Anda di halaman 1dari 8

A.

Konsep Penyakit Emfisema


Menurut The American Thorack society Emfisema
adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai
dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian
distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding
alveolus. Empisema disebut juga dalam penyakit paru
obstruktif kronis (paru mengacu pada paru-paru), karena
kerusakan jaringan paru sekitar kantung kecil yang disebut
alveoli, membuat udara kantung ini tidak dapat menahan
bentuk fungsional mereka pada pernafasan. Akibatnya,
tubuh

tidak

Emfisema

mendapatkan

disebabkan

oksigen

karena

yang

diperlukan.

hilangnya

elastisitas

alveolus. Alveolus sendiri adalah gelembung-gelembung


yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema,
volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang
yang

sehat

karena

karbondioksida

yang

seharusnya

dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya.


Terdapat 2 jenis emfisema yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan
yang terjadi dalam paru yaitu :
a. Emfisema Panlobulor ( Panacinar )
Emfisema panlobulor melibatkan seluruh lobules respiratorius.
Bentuk

morfologik

yang

lebih

jarang,

alveolus

mengalami

pembesaran serta kerusakan secara merata mengenai bagian ainus


yang sentral maupun yang perifer. Bersamaan dengan penyakit yang
semakin parah, semua komponen asinus sedikit demi sedikit
menghilang sehingga akhirnya hanya tertinggal beberapa jaringan
yang biasanya berupa pembuluh- pembuluh darah.
b. Emfisema Sentrilobulor
Emfisema sentrilobulor hanya menyerang bagian bronkiolus
respiratorius dan duktus alveolaris. Dinding- dinding mulai berlubang,
membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang
sewaktu dinding- dinding mengalami integritas. Mula- mula duktus
alveolaris dan sakus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan.

Sering menyeranng bagian atas paru dan penyebarannya tidak merata


keseluruhan paru. ( Baughman,D.C , 2000 )
1. Etiologi
Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu:
a. Rokok
Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan
pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag
alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
bronkus. merokok merupakan penyebab utama emfisema. Akan tetapi
pada sedikit pasien (dalam presentasi kecil) terdapat predisposisi
familiar terhadap emfisema yang yang berkaitan dengan abnormalitas
protein plasma, defisiensi antitripsin-alpha1 yang merupakan suatu
enzim inhibitor. Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan
menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara ganetik sensitive
terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen
infeksius, dan alergen) pada waktunya akan mengalami gejala-gejala
obstruktif kronik.
b. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan
emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan
selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara
seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada
silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
c. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih
berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis
akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
d. Genetik
Defisiensi Alfa-1 antitripsin. Cara yang tepat bagaimana
defisiensi antitripsin dapat menimbulkan emfisema masih belum
jelas.
e. Obstruk Saluran Napas

Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau


bronkiolus, sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke
dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar
pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda asing di dalam lumen
dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum, kongenital.
Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek
tulang rawan bronkus. ( Mills,John& Luce,John M , 2008 )
2. Patofisiologi
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai
perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat
menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru.
Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari
obstruks sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana
pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pada
pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang
bertambah di sebelah distal dari alveolus.
Pada Emfisema obstruksi kongenital bagian paru yang paling
sering terkena adalah belahan paru kiri atas. Hal ini diperkirakan oleh
mekanisme katup penghentian. Pada paru-paru sebelah kiri terdapat
tulang rawan yang terdapat di dalam bronkus-bronkus yang cacat
sehingga mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang berlebihan.
Selain itu dapat juga disebabkan stenosis bronkial serta
penekanan dari luar akibat pembuluh darah yang menyimpang.
Mekanisme katup penghentian: Pengisian udara berlebihan dengan
obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu
bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus
menjadi lebih penimbunan udara di alveolus menjadi bertambahsukar
dari pemasukannya di sebelah distal dari paru.
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama
disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi
keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru ke laur yaitu
disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan
tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.

Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-).


Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu
menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak
paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya
dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada
saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus.
Partikel asap rokok dan polusi udara mengenap pada lapisan mukus yang
melapisi mukosa bronkus. Sehingga menghambat aktivitas silia.
Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang. Sehingga iritasi pada
sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar
mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia. Bila
oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus berlangsung maka terjadi erosi
epital serta pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi
squamosa dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan
stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga
terjadi pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding
alveoli.
3. Manifestasi Klinik
a. Batuk
b. Sputum putih, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
c. Sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan
d. Nafas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
e. dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol,
membungkuk
f. Bibir tampak kebiruan
g. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
h. Batuk menahun
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran
interkosta dan jantung normal
b. Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV,
penurunan VC dan FEV
5. Komplikasi
a. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
b. Daya tahan tubuh kurang sempurna
c. Tingkat kerusakan paru semakin parah

d. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas


e. Atelaktasis
f. Pneumothoraks
g. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien
6. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas
hidup, untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk
mengatasi obstruksi jalan nafas untuk menghilangkan hipoksia.
a. Bronkodilator
Digunakan untuk mendilatasi jaln nafas karena preparat ini
melawan baik edema mukosa maupun spasme muskular dan
membantu baik dalam mengurangi obstruksi jalan nafas maupun
dalam memperbaiki pertukaran gas.medikasi ini mencakup agonis
betha-adrenergik (metaproterenol, isoproterenol dan metilxantin
(teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial melaui
mekanisme yang berbeda. Bronkodilator mungkin diresepkan per oral,
subkutan, intravena, per rektal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat
diberikan melalui aerosol bertekanan, nebuliser balon-genggam,
nebuliser dorongan-pompa, inhaler dosis terukur, atau IPPB.

b. Terapi Aerosol
Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi serbuk yang
sangat halus) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali
digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Ukuran partikel
dalam kabut aerosol harus cukup kecil untuk memungkinkan medikasi
dideposisikan dalam-dalam di dalam percabangan trakeobronkial.
Aerosol yang dinebuliser menhilangkan bronkospasme, menurunkan
edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini
memudahkan

proses

pembersihan

bronkiolus,

membantu

mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.


c. Pengobatan Infeksi
Pasien dengan emfisema sangat rentan terhadap infeksi paru
dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. S.
Pneumonia, H. Influenzae, dan Branhamella catarrhalis adalah

organisme yang paling umum pada infeksi tersebut. Terapi


antimikroba

dengan

tetrasiklin,

atautrimetroprim-sulfametoxazol

ampisilin,

(bactrim)

biasanya

amoksisilin,
diresepkan.

Regimen antimikroba digunakan pada tanda pertama infeksi


pernafasan, seperti dibuktikan dengan sputum purulen, batuk
meningkat, dan demam.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid menjadi kontroversial dalam pengobatan
emfisema. Kortikosteroid digunakan setelah tindakan lain untuk
melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi. Prednison biasa
diresepkan. Dosis disesuaikan untuk menjaga pasien pada dosis yang
terendah mungkin. Efek samping termasuk gangguan gastrointestinal
dan peningkatan nafsu makan. Jangka panjang, mungkin mengalami
ulkus peptikum, osteoporosis, supresi adrenal, miopati steroid, dan
pembentukan katarak.
e. Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada
pasien dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan
konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan PaO 2 hingga antara
65 85 mmHg. Pada emfisema berat oksigen diberikan sedikitnya 16
jam per hari, dengan 24 jam per hari lebih baik.
7. Pencegahan
Penatalaksanaan utama pada pasien dengan emfisema adalah
untuk meningkatkan kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses
penyakit, dan mengobati obstruksi saluran napas yang berguna untuk
mengatasi hipoksia. Pendekatan terapi mencakup:
a. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja
napas
b. Mencegah dan mengobati infeksi
c. Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi
paru-paru
d. Memelihara

kondisi

lingkungan

memfasilitasi pernapasan

yang

memungkinkan

untuk

e. Dukungan psikologis
f. Pendidikan kesehatan pasien dan rehabilitasi
8. Prognosis
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung
pada umur dan gejala klinis waktu berobat.
Penderita yang berumur kurang dari 50 tahun dengan :
a. Sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan.
b. Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42 % penderita akan sesak lebih
berat dan meninggal.
( Soemantri ,S. 2000 )

DAFTAR PUSTAKA
Baughman,D.C& Hackley,J.C.(2000). Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta :

EGC

Mills,John& Luce,John M.(2008). Gawat Darurat ParuParu.Jakarta : EGC


Soemantri ,S. (2000).Bronkhilis Kronik dan Emfisema Paru dalam,
Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid 2.Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai