PENELITIAN MADYA
PENGAYAAN BAHAN AJAR
EKONOMI SUMBER DAYA ALAM
DAN LINGKUNGAN (ESPA4317)
PERANAN SUMBER DAYA MINERAL DALAM PEMBANGUAN
EKONOMI INDONESIA
Oleh:
Rini Yayuk Priyati
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2010&
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN MADYA BAHANA AJAR UNIVERSITAS TERBUKA
1. a, Judul Penelitian
b. Bidang Peneiitian
. Kiasifkasi Penelitian
2. Ketua Peneli
‘a. Nama lengkap dan Gelar
NIP
c. Golongan Kepangkatan
d. Jabatan Akademik Fakuttas
‘dan Unit Kerja
44, Program Stud!
3. Anggota Penett
a. Jumlah Anggota
b, Nama Anggota dan Unit
Kerja
¢. Program Studi
4, a, Periode Penelitian
b. Lama Peneiitian
5. Biaya Penaliian
6, Sumber Biaya
PERANAN SUMBER DAYA MINERAL DALAM
PEMBANGUNAN EKONOM| INDONESIA
PENGAYAAN BAHAN AJAR (EKONOMI SUMBER, DAYA
ALAM DAN LINGKUNGAN ESPA4317)
Madya
Rini Yayuk Priyati, MEc
19761012 200112 2 002
Penata Muda Tk, Ib,
Lektor / Fakultas Ekonomi UT
Ekonomi Pembangunan
2010
9 (sembilan) bulan
Rp. 19.990.000,- (Sembilan betas juta Sembilan ratus
‘Sembilan pulun ribu rupiah)
LPPM-Universitas Terbuka
fayuk Priyati
NIP, 19761012 200112 2 002
NIP. 19570422 198503 2 001DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
BABI
BABI
BABII
BABIV
BABV
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2. Perumusan Masalah
1.3. Tujuan Peneitian
1.4 Manfaat Peneitian
TINJAUAN PUSTAKA
2.4. Teori "Dutch Disea:
2.2 Teori Alternatif Dari “Dutch Disease”
2.3 “Dutch Disease” Di Indonesia Selama Periode
Booming 1970-An
METODE PENELITIAN
3.4 Data Dan Pengumpulan Data
3.2 Model Dan Metodologi
3.3 Personalia Penelitian
‘SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PEMBANGUNAN
EKONOMI INDONESIA
4.1, Peran Sektor Pertambangan Dalam Struktur
Perekonomian Indonesia
4.2. Sektor Pertambangan Dan Pembangunan Ekonomi
Indonesia
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Halaman
i
ii
12
13
4
19
24
25
28BABI
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber daya alam adalah anugerah yang seyogyanya dapat
inakan sebagai modal
pembangunan suatu negara. Pengusahaan dan pemanfaatan sumber daya alam seharusnya
dilakukan secara arif dan bijaksana dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan
hidup juga kemanfaatannya bagi pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk menaikkan
taraf hidup masyarakat secara berkelanjutan,
‘Sumber daya alam sendiri dapat kita bedakan menjadi sumber daya yang terbarukan
(renewabie resources) dan sumber daya alam yang tidak terbarukan (non renewable
resources). Penelitian ini hanya akan imenekankan kepada sumber daya alam yang tidak
terbarukan, khususnya sumber daya mineral.
Pada banyak kasus, sumber daya mineral justru menjadi penghambat pembangunan. Banyak
negara-negara di Asia dan Afrika yang memiliki banyak sekali sumber daya mineral baik
yang masih terpendam ataupun telah diusahakan, tetapi memiliki tingkat pertumbuhan
‘ekonomi yang rendah dan bahkan dapat dikategorikan sebagai negara miskin. Terdapat
banyak sekali penelitian tentang topik ini yang dikenal sebagai teori “Duch Disease”
Dinamakan demikian Karena majalah “The Economist” menemukan bahwa terjadinya
“booming” pada sektor ekstraksi gas bumi di Belanda pada tahun 1960-an justru menghambat
pembangunan Belanda pada masa itu. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Corden dan
Neary (1982), Neary dan Wijnbergen (1986), Rodriguez dan Sachs (1999), Sachs dan Warner
(2001), Clements, dkk (2008), mengemukakan bahwa booming pada sektor mineral dapat
menyebabkan appresiasi mata uang dan kontraksi pada sektor ekonomi lain di Iuar sektor
mineral, terutama sektor barang-barang yang diperdagangkan (iradeable sectors).
Tetapi, beberapa penelitian lain menyatakan tidaklah sepenuhnya benar hanya menyalahkan
kekayaan sumber daya mineral sebagai penyebab kemunduran pembangunan. Peneliti-
peneliti tersebut lebih memandang ini sebagai produk dari kebobrokan institusional, sepertikorupsi, dan jeleknya investasi sumber daya man
Mehlum, e¢ al (2006)).
(Auty (2000), Kronenberg (2004),
Sebagai salah satu negara yang kaya kan sumber daya mineral, adalah menarik untuk
‘mengetahui apakah Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya tersebut
semaksimal mungkin bagi pembangunan. Mengacu pada teori “Ducth Disease”, terdapat
beberapa penelitian terdahulu yang menjadikan Indonesia sebagai objek observasi terutama
setelah terjadinya “booming” minyak di tahun 1970-an. Beberapa penelian tersebut antara
Jain Fardmanesh (1991), Usui (1996, 1997) and Basu and Datta (2007). Secara umum mereka
menemukan bahwa tidak terbukti adanya “Dutch Desease” di Indonesia setelah periode
“boom” tersebut. Alasan pating mendasar yang menyebabkan Indonesia terbebas dari
pengaruh “Dutch Disease” diberlakukannya beberapa kali devaluasi mata uang setelah
periode “booming” minyak tersebut, terutama pada tahun 1973, 1978, dan 1982 (Warr
(1984), Usui (1996, 1997), Basu and Datta (2007)).
1.2. Perumusan Masala
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
a, Bagaimana peran sektor pertambangan terhadap ekonomi Indonesia
. Bagaimana ekspor pada sektor mineral dapat mendorong pembangunan ekonomi
Indonesia, utamanya dipandang dari pertumbuhan ekonomi secara nasional
1.3. Tujuan Penelitian
‘Tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini adalah:
c. Sejauh mana peran sektor pertambangan terhadap ekonomi Indonesia
d. Sejauh mana ekspor pada sektor mineral dapat mendorong pembangunan ekonomi
Indonesia, utamanya dipandang dari pertumbuhan ekonomi secara nasional1.4, Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan manfaat antara lain bagaimana sumber daya mineral
memberikan pengaruh bagi pembangunan ekonomi Indonesia sehingga di masa yang akan
datang kita dapat menerapkan strategi-strategi yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber
daya mineral ini secara febih optimal dan berkelanjutan.
Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai bacaan tambahan bagi mata kuliah
Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan ESPA4317, sebagai pengayaan berupa kasus
empiri.
Yang terakhir, sebagai sumber referensi bagi peneliti yang berminat mengkaji persoalan
suber daya mineral.BABI
TINJAUAN PUSTAKA.
2.1. Teori ‘Dutch Disease’
Terdapat banyak penelitian yang berkaitan dengan teori “Ductch Disease”. Sebagai contoh
Gregory (1976) mengatakan bahwa “boom” pada sektor mineral di Australian telah
melemahkan sektor pertanian dan sektor industri pengganti impor (import-competing
sectors). Snape (1977) berpendapat bahwa produksi sektor-sektor on mineral menurun,
sedangkan produksi beberapa sektor tertentu mungkin saja meningkat. Stoeckel (1979)
menemukan hasit yang sedikit berbeda dari Gregory (1976), dia menyimpulkan bahwa
penemuan tambang-tambang mineral baru akan menyebabkan menurunnya sektor-sektor
trad
al, akan tetapi sektor indistri pengganti impor depat meningkat.
Sachs dan Warner (1995, 1997) meneliti pengaruh kekayaan sumber daya mineral terhadap
pertumbuhan ekonomi. Menggunakan data cross-section dari beberapa negara selama rentang
1970-1989, mereka menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan
ekonomi dan rasio ekspor sumber daya alam, Pada tahun 1999, dengan menggunakan logika
“big-push’, mereka juga meneliti pengaruh “booming” pada sektor sumber daya alam
tethadap pertumbuhan di beberapa negara Amerika Latin. Sachs dan Warner menemukan
bahwa pada beberapa kasus, “booming” pada sektor sumber daya alam menyebabkan
penurunan pendapatan per kapita. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Rodriguez dan
Sachs (1999), Sachs dan Warner (2001), and Sachs dan Vial (2001).
