Anda di halaman 1dari 35

Laporan kasus

EFUSI PLEURA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian Saraf Fakultas Kedokteran Unsyiah
Oleh:
Insyirah Muhammad
1407101030256

Pembimbing:
DR. dr. Bakhtiar, M.Kes, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN ACEH
BANDA ACEH
2015

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas presentasi kasus yang berjudul Efusi pleura.
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah membimbing
umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan presentasikasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Saraf RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas
Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada DR. dr. Bakhtiar,
M.Kes, Sp.A yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis dalam penulisan
kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang
telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga referat ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan
memberikan manfaat bag isemua pihak khususnya bidang kedokteran dan berguna bagi para
pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu
saraf pada khususnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada
kit asemua, Amin.

Banda Aceh, Agustus 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................

KATA PENGANTAR...............................................................................

ii

DAFTAR ISI.............................................................................................

iii

BAB I

PENDAHULUAN...................................................................

BAB II LAPORAN KASUS................................................................

2.1 Identitas Pasien..............................................................


2.2 Anamnesis.....................................................................
2.3 Pemeriksaan Fisik.........................................................
2.4 Pemeriksaan Penunjang.................................................
2.5 Diagnosis.......................................................................
2.6 Terapi.............................................................................

3
3
3
10
10
10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................


3.1 Definisi.............................................................................
3.2 Etiologi.............................................................................
3.3 Faktor Risiko....................................................................
3.4 Klasifikasi.........................................................................
3.5 Patofisiologi......................................................................
3.6 Status Epileptikus.............................................................
3.7 Diagnosis..........................................................................
3.8 Penatalaksanaan................................................................
3.9 Prognosis...........................................................................

11
11
12
12
13
17
18
20
22
27

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................

28

BAB I
PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi
yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi
merupakan tanda suatu penyakit.1Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka
kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan pendorongan organ-organ
mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat
mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi darah. 2
Di negara-negara barat, efusi pleuraterutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati,
keganasan, danpneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang sedang berkembang,seperti Indonesia,
lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis.Efusi pleurakeganasan merupakan salah satu komplikasi yang
biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker
payudara.Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita
keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer)
dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi
pleura.2 Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi pleura ini, yaitu pengeluaran
cairan dengan segera serta pengobatan terhadap penyebabnya sehingga hasilnya akan memuaskan.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis berkeinginan menyajikan informasi mengenai
efusi pleura agar dapat menjadi bahan masukan kepada diri penulis dan kita semua dapat mendiagnosis
serta memberikan terapi yang tepat pada penderita efusi pleura.

BAB II
LAPORAN KASUS

Nama

:R

Jenis Kelamin

: Perempuan

CM

: 1-05-99-07

Umur

: 13 tahun 11 bulan

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: A. Tengah

Agama

: Islam

Keluhan Utama

: Sesak nafas

Keluhan Tambahan : Batuk (+), demam tinggi (+), dan nyeri dada (+), serta kulit terkelupas
Riwayat Penyakit sekerang :
Pasien rujukan dari RSUD Datu Bere dengan keluhan sesak nafas 6 hari sebelum masuk
RSUD dr. Zainoel Abidin. Sesak nafas tidak berhubungan dengan aktifitas, pasien tidak memiliki
riwayat sesak sebelumnya, tidak memiliki riwayat cepat lelah ketika beraktivitas sebelumnya,
dan juga tidak memiliki riwayat sianosis sebelumnya. Riwayat batuk dirasakan pasien sejak satu
minggu SMRS, demam dirasakan satu minggu SMRS sifat demam naik turun. Terdapat riwayat
kulit kehitaman akibat alergi obat,

3 bulan yang lalu pasien menderita morbili. Pasien

didiagnosa efusi pleura oleh dokter ahli anak bagian respi, telah dilakukan Water Sail Drainage
(WSD) oleh ahli bedah anak, dua diantaranya di dada bagian kiri, dan satu diantaranya didada
bagian kanan, indikasi WSD adalah efusi pleura yang dialami pasien, pasien juga didiagnosis
Acute Kidney Injury (AKI) dan Infeksi Saluran Kemih (ISK) oleh dokter ahli anak bagian
nefrology, pasien juga didiagnosis Sistemic lupus eritematous (SLE)
Riwayat Penyakit Terdahulu : Steven Johnson syndrome
Riwayat Penggunaan Obat

: azytromycin, sukralfat, di RS. Datu Bere diopname 6 hari

Status Presens
Sensorium

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

Frekuensi Nadi

: 70 x/i

Frekuensi Nafas

: 56 x/I

Dispnoe

: (+)

Temperatur

: 36.50C

Sianosis

: (-)

Anemis

: (-)

Ikterik

: (-)

Edema

: (-)

Status Generalisata;

Kulit
Terdapat macular hiperpigmentasi

Kepala
Bentuk
Wajah

: normocephali
: simetris

Mata
Konjungtiva
: Pucat (-/-)
Sklera
: Ikterik (-/-)
Kedudukan bola mata
: ortoforia/ortoforia
Pupil
: isokor 3mm:3mm
Lensa
: jernih
Refleks cahaya langsung
: (+/+)
Refleks cahaya tidak langsung
: (+/+)
Telinga
Lubang
: lapang
Penyumbatan
: -/Perdarahan
: -/Cairan
: -/Hidung
Nafas cuping hidung

Mulut
Bibir
Lidah
Tonsil
Faring
Leher
Trakhea
KGB
Kelenjar Tiroid
Kelenjar Limfe

Thoraks
Inspeksi

::
:
:
:

Sianosis (-)
Tremor (-), hiperemis (-), papil atrofi (-)
Dalam batas normal
Dalam batas normal

: Terletak ditengah, deviasi (-)


: Pembesaran (-)
: Pembesaran (-)
: Pembesaran (-)

: Tidak simetris, pernafasan melemah pada paru kiri mulai dari

lapangan paru atas sampai baawah

Palpasi :
Stem Fremitus

Paru Kanan

Paru Kiri

Lapangan Paru Atas

Stem Fremitus Normal

Stem Fremitus Normal

Lapangan Paru Tengah

Stem Fremitus Normal

Stem Fremitus Normal

Lapangan Paru Bawah

Stem Fremitus Normal

Stem Fremitus Normal

Perkusi:
LapanganParu

Paru Kanan

Paru Kiri

Lapangan Paru Atas

Sonor

Sonor

Lapangan Paru Tengah

Sonor

Sonor

Lapangan Paru Bawah

Sonor

Sonor

Paru Kanan

Paru Kiri

Lapangan Paru Atas

Vesikuler

Vesikuler

Lapangan Paru Tengah

Vesikuler

Vesikuler

Lapangan Paru Bawah

Vesikuler

Vesikuler

SuaraNafasTambahan

Paru Kanan

Paru Kiri

Lapangan Paru Atas

Rh (-), Wh (-)

Rh (-), Wh (-)

Lapangan Paru Tengah

Rh (-), Wh (-)

Rh (-), Wh (-)

Lapangan Paru Bawah

Rh (-), Wh (-)

Rh (-), Wh (-)

Auskultasi :
Suara Nafas Utama

Jantung
Inspeksi
Palpasi

: Ictus cordis tidak terlihat


: Ictus cordis teraba di ICS V LMCS 1 jari ke lateral

Perkusi
- Batas Jantung Atas
: ICS III lnea midclavicula sinistra
- Batas Jantung Kiri
: ICS V Linea Mid Clavikula Sinistra
- Batas Jantung Kanan : ICS IV Linea Parasternal Dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler (-), bising (-), gallop (+)

Abdomen
Inspeksi

: Simetris (+)

Palpasi

: massa (-), nyeri tekan (-)

Hati

: Tidak teraba pembesaran

Limpa

: Tidak teraba pembesaran

Ginjal

: Ballottement (-/-)

Perkusi

: Timpani (+)

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Ekstremitas
Edema (-/-) , pucat (-/-)

Status Neurologis
Kesadaran : E4M6V5
Mata
: Pupil Isokor, bulat, ukuran 3mm/3mm
RCL (+/+), RCTL (+/+)
TRM

: Kaku Kuduk (-), Laseque Test (-), Kernig Sign (-)

Nervus Kranialis

NervusCranialis

Nervus I

Kanan

Kiri

Fungsi Penciuman

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Visus

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Lapangan Pandang

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Ukuran

3 mm

3 mm

Bentuk Pupil

Bulat

Bulat

Reflek Cahaya

Positif

Positif

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Atas

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Bawah

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Medial

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Diplopia

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Membuka Mulut

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Menggigit dan
mengunyah

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Mengerutkan dahi

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Menutup Mata

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus II

Nervus III

Nervus III, IV, VI


Lateral
negatif

posit

Nervus V

Nervus VII

Sudut bibir

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus VIII
Pendengaran
Nervus IX dan X
Bicara

Dalam batas normal

Reflek menelan

Dalam batas normal

Nervus XI
Memutar kepala

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus XII
Posisi lidah didalam
mulut
Menjulurkan lidah
Badan
Motorik
Gerakan Columna Vertebralis
Bentuk Columna Vertebralis
Sensibilitas
Rasa nyeri
: Dalam batas normal
Rasa Raba
: Dalam batas normal
Anggota Gerak Atas
Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Refleks
Bisceps
Trisceps
Anggota Gerak Bawah
Motorik
Pergerakan
Kekuatan

Reflek fisiologis

Posisi di tengah
Dalam batas normal

: simetris
: kesan simetris

Kanan
Kuat
5555

Kiri
Kuat
5555

Kanan
positif
positif

Kiri
positif
positif

Kanan
Kuat
5555

Kiri
Kuat
5555

Kanan

Kiri

Patella

positif

positif

Achilles

positif

positif

Biceps

positif

positif

Triceps

positif

positif

Babinski

negatif

negatif

Chaddok

negatif

negatif

Oppenheim

negatif

negatif

Gordon

negatif

negatif

Reflek Patologis

Sensibilitas
Kanan
Rasa nyeri
Rasa Raba
Fungsi saraf otonom

Kiri
normal
normal

BAB dan BAK lancar, tidak ada gangguan.

Pemeriksaan Penunjang
Foto thorax ( 26 juli 2015 )
Interpretasi : CTR > 50% , Cardiomegali
Hematologi (1 agustus 2015)
Darah rutin
Hb : 8,4 ()
Ht : 26 ()
Eritrosit: 2,9 ()
Leukosit : 8,7
Trombosit : 212
Hitung jenis

Kanan
normal
normal

Eosinofil : 0

limfosit : 10 ()

Basofil : 0

monosit : 11 ()

Netrofil segmen :79 ()


Analisa gas darah (1 agustus 2015)
pH

: 7,407

Total CO2 : 19,7 ()

pCO2 : 29,5 ()

Kelebihan Basa (BE) : -4,5 ()

pO2

Saturasi O2 : 93,4 ()

: 68 ()

Bicarbonat (HCO3) : 18,8 ()

Kimia Klinik (1 agustus 2015)


ELEKTROLIT :
Natrium (Na) : 131()
Kalium (K) : 4,3
Clorida (Cl) : 109
DIABETES :
Gula Darah Sewaktu : 78
GINJAL-HIPERTENSI :
Ureum : 115 ()
Creatinin : 0,96 ()
HATI & EMPEDU :
Protein total : 5,9 ()
Albumin :2,50 ()
Globulin: 3,40
Hematologi (13 agustus 2015)
Darah rutin
Hb : 9,1 ()
Ht : 27 ()

Eritrosit: 3,2 ()
Leukosit : 1,2 ()
Trombosit : 11 ()
Hitung jenis
Eosinofil : 0

limfosit : 39

Basofil : 0

monosit : 30 ()

Netrofil segmen :31 ()


Diagnosis Kerja

: Efusi pleura massive

Penatalaksanaan

: IVFD RL 20 gtt/i
-

Ceftriaxone 1,5 gr/ 12 jam


Ranitidine 1 amp/ 12jam
WSD

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura yang
melebihi batas normal.Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc cairan.1
Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleuraatau Efusi pleura adalah suatu
keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura,
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.2
Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga pleura ini juga selalu
ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dengan pleura
parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil) dapat berjalan
dengan mulus. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20
ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura
mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. 1,2
Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura antara lain darah,
pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi1,2
a.

Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini penyakitnya

disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab-sebab lain yang mungkin adalah
kegagalan jantung kanan, sirosis hati dengan asites, serta sebgai salah satu tias dari syndroma
meig (fibroma ovarii, asites dan hidrotorak).

b.

Hemotoraks
Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya terjadi karena trauma

toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat penderita, atau trauma tajam maupu trauma
tumpul. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor
koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi
segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.Penyebab
lainnya hemotoraks adalah:
Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke

dalam ronggapleura.
Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang

kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.


Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga pleura tidak
membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah

c.

jarum atau selang.


Empiema
Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura patologis iniakan

berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks atau empiema. Pada setiap kasus
pneumonia perlu diingat kemungkinan terjadinya empiema sebagai salah satu komplikasinya.
Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
Pneumonia
Infeksi pada cedera di dada
Pembedahan dada
d.
Chylotoraks
Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah bening pada
rongga pleura.Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks antara lain :
Kongental, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus, tapi terdapat
fistula antara duktus torasikus rongga pleura.
Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada, atau pukulan
pada dada (dengan/tanpa fratur).Yang berasal dari efek operasi daerah
torakolumbal, reseksi esophagus 1/3 tengah dan atas, operasi leher, operasi
kardiovaskular yang membutuhkan mobilisasi arkus aorta.
ObstruksiKarena limfoma malignum, metastasis karsinima ke mediastinum,
granuloma mediastinum (tuberkulosis, histoplasmosis).

Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi terhadap duktus
torasikus secara kombinasi.Disamping itu terdapat juga penyakit trombosis vena
subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan duktus torasikus dan menyebabkan
kilotoraks.1,2

2.2 Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan
parietalis.Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan
dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis.Membran serosa yang
membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang melapisi
dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis.Rongga pleura terletak
antara paru dan dinding thoraks.Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi
sebagai pelumas antara kedua pleura.Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam
hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya : 1,2,3
1.

Pleura Visceralis
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.Diantara celah-

celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang
berisi fibrosit dan histiosit, di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan
serat-serat elastik. Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh
limfeMenempel kuat pada jaringan paruFungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura.
2.
Pleura parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis).
Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria
interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan
perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai
dengan dermatom dada. Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnyaFungsinya
untuk memproduksi cairan pleura

Gambar 1. Tampilan depan paru dan pleuranya


FISIOLOGI
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan
pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru
yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air. Kedua
kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis
ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Masing-masing dari kedua
pleura merupakan membran serosa mesenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil
transudat cairan intersisial dapat terus menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura.
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada
selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih
besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter
cairan di dalam rongga pleura. (1)

Gambar.2 memperlihatkan dinamika pertukaran cairan dalam ruang pleura.


Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya beberapa mililiter
yaitu 1-5 ml. Dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa jumlah cairan pleura sebanyak 12-15
ml(1). Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka
kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara
langsung) dari rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan
permukaan lateral pleural parietalis(3). Oleh karena itu, ruang pleura (ruang antara pleura
parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu
sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas.1,2,3
2.3 Epidemiologi
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara
industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya.
Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis kelamin. Namun,
penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua pertiga dari efusi pleura ganas
terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara signifikan berhubungan dengan keganasan
payudara dan ginekologi. Efusi pleura yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih
sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. 2

2.4 Etiologi
Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 mL cairan, hal ini memperlihatkan adanya
keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik dalam pembuluh darah pleura
viseral dan parietal dan

drainase limfatik luas. Efusi pleura merupakan hasil dari

ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik.2


Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non pulmonary, dapat
bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura sangat luas, efusi pleura
sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif,. pneumonia, keganasan, atau emboli paru.
Mekanisme sebagai berikut memainkan peran dalam pembentukan efusi pleura:
1.
2.
3.

Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya, radang, keganasan, emboli paru)


Pengurangan tekanan onkotik intravaskular (misalnya, hipoalbuminemia, sirosis)
Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah (misalnya, trauma,

4.

keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat hipersensitivitas, uremia, pankreatitis)


Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan / atau paru-paru

5.

(misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior)


Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh (misalnya,

6.

atelektasis yang luas, mesothelioma)


Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk obstruksi duktus toraks

7.

atau pecah (misalnya, keganasan, trauma)


Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui limfatik atau cacat

8.
9.

struktural (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal)


Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseral
Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisiten menyebabkan adanaya
akumulasi cairan di pleura

10.

Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkulosis, pneumonia, virus,


bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura), karena tumor
dan trauma

2.5 Klasifikasi

Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan cairan dan


kimiawi cairan menjadi

2 yaitu atas transudat atau eksudat. Transudat hasil dari

ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah
hasil dari peradangan pleura atau drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa kasus
mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan eksudat.1,2,3
1. Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:
a. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat.
Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid
osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi reabsorpsinya oleh pleura
lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
1.
2.
3.
4.

