Anda di halaman 1dari 2

Compliance and Control

Oleh: Wadiyo

Sebuah perusahaan dibangun dengan sebuah impian atau bahasa manajemennya: visi, sang pemilik
mempunyai gambaran tentang apa jadinya perusahaan di masa depan. Keinginan yang dibentuk dalam suatu
format impian ini selanjutnya akan diterjemahkan dalam format-format yang lebih bersifat dueable, bisa
dilaksanakan dalam bentuk program atau rencana.
Hal-hal yang detail mengenai aturan tingkah laku ataupun hasil yang akan dicapai harus ditaati?
Ketaatan inilah yang disebut compliance itu.
Apabila karyawan comply, taat pada yang sudah direncanakan, maka hasil-hasil yang ditargetkan
kemungkinan besar akan tercapai. Kebanyakan perusahaan mengalami ketidakberhasilan karena anggota
organisasinya tidak taat kepada point of action; butir-butir tindakan yang sebelumnya sudah disetujui.
Mereka yang mengubah-ubah anggaran sambil berjalan biasanya lebih banyak membuat kesalahan
daripada mereka yang setia kepada anggaran yang sudah dibuat. Yang terakhir ini akan lebih fokus pada tingkah
lakunya.
Ketidaktaatan orang pada rencana tingkah laku atau rencana kerja harus dikontrol, karena kontrol
adalah sistem pemastian, dan bukan sistem mencari kesalahan orang.
Pada saat apa atau kapan karyawan harus benar-benar comply terhadap rencana perusahaan?
Pada saat rencana-rencana itu sudah dibuat dengan baik. Artinya; sudah dipertimbangkan secara
multidimensional dan multifungsional, di mana semua orang terlibat dalam proses pembuatan program, selain itu
juga sudah diukur benar potensi pasar maupun potensi perusahaan sendiri.
Tapi perlu diingat bahwa kata compliance itu arahnya dari atas ke bawah. Dengan demikian dari atasan
harus memastikan bawahannya comply, karena biasanya anak buah mencari cara agar bisa lebih santai dalam
bekerja. Karena itulah dalam manajemen dikenal istilah Compliance and Control, ketaatan dan pemastian
bahwa karyawan taat.
Salah satu cara yang digunakan dalam menyusun rencana kerja, sistem performance appraisal-nya
sudah harus disetujui pada awal tahun. Di situ ditetapkan pula apa yang harus dikerjakan oleh karyawan.
Pada perusahaan-perusahaan yang kaku, rencana kerja karyawannya tidak menyediakan sebuah
ruang gerak untuk hal-hal yang tidak bisa diduga akan terjadi. Misalnya, seratus persen karyawan adalah
mengerjakan hal-hal rutin.
Ada baiknya, tugas karyawan terdiri dari 70% hal-hal rutin, yaitu pekerjaan yang sudah kasat mata
angkanya, atau sudah kelihatan perilaku yang dikontrol. Sisanya 30% dalam bentuk special project atau proyekproyek khusus. Proyek-proyek khusus ini bisa diberikan tanpa pemberitahuan lebih dulu. Tahu-tahu sekarang
karyawan diminta untuk membuatkan pekerjaan baru yang berbeda atau menambahkan tugas baru dalam
pekerjaan rutinnya.
70% - 30% ini sebuah patokan umum saja, sehingga 30% yang tidak bisa diduga itu membuat
karyawan bisa membangun hubungan baik dengan fungsi-fungsi lain di organisasi perusahaan. Karena yang
30% adalah kendali atasan untuk mengaitkan fungsi-fungsi yang sudah terlalu kaku dengan pekerjaan rutinnya.

Mario Teguh mengatakan bahwa secara umum karyawan terdiri dari tiga bagian. Pertama, 70%
karyawan baik kalau atasannya baik. Kalau atasan tidak mencontohkan hal-hal yang positif, mereka akan meniru
dengan cepat.
Kedua, 20% karyawan akan selalu baik meskipun atasannya tidak mencontohkan hal-hal baik, karena
mereka itu tidak bekerja untuk atasannya melainkan untuk diri mereka sendiri dan untuk masa depan mereka.
Jadi kalau atasannya atau pemilik perusahaannya tidak bisa dicontoh, mereka akan berkata, Tunggu saja nanti,
sampai saya punya perusahaan sendiri.
Ketiga, 10% karyawan cenderung tidak baik. Malas, menuntut terlalu banyak, merusak hal-hal yang
dituntutnya seperti merusak prasarana waktu minta naik gaji.
Oleh karena itu, pemilihan orang penting. Apabila pemilihan orang tidak dilakukan secara standar, tidak
baku, tidak menggunakan cara yang baik atau mungkin karyawan itu sudah given, berarti dianggap saja semua
karyawan dalam bagian yang 70%. Mereka diperlakukan supaya comply dengan cara-cara yang standar dulu,
baru secara pribadi mendekati mereka berbeda pada tiap-tiap orang.
Apakah ada cara sederhana untuk memastikan bahwa karyawan taat atau comply?
Tanda-tanda anak buah tidak taat misalnya atasannya sering marah, lebih terlibat pada hal-hal yang
kecil, sampai membutuhkan detektif dari luar untuk mengawasi anak buah, dan membayar anak buah lain untuk
mengawasi anak buah lainnya.
Kontrol pertama dari seorang pemimpin adalah keteladanan. Tidak ada yang lebih merusak ketaatan
daripada contoh buruk. Kalau atasan malas, tidak jujur, tidak memenuhi janji, otomatis anak buah akan melihat
tidak perlunya taat pada hal-hal yang baik di perusahaan.
Compliance adalah ketaatan pada hal-hal yang menghasilkan, atau ketaatan pada rencana kerja, bukan
rencana untuk kerja. Rencana kerja adalah rencana untuk menghasilkan yang diatur dalam langkah-langkah
kerja. Berarti orang yang tidak taat akan memperbesar kesempatan perusahaan untuk menghasilkan.
Peraturan dibuat bukan untuk mencegah ketidaktaatan. Tapi, peraturan dibuat untuk memfasilitasi dan
membuat karyawan lebih mudah menghasilkan. Karyawan diberi tugas, difasilitasi, diberi dukungan untuk bisa
melakukan tugasnya. Kemudian dicegah dari melakukan hal-hal yang tidak produktif. Artinya, kalau polisi berjaga
di perempatan jalan, ada orang mau masuk, dicegah, dilarang. Bukan dibiarkan masuk baru didenda.
Terakhir baru ditegur. Bisa dengan lisan, bisa dengan tindakan administratif seperti hukuman. Semua
penderitaan yang diberikan atasan kepada anak buah, harus dilihat sebagai peringatan, supaya orang kembali
pada jalur untuk menghasilkan seperti yang sudah direncanakan.
***

Anda mungkin juga menyukai