Trauma Abdomen
Pembimbing:
Dr. Yuswardi, Sp. B
Disusun oleh:
Vitya Chandika
Yasmin Maria Santoso
Trauma penetrans
Luka tusuk atau luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan
karena laserasi ataupun jaringan terpotong. Luka tembak dengan kecepatan
tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap
organ visera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan
bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya.
Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ
yang padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar ke dalam
rongga perut dan menimbulkan iritasi pada peritoneum.
Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, bergantung
jauhnya perjalanan peluru, besar energi kinetik maupun kemungkinan
pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Organ
padat akan mengalami kerusakan yang lebih luas akibat energi yang
ditimbulkan oleh peluru tipe high velocity.
Infeksi masih merupakan risiko terbesar pada korban dengan luka
tusuk abdomen. Mortalitas terjadi pada 30% korban luka tusuk abdomen yang
menderita infeksi abdomen mayor. Faktor risiko paling penting adalah adanya
cedera pada organ berogga, dimana luka pada kolon menyebabkan insidensi
infeksi tertinggi realtif terhadap cedera organ intraabdomen. Cedera pada
pankreas dan hati secara signifikan meningkatkan risiko infeksi ketika
berkombinasi dengan cedera organ berongga. Penggunaan antibiotik dalam
pencegahan infeksi ini didasarkan pada tiga hal, yaitu pilihan agen antibiotik,
durasi penggunaan antibiotik, dan dosis optimal antibiotik.
Penilaian trauma
1. Anamnesis
Anamnesis yang teliti terhadap pasien yang mengalami trauma
abdomen akibat tabrakan kendaraan bermotor harus mencakup kecepatan
kendaraan, jenis tabrakan, berapa besar penyoknya bagian kendaraan ke dalam
ruang penumpang, jenis pengaman yang dipergunakan, ada/tidaknya air bag,
posisi pasien dalam kendaraan, dan status penumpang lainnya. Keterangan ini
dapat diperoleh langsung dari pasien, penumpang lain, polisi maupun petugas
emergensi jalan raya. Informasi mengenai tanda-tanda vital, luka-luka yang
ada maupun respons terhadap perawatan pra-rumah sakit harus dapat
diberikan oleh petugas-petugas pra rumah sakit.
Bila meneliti pasien dengan trauma tajam, anamnese yang teliti harus
diarahkan pada waktu terjadinya trauma, jenis senjata yang dipergunakan
(pisau, pistol, senapan), jarak dari pelaku, jumlah tikaman atau tembakan, dan
jumlah perdarahan eksternal yang tercatat di tempat kejadian. Bila mungkin,
pada
perut.
Trauma
penyerta
kadang-kadang
dapat
Pemeriksaan penunjang
Pengambilan sampel darah dan urin
Darah yang diambil sewaktu pemasangan jarum infus gunanya adalah
menetukan tipe darah. Pada pasien yang hemodinamiknya stabil adalah untuk
penentuan tipe dan crossmatch bagi yang hemodinamiknya tidak stabil. Bersamaan
dengan itu dilakukan juga pemeriksaan darah rutin, kalium, glukosa, amilase, dan
juga kadar alkohol darah. Urin dikirim untuk urinalisa ataupun tes obat dalam urin
bilamana diperlukan. Indikasi untuk urinalisis diagnostik termasuk trauma yang
sifnifikan pada dan perut atau panggul, gross hematuria, dan hematuria mikroskopis.
Radiologi
a.
dilakukan pada pasien trauma tumpul. Foto polos abdomen 3 posisi berguna untuk
melihat adanya udara bebas di bawah diafragma ataupun udara di luar lumen di
retroperitoneum, yang dapat menjadi petunjuk untuk dilakukannya laparotomi.
Hilangnya bayangan otot psoas menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal.
b.
pemeriksaan screening X-Ray. Pada pasien luka tusuk di atas umbilikus atau dicurigai
dengan cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik yang normal, foto thorax
posisi tegak bermanfaat untuk menyingkirkan hemothorax atau pneumothorax.
c.
1.