Meningkatnya tekanan kapiler sistemik


Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:


a. Gagal jantung kiri (terbanyak)
b. Sindrom nefrotik
c. Obstruksi vena cava superior
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk
melalui saluran getah bening)
b. Exusadat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang permeabelnya
abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Bila terjadi
proses peradangan makapermeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga
pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium
tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.Protein yang terdapat dalam
cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah
bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentasi
protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.

Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)


Tumor pada pleura
Iinfark paru,
Karsinoma bronkogenik
Radiasi,
Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).

2.6 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui
kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga
terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi. Kemampuan untuk reabsorpsinya
dapatmeningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang
(produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura. 1,2,3,4
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura.Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai
filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic
plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam
rongga pleura.Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.Pergerakan
cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaantekanan
hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan
hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel
mesothelial.1,2,3,4
Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh peradangan. Bila proses
radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila
proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. 1,2,3,4
penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:
1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan
pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal
jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.

2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena
obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis.
3. Meningkatnya kadar proteindalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan
masuk ke dalam rongga pleura
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi
cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena
untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan
cairan limfe, gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya.
Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan
penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar
mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal nafas.
Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)
60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) 50 mmHg melalui pemeriksaan
analisa gas darah.

2.7 Manifestasi Klinis


Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia
akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat
mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Pada
kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan ,dan berat
badan yang menurun seperti pada efusi yang lain. 1,2,3,4,5
Dari anamnesa didapatkan :
a.

Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan pleuritis
disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya meningkat,

b.
c.

terutama kalau cairannya penuh


Rasa berat pada dada
Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan proses
tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis

d.

Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)


a.
b.
c.
d.
e.

Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal


Vokal fremitus menurun
Perkusi dull sampal flat
Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang
Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada treakhea

Nyeri dada pada pleuritis :


Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh
bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis
yang inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada
tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :
1.

Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis

2.

intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.


Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan
nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuatdiagnosa efusi pleura antara lain :4,5,6
1.

Rontgen dada
Roentgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis

efusi pleura yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.Foto dada juga dapat menerangkan asal
mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor,
adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, dan adanya densitas parenkim yang lebih
keras pada pneumonia atau abses paru.
2.

USG Dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan. Jumlahnya sedikit

dalam rongga pleusa. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penuntun waktu melakukan
aspirasi cairan dalam rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.

3.

CT Scan Dada
CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan

sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Selain itu juga
bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya saja pemeriksaan ini tidak
banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.
4.

Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan

pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis. Torakosentesis


adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam
rongga dada di bawah pengaruh pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk
diuagnostik maupun terapeutik.
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk.
Aspirasi dilakukan toraks, pada bagian bawah paru di sela iga v garis aksilaris media dengan
memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi
1000 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan aspirasi berulang-ulang
daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau
edema paru.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang

terlalu cepat. Mekanisme

sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang
tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang
abnormal.
5.

Biopsi Pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya maka dilakukan biopsi

dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk dianalisa. Pemeriksaan histologi satu atau
beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50 -75% diagnosis kasus-kasus pleuritis
tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat
dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi
biopsi antara lain pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.

6.

Analisa cairan pleura


Untuk diagnostic cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-xanthoctrorne.Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru,
keganasan.adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak
purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan
adanya abses karena ameba
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Perbedaan
- Kadar protein dalam efusi (g/dl)
- Kadar protein dalam efusi
Kadar protein dalam serum

Transudat

Eksudat

< 3.

> 3.

< 0,5

> 0,5

< 200

> 200

< 0,6

> 0,6

< 1,016

> 1,016

negatif

positif

- Kadar LDH dalam efusi (I.U)


- Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam Serum
- Berat jenis cairan efusi
- Rivalta

Di. samping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia diperiksakan juga pada
cairan pleura :
-

kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,


artitis reumatoid dan neoplasma

kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis


adenokarsinoma.

c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit
pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
-

Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksi akut.

Sel limfosit : Menunjukkan adanya infeksi kronik sepertipleuritis tuberkulosa


atau limfomamalignum

Sel mesotel

: Bila jumlahnya meningkat, inimenunjukkanadanyainfark

paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.


-

Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma

Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid

Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik

d. Bakteriologi
Biasanya

cairan

pleura

steril,

tapi

kadang-kadang

dapat

mengandung

mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi


yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis
kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah : Pneumokok, E. coli,
Kleibsiella, Pseudomonas, Entero-bacter.
Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat
menunjukkan yang positif sampai 20%.
Pemeriksaan Laboratorium terhadap cairan pleura dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Pemeriksaan Laboratorium Terhadap Cairan Pleura :
Hitung sel total

Hitung diferensial, hitung sel darah merah, sel


jaringan

Protein total

Rasio protein cairan pleura terhadap seum > 0,5

menunjukkan suatu eksudat


Laktat dahidrogenase

Bila terdapat organisme, menunjukkan empiema

Pewarnaan Gram dan


tahan asam

Biakan
Biakan kuman aerob dan anerob, biakan jamur
dan mikobakteria harus ditanam pada lempeng
Glukosa

Amylase
pH

Glukosa yang rendah (< 20 mg/dL) bila gula


darah normal menunjukkan infeksi atau penyakit
reumatoid

Meningkat pada pankreatitis, robekan esofagus

Sitologi

Efusi parapneumonik dengan pH > 7,2 dapat


diharapkan untuk sembuh tanpa drainase kecuali
bila berlokusi. Keadaan dengan pH < 7,0
menunjukkan infeksi yang memerlukan drainase
atau adanya robekan esophagus.

Hematokrit

Dapat mengidentifikasineoplasma
Pada cairan efusi yang banyak darahnya, dapat
membantu membedakan hemotoraks dari
torasentesis traumatik

Komplemen
Dapat rendah pada lupus eritematosus sistemik
Preparat sel LE
Bila positif, mempunyai korelasi yang tinggi
dengan diagnosis lupus aritematosus sistemik

7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-kasus neoplasma, korpus
alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain
8. Scanning Isotop
Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan emboli paru.
9. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)
Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau tuberculosis
pleura.Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding dada (dengan resiko kecil
terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan dengan memakai penghisap dan udara
dimasukkan supaya bias melihat kedua pleura. Dengan memakai bronkoskop yang
lentur dilakukan beberapa biopsy.

2.9

Diagnosa

1.

Anamnesis dan gejala klinis


Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita membatasi pergerakan

rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur miring ke sisi yang sakit. Selain itu sesak napas
terutama bila berbaring ke sisi yang sehat disertai batuk batuk dengan atau tanpa dahak. Berat
ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah cairan efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai
dengan penyakit yang mendasarinya
2.
Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung selain melebar dan
kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal melemah, redup sampai pekak pada perkusi,
dan suara napas lemah atau menghilang. Jantung dan mediastinum terdorong ke sisi yang sehat.
Bila tidak ada pendorongan, sangat mungkin disebabkan oleh keganasan
3.
Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam mendiagnosis efusi pleura,
tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam menentukan penyebabnya. Secara radiologis jumlah
cairan yang kurang dari 100 ml tidak akan tampak dan baru jelas bila jumlah cairan di atras 300
ml.

Foto toraks dengan posisi Posterioe Anterior akan memperjelas kemungkinan adanya
efusi pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak perselubungan masif dengan pendorongan
jantung dan mediastinum ke sisi yang sehat.
4.
Torakosentensi
Tujuan torakosentesis (punksi pleura) di samping sebagai diagnostik juga sebagai terapeutik.

2.10

Penatalaksanaan
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan pleura akan

menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa macam pengobatan atau tindakan yang
dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah sebagai berikut :1,2,3,4,5,6
1.

Obati penyakit yang mendasarinya


a. Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleurahempotoraks biasanya dikeluarkan melalui
sebuah selang.Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu
memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan streptodornase).Jika perdarahan
terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu
dilakukan tindakan pembedahan

b. Kilotoraks
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah
bening.Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang
menyumbat aliran getah bening.
c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.Jika nanahnya
sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih
sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang
selang yang lebih besar.Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan
terluar dari pleura (dekortikasi).
d. Pleuritis TB.

Pengobatan

dengan

obat-obat

antituberkulosis

(Rimfapisin,

INH,

Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara


pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini
menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembalai, tapi untuk menghilangkan eksudat
ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis.Umumnya cairan diresolusi dengan
sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik
(Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis diturunkan). (2)
2.

