Bab II

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 23

TUGAS IKAKOM

SISTEM RUJUKAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN BADAN


PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

Aneke S. M. Hermanus

(1008012001)

Litry Y. A. Messakh

(1008012007)

Yuselin Taopan

(1008012013)

Marthen D. J Nyola

(1008012019)

Novela Verona Tanuab

(1008012026)

Reinildis H. U Hane

(1008012032)

Lewis Richard Nggeolima

(1008012038)

Wiwid Hidayah Jendera

(1008012044)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG

2013

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................

DAFTAR TABEL.........................................................................................

ii

DAFTAR GAMBAR....................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................

2.1 Sistem Rujukan.........................................................................................

2.2 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).........................................................

2.3 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial......................................................

BAB III PENUTUP......................................................................................

17

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................

18

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.3 Asuransi Sosial dan Komersial...................................................

13

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Restrukturisasi Pelayanan Kesehatan..................................

BAB I
PENDAHULUAN
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap
bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam
Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia.
Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup
yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya
termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta
pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,
menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan
lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar
kekuasaannya.(1)
Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara
mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan
kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage). Dalam sidang ke
58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (WHA) menggaris bawahi
perlunya

pengembangan

sistem

pembiayaan

kesehatan

yang

menjamin

tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan


perlindungan kepada mereka terhadap risiko keuangan. WHA ke58 mengeluarkan
resolusi yang menyatakan, pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan melalui
Universal Health Coverage diselenggarakan melalui mekanisme asuransi
kesehatan sosial. WHA juga menyarankan kepada WHO agar mendorong negaranegara anggota untuk mengevaluasi dampak perubahan sistem pembiayaan
kesehatan terhadap pelayanan kesehatan ketika mereka bergerak menuju
Universal Health Coverage. (1)
Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga
mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45
pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti
dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa

setiap orang mempunyai hak yang sama d8alam memperoleh akses atas sumber
daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban
turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.(1)
Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah
bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan.
Usaha

ke

arah

itu

sesungguhnya

telah

dirintis

pemerintah

dengan

menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan,


diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang
melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai
swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu pemerintah memberikan
jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih
terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit
terkendali. (1)
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan
bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). (1)
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial
Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari
2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan
Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101
Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12
Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan
Kesehatan Nasional).(1)
Mendukung pelaksanaan tersebut, Kementerian Kesehatan memberikan
prioritas kepada jaminan kesehatan dalam reformasi kesehatan. Kementerian

Kesehatan tengah mengupayakan suatu regulasi berupa Peraturan Menteri, yang


akan menjadi payung hukum untuk mengatur antara lain pelayanan kesehatan,
pelayanan kesehatan tingkat pertama, dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat
lanjutan. Peraturan Menteri juga akan mengatur jenis dan plafon harga alat bantu
kesehatan dan pelayanan obat dan bahan medis habis pakai untuk Peserta Jaminan
Kesehatan Nasional.(1)
Undang-undang SJSN dan BPJS mengamanatkan kepada kita semua
komunitas kesehatan untuk dapat menyediakan pelayanan kesehatan yang
bermutu, merata dan terjangkau bagi seluruh masyarakat. Selain itu, pemerintah
juga harus dapat menjamin tersedianya pelayanan kesehatan sampai ke daerah
terpencil dan penduduk miskin. Di sisi lain, saat ini jangkauan pelayanan
kesehatan belum merata, terutama di DTPK dan miskin. Sistem rujukan pasien
dirasakan menjangkau pelayanan kesehatan. Akibatnya, terjadi penumpukan
pasien yang luar biasa di rumah sakit besar tertentu, Oleh karena itu, harus
dikembangkan sistem rujukan yang lebih baik, yaitu dengan mengembangkan
sistem rujukan regional, yang terstruktur dan berjenjang.(2)

