Anda di halaman 1dari 49

7.

1Fatty Liver

Definisi
Fatty liver merupakan pembengkakan hati yang disebabkan oleh adanya penimbunan lemak
(Lipid) yang berlebihan di dalam sel-sel hati. Dikatakan perlemakan hati jika kandungan
lemak (terutama terdiri atas trigliserida) di hati melebihi 5% dari seluruh berat hati. Karena
pengukuran berat hati sangat sulit dan tidak praktis, diagnosis dibuat berdasarkan analisis
specimen biopsy jaringan hati, yaitu ditemukannya minimal 5-10% sel lemak dari
keseluruhan hepatosit.

Epidemiologi
Di Indonesia kasus Non Alcoholic Steatohepatitis (NASH) masih belum banyak ditemukan,
menurut Lesmana dari 17 pasien NASH rata-rata berumur 42 tahun dengan 29% gambaran
histology hati yang disertai dengan fibrosis. Study populasi prevalensi NASH sebesar
30,6%. Faktor risiko yang penting adalah obesitas, hipertrigliseridemia, dan diabetes
mellitus (DM).NASH dapat terjadi pada semua usia, walaupun dikatakan paling banyak

pada decade keempat dan kelima.


Etiologi
Berikut diantara penyebab perlemakan hati ( fatty liver ), diantaranya :

Berat badan yang berlebihan / kegemukan ( obesitas ).


Menderita kencing manis (diabetes).
Efek samping dari konsumsi minuman beralkohol dan bersoda.
Efek samping dari obat-obatan kimia, seperti kortikosteroid, tetrasiklin, asam valproat,

metotreksat, karbon tetraklorid, fosfor kuning.


Seseorang yang kekurangan gizi atau akibat dari diet rendah protein.
Akibat berlebihan mengkonsumsi vitamin A sehingga mengakibatkan tubuh mengalami

keracunan vitamin A.
Fibrosis kistik (bersamaan dengan kurang gizi).
Kelainan bawaan pada metabolisme glikogen, galaktose, tirosin atau homosistin.
Kekurangan kolesterol esterase
Klasifikasi
1 Non alcoholic fatty liver
2 Alcoholic fatty liver
Dari kedua klasifikasi ini tidak terdapat perbedaan pada gambaran
histopatologis maupun manifestasi klinisnya, tetapi tatalaksananya
berbeda. Patokan pembedanya masih diperdebatkan oleh para ahli,
tetapi yang saat ini digunakan adalah apabila konsumsi alkohol kurang
dari 20g/hari, tergolong non alkoholik fatty liver.
7.1.1Non Alcoholic fatty liver
Perlemakan hati non-alkoholik dapat dibagi menjadi:
Steatosis Makrovesikular

Obesitas
Simtomatologi; asimtomatik. Pada CT-Scan parenkim hati hipodens, dan didapatkan juga
peningkatan transaminase. Sebagian besar kelompok obesitas ini adalah steatosis
makrovesikullar tanpa keluhan/ asimtomatik dan seringkali dittemukan secara kebetulan
karena adanya

peningkatan transaminase

atau ditemukannya

hepatomegali pada

pemeriksaan fisis di samping obesitas. Penurunan berat badan sangat dianjurkan dan ini
dapat menghentikan / mencegah terjadinya steatonekrosis dan fibrosis.
2

Diabetes Mellitus (tipe 2)


Pada 30-75% pasien DM terdapat hepatomegali asimtomatik akibat perlemakan hati disertai
peningkatan sedang enzim transaminase. Mekanisme fatty liver pada DM disebabkan,
karena pada DM terdapat kekurangan insulin dan kelebihan glukagon. Ini meningktkan
lipolisis dan menghambat ambilan glukosa, sehingga terjadi peningkatan sintesis trigliserida
oleh jaringan adipose. Akibatnya terjadi peningkatan transportasi asam lemak (asam lemak
bebas= FFA) ke hati, akibatnya trigliserida tertimbun dalam sel hati, terjadilah steatosis
makrovesikuler.
Di hati terdapat peningkatan degradasi glikogen dan glikoneogenesis, sehingga penggunaan
glukosa terhalang. Pada setiap DM koreksi obesitas dan mempertahankan kadar glukosa
darah normal selalu diperlukan, walau efeknya terhadap kelainan hatinya belum jelas,
Dengan diet yang diawasi, steatosisnya dapat pulih, tetapi fibrosisnya tidak.

Malnutrisi Protein Kalori (MPK)


Sebagian besar pasien dengan MPK/ kwashiorkor menunjukkan gambaran steatosis
makrovesikuler. Patogenesisnya tampaknya berkaitan dengan gangguan sekresi lipid oleh sel
hati. Pada kwashiorkor terdapat gangguan sintesis protein dengan akibat penurunan produksi
apolipoprotein, dan ini mengakibatkan gangguan sintesis dan sekresi VLDL. Semua factor
ini bersama dengan penurunan lipoprotein lipase menyebabkan trigliserida di dalam sel-sel
hati. Manifestasi klinis: terdapat hepatomegali dan ini merupakan gejala paling sering dari
MPK. Prognosis cukup baik, walaupun ada laporan perkembangan kea rah kegagalan hati,
namun hal ini sangat jarang. Pada pemberian nutrisi yang baik dapat menghilangkan
kelainan hati yang ada. Hilangnya steatosis dimulai dari sel hati di tengah kemudian diikuti
sel hati di periportal.

Bedah Pintas Jejuno-Ileal


Patogenesis: Diduga bahwa kelainan hati mungkin berkaitan dengan penurunan berat badan
yang terlalu cepat, MPK, pertumbuhan bakteri dalam usus yang buntu, malabsorpsi serta
beraneka macam kekurangan nutrisi. Kelainan hati dini ini dapat pulih dengan pemberian
metronidazol dan perbaikan pencernaannya. Keadaan akan lebih parah bila dalam 3 bulan
tidak membaik. Inflamasi meluas, fibrosis dan sirosis dapat terjadi dalam waktu 2 tahun
setelah operasi pada 1-17% kasus.

Steatosis Mikrovesikular
1

Perlemakan Hati pada Kehamilan (Fatty Liver Pregnancy)


Terjadi biasanya pada trimester ke3 dan jarang setelah kelahiran. Mekanismenya tidak jelas.
Keluhan pertama berupa mual, muntah, kadang-kadang depresi dan keletihan. Pada
pemeriksaan fisis tidak terdapat hepatomegali. Bila penyakitnya progresif terdapat
hematemesis, ikterus, demam, edema, koma, dan diikuti kejang-kejang. Kematian biasanya
terjadi dalam waktu beberapa hari sampai 3 minggu. Dianjurkan menghentikan
kehamilannya disertai pengobatan suportif.

Perlemakan Hati Tetrasiklin


Hal ini terjadi apabila tetrasiklin diberikan I.V dalam dosis tinggi, atau bila filtrasi
glomerulusnya menurun, terutama pada kehamilan trimester3. Mekanismenya, di sini
tetrasiklin menghambat pelepasan VLDL dari hati. Keadaan ini sebaiknya dihindari dengan
tidak memberi tetrasiklin dengan IV, karena pemberian oral tidak menyebabkan sindrom ini.

Patogenesis
Dua kondisi yang sering berhubungan dengan perlemakan hati non alkoholik adalah obesitas
dan diabetes nelitus, serta dua abnormalitas metabolik yang sangat kuat kaitannya dengan
penyakit ini adalah peningkatan suplai asam lemak ke hati serta resistensi insulin. Hipotesis
yang sampai saat ini banyak diterima adalah the two hit theory yang diajukan oleh Day dan
James.
Hit pertama terjadi akibat penumpukan lemak di hepatosit yang dapat terjadi karena
berbagai keadaan, seperti dislipidema, diabetes mellitus, dan obsitas. Seperti diketahui
bahwa dalam keadaan normal, asam lemak bebas dihantarkan memasuki organ hati lewat
sirkulasi darah arteri dan portal. Di dalam hati, asam lemak bebas akan mengalami
metabolisme lebih lanjut, seperti proses re-esterifikasi menjadi trigliserida atau digunakan
untuk pembentukan lemak lainnya. Adanya peningkatan massa jaringan lemak tubuh,
khususnya pada obesitas sentral, akan meningkatkan penglepasan asam lemak bebas yang
kemudian menumpuk di hepatosit. Bertambahnya asam lemak bebas di dalam hati akan
menimbulkan peningkatan oksidasi dan esterifikasi lemak. Proses ini terfokus di
mitokondria sel hati sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan mitokondria itu
sendiri. Inilah yang disebut sebagai hitkedua. Ketika stres oksidatif yang terjadi di hati
melebihi kemampuan perlawanan anti oksidan, maka aktivitas sel stelata dan sitokin pro
inflamasi akan berlanjut dengan inflamasi progresif, pembengkakan hepatosit dan kematian

sel, pembentukan badan Mallory, serta fibrosis.


Manifestasi Klinis
Sebagian besar pasien dengan perlemakan hati non alkoholoik tidak menujukkan gejala
maupun tanda-tanda adanya penyakit hati. Beberapa pasien melaporkan adanya rasa lemah,
malaise, keluhan tidak enak dan seperti mengganjal di perut kanan atas. Pada kebanyakan
pasien, hepatomegali merupakan satu-satunya kelainan fisis yang di dapatkan. Umumnya
pasien dengan perlemakan hati non alkoholok ditemukan secara kebetulan pada saat

dilakukan pemeriksaan lain, misalnya dalam medical check-up. Sebagian lagi datang dengan
komplikasi sirosis seperti asites, perdarahan varises, atau bahkan sudah berkembang menjadi

hepatoma.
Diagnosis
Biopsi hati
Merupakan baku emas (gold standard) pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis
dan sejauh ini masih menjadi satu-satunya metode untuk membedakan steatosis non

alkoholik dengan perlemakan tanpa atau disertai inflamasi.


Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang bisa secara akurat membedakan perlemakan hati
non alkohoik dengan perlemakan hati alkoholik. Peningkatan ringan sampai sedang
konsentrasi aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), atau
keduanya merupakan kelainan hasil pemeriksaan laboratorium yang paling sering

didapatkan pada pasien-pasien dengan perlemakan hati non alkoholik.


Evaluasi Pencitraan
Berbagai modalitas pencitraan telah dicoba untuk mendeteksi perlemakan hati. Agaknya
ultrasonografi merupakan pilihan terbaik saat ini, walaupun computerized tomography(CT)
dan magnetic resonance imaging(MRI) juga dapat digunakan. Infiltrasi lemak di hati
menghasilkan gambar parenkim hati dengan densitas rendah yang bersifat difus pada CT,
meskipun adakalanya berbentuk fokal. Gambaran fokal ini dapat disalah artikan sebagai
massa ganas di hati. Pada keadaan seperti itu MRI bisa dipakai untuk membedakan nodul

akibat keganasan dari infiltasi fokal lemak di hati.


Histologi
Karakteristik histologi perlemakan hati non alkoholik adalah ditemukannya perlemakan hati
dengan atau tanpa inflamasi. Perlemakan umumnya didominasi oleh gambaran sel
makrovesikular yang mendesak inti hepatosit ke tepi sel. Pada fase awal atau steatosis
ringan, lemak ditemukan pada zona 3 hepatosit. Inflamasi merupakan komponen dasar untuk

menyatakan adanya perlemakan hati non alkoholik


Penatalaksanaan
Pengontrolan Faktor Resiko

Mengurangi berat badan dengan diet dan latihan jasmani.

Mengurangi berat badan dengan tindakan bedah.

Terapi Farmakologis

Antidiabetik dan insulin sensitizer

Obat anti hiperlipidemia

Antioksidan

Hepatoprotektor
7.1.2Alcoholic fatty liver
Konsumsi alkohol yang berlebihan dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan
tiga lesi utama diantaranya adalah :

perlemakan hati alkoholic ( fatty liver alkoholic)

hepatitis alkoholic

sirosis alkoholic

Etiologi
Perlemakan hati alkoholic timbul pada sebagian besar peminum berat tapi reversibel pada
penghentian konsumsi alkohol dan tidak dianggap sebagai prekursor hepatitis alkoholik atau
sirosis yang tidak dapat dihindari. Selain itu, faktor nutrisi (malnutrisi sekunder)
memperbesar efek pencernaan alkohol kronik yang dapat merusak hati yang diawali oleh

pengaruh toksik alkohol.


Patologi
Pada keadaan patologi anatomi didapatkan keadaan:

beratnya sampai 4-6 kg

lunak

berwarna kuning

berlemak

mudah patah

perubahan perlemakan dimulai dari sentrolobular tapi kemudian difus hingga seluruh
lobulus

hepatosit tampak berubah menjadi liposit dengan inti terdesak ke tepi

kadang lemak mengumpul dalam bercak kecil tanpa disertai perpindahan inti (seperti
pada sindrom Rye)

adanya penimbunan lemak yang berlebihan menyebabkan membran plasma dari


hepatosit yang berdekatan pecah terbentuk kista lemak

awal mulanya terjadi peningkatan jaringan ikat yang sedikit atau tidak nyata yang timbul
secara sembunyi dan membahayakan.
Sampai timbulnya fibrosis ini, perubahan perlemakan reversibel bila tidak ada penggunaan
alkohol lebih lanjut.
Pengendapan kolagen dapat terjadi di sekitar vena sentralis (perisentral), sekitar sinusoid
(perisinusoid), atau sebagai serabut kecil di sekitar hepatosit (periseluler).

Patofisiologi
Penumpukan lemak dalam hati seorang alkoholik terjadi akibat kombinasi antara :

a)

Gangguan oksidasi asam lemak

b)

Peningkatan masukan dan esterifikasi asam lemak untuk membentuk trigliseralida

c)

Menurunnya biosintesis dan sekresi lipoprotein


Pada umumnya, makanan yang dicerna akan diuraikan menjadi penyusun terkecilnya
dan dapat dikelompokkan menjadi 3: protein, karbohidrat, lemak. Alkohol tidak
didapat dikelompokkan dalam 3 kelompok tersebut. Di dalam tubuh, alkohol akan

mengalami dehidrogenasi menjadi aldehide. Di hepar, aldehide bersifat hepatotoksik


sehingga apabila seseorang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar dalam
waktu lama, lama-kelamaan sel hepatosit di heparnya akan rusak. Karena rusaknya
hepatosit tersebut, kemampuan metabolisme lemak di hepar menjadi terganggu

sehingga menimbulkan penumpukan lemak di hepar.


Manifestasi Klinis
Biasanya tidak ada sama sekali dan mungkin tidak diketahui kecuali timbul penyakit lain
(yang berkaitan dengan alkohol) yang membawa berobat.Gejala yang timbul biasanya ;

1)

Hepatomegali (kadang disertai nyeri)

2)

Ikterus (tampak pada kerusakan hati yang lebih serius)

3)

Edema (tampak pada kerusakan hati yang lebih serius)

4)

Asites (tampak pada kerusakan hati yang lebih serius)

Diagnosis
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan darah rutin normal
Serologis:

Peningkatan ringan SGOT

Kadar fosfatase alkalin meningkat

Bilirubin meningkat

Terjadi anemia hemolitik ( akibat efek hiperkolesterolemia pada membran eritrosit yang
menimbulkan tonjolan aneh seperti duri akantositosis)

Terjadi anemia ( kehilangan darah GI tract akut atau kronik, Defisiensi nutrisi terutama
asam folat dan vitamin B 12, Efek supresif langsung alkohol terhadap sumsum tulang)

Harus dicurigai pada pasien alkoholik dengan hepatomegali dan uji fungsi hati yang normal

atau sedikit terganggu.


