Kebijakan PPI
Kebijakan PPI
TENTANG
KEBIJAKAN PENEGAKAN INFEKSI RUMAH SAKIT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) KOTA YOGYAKARTA
DIREKTUR RSUD KOTA YOGYAKARTA
Menimbang
Mengingat
Memperhatikan
MEMUTUSKAN
Menetapkan
KESATU
KEDUA
KETIGA
Pembinaan
dan
pengawasan
penyelenggaraan
pelayanan
Pencegahan
Pengendalian
Infeksi
RSUD
Kota
Yogyakarta
dilaksanakan oleh Bidang Paramedis RSUD Kota Yogyakarta;
KEEMPAT
KELIMA
Ditetapkan di
Pada tanggal
:
:
Yogyakarta
14 April 2015
DIREKTUR
ttd
drg. Hj. RR. TUTY SETYOWATI, MM
NIP. 19620502 198701 2 001
A. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) adalah kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya
menurunkan angka kejadian infeksi rumah sakit (IRS) pada pasien atau petugas RS dan
mengamankan lingkungan rumah sakit dari resiko transmisi infeksi yang dilaksanakan
melalui manajemen resiko, tata laksana klinik yang baik dan pelaksanaan kesehatan
dan keselamatan kerja RS.
B. Infeksi yang terjadi di Rumah Sakit
Hospital associated infection ( HAIs ) adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit, dimana
pasien tidak ada tanda gejala dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi yang
didapat di rumah sakit, tetapi muncul setelah pulang dan juga infeksi yang terjadi pada
petugas kesehatan yang terjadi di rumah sakit.
Suatu infeksi dikatakan didapat dari rumah sakit bila :
1. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda / gejala atau tidak dalam masa
inkubasi tersebut.
2. Infeksi terjadi 2 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit .
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda
dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab
sama tetapi lokasi infeksi berbeda.
Kewaspadaan Standar adalah prinsip kewaspadaan sebagai bagian manajemen resiko
pada pengendalian infeksi RS yang dilaksanakan secara menyeluruh oleh setiap
petugas berdasarkan perhitungan besar resiko transmisi infeksi yang dihadapi pada
setiap pelayanan rawat jalan maupun rawat inap untuk melindungi pasien, petugas,
pengunjung maupun lingkungan RS. Prinsip kewaspadaan standar meliputi kebersihan
tangan,
penggunaan alat
pelindung
diri
(APD),
peralatan
perawatan
pasien,
D. Surveilans
Adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif dan terus menerus terhadap timbulnya dan
penyebaran IRS pada suatu peristiwa yang menyebabkan meningkat atau menurunkan
risiko tersebut.
E.
Dekontaminasi
Adalah menghilangkan mikroorganisme patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga
aman untuk pengelolaan selanjutnya dan dilakukan sebagai langkah pertama bagi
pengelolaan alat kesehatan bekas pakai atau pengelolaan pencemaran lingkungan,
seperti tumpahan darah/ cairan tubuh atau pengelolaan limbah yang tidak dimusnahkan
dengan cara insenerasi atau pembakaran dengan alat insenerator, tetapi ditimbun
dengan cara kapurisasi.
F.
Sterilisasi
Adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme dari benda/ alat
kesehatan termasuk endespora bakteri melalui cara fisika atau kimia.
G. Desinfeksi
Adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari
alat kesehatan kecuali endospora bakteri.
H. Penggunaan antibiotika yang rasional
Adalah bila memenuhi kriteria : tepat indikasi, tepat penderita (tidak ada kontra indikasi),
tepat informasi, tepat jenis obat, tepat dosis dan cara pemberian (saat pemberian dan
lama pemberian) serta waspada terhadap efek samping obat (ESO).
I.
linen
kotor,
pemilahan
dan
teknik
pencucian
sampai
dengan
Pengelolaan lingkungan
Merupakan bagian upaya pengendalian infeksi untuk meminimalkan potensi reservoar
tumbuh dan berkembangbiaknya agen patogen di lingkungan RS sehingga mencegah
transmisi kepada pasien, petugas maupun lingkungan yang lebih luas.
II. TUJUAN
A.
Tujuan Umum
Terciptanya lingkungan rumah sakit yang memenuhi standar untuk menjamin
pencegahan IRS dan membantu program pengobatan serta proses penyembuhan
pasien, agar dapat meningkatkan mutu pelayanan berfokus pada keselamatan (pasien,
petugas dan lingkungan) dan efisien.
B. Tujuan Khusus
Dapat melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi dengan baik.
III. KEBIJAKAN
diruang
perawatan
pasien
infeksi
diterapkan
berdasarkan
prinsip
C.4. Transportasi pasien infeksi dari 1 unit ke unit lain harus dibatasi seminimal
mungkin, dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
D. Pencegahan dan pengendalian infeksi tuberculosis (PPITB)
Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan infeksi
airborne, dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko
transmisi penyakit TB, MDR.
D.1. Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di RS oleh petugas yang terlatih.
D.2
Pasien suspek batuk langsung diberikan masker bedah, diberikan edukasi etika
batuk dan higiene respirasi.
