Anda di halaman 1dari 23

1

Meningitis Viral
1.1.

Anatomi
Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur
syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal.
Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
Lapisan Luar (Durameter)
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum
tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas
durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan
durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak untuk
membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.
Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid
disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening.
Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan
sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil
yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat
dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan
piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang.
Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.

1.2.

Definisi Meningitis Viral


Meningitis viral merupakan inflamasi dari meninges (selaput pembungkus otak dan
medula spinalis) yang disebabkan oleh infeksi virus. Disebut juga aseptik meningitis atau
non purulen meningitis. CSS ditandai dengan pleositosis dan tidak ada mikroorganisme
pada pewarnaan gram dan biakan rutin. Pada kebanyakan keadaan dapat sembuh sendiri
namun pada beberapa kasus, ditemukan morbiditas dan mortalitas yang besar.

1.3.

Etiologi dan Faktor Risiko

1.3.1. Etiologi
Meskipun banyak agen dan kondisi yang diketahui terkait dengan meningitis
aseptik anak, seringkali penyebab spesifik tidak diidentifikasi, karena penyelidikan
diagnostik yang lengkap tidak selalu selesai. Virus adalah penyebab paling umum, dan
enterovirus (coxsakle A dan B, echovirus, poliovirus) adalah virus yang paling sering
terdeteksi. Jenis virus lain yang diduga terlibat diantaranya herpes virus (virus herpes
simpleks-I (HSV-I), HSV-2, virus epstein barr, virus varicella zooster), gondongan,
campak, arbovirus, Lymphocytic choriomeningitis virus, HIV dan adenovirus.
Di daerah dengan vaksinasi luas, enterovirus adalah penyebab paling umum dari
meningitis viral. Sedangkan, di daerah dengan tingkat vaksinasi rendah, virus
gondongan menjadi penyebab paling sering. Infeksi virus gondongan, adenovirus, dan
virus varicella-zoster (VZV) cenderung lebih parah daripada infeksi enterovirus (EV),
dan seringkali ensefalitis ditemukan. Infeksi Arbovirus juga sering berhubungan
dengan ensefalitis dan kejang.
a

Enterovirus
Lebih dari 85% Enterovirus menjadi penyebab dari semua kasus meningitis
viral dan merupakan bagian dari Famili virus Picornaviridae ("pico" untuk kecil,
"rna" untuk asam ribonukleat) dan didalamnya termasuk echovirus, coxsackie A
dan B dan poliovirus. Enterovirus nonpolio adalah virus yang umum contohnya
rhinovirus. Mayoritas kasus meningitis disebabkan oleh serotipe coxsackievirus
dan echovirus.
Penularan enterovirus melalui rute oral-fecal, tetapi juga dapat menyebar
melalui rute saluran pernapasan. Temuan klinis terkait infeksi enterovirus dapat
mencakup faringitis, pleurodynia, ruam, dan perikarditis. Enterovirus 70 dan 71,
yang menunjukkan neurotropism kuat, berhubungan dengan meningoencephalitis,
poliolike sindrom, dan sindrom Guillain-Barre, serta meningitis aseptik.

b Arboviruses7
Arboviruses mencapai sekitar 5% kasus di Amerika Utara. Arboviruses
terdiri dari lebih dari 500 virus dari famili virus yang berbeda, semua diberi nama
umum "ar-bo," untuk penyakit arthropoda-borne yaitu nyamuk berperan
sebagai vektor untuk transmisi. Manifestasi klinis yang paling umum adalah

meningoencephalitis daripada meningitis murni. Kejang lebih sering terjadi


dengan meningitis arboviral dibandingkan dengan kelompok lain dari virus.
c

Mumps
Berasal dari famili paramyxovirus, virus mumps adalah salah satu agen
penyebab

pertama

yang

diketahui

menyebabkan

meningitis

dan

meningoencephalitis. Insiden mumps di era vaksinasi telah menurun secara


signifikan untuk 1 per 100.000 penduduk di Amerika Serikat.Tetapi, mumps terus
menyebabkan 10-20% dari meningitis dan meningoencephalitis kasus di belahan
dunia mana vaksin tidak mudah diakses.
d Famili Herpes Virus
Herpes simplex virus (HSV) -1, HSV-2, virus varicella-zoster (VZV), virus
Ebstein-Barr (EBV), cytomegalovirus (CMV), dan virus humanherpes-6 secara
kolektif menyebabkan sekitar 4% dari kasus meningitis viral, dengan HSV-2
menjadi agen yang paling umum. Virus dapat menyerang setiap saat sepanjang
tahun. Meningitis yang disebabkan oleh virus ini sering self limited. Ketika
berhubungan dengan ensefalitis, tingkat kematiannya bisa tinggi. Pengobatan dini
dengan asiklovir dapat secara signifikan mengurangi morbiditas.
e

Virus Lymphocytic choriomeningitis


LCMV merupakan Famili arenaviruses. Saat ini menjadi penyebab yang
jarang dari meningitis. Virus ini ditularkan ke manusia melalui kontak dengan
hewan pengerat (misalnya, hamster, tikus) atau kotoran mereka. Orang yang
beresiko tinggi infeksi adalah pekerja laboratorium, pemilik hewan peliharaan,
atau orang yang tinggal di daerah nonhygienic.

