Anda di halaman 1dari 8

Air Sebagai Sarana Pokok Bersuci

1. Peran dan Fungsi Air

Dalam sudut pandang ilmiah atau materi kimiawi, air didefinisikan sebagai zat

cair yan terdiri dari 1 (satu) atom , oksigen, dan 2 (dua) atom hidrogen,dan fungsi air

dalam kegiatan kimiawi yaitu sebagai salah satu zat pelarut materi-materi dzat kimiawi

lainnya.

Adapun peran dan fungsi air ditegaskan oleh Allah dalam Al-quran, yaitu sbb :

“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu
keduanya adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan keduanya. Dan dari air
kami jadikan segala sesuatu yang hiduf. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman ?” (QS. Al-Anbiya ayat [21];30)

“(ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman


daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan
kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan
dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu)”[598].
(QS. Al Anfaal [8]:11)
[598] Memperteguh telapak kaki disini dapat juga diartikan dengan keteguhan hati dan
keteguhan pendirian.

Dalam ayat tersebut sudah jelas bahwa fungsi dan peran air yaitu sumber

kehidupan, dimana ada kehidupan disana ada air, tidak ada air berarti tidak ada

kehidupan.
Mngenai peran fungsi dan air dalam konteks thaharah ( bersuci ) para fuqaha sepakat

tentang bolehnya menghilangkan najis dengan air, sebab air adalah bahan pokok untuk

bersuci.

“Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum
kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang Amat
bersih.”
(QS. Al Furqaan [ 25]:48)

Bahan pokok untuk bersuci adalah air, Allah telah menciptakan air sebagai

sesuatu yang suci dan menyucikan.

2. Pembagian dan Macam-macam Air

Adapun pembagian air ditinjau dari segi hukumnya dapat dibagi 4 bagian :

a) Air suci mensucikan

Yaitu air mutlak artinya air bersih yang masih murni ( tidak berubah rasa, warna,

dan bau ), dapat digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh, hadis Rosulullah saw

tentang perubahan hakikat air mutlak :

“Air itu tak dinajisi sesuatu,, kecuali apabila berubah rasa, warna dan baunya”
(Riwayat Ibnu majid dan Baihaqi)

b) Air suci dan dapat mensucikan

Yaitu air yang dapat dipakai bersuci namun makruh untuk digunakan, yaitu air

musyamar ( air yang dipanaskan dengan matahari ), ditempat yang bukan logam,

misalnya bejana, adapun sabda Rosulullah saw mengenai air musyamar ini :
“Dari Aisyah, sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari, maka
berkata rosulullah saw kepadanya : “janganlah engkau berbuat demikian ya aisyah,
sesungguhnya air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit
sopak””(RiwayatBihaqi)

Dengan begitu macam air ini diberi hukum makruh untuk digunakan oleh

manusia (makruh digunakan untuk badan), terkecuali air yang tempatnya ditanah,

misalnya air sawah, sungai, kolam, dll, walaupun dominan terkena pengaruh sinar panas

matahari,tetap saja tidak termasuk kategori golongan macam air musyamar.

c) Air mutanajis

Yaitu air yang kena najis, sedang jumlahnya kurang dari 2 kulah, maka air macam

ini tidak suci dan tidak dapat mensucikan.

Jika lebih dai 2 kulah sama dengan 216 liter air, jika berbentuk bak, maka besarnya atau

panjang x lebarnya sekitar = 60 cm x 60 cm

d) Air suci tetapi tidak dapat mensucikan, seperti air musta’mal (telah terpakai/telah

digunakan untuk bersuci), ada dua pendapat mengenai boleh atau tidaknya dalam

penggunaan air ini untuk bersuci, ada yang berpendapat boleh ada yang tidak. (penjelasan

tentang air musta’mal ada pada halaman berikutnya)

3. Macam-Macam Air

Air yang dapat dipakai bersuci ialah air yang bersih (suci dan mensucikan) yaitu

air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum dipakai untuk bersuci.

a). Air Mutlak


yaitu air hukum yang dihukumkan sebagai air suci menyucikan, artinya ia suci

pada dirinya dan menyucikan bagi lainya, dan berikut adalah air yang tergolong air

mutlak sbb :

1). Air hujan, salju atau es, dan air embun.

Hal ini berdasarkan firman Allah swt :

“. . .Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan
hujan itu . . .” (al-Anfaal [8];11)

2) Air Laut

Adapun penjelasan hadist tentang karakteristik air laut ini sbb :

“Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, ‘yaRasulullah, kami biasa berlayar


dilautan dan hanya membawa air sedikit.jika kami pakai air untuk berwudhu ,akibatnya
kami akan kehausan maka apakah bolehkah kami berwudhu dengan air laut/’,
Rasulullah saw. Bersabda, “laut itu airnya suci lagi menyucikan, dan bangkainya halal
dimakan.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu dawud, Tirmidzi, dan an-Nasa’i)

3). Air Telaga (zama-zam)

sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ali r.a,artinya bahwa Rosulullah saw

meminta seember penuh dengan air zam-zam, lalu diminumnya sedikit dan kemudian

dipakainya berwudhu. (HR. Ahmad)

4) Air yang Berubah

Air yang berubah disebabkan lama tergenang atau tidak mngalir, atau disebabkan

bercampur dengan dengan apa yang menurut kebiasaannya tak terpisah dari air, seperti

lumut dan daun-daun kayu, maka menurut ijma’ ulama air ini itu tetap termasuk air
mutlak. Alasannya adalah setiap air yang dapat disebut air mutlak tanpa kaitan dengan

unsur-unsur lain, boleh dipakai untuk bersuci. Allah berfirman ;

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah,
dan jika kamu sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur.” (QS. Al Maa-idah [5];6)
[403] Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena air.
[404] Artinya: menyentuh. menurut jumhur Ialah: menyentuh sedang sebagian mufassirin Ialah:
menyetubuhi.
2. Air Mutanajis/Air yang bernajis

Adalah air yang kena najis (kemasukan najis), adapun jenis air ini terdapat 2

kategori, yaitu sbb :

a. bila itu mengubah salah satu dari rasa, warna, atau baunya, berdasarkan kondisi

ini maka para ulama sepakat bahwa air itu tidak dapat dipakai untuk bersuci

b. Bila air tetap dalam keadaan mutlak, dengan kata lain, salah satu sifatnya yang

tiga tadi tidak berubah, baik kadar air tersebut sedikit atau pun banyak (dua kulah)

hukumnya adalah suci mennyucikan.

3. Air Musta’mal

Pada pengertian diawal mengenai air musta’mal, hukum air musta’mal

digolongkan pada kategori air suci tapi tidak menyucikan kecuali dalam kadar yang

banyak (2 kulh), ada 2 pandangan dan perbedaan pendapat mengenai macam air ini :
a. Golongan yang pertama yaitu golongan yang melarang dan tidak

memperbolehkan air musta’mal untuk dipakai untuk bersuci, golongan ini

berpendapat bahwa apa yang disebut air musta’mal adalah air yang pernah

dipakai oleh seseorang untuk berwudhu, atau mandi dan air itu sedikit, maka tidak

boleh bagi seorang pun untuk menggunakan air itu untuk wudhu atau mandi.

Ada beberapa hadis nabi yang menjadi acuan pandangan ini, yaitu sbb :

“Abdullah bin umar r.a. bahwa nabi saw. Pernah bersabda , “ jika air sampai dua
kulah maka ia tidaklah mengandung najis.”
(HR.Bukhari, Muslim,Abu Dawud, Tirmidzi, dan an-Nasa’i)

b. Dan golongan yang kedua adalah golongan yang membolehkan penggunaan

macam air ini untuk bersuci, dan memberi hukum air ini suci dan menyucikan,

ada sejumlah hadis yang menjadi dasar pendapat ini :

“Ibnu Abas meriwayatkan bahwa salah seorang istri Rosulullah saw mandi junub,
kemudian Rosulullah saw datang dan berwudhu dari sisa airnya, maka istri beliau itu
berkata, “Sesungguhnya aku telah mandi dengan air tersebut,”atau tekah wudhu
dengan nya, maka Rosulullah saw bersabda, “Sesungguhnya air tidak ternajiskan
oleh sesuatu pun.” (HR. Ibnu Abas).

Abdullah bin Umar meriwayatkan, bahwa dia melihat Rosulullah saw dan
sahabat-sahabatnya, pria dan wanita bersuci dari satu wadah.

4. Air yang bercampur dengan Barang yang Suci

Misalnya dengan sabun, lumut, tepung, dan lain-lain yang bisa terpisah dari air.

Hukumnya tetap menyucikan selama kemutlakannya masih terpelihara. Jika sudah tidak,
hingga ia tidak dapat lagi dikatakan air mutlak. Maka hukumnya ialah suci pada dirinya,

dan tidak menyucikan bagi lainnya. Adapun acuan hadist mengenai permasalahan ini ;

“Ummu Athiyah berkata, Rosulullah saw masuk ke ruangan kami pada hari ketika
putrinya Zainab wafat. Lalu beliau berkata, Mandikanlah ia tiga atau lima kali atau
lebih banyak lagijika kalian mau, dengan air yang dicampur dengan daun bidara,
setelah itu, campurlah air itu dengan kapur barus atau sedikit darinya. Jika telah selesai
beritahukanlah padaku, setelah memandikan, kami pun memberitahukan pada nabi,
kemudian beliau mnyerahkan kain kafan untuknya seraya bersbda, balutkan lah kain ini
pada rambutnya.” (HR. Jama’ah)

Sebagaimana yang telah diketahui, mayat tidak boleh dimandikan kecuali dengan

air yang suci lagi mensucikan untuk orang hidup.

5. Hikmah

a) Menambah khasanah dan wawasan tentang hakikat kemutlakan air

b) Mengetahui tentang pengklasifikasian air

c) Air merupakan salah satu sarana atau alat untuk bersuci

d) Air menjadi peran dan fungsi utama sebagai alat untuk bersuci

e) Mengenal macam-macam air dan pembagiannya

f) Pembahasan ini merupakan salah satu media pengembangan dan penerapan

ilmu fiqh, dimana kajian fiqh merupakan salah satu bagian besar kajian

intelektualitas dari ajaran agama kita, yaitu islam yang lurus dan islam yang

agung.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui[1168],” (QS. Ar Ruum [30];30)

[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai
naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid,
Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara
pengaruh lingkungan.

7. Sumber Referensi

►Fiqh Sunnah Penulis Sayyid Sabiq Penerbit : PENA

►Fiqh Thaharah Yusuf Al-Qardhawi Penerbit : Pustaka Al-Kautsar

Anda mungkin juga menyukai