D.3. Akses
pelayanan
cepat,mengamankan
pasien
suspek
alur
pelayanan
TB
dikhususkan
bagi
untuk
diagnosis
pasien-pengunjung-lingkungan
Surveilans lnfeksi RS (lRS) dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (infection
prevention control nurse) - perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link
nurse - perawat penghubung pengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat kejadian
berbagai penyakit infeksi target sesuai Pedoman Surveilans IRS Kemenkes dan
penyakit infeksi endemis di RS, Target surveilans yaitu : lnfeksi saluran kemih-lSK terkait
kateterisasi, infeksi luka operasi-lLO, plebitis lRS, dan dekubitus, Ventilator Associated
Pneumonia (VAP) & Hospital Associated Pneumonia (HAP), Infeksi Aliran Darah Primer
(IADP) dan diare.
F.1. Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan Komite
PPIRS di bawah koordinator Dokter Penanggung Jawab PPI(IPCO) untuk tujuan
pengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa
(KLB).
F.2. Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran sesuai program PPl.
Sasaran angka IRS dievaluasi setiap 3 tahun. ,
F.3. Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh Direktur RS berdasarkan pertimbangan
Komite PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologi kecenderungan angka IRS
melalui surveilans, Kecenderungan kejadian IRS yang terus meningkat signifikan
selama 3 bulan berturut-turut atau peningkatan signifikan angka kejadian pada
suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB, Pencegahan dan
pengendalian risiko penyebaran kejadian yang berpotensi menjadi KLB dilakukan
segera secara sinergi melalui kerjasama lintas unit satuan kerja oleh Komite
PPIRS.
F.4. Laporan IRS disampaikan Komite PPI RS kepada Direktur minimal setiap 3 bulan.
G. Pengendalian resistensi antibiotika dilaksanakan RS melalui Panitia Farmasi dan Terapi.
G.1. Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan
indikasi (profilaksis atau terapi)
G.2. Panduan pengobatan antibiotika merujuk pada Kebijakan Pengelolaan Perbekalan
Farmasi di RS di bawah tanggungjawab Sub Komite Farmasi dan Terapi.
Peresepan antibiotika mengacupada formularium RS dan atau DPHO BPJS
mempertimbangkan
derajat
penyakit,
spektrum
antibiotika,
farmakokinetik,
pengeringan,
pengemasan,
labeling,
indikatorisasi,
sterilisasi,
penyimpanan, distribusi diikuti dengan pemantauan dan evaluasi proses serta kualitas/
mutu hasil sterilisasi secara terpusat melalui lnstalasi pusat pelayananSterilisasi
(CSSD).
H.1. Pemrosesan alat instrumen pasca pakai dipilih berdasarkan kriteria alat, dilakukan
derngan sterilisasi untuk alat kritikal; sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk non kritikal.
H.2. Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait criteria memiliki
spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas rendah,
waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahan dan
efisien. Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan
antiseptik di RS sesuai rekomendasi Komite PPI RS adalah lnstalasi Farmasi.
H.3. lnstalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD) bertanggungjawab menyusun
panduan dan prosedur tetap, mengkoordinasikan, serta melakukan monitoring dan
evaluasi proses serta kualitas/ mutu hasil sterilisasi dengan persetujuan Komite
PPI RS.
I.
Alat medis habis pakai (AMHP) dapat digunakan sesuai dengan rekomendasi
manufactur-nya. Alat medis sekali pakai dapat digunakan ulang (re-used of single use
devices) sesuai kebijakan RS tentang AMHP reusable.
I.1.
AMHP dapat digunakan ulang apabila AMHP dapat diproses secara benar/ tepat
(rasional) dan hasil sterilisasi masih efektif dan efisien baik secara fisik; fungsi ,
kualitas serta aman digunakan bagi pasien.
I.2.
Kriteria AMHP yang disterilkan kembali adalah AMHP yang telah digunakan tetapi
secara fisik dan fungsi masih baik, AMHP yang sangat dibutuhkan tetapi sulit
diperoleh atau sangat mahal harganya dan atau AMHP telah kedaluwarsa. Daftar
AMHP yang di reuse dan berapa kali batas maksimal reuse ditentukan oleh RS
melalui Panitia Farmasi dan Terapi,
I.3.
J.
(sesuai
persyaratan
No.1204/SK/X/2004
03726/B/SK/VII/1989
hygiene
Keputusan
Kepmenkes
makanan
Direktorat
RI
dalam
Kepmenkes
Jenderal
POM
No.715/Menkes/SK/V/2003
RI
No
tentang
Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari proses
penyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene
pribadi berupa monitoring pemeriksaan darah rutin, darah kimia, kultur widal, feses
dan urin rutin dan kultur mikrobiologi swab rektal setahun sekali, dikoordinasikan
dan di bawah tanggung jawab Unit K3 RS dan Sub Bag Kepegawaaian dan
Pengembangan SDM.
pada
petugas
dan
pelaporannya
dilakukan
secara
teratur,
Zona dengan risiko sedang : ruang rawat inap bukan penyakit menular, ruang
rawat jalan, instalasi Gizi, IPSRS,
Zona dengan risiko tinggi : Instalasi Gawat Darurat, ruang bersalin, Kamar
jenazah, Instalasi Farmasi, Instalasi HD, Radiologi;
Zona dengan risiko sangat tinggi : Instalasi Rawat Intensif,
R.Padma, ruang
Alat pelindung diri lengkap harus digunakan petugas yang menangani darah dan
komponennya. Kegiatan penanganan darah dan komponen di kamar jenazah dilakukan
bersama Instalasi Bank Darah.
Ditetapkan di : Yogyakarta
Pada tanggal 14 April 2015
DIREKTUR
ttd
Drg. Hj. RR. TUTY SETYOWATI, MM
NIP. 19620502 198701 2 001