Uretrografi
Dilakukan bila dicurigai adanya ruptur uretra. Prosedur ini dilakukan sebelum
Sistografi
Dilakukan pemasangan kateter uretra dan kemudian dipasang 300 cc kontras
yang larut dalam air pada kolf setinggi 40 cm di atas pasien dan dibiarkan kontras
mengalir ke dalam buli-buli atau sampai aliran terhenti, pasien secara spontan
mengedan, atau pasien merasa sakit. Cara lain adalah dengna pemeriksaan CT Scan
CT Scan / IVP
Bila terdapat fasilitas CT Scan, maka semua pasien dengan hematuria dan
hemodinamik stabil yang dicurigai mengalami cedera sisterm urianaria bisa diperiksa
dengan CT Scan dengan kontras dan bisa ditentukan derajat cedera ginjalnya. Bila
fasilitas CT Scan tidak ada, maka dapat dilakukan IVP.
obat-obatan.
Perubahan sensasi akibat trauma spinal
Cedera organ yang berdekatan dengan iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis.
Pemeriksaan fisik diagnostik tidak jelas
Diperkirakan aka nada kehilangan kontak dengan pasien dalam waktu yang
agak
lama,
misalnya
pasien
menjalani
pembiusan
untuk
cedera
Kontraindikasi untuk DPL adalah apabila dijumpai indikasi yang jelas untuk
laparotomi, kontraindikasi relatif lainnya antara lain operasi abdomen sebelumnya,
morbid obesitas, sirosis yang lanjut dengan adanya koagulopati sebelumya. Bisa
dipakai teknik terbuka atau tertutup (Seldinger) di infraumbilikal oleh dokter yang
terlatih. Pada pasien dengan fraktur pelvis maupun ibu hamil lebih baik digunakan
supraumbilikal guna mencegah terjadinya hematoma pelvis atau membahayakan
uterus.
Adanya aspirasi darah segar, isi gastrointestinalm serta sayuran, maupun
empedu yang keluar melalui tube DPL pada pasien dengan hemodinamik yang
abnormal menunjukkan indikasi kuat untuk laparotomi, bila tidak ada darah segar
(lebih dari 10 cc) atau cairan feses, dilakukan lavase dengan 1000 cc (10 cc/kgBB)
larutan ringer laktat. Sesudah cairan tercampur dengan cara menekan maupun
melakukan log roll, cairan ditampung kembali dan diperiksa di laboratorium untuk
melihat isi gastrointestinal, serta, maupun empedu. Tes dinyatakan positif apabila
dijumpai eritrodit lebih dari 100.000/mm3. Leukosit>500/mm3 atau pengecatan gram
positif untuk bakteri.
Ultrasound FAST memberikan cara yang cepat, noninvasive, akurat, dan
murah untuk mendeteksi hemoperitoneum dan dapat diulang kapanpun. Ultrasound
juga dapat digunakan sebagai alat diagnostik bedside di kamar resusitasi yang secara
bersamaan dengan pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik maupun terapeutik
lainnya. Indikasi pemakaiannya sama dengan DPL. Faktor yang mempengaruhi
penggunaannya antara lain obesitas, adanya udara subkutan ataupun bekas operasi
abdomen sebelumnya. Scanning dengan ultrasound bisa dengan cepat dilakukan untuk
mendeteksi hemoperitoneum. Dicari scan dari kantung pericardium, fossa
hepatorenal, fossa splenorenalis serta cavum Duglass. Sesudah scan pertama, idealnya
dilakukan lagi scan kedua atau scan kontrol 30 menit berikutnya. Scan kontrol
ditujukan untuk melihat pertambahan hemoperitoneum pada pasien dengan
perdarahan yang nerangsur-angsur.
CT scan merupakan prosedur diagnostik di mana kita perlu memindahkan
pasien ke tempat scanner, memberikan kontras intravena untuk pemeriksaan abdomen
atas, bawah, serta pelvis, akibatnya dibutuhkan banyak waktu dan hanya dilakukan
pada pasien dengan hemodinamuk stabil, diamana kita tidak perlu segera melakukan
Indikasi
Keuntungan
Kerugian
DPL
Menunjukkan
darah bila
hipotensi
Deteksi dini,
semua pasien,
cepat, 98%
sensitive, deteksi
cedera usus,
tidak butuh
transport
Invasif,
spesifisitas
rendah, tidak
bisa untuk
trauma
diafragma dan
retroperitoneal
FAST
Menunjukkan
cairan bila
hipotensi
Deteksi dini,
semua pasien,
non-invasif,
cepat, 86-97%
akurat, tidak
membutuhkan
transport
Bergantung pada
operator, distorsi
oleh udara usus,
tidak bisa untuk
trauma
diafragma, usus,
dan pankreas
CT Scan
Menunjukkan
kerusakan organ
bila tensi normal
Lebih spesifik
untuk cedera,
sensitivitas 9298%
Memakan waktu,
dibutuhkan
transport, tidak
untuk trauma
diafragma, usus,
dan pankreas
Eksplorasi lokal luka dan pemeriksaan fisik serial dibandingkan dengan DPL
pada luka tusuk abdomen depan
Sebanyak 55-56% pasien luka tusuk tembus abdomen depan akan
mengalami hipotensi, peritonitis ataupun eviserasi omentum maupun usus
halus. Untuk pasien seperti ini harus segera dilakukan laparotomi. Untuk
pasien lain, setelah konfirmasi adanya luka tusuk tembus peritoneum
dilakukan eksplorasi lokal pada luka sampai laparotomi. Laparotomi
merupakan salah satu pilihan relevan untuk semua pasien . Untuk pasien yang
relatif asimptomatik, pilihan diagnostik non invasif adalah pemeriksaan fisik
diagnostik serial dalam 24 jam, DPL, maupun laparoskopi diagnostik.