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SISTEM RUJUKAN
Definisi
Sistem Rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab, timbal balik terhadap suatu kasus
penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal atau horisontal, dalam arti dari
unit yang kemampuannya kurang ke unit yang lebih mampu.(3)
Jenis-Jenis
Sistem rujukan di Indonesia dibedakan atas 2 jenis yaitu rujukan medis dan
rujukan kesehatan. Rujukan medis adalah upaya rujukan kesehatan yang dapat
bersifat vertikal, horizontal atau timbal balik yang terutama berkaitan dengan
upaya penyembuhan dan rehabilitasi serta upaya yang bertujuan mendukungnya.
Rujukan kesehatan adalah rujukan upaya kesehatan yang bersifat vertikal dan
horisontal yang terutama berkaitan dengan upaya peningkatan dan pencegahan
serta upaya yang mendukungnya.(4)
Kegiatan rujukan meliputi pengiriman : (3)
a)
b)
c)
d)

rujukan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap;


rujukan berupa spesimen atau penunjang diagnostik lainnya;
rujukan bahan pemeriksaan laboratorium; dan/atau
rujukan pengetahuan dan ketrampilan.

Alur Rujukan
Alur rujukan pasien berlaku secara umum, kecuali bagi rujukan kasus
kegawatdaruratan, bencana atau rujukan khusus. Ada beberapa aspek yang harus
diperhatikan dalam alur rujukan yaitu: (4)
a. Klasifikasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Rumah sakit umum dan khusus kelas A sebagai rujukan bagi rumah sakit umum
kabupaten/kota dengan klasifikasi B, C atau D atau fasilitas pelayanan kesehatan
lain, termasuk rumah sakit TNI / Polri dan swasta di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Rumah sakit umum kelas B menjadi tujuan rujukan dari rumah sakit
umum kelas C. Rumah sakit umum kelas C menjadi tujuan rujukan dari rumah
sakit umum kelas D terdekat yang belum mempunyai spesialisasi yang dituju.
Rumah sakit umum kelas D menjadi tujuan rujukan dari puskesmas. Dalam hal
keterbatasan fasilitas, peralatan dan atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau
menetap rumah sakit yang dituju maka rujukan tidak harus mengikuti rujukan
berjenjang.(misal bisa RS kelas D atau RS kelas D ke A).
b. Lokasi / Wilayah Kabupaten/Kota
Berdasarkan hasil pemetaan wilayah dan tujuan rujukan masing-masing
Kabupaten/Kota bisa berdasarkan lokasi geografis, fasilitas pelayanan kesehatan
yang lebih mampu dan terdekat.
c. Koordinasi unsur-unsur pelaksana Teknis
Unsur-unsur pelaksana teknis rujukan lain sebagai sarana tujuan rujukan yang
dapat dikoordinasikan di tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta, antara lain: Balai
Laboratorium Kesehatan.
2.2 Regionalisasi sistem rujukan terstruktur dan berjenjang
Regionalisasi sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan dengan
penetapan batas wilayah administrasi daerah berdasarkan kemampuan pelayanan
medis, penunjang dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstuktur sesuai dengan
kemampuan, kecuali dalam kondisi emergensi.(2)
Tujuan Penyelenggaraan sistem rujukan terstruktur dan berjenjang :
a. Mengembangkan regionalisasi sistem rujukan berjenjang di provinsi dan
kabupaten/kota
b. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan rujukan RS
c. Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan sampai ke daerah
terpencil dan daerah miskin

d. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan


RS
Manfaat Penyelenggaraan Sistem Rujukan terstruktur dan berjenjang : (2)
a. Pasien tidak berkumpul dan menumpuk di RS besar tertentu
b. Pengembangan seluruh RS di Provinsi dan kabupaten/kota dapat
direncanakan secara sistematis, efisien dan efektif
c. Pelayanan rujukan dapat lebih dekat kedaerah terpencil, miskin dan daerah
perbatasan karena pusat rujukan lebih dekat
d. Regionalisasi rujukan dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga
kesehatan terutama pada RS Pusat Rujukan Regional
Alur sistem rujukan regional : (2)
a. Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang yang
dimulai dari Puskesmas, kemudian kelas D, kelas C, selanjutnya RS kelas
B dan akhirnya ke RS kelas A
b. Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan rawat
inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter disertai surat
rujukan, dilakukan atas pertimbangan tertentu atau kesepakatan antara
rumah sakit dengan pasien atau keluarga pasien
c. RS kelas C/D dapat melakukan rujukan ke RS kelas B atau RS kelas A
antar atau lintas kabupaten/kota yang telah ditetapkan