Perlemakan hati alkoholik dapat terjadi bersamaan dengan hepatitis alkoholik atau sirosis.
Terapi
Biasanya penghentian minum alkohol biasanya diikuti oleh resolusi yang cepat dan tuntas,
biasanya memiliki prognosis baik apabila tanpa komplikasi.

7.1.3ACUTE FATTY LIVER OF PREGNACY


kondisi yang jarang terjadi 1 diantara 13.000 kehamilan
Pada beberapa kasus dosis tinggi tetrasiklin IV dan infeksi pernafasan akut mendahului

sindrom ini
Selain itu ada juga keterkaitan dengan kehamilan kembar, fetus laki-laki, kehamilan

pertama, hipertensi arterial, edema perifer


awitan gejala antara minggu 30 dan 38 kehamilan
gejala menonjol: nausea, muntah, nyeri abdomen, jaundice antara 1 minggu sampai 10 hari

dari awitan gejala


gambaran laboratoris khas: peningkatan konsentrasi asam urat dan giant platelet dengan
basophilic stippling.

Dapat menunjukkan hipoglikemi berat, serum amonia tinggi,


hiperaminoasidemigeneralisata.
7.2 hepatitis
7.2.1 Hepatitis a

Definisi
Merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati, disebabkan oleh virus hepatitis
A (HAV). Di Indonesia, hepatitis A masih merupakan bagian tebesar dari kasus-kasus
hepatitis akut (39,8%-68,3%) yang sebagian besar terdapat di daerah dengan kesehatan di
bawah standar.
Masa inkubasi dari HAV sekitar 15-50 hari (rata-rata 30 hari). HAV disekresi di tinja oleh
orang yang teinfeksi selama 1-2 minggu sebelum dan 1 minggu setelah awitan penyakit.
Viremia muncul singkat (tidak lebih dari 3 minggu), kadang-kadang sampai 60 hari pada

infeksi yang membandel atau infeksi yang kambuh.


Ciri-ciri dari virus hepatitis A (HAV) yaitu:
Digolongkan dalam picornavirus, subklasivikasi sebagai hepatovirus
Diameter 27-28 nm dengan bentuk kubus simetrik
Untai tunggal (single stranded), molekul RNA linier : 7,5 kb
Pada manusia terdiri atas satu serotipe, tiga atau lebih genotipe
Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal
Mengandung tiga atau empat polipeptida virion di kapsomer
Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti yang nyata adanya
replikasi di usus
Menyebar pada primata non manusia dan galur sel manusia
Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebaran HAV disebabkan oleh transmisi enterik (fekal-oral) predominan di antara
anggota keluarga. Kejadian luar biasa dihubungkan dengan sumber umum yang
digunakan bersama, makanan terkontaminasi, dan air. Tidak terbukti adanya
penularan maternal-neonatal. Transmisi melalui transfusi darah sangat jarang.
Prevalensi berkolerasi dengan standar sanitasi dan rumah tinggal ukuran besar.

Faktor resiko lain, meliputi paparan pada:


Pusat perawatan sehari, untuk bayi atau anak batita
Institusi untuk developmentally disadvantage
Berpergian ke negara berkembang
Prilaku sex oral-anal
Pemakaian bersama pada IVDU (Intra Vena Drug User)
Patofisiologi
Awal paparan virus yaitu melalui fecal / oral hepatitis a biasanya ringan terutama pada

usia ank-anak/muda dimana sering kali subklinis atau menyertai gastroenteritis.


Pada orang dewasa penyakit ini lebih berat dan berkepanjangan. Tipe fulminan jarang
( yaitu tipe dengan sindrom klinis yang timbul akibat nekrosis massif sel hati terjadi gagl
hati mendadak).

System imun yang bertanggung jawab untuk terjadinya kerusakan hati dikarenakan virus

hepatitis A adalah
Melibatkan respon CD8 dan CD4 pada sel hati
Produksi sitokin di hati dan sistemik
Efek dari sitopatik terjadi karena merupakan efek langsung dari virus pada pasien

imunosupresi dengan replikasi tinggi tapi tidak ada bukti langsung


Manifestasi Klinis
Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:

1 Fase inkubasi
Merupakan waktu anatara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan
dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum, makin pendek masa
inkubasi ini.
2 Fase prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala
ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan malaise
umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan
anoreksia. Mual muntah dan anoreksia berhbungan dengan perubahan
penghidu dan pengecap. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Demam
derajat rendah, nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kadran
kanan atas atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan
tetapi jarang menimbulkan kolesisitis.
3 Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
degan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi.
Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi
justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
4 Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali

dengan

menghilangnya

ikterus

dan

keluhan

lain,

tetapi

heatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan


suah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya
akan membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan
laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu. Pada 5-10% kasus
perjalanan klinis mungkin lebih sulit ditagani, hanya <1% yang menjadi
fluminan.

Diagnosis
Diagnosis HAV tidak dapat ditegakkan melaui gejala klinis dan pemeriksaan fisik, karena
hampir semua hepatitis virus mempunyai gejala klinis yang sama yaitu malaise, mialgia,

artralgia, anoreksia ikterus, nyeri hipokondrium dextra serta hepatomegali. Untuk itu,
penegakkan diagnosis HAV dilakukan pemeriksaan serologi.
Sewaktu timbul ikterus, antibodi terhadap HAV dapat diukur dalam serum. Penanda serologi
yang terdapat pada serum, antara lain:

Hepatitis A antigen. Terdeteksi karena periode viremia. Namun penanda ini jarang
ditemukan karena periode viremia pada hepatitis A sangat pendek (kurang dari 3 minggu)

dan tidak menimbulkan gejala.


Hepatitis A antibodi. Terdapat saat timbul gejala klinis. Titer akan cepat meningkat dan
menetap selama bertahun-tahun. Terdapat dua jenis yaitu IgM dan IgG.
IgM: petunjuk hepatitis sedang berlangsung atau merupakan petunjuk terdapat infeksi baru.
IgG: merupakan penanda bahwa penderita pernah terinfeksi hepatitis A, sudah sembuh dari

penyakit dan mempunyai kekebalan terhadap infeksi baru.


Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Jaundice, Ikterus sclera
Palpasi : Hepatomegali
Deman sampai 40 derajat celcius
Pemeriksaan laboratorium
IgM anti HAV
Positif menandakan terjadinya infeksi akut (saat onset dari gejalan klinis)
Biasanya disertai dengan peningkatan alamin aminotransferase (ALT)
Bisa bertahan positif selama 3-6 bulan setelah infeksi primer
IgG anti HAV
Muncul segera setalah IgM dan umumnya bertahan beberapa tahun
Kalau muncul tanpa disertai IgM maka pertanda adanya infeksi lama atau baru dilakukan

vaksinasi
Enzim Liver
Terjadi peningkatan level ALT dan AST (aspartate aminotransfesare) ini merupakan
pemeriksaan yang paling sensitive.
Peningkatan ini bisa mencapai hingga 10.000 m IU/ml (dimana biasanya level ALT>AST),
dan akan kembali ekitar 5-20 minggu
Tes Fungsi Liver
Level blirubin akan meningkat, yang kemudian diikuti dengan peningkatan AST dan ALT.
Selain itu juga bisa disertai penurunan serum albumin.
Waktu Protrombin
Terjadi pemanjangan waktu protrombin.
Penatalaksanaan
Dianjurkan istirahat ditemapt tidur sampai pasien hampir bebas dari ikterus dan

transaminase serum menurun mendekati normal.


Diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat dianjurkan pada pasien yang HVA
karena akan berespon abik pada pasien yang nafsu makan kurang untuk pasien

yang sakit berat dan terancam akan koma hepatic, protein makanan harus dibatasi.
Pemberian kortikosteroid hanya pada kolestasis yang berkepanjangan.

Alternative lain, yaitu pemberian asam ursodeoksilat.


Untuk pencegahan, dilakukan :

1 Imunoprofilaksis
a Sebelum terjadinya paparan, digunakan vaksin HAV yang dilemahkan
b Vaksinasi
Dilakukan pada :
Pengunjung ke daerah yang resiko
Homosexual
Pekerja di pembuangan air
Paramusaji
2 Immunoprofilaksis pasca paparan
Pemberian injek immunoglobulin

Prognosis
Umumnya baik pasien dapat sembuh sempurna
Belum pernah didapati kematian akibat hepatitis virus A karena tidak akan
berkembang jadi kronik.
7.2.2 Hepatitis b

Definisi
Peradangan hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang disebarkan melalui seluruh
cairan tubuh penderita infeksi akut, kronis, maupun carrier asimtomatik.
Etiologi
Disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) dengan transmisi melalui darah dimana virus ini:

Merupakan virus dengan selubung (envelope)


Rusak bila terpajan cairan empedu maupun detergen
Tidak terdapat dalam feses
Dihubungkan dengan penyakit hati kronik
Dihubungkan dengan viremia yang persisten
Virus hepatitis B (HBV)

Virus DNA hepatotropik berselubung ganda, Hepadnaviridae


Berukuran 42 nm
Memiliki lapisan permukaan dan bagian inti,yaitu terdiri dari:
Lapisan permukaan
HBsAg
Antigen permukaan hepatitis B
Terdapat pada cairan tubuh orang yang terinfeksi,seperti pada darah, semen, saliva, air mata,
asites, ASI, dan urin.
Jika ditemukan pada pemeriksaan penunjang (laboratorium)menandakan si penderita
dalam masa dapat menularkan pada orang lain.
Bagian inti

HBcAg
Antigen hepatitis B core
Merupakan protein structural
Tidak terdeteksi secara rutin dalam serum karena terdapat pada lapisan dalam dari kulit
(HBsAg).

Yang dapat dideteksi adalah antibody terhadap HBcAg (anti-HBc).


HBeAG
Antigen hepatitis B e
Merupakan protein non-struktural
Bagian HBV yang larut
Timbul bersamaan atau segera setelah HBsAg dan hilang beberapa minggu sebelum HBsAg

hilang.
Selalu ditemukan pada infeksi akut dan jika menetap menunjukan infeksi replikatif kronis.
Menunjukan adanya replikasi virus dan dalam keadaan sangat menular.
Antibody terhadap HBeAg menandakan hilangnya virus yang bereplikasi dan menurunnya

daya tular.
Epidemologi dan Faktor Risiko
Dapat terjadi pada semua golongan umur
Pada 1-5% dewasa, 90% neonatus, dan 50 % bayi dapat berkembang menjadi kronis dan

persisten.
Viremia terjadi selama beberapa minggu bulan setelah infeksi akut.
Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis dan kanker hepar.
Virus hepatitis B dapat ditemukan pada darah, semen, secret cervicovaginal, saliva, air mata,

asites, ASI, dan urin.


Transmisi secara parenteral, yaitu melalui:
Melalui darah, yang rentan terjadi pada resepien dari donor darah, Intravenous Drug User
(IVDU), pasien hemodialisis, pekerja kesehatan, pekerja yang memungkinkan terpapar

darah (misal: pekerja lab.)


Transmisi seksual (dengan menembus membrane mukosa)
Penetrasi jaringan (perkutan) ataupun permukosa, misal terjadi karena tertusuk jarum & alat
medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur & sikat gigi, tato, akupuntur,

dan tindik.
Transmisi maternal-neonatal maupun maternal-infant (ibu dengan HBV kepada bayinya).
Yang berisiko tinggi terkena adalah:
Imigran ataupun wisatawan dari daerah endemis hepatitis B.
Intravenous Drug User
Sering berganti-ganti pasangan seks.
Homoseksual yang aktif secara seksual.
Pasien RSJ (kebersihan diri tidak terjaga)
Pasien hemodialisis dan hemophilia yang menerima produk tertentu dari plasma.
Kontak serumah dengan penderita maupun karier HBV.
Pekerja kesehatan (sering kontak dengan darah dan cairan tubuh pasien dan kemungkinan

mengalami kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum bekas pasien misalnya).


Bayi lahir dari ibu terinfeksi.
Patofisiologi
Pada intinya prosesnya sama pada hepatitis A,B,C,D,dan E. Sel hati dapat mengalami
kerusakan akibat:

Sistem imun dari tubuh sendiri,yaitu:


Respon dari sel T (CD8 dan CD4)
Produksi sitokin di sel hati dan sistemik
Efek sitopatik langsung dari virus hepatitis B


1
2

Dimana yang terjdi adalah:


HBV masuk ke dalam tubuh (secara parenteral).
Partikel Dane (virion hepatitis B yang intak) dari sirkulasi masuk ke dalam hati, lalu

terjadilah replikasi virus (dalam hati).


Sel-sel hati memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, HBsAg (bentuk bulat &

4
a

tubuler), dan HBeAg.


HBV merangsang respon imun tubuh, dimana:
Pertama kali dirangsang adalah respon imun nonspesifik karena dapat terangsang dalam
waktu pendek, proses eliminasi nonspesifik terjadi dengan memanfaatkan sel-sel NK dan

NK-T.
Untuk proses eradikasi HBV lebih lanjut diperlukan respon imun spesifik dengan

mengaktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B, dimana:


Aktivasi sel limfosit T
Aktivasi sel T CD8+ terjadi setelah kontak reseptor sel T dengan kompleks peptide HBVMHC I (pada permukaan dinding sel hati & permukaan Antigen Presenting Cell (APC)) dan
dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah kontak dengan kompleks peptide
HBV-MHC II (pada dinding APC).
Peptide HBV pada permukaan dinding sel hati yang menjadi sasaran respon imun adalah
HBcAg atau HBeAg.
Sel T CD8+ selanjutnya mengeliminasi virus dalam sel hati yang terinfeksi membentuk
nekrosis hati ALT (alanine aminotransferase) meningkat (mekanisme sitolitik).
Disamping itu juga terjadi eleminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi
oleh aktivitas Interferon gamma dan Tissue Necrotic Factor (TNF) alfa dihasilkan

oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik).


Aktivasi sel limfosit B
Aktivasi sel limfosit B ini dengan bantuan sel CD4+ menyebabkan produksi antibody
(anti-HBs, anti-Hbc, dan anti-HBe). Untuk anti-HBs berfungsi: netralisasi partikel HBV
bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel (cegah penyebaran dari sel ke sel).
Jika eliminasi virus efisien maka infeksi HBV dapat berakhir dan sebaliknya jika kurang
efisien maka infeksi HBV akan menetap.
Untuk hepatitis kronik yang terjadi adalah persistensi dari HBV lebih dari 6 bulan sehingga
penggunaan istilah carrier sehat tidak dipakai dalam keadaan ini. 90% individu yang
terinfeksi sejak lahir akan tetap HBsAg positif sepanjang hidupnya dan menderita Hepatitis
B kronik. Hal tersebut hanya terjadi pada 5% individu yang terinfeksi saat dewasa.

Manifestasi Klinis
Berdasarkan perjalanan penyakitnya. Terdapat perbedaan perjalanan penyakit antara
hepatitis B akut dengan yang kronis, yaitu:

Akut
Terdapat 4 tahapan, yaitu:
1 Fase inkubasi
Adalah waktu di antara masuknya virus dan timbul gejala.Tiap jenis virus hepatitis memiliki
2

masa inkubasi berbeda-beda.Untuk HBV masa inkubasinya adalah 60-90 hari.


Fase prodromal (praikterik)

Adalah fase di antara timbulnya keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus.Awitannya
singkat atau insidious, ditandai dengan malaise, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala
saluran

napas,

dan

perubahan

penghidu

&

pengecapan

(mual,

muntah,

dan

anoreksia).Gangguan defekasi (konstipasi maupun diare) dapat terjadi.


Pada fase ini dapat dirasakan nyeri ringan dan menetap di kuadran kanan atas (epigastrium),
dan ini diperberat oleh aktivitas (karena itulah dalam penatalaksanaannya penderita harus
3

istirahat dan menghindari aktivitas fisik berlebih).


Fase ikterus
Akan muncul setelah 5-10 hari atau bisa juga bersamaan dengan gejala.Setelah fase ini
jarang terjadi perburukan pada gejala-gejala prodromal, justru yang terjadi adalah perbaikan

klinis.
Fase konvalesen (penyembuhan)
Fase ini diawali dengan hilangnya ikterus dan keluhan lain, tapi hepatomegali dan
abnormalitas fungsi hati tetap ada. Pada saat ini penderita sudah merasa sehat dan nafsu
makannya sudah kembali.
Pada keadaan akut, keadaan penderita biasanya membaik dalam 2-3 minggu.Untuk
perbaikan klinis dan laboratorium secara lengkap pada hepatitis B biasanya terjadi dalam 16

minggu.
Kronis
Terdapat 3 tahapan, yaitu:
1 Fase imunotoleransi
Sistem imun tubuh toleran terhadap HBV (pada masa anak-anak ataupun dewasa muda)
konsentrasi virus dalam darah jadi meningkat (tinggi), tetapi tidak terjadi peradangan hati

yang berarti.
Pada keadaan ini virus sedang bereplikasi tanda: titer HBsAg sangat tinggi, HBeAg (+),

anti-HBe (-), titer DNA HBV tinggi, dan konsentrasi ALT relatif normal.
Pada fase ini jarang terjadi serokonversi HBeAg secara spontan dan terapi untuk
menginduksi serokonversi HBeAg biasanya tidak efektif.
Keterangan:
Serokonversi adalah perubahan tes serologi dari (-) menjadi (+) menunjukan

perkembangan antibody sebagai respons terhadap infeksi yang terjadi.


Fase imunoaktif/Immune Clearance
Replikasi virus yang berkepanjangan berakibat individu persisten HBV (sekitar 30%
individu yang sebelumnya mengalami fase imunotoleransi) terjadi proses nekroinflamasi

tanda: kenaikan ALT.


Pada keadaan ini toleransi imun terhadap HBV mulai hilang.
Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus berakibat pecahnya sel-sel hati yang

terinfeksi HBV.
Pada fase ini serokonversi HBeAg (spontan maupun karena terapi) lebih sering terjadi.
Fase nonreplikatif/Residual
Sekitar 70% individu yang sebelumnya mengalami fase imunotoleransi sebagian besar

partikel HBV dapat dihilangkan tanpa mengakibatkan kerusakan sel-sel hati yang berarti.
Tanda: titer HBsAg rendah, HBeAg menjadi (-), dan anti-HBe menjadi (+) secara spontan,

serta konsentrasi ALT yang normal.


20-30% penderita hepatitis B kronik dalam fase ini dapat mengalami reaktivasi & kambuh.

Pada sebagian pasien, sewaktu terjadi serokonversi HBeAg (+) menjadi anti-HBe , justru
sudah terjadi sirosis (karena terjadi fibrosis setelah nekrosis pada kekambuhan yang
berulang sebelum terjadi serokonversi).

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis serologis telah tersedia dengan mendeteksi keberadaan dari IgM antibodi terhadap

antogen core hepapatis (IgM anti HBc dan HbsAg):


keduanya ada saat gejala muncul
HbsAg mendahului IgM anti HBc
HbsAg merupakan petandan yang pertama kali diperiksan secara rutin
HbsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa minggu sampai bulan setelah

kemunculannya sebelum hilangnya IgM anti HBc


HbeAg dan HBV DNA
HBV DNA di serum merupakan pertanda yang pertama kali muncul akan tetapi tidak rutin

diperiksa.
HbeAg biasanya terdeteksi setelah kemunculan HbsAg .Kedua petanda tersebut menghilang
dalam beberapa minggu atau bulan pada infeksi yang sembuh sendiri .selanjutnya kan

muncul anti HBs dan anti Hbe menerap.


IgG anti HBc

menggantikan IgM anti HBc pada infeksi yang sembuh

membedaan infeksi lampau atau infeksi yang berlanjut,

tidak muncul pada pemberian vaksin HBV

Antibodi terhadap HbsAg (anti Hbs)


antibodi terakhir yang muncul
merupakan antibodi penetral
secara umummengindikasikan kesembuhan dan kekebalan terhadap infeksi
dimunculkan dengan vaksinasi HBV
Penatalaksanaan
Medikasi pada hepatitis B antara lain :
a. Antiviral
Menghambat replikasi virus dan melemahkan aktivitasnya
Contoh : Adevoir dipivoxil, Entecavir, Telbivudine
b. Interferon
Menghasilkan protein yang berfungsi sebagai antiviral, antitumor dan imunomodulatory
Contoh : Interferon alpha 2b / alpha 2a ; Peginterferon alpha 2a.
Karena pada hepatitis B ini kemungkinan besar dapat berlanjut ke keadaan kronik (bahkan
sampai menjadi sirosis dan gagal hati). Bila keadaan seperti itu sudah ditemukan, dapat
dilakukan tindakan pembedahan yaitu transplantasi organ hati.
Upaya Preventif

Immunoprofilaksis sebelum paparan


Vaksin rekombinan ragi
Sangat imunogenik dengan efektifutas 85-95%
Mengandung HbsAg
Efek samping nyeri pada tempat injeksi dan demam

Jadwal : 0,1,6 bulan sebelum anak usia 19 tahun


Indikasi : resiko tinggi (kontak dengan pasien dan keluarga (+) HBV), pekerja medis,
kontak dengan darah, hemodialisa, homoseksual, pasangan ganti-ganti, biseksual,,
transufi darah, narapidana, dan individu dengan penyakit hati.
Setelah paparan
HBIG + Vaksin
Pemberian vaksin pada hari yang sama pada sisi lengan lain
Dosis 0,04-0,07 mg/kg BB IM regio deltoid
Vaksin kedua dan ketiga 1 dan 6 bulan lagi
Pada neonatus dengan ibu HBV (+)
0,5 ml/kg BB IM sisi anterolateral regio paha dalam waktu < jam
Vaksin diberikan 12 jam setelahnya di sisi paha yang lain 5-10 g/Kg BB
Terapi

Tirah baring untuk pasien yang sangat lemah


Rawat jalan, kecuali ada dehidrasi dan intake nutrisi kurang
Tidak ada diet husus dan suplemen husus
Pada ensefalopati diet rendah protein
Pada fase rekonsefalen diet tinggi protein
Hindari alkohol, obat yang hepatotoxik, dan metabolisme di hati
Antivival dan interveron, fase kronis antiviral berupa lamivudin dan adevofir
Pemantauan :
ALT dan AST
HbsAG dan HbeAg
HB DNA
Protombin time
Lakukan sesering mungkin pada bulan pertama sampai orang tersebut sembuh
7.2.3 Hepatitis c

Definisi
Hepatitis C adalah infeksi yang terutama menyerang organ hati. Penyakit ini disebabkan
oleh virus hepatitis C (HCV). Hepatitis C seringkali tidak memberikan gejala, namun
infeksi kronis dapat menyebabkan parut (eskar) pada hati, dan setelah menahun
menyebabkan sirosis. Dalam beberapa kasus, orang yang mengalami sirosis juga mengalami
gagal hati, kanker hati, atau pembuluh yang sangat membengkak di esofagus dan lambung,
yang dapat mengakibatkan perdarahan hingga kematian.
Hepatitis C mempunyai tingkat keparahan yang paling tinggi dibanding Hepatitis A dan B.
Sama dengan Hepatitis B, Virus hepatitis C ditularkan lewat darah yang jalan utama
infeksinya berasal dari transfusi darah atau produk darah yang belum diskrining
(pemeriksaan),

saling

tukar

jarum

suntik

oleh

pengguna

narkoba

suntik

(injectingdruguser/IDU) serta jarum atau alat tato dan tindik yang tidak steril.
Infeksi virus Hepatitis C juga disebut sebagai infeksi terselubung (silentinfection) karena
pada infeksi dini seringkali tidak bergejala atau tidak ada gejala yang khas sehingga

seringkali terlewatkan. Kebanyakan orang tidak tahu mereka terinfeksi Hepatitis C sampai

kerusakan hati muncul atau melalui tes medis rutin.


Etiologi
Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV=

Hepatitis C virus).
Termasuk flaviviridae, genus hepacivirus
Merupakan virus dengan rantai tunggal RNA
Ada 6 genotip yang diketahui, namun yang umum diketahui hanya genotip 1,2,3
Genotip 2 dan 3 lebih responsive terhadap antiviral daripada tipe 1
HCV dapat bermutasi, yang akan mengakibatkan:
Ketidakmampuan anti HCV IGg antibody untuk membersihkan infeksi
Infeksi yang persisten dan relaps, menjurus ke hepatitis kronik
Perkembangan vaksin yang kurang, sampai saat ini penggunaan vaksin sebagai

imunoprofilaksis masih tidak disarankan.


Virus hepatitis C yang memiliki masa inkubasi 15-160 (7minggu) hari dan puncaknya pada
sekitar 50 hari

Virus Hepatitis C masuk ke sel hati, menggunakan mesin genetik dalam sel untuk
menduplikasi virus Hepatitis C, kemudian menginfeksi banyak sel lainnya.
15% dari kasus infeksi Hepatitis C adalah akut, artinya secara otomatis tubuh
membersihkannya dan tidak ada konsekuensinya. Sayangnya 85% dari kasus, infeksi
Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahun-tahun. Dalam waktu
tersebut, hati bisa rusak menjadi sirosis (pengerasan hati), stadium akhir penyakit hati dan

kanker hati.
Faktor Risiko
Penggunaan narkoba suntik
Penggunaan narkoba suntik merupakan faktor risiko utama penularan virus hepatitis C di
banyak negara di dunia.Kajian di 77 negara menunjukkan bahwa 25 negara memiliki angka
hepatitis C pada populasi pengguna narkoba suntik antara 60% dan 80%, termasuk di
Amerika Serikat dan Cina. Di dua belas negara angkanya lebih besar dari 80% Sebanyak
sepuluh juta pengguna narkoba suntik terinfeksi hepatitis C; Cina (1,6 juta), Amerika Serikat
(1,5 juta), dan Rusia (1,3 juta) memiliki total terbanyak. Angka hepatitis C pada warga
binaan di lembaga pemasyarakatan di Amerika Serikat sepuluh hingga dua puluh kali lipat
dibandingkan dengan populasi umum, dan penelitian ini mengaitkannya dengan perilaku

berisiko seperti penggunaan narkoba suntik dan pembuatan tato dengan peralatan yang tidak
steril
Pajanan terkait layanan kesehatan
Transfusi darah, produk darah, dan transplantasi organ tanpa penapisan HCV menimbulkan
risiko yang tinggi terkena infeksi. Amerika Serikat mewajibkan penapisan universal pada
1992. Sejak saat itu angka infeksi menurun dari sebelumnya satu dari 200 unit
darah,menjadi hanya satu dari 10.000, hingga satu dari 10.000.000 unit darah. Risiko rendah
tetap ada karena terdapat periode sekitar 11-70 hari antara seorang pendonor darah yang
kemungkinan menderita hepatitis C dan hasil pemeriksaan darah yang positif.Beberapa
negara belum melakukan penapisan hepatitis C karena masalah biaya.
Orang yang tertusuk jarum suntik bekas pakai penderita HCV memiliki peluang 1,8% untuk
tertular penyakit hepatitis C. Risiko tersebut menjadi lebih tinggi jika jarum yang digunakan
berlubang dan luka tusuk tersebut dalam.Terdapat risiko paparan mukus ke darah; namun
risiko tersebut rendah, dan tidak ada risiko jika pajanan darah tersebut terjadi pada kulit
yang utuh.
Peralatan rumah sakit juga dapat menularkan hepatitis C termasuk: penggunaan ulang jarum
suntik dan spuit, vial obat yang digunakan berkali-kali, kantong infus, dan peralatan bedah
yang tidak steril. Standar yang buruk di fasilitas pelayanan kesehatan umum dan gigi
menjadi penyebab utama penularan HCV di Mesir, negara dengan angka infeksi tertinggi di
dunia.
Hubungan seksual
Tidak diketahui apakah hepatitis C dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Meskipun
terdapat hubungan antara aktivitas seksual berisiko tinggi dan hepatitis C, belum jelas
apakah penularan penyakit tersebut disebabkan oleh penggunaan narkoba yang tidak
dikatakan oleh pasien atau disebabkan oleh seks itu sendiri. Bukti yang ada mendukung
bahwa tidak ada risiko pada pasangan heteroseksual yang tidak berhubungan seks dengan
orang lain selain pasangan mereka. Aktivitas seksual yang melibatkan trauma berat pada tepi
bagian dalam saluran anus, seperti penetrasi anus, atau yang terjadi ketika terdapat infeksi
menular seksual, termasuk HIV atau ulkud genital, cukup berisiko. Pemerintah Amerika
Serikat merekomendasikan penggunaan kondom hanya untuk mencegah penularan hepatitis
C pada orang yang bergonta-ganti pasangan.
Tindik di bagian tubuh
Tato juga dapat meningkatkan risiko penularan hepatitis C hingga dua atau tiga kali lipat. Ini
bisa disebabkan karena peralatan yang tidak steril atau karena tinta yang digunakan
terkontaminasi virus. Tato atau tindik badan yang dilakukan sebelum pertengahan tahun
1980an atau yang dilakukan secara tidak profesional menjadi salah satu penyebabnya,
karena masih buruknya teknik steril dalam kondisi tersebut. Risiko tersebut semakin

meningkat jika tato yang dibuat lebih besar. Hampir setengah dari warga binaan di lapas
menggunakan peralatan pembuatan tato secara bersama-sama. Tato yang dibuat di tempat
pembuatan tato yang sah jarang dikaitkan dengan infeksi HCV.
Kontak dengan darah
Benda perawatan pribadi seperti pisau cukur, sikat gigi, dan peralatan manikur atau pedikur
dapat berkontak dengan darah. Penggunaan peralatan pribadi bersama-sama dengan orang
lain berisiko menularkan HCV. Orang-orang harus waspada terhadap luka iris dan luka
terbuka atau perdarahan lain HCV tidak menular melalui kontak biasa, seperti berpelukan,
berciuman, atau penggunaan bersama peralatan makan atau peralatan memasak.
Penularan dari ibu ke anak
Penularan hepatitis C dari ibu yang terinfeksi ke anaknya terjadi pada kurang dari 10%
kehamilan. Tidak ada tindakan yang dapat mencegah risiko ini. Penularan dapat terjadi
selama kehamilan dan saat persalinan.Persalinan yang berlangsung lama dikaitkan dengan
semakin tingginya risiko penularan.Tidak ada bukti bahwa pemberian ASI menularkan
HCV; namun, ibu yang terinfeksi harus menghindari pemberian ASI jika puting ibu
mengalami pecah-pecah dan berdarah, atau jumlah virus dalam tubuhnya banyak.

Patofisiologi
Umumnya virus masuk dalam darah lewat transfusi atau kegiatan apapun yang dapat

terpapar dengan sirkulasi


Target utama dari VHC sel hati dan limfosit B lewad resptor yang serupa denagn CD81

yang terdapat disel hati maupun limfosit sel B atau Reseptor LDL.
Setelah berada pada sitoplasma sel hati VHC melepas selubung virusnya dan RNA virus

siap untuk melakukan translasi protein dan kemudian replikasi RNA.


Translasi protein VHC dilakukan oleh ribosom sel hati yang akan mulai membaca RNA

VHC pada suatu Regio spesifik yang ada di region 5UTR.


Kecepatan replikasi virus ini melebihi HIV maupun VHB karena replikasi VHC
dilakukan di sitoplasma el hati dengan membuat salinan RNA negative sementara yang

dilakukan oleh RNA dependen RNA polymerase.


Melalui salinan RNA negative itu dibuat salinan-salinan RNA+ dan untuk ini VHC perlu

semua enzime2nya, gen p7 dan susunan 3 yang tepat.


Sitopatic HCV masih diperdebatkan, ada yang menyebutkan bahwa HCV tidak secara
langsung merusak sel, alasannya adalah banyak carrier HCV tidak memiliki bukti tandatanda perusakan hati (Rubin, 2009).

Sedangkan menurut Dan Longo dalam Harrison

principle of internal medicine disebutkan bahwa ada bagian protein core yang dapat
menimbulkan reaksi pelepasan radikal oksigen pada mitokondria dan berperan dalam proses
signaling apoptosis. Sedangkan yang sudah pasti merusak hati adalah reaksi sitotoksik T-sel
yang akan menjurus pada reaksi inflamasi melalui mediator mediator sitokin pro inflamasi
seperti TNF, TGF-1. Inflamasi yang berkepanjangan akan menyebabkan fibrosis yang
meluas dan mengarah ke sirosis hepatis.

Gejala
Umumnya tidak member gejala / hanya bergejala minimal
20-30% menunjukkan tanda hepatitis akut 7-8 minggu setelah

terjadinya paparan
Malaise, mual, ikterus seperti hepatitis akut
Pemeriksaan Fisik
Anamnesis : penderita tidak nafsu makan, cepat lelah, mual

muntah.
Inspeksi : penderita kurus karena nafsu makan berkurang atau
tidak ada sama sekali, ikterus,asites, spider naevi, eritema

palmaris.
Palpasi: hepatomegali, nyeri tekan di

epigastrium/splenomegali
Pemeriksaan Penunjang
SGOT/SGPT meningkat gambaran SGPT dikelompokkan

dalam 3 tipe yaitu monofasik,bifasik dan tipe mendatar.


Tes faal hat lainnya tidak dijumpai atau ringan.
HBsAg bisa positif.
Diagnosis pasti retensi BromSulfonftalein (BSP) atau

biopsy hati.
Pada gambaran histopatologis ada gambaran khas dari
hepatitis C yaitu terdapat hepatosit yang mengalami
perlemakan ringan, proloferasi sel epitel duktus biliaris,
pembentukan agregat limfoid, dan mirip seperti hepatitis kronis dengan adanya bridging
fibrosis.
Tambahan
Profil serologi infeksi Hepatitis C
Tes diagnosis untuk hepatitis C termasuk: antibodi HCV, ELISA, Western blot, dan RNA
HCV kuantitatif.

Polymerase chain reaction (PCR) dapat mendeteksi RNA HCV satu hingga dua minggu
setelah infeksi, sedangkan antibodi baru terbentuk dan baru dapat ditemukan dalam waktu
yang lebih lama.

Hepatitis C kronis merupakan infeksi dengan virus hepatitis C yang menetap selama lebih
dari enam bulan berdasarkan keberadaan RNA-nya. Karena infeksi kronis umumnya baru
menunjukkan gejala setelah berpuluh tahun,dokter biasanya baru menemukan kasus pada
saat pemeriksaan fungsi hati atau saat melakukan penapisan rutin pada orang berisiko tinggi.
Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara infeksi akut dan infeksi kronis.
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan hepatitis C biasanya dimulai dengan pemeriksaan darah untuk mendeteksi
apakah ada antibodi terhadap HCV dengan menggunakan uji imunoasai enzim (enzyme
immunoassay). Jika hasil pemeriksaan ini positif, dilakukan pemeriksaan kedua untuk
memastikan uji imunoasai dan untuk menentukan beratnya penyakit. Uji imunoblot
rekombinan memastikan uji imunoasai tersebut, dan reaksi rantai polimerase RNA HCV
menentukan beratnya. Jika tidak ada RNA dan hasil imunoblot positif, orang tersebut pernah
mengalami infeksi namun sudah teratasi baik dengan pengobatan maupun secara spontan;
jika imunoblot negatif, artinya uji imunoasai salah. Uji imunoasai baru akan memberikan
hasil positif enam hingga delapan minggu setelah infeksi.
Enzim hati dapat bervariasi selama tahap awal infeksi; rata-rata enzim tersebut mulai
meningkat tujuh minggu setelah infeksi. Enzim hati tidak terlalu berkaitan dengan beratnya
penyakit.
Biopsi
Biopsi hati dapat menentukan derajat kerusakan hati, namun prosedur tersebut memiliki
beberapa risiko. Perubahan khas yang biasanya terdeteksi melalui biopsi meliputi limfosit di
dalam jaringan hati, folikel limfoid di dalam trias hepatika, dan perubahan pada saluran
empedu. Terdapat beberapa pemeriksaan darah untuk menentukan tingkat kerusakan dan
menyingkirkan perlunya biopsi.
Penapisan
Hanya 550% dari orang-orang yang terinfeksi di Amerika Serikat dan Kanada yang
mengetahui status mereka. Pemeriksaan hepatitis C sangat dianjurkan untuk orang berisiko
tinggi, termasuk orang yang memiliki tato. Penapisan juga disarankan pada orang dengan
peningkatan kadar enzim hati, karena seringkali hal ini merupakan satu-satunya tanda
hepatitis kronis.Penapisan rutin tidak disarankan di Amerika Serikat.
7.2.4 Hepatitis d

Definisi
Hepatitis D (hepatitis delta) adalah inflamasi hati yang disebabkan oleh infeksi virus
hepatitis D (HDV), merupakan suatu partikel virus yang menyebabkan infeksi hanya bila
sebelumnya telah ada infeksi hepatitis B. HDV dapat timbul sebagai infeksi yang bersamaan
dengan HBV (Price, 1994). Hepatitis D merupakan penyakit peradangan pada hati yang

disebabkan oleh virus hepatitis D (VHD atau Agen Delta) yang merupakan hybrid DNA
virus Hepatitis B. Virus ini memerlukan selubung HB sAg, karena itu VHD merupakan

parasit VHB (Markum, 1999).


Etiologi
Penyebab penyakit hepatitis D adalah virus hepatitis tipe D atau antigen Delta yang
berukuran 35-37 nm dan merupakan virus RNA yang tidak sempurna. Virus tersebut dari
nukleo protein RNA merupakan hybrid DNA virus Hepatitis B. Virus ini juga memerlukan
selubung HBSAg. Virus hepatitis D tidak terdapat dalam serum atau darah tetapi anti HVD
Ig M dapat ditemukan dalam sirkulasi (Selamihardja/G.Sujayanto (2007).
Menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta (2007), Selamihardja/G.Sujayanto (2007), Silalahi,
(2004), Smeltzer (2001), Penyakit hepatitis D yang menyerang anak- anak umumnya
diperoleh melalui :

Menggunakan jarum suntik dan obat-obatan secara bersamaan. Hepatitis D paling sering

terjadi pada penderita hemofilia.


Apabila individu mengadakan kontak dengan darah atau cairan tubuh (seperti : air ludah, air

3
4

mani, cairan vagina) dari individu yang terinfeksi


Bayi dari wanita penderita hepatitis D ( hepatitis yang didapat atau congenital)
Virus ini dapat menular sendiri secara langsung dari penderita hepatitis D, bersifat
hepatotoksik. Namun bila HVD bersama-sama dengan HBSAg pada anak yang lebih
besar akan menyebabkan hepatitis fulminan, sedangkan pada bayi lebih banyak kearah
penyakit kronik
Virus Hepatitis D juga dapat ditularkan melalui transmisi vertikal sehingga tidak jarang

infeksi HVD pada bayi baru lahir disertai oleh infeksi VHD, hal ini akan memperbanyak
bentuk hepatitis kronik.
Menurut Selamihardja/G.Sujayanto (2007), cara penularan VHD sama dengan VHB, kecuali
transmisi vertikal sebab HVD tidak ditularkan secara vertikal. Hubungan seksual merupakan
salah satu cara penularan yang cukup berperan. Penularan hepatitis D bisa melalui
bermacam-macam media atau cara. Adapun cara penularannya antara lain :
a Dapat melalui barang yang tercemar VHD sesudah digunakan para carrier positif atau penderita
hepatitis D, seperti jarum suntik yang tidak sekali pakai, pisau cukur, jarum tato, jarum tusuk
kuping, sikat gigi, bahkan jarum bor gigi.
bAkibat berhubungan seksual atau berciuman dengan penderita
c Akibat transfusi darah yang terkontaminasi VHD.
dCara penularan yang terakhir ini memasukkan para penderita kelainan darah seperti hemofilia
(kadar protein faktor VIII atau zat pembeku dalam darah sangat rendah), thalasemia,
leukemia, atau melakukan dialisis ginjal ke dalam kelompok rawan atau berisiko tinggi
terkena penyakit hepatitis D, apalgi jika sebelumnya ia penderita hepatitis B.
e VHD memang tidak menular melalui singgungan kulit, namun kalau ada luka terbuka di kulit

lalu terkontaminasi darah yang mengandung VHD, penularan bisa terjadi.


Epidemiologi dan Faktor Risiko

Masa inkubasi diperkiran 4-7 minggu

Endemis di mediterania, semenanjung Balkan, bagian eropa bekas Rusia

Insidensi berkurang dengan pemakaian vaksin

Viremia singkat (infeksi akut) atau memanjang (infeksi kronis)

Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko infeksi HBV (koinfeksi atau super
infeksi)

IVDU

Homoseksual atau biseksual

Resipien donor darah

Pasangan seksual

Cara penularan

Melalui darah

Tranmisi seksual

Penyebaran maternal-neonatal

Infeksi dengan Transmisi melalui Darah

Koinfeksi HDV dan HBV biasanya sembuh spontan dan sembuh tanpa gejala sisa

Gagal hati akut lebih sering pada superinfeksi HDV disbanding dengan koinfeksi dengan
HBV

Superinfeksi HDV dapat berlanjut menjadi HDV kronik superimposed dengan HBV kronik
dan berkembang menjadi hepatitis kronik berat dan sirosis

Patofisiologi
Menurut Price (1994), Silalahi (2004), Smeltzer (2001), patofisiologi penyakit hepatitis D
adalah sebagai berikut :
Penyakit ini dapat timbul karena adanya ko-infeksi atau super-infeksi dengan VHB. Koinfeksi berarti infeksi VHD dan VHB terjadi bersamaan. Adapun super-infeksi terjadi karena
penderita hepatitis B kronis atau pembawa HBsAg terinfeksi oleh VHD. Ko-infeksi
umumnya menyebabkan hepatitis akut dan diikuti dengan penyembuhan total. Koinfeksi
dengan hepatitis D meningkatkan beratnya infeksi hepatitis B, perjalanan penyakitnya lebih
membahayakan dan meningkatkan potensi untuk menjadi penyakit hati kronik. Sementara
super-infeksi sering berkembang ke arah kronis dengan tingkat penyakit yang lebih berat
dan sering berakibat fatal.
Mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada reseptor-reseptor spesifik yang terletak pada
membran sel-sel hepar kemudian melakukan replikasi. Untuk dapat bereplikasi, virus
tersebut memerlukan keberadaan virus hepatitis B.
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrate pada
hypatocytes oleh sel mononukleus. Proses ini dapat menyebabkan degenerasi dan nekrosis
sel parenkim hati. Respon peradangan menyebabkan pembengkakan dan memblokir system

drainase hati sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadikan empedu tidak
dapat diekskresikan kedalam kantong empedu dan bahkan kedalam usus sehingga meningkat
dalam darah sehingga terjadi peningkatan bilirubin direk maupun indirek sebagai
hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobillinogen dan kulit hepatocelluler jaundice,
kemudian diikuti dengan munculnya gejala yang lain.
Virus hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Bila HBsAg
menghilang dari darah maka VHD akan berhenti bereplikasi dan penyakit menjadi sembuh.
Virus hepatitis D (VHD) bersifat patogen, dapat menimbulkan penyakit yang lebih parah

dari hepatitis virus lainnya.


Manifeastasi Klinis
Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi)
atau amat progresif. Masa inkubasi 1-90 hari atau 4-7 minggu. Gejalanya biasanya muncul
secara tiba-tiba gejala seperti flu, demam, penyakit kuning, urin berwarna hitam dan feses

berwarna hitam kemerahan, Pembengkakan pada hati.


Menurut Cecily (2002), manifestasi klinik pada anak penderita hepatitis D adalah:
1. Awitan tersembunyi dan berbahaya : Ikterus , Anoreksia, mual, Malaise, Akrodermatitis
popular (Sindrom Gianotti-Crosti)
2. Gejala Prodnormal : Artralgia, Artritis, Ruam eritema makulopopular, poliarteritis nodosa,
Glomerolunefritis.
3. Hepatitis D memperhebat gejala hepatitis B dan meningkatkan kemungkinan terjadinya
kondisi kronik.
Menurut Afifah, dkk (2005), Reeves (2001), gambaran klinis pada hepatitis D terdapat 3
fase antara lain :
1. Masa tunas (inkubasi) terjadi sejak virus masuk kedalam tubuh sampai menimbulkan
gejala. Belum ada gejala klinik yang tampak pada stadium ini meskipun sudah terjadi
kerusakan sel-sel hati.
2. Preicterik (prodnormal) Anoreksia, mual, ketidaknyamanan diperut bagian atas
(kuadran kanan atas), terasa berbau logam, malaise, sakit kepala, letih, demam tingkat
rendah, hepatomegali, urin lebih pekat.
3. Icterik Air kencing gelap seperti teh karena peningkatan pengeluaran billirubin pruritus
tinja seperti dempul jika conjugated billirubin tidak mengalir keluar dari hati ke usus,
timbul ikterik, hati membesar jika diraba (hepatomegali) dan terdapat nyeri tekan pada hati.
4. Post icterik (penyembuhan) Hilangnya ikterik, tidak enak badan, mudah letih, warna

urin dan tinja menjadi normal kembali.


Diagnosis

Pasien HBsAg positif dengan :


Anti HDV dan atau HDV RNA sirkulasi
IgM anti HDV dapat muncul sementara
Koinfeksi HBV/HDV
HBsAg positif
IgM anti HBc positif
Anti HDV dan atau HDV RNA

Superinfeksi HDV
HBsAg positif
IgG anti HBc positif
Anti HDV dan atau HDV RNA
Titer anti HDV akan menurun sampai tak terdeteksi dengan adanya perbaikan infeksi.

Tatalaksana
Pada dasarnya penatalaksanaan dari hepatitis D ini tidak ada yang spesifik. Hampir sama
dengan pengobatan hepatitis yang lain sepesti tirah baring dan pembatasan aktifitas fisik

berlebihan dan tetap mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
Komplikasi
Menurut Afifah, dkk (2005), Cecily (2002), komplikasi hepatitis D adalah :
Hepatitis Fulminans Hepatis yang berlangsung progresif atau cepat menjadi berat dan

berakhir dengan kematian.


Gagalhati
Status Carrier
Sirosishati

Keadaan initerjadiakibatinfeksi

menyebabkanperadanganhati

virus

hepatitis

yang

yang
luas

Akibatnyaseluruhstrukturjaringanhatimengalamiperubahandanmenjaditidakteratur,

bentukhatijugaberubahdengandisertaipenekananpadapembuluhdarah.
Karsinomahepatoselular (KHS)/ Hepatoma Penyakithati primer yang berasaldariselselhati, penyakitinibelumdiketahuisecarapastipenyebabnya.
7.2.5 HEPATITIS E

Definisi
Penyakit hati atau inflamasi pada hati yang disebabkan oleh virus HEV yang menyebar
secara faecal-oral. Hepatitis E merupakan waterborne disease yang artinya bahwa, air
ataupun makanan yang terkontaminasi oleh virus ini yang menjadi sumber penularannya,
serta sanitasi dan hygiene yang buruk. Pada umumnya, epatitis E adalah self-limiting viral

infection yang akan diikuti dengan penyembuhan.


Etiologi
Hepaitis E disebabkan oleh infeksi dari virus hepatitis E (HEV) dengan ciri-ciri:

Tanpa selubung
Positive-sense
Single stranded RNA virus (RNA virus linier)
Pada manusia hanya terdiri atas satu serotype, empat sampai lima genotype utama
Dapat menyebar pada sel embrio diploid di paru
Replikasi hanya terjadi pada hepatosit
HEV RNA terdapat di serum dan tinja selama fase akut
Zoonosis: babi, simpanse, monyet

Epidemiologi dan Faktor Risiko

Masa inkubasi rata-rata 40 hari


Distribusi luas, dalam bentuk epidemic dan endemic
HEV RNA terdapat dalam serum dan tinja selama fase akut
Hepatitis sporadic sering pada dewasa muda pada Negara yang tidak berkembang
Penyakit epidemic dengan sumber penularan air
Intrafamilial, kasus sekunder jarang
Dilaporkan adanya tranmisi maternal-neonatal
Di Negara maju sering berasal dari orang yang kembali pulang setelah melakukan perjalanan,
atau imigran baru dari daerah endemic
Viremia yang memanjang atau pengeluaran tinja merupakan kondisi yang tidak sering dijumpai
Zoonosis : babi dan binatang lain

Manifestasi Klinis
Infeksi HEV Simtomatik lebih sering ditemukan pada usia 15-40 tahun, sedangkan pada

anak-anak jarang sekali ditemukangejala (asimtomatik dan anikterik).


Periode inkubasi HEV virus antara 3-8 minggu, rata-rata 40 hari.
Gejala dan tanda yang identik dengan hepatitis adalah ikterus, urin berwarna gelap, pruritus,

anoreksia, hepatomegali, nyeri perut, nausea dan vomit, serta demam.


Diagnosis

Belum tersedia pemeriksaan serologi komersial yang telah disetujui FDA


IgM da IgG anti HEV baru dapat dideteksi oleh pemeriksaan untuk riset
IgM anti HEV dapat bertahan selama 6 minggu setelah puncak dari penyakit
IgG anti HEV dapat dideteksi selama 20 bulan
Hepatitis E dibedakan dengan hepatitis yang lainnya melalui tes biokimia fungsi hati antara
lain bilirubin urin dan urobilinogen, total dan direct bilirubin serum (jarang melampaui 10
mg/ dL), SGOT dan SGPT, alkalin fosfatase, masa protrombin (normal atau meningkat
antara 1-3 detik).

Penatalaksanaan
Rawat jelan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang menyebabkan dehidrasi
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
Aktifitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan malaise
Tidak ada engobatan spesifik untuk Hepatitis E
Obat-obatan yang tidak perlu harus dihentikan
Pencegahan
Jangan memakan makanan atau minuman yang tidak diketahui dari mana asalnya, hindari
mengkonsumsi kerang yang tidak dimasak, perbaiki sanitasi dan hygiene masing-masing
pribadi.
7.2.6 Hepatitis f dan g
Hepatitis F adalah hipotetis virus terkait dengan hepatitis . Calon hepatitis F muncul
beberapa pada 1990-an,. Tidak satupun dari laporan telah dibuktikan
Pada tahun 1994, Deka et al. melaporkan bahwa partikel virus baru telah ditemukan dalam
tinja pasca transfusi, non- hepatitis A , non- hepatitis B , non- hepatitis C , non- hepatitis E
pasien. Injeksi ini partikel ke dalam aliran darah India monyet rhesus menyebabkan
hepatitis, dan virus itu bernama hepatitis F atau virus Toga . Penyelidikan lebih lanjut gagal
mengkonfirmasi keberadaan virus, dan itu dihapuskan sebagai penyebab hepatitis menular.
Sebuah virus kemudian-ditemukan diduga menyebabkan hepatitis bernama Hepatitis G
virus, meskipun perannya dalam hepatitis belum dikonfirmasi dan sekarang dianggap identik
dengan GB virus C dan merupakan "virus yatim" tanpa hubungan kausal untuk setiap
penyakit manusia.
Virus Heatitis G (HGV) adalah suatu flavivirus yang mungkin menyebabkan hepatitis
fulminant. HGV ditularkan terutama melalui air, namun juga dapat dikeluarkan melalui
hubungan seksual. Kelompok berisiko adalah individu yang telah meakukan transfuse darah,
tertusuk jarum suntik secara tidak sengaja, penggunaan obat intravena, atau pasien
hemodialisis. Beberapa peneliti menyakini bahwa HGV tidak menyebabkan hepatitis yang
bermakna secara klinis, sehngga mereka tidak lagi mempertimbangkan virus ini sebagai
virus hepatitis.
7.2.7 Drug induced hepatitis

Definisi
Penyakit-penyakit hati yang diinduksi oleh obat adalah penyakit-penyakit dari hati yang
disebabkan oleh obat-obat yang diresepkan oleh dokter, obat-obat bebas (over-the-counter),
vitamin-vitamin, hormon-hormon, herba-herba, obat-obat terlarang, dan racun-racun
lingkungan. Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi potensial yang hampir

selalu ada pada setiap obat yang diberikan, karena hati merupakan usat disposisi metabolik
dari semua obat dan bahan-bahan asing yang masuk ke tubuh.
Contoh Obat :

Acetaminophen: Memiliki senyawa toksik NAPBN


Amoxcicillin : Meningkatkan SGOT / SGPT / dua-duanya
Amiodarone : Menyebabkan hasil tes fungsi hati tidak normal pada 15%-50% pasien
Chlorpromazine : Obstruktif
Ciprofloxacin : Meningkatkan SGOT, SGPT, dan bilirubin
Patogenesis
Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga membuat mereka mampu

menembus

membrane sel intestinal. Obat kemudian dibuat lebih hidrofilik melalui proses-proses
biokimiawi dalam hepatosit, menghasilkan produk-produk larut air yang diekskresi ke dalam
urin atau empedu. Biotransformasi hepatic ini melibatkan jalur oksidatif utamanya melalui
system enzim sitokrom P-450. Patogenesis dari Hepatitis karena obat dibagi menjadi dua:

Patofisiologi
Gangguan Hepatosit
Ikatan kovalen dari obat dengan protein intraseluler mmenyebabkan penurunan ATP yang
mengakibatkan gangguan pada akitin di permukaan hepatosit. Sehingga menyebabkan

b
c

d
e
f

pecahnya membrane hepatosit.


Gangguan transportasi protein
Gangguan aktivasi sel Cytolitic T
Ikatan kovalen obat pada enzim P-450 bertindak sebagai imunogen yang mengaktifkan sel T
dan sitokin secara berlebihan, sehingga merangsang kekebalan tubuh yang multirespon.
Apoptosis hepatosit
Gangguan mitokondria, sehingga produksi ATP terganggu
Kerusakan sel empedu oleh metabolit toksik yang disekresikan dalam empedu
Mekanisme toksisitas obat
Obat-obat tersebut dibagi atas dua jenis:
Hepatotoksin predictable (intrinsic)
Merupakan obat-obatan yang dapat dipastikan selalu akan menimbulkan kerusakan sel hepar
jika dikonsumsi dalam dosis tinggi. Terbagi atas dua jenis yaitu obat yang langsusng
merusak sel hati (biasanya sudah tidak dipakai lagi. Contoh: kloroform) dan obat yang tidak
langsung merusak sel hati (contoh: paracetamol dosis berlebihan yang dapat meyebabkan
nekrosis, steroid kontrasepsi yang menyebabkan ikterus karena menghambat pengeluaran

empedu)
Hepatotoksin unpredictable
Hati rusak bukan karena toksisitas intrinsic obat, tapi karena reaksi idiosinkronasi (reaksi
imunologik dengan gejala dan tanda yang tampak di luar hati) pada orang-orang tertentu

(hepatotoksin yang tidak bisa diramalkan).


Terbagi atas dua macam:
Reaksi Hipersensitivitas
Terjadi setelah 1-5 minggu setelah karena proses seneitisasi
Gejala: demam, ruam kulit, eosinofilia
Diagnosis: Berikan 1 / 2 challenge dose, dan dalam waktu yang tidak lama, maka gejala
akan timbul lagi

Kelainan Metabolisme
Memiliki masa laten yang bervariasi antara 1 minggu-1 tahun.
Gejala: tidak disertai demam, ruam kulit, eosinofilia
Diagnosis: apabila kita memberikan 1 / 2 challenge dose, ia tidak bisa diinduksi untuk
timbul lagi sehingga membutuhkan waktu yang lama dan pada kebanyakan kasus bersifat
kronik.

Manifestasi Klinik
Demam, ruam, gatal kulit, diare, nyeri sendi, mual, vomit, anoreksia, ikterus, urin gelap,
hepatomegali.

Terapi
Menghentikan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan hepatotoksisitas.

Prognosis
Sangat bervariasi tergantung keadaan klinik pasien dan tingkat kerusakan hati.
7.2.8 Hepatitis neonatorum
Hepatitis pada anak merupakan kasus berbahaya karena 90% kasus pada anak
berkembangmenjadi klronis. Anak yang menderita hepatitis memiliki bahaya karsinoma

1
2
3

1
2

hepar 100 kali lebih besar daripada yang bukan pnderita hepatitis di usia yang sama
Prevalensi
Hepatitis B 30% lkasus (paling banyalk)
Hepatitis C 20%
Hepatitis D dan hepatitis E sangat jarang
Stadium:
Prodomal (4-7 hari)
Ikterik (3-6 minggu)
Pasca Ikterik
Penyebab
Hepatitis B pada neonatus ditularkan dari Ibu hamil yang positif mengidap Hepatitis B.
Hepatitis A pada anak ditularkan dari teman sepermainan, alat makan yang tidak dicuci
bersih dan lain sebagainya
Pencegahan:
Bayi pada wanita yang memiliki HbsAg positif harus mendapatkan vaksin hepatitis (yang
terdiri dari HB 0,5ml dan HBIG 2 ml) secepatnya setelah lahir. Dosis bayi baru lahr
setengah dosis dewasa, ulangi pada usia 1 bulan dan 6 bulan. Sedangkan anak dengan
kontak HbsAg positif juga diberi vaksin dengan HB 5ml dan HBIG 2 ml. Anak yang negatif
kontak dengan HbsAg juga tetap harus diberi vaksin. Pada anak, kekebalan yang diperoleh
setelah mendapatkan vaksin yakni 85%.

7.2.9ILMUKESEHATANMASYARAKAT:UPAYA PENCEGAHAN HEPATITIS


Virus hepatitis merupakan virus yang mudah menyebar dengan cepat. Maka perlu usaha
pencegahan yang tepat agar penyebaran virus ini tidak menyebar luas. Leavell dan Clark
dalam bukunya Preventive Medicine for the Doctor in His Community membagi upaya
pencegahan penyakit menjadi 5 tingkat yaitu:

1. Health promotion (Promosi kesehatan)


2. Specific protection (Proteksi Spesific)
3. Early diagnosis and promp treatment (diagnosis dini dan perawatan yang tepat)
4. Disability limitation (pengurangan ketidakmampuan)
5. Rehabilitation(rehabilitasi)
Berikut ini adalah contoh upaya-upaya pencegahan penyebaran virus hepatitis:
1

Promosi kesehatan
Penyebaran virus hepatitis sebenarnya dapat dicegah dengan perilaku hidup bersih dan sehat

contoh perilaku-perilaku tersebut adalah:


Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, hal ini dikarenakan virus hepatitis A,

B dan C dapat menular dari cairan tubuh.


Hindari penggunaan alat-alat pribadi yang tersentuh cairan tubuh secara bersama. Alat-alat
pribadi seperti handuk, alat makan, sikat gigi dan barang medis sekali pakai seperti suntik
tidak boleh dipakai secara bersama karena virus hepatitis dapat berpindah melalui cairan

tubuh.
Selalu periksa kebersihan makanan yang akan dimakan. Usahakan selalu mencuci makanan
dengan air mengalir dan bersih. Air yang berasal dari sumber air yang terpapar kotoran
manusia jangan dipakai mencuci tanpa pengolahan. Air tersebut kemungkinan dapat

tercemar oleh virus hepatitis sehingga perlu diolah terlebih dahulu.


Selalu merebus air minum bila tidak yakin akan kebersihan sumber air. Bila air diperoleh
dari sumber air tanah maupun sumber air bersama seperti sungai, maka ada baiknya merebus
air tersebut karena jumlah bakteri maupun virus yang terkandung tidak diketahui. Dengan

merebus air, maka bakteri dan virus akan mati akibat dari proses pemanasan.
Proteksi spesifik
Proteksi spesifik merupakan upaya-upaya khusus yang dilakukan untuk mencegah tercegah
penyakit tersebut. Contoh upaya-upaya tersebut adalah:
Melakukan imunisasi spesfik pada virus-virus hepatitis yang sudah ditemukan vaksinnya
seperti hepatitis A, B dan C. Perlu juga dilakukan imunisasi booster dalam jangka waktu

b
c

tertentu karena imunitas dapat menurun dalam jangka waktu tertentu.


Selalu mencuci tangan dengan sabun setelah kontak dengan pasien hepatitis.
Pisahkan peralatan pribadi pasien hepatitis seperti alat mandi, alat makan dan barang medis
sekali pakai seperti jarum dari penderita hepatitis. Hal ini diperlukan untuk mencegah

terjadinya transmisi virus hepatitis dari peralatan pribadi penderita.


Diagnosis dini dan penanganan yang tepat
Diagnosis dini pada penderita hepatitis merupakan hal yang sangat bermanfaat karena makin
cepat penanganan yang tepat, maka makin cepat pasien tertolong. Berikut beberapa contoh

upaya-upaya tersebut:
Kenali gejala-gejala hepatitis. Gejala-gejala seperti demam, mual dan muntah, tubuh
kekuningan merupakan tanda khas dari gejala hepatitis. Jangan lupa untuk mengingat-ingat

apa saja yang dilakukan sebelum terkena gejala-gejala tadi karena dengan mengingat
b

riwayat pajanan, maka makin mudah dokter mendiagnosa.


Segera pergi ke dokter bila terjadi gejala-gejala di atas. Makin cepat penanganan maka

makin baik hasil pengobatan dari hepatitis.


Setelah terdiagnosis hepatitis, segera bersihkan atau pisahkan segala alat pribadi pasien. Hal

ini mencegah terjadinya penularan virus melalui barang pribadi pasien.


Upaya pengurangan ketidakmampuan
Upaya-upaya ini merupakan upaya pengobatan dari penyakit hepatitis. Prognosis dari
pengobatan hepatitis tidak selalu bagus sehingga perlu adanya kerjasama antara tenaga
kesehatan yang merawat pasien dan keluarga pasien agar pasien dapat sembuh dari

a
b
5

hepatitisnya. Berikut adalah contoh upaya-upaya tersebut:


Selalu dengarkan nasihat-nasihat dokter agar upaya penyembuhan dapat berjalan dengan
cepat dan baik. Jangan lupa untuk menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti.
Usahakan agar dapat beristirahat dengan baik. Kelelahan dapat menurunkan imunitas tubuh.
Rehabilitasi
Setelah sembuh dari penyakit hepatitis maka perlu adanya upaya rehabilitasi pada pasien
karena pasien masih dalam keadaan lemah setelah sembuh dari hepatitis. Upaya rehabilitasi
diperlukan agar pasien dapat kembali hidup mandiri dan tidak kembali dalam masa sakitnya.

Berikut contoh upaya-upaya yang dapat dilakukan:


Usahakan agar tidak terlalu lelah setelah keluar dari rumah sakit. Imunitas pasien hepatitis

masih rendah jadi perlu istirahat yang cukup setelah keluar dari rumah sakit.
Selalu menjaga kesehatan diri dengan selalu berupaya hidup bersih dan sehat. Selalu hidup
bersih dan sehat dengan selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan makan
makanan yang bersih dan bergizi dapat mengurangi paparan terhadap virus hepatitis dan
dapat meningkatkan imunitas pasien hepatitis.

7.3 Sirosis hepatis

Definisi
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang
berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodulnodul yang
terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan
disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang
dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. Secara lengkap Sirosis hati adalah suatu penyakit
dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati
mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis)
disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
Chirossis adalah fase akhir dari penyakit kronis liver, di tandai dengan destruksi bentuk
normal liver oleh septa fibrosa yang melingkupi dari nodul yang dapat beregenerasi dalam
hepatosit.

Klasifikasi

Konvensional
Makronodular memiliki nodul lebih dari 3 mm
Mikronodular memiliki nodul kurang dari 3 mm
Campuran makro dan mikro
Jenis Sirosis
Alkoholic
Kriptogenik dan post hepatis ( pasca nekrosis )
Biliaris
Kardiak
Metabolik, keturunan dan terkait obat
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada atadiu kompensata ini belum terlihat gejala-

gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
Sirosis hati Dekompensata
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas,

misalnya ; ascites, edema dan ikterus.


Insidensi
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan
kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59

tahun dengan puncaknya sekitar 40 449 tahun.


Etiologi
Alkohol
Penyakit hati kronis

Hepatitis B atau C

Non Alkoholik Liver Disease

Auto Imune

Sklerosis Cholangitis Primer

Autoimun Liver Disease

Genetic

Haemocromasitosis

a1 Anti tripsin Defisiensi

Wilsons Disease

Cryptogenik (Tidak jelas penyebabnya)


Patofisiologi
Inti dari sirosis hati adalah terjadi nekrosis sel hati yang meliputi daerah yang luas, maka
akan terjadi kolaps di daerah tersebut yang akan memicu timbulnya pembentukan jaringan
kolagen.
Pada fase awal septa pasif yang dibentuk oleh jaringan reticulum penyangga yang
mengalami kolaps dan kemudian berubah bentuk menjadi jaringan parut. Yang kemudian
jaringan parut tersebut dapat menghubungkan porta yang satu dengan yang lain atau antara
porta dengan sentral.

Pada tahap berikutnya, terjadi kerusakan parenkim dan peradangan yang terjadi pada sel
duktulus, sinusoid, dan sel- sel retikuloendotelial di dalam hati yang memacu terjadinya
fibrogenesis yang akan menimbulkan septa yang aktif. Sel limfosit T dan makrofag ikut
berperan engan sekresi limfokin dan monokin yang dianggap mediator fibrogenesis.
Mediator ini mungkin dibentuk tanpa adanya nekrosis an inflamasi yang aktif .septa aktif ini
akan menjalar menuju ke dalam parenkim hati dan berawal di daerah porta . Pembentukan
septa tingkat kedua ini akan menentukan perjalanan progresif sirosis hati. Pada saat yang
bersamaan nekrosis jaringan parenkim akan memacu proses regenerasi sel-sel hati.
Regenerasi hati yang timbu justru mengganggu pembentukan susunan jaringan ikat
tadi.yang disebut fibrogenesis dan regenerasi sel yang terjadi terus menerus dala
hubungannya dengan peradangan dan perubahan vaskuler intrahepatik serta gangguan faal

hati dan akhinya mengganggu susunan hati.


Patologi
Sirosis laennac merupakan pembentukan jaringan parut yang difus,
kehilangan sel-sel hati dan sedikit nodul regenerative (mikronodular).
Tiga lesi hati utama akibat induksi alcohol :

1 Perlemakan hati alkoholik


Stealosis atau perlemakan hati, hepatis teregang oleh vakuola lemak dalam
sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membrane
sel.
2 Hepatitis alcohol
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat alcohol dan destruksi
hepatosit. Fibrosis berkontraksi di daerah yang terkena menghasilkan kolagen.
Septa jaringan ikat halus mengelilingi massa kecil sel hati yang normal yang
kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Penimbunan kolagen
membuat bukuran hati mengecil dan nodular mengeras kelmudian terjadi sirosis
alkoholik.
3 Sirosis alkoholik
Gambaran patologi: mengkerut, bentuk tidak teratur dan terdiri dari nodulus sel hati
yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar.
Secara umum, peranan sel stelata normal berfungsi membangun
keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi.
Fibrosis terbentuk menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Ketika
proses jalan terus dalam sel stelata, jaringan hati normal diganti oleh
jaringan ikat.

Manifestasi Klinis
Gejala awal (kompensata):
mudah lelah dan lemas
selera makan berkurang
perasaan perut kembung
mual

berat badan menurun


pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan hilangnya

dorongan seksualitas.
Gejala lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol bila timbul komplikasi

kegagalan hati dan hipertensi porta, seperti:


hilangnya rambut badan
gangguan tidur
demam (tak begitu tinggi)
mungkin disertai gangguan pembekuan darah
perdarahan gusi
epistaksis
gangguan siklus haid
ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat
muntah darah dan/atau melena
serta perubahan mental, seperti mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, sampai koma.
Pemeriksaan
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah tepi akan memperlihatkan Hb yang agak rendah.Hb yang rendah dapat

merupakan keadaan hipersplenisme.


Pada pemeriksaan urin, umumnya normal, pada penderita sirosis hati alkoholic dapat

diteukan peningkatan urobilinogen.


Pada pemeriksaan feses dapt ditemukan tes benziklin positif. Harus ditindak lanjuti untuk

mengetahui asal perdarahan.


Pemeriksaan Penunjang
Untuk diagnosis pati dilakukan biopsy hati.atau dapat dilakukan engan menggunakn isotop.
Dengan metode ini dapat menentukan ukuran hati, limpa , dan heterogenitas ambilan isotop

di hati.
Pemeriksaaan hati juga dapat dilakukan dengan ultrasonografi.
Petanda obyektif yang digunakan adalah ukuran hati, limpa , gambaran parenkim hati,
permukaan dan pinggir hati, vena porta , dan pembuluh bilier.apat pula ditetapkan keadaan

vena hepatica saluran empedu dan asites.


Ct-Scan juga dapat digunakan untuk diagnosis penyakit hati tetapi ketepatannya lebih
kurang disbanding dengan USG.
Prognosis
Secara keseluruhan prognosis Chirrossis adalah buruk. Secara keseluruhan hanya 25%
pasien bertahan hidup 5 tahun setelah diagnosis. Tetapi apabila fungsi hati masih baik 50%
bertahan lebih dari 5 tahun dan 25% bertahan sampai 10 tahun. Apabila etiologi dapat
dikoreksi seperti pada penyalahgunaan alkhohol, haemochromatosis and Wilson's disease
prognosis menjadi lebih baik.
7.4 Amoebic liver abscess

Definisi
Amoebic liver abscess merupakan manifestasi dari infeksi parasit terutama yang paling
sering adalah Entamoeba hystoliyica di intestinal. Infeksi di hati disebabkan oleh naiknya E.

Hystolitica menuju hati melalui sistem vena porta yang akhirnya akan membentuk ruang

ruang lesi dalam hati.


Epidemiologi dan Faktor Risiko
ALA adalah infeksi ekstra intestinal yang sering terjadi namun hanya kurang dari satu
persen yang disebabkan oleh infeksi E. Histolitica. ALA lebih sering menyerang laki-laki (310 kali) dan terjadi pada umur antara 20-40 tahun dengan riwayat pernah tinggal, bepergian,
atau emigrasi ke daerah endemik. Lesi pada ALA biasanya single dan

paling sering

ditemukan pada lobus kanan liver. Abses liver ini memiliki dinding capsuler tipis dengan
necrotic centre yang berisi cairan tebal. Khasnya, cairan abses ini tidak berbau, tampak
seperti sirup cokelat, dan steril dari bakteri, meski invansi bakteri sekunder mungkin
terjadi.
Faktor resiko terjadinya ALA, yaitu Alcoholim, keganasan, infeksi HIV, malnutrisi,
penggunaan kortikosteroid, kelainan imunitas, homoseksual, sempat travelling ke daerah
endemi.

Etiologi
Etiologi abses hati amebic adalah protozoa pseudopodia amoeba intestinal yang
patogen yakni Entamoeba histolytica. Protozoa ini memiliki dua bentuk dalam
siklus hidupnya yakni kista dan trofozoit yang dapat bergerak. Bentuk trofozoit
merupakan bentuk vegetatif yang tidak tahan terhadap suasana asam dan kering.
Trofozoit

sangat

aktif

eritrosit (haematophagous

bergerak,

memiliki

kemampuan

memangsa

trophozoite), serta mengandung protease yaitu

hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi


jaringan.
Bentuk kista merupakan bentuk infektif E.histolytica. Kista resisten terhadap
suasana kering dan asam, juga bisa bertahan di luar tubuh manusia. Bentuk kista
terdiri atas dua macam yakni kista muda dan ksita dewasa. Kista muda berinti satu
mengandung gelembung glikogen dan badan-badan kromatioid berbentuk batang
yang berujung tumpul. Kista dewasa berinti empat. Kista hanya terbentuk dan
dijumpai di lumen usus dan tidak dapat dibentuk di luar tubuh serta tidak dapat

dijumpai di dinding usus dan jaringan tubuh di luar usus.


Patogenesis
E. histolytica masuk ke dalam tubuh manusia melalui kista yang tertelan.
Dikarenakan sifatnya yang reisten terhadap asam dan lingkungan, kista yang keluar
dari tubuh melalui feses, dapat menempel di daun tanaman, di air, dan tanah
sehingga apabila higienitas seseorang kurang baik, maka kontak dengan hal-hal
tersebut dapat menjadi sarana masuknya kista ke dalam tubuh. Kista kemudian
masuk ke dalam tubuh hingga menuju usus besar. Kista berkembang menjadi
trofozaoit yang pada awalnya hidup sebagai komensal. Trofozoit kemudian

membentuk koloni dan melepaskan protease yang menyebabkan ulserasi. Faktor


penyebab berubahnya sifat trofozoit ini kemungkinan adalah kerentanan pejamu
(host)

yakni

kehamilan,

malnutrisi,

penyakit

keganasan,

penggunaan

imunosupresan, bahkan konsumsi alkohol jangka panjang; faktor virulensi ameba


dan faktor lingkungan.
Selanjutnya, kerusakan sawar intestinal akibat lisisnya sel epitel mukosa usus dan
sel-sel inflamatorik mengakibatkan trofozoit dapat masuk melalui vena-vena kolon
seperti venula mesentrica yang merupakan cabang vena porta hepatica. Selanjutnya,
lewat aliran vena tersebut trofozoit dapat mencapai parenkim hati. Parasit ini di hati
mengakibatkan akumulasi netrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulomatosa. Pada awalnya terbentuk mikroabses yang kemudian membesar dan
terbentuk jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini kemudian dikelilingi kapsul tipis
seperti jaringan fibrosa. Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun setelah terjadinya amebic intestinal dan dapat terjadi tanpa didahului
oleh riwayat disentri amebiasis sebelumnya.
Abses lebih sering terjadi di lobus kanan hati dibandingkan di lobus kirnya. Hal ini
sesuai dengan aliran vena porta di lobus kanan yang lebih dominan berasala dari
vena mesentrica superior, sementara lobus kiri lebih banyak menerima aliran dari

vena splanchnicus (Brailita, 2008).


Manifestasi Klinis

Onset biasanya tiba-tiba demam (bervariasi antara 38 o dan 40

C), biasanya tampak

memuncak/tinggi tiba-tiba tapi kadang bertahan hingga beberapa hari, dengan kekakuan dan
keringat terus-menerus.

Nyeri quadran atas abdomen, biasanya terus-menerus dan konstan.

Diare dan/atau disentry

Nausea, muntah, dan lemas

Anorexia, penurunan berat badan

Batuk dan tidak bernafas


Pada pemeriksaan fisik ditemukan:

Biasanya jaundice ringan, jaundice parah jarang terjadi

Tanda cardinal: nyeri hepatomegaly. Pada palpasi liver terasa lembut dan lembek. Bagian
yang lembek biasanya terlokalisir di bagian yang terkena abses, terbanyak di bagian ICS
bawah bagian kanan. Hepatomegali bisa saja tidak terdeteksi pada pasien dengan abses di
lokasi subdiafragmatika

Pergerakan dari bagian kanan dada dan diafragma bisa terjadi restriksi dengan perkusi
tumpul

Pemeriksaan Laboratorium

Meningkatnya bilirubin dan leukositosis, meningkatnya transaminase dan alkalin phospat,


dan meningkatnya marker inflamasi akut

Pada sampel feses baru bisa dideteksi adanya tropozoit yang mengandung eritrosit.

