Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM :
POTENSI PEMBERIAN PETASAN
PELLET IKAN TERI ASIN ( Stolephorus heterolobus ) PADA HEWAN MODEL
HIPOTIRODISME TIKUS (Ratus norvegicus) BERDASARKAN GAMBARAN
HISTOLOGIS TIROID DAN PROFIL HORMON T4
BIDANG KEGIATAN :
PKM-P
Diusulkan oleh :
Aryantomo Arsad
(115130101111018 / 2011)
Shally Faturrahma
(115130101111025 / 2011)
Widya Alif Suhandini
(115130107111003 / 2011)
Eva Rosalina
(115130101111007 / 2011)
Ridho Windarsyah
(125130107111029 / 2012)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

RINGKASAN
Hipotiroid merupakan suatu keadaan dimana kelenjar tiroid tidak dapat memproduksi
hormon (tiroksin=T4 dan triyodotironin=T3) cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Hipotiroid
memiliki kaitan yang erat dengan asupan yodium di dalam tubuh mahluk hidup. Apabila asupan
yodium kurang di dalam tubuh maka akan menimbulkan kondisi kesehatan berupa GAKI. GAKI
(Gangguan Akibat Kekurangan Iodium) di Indonesia banyak dijumpai penduduk yang tinggal
didaerah endemik kekurangan iodium. Daerah yang kekurangan iodium disebabkan karena tanah
dan air tidak atau sedikit sekali mengandung iodium. Diperkirakan sekitar 54 juta penduduk di
Indonesia rentan terhadap GAKI dengan segala akibatnya seperti gondok, kretin , gangguan
kecerdasan, gangguan mental dan gangguan perkembangan fisik. Ikan teri asin merupakan ikan
yang banyak mengandung iodium. Pemanfaatan ikan teri asin dapat membantu meningkatkan
kadar iodium dan berpotensi sebagai terapi alternative untuk penyakit hipotiroidism.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ikan teri asin terhadap
gambaran histologis kelenjar tiroid dan mengetahui dosis optimum ikan teri asin terhadap
keadaan fisiologis dan hormonal hewan. Penelitian ini menggunakan beberapa metode untuk
mengetahui gambaran histologi kelenjar tiroid yaitu dengan pewarnaan Hematoxilin-Eosin dan
pengukuran kadar hormon tiroksin menggunakan ELISA. Rencana kegiatan penelitian pada
bulan pertama yaitu persiapan laboratorium, persiapan hewan coba dan injeksi hewan coba
dengan tiroglobulin anjing serta pemberian terapi ikan teri asin. Pada bulan kedua rencana
kegiatannya adalah pembuatan preparat histopatologi. Pada bulan ketiga rencana kegiatan
penelitian yaitu pengukuran kadar hormone T4 dengan metode ELISA, pengumpulan data dan
evaluasi.

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipotiroid merupakan suatu keadaan dimana kelenjar tiroid tidak dapat memproduksi
hormon (tiroksin=T4 dan triyodotironin=T3) cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Hormon
tiroksin (T4), dan triodotironin (T3) mengandung 59-65% unsur iodin. Asupan iodium yang
kurang merupakan penyebab utama di daerah-daerah tertentu, terutama di daerah dataran tinggi.
Rendahnya kandungan iodium dalam air, tanah dan produk-produk pertanian menyebabkan
asupan iodium kurang, sehingga kelenjar tiroid kekurangan bahan baku untuk sintesis hormon
tiroid. Kadar hormon tiroid yang rendah akan meningkatkan produksi TSH (Tyroid Stimulating
Hormon), suatu hormon yang akan memacu peningkatan sintesis hormon tiroid dan merangsang
pembesaran kelenjar tiroid (gondok, goiter), sehingga kasus gondok sering ditemukan di daerah
dataran tinggi (Barret, 2003).
Hipotiroid memiliki kaitan yang erat dengan asupan iodium di dalam tubuh mahluk
hidup. Apabila asupan yodium kurang di dalam tubuh maka akan menimbulkan kondisi
kesehatan berupa GAKI. GAKI ( Gangguan Akibat Kekurangan Iodium ) merupakan salah satu
dari empat masalah gizi di Indonesia dan termasuk masalah kesehatan yang serius, mengingat
dampaknya yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia. GAKI
disebabkan karena defisiensi iodium yang berlangsung lama akibat dari pola konsumsi pangan
yang kurang mengkonsumsi iodium sehingga akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid untuk
menyerap lebih banyak iodium. Hal ini akan menyebabkan gondok, hipotiroidisme, gangguan
fungsi mental, rendahnya prestasi belajar, pertumbuhan terhambat dan pada orang dewasa
mengakibatkan rendahnya produktivitas kerja (Hetzel, 1996).
Penyakit GAKI ini dapat menyerang manusia maupun hewan. Berdasarkan hasil survei
American Kennel Club Delegates committee, estimasi kejadian hipotiroid pada anjing sebesar
80% dan seringkali menyerang anjing ras murni. Hipertiroid dapat menyerang kucing pada usia
dewasa, sedangkan hipotiroid dapat terjadi pada anak kucing jenis Siamese (Dodds, 2000).
Prevalensi Total Goiter Rate (TGR) di Indonesia yaitu mencapai angka 33%. Empat provinsi
dengan resiko hipotiroid yang paling tinggi adalah kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara Timur
30%, Sumatera Barat dan Sulawesi Tenggara (20% - 29.9%) (Bachtiar, 2009).
Metode penyembuhan hipotiroid sampai saat ini masih belum diketahui. Terapi penderita
hipotiroid menggunakan iodium dapat memberikan efek yang signifikan. Salah satu sumber
iodium bisa didapatkan dari ikan teri asin. Kandungan iodium dalam ikan teri asin mencapai
15%. Ikan teri asin merupakan sumber iodium alternatif yang dapat dimanfaatkan karena di
industri pangan, ikan teri asin sering dianggap makanan yang tidak memiliki kandungan gizi.
(Suhartini, Hidayat, 2005).
Pemanfaatan ikan teri asin ini diharapkan dapat membantu peningkatan kadar iodium
yang pada akhirnya dapat menjadi solusi alternatif pengobatan untuk hipotiroidisme. Parameter
yang kami ambil sebagai tolak ukur adalah gambaran histologis kelenjar tiroid dan profil hormon
T4 pada hewan model tikus yang diasumsikan mengalami defisiensi iodium, karena turunnya
hormon T4 setelah dilakukan injeksi tiroglobulin anjing model tikus.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka masalah yang dirumuskan
adalah:
1. Apakah terapi pemberian pelet ikan teri asin dapat mensubtitusi iodium pada tikus
model hipotiroidisme berdasarkan gambaran histologis kelenjar tiroid dan profil hormon
T4?
2. Berapakah dosis pemberian ikan teri asin yang efektif pada penderita hipotiroidisme?
1.3 Tujuan Program
Tujuan dari program PKM-P ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh pemberian ikan teri asin terhadap gambaran histologis kelenjar
tiroid dan profil hormon T4 hewan model hipotiroidisme Ratus novegicus.
2. Mengetahui dosis optimum ikan teri asin terhadap keadaan fisiologis dan hormonal
hewan model hipotiroidisme Ratus novegicus.
1.4 Luaran yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari program ini adalah :
1. Mendapatkan pengetahuan tentang kandungan ikan teri asin yang sangat efektif dalam
pemanfaatan peningkatan hormon tiroid.
2. Mengetahui perubahan histologis hewan model hipotiroid Ratus norvegicus setelah
pemberian ikan teri asin.
3. Mendapatkan artikel penelitian yang dapat dipublikasikan
1.5 Kegunaan
Kegunaan dari program ini adalah :
1. Mengatasi masalah kesehatan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) pada
model hipotiroidisme dimana tiap tahun jumlah penderita terus bertambah.
2. Merupakan wawasan baru bagi mahasiswa dalam mengetahui perubahan histofisiologis
dan hormonal hewan hipotiroidisme Ratus novegicus.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipotiroidisme
Hipotiroidisme merupakan suatu sindroma klinis akibat penurunan produksi dan sekresi
hormon tiroid. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh dan
penurunan glukosaminoglikan di interstisial terutama dikulit dan otot. Hipotiroidisme biasanya
disebabkan oleh proses primer dimana jumlah produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid tidak
mencukupi (Soewondo, 2008).
2.2 Ikan Teri Asin
Ikan teri (Stolephorus heterolobus) merupakan salah satu penghuni perairan pesisir dan
eustaria. Pada umumnya, ikan teri hidup bergerombol, terutama jenis jenis yang berukuran
kecil, yang terdiri dari ratusan sampai ribuan ekor (Hutomo et al. 1987). Salah satu pengawetan
ikan secara tradional adalah dengan penggaraman. Selama proses penggaraman berlangsung
terjadi penentrasi garam kedalam tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan
tersebut dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau pengenceran larutan garam. Bersamaan

dengan keluarnya cairan dari tubuh ikan, partikel garam masuk kedalam tubuh ikan. Ikan yang
diolah dengan proses penggaraman ini dinamakan ikan asin (Afrianto dan Liviawaty,1994).ikan
teri (Stolephorus sp) asin kering adalah ikan teri segar yangmengalami perlakuan pencucian,
penggaraman dengan perebusan atau tanpa perebusan dan pengeringan. Nilai gizi dari ikan teri
asin cukup tinggi hal ini dapat diamati pada tabel komposisi dari nilai gizi ikan teri.
Tabel 1. Komposisi nilai gizi ikan teri (Stolephorus heterolobus) asin per 100 gram.
Kandungan Gizi
Nilai
Satuan
Energi
193
Kkal
Protein
42
Gram
Lemak
1,5
Gram
Kadar abu
4,2
Gram
Hidrat arang total
4,1
Gram
Kalsium
2000
Mg
Fosfor
300
Mg
Besi
2.5
Mg
Karotin total
28,0
Mg
Vitamin A
RE
Vitamin B1
0,01
RE
Air
40
%
Sumber : Direktorat Gizi (1990)
2.3 Hipotiroidisme dan Defisiensi Iodium
Insidensi hipotiroidisme bervariasi tergantung kepada faktor geografik dan lingkungan
seperti kadar iodium dalam makanan dan asupan zat goitrogenik. Selain itu juga berperan faktor
genetik dan distribusi usia dalam populasi tersebut. Diseluruh dunia penyebab hipotiroidisme
terbanyak adalah akibat kekurangan iodium (Vaidya, 2008).
Pada dasarnya, iodium berperan penting dalam sintesis hormon tiroid. Tiroksin (T4) dan
Triiodotironin (T3) penting dalam menentukan perkembangan dan pembentukan otak, fisik,
mental yang normal pada hewan serta pengaturan suhu tubuh. Defisiensi pada hormone tiroid
akan menyebabkan retardasi pertumbuhan dan kematangan pada hampir semua organ
(Jayakrishnan & Jeeja,2002). Kekurangan iodium dalam waktu lama akan mengganggu fungsi
kelenjar tiroid. Sintesis hormon tiroid berkurang akan mengambil cadangan iodium sehingga
akan mengurangi produksi tiroksin, akibatnya kadar T3 dan T4 bebas dalam plasma darah
berkurang. Berkurangnya produksi T3 dan T4 dalam darah memicu sekresi tyroid stimulating
hormone (TSH) yang menyebabkan kelenjar tyroid bekerja lebih giat sehingga secara perlahan
kelenjar ini membesar (hyperplasia).
2.4 Hubungan Hipotiroidisme dengan Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan suatu molekul glikoprotein besar yang mengandung 5496 asam
amino dengan suatu berat molekul sekitar 660.000 dan koefisien endapan sebesar 19S.
Mengandung sekitar 140 residu tirosil dan sekitar 10% karbohidrat dalam bentuk manosa, Nasetilglukosamin, galaktosa, fukosa, asam sialat, dan sulfat kondroitin. Gen tiroglobulin

manusia (hTg) terletak pada lengan panjang dari kromosom 8 distal dari onkogen c-myc. TSH
merangsang transkripsi dari gen tiroglobulin, dan hipofisektomi atau terapi T3 menurunkan
transkripsinya. Gen tiroglobulin mengandung sekitar 8500 nukleotida, yang menyandi monomer
pretiroglobulin (pre-Tg). Tiroglobulin adalah protein spesifik pada kelenjar tiroid dan
merupakan precursor dari sintesis hormon tiroid sehingga dimungkinkan untuk dijadikan
marker status iodium tidak hanya pada populasi yang tidak normal, tetapi juga pada populasi
yang kekurangan iodium secara keseluruhan.
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis eksperimental dan rancangan penelitian yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan tiga perlakuan dan
tujuh ulangan, semua perlakuan dikondisikan sama mulai pemilihan hewan coba sampai
perlakuan hewan coba. Analisis data dilakukan dalam lingkungan yang terkontrol dengan asumsi
semua kondisi diusahakan sama.
Tabel 1. Rancangan Penelitian
Parameter
Kelompok
1

Kelenjar Tiroid
3
4
5

T4
4

P0
P1
P2
P3
P4
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2015 dan akan
dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Hewan Program Kedokteran Hewan, Laboratorium
Biokimia, dan Laboratorium Biomolekuler Fakultas MIPA Universitas Brawijaya.
3.3 Penentuan Jumlah Sampel
P(n-1) 20
5(n-1) 20
5n-5 20
5n 25
n5

Keterangan :
p = jumlah kelompok (terdiri dari lima macam perlakuan)
n = jumlah ulangan yang diperlukan
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk lima macam perlakuan
diperlukan ulangan sebanyak enam kali dalam setiap kelompok, sehingga hewan coba yang
dibutuhkan adalah sebanyak 30 ekor.

3.4 Tahapan Penelitian


3.4.1 Persiapan Hewan Coba
Tikus yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) betina strain Wistar yang
telah bunting dengan umur 8-12 minggu dan berat badan antara 100-150 gram sebanyak 30 ekor
tikus hypotiroidisme
3.4.2 Perlakuan Hewan Coba
Tikus (Rattus norvegicus) dibagi secara acak menjadi 5 kelompok perlakuan masingmasing terdiri dari 6 ekor tikus sebagai ulangan.
Kelompok A: Tikus normal yang tidak diberi perlakuan, sebagai kontrol negatif
Kelompok B: Tikus yang diinjeksi dengan Tg anjing sehingga menjadi hipotiroidisme dengan
dosis 100g/l, sebagai kontrol positif
Kelompok C: Tikus yang diinjeksi dengan Tg anjing sehingga menjadi hipotiroidisme dengan
dosis 200g/l, pada hari ke 30 diberi ikan teri asin 1 mg/kg bb
Kelompok D: Tikus yang diinjeksi dengan Tg anjing sehingga menjadi hipotiroidisme dengan
dosis 300g/l, pada hari ke 30 diberi ikan teri asin 2 mg/kg bb
Kelompok E: Tikus yang diinjeksi dengan Tg anjing sehingga menjadi hipotiroidisme dengan
dosis 400g/l, pada hari ke 30 diberi ikan teri asin 3 mg/kg bb
3.4.3 Isolasi Tiroglobulin dari Tiroglobulin Anjing
Tiroid anjing dicuci dengan PBS, kemudian organ ditimbang 1 gram dan digerus dengan
mortar dingin, ditambahkan 1 mL PBST-PMSF dan pasir kuarsa secukupnya. Setelah itu,
homogenat dituang ke dalam microtube dan disentrifus pada kecepatan 10.000 rpm pada suhu
4oC selama 20 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung eppendorf baru. Ekstrak protein
kasar (crude protein) yang didalamnya terdapat protein tiroglobulin selanjutnya diukur kadarnya
menggunakan uji biuret dan diukur absorbansinya menggunakan spektofotometri pada panjang
gelombang 540 nm (Amin dkk, 2009).
3.4.4 Injeksi Tiroglobulin Anjing
Injeksi TG anjing dilakukan secara subcutan pada daerah cervicalis yang merupakan
metode modifikasi dari metode yang telah dilakukan oleh Song et al. (2011). Induksi TG anjing
dilakukan pada kelompok hipotiroidisme (B) dan kelompok terapi (C, D, E). Setelah diinjeksi
TG anjing dilakukan pembedahan pada hewan coba untuk pengamatan gambaran histopatologi
tiroid dan profil hormone T4.
3.4.5 Terapi Ikan Teri Asin pada Hewan Coba
Terapi ikan teri asin diberikan pada tikus kelompok terapi C sebanyak 1 mg/kg bb, tikus
kelompok terapi D sebanyak 2 mg/kg bb, dan tikus kelompok terapi E sebanyak 3 mg/kg bb per
oral. Ikan teri asin diberikan selama 30 hari. Setelah 30 hari terapi, tikus dibedah dan diamati
histologi jaringan tiroid dan profil hormone T4.
3.4.6 Pembuatan Preparat Tiroid dan Pewarnaan Hematoxylin-Eosin
Proses pembuatan preparat histopatologi terdiri dari fiksasi, dehidrasi dan infiltrasi,
penjernihan, infiltrasi parafin, embedding, sectioning, dan penempelan di gelas objek. Langkah
pertama saat pewarnaan Hematoxylin-Eosin preparat jaringan tiroid dimasukkan dalam xylol
selama 5 menit, lalu dimasukkan dalam alkohol absolut, alkohol 100%, 90%, 80% dan 70%
selama 3 menit. Setelah itu jaringan dicuci dengan aquades 1x dan dengan PBS pH 7,4 3x5
menit. Kemudian jaringan diwarnai dengan Mayers Hematoxylin-Eosin selama 5 menit dan