Gambar 2.1 Restrukturisasi Pelayanan Kesehatan


2.3 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Definisi
Sebelum membahas pengertian asuransi kesehatan sosial, beberapa
pengertian yang patut diketahui terkait dengan asuransi tersebut, asuransi sosial
merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna
memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang
menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).
Sedangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan
program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan jaminan Sosial adalah bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak.(5)
Dengan demikian, Jaminan

Kesehatan

Nasional

(JKN)

yang

dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial


Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui

mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory)


berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam
sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat yang layak. (4)
Prinsip-prinsip sistem Jaminan Kesehatan Nasional
Prinsip kegotongroyongan
Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam
hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam
kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang
mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat
membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat
membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat
wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian,
melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (1)
Prinsip Nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented).
Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya
kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana
amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesarbesarnya untuk kepentingan peserta. (1)
Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip - prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan
dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan
jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. (1)
Prinsip kepesertaan bersifat wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta


sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi
seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan
ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.
Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan
itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada
akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh
rakyat(1)
Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada
badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. (1)
Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk
sebesar-besar kepentingan peserta. (1)
Peraturan pelaksanaan
Kepesertaan
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN
dengan rincian sebagai berikut:(1)
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu.
b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu yang terdiri atas:
1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a.

Pegawai Negeri Sipil;

b.

Anggota TNI;

c.

Anggota Polri;

d.

Pejabat Negara;

e.

Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;

f.

Pegawai Swasta; dan

g.

Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang


menerima upah.

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:


a.
b.
c.

Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan


Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Investor;
Pemberi Kerja;
Penerima Pensiun;
Veteran;
Perintis Kemerdekaan; dan
Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e
yang mampu membayar Iuran.

4) Penerima pensiun terdiri atas:


a.
b.
c.
d.
e.

Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;


Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang
mendapat hak pensiun.

5) Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:


a.
b.

Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan


Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta,
dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak
mempunyai penghasilan sendiri; dan belum berusia 21 (dua puluh
satu) tahun atau belum berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih
melanjutkan pendidikan formal.

Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota


keluarga yang lain.
6) WNI di Luar Negeri

Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur
oleh Peserta, Pemberi Kerja dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan.
Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara
teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan). (1)
Pembayar Iuran (1)

bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.


bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi

Kerja dan Pekerja.


bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan

Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.


Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui
Peraturan Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan
perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang
layak.

Pembayaran Iuran(2)

Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan


berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau
suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).

Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya,


menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan
membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan
secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila
tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada
hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN

dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari


total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja.

Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja


wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan.
Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal.

BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN


sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan
atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan
secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat
14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau
kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran
Iuran bulan berikutnya.

Paket manfaat
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu
manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi
akomodasi dan ambulans.Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari
Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan kebutuhan medis. (1)
Pelayanan kesehatan yang dijamin (1)
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non
spesialistik mencakup:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Administrasi pelayanan
Pelayanan promotif dan preventif
Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama dan
Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan


mencakup:
1) Rawat jalan yang meliputi:
a. Administrasi pelayanan
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter
c.
d.
e.
f.

spesialis dan subspesialis


Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
Pelayanan alat kesehatan implant
Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi

g.
h.
i.
j.

medis
Rehabilitasi medis
Pelayanan darah
Pelayanan kedokteran forensik
Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan.

2) Rawat inap yang meliputi:


a. Perawatan inap non intensif
b. Perawatan inap di ruang intensif.
c. Pelayanan kesehatan lain ditetapkan oleh Menteri.
Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin (1)
1) Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur
sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.
2) Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat
darurat.
3) Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan
kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan
4)
5)
6)
7)
8)

kerja atau hubungan kerja.


Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/atau estetik.
Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (Memperoleh Keturunan).
Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi).
Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau

alkohol.
9) Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.
10) Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk
akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif

berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (Health Technology


Assessment/HTA).
11) Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikansebagai percobaan
(eksperimen).
12) Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu.
13) Perbekalan kesehatan rumah tangga.
14) Pelayanan kesehatan yang sudah dijamin dalam program kecelakaan
lalu lintas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
15) Pelayanan kesehatan akibat bencana, kejadian luar biasa/wabah.
16) Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat
jaminan kesehatan yang diberikan.

Pelayanan
Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu
berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans
(manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari
Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus
memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Bila
Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus
dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam
keadaan kegawatdaruratan medis. (1)
Kompensasi Pelayanan
Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi
syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib
memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman
tenaga kesehatan atau penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang
tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi. (1)

2.4 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)


Definisi
Sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan
memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat.
Terdapat beberapa jenis Jaminan Sosial, antara lain Jaminan kesehatan, Jaminan
kecelakaan kerja, Jaminan hari tua, Jaminan pensiun, dan Jaminan kematian.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (BPJS) adalah badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.(5)
Dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan
hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.(5)
Sistem BPJS
Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. (5)
Kepesertaan bersifat wajib : untuk mencegah terjadinya adverse
selection atau kepesertaan yang berdasarkan adanya faktor risiko. Dengan
kepesertaan wajib tidak lagi dilakukan perhitungan risiko perorangan.
Pelaksanaan jaminan kesehatan nasional oleh BPJS berdasarkan pada prinsipprinsip sistem jaminan sosial nasional. (5)
Kendala Dan Keuntungan Sistem
Kelebihan sistem asuransi sosial di banding kan dengan asuransi komersial antara
lain:
Asuransi Sosial

Asuransi Komersial

1. Kepesertaan bersifat wajib

1. Kepesertaan bersifat sukarela

(untuk semua penduduk


Non Profit
Manfaat komprehensif

2 . Profit
3Manfaat sesuai dengan premi yang

dibayarkan.
Tabel 2.4 Asuransi Sosial dan Asuransi Komersial
Kekurangan pelaksanaan JKN oleh BPJS yaitu meskipun manfaat yang
dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat-manfaat yang
tifaka dijamin oleh BPJS. Selain itu, kendala yang dapat terjadi adalah kurangnya
infrastruktur di daerah, peralatan dan perlengkapan yang masih belum ada dan
terdistribusi di daerah, kurangnya sumber daya manusia yang siap untuk
melakukan pelayanan, universal akses yang masih menjadi hambatan terbesar,
pengetahuan masyarakat mengenai BPJS, koordinasi pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dan berbagai macam isu yang masih harus ditangani oleh
pemerintah, akademisi, peneliti, pemerhati kesehatan, kelompok profesi dan
lembaga independen lain. (1)

BAB III
PENUTUP
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan
Sosial Nasional yang diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan
Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan tujuan agar semua
penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.
Penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional akan mulai ditetapkan 1
januari 2014 dan akan diselenggarakan oleh BPJS. Seluruh stakeholder terkait
harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya, termasuk pembentukan regionalisasi
sistem rujukan. Diharapkan seluruh provinsi sudah dapat menyusun dan
melaksanakan sistem regionalisasi sebelum januari 2014

Daftar Pustaka
1. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
2. Sistem Rujukan Terstruktur dan Berjenjang dalam Rangka Menyongsong
Jaminan

Kesehatan

Nasional

(Regionalisasi

Sistem

Rujukan),

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


3. GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. PERATURAN
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 59
TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM
RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN. 2012.
4. GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. PENJELASAN
ATAS

RANCANGAN

PERATURAN

GUBERNUR

DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG


PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN
KESEHATAN. 2012.
5. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN
2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
[Internet].

2011.

p.

2.

Available

from:

http://www.jkn.kemkes.go.id/attachment/unduhan/UU No 24 Tahun 2011


tentang BPJS.pdf.
6. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12
TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN. 2013.
7. Umbu Marisi. Persiapan PT ASKES dalam transformasi menuju BPJS 1
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan
9. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan
Sosial Nasional, Peluncuran Peta Jalan Jminan Kesehatan Nasional 2012
2019, Jakarta 29 November 2012. Kementerian Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai