dari kelompok kami menyimpulkan
bahwa pada kasus ini didapatkan Diagnosa yang lebih mendekati adalah Emfisema.
Seperti yang kita ketahui emfisema adalah Suatu perubahan anatomi parenkim paru
yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal,
serta destruksi dinding alveolar.
26
DAFTAR PUSTAKA
Leeson, C.Roland. Buku Ajar Histologi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
1996.
Prince, Sylvia Anderson,dkk. Patofisiologi. Jilid 2. Jakarta. Buku Kedokteran
EGC. 2006.
Sudoyo, Aru.W. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.
Jilid 2.2006.
www.infeksi.com
www.lib.fkuii.org
Iyala medical information
Buku ajar diagnostik fisik, Mark H. Swartz, EGC
Diagnosis fisik, Janice L.Willms, EGC
www.medlinux.com
IPD Jilid II, edisi ke 3
27
28