Adenovirus7
Adenovirus merupakan penyebab yang jarang dari meningitis pada individu
imunokompeten

tetapi

penyebab

utama

pada

pasien

dengan

acquired

immunodeficiency syndrome (AIDS). Infeksi dapat terjadi bersamaan dengan


infeksi saluran pernapasan atas.
g

Campak
Morbillivirus Ini adalah penyebab lain meningitis yang telah menjadi
langka. Alat bantu dalam diagnostik berupa ruam makulopapular. Masih menjadi
ancaman kesehatan di seluruh dunia, campak memiliki tingkat serangan infeksi
tertinggi. Pemberantasan campak merupakan tujuan penting dari Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO).

h HIV
HIV dapat menjadi penyebab meningitis atipikal ditandai dengan kronisitas
dan kekambuhan. Pemeriksaan CSF dapat menunjukan pleositosis, tingkat protein
tinggi dan kadang-kadang, tekanan intrakranial tinggi.
Laporan menyatakan bahwa sebanyak 5-10% dari infeksi HIV dapat
menyebabkan meningitis. Selain dari tanda-tanda meningeal, infeksi HIV juga
dapat menyebabkan ensefalopati, kejang, dan defisit neurologis fokal. Beberapa
pasien menunjukan temuan CSF abnormal yang kronis dengan gejala ringan atau
tidak ada. HIV sering dapat diisolasi dari CSF.
Berikut ini, organisme penyebab meningitis viral6:
Organisme
Coxsaklevirus

Gambaran Klinis Khusus

Cairan

Paralisis (sangat jarang)

Serebrospinal
Limfosit 0,05-0,5 x Apus tenggorok +

dan echovirus

Mikrobiologi

109/L

Kultur tinja +

Protein 0,5-1 g/L

Antibodi serum: titer

Virus

Glukosa normal
meningkat
Limfosit 0,05-0,5 x Apus tenggorok +

gondongan

109/L

Kultur tinja +

Protein 0,5-1 g/L

Antibodi serum: titer

Poliovirus

Meningitis (sering)
Paralisis
(jarang)

Glukosa normal
meningkat
Limfosit 0,05-0,5 x Apus tenggorok +

asimetris 109/L

Kultur tinja +

Protein 0,5-1 g/L

Antibodi serum: titer

Glukosa normal

meningkat

1.3.2. Faktor Risiko


Meningitis virus dapat menyerang siapa saja. Bayi kurang dari 1 bulan dan
orang-orang yang sistem kekebalan tubuh lemah berada pada risiko tinggi untuk
infeksi yang berat.9
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko meningitis viral meliputi9:

Umur
Viral meningitis terjadi terutama pada anak kurang dari 5 tahun.

Sistem kekebalan tubuh yang lemah

Ada penyakit dan obat-obatan tertentu yang dapat melemahkan sistem kekebalan
tubuh dan meningkatkan risiko meningitis. Misalnya, kemoterapi dan
transplantasi sumsum tulang.
1.4.

Patofisiologi
Urut-urutan kejadian bervariasi sesuai dengan agen infeksi dan hospes. Pada
umumnya, virus masuk melalui sistem limfatik. Enterovirus masuk melalui penelanan
(oral); campak, rubela dan hsv masuk melalui membran mukosa. Pada tempat tersebut
terjadi multiplikasi dan organisme tersebut masuk ke dalam aliran darah menyebabkan
infeksi pada organ tertentu. Pada stadium ini (fase ekstraneural) bermanifestasi sebagai
demam, gejala sistemik lain, tetapi jika terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada organ
tersebut maka dapat terjadi penjalaran virus sekunder hingga mencapai selaput otak. 1
Sebagian besar dari virus bereplikasi di dekat tempat masuknya ( replikasi primer) dan
mendapatkan akses ke sistem saraf pusat melalui jalur hematogen yang paling sering
ataupun melalui jalur neural ( saraf perifer ). Setelah replikasi primer, virus menyebar ke
jaringan limfatik, dimana dapat terjadi amplifikasi dari jumlah virus, kemudian menuju ke
peredaran darah sehinnga menyebabkan viremia primer. Virus diperkirakan memasuki
sistem saraf pusat ketika viremia primer, atau mungkin melewati viremia sekunder,
setelah amplifikasi di tempat sekunder seperti otot, kulit, organ internal, dan jaringan
lemak. Kemudian virus memasuki sistem saraf pusat melewati pleksus choroid atau
melalui infeksi di sel endotel kapiler. Mekanisme yang virus yang beredar menembus
sawar darah-otak dan cairan serebrospinal (CSF) sehingga menyebabkan meningitis tidak
jelas.
Terdapat bukti bahwa beberapa virus mendapatkan akses ke SSP melalui transportasi
retrograde sepanjang akar saraf. Misalnya, jalur untuk ensefalitis HSV-1 adalah melalui
akar saraf olfaktorius atau trigeminal. Ketika virus mencapai pleksus choroid, biasanya
mereka bereplikasi di sana, mengakibatkan penyebaran melalui Liquor cerebrospinalis,
dan memungkinkan virus untuk mencapai meninges dan sel ependimal. Virus kemudian
mengadakan replikasi di sel-sel ini dan mengakibatkan destruksi sel dan mencetuskan
inflamasi. Proses inflamasi terutama terdiri dari sel mononukelar, dengan destruksi fokal
dari lapisan ependimal, lepromeninges basal fibrotik, dan inflamasi pleksus choroid.
Kadang-kadang inflamasi di sekitar pembuluh darah dapat menyebabkan perivasvcular
cuffing di lapisan terluar dari cortex. Inflamasi di bagian otak dan nekrosis sel-sel saraf
tidak terlihat. Kombinasi dari destruksi meningeal dan sel-sel ependimal serta respons
inflamasi berperan dalam manifestasi klinis demam, kaku kuduk, nyeri kepala, dan

photophobia. Di sebagian besar kasus ( namun tidak semua ), respons sistem inflamasi
imun membatasi jumlah replikasi virus dan lamanya waktu sindrom meningitis virus.
Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleositosis; leukosit polimorfonuklear (PMN)
dalam 24-48 jam pertama, kemudian diikuti oleh peningkatan jumlah monosit dan
limfosit. Limfosit sel T ditemukan, meskipun imunitas sel B juga penting dalam
mempertahankan melawan beberapa virus.
Kerusakan neurologis disebabkan (1) oleh invasi langsung dan penghancuran jaringan
saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan atau (2) oleh reaksi imunologis hospes
terhadap antigen virus. Kebanyakan penghancuran saraf terjadi karena invasi virus secara
langsung, sedangkan respon jarinagn hospes yang hebat mengakibatkan dimielinisasi dan
penghancuran vaskuler serta perivaskuler. Infeksi virus menyebabkan respon inflamasi
dalam tingkat yang lebih rendah dari infeksi bakteri. Kerusakan pada meningitis viral
mungkin terkait adanya ensefalitis dan peningkatan tekanan intrakranial (ICP).
1.5.

Penegakan Diagnosis
Anamnesa
Pada pemeriksaan anamnesis, kebanyakan pasien mengeluhkan adanya demam,
sakit kepala, iritabilitas, mual, muntah, kaku leher, ruam kemerahan, ataupun perasaan
lelah pada 18-36 jam pertama. Diare, mual, batuk, dan myalgia dikeluhkan lebih dari
50% pasien. Sakit kepala merupakan gejala yang hampir selalu muncul pada pasien
dengan meningitis virus. Nyeri kepala yang terjadi biasanya di daerah frontal hingga
retro-orbital dan terkadang dilaporkan sangat parah. Walau begitu, nyeri kepala sangat
hebat harus dibedakan dengan perdarahan subarachnoid yang diakibatkan oleh
aneurisma. Riwayat peningkatan suhu terjadi pada 76 100 % pasien yang datang
mencari pertolongan medis. Pola yang paling sering tampak ialah adanya demam yang
ringan pada stase prodromal, dan demam tinggi pada saat gejala neurologis muncul.
Gejala yang lebih jarang terjadi adalah photophobia, malaise, myalgia, mual, muntah,
sakit tenggorokan, menggigil, dan pusing.
Sakit kepala pada ensefalitis dan meningitis merupakan salah satu menifestasi
prodormal dan juga gejala utama di antara gejala-gejala serebral lainnya. Sebagai
manifestasi prodormal, sakit kepala itu bersifat umum, seperti sakit kepala sewaktu
mengidap flu. Dan memang gejala-gejala lainnya terdiri dari salesma, batuk, demam
ringan, dan badan merasa letih-lesu. Jarang para penderita meningitis/ensefalitis datang
berobat pada tahap prodormal. Hampir semua penderita ke dokter pada saat sakit kepala
dirasakan memberat atau gejala serebral yang mengkhawatirkan. Gejala-gejala yang lain

dapat berupa penurunan kesadaran, kaku kuduk, fotofobia, paresis, hemiparese,


monoparesis (ensefalitus), kejang fokal (pada ensefalitis dan meningoensefalitis), kejang
umum (pada meningitis dan ensefalitis) dan papiledema bilateral.
Bayi yang baru lahir akan menunjukkan gambaran tidak mau makan dan tampak
lesu. Anak-anak yang lebih muda umumnya tidak melaporkan adanya sakit kepala dan
hanya tampak sedikit gelisah. Untuk beberapa minggu, anak-anak mungkin mengalami
iritabilitas, inkoordinasi, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
Perjalanan gejala beberapa virus dapar terjadi dengan amat cepat, sedangkan
virus yang lainnya menampilkan gejala yang tidak begitu jelas, seperti gambaran fase
prodromal virus pada umumnya : malaise, myalgia, dan gangguan saluran pernafasan
atas. Pada banyak kasus, gejala memiliki pola bifasik, gejala seperti flu yang tidak
spesifik dan demam ringan diserta gangguan neurologis terjadi bergantian pada 48 jam.
Pada saat munculnya kaku di leher dan sakit kepala, demam biasanya kembali muncul.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta
rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh
Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh
pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada
meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala,
muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam
makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas.
Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada
palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit
kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.
Anamnesis yang dilakukan sebaiknya lebih terperinci termasuk menanyakan
mengenai adanya riwayat kontak dengan nyamuk, kutu, ataupun adanya kegiatan di luar
ruangan yang berada di daerah yang menjadi tempat endemik Lyme disease, adanya
riwayat perjalanan ke daerah yang endemik tuberkulosis, riwayat penggunaan obat,
riwayat penggunaan obat invus, dan adanya resiko penyakit penularan lewat hubungan
seksual.

Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik bervariasi, tergantung pada usia pasien dan organisme atau
kondisi yang bertanggung jawab atas meningitis. Semakin muda usia anak, tanda yang
ditemukan menjadi kurang spesifik: pada bayi muda, temuan pasti yang menunjukkan
meningitis jarang terlihat, tetapi semakin tua usia anak, pemeriksaan fisik dapat diandalkan.4
Bayi dapat demam atau hipotermia, limfadenopati, ubun-ubun membonjol, diastasis
dari sutura, dan kaku kuduk. 4 Pemeriksaan neurologis termasuk mengevaluasi tanda-tanda
meningismus (misalnya, sakit kepala, fotofobia, kaku kuduk, dan Kernig positif atau tanda
Brudzinski) dan tanda-tanda neurologis fokal atau umum. Tanda-tanda neurologis fokal
ditemukan sebanyak 15% dari pasien dan hal ini berhubungan dengan prognosis yang lebih
buruk.4
Kaku kuduk atau tanda lain yang menunjukkan iritasi pada selaput meningens
(brudzinski dan kernig) dapat ditemukan pada lebih dari 50% pasien, namun gejala ini tidak
separah yang ditemukan pada meningitis bakteri serta tidak dapat menginklusi ataupun
mengekslusi pasien meningitis.Pasien pediatri, khususnya neonatus cenderung tidak
menunjukkan adanya kaku kuduk pada pemeriksaan. Iritasi meningens juga dapat ditandai
dengan nyeri kepala yangmakin hebat bila digerakkan dari dan ke arah horizontal dengan
kecepatan 2 hingga 3 kali per detik. Pada iritasi meningeal yang parah, pasien dapat
membentuk seperti posisi tripod, dimana terjadi fleksi panggul dan lutut, ekstensi leher, dan
tangan ke arah belakang untuk menyokong thoraks.
Berdasarkan kelompok umur, gejala awal meningitis yang tidak spesifik, antara lain8:
Semua usia
Demam

Bayi
Rewel

Anak-anak
Sakit kepala

Muntah

Menangis keras

Fotofobia

Mengantuk

Ubun-ubun menonjol

Kaku kuduk

Kejang
Pemeriksaan Penunjang
Jika pasien diduga meningitis, maka perlu diambil sampel swab nasooropharyngeal, swab rectal feses, cairan serebrospinal dan darah untuk dikirim ke

laboratorium. Sangat penting untuk mengetahui penyebab spesifik dari meningitis karena
keparahan penyakit dan pengobatan akan berbeda sesuai dengan penyebabnya.9
Pungsi lumbal penting untuk segera dilakukan. Pewarnaan gram dan penghitungan
jenis sel memberikan informasi segera yang sangat berharga. Biasanya informasi ini
mampu membedakan meningitis viral (limfositik) dan meningitis bakterial (purulen) dari
pemeriksaan LCS yang diberikan jika anak belum mendapatkan antibiotika.8
Karakteristik cairan serebrospinal yang ditemukan pada meningitis virus yaitu
cairan jernih dengan kandungan protein normal atau meningkat dan glukosa normal. Bisa
ditemukan sel sel mononuklear, namun tak ditemukan organisme.6
Jika temuan yang didapat memberikan hasil yang samar-samar, biasanya dilakukan
penanganan seperti jika ada patogen bakterial. Feses, LCS dan apusan tenggorok dapat
dikultur untuk mengetahui adanya virus, dan pada semua kasus kultur darah perlu
dilaksanakan.8

Gambar. Analisis LCS Pada Beberapa Infeksi Meningitis

1.6.

Penatalaksanaan
Pengobatan untuk meningitis virus umumnya bersifat suportif. Istirahat, hydrasi,

antipiretik dan anti nyeri, anti radang merupakan hal yang dapat diberikan pada pasien sesuai
dengan kebutuhan. Keputusan penting yang harus di ambil ialah apakah perlu memulai

10

pemberian antibiotik empiris untuk meningitis bakteri sambil menunggu kepastian


penyebabnya. Antibiotik intravena (IV) harus diberikan bila ada kecurigaan akan meningitis
bakteri.
Hospitalisasi diperlukan pada pasien dengan nyeri kepala hebat, demam, dan
dehidrasi akibat mual dan muntah. Perawatan di rumah sakit juga diperlukan ketika gambaran
LCS atipikal. Bila kadar gula LCS rendah, atau adanya gambaran leukosit polimorfonuklear,
sangatlah sulit untuk menyingkirkan meningitis bakterial. Oleh karena itu, pasien perlu
mendapat perawatan dan antibiotik spektrum luas hingga studi LCS dan kultur darah
dinyatakan negatif. Lumbal pungsi dapat diulang dalam waktu 8 hingga 12 jam, dan harus
menunjukkan penurunan yang signifikan dari leukosit polimorfonuklear dan bergeser ke arah
sel mononuklear bila memang terinfeksi meningitis virus. Terapi antiviral yang spesifik dapat
diindikasikan pada komplikasi yang mengancam nyawa yang lebih sering terjadi pada anak
baru lahir, balita, dan pasien immunocompromised. Agen kemoterapeutik spesifik telah
tersedia untuk bebrapa infeksi virus herpes (acyclovir, famciclovir, valacyclovir, ganciclovir,
foscarnet)25
Medikamentosa dan Prosedur medis
Pada pasien yang menunjukkan adanya gejala dan tanda meningoenchepalitis harus
menerima asiklovir dini untuk mencegah enchepalitis HSV. Terapi yang diberikan bisa
dimodifikasi berdasarkan hasil pewarnaan gram, kultur, dan pemeriksaan PCR. Pasien yang
keadaannya tidak stabil harus diberikan perhatian lebih atau dirujuk ke ICU untuk dijaga
airway, dan persarafannya untuk menghindari terjadinya komplikasi.
Kebanyakan pasien meningitis aseptik dapat diterapi dengan rawat jalan, setelah
dilakukan lumbal pungsi. Mereka yang menderita kejang, gangguan kesadaran ataupun gejala
yang berat ataupun mereka yang diagnosisnya meragukan sebaiknya dirawat di rumah sakit.
Kebanyakan terapi bersifat suportif, termasuk analgetik, anti piretik, anti emetik, pengaturan
balans cairan dan pencegahan serta penanganan komplikasi. Tidak ada terapi spesifik yang
direkomendasikan pada kebanyakan patogen virus. Manakala ada kecurigaan ataupun
pembuktian terhadap keberadaan meningitis bakteri, terapi antibiotik empiris sebaiknya
dimulai setelah spesimen kultur didapatkan.
Enterovirus dan HSV masing-masing dapat menyebabkan septik shock pada bayi baru
lahir dan balita. Pada pasien yang masih kecil ini, antibiotik spektrum luas dan asiklovir harus
diberikan segera setelah ada diagnosis yang dicurigai. Perhatian khusus harus diperhatikan
pada keseimbangan cairan dan elektrolit (khususnya natrium). Restriksi cairan,diuretik, dan

11

terkadang hypertonik saline dapat digunakan untuk mengkoreksi hyponatremia. Pencegahan


infeksi sekunder dari traktus urinarius dan sistem pernafasan juga harus menjadi perhatian.
Acyclovir, diberikan secara intravena (10 mg/kg dalam 8 jam), adalah terapi antivirus
yang paling penting dan tersedia untuk pengobatan meningoencephaliti HSV (atau VZV).
Acyclovir dapat mengurangi angka kematian ensefalitis HSV ensefalitis sampai
20%.2Acyclovir semestinya digunakan secara empiris pada setiap pasien dengan gejala klinis
ensefalitis ataupun dengan fitur lain dari infeksi HSV seperti lesi genital, sambil menunggu
hasil PCR CSF atau sampai patogen alternatif diidentifikasi. Dalam kasus lanjut ensefalitis
HSV atau VZV, pemberian acyclovir harus dilanjutkan selama 2-3 minggu.
Menunggu hasil LP bukan menjadi alasan untuk tidak memberikan antibiotik.
Pemberian antibiotik harus didasarkan pada gejala klinis pasien. Antibiotik spektrum luas
yang dapat digunakan adalah ampicilin ditambah dengan chepalosporin generasi ketiga
(ceftriaxone, cefotaxime, ceftazidine). Aminoglikosida biasa digunakan pada infeksi yang
parah pada neonatus dan anak-anak. Anti-tuberkulosis, anti jamur, dan pengobatan
enterovirus disimpan sampai adanya konfirmasi dari hasil laboratorium.
Kejang harus ditangani segera dengan antikonvulsant IV seperti lorazepam, phenitoin,
midazolam, ataupun barbiturat. Pasien yang tidak sadar akibat enchepalitis virus dapat saja
mengalami kejang yang non-konvulsive, oleh karena itu diperlukan EEG untuk menilainya.
Pada kasus enchepalitis yang parah, edema otak dapat saja terjadi dan diperlukan
pengendalian tekanan intrakranial dengan menggunakan IV manitol (1g/kg untuk dosis awal,
diikuti 0.25-0.5 g/kg), IV dexamethasone atau intubasi dan hyperventilasi ringan dengan
PCO2arterial berkisar antara 28-30 mmHg. Pemasangan intracranial monitor sangat
disarankan pada keadaan ini.
Pemberian antiviral multipel saat ini sedang di uji pada populasi umum. Dampaknya
untuk mencegah meningitis virus masih belum teruji. Pada infeksi virus herpes, asiklovir
sangat bermanfaat hanya jika diberikan pada awal infeksi. Kasus yang dicurigai harus
ditangani dengan segera. Pada kasus yang diikuti dengan kejang, maka harus diduga kearah
enchepalitis dan diberi asiklovir.
Anti-HIV harus diberikan ketika pasien memiliki riwayat ataupun memiliki resiko
tinggi terkena enchepalitis HIV.
Gancyclovir yang biasan digunakan untuk infeksi CMV disimpan untuk kasus yang
parah yang disertai dengan temuan adanya CMV pada kultur. Obat ini juga digunakan untuk
infeksi kongenital atau pada pasien yang terkena AIDS. Gansiklovir infus merupakan terapi
antivirus untuk CMV meningoencephalitis (5 mg/kg tiap 12 jam selama 2 minggu). Di