Pada aspirasi, amoeba tersebar di bagian nekrosis dari pusat abses, tapi lebih banyak pada
bagian pinggir dinding dan biasanya ditemukan pada bagian akhir material aspirasi

Serologi bisa membantu dalam diagnosis amoebiasis tapi hasil negatif bukan berarti tidak
terjadi amoebiasis

X-ray abdomen dan thorax: bisa menunjukkan terjadinya elevasi pada bagian hemidiafragma
dextra, reaksi pleural pada sudut costofrenikus dektra

USG: adanya area bundar/oval hypoechoic pada capsula liver dan tanpa echoes dinding yang
significan. Itu juga mungkin berhubungan dengan efusi pleura kanan/adanya ruptur

CT-Scan abdomen dan MRI menunjukkan adanya abses

PCR: diagnosis molekuler dari amebiasis

Penatalaksanaan
Terdapat 4 grup modal treatmen yang dapat digunakan:

Terapi obat saja

USG dan obat

Percutaneus kateter drainage dan obat

Laparotomi, drainage, dan obat


Terapi obat
Dapat menggunakan dosis tunggal atau dosis kombinasi pada parasit ektraluminal. Kriteria
untuk managemen medis: semua obat tidak berkomplikasi dengan abses, tidak menyebabkan
ruptur, dan tidak ada efek tekan.
Nitroimidazole termasuk metronidazole efektif dalam 90% kejadian. Terapi harus
dilanjutkan sekurang-kurangnya 10 hari.
Aspiration or drainage of the abscess
Aspirasi rutin pada pasien dengan abses liver tidak dilakukan karena indikasi diagnostic atau
untuk tujuan terapetik. Kombinasi USG dengan positif test serology dengan manifestasi
klinis yang sesuai berhubungan dengan penggunaan terapi obat awal yang adekuat.
Aspirasi dilakukan dalam beberapa kondisi:

Tidak adanya peningkatan klinis pada 48 hingga 72 jam

Abses pada lobus kiri

Abses yang besar bisa menyebabkan terjadinya ruptur/tanda-tanda penekanan

Jaringan tipis yang mengelilingi abses (<10 mm)

Abses dengan hasil seronegatif

Gagal untuk terjadi peningkatan setelah melakukan terapi non invasif dalam 4-5 hari

Surgical intervention
Kematian akibat intervensi bedah sangat tingga. Pada praktisi klinis, intervensi bedah hanya
dilakuakan jika kavitas sudah ruptur ke bagian viseral.

Prognosis
Prognosis bisa baik jika tidak terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan. Prognosis
buruk jika terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, apalagi jika ditemukan bakteri
penyebab yang multipel.

7.5 Liver failure

Definisi
Gagal hati adalah sindrom klinik yang disebabkan oleh nekrosis sel hati yang luas,
disertai dengan kegagalan fungsi hati secara tiba-tiba, sering diikuti dengan

ensefalopati setelah 8 minggu perjalanan penyakit.


Klasifikasi
Interval
jaundiceEnsefalop
ati
Hiperakut

<7 hari

Edem
a
Otak
Serin
g
Serin

Akut

8-28 hari

Sub-

29 hari -

g
Serin

akut

12 mg

Prognos
is

Penyebab

Virus A,B
Sedang

Jelek
Jelek

Acetaminoph
en
NonA/B/C;obat
NonA/B/C;obat

Etiologi
Kerusakan akibat konsumsi alkohol kronik, toksisitas obat hepatitis, Carsinoma hepar, fatty
liver.
Gejala
Gejala klinis dari gagal hati bervariasi, yaitu:

Gejala hepatitis : ikterus,lemah, panas, muntah, nyeri perut, anoreksia,

kencing berwarna teh, tinja akolis.


Gejala neurologi : pusing, sakit kepala, perubahan irama tidur, gangguan
koordinasi dengan flapping tremor, refleks tendon yang meningkat.

Pemeriksaan Laboratorium
Serum transaminase : meningkat 70-100 kali
Bilirubin direk dan total : bilirubin > 4 mg/dl menunjukkan prognosis buruk
Alkali fosfatase : normal atau meningkat
Faal hemostasis : memanjang
Albumin serum : fase awal normal dan menurun pada fase lanjut. Kadar albumin

rendah menunjukkan prognosis buruk


Hipoglikemia, khususnya pada bayi
Peningkatan kadar serum kreatinin signifikan mengarah pada hepatorenal syndrome
Hiponatremia dan hipokalemia
Kadar fosfat rendah
Kadar serum ammonia meningkat secara dramatis
Peningkatan serum laktat sebagai akibat gangguan perfusi jaringan dan penurunan

klirens oleh hati


Analisis gas darah : asidosis metabolik atau alkalosis respiratorik sebagai akibat

dari hepatopulmonary syndrome


Pemeriksaan serologi terhadap etiologi gagal hati fulminan
Pemeriksaan Penunjang Lain
EEG
USG hati (Doppler)
CT scan atau MRI abdomen.
CT scan kepala
Biopsi hati
Prognosis
Mortalitas pada anak-anak sebesar 80-90% disebabkan edema serebri, sepsis, dan
kerusakan multi organ. Angka keberhasilan hidup adalah sebesar 10-20%.
Dipengaruhi oleh derajat koma, macam pengobatan, umur penderita, dan tergantung
pada kemampuan regenerasi hati serta komplikasi yang terjadi.
7.7 Cholelithiasis

Definisi
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran
kandung empedu (Ductus Choledocus) yang pada umumnya komposisi utamanya adalah

kolesterol. (Williams, 2003).


Etiologi
Batu kolesterol
Adanya perubahan pada komposisi empedu dimana kadar kolesterol meningkat
sehingga timbul batu.
Batu pigmen coklat

Yaitu akibat adanya proses hemolitik atau investasi dari bakteri E. Coli atau cacing
Ascaris lumbricoides sehinga mengubah bilirubin diglukoronoida menjadi bilirubin

bebas yang akhirnya menjadi kalsium bilirubin dan mengendap.


Patofisiologi
Adanya perubahan konsumsi lemak yang sangat berlebih sehingga menyebabkan
metabolism lemak yang meningkat. Akibatnya kadar kolesterol sebagai hasil
metabolism lemak juga meningkat. Peningkatan kadar kolesterol ini mengakibatkan
kadar kolesterol dalam empedu yang meningkat kemudian mengendap sehingga

timbul batu.
Gangguan hormonal seperti pada wanita hamilmenyebabkan proses pengosongan
empedu menjadi lebih lama sehingga muncul stasis empesu yang mengakibatkan
empedu di dalam kantong mengendap cukup lama sehingga lama kelamaan akan

timbul batu.
Infeksi bakteri selain dapat mengubah bentuk bilirubin juga dapat memicu
kerusakan lipatan mukosa vesica felea sehingga timbul deskuamasi mukosa yang

memproduksi mucus berlebih. Hal ini mengakibatkan viskositas empedu meningkat.


Manifestasi Klinis
Jika batu masih berada di dalam kandung empedu maka belum timbul
gejala klinik. Gejala klinik baru muncul jika batu tersebut mulai
menyebabkna obstruksi pada saluran empedu. Dibagi menurut fase akut
dan kronisnya

Akut
Epigastium kanan nyeri dan spasme
Ikterus ringan
Rasa nyeri (kolik)
Mual dan muntah
Febris
Kronis
Nyeri di mid-epigastrium dan menyebar sampai ke scapula dextra, sifatnya menetap

dan lama serangan lebih dari 30 menit.


Mual dan muntah
Intoleransi lemak
Sering sendawa dan flatus
Ikterus berat
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan bila perlu
pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan fisik
Murphy sign positif. Yaitu dengan cara meletakkan jari telunjuk di abdomen garis
midclavicula kemudian pasien diminta menarik nafas. Apabila dirasakan nyeri saat

bernafas maka murphy sign positif.


Adanya icterus menunjukkan adanya kelebihan bilirubin dalam darah

Feses pucat dan urin gelap, karena saluran empedu tersumbat sehingga empedu
tidak keluar menuju saluran cerna sehingga pada saluran cerna kekurangan zat
empedu yang memberikan warna kuning pada feses. Hal ini menyebabkan feses
pucat. Tersumbatnya saluran empedu menyebabkan bilirubin yang diproduksi sel
hepar tidak dapat disalurkan menuju ke saluran cerna padahal sel hepar terus
memproduksi bilirubin. Akibatnya terjadi aliran balik bilirubin ke darah sehingga
darah mengandung banyak bilirubin. Ginjal yang menyaring drah juga akan
membuang bilirubin tersebut lewat urin sehingga urinmenjadi gelapa atau disebut

clay colored urine.


Pemeriksaan penunjang
Tes bilirubin serum diatas 0,4 mg/dl
USG menunjukkan bendungan pada saluran empedu
Foto polos abdomen menunjukkan adanya penyumbatan pada kandung empedu
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah infeksi pada vesica felea (colesistisis),
peradangan pada peritonitis, dan rupture kandung empedu.
7.8 Kolesistitis akut

Definisi
Kolesistitisadalahradangkandungempedu

yang

merupakanreaksiinflamasiakutdindingkandungempedudisertaikeluhannyeriperutkana
natas, nyeritekandanpanasbadan. Dikenal klasifikasi kolesistitis yaitu kolesistitis
akut sertakronik.Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung
empedu, biasanya merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam
duktus sistikus, yang secara tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang

luar biasa.
Epidemiologi
Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk, insidensi kolesistitis di negara

kita relative lebih rendah di banding negara-negara barat.


Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah statis cairan empedu,
infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut
adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan
statis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus).
Bagaimana statis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut masih belum jelas.
Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh, antara lain kepekatan cairan empedu,
kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung

empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.


Patofisiologi

Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan
memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan
elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Pada
individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat

katup Oddi

tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan mengabsorpsi air.
Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi zat-zat padat. Stasis
empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan
susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Perubahan metabolisme yang disebabkan
oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung

empedu.
Manifestasi Klinis
Nyeri, timbul larut malam atau pada dini hari, biasapada abdomen kanan atas atau
epigastrium danteralihkankebawahangulus scapula dexter, bahukananatau yang

kesisikiri, kadangmenirunyeri angina pectoris.


Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik nafas. Nyeri dapat
berlangsung 30-60 menit tanpa peredaan, berbeda dengan spasme yang

cuma berlangsung singkat pada kolik bilier.


Serangan dapat muncul setelah makan makanan besar atau makanan
berlemak larut malam atau tindakan sederhana seperti palpasi abdomen

atau menguap.
Penderita berkeringat kadang dapat terbaring tidak bergerak dalam
posisi melekuk. Fatulens dan mual biasa ditemukan, tetapi tak biasa

muntah, kecuali bila pada ductus choledocus ada batu.


Selain itu, bentuk nyeri yang dapat muncul adalah nyeri distensi karena
kontraksi vesica biliaris untuk atasi sumbatan duktus sistikus. Nyerinya
terletak profunda, sentral dan tidak ada rigiditas otot. Nyeri peritoneum
superficialis

terhadap

hiperestesia. Fundus

rasa
vesica

tekan
biliaris

pada

kulit,

dipersarafi

ada

rigiditas

otot,

oleh enam nervus

intercostalis terakhir dan phrenicus, sehingga rangsangan pada bagian


anterior menimbulkan nyeri pada kuadran kanan atas dan cabang kulit
posterior menyebabkan nyeri infrascapula kanan yang khas. Nyeri yang
dialihkan ke punggung dan kuadran kanan atas berasal dari nervus
spinalis karena nervus ini meluas jarak singkat ke mesenterium dan

ligamentum hepatogastricum sekeliling dutus bilifer.


Jika dokter menekan perut kanan sebelah atas,

penderita

akan

merasakan nyeri tajam. Biasanya serangan nyeri berkurang dalam 2-3

hari dan kemudian menghilang dalam 1 minggu.


Sebagai tanda adanya inflamasi biasanya ada demam dan peningkatan
hitung sel darah putih. Pada mulanya, timbul demam ringan, yang
semakin lama cenderung meninggi.

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Pemeriksaan ultra sonografi(USG). Pemeriksaan ini sebaiknya dikerjakan
secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar,
bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu
extra hepatic.Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90% - 95%.
Diagnosis yang paling akurat diperoleh dari pemeriksaan skintigrafihepatobilier,
yang memberikan gambaran dari hati, saluran empedu, kandung empedu dan bagian

atas usus halus.


Penatalaksanaan
Konservatif pada keadaan akut:
bila penyakit berat, pasien perlu dirawat dan diberi cairan infus
istirahat baring
puasa, pasang pipa nasogastrik
analgesik, antibiotik
Bila gagal dengan pengobatan konservatif atau terdapat toksemia yang
progresif, perlu dilakukan kolesistektomi. Hal ini perlu untuk mencegah
komplikasi. Sebaiknya kolesistektomi dikerjakan pula pada serangan yang
berulang- ulang.
7.13 Pankreatitis
Pankreatitis Akut merupakan reaksi peradangan pankreas, secara klinis
ditandai nyeri perut akut dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin. Perjalanan
penyakit dari ringan self limited sampai berat yang disertai renjatan gangguan ginjal
dan paru-paru yang bisa berakibat fatal.
Pada pankreatitis berat, enzim pankreas, bahan vasoaktif dan toksik keluar dari
saluran pankreas dan masuk ke dalam ruang pararenal anterior, pararenal posterior,
lesser sac, dan peritoneum. Bahan ini mengakibatkan iritasi kimiawi yang bisa
menimbulkan penyulit seperti kehilangan cairan berprotein, hipovolemia, dan
hipotensi.
Bahan tersebut masuk melalui sirkulasi umum (jalur getah bening retroperitoneal
dan jalur vena) mengakibatkan penyulit sistemik (gagal napas, gagal ginjal, dan
kolaps kardiovaskular)
Klasifikasi

1 Pankreatitis Akut. Ditandai gagal organ dengan adanya renjatan, insufisiensi


paru (PaO 60 mmHg), gangguan ginjal (kreatinin >2 mg/dL) dan perdarahan

saluran cerna atas (>500 mL/hari). Adanya nekrosis, pseudokista atau abses juga
berperan dalam beratnya pankreatitis.
2 Pankreatitis

Interstisial dan Pankreatitis

Nekrosis, keduanya bisa

dibedakan denganCT Scan Abdomen. Secara klinis, pankreatitis nekrosis lebih


berat dibanding pankreatitis interstisial, dan disertai gagal organ yang lebih lama,
risiko tinggi untuk infeksi dan mortalitas.
Pankreatitis dapat merupakan episode tunggal atau berulang. Tergantung beratnya
peradangan dan luasnya nekrosis parenkim, dibedakan menjadi:
1 Pankreatitis Akut Interstisial. Terdapat nekrosis lemak di tepi pankreas dan
edema interstisial; biasanya ringan dan self limited
2 Pankreatits Akut Nekrosis. Bisa setempat atau difus; terdapat korelasi
antara derajat nekrosis pankreas dan beratnya serangan serta manifestasi sistemik.
Faktor yang menentukan beratnya pankreatitis akut sebagian masih belum
diketahui. Pada 80% kasus pankreatitis akut, jaringan yang meradang masih hidup
(pankreatitis interstisial), sisanya 20% mengalami nekrosis pankreas
atau

nekrosis

peripankreas yang merupakan

komplikasi

berat

dan

mengancam jiwa. Nekrosis peripankreas diduga akibat aktivitas lipase pankreas


pada jaringan lemak peripankreas; sedang penyebab nekrosis pankreas adalah
multifaktor (kerusakan mikrosirkulasi dan efek langsung enzim pankreas pada
parenkim pankreas)
Pada pankreatitis interstisial dapat menunjukkan toksisitas sistemik yang
jelas (gagal napas), umumnya self limited bila tidak terdapat nekrosis pankreas. Bila
terdapat nekrosis pankreas, kerusakan bersifat permanen, karena adanya enzim
pankreas, toksin, dan timbulnya infeksi sekunder
Etiologi
1 Batu bilier
2 Infeksi (tifus, DBD, leptospirosis, askaris, apendisitis akut, sepsis, virus)
3 Idiopatik
4 Trauma
5 Tukak peptik
6 Obstruksi saluran pankreas oleh fibrosis atau konkrema
7 Penyakit

metabolik

(hipertrigliseridemia,

hiperlipoproteinemia,

diabetes, gagal ginjal, hemokromatosis, pankreatitis herediter)


8 Kehamilan

hiperkalsemia,

9 Obat (tiazid, furosemid, azatioprin, steroid, isoniazid, tetrasiklin, salazopirin,


asparginase, indometasin)
Patogenesis
Dalam keadaan normal pankreas terlindung dari efek enzimatik enzim digestifnya
sendiri.

