Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang


memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit primernya,
perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan
terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Pada periode pasca bedah kadangkadang perdarahan dan atau kehilangan cairan (dehidrasi) masih berlangsung, yang
tentu saja memerlukan perhatian khusus (Pandey, 2003; Kaswiyan, 2000).
Puasa pra-bedah selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan
(air dan elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa. Gejala dari defisit
cairan ini belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya adalah rasa haus,
perasaan mengantuk, dan pusing kepala. Gejala dehidrasi ringan ini dapat
memberikan kontribusi terhadap memanjangnya waktu perawatan di rumah sakit
yang terlihat dari penelitian 17.638 pasien dengan hasil bahwa rasa kantuk dan pusing
kepala pasca bedah merupakan faktor prediktor yang berdiri sendiri terhadap
bertambah lamanya waktu perawatan pasca bedah (Guyton, 1997).
Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra
bedah, selama pembedahan dan pasca bedah di mana saluran pencernaan belum
berfungsi secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian.
Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda

hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa edema paru
dan gagal nafas (Kaswiyan, 2000).
Sampai saat ini terapi cairan dan elektrolit perioperatif masih merupakan topik
yang menarik untuk dibicarakan karena dalam prakteknya banyak hal yang sulit
ditentukan atau diukur secara objektif (Kaswiyan, 2000).

Anda mungkin juga menyukai