dicuci aquadest 3x5menit. Preparat dikering anginkan, mounting dan setelah itu ditutup dengan
cover glass.
3.4.7 Pengukuran Kadar Hormon Tiroksin (T4)
Untuk mengetahui profil hormon tiroksin pada tikus yang mendapat terapi ikan teri asin
dilakukan pemeriksaan dengan metode ELISA. Tahapan pertama adalah memasukkan larutan
standart sebanyak 50 l ke dalam well serta serum yang telah diencerkan sebanyak 50l ke
dalam well yang berbeda. Lalu ditambahkan 100l T4 HRP-Conjugate Reagent ke dalam
masing-masing well. Kemudian diinkubasi pada suhu 37C selama 60 menit. Selanjutnya dicuci
dengan washing buffer. Lalu ditambahkan reagen TMB pada masing-masing well kemudian
ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi pada suhu 37C selama 20 menit. Selanjutnya
ditambahkan stop solution (2N HCl) sebanyak 50l pada masing-masing well. Untuk
menganalisa hasil perlu dibuat kurva baku standar terlebih dulu kemudian dibaca absorbansinya
dengan ELISA reader pada panjang gelombang 405 nM.
3.5 Analisa Data
Analisa data yang digunakan secara kualitatif untuk gambaran histopatologi jaringan
tiroid yang akan dianalisis serta disajikan secara deskriptif dan data kuantitatif untuk kadar
hormone tiroksin (T4) dianalisis dengan one-way ANOVA kemudian apabila signifikan
dilanjutkan uji Tukey (Beda Nyata Jujur) dengan =5%.
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya
4.1.1 Peralatan Penunjang
Material
Justifikasi Pemakaian Kuantitas Harga Satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
Hand Gloves
1 box
Rp 50.000
Rp 50.000
Masker
1 box
Rp 50.000
Rp 50.000
Object glass
1 pack
Rp 15.000
Rp 15.000
Cover glass
1 pack
Rp 15.000
Rp 15.000
Gelas ukur
1 buah
Rp 30.000
Rp 30.000
Tabung reaksi
6 buah
Rp 3.500
Rp 21.000
Disecting set
1 set
Rp 150.000
Rp 150.000
Sonde
3 buah
Rp 50.000
Rp 150.000
Elisa test kit
1 kit
Rp 5.500.000
Rp 5.500.000
ELISA plate
1 buah
Rp 65.000
Rp 65.000
SUB TOTAL (Rp)
Rp 6.046.000
4.1.2 Bahan Habis Pakai
Material
Justifikasi
Kuantit Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
Pemakaian
as
Tg anjing
1 buah Rp 150.000
Rp 150.000
Ikan teri asin
5 kg
Rp 60.000
Rp 300.000
Alkohol 70%
1 liter
Rp 26.000
Rp 26.000
Formaldehide
1 liter
Rp 10.000
Rp 10.000
Etanol absolut
1 liter
Rp 200.000
Rp 200.000
Tikus
putih
(Rattus
60 ekor Rp 50.000
Rp 3.000.0000
norvegicus)

Larutan Biuret 80%


SUB TOTAL (Rp)
4.1.3 Perjalanan
Material
Perjalanan ke Batu
Perjalanan ke Sendangbiru
SUB TOTAL (Rp)
4.1.4 Lain Lain
Material
Fee Laboratorium
Pakan dan perawatan tikus
Pembuatan preparat
Laporan
SUB TOTAL (Rp)
Total (Keseluruhan)
4.2 Jadwal Kegiatan
Waktu

0.5 liter

Justifikasi
Pemakaian

Kuantita
s
3 kali
3 kali

Rp 40.000

Rp 40.000
Rp 3.546.000

Harga
Satuan(Rp)
Rp 50.000
Rp 100.000

Justifikasi Kuantitas
Pemakaian
1 bulan
1 bulan
24 buah

Jumlah (Rp)
Rp 150.000
Rp 300.000
Rp 450.000

Harga Satuan
(Rp)
Rp 700.000
Rp 75.000
Rp 20.000
Rp 100.000

Bulan 1

Jumlah (Rp)
Rp 700.000
Rp 125.000
Rp 480.000
Rp 100.000
Rp 1.405.000
Rp 11.447.000

Bulan 2

Bulan 3

Kegiatan
1
Persiapan
1.1 Persiapan Laboratorium dan hewan coba
II. Pelaksanaan
2.1 Pemberian Ikan Teri Asin
2.2 Pembuatan Preparat histopatologi
2.3 Pengukuran kadar T4 dengan metode
ELISA
III. Pengumpulan Data dan Evaluasi
3.1 Pengolahan data
3.2 Laporan dan evaluasi

Anda mungkin juga menyukai