Enzim

pankreas

(enzim

proteolitik

(tripsin,

kimotripsin,

karboksipeptidase, elastase) dan fosfolipase A) disintesis sebagai zimogen


inaktif dan diaktivasi dengan pemecahan rantai peptik secara enzimatik.
Sedangkan enzim pankreas lainnya (amilase dan lipase) disintesis dalam bentuk
inaktif dan disimpan dalam butir zimogen sehingga terisolasi oleh membran
fosfolipid dalam sel asini
Aktivasi enzim dicegah oleh inhibitor dalam jaringan pankreas, cairan pankreas dan
serum. Dalam proses aktivasi enzim, tripsin memegang peranan penting yang
mengaktivasi yang terlihat pada proses autodigesti. Hanya lipase yang tidak
tergantung tripsin. Aktivasi zimogen secara normal dimulai oleh enterokinase di
duodenum. Adanya aktivasi dini enzim dalam pankreas menyebabkan autodigesti
pankreas.
Adanya mekanisme aktivasi dini enzim ini antara lain adanya refluks isi
duodenum danrefluks

cairan

empedu, aktivasi

sistem

komplemen, stimulasi, dan sekresi enzim berlebih.


Isi duodenum merupakan campuran enzim pankresas aktif, asam empedu,
lisolesitin dan lemak yang teremulsi.
Asam empedu mempunyai efek detergen pada sel pankreas, meningkatkan
aktivasi lipase dan fosfolipase A, memecah lesitin menjadi lisolesitin dan asam
lemak, serta menginduksi spontan sejumlah kecil tripsinogen. Perfusi asam empedu
ke dalam duktus pankreatikus menambah permeabilitas sehingga mengakibatkan
perubahan struktural yang jelas
Alkohol. Pengaruhnya ke pankreatitis akut mungkin efek toksik alkohol yang
langsung pada orang tertentu dengan kelainan enzimatik yang tidak diketahui. Teori
lain adalah merangsang sfingter oddi sehingga terjadi spasme dan meningkatkan
tekanan di saluran bilier dan saluran dalam pankreas, merangsang enzim pankreas
sehingga terjadi pankreatitis.

Alkohol juga mengurangi inhibitor tripsin (fungsi inhibitor pankreas, lihat atas),
mengakibatkan sekresi pankreas pekat sehingga terbentuk small

protein

plugs yang menyebabkan obstruksi saluran pankreas.


Penyakit Saluran Empedu. Batu empedu yang terjepit pada ampula
vater/sfingter oddi atau adanya mikrolitiasis (mengandung kolesterol monohidrat,
kalsium bilirubinat, kalsium karbonat) dapat mengakibatkan pankreatitis akut karena
refluks cairan empedu ke dalam saluran pankreas. Pengobatan dengan asam
ursodeoksikolat atau tindakan kolesistektomi atausfingterotomi per
endoskopik mengurangi insidensi pankreatitis akut rekuren.
Obat bisa mengakibatkan hipersensitivitas atau terbentuknya metabolik yang
toksik
Penyakit metabolik, misal Hipertrigliseridemia dapat memicu pankreatitis
akut, mungkin karena efek toksik langsung lemak pada sel pankreas; tapi pada
pasien hipertrigliseridemia dan pankreatitis akut adalah alkoholik, dan kelainan
lemak diakibatkan sekunder oleh alkoholisme
Patologi
Terdapat dua bentuk anatomis utama yaitu:
1 Pankreatitis Akut Interstisial. Secara makroskopik pankreas membengkak
secara difus dan pucat. Tidak terdapat nekrosis atau perdarahan, bila ada, minimal
sekali. Secara mikroskopik, daerah interstisial melebar karena adanya edema
ekstrasel, disertai sebaran sel leukosit PMN. Saluran pankreas diisi bahan purulen.
Tidak didapatkan destruksi asinus.
2 Pankreatitis Akut Nekrosis Hemoragik. Secara makroskopik, tampak
nekrosis jaringan pankreas (lemak di tepi pankreas, parenkim) disertai perdarahan
dan inflamasi yang dapat mengisi ruang retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut,
tampak abses dan timbulnya bakteri di jaringan nekrosis yang berdinding (abses
purulen). Secara mikroskopik, adanya nekrosis lemak dan jaringan pankreas,
kantong infiltrat yang meradang dan berdarah. Pembuluh darah di dalam dan di
sekitar daerah nekrotik menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi perivaskular,
vaskulitis, dan trombosis pembuluh darah. Bentuk pankreatitis ini lebih fatal
dibanding pankreatitis akut interstisial
Gejala Klinis
Gejala pankreatitis akut dapat ringan sehingga ditemukan konsentrasi enzim
pankreas dalam serum atau dapat menjadi berat dan fatal. Rasa nyeri timbul tiba-

tiba di epigastrium (tersering), kadang agak ke kiri atau kanan; rasa nyeri dapat
menjalar ke punggung, perut dan abdomen bawah; terus-menerus, makin bertambah
dan berhari-hari; bisa disertai mual-muntah serta demam; kadang terdapat tanda
kolaps kardiovaskular, renjatan dan gangguan pernapasan.
Pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan perut bagian atas karena rangsangan
peritoneum, tanda peritonitis, adanya massa pada bagian pankreas yang
membengkak dan infiltrat radang, meteorismus abdomen pada 70-80% kasus
pankreatitis akut. Suhu tinggi menunjukkan kemungkinan kolangitis, kolesistitis,
atau abses pankreas. Ikterus pada sebagian kasus, kadang asites seperti sari
daging dan mengandung amilase dan efusi pleura pada sisi kiri.
Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan enzim amilase dan atau lipase serum, leukositosis, fungsi hati yang
terganggu, hiperglikemia. Penurunan kalsium dan kolesterol serum

7.15 Leptospirosis
Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh Leptospira interogans yang asal mulanya penyakit ini hanya
menginfeksi hewan saja. Namun, sekarang telah meningkat jumlahnya pada manusia
(zoonosis). Reservoirnya dapat berupa tikus, sapi, babi, dan anjing.
Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, kecuali antartika, dan terbanyak di daerah tropis.
Leptospira hidup di hewan piaraan (terutama hewan pengerat) di epitel tubulus ginjal dan
berkembang baik pada musim hujan. Tempat perkembangbiakan leptospira adalah tempat
yang lembap, hangat, dan memiliki PH air dan tanah yang netral. Suasana tersebut terdapat
di sepanjang daerah tropis.
Penularan
Penularan leptospira dapat terjadi apabila :
1

Kontak dengan air, tanah, lumpur yang telah terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi
leptospira. Jika terdapat luka atau lesi pada kulit, selaput lendir atau mukosa manusia maka

2
3
4

dapat terinfeksi
Gigitan binatang yang terinfeksi leptospira
Ekspose yang lama terhadap air meskipun kulit utuh (tidak luka)
Terinfeksi saat mengurusi biakan leptospira di laboratorium
Pathogenesis
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui luka dan mengikuti aliran darah kemudian
berkembangbiak. Saat leptospira menyebar ke jaringan tubuh, terjadi respon imunologi dan
terbentuk antibody spesifik. Beberapa leptospira berhasil diberantas, namun ada sejumlah

kecil leptospira yang dapat mencapai tubulus ginjal dan bertahan karena daerah ini terisolasi
dari imunologi. Lalu leptospira melepaskan toksin yang dapat menyebabkan lesi pada
endotel kapiler dan dilepaskan melalui urin.
Gejala Klinis

1
2
3
4
5
6
7

1
2
3
4
5
6

Fase leptospiraemia
Berlangsung selama 4-7 hari
Terdapat leptospira di darah dan CSS
Sakit kepala terutama pada frontal
Sakit otot
Demam tinggi, menggigil
Mual dan muntah
Kehilangan kesadaran
Fase Imun
Demam 40C
Sakit menyeluruh (leher, tangan, perut, betis)
Perdarahan (epistaksis, ptekie)
Ikterik
Peningkatan titer Ab
Ada leptospira di urin
Diagnosis
Diagnosis untuk kasus leptospirosis sangat sulit karena pasien dapat sudah dengan hepatitis
atau meningitis karena leptospira masuk ke sel hati atau ke sistem saraf pusat. Pada
pemeriksaan lab didapatkan leukositosis, peningkatan LED, proteinuria, leukosituria dan
terdapat torak. Harus dilakukan kultur biakan leptospira atau uji serologi (polymerase chain
reaction) untuk hasil yang lebih cepat.
Tata laksana

1
2
3

Terapi simtomatik untuk mengatasi dehidrasi dan hipotensi (dengan penggantian cairan)
Pada kasus leptospirosis berat dapat diberi antibiotic penisislin G
Pada kasus leptospirosis ringan dapat diberi antibiotic tetrasiklin, doksisiklin, atau ampisilin
Prognosis
Jika tidak terjadi ikterus, jarang fatal. Jika terdapat ikterus, pada umur <30 tahun dapat 5%
meninggal sedangkan pada usia lanjut angka kematian mencapai 30-40%.
Pencegahan

1
2
3

Memakai pakaian khusus bagi pekerja yang memiliki risiko tinggi


Vaksinasi hewan peliharaan
Pemberian doksisiklin 200mg/minggu bagi pemilik risiko

7.16 Schistosomiasis
Definisi
Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing pipih (cacing
pita). Ini seringkali menyebabkan ruam, demam, panas-dingin, dan nyeri otot dan
kadangkala menyebabkan nyeri perut dan diare atau nyeri berkemih dan pendarahan.

Schistosomiasis mempengaruhi lebih dari 200 juta orang di daerah tropis dan subtropis di
Amerika Selatan, Afrika, dan Asia. Lima jenis schistosoma yang paling menyebabkan kasus
-

pada schistosomiasis pada orang :


Schistosoma hematobium menginfeksi saluran kemih (termasuk kantung kemih)
Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum, Schistosoma mekongi, dan Schistosoma
intercalatum menginfeksi usus dan hati.
Schistosoma mansoni menyebar luas di Afrika dan satu-satunya schistosome di daerah barat.
Etiologi
Schistosomiasis diperoleh dari berenang, menyeberangi, atau mandi di air bersih yang
terkontaminasi dengan parasit yang bebas berenang. Schistosomes berkembang biak di
dalam keong jenis khusus yang menetap di air, dimana mereka dilepaskan untuk berenang
bebas di dalam air. Jika mereka mengenai kulit seseorang, mereka masuk ke dalam dan
bergerak melalui aliran darah menuju paru-paru, dimana mereka menjadi dewasa menjadi
cacing pita dewasa. Cacing pita dewasa tersebut masuk melalui aliran darah menuju tempat
terakhir di dalam pembuluh darah kecil di kandung kemih atau usus, dimana mereka tinggal
untuk beberapa tahun. Cacing pita dewasa tersebut meletakkan telur-telur dalam jumlah
besar pada dinding kandung kemih atau usus. Telur-telur tersebut menyebabkan jaringan
setempat rusak dan meradang, yang menyebabkan borok, pendarahan, dan pembentukan
jaringan luka parut. Beberapa telur masuk ke dalam kotoran(tinja)atau kemih. Jika kemih
atau kotoran pada orang yang terinfeksi memasuki air bersih, telur-telur tersebut menetas,
dan parasit memasuki keong untuk mulai siklusnya kembali.
Schistosoma mansoni dan schistosoma japonicum biasanya menetap di dalam pembuluh
darah kecil pada usus. Beberapa telur mengalir dari sana melalui aliran darah menuju ke
hati. Akibatnya peradangan hati bisa menyebabkan luka parut dan meningkatkan tekanan di
dalam pembuluh darah yang membawa darah antara saluran usus dan hati (pembuluh darah
portal). Tekanan darah tinggi di dalam pembuluh darah portal (hipertensi portal) bisa
menyebabkan pembesaran pada limpa dan pendarahaan dari pembuluh darah di dalam
kerongkongan.
Telur-telur pada schistosoma hematobium biasanya menetap di dalam kantung kemih,
kadangkala menyebabkan borok, ada darah dalam urin, dan luka parut. Infeksi schistosoma
hematobium

kronis

meningkatkan

resiko

kanker

kantung

kemih.

Semua jenis schistosomiasis bisa mempengaruhi organ-organ lain (seperti paru-paru, tulang
belakang, dan otak). Telur-telur yang mencapai paru-paru bisa mengakibatkan peradangan
dan peningkatan tekanan darah di dalam arteri pada paru-paru (hipertensi pulmonari).
Gejala
Ketika schistosomes pertama kali memasuki kulit, ruam yang gatal bisa terjadi (gatal
perenang). Sekitar 4 sampai 8 minggu kemudian (ketika cacing pita dewasa mulai
meletakkan telur), demam, panas-dingin, nyeri otot, lelah, rasa tidak nyaman yang samar
(malaise), mual, dan nyeri perut bisa terjadi. Batang getah bening bisa membesar untuk
sementara waktu, kemudian kembali normal. kelompok gejala-gejala terakhir ini disebut

demam

katayama.

Gejala-gejala

lain

bergantung

pada

organ-organ

yang

terkena

- Jika pembuluh darah pada usus terinfeksi secara kronis : perut tidak nyaman, nyeri, dan
pendarahan

(terlihat

pada

kotoran),

yang

bisa

mengakibatkan

anemia.

- Jika hati terkena dan tekanan pada pembuluh darah adalah tinggi : pembesaran hati dan
limpa

atau

muntah

darah

dalam

jumlah

banyak.

- Jika kandung kemih terinfeksi secara kronis : sangat nyeri, sering berkemih, kemih
berdarah,

dan

meningkatnya

resiko

kanker

kandung

kemih.

- Jika saluran kemih terinfeksi dengan kronis : peradangan dan akhirnya luka parut yang bisa
menyumbat

saluran

kencing.

- Jika otak atau tulang belakang terinfeksi secara kronis (jarang terjadi) : Kejang atau
kelemahan otot.
Diagnosa
Wisatawan dan imigran dari daerah-daerah dimana schistosomiasis adalah sering terjadi
harus ditanyakan apakah mereka telah berenang atau menyeberangi air alam. Dokter bisa
memastikan diagnosa dengan meneliti contoh kotoran atau urin untuk telur-telur. Biasanya,
beberapa contoh diperlukan, tes darah bisa dilakukan untuk memastikan apakah seseorang
telah terinfeksi dengan schistosoma mansoni atau spesies lain, tetapi tes tersebut tidak dapat
mengindikasikan seberapa berat infeksi atau seberapa lama orang tersebut telah
memilikinya. Kadangkala, seorang dokter mengambil contoh pada usus atau jaringan
kantung kemih untuk diteliti di bawah mikroskop pada telur-telur. Untrasonografi bisa
digunakan untuk mengukur seberapa berat schistosomiasis pada saluran kemih atau hati.
Pengobatan
Untuk pengobatan, 2 sampai 3 dosis praziquantel digunakan melalui mulut lebih selama 1
hari.
Pencegahan
Schistosomiasis paling baik dicegah dengan menghindari berenang, mandi, atau
menyeberang di air alam di daerah yang diketahui mengandung schistosomes.

Anda mungkin juga menyukai