Warr (2006) menginvestigasi pengaruh pembangunan bendungan sungai Nam Theun
tethadap ekonomi Laos dengan menggunakan model “general small equilibrium”. Dia
menemukan bahwa akibat dari pembangunan dam tersebut sejalan dengan teori “Dutch
Disease”. Proyek ini mengakibatkan menaiknya tingkat kemiskinan rumah tangga yang tidak
terlibat secara langsung dengan proyek. Isu yang harus diselesaikan kemudian oleh
pemerintah Laos adalah memberikan subsidi langsung kepada masyarakat yang menerima
imbas negatif dari proyek dam tersebut.
Secara grafik, “Dutch Disease” dapat dijelaskan melal
gambar di bawah ini. Menurut
Corden (1984) “boom” disebabkan oleh tiga sumber: pertama, kemajuan teknologi; kedua,penemuan tambang-tambang baru; dan ketiga, naiknya hacga produk-produk mineral
tersebut. Corden dan Neary (1982) menjelaskan model mereka dengan menggunakan model
tiga sektor; sektor energi yang diperdagangkan (booming sector), sektor manufaktur yang.
diperdagangkan (lagging sector), dan stktor yang tidak diperdagangkan (service sector)
Mereka memaparkan bahwa kenaikan pada sektor mineral akan mempengaruhi ekortomi
melalui dua cara yaitu melalui efek pengeluaran (spending effect) dan efek pergerakan
sumber daya (resource movement effect).
Spending effect adalah kenaikan pendapatan akibat “booming* di sektor ekspor akan
menyebabkan kenaikan belanja pada sektor-sektor yang tidak diperdagangkan (non-traded
sector). Sebagai akibatnya, harga dar scktor jasa yang tidak diperdagangkan tersebut akan
meningkat, Hal ini akan mengakibatkan peningkatan harga relatif dari sektor jasa (non-traded
goods) dibandingkan sektor barang yang diperdagangkan (traded goods), atau ‘exjadinya
apresiasi til
Resource movement effect adalah kenaikan sektor energi akan menyebabkan kenaikan produk
‘marjinal tenaga kerja (marginal product of labour) pada sektor ini. Hai ini mecangsang
pergerakan tenaga kerja dari sektor lain ke sektor energi. Sebagai akibainya, penurunan
sektor lainnya di tuar sektor energi
Gambar 2.1 menunjukkan pengarah sektor mineral terhadap pasar tenaga kerja. Sumbu
vertikal menunjukkan tingkat upah dan sumbu horizontal menunjukkan penawaran tenaga
kerja total, sO. Pergerakan dari Os menunjukkan input tenaga Kerja pada sektor jasa, dan
pergerakan dari Or menunjukkan tenaga kerja yang dipergunakan oleh sektor barang-barang
yang diperdagangkan (traded sectors), yang dapat dibedakan ke dalam sektor mineral dan
sektor manufaktur. Sebelum kenaikan sektor mineral, Kondisi kescimbangan berada pada titik
mana permintaan tenaga Kerja untuk sektor yang
rdagangkan, Ly, berpotongan
dengan permintaan tenaga kerja di sektor jasa, Ls. Peningkatan sektor mineral akan
‘menggeser permintaan tenaga ketja pada sektor barang-barang yang diperdagangkan dari Ly
ke Le’. Sekarang, keseimbangan bergerak ke titik B yang berarti kenaikan upah dari Wo ke
W,, pada tingkat pertukaran yang tetap (constant exchange rate). Permintaan tenaga kerja
pada sektor industri manufaktur ditunjukkan oleh Ly. Pada tingkat upah yang baru
tenaga
kerja bergerak dari kedua sektor industri manufaktur dan sektor jasa, sementara permintaan
tenaga kerja pada scktor pertambangan meningkat. Penurunan permintaan tenaga kerja pada
sektor industri manufaktur adalah dari OM ke O:M’. Efek inilah yang disebut resource
5movement effect yang menyebabkan efek de-industriali
industrialisation).
Tangsung (direct de-
Gambar 2.1
Effect dari ‘booming” energi pada pasar tenaga kerja
Sumber: Corden dan Neary (1982, hal.828)
Pergerakan sumber daya dari sektor jasa dan manufaktur ke sektor mineral menyebabkan
enurunan output sektor jasa, sementara output sektor barang-barang yang diperdagangkan
meningkat sebagai akibat dari adanya “booming” pada sektor mineral. Akibatnya ‘erjadi
kelebihan permintaan pada sektor jasa yang menyebabkan tetjadinya apresiasi riil, atau
peningkatan harga relatif dari barang-barang yang tidak diperdagangkan (sektor jasa)
terhadap sektor barang-barang yang diperdagangkan (traded goods). Peningkstan harga
relatif ini akan menyebabkan permintaan tenaga Kerja pada sektor ini bergeser dari Ls ke Ls’.
Akibatnya, terjadi keseimbangan baru di
C. Tingkat upah meningkat lebih jauh ke Wa
6yang menyebabkan tingkat permintaan tenaga kerja semakin menurun dari OM’ ke OM”.
Penurunan dari O;M’ ke O;M” inilah yang disebut sebagai de-industrialisasi tidak langsung
(indirect de-indusrialisation). Kenaikan perintaan pada sektor jasa juga akan menyebabkan
cefek yang kita sebut sebagai efek pengeluaran (spending effect)
2.2, Teori Alternatif dari ‘Dutch Disease’
Seperti telah kita ketahui di atas, pada beberapa kasus, sumber daya alam telah menjadi
penghambat pembangunan. Hal ini telah dibuktikan oleh beberapa penelitian di beberapa
negara. Tetapi, bagi banyak peneliti lainnya “Dutch Disease” masih menyisakan banyak
pertanyaan, Lederman and Maloney (2007) meneliti tentang pengaruh struktur perdagangan
terhadap pertumbuhan, Mereka membagi struktur perdagangan ke dalam tiga variabel:
kekayaan sumber daya alam, konsentrasi ckspor, dan perdagangan intra-industrial (intra-
industry trade). Terdapat tiga hal pokok yang mereka simpulkan. Pertama, tidak seperti Sachs
dan Warner, mereka mentemukan bahwa kekayaan sumber daya alam memiliki pengaruh
positif terhadap pertumbuhan; argumentasi mereka adalah hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan produktivitas. Kedua, konsentrasi ekspor yang dihitung dengan menggunakan
indeks Herfindahl dan rasio ekspor sumber daya alam terhadap total ekspor memberikan
pengaruh negatif terhadap pertumbuhan, Dari dua kesimpulan tersebut, mereka menemukan
bahwa tidak ada bukti tejadinya fenomena “Dutch Disease’. Ketiga, adanya hubungan positif
antara perdagangan intra-industrial dan pertumbchan, mereka memperkirakan hal ini
kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi ekspor.
Banyak penelitian membangun model tanjutan dari fenomena “Dutch Disease” ini, yang
terkadang berada di luar isu ekonomi. Bagian ini akan mengeksplorasi teori-teoti altemnatif ini
i: Volatilitas pasar, Korupsi, kualitas institusi, investasi pada sumber daya manusia, dan
a. Volatititas Pasar
Pasar produk-produk samber daya alam memiliki karakt
tik yang sangat tidak stabil
Menurut Davis dan Tilton (2005, hal. 236) harga dari produk-produk primer dapat
berfluktuasi hingga 30 persen dalam satu atau dua tahun, Sebagai akibatnya, negara-negara
yang memiliki ketergantungan sangat besar terhadap ekspor produk-produk primer ini,
‘menjadi sangat sulit memformulasikan kebijakan ekonomi yang tepat.Sebagai contoh, pasar minyak bum, Seperti yang kita ketahui, harga minysk bumi sangatlah
berfluktuasi. Fluktuasi yang sangat cepat dan tinggi akan memberikan tekanan yang berat
tethadap anggaran. Harga minyak yang rendah akan mengakibatkan rendahnya belanja
pemerintah, yang akan menyebabkan masalah-masalah seperti rendahnya tingkat investasi,
tingginya tingkat pengangguran, dan tingginya hutang luar negeri. Sebaliknya, tingginya
harga minyak juga akan menyebabkan banyak masalah, seperti tingginya tingkat inflasi dan
apresiasi mata wang. Gambar 2.2 di bawah ini yang bersumber dari WTRG (2008);
menggambarkan fluktuasi dari harga minyak dari waktu ke waktu.
CRUDE Of PRICES
12006 DOLLARS
$100
$80
asa 75 1969 tata tooo sod 920 tone rein jon 1900 taTa 1000 1000
“ent 1008 To na ford W908 toa0 Toda 1064 yee 074 eos Toon 200k
“avo aug, 2007 WRG Economies 0 S07
us rast PURCHASE (wathens) — worl pree’ MEMES
‘Aug US. $21.08 — Avg World §21.66— Madlan US, aWerd 61671
Gambar 2.2
Harga Minyak Mentah Dunia
Source: WTRG (2008) available at hip /vww..tep.com/prices htm.
Gambar 2.2 di atas menunjukkan bahwa selama rentang waktu observasi barga minyak
sangat bervariasi dengan rentangan deviasi yang sangat besar.
6, Korupsi
Hampir semua orang setuju bahwa korupsi adalah sumber dari rendahnya pertumbuhan.
Korupsi akan memindahkan sumber daya yang produktif ke aktfitas yang tidak produktif.
Mengapa korupsi selalu diasosiakan dengan negara-negara yang memiliki surnber daya alam
yang banyak? Kronenberg (2004) mengatakan bahwa hal ini disebakan oleh akses ke dan
8kontrol terhadap sumber daya utamanya berada di tangan segelintt Kecil elit. Hal ini sangat
eralasan Karena sifat pasar dan produksi sumber daya mineral yang tidak kompetitif. Ada
banyak hambatan memasuki pasar, seperti produksi skala besar yang membutuhkan banyak
modal dan teknologi tinggi.
Studi yang dilakukan oleh Peterman, ef al (2007) menunjukkan bahwa periteku Korupsi
berbeda dari satu negara ke negora lain tergantung dari jenis sumber daya mineral dan tingkat
pendapatan. Mereka menemukan bahwa korupsi secara tidak diragukan berhubungan erat
dengan pendapatan ekpor di negara-negara penghasil minyak. Sementara, pada negara-negara
pengekspor non minyak, hubungan yang positif hanya terjadi pada negara-negara miskin
yang memproduksi emas dan berlian, Sebaliknya, ekspor non minyak tidak terbukti
berhubungan dengan korupsi di negara-negara kaya.
. Kualitas institusi
Terjadinya Kemunduran pembengunan akibat dari kenaikan sektor mineral juga dapat
dijelaskan ‘dengan kualitas institusi, terutama institusi pemerintah, Sebagai contoh Ross
(1999) mengatakan bahwa pemerintah memainkan peranan yang penting pada sektor
pertambangan di negara-negara berkembang. Sementara penjelasan ekonomi memberikan
hasil yang beragam dalam menjelaskan penurunan pertumbuhan (Ross, 1999, p. 308),
Macfarlane (2004) menggambarkan institusi sebagai “bahan terpenting” bagi keberlanjutan
pembangunan ekonomi
nyebutkan peran institusi adalah sebagai: pertama, memastikan
terjaminnya hak cipta (property rights); kedua, mendorong kompetisi; ketiga, memastikan
kesempatan yang sama bagi setiap warga negara (Macfarlane, 2004).
4. Rendahnya investasi sumber daya manusia
Investasi pada sumber daya manusia tidak diragukan lagi diperlukan untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi terutama pada jangka panjang. Gylfason (2001) mengatakan bahwa
pendidikan, melalui berbagei proses dapat merangsang pertumbuhan. ekonomi yang tinggi
dan meningkatkan taraf hidup masyarakat (hal. 851),
Sayangnya, negara yang memiliki kekaryaan sumber daya alam, terutama negara berkembang,
cenderung memiliki investasi sumber daya manusia yang rendah, Menurut Gylfason (2001),
pemerintah di negara-negara yang kaya akan sumber daya alam terlalu percaya diri secara
berlebihan terhadap sumber daya yang mereka miliki. Perilaku ii
akan -menyebabkanterjadinya kegagalan dalam melihat manfaat jangka panjang dari pendidikan (Gyiiss0n,
2001). Dia juga membuktikan argumentasinya dengan bukti-bukti statistik tentang mengaruh
negatif dari kekayaan sumber daya alam terhadap pertumbuhan melalui rendahnya tingkat
pendidikan,
Penelitan yang dilakukan oleh Bravo-Ortega dan de Gregorio (2007) menunjukkan bahwa
hubungan antara pertumbuhan dan sumber daya alam berbeda tergantung pada investasi
sumber daya manusianya. Pada penelitian mereka, setelah mengontrol kekayaan sumber daya
alam, menunjukkan bahwa secara statistik, pertumbulian berhubungan secara positif dengan
somber daya manusia. Penelitian mereka mencoba menjawab pertanyaan mengapa negara-
negara Scandinavia, yang menggantungkan pendapatan dari sumber daya alam, memiliki
tingkat pendapatan yang jauh lebih tinggi dari negara Amerika Latin, padahal tingkat
pendapatan awal mereka pada tahun 1870's hampir sama,
e. Konflik
Negara yang menggantungkan diri terlalu besar tethadap sektor ekstraksi minetal_ pada
banyak kasus sangat rentan terhadap kontflik politik. Shaxson (2007 , hal, 1123) menunjukkan
bahwa negara yang menggatungkan diri pada sektor mineral tidak hanya akan mengalami
kemunduran pembangunan, tetapi juga memiliki resiko konflik kekerasan, ketimpangan,
kurang demokratis, dan korupsi.
Hodler (2006) menjelaskan bahwa kekayaan alam mendorong pembangunan di beberapa
negara seperti Botswana and Norwegia; tetapi, dapat juga menyebabkan kemunduran di
negara seperti Nigeria and Angola. Penyebabnya adalah Nigeria memiliki indeks
keberagaman etnik tertinggi, 0.85 (Hodler, 2006). Hal ini menjelaskan mengapa Nigeria
sangat rentan terhtadap Konflik
ital. Sebaliknya Norwegia, menurst Hodler (2006),
memiliki indeks keberagaman sangat rendah yaitu 0,06,
2.3. ‘Dutch Disease’ di Indonesia selama periode booming 1970-an
Indonesia telah dijadikan objek penelitian berkaitan dengan teori ‘Dutch Disease” ini. Scherr
(1989) mengevaluasi terjadinya “Dutch Disease’ pada sektor pertanian pada tiga negara -
Indonesia, Meksiko, dan Nigeria. Dia menyampaikan bahwa kebijakan ekonomi makro,
10{skal dan moneter (devaluasi) telah memberikan kondisi yang kondusif bagi sektor pertanian
(Scherr, 1989). Sebaliknya, hal ini tidak terjadi di Meksiko and Nigeria (Scherr, 1989).
Fardmanesh (1991) meneliti pengaruh booming minyak pada Vira negara: Aljazair, Ekuador,
Nigeria, Venezuela, dan Indonesia, dengan menggunakan model tiga sektor. Pada semua
kasus Farmanesh menemukan bahwa naiknya pendapatan pada sektor minyak menyebabkan
terjadinya kontraksi pada sektor pertanian.
sisi lain, setelah jatuhnya sektor minyak, setiap
negara menunjukkan peningkatan di sektor pertanian mereka pada tahun 1980's
(Fardmanesh, 1991).
Usui (1996, 1997) menunjukkan bagaimana pengambil kebijakan di Indonesia dapat
menyesuaikan kenaikan pendapatan ekspor minyak pada dekade 1970-an. [a menemukan
bahwa Kebijakan ekonomi makro telah bethasil menghindarkan Indonesia dari ‘Dutch
Disease’ melaui dua kebijakan penyesuaian; pertama, devaluasi mata uang, dan kedua,
akumulasi surplus anggaran (Usui, 1996, 1997). Usui juga menyebutkan bahwa kenaikan
devisa dari sektor minyak digunakan untuk mempromosikan sektor manufaktur, Sementara di
Meksiko, tambahan pendapatan diinvestasikan Kembali pada sektor perminyakan. Hal ini
tmenjelaskan mengapa Indonesia dapat menghindarkan diri dari ‘Dutch Disease’, sementara
Meksiko tidak
Menurut Basu and Datta (2007), Indonesia berhasil iolos dari “Dutch disease” karena adanya
intervensi pemerintah pada Kebijakan ekonomi makro. Pada uji statistik mereka, mereka
membuktikan bahwa pendapatan minyak dan pendapatan ekspor tidak mempengaruhi nilai
tukar. Ini menunjukkan bahwa Bank indonesia telah dengan sukses menstabilisasi nilai tukar
riil melalui devaluasi, yang telah menghindarkan Indonesia dasi ‘Dutch Disease’ (Basu and
Datta, 2007),
Dari fakta-fakta di tas, nilai tukar nampaknya merupakan kebijakan yang paling
berpengaruh dalam melindungi sektor barang-barang yang diperdagangkan (tradeable sector)
terutama sektor manufaktur selama periode tersebut dari pengaruh buruk naiknya harga
minyak. War (1984) menyatakan bahwa devaluasi merupakan satu-satunya cara untuk
‘melindungi sektor industri manufaktur Indonesia karena hambatan-hambatan perdagangan
lainnya sudah sangat tinggi. Secara politik, meningkatkan hambatan-hambatan perdagangan
seperti hambatan tarif dan non tarif akan menyebabkan protes dari negara-negara mitra
‘dagang dan akan mendorong terjadinya retaliasi (Warr, 1984, hal. 54),
uBABII
METODE PENELITIAN
3.1. Data dan Pengumpulan Data
Peneli
ian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Bank
Indonesia, dan sumber-sumber tain yang relevan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
antara lain data nilai ekspor sumber daya mineral dan data pendapatan (GDP) Indonesia
selama tahun 1980-2008 (time series data).
3.2. Model dan Metodologi
‘Anggaplah bahwa naiknya pendapatan pada sektor mineral akan mempengaruhi
pembanguntan ekonomi Indonesia seperti disarankan dalam teori ‘Dutch Disease’. Kita
kemudian dapat memodelkan pengaruh sektor mineral pada perekonomian (GDP) seperti di
Dawah ini:
1=1(Xy)
Di mana:
Xj = logaritma dari ekspor sektor mineral
1 =logaritma dari income perkapita
Karena pengojian yang dilakukan adalah pengujian time series, maka tes pertama yang akan
dilakukan adalah tes unit root Dickey-Fuller. Tes ini dilakukan untuk menilai apakah data
yang kita miliki stasioner atau tidak. langkah selanjutnya adalah regresi untuk mengetahui
‘hubungan antara ekspor sektor mineral dengan pendapatan. Persamaan yang akan didapatkan
akan berupa:
[= at PXye +e
Di mana & menunjukkan koefisien intersep, | menunjukkan koefisien ekspor sektor mineral,
dan c adalah error.
2Hasil akan mendukung hipotesis ‘Dutch Disease” hanya jika <0. ini berarti bahwa kenaikan
pendapatan ekspor dari sektor mineral akan berpengaruh negatif pada pendapatan,
13BABIV
SEKTOR PERTAMBANGAN DAN
PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA
4.1. Peran Sektor Pertambangan dalam Struktur Perekonomian Indonesia
Indonesia adalah Negara berkembang dengan tingkat pendapatan perkapita terletak diantara
Negara-negara dengan pendapatan menengah bagian bawah. Pembangunan ekonomi
Indonesia, nyatanya telah meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia, kecuali yang
tetjadi pada tahun 1996-2000, di mana terjadi penurunan pendapatan akibat krisis ekonomi
yang terjadi di Indonesia dan Negara-negara Asia timur lainnya,
4500
‘4.000
3.500
3.000
2500
2.000 PrP
1500
1.000
500
° 2
13980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008
Gambar 4.1, Pendapatan Perkapita berdasarkan Purckasing Power Parity Indonesia,
1980-2008
‘Sumber: IMF (2010), data diolah
Di dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, sektor pertambangen bukan lagi menjadi
sektor yang dominan, ini ditandai dengan semakin menurunnya peran sektor pertambangan
terhadap PDB Indonesia. PDB Indonesia, sejek dasarwarsa 1990-an telah didominasi oleh
4sektor industri pengolahan. Di sisi lain, sektor pertanian, walaupun masih berkontribusi besar
(Gi atas 10 persen) tetapi mengalami penurunan peran secara gradual, Pada Gambar 4.2 akan
Kronenberg, T. (2004). “The curse of natural resources in the transition economies.”
Economics of Transition!2: 399-426
Lederman, D., and Maloney, W.F. (2007). “Trade structure and growth.” In: Lederman, D.,
and Maloney, W.F. (eds.), Natural Resources, Neither curse Nor Destiny. The World
Bank and Stanford University Press, Washington DC. Pp. 15-39.
Macfarlane, 1. (2004), “Geography, resources of institutions?” Talk to ‘ the bottom line’
juncheon, Melbourne 25 August_ = 2004 Available at
htpAwww.tha. gov awSpeeches/2004/sp gov 250804.html.
Mchlum, H, Moene, K, and Torvik, R. (2006). “Cursed by resources or institutions?” The
‘World Beomorny 29(8): 1117-1131.
Neary, J.P. and Wijnbergen, S. (1986). “Natural resources and the macroeconomy: 3
theoretical framework.” In: Neary, J.P. and Wijnbergen, S. (eds.), Natural Resources
and the Macsoeconomy. Centre for Economic Policy Research, Oxford, UK. Pp.13-
40.
Peterman, A., Guzman, 3.1, and Tilton, J.B, (2007). “Mining and corruption.” Resource
Policy 32: 91-103.
ez, F, and Sachs, J.D. (1999). “Why do resource-abundant economies grow more
slowly?” Joumnal of Economic Growth 4: 277-303.
Ross, M.L. (1999). “The political economy of the resource curse.” World polities 51(2): 297-
322,
26‘Sachs, J.D, and Warner, A.M, (1995). “Natural resources abundance and economic growth.”
NBER Working paper 5398. National Bureau of Economic Research, Cambridge.
Sachs, J.D, and Warmer, A.M. (1997). “Fundamental sources of long-run growth.” The
American Economic Review 87(2): 184-188.
Sachs, J.D, and Warner, A.M, (1999). “The big push, natural resource booms and growth.”
Journal of Development Economic 59: 43-76.
Sachs, LD, and Wamer, A.M. (2001). “Natural resource and economic development, the
curse of natural resources.” European Economic Review 45: 827-838,
Sachs, J.D, and Vial, J. (2001), “Can Latin America compete?” In: Vial, J. And Cornelius, P.
(eds) Latin America competitiveness report, 2001-2002. Center for International
Development and World Economic Forum, Cambridge, MA. Pp. 10-29.
Scherr, S.J. (1989). “Agriculture in an export boom economy: a comparative analysis of
policy and performance in Indonesia, Mexico, and Nigeria.” World Development 17(4):
543-560.
Shaxson, N. (2007). “Oil, corruption and the resource curse.” International Affairs 83: 1123-
1140,
Snape, RH. (1977). “Effect of mineral development on the economy.” The Australian
Journal of Agricultural Economies 21(3): 147-156.
Stoeckel, A. (1979). “Some general equilibrium effects of mining growth on the economy.”
The Australian Journal of Agricultural Economics 23(1): 1-22,
Usui, N. (1996). “Policy adjustment to the oil boom and their evaluation: the Dutch disease in
Indonesia.” World Development 24(5): 887-209.
Usui, N. (1997). “Dutch disease and policy adjustments to the oil boom: a comparative study
of Indonesia and Mexico.” Resources Policy 23(4): 151-162.
Warr, P. (1984). “Exchange rate protection in Indonesia.” Bulletin of Indonesian Economic
Studies 20(2): 53-89.
27Warr, P. (2006). “The Gregory thesis visits the tropics.” The Economic Record 82 (25°
177-194,
World Trade Organization (2010). “Statistics database”. Available at
hitp://stat.wto org/StalisticalProgram/WSDB ViewData.aspx?Language=E
WTRG Economics (2008). “Oil price history and analysis.” Available at
bttpv/www.wtrg.com/prices.htm,
28DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI
1. Naina = Rini Yayuk Priyati, M.Be
2.NIP 2 19764042 200112 2.002
3. Tempat Tanggal Lahir_: Yogyakarta, 12 Oktober 1976
4. Jenis kelamin Perempuan
5. Agama = Islam
6. Status + Menikah
7. Pangkat/Golongan Penata Muda Tk.1/1V/b
8.Jabatan Lektor
9. Alamat Rumah ‘Tamansari Puri Bali, Blok G1/I8 Sawangan, Depok
10, Alamat Kantor JI. Cabe Raya, Pondok Cabe Ciputat, Pamulang
11, Alannat E-mail + yavuk@ as id
12. Riwayat Pendidikan :
[Ro enjang Pendiditan Turasan Tahun Lalas
7 | S1 Fak Ekonomi VOM, Tia Ekonomi dan 3001
| Yeerkra Studi Pembangunan
Z| Maser, The Univenty of Westem’ | Eeonomios 2009
Austalia, Perth, Australia
13, Pengalaman Mengajar : Matematika Ekonomi, Pengantar Ekonomi Mikro, Statistika
Ekonomi
2914, Pengalaman Penelitian dan Karya Tulis
No. ~~ Fudul
Keterangan
Tahun
Lesson from 1998 Economic Crisis
Marketing Swatgics a Cri Ties A
Wiakatab
ipresentasikan
pada
Imernational
Conference on
Business and
Banking ((CBB)
‘& CRS-UN
University
Network,
Surabaya, 23-24
Februari 2010
2010
2._| The Impact of High Energy Prices on
Indonesian Exports
Makalah
dipresentasikan
pada
Intemational
Conference on
Business and
Economies
(ICBE), Fakoltas
Ekonomi
Universitas
‘Andalas, Padang,
15-17 April 2010
2010
30