Penjelasan ini saya ambil dari Kitab Minhaajul 'Aabidiin, karangan Imam Ghazaly Rh. _____________________________ Kemudian wajib mengetahui beberapa masalah yang dii'tikadkan oleh Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang merupakan golongan terbesar mengikuti Nabi, yang disebut Assawadul A'dzom. Dalam Ahli Sunnah ada golongan mengenai Ilmu Syari'ah: ada Hanafi, ada Maliki, ada Syafi'iy dan ada Hambali. Dan tidak saling cela-mencela antara yang satu dengan yang lain, sebab diinsyafi bahwa soal Ijtihad dasarnya dugaan yang kuat, dan kalau sudah dibuka pintu Ijtihad oleh Allah SWT atas lisan Nabi Muhammad SAW, maka tidak bisa dielakkan lagi sewaktu-waktu tentu ada perbedaan pendapat para mujtahidin. dan perbedaan-perbedaan tersebut tidak akan membahayakan agama kita. Dalam hal ini, untuk menghilangkan kekhawatiran, Rasulullah telah menjelaskan bahwa: "Apabila hendak memutuskan suatu hukuman lalu berijtihad kemudian Ijtihadnya benar maka mendapat dua pahala, dan bila berijtihad kemudian Ijtihadnya salah, maka medapat satu pahala, dalam suatu riwayat tersebutkan sebagai ganti kalimat pertama ... maka ia mendapat 10 pahala." (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim) Sewaktu Rasulullah SAW masih ada, para sahabat juga dianjurkan untuk berijtihad, seperti halnya Syech Muadz bin Jabal, telah disuruh oleh Rasulullah untuk berijtihad: "Kau menjadi gubernur di negeri Yaman dan jauh daripadaku, oleh karena itu berijtihadlah apabila tidak mendapat nash dari Kitab dan Sunnah." Dan karena diperbolehkan berijtihad, maka lahirlah madzhab-madzhab, sebab itu artinya hasil dari Ijtihad orang-orang yang ahli. Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwa pada zaman Rasulullahpun sudah ada madzhab-madzhab itu. ada Madzhab Muadz bin Jabal, ada madzhab Abdullah bin Umar, ada madzhab Abdullah bin Abbas, ada madzhab Abdullah bin Amr bin Ash, sahabat-sahabat Rasul yang besar-besar. Berlainan faham, tetapi tidak saling cela-mencela, dengan demikian ummat Islam pada zaman itu sangatlah kompak dan harmonis. Soal madzhab dan Ikhltilaf sudah selesai sejak abad pertama Chairul Qurun. Hal ini sudah dicontohkan oleh Rasulullah supaya ummat Islam pada akhir zaman jangan lagi cek cok salam soal ini. Sebagaimana keadaan para sahabat dan para tabi'in: MAA JAALASSHOHAABATU WATTAABIUUNU YUKHTIUUNA WAYAKHTALIFUUNA WAMAA YA'IIBU HAADZAA 'ALA HAADZAA Demikainlah keadaanya, para sahabat dan para tabi'in senantiasa memberikan fatwanya, dan fatwanya itu berlain-lainan, namun demikian tidak ada yang mencela ini dan itu, masing-masing memegang hasil Ijtihadnya sendiri-sendiri.