12

samping itu tersedia juga prodrug valgansiklovir oral, yang mencapai tingkat darah yang
mirip dengan gansiklovir infus, dan merupakan alternatif yang sangat bkermanfaat. Selain itu,
lini kedua obat anti-virus herpes yakni foskarnet dan sidofovir. Kedua obat ini beserta
gansiklovir berhubungan dengan toksisitas renal, oleh karena itu wajib dilakukan pemantauan
ketat. Saat ini tidak ada terapi untuk infeksi enterovirus yang berlisensi, namun pleconaril,
obat dengan aktivitas anti-picornavirus, itu memberikan hasil baik pada pasien dengan
imunodefisiensi primer dan dalam beberapa uji klinis pada infeksi enterovirus pada orang
dewasa dan anak-anak, termasuk meningitis pada bayi.2Meskipun obat ini tampaknya efektif
pada banyak pasien dengan immunodeficiency primer. Hasil uji coba menunjukkan
kekhawatiran interaksi obat. 26
Pemberian IVIG pada neonatusmenunjukkan suatu hasil yang cukup baik pada kasus
yang parah dimana tidak ditemukan adanya pilihan pengobatan lainnya.
Terapi untuk virus West Nile sudah termasuk antiserum spesifik dan interferon--2b.
Amantadinetelah digunakan untuk meningoencephalitis influenza, meskipun ada sedikit
laporan mengenai kemanjurannya. Inhibitor neuraminidase mungkin juga efektif pada infeksi
ini, meskipun tidak ada laporan yang dipublikasikan penggunaan pada encephalitis nya.
Tindakan pembedahan
Tidak ada terapi pembedahan yang diperlukan pada pasien dengan meningitis virus.
Pada kasus yang jarang, dapat terjadi komplikasi menjadi hidrosefalus. Pada kasus seperti ini,
VP shunt ataupun LP shunt dibutuhkan. Ventrikulostomi dengan sistem penampung eksternal
merupakan indikasi pada kasus hidrosefalus akut.
Edukasi pasien
Pasien yang sedang hamil disarankan mencegah kontak dengan hewan pengerat yang
mungkin membawa LCMV. Beberapa investigator bahkan menyarankan untuk
menghindari anak-anak dan kolam renang pada trimester ketiga untuk menurunkan
resiko enterovirus untuk berkolonisasi dan menyerang janin. Hewan peliharaan yang
terinfeksi juga beresiko bagi wanita yang hamil.
Neonatus harus dijauhkan dari paparan dengan nyamuk untuk mencegah infeksi
arbovirus.
Vaksinasi tetap menjadi senjata utama untuk melawan infeksi oleh polio, campak,
mumps, dan varicella.

13

Cuci tangan yang benar sangat efektif dalam mengontrol penyebaran enterovirus dan
penyakit yang terkait, namun tetap saja kebersihan lingkungan memegang peranan
penting pada negara berkembang.
Edukasi kepada pasangan mengenai penggunaan pengaman dapat menurunkan insidensi
infeksi HSV-2.
Perlindungan dari nyamuk (dengan menggunakan spray anti-nyamuk, kelambu, dan
eradikasi tempat berkembang biak nyamuk) harus dilakukan untuk mencegah infeksi
arbovirus dan sangat penting terutama paa pasien yang beresiko.
Menjauhkan diri dari paparan dengan hewan pengerat dapat menurunkan insidensi
meningoenchepalitis LCMV. Hewan peliharaan yang terinfeksi, tikus merupakan resiko
bagi wanita hamil.

14

Ensefalitis
II.1 Definisi
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikro-organisme.
Ensefalitis ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis jaringan otak.
II.2 Etiologi
Infeksi-infeksi Virus
a. Campak
Dapat memberikan sekuele berat.
b. Kelompok virus entero
Sering pada semua umur, keadaannya lebih berat pada neonatus.
c. Rubela
Jarang sekuele kecuali pada rubela congenital
d. Kelompok Virus Herpes
Herpes Simpleks (tipe 1 dan 2) : relatif sering; sekuele sering ditemukan pada
neonatus menimbulkan kematian.
Virus varicela-zoster jarang sekuele berat sering ditemukan.
Virus sitomegalo-kongenital atau akuista : dapat memberikan sekuele lambat pada
CMV congenital
Virus EB (mononukleosis infeksiosa) : jarang
e. Kelompok virus poks

15

f. Vaksinia dan variola ; jarang, tetapi dapat terjadi kerusakan SSP berat.
Infeksi-infeksi Non virus
a

Riketsia
Komponen ensefalitik dari vaskulitis serebral.

Mycoplasma pneumonia
Terdapat interval beberapa hari antara gejala tuberculosis dan bakteri lain, sering
mempunyai komponen ensefalitik.

Bakteri
Tuberculosa dan meningitis bakteri lainnya; seringkali memiliki komponen-komponen
ensefalitis.

Spirochaeta
Sifilis, kongenital atau akuisita, leptospirosis

Jamur
Penderita-penderita dengan gangguan imunologis mempunyai resiko khusus;
kriptokokosis;

histoplasmosis;aspergilosis,

mukor

mikosis,

moniliosis,

koksidioidomikosis
f

Protozoa
Plasmaodium Sp,Tyypanosoma Sp,naegleria Sp, Acanthamoeba, Toxoplasma gondii.

Metazoa
Trikinosis,ekinokokosis,sistiserkosis,skistosomiasis.

II.3 Patofisiologi
Pada umumnya virus ensefalitis termasuk sistem limfatik, baik berasal dari menelan
enterovirus akibat gigitan nyamuk atau serangga lain. Didalam sistem limfatik ini terjadi
perkembangbiakan dan penyebaran ke dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi
pada beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural), ditemukan penyakit demam

16

nonpleura, sistemis, tetapi jika terjadi perkembangbiakan lebih lanjut dalam organ yang
terserang, terjadi pembiakan dan penyebaran virus sekunder dalam jumlah besar. Invasi
ke susunan saraf pusat akan diikuti oleh bukti klinis adanya penyakit neurologis.
Kemungkinan besar kerusakan neurologis disebabkan oleh (1) invasi langsung dan
destruksi jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi aktif atau (2) reaksi jaringan saraf
terhadap antigen-antigen virus. Perusakan neuron mungkin terjadi akibat invasi langsung
virus, sedangkan respon jaringan pejamu yang hebat mungkin mengakibatkan
demielinisasi, kerusakan pembuluh darah dan perivaskular. Kerusakan pembuluh darah
mengakibatkan gangguan peredaran darah dan menimbulkan tanda-tanda serta gejalagejala yang sesuai. Penentuan besarnya kerusakan susunan syaraf pusat yang
ditimbulkan langsung oleh virus dan bagaimana menggambarkan banyaknya perlukaan
yang diperantarai oleh kekebalan, mempunyai implikasi teraupetik; agen-agen yang
membatasi multiplikasi virus diindikasikan untuk keadaan pertama dan agen-agen yang
menekan respons kekebalan selular pejamu digunakan untuk keadaan lain.
Pada ensefalitis bakterial, organisme piogenik masuk ke dalam otak melalui peredaran
darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus. Penyebaran melalui peredaran
darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak.
Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian
tengah dan sinus paranasalis. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak.
Biasanya terdapat di bagian substantia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai
darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluhpembuluh darah dan agregasi leukosit yang sudah mati.

Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan dan kongesti
jaringan otak disertai peradangan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh darah dan
infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses. Mulamula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding kuat membentuk kapsul
yang konsentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit PMN, sel-sel plasma dan
limfosit. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau
ruang subarakhnoid yang dapat mengakibatkan meningitis. Proses radang pada
ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering mengenai jaringan selaput

17

otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat bila disebut sebagai meningo
ensefalitis.
Virus-virus yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam tubuh
melalui saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, VHS melalui
mulut atau mukosa kelamin, virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti
gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui
plasenta oleh virus rubella atau CMV. Virus memperbanyak diri secara lokal, terjadi
viremia yang menyerang SSP melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah
melalui saraf perifer (gerakan sentripetal) misalnya VSH, rabies dan herpes zoster.
Pertumbuhan virus berada di jaringan ekstraneural (usus, kelenjar getah bening,
poliomielitis) saluran pernafasan atas mukosa gastrointestinal (arbovirus) dan jaringan
lemak (coxackie, poliomielitis, rabies, dan variola). Di dalam SSP virus menyebar secara
langsung atau melalui ruang ekstraseluler. Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron
kemudian terjadi intracellular inclusion bodies, peradangan otak dan medulla spinalis
serta edema otak. Terdapat juga peradangan pada pembuluh-pembuluh darah kecil,
trombosis dan proliferasi astrosit dan mikroglia. Neuron yang rusak dimakan oleh
makrofag disebut neurofagia yang khas bagi ensefalitis primer.
Kemampuan dari beberapa virus untuk tinggal tersembunyi (latent) merupakan hal
yang penting pada penyakit sistem saraf oleh virus. Virus herpes simplek dan herpes
zoster dapat tinggal latent di dalam sel tuan rumah pada sistem saraf untuk dapat kembali
aktif berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah infeksi pertama.

II.4 Manifestasi Klinis


Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas
sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara umum gejala berupa trias
ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun.
Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu yang
mendadak, seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar, menjerit pada

18

anak kecil. Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor, letargi), kaku kuduk,
peningkatan reflek tendon, tremor, kelemahan otot dan kadang-kadang kelumpuhan.
Manifestasi klinik ensefalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala yang tidak
khas seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial yaitu nyeri kepala, muntah-muntah, nafsu makan tidak ada, demam,
penglihatan kabur, kejang umum atau fokal dan kesadaran menurun. Gejala defisit nervi
kranialis, hemiparesis, refleks tendon meningkat, kaku kuduk, afasia, hemianopia,
nistagmus dan ataksia.
Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan perusakan
langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak; reaksi jaringan
saraf terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan vaskular, dan
paravaskular; dan karena reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten.
Pada ensefalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi
saluran nafas atas atau gastrointestinal selama beberapa hari kemudian muncul tandatanda radang SSP seperti kaku kuduk, tanda kernig positif, gelisah, lemah dan sukar
tidur. Defisit neurologik yang timbul bergantung pada tempat kerusakan. Selanjutnya
kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum,
hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara
dan gangguan mental.
II.5 Diagnosis
Diagnosis pasti untuk ensefalitis ialah berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi
jaringan otak. Scara praktis diagnostik dibuat berdasarkan manifestasi neurologik dan
informasi epidemiologik.
Hal-hal penting dalam menegakkan diagnosis ensefalitis adalah :
1

Panas tinggi, nyeri kepala hebat, kaku kuduk, stupor, koma, kejang dan gejalagejala kerusakan SSP

Pada pemeriksaan cairan serebro spinal (CSS) terdapat pleocytosis dan sedikit
peningkatan protein (normal pada ESL)

19

Isolasi virus dari darah, CSS atau spesimen post mortem (otak dan darah)

Identifikasi serum antibodi di lakukan dengan 2 spesimen yang diperoleh dalam


3-4 minggu secara terpisah.

Sebaiknya diagnosis ensefalitis ditegakkan dengan :


a.

Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut atau


kronis, keluhan, kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial,
adanya gejala, fokal serebral/serebelar, adanya riwayat pemaparan selama 2-3
minggu terakhir terhadap penyakit melalui kontak, pemaparan dengan
nyamuk, riwayat bepergian ke daerah endemik dan lain-lain.

b.

Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis


dan sebaliknya anamnesis dapat diulang berdasarkan hasil pemeriksaan.

Gangguan kesadaran
Hemiparesis
Tonus otot meninggi
Reflek patologis positif
Reflek fiisiologis menningkat
Gangguan nervus kranialis
Ataksia
c.

Pemeriksaan laboratorium

Pungsi lumbal, untuk menyingkirkan gangguan-gangguan lain yang akan


memberikan respons terhadap pengobatan spesifik. Pada ensefalitis virus
umumnya cairan serebro spinal jernih, jumlah lekosit berkisar antara nol
hingga

beberapa

ribu

tiap

mili

meter

kubik,

seringkali

sel-sel

polimorfonuklear mula-mula cukup bermakna. Kadar protein meningkat

20

sedang atau normal, kadar protein mencapai 360 mg% pada ensefalitis yang
disebabkan virus herpes simplek dan 55 mg% yang disebabkan oleh toxocara
canis . Kultur 70-80 % positif dan virus 80% positif.
Darah
Al (angka lekosit) : normal/meninggi tergantung etiologi
Hitung jenis : normal/dominasi sel polimorfenuklea
Kultur : 80-90 % positif
Pemeriksaan pelengkap
Isolasi virus. Virus terdapat hanya dalam darah pada infeksi dini. Biasanya
timbul sebelum munculnya gejala. Virus diisolasi dari otak dengan
inokulasi intraserebral mencit dan diidentifikasi dengan tes-tes serologik
dengan antiserum yang telah diketahui.
Serologi
Antibodi netralisasi ditemukan dalam beberapa hari setelah timbulnya
penyakit. Dalam membuat diagnosis perlu untuk menentukan kenaikan titer
antibodi spesifik selama infeksi diagnosis serologik menjadi sukar bila
epidemi yang disebabkan oleh salah satu anggota golongan serologik terjadi
pada daerah dimana anggota golongan lain endemik atau bila individu yang
terkena infeksi, sebelumnya pernah terkena infeksi virus arbo yang
mempunyai hubungan dekat. Dalam keadaan tersebut, diagnostik etiologik
secara pasti tidak mungkin dilakukan.
EEG
CT scan kepala
II.6 Penatalaksanaan
Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai
menghilangnya

gejala-gejala

neurologik.

Tujuan

penatalaksanaan

adalah

21

mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka,


pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
dan koreksi gangguan asam basa darah.. Tata laksana yang dikerjakan sebagai berikut :
1

Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya berat.
Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu
diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.

Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung


umur) dan pemberian oksigen.

Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia
serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.

Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena


dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12
jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan
dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam
untuk waktu lama.

Pengobatan kausatif
Sebelum berhasil menyingkirkan etilogi bakteri, terutama abses otak (ensefalitis
bakterial), maka harus diberikan pengobatan antibiotik parenteral.
Pengobatan untuk ensefalitis karena infeksi virus herpes simplek diberikan
Acyclovir intravena, 10 mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb per hari selama 10 hari. Jika
terjadi toleransi maka diberikan Adenine arabinosa (vidarabin). Begitu juga ketika
terjadi kekambuhan setelah pengobatan dengan Acyclovir. Dengan pengecualian
penggunaan Adenin arabinosid kepada penderita ensefalitis oleh herpes simplek,
maka pengobatan yang dilakukan bersifat non spesifik dan empiris yang bertujuan
untuk mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang
terserang. Efektivitas berbagai cara pengobatan yang dianjurkan belum pernah
dinilai secara objektif.

Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh

22

7
8

Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet.


Lain-lain, perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli anestesi untuk
mengantisipasi kebutuhan pernapasan buatan

II.7 Gejala Sisa dan Komplikasi


Gejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat melibatkan susunan saraf
pusat dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan
pendengaran, sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat
secara menetap. Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan
koreoatetoid), hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi.
Komplikasi pada bayi biasanya berupa hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental
karena kerusakan SSP berat.
II.8 Prognosis
Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan. Disamping itu perlu
dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit yang dapat muncul selama
perawatan. Edema otak dapat sangat mengancam kehidupan penderita. Prognosis jangka
pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada etiologi penyakit dan usia penderita.
Bayi biasanya mengalami penyulit dan gejala sisa yang berat. Ensefalitis yang
disebabkan oleh VHS memberi prognosis yang lebih buruk daripada pognosis virus
entero.
Kematian karena ensefalitis masih tinggi berkisar antara 35-50 %. Dari penderita yang
hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa. Penderita yang sembuh tanpa
kelainan neurologis yang nyata dalam perkembangan selanjutnya masih menderita
retardasi mental, epilepsi dan masalah tingkah laku.

23

Daftar Pustaka
Rashmi Kumar.Aseptic Menngitis : Diagnosis and Management, India.Indian J Pediatry
2005; 72 (1) : 57-63.
Stroop WG. Viral pathogenesis. In: McKendall RR, Stroop WG, editors. Handbook of
neurovirology. New York: Marcel Dekker, 1994.
Esiri MM, Kennedy PG. Virus diseases. In: Adams JH, Duchen LW, editors. Greenfields
neuropathology. 5th ed. New York: Oxford University Press, 1992.
Rotbart HA, Webster AD, Pleconaril Treatment Registry Group. Treatment of potentially
lifethreatening enterovirus infections with pleconaril. Clin Infect Dis 2001;32:22835
Hasbun,

Rodrigo

dkk.

2014.

Meningitis

http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview
Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

dalam

Anda mungkin juga menyukai