Pemeriksaan fisik diagnostik serial membutuhkan sumber daya manusia yang
besar. Dengan DPL, dapat diperoleh diagnosis lebih dini pada pasien
asimptomatik dan akurasi mencapai 90% bila menggunakan hitung jenis sel
seperti pada trauma tumpul. Laparoskopi diagnostik dapat mengkonfirmasi
dan menyingkirkan tembusnya peritoneum tetapi kurang bermakna untuk
mengenali cedera tertentu.
c.
untuk
memeriksa
bagian
kolon
retroperitoneal
maupun
positif
b.
Peritonitis dini
d.
tembus
e.
viseral/vaskular
f.
2.
trauma tumpul
b.
cedera kandung kemih intraperitoneal, cedera renal pedicle, atau cedera organ
viseral yang parah setelah trauma tumpul atau tembus.
Problem khusus
1. Trauma tumpul
Organ yang sering terkena pada trauma tumpul adalah hepar, lien,
maupun ginjal. Walaupun demikian, dengan semakin banyaknya penggunaan
seat belt, semakin banyak ruptur organ berongga, trauma spinal, dan ruptur
uterus terjadi.
2. Trauma spesifik
a. Diafragma
Robekan diafragma dapat terjadi di bagian manapun pada
kedua diafragma. Yang paling sering mengalami cedera adalah
diafragma kiri. Cedera biasanya 5-10 cm panjangnya dengan lokasi
posterolateral dari diafragma kiri. Pada pemeriksaan foto toraks awal
akan terlihat diafragma yang lebih tinggi ataupun kabur, bisa berupa
hemothoraks ataupun adanya bayangan udara yang membuat gambaran
diafragma menjadi kabur, ataupun terlihatnya NGT yang terpasang di
dalam gaster terlihat di toraks.
b. Duodenum
Ruptur duodenum ditemukan pada pengendara yang tidak
menggunakan sabuk pengaman pada kejadian tabrakan frontal dengan
pukulan langsung pada abdomen, misalnya terkena stang motor.
Adanya
aspirasi
darah
dari
gaster
ataupun
adanya
udara
peningkatan
kadar
amilase
maka
harus
diperiksa
seperti
Pancreatography (ERCP).
Endoscopic
Retrograde
Cholangio
d. Genitourinaria
Pukulan langsung pada bagian punggung ataupun pinggang
bisa menyebabkan kontusio, hematoma, ataupun ekimosis yang
merupakan tanda adanya kerusakan ginjal di bawahnya, dan perlu
dilakukan pemeriksaan traktur urinarius dengan CT scan ataupun IVP.
Indikasi tambahan untuk perlunya pemeriksaan traktur urinarius adalah
gross-hematuria maupun hematuria mikroskopis pada pasien dengan:
-
Kompresi antero-posterior
2.
Kompresi lateral
3.
Tarikan lateral
4.
Pola kombinasi/kompleks
Kompresi antero-posterior dapat terjadi pada pejalan kaki yang
ditabrak mobil maupun tabrakan motor, pukulan langsung pada pelvis maupun
jatuh dari ketinggian lebih dari 3,6 m. Bila terjadi simfisiolisis, maka akan
terjadi
robekan
ligamen
posterior
sakroiliaka,
sakrospinosum,
Penilaian
C.
Penanganan
Ada beberapa teknik sederahana yang dapat digunakan sebelum
memindahkan pasien dan selama resusitasi dengan kristaloid ataupun darah.
Teknik tersebut antara lain :
1.
2.
3.
4.