Torakosentesis
Keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega); jangan lebih 1-1,5 liter

pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan
waktu antara 20-30 menit. Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya.
Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk tujuan
terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa indikasi.
a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan tertekan pada
b.

dada.
Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan mendorong dan
menekan jantung dan alat mediastinum lainnya, yang dapat menyebabkan kematian

3.

c.

secara tiba-tiba.
Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah melewati masa 3

d.

minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan sudah berubah menjadi pyotoraks.
Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6 minggu, namun

cairan masih tetap banyak.


Chest tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik dipasang selang dada

(chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan lambat tapi sempurna. Tidaklah bijaksana
mengeluarkan lebih dari 500 ml cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam
sebelum 500 ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan distres pada
pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru. 2
4.
Pleurodesis
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan mencegah
penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren
seperti pada efusi karena keganasan Sebelum dilakukan pleurodeSis cairan dikeluarkan terlebih
dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan mengembang

Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang dimasukkan ke dalam rongg
pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung pada kemampuan untuk menimbulkan fibrosis dan
obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk keperluan pleurodesis ini
yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, 5 Fluro urasil, perak nitrat, talk,
Corynebacterium parvum dan tetrasiklin Tetrasiklin merupakan salah satu obat yang juga
digunakan pada pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah tidak ada
lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg yang sudah dilarutkan dalam
20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti segera dengan 10
ml larutan garam fisiologis untuk pencucian selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk
mengurangi rasa sakit atau dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1 jam sebelum dilakukan
pleurodesis. Kemudian kateter diklem selama 6 jam, ada juga yang melakukan selama 30 menit
dan selama itu posisi penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga
pleura. Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut. 2
5.
Pengobatan pembedahan mungkin diperukan untuk :
a. Hematoraks terutama setelah trauma
b. Empiema
c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis; tindakan ini jarang dilakukan kecuali
pada efusi pleura yang telah mengalami kegagalan setelah mendapat tindakan WSD,
pleurodesis kimiawi, radiasi dan kemoterapi sistemik, penderita dengan prognosis yang
d.

buruk atau pada empiema atau hemotoraks yang tak diobati


Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu menghubungkan rongga
pleura dengan rongga peritoneum sehingga cairan pleura mengalir ke rongga peritoneum.
Hal ini dilakukan terutama bila tindakan torakosentesis maupun pleurodesis tidak
memberikan hasil yang memuaskan; misalnya tumor atau trauma pada kelenjar getah
bening. 2

2.11

Komplikasi

1. Infeksi.
Pengumpulan
infeksi

(empiema

cairan
primer),

dalam
dan

efusi

ruang
pleura

pleura
dapat

dapat
menjadi

mengakibatkan
terinfeksi

setelah

tindakan torasentesis {empiema sekunader).Empiema primer dan sekunder harus didrainase dan
diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik. Antibiotika awal dipilih gambaran
klinik. Pilihan antibiotika dapat diubah setelah hasil biakan diketahui. 2

2. Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru-paru

dapat mengurangi ventilasi denganmembatasi

pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadi sumber infeksi kronis,
menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-reseksipleura lewat pembedahan-mungkin diperlukan
untuk membasmi infeksidan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi paling baik
dilakukandalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena selamajangka waktu ini
lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan baik(fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih
mudah.1,3,5

2.12

Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi

itu.Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobantan lebih dini akan lebih jauh
terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini.
Efusi ganas menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup
rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun.Efusi dari kanker yang
lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin untuk
dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari
kanker paru-paru atau mesothelioma.
Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di sembuhkan
tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonikyang tidakterobati atau tidak
tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis konstriktif.4,5

BAB IV
KESIMPULAN

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit,
akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam
rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan
pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi
pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi darah.
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia
akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat
mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Pada
kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan ,dan berat
badan yang menurun seperti pada efusi yang lain
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan pleura akan
menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Ada beberapa macam pengobatan atau tindakan
yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar Lampung.
2. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
3. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, Jilid II, edisi
ke-3, Gaya Baru.Jakarta.2001; 927-38
4. HANLEY, M. E. & WELSH, C. H. 2003. Current diagnosis & treatment in pulmonary
medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies.
5. Rofiqahmad. 2001. Thorax. http://emedicine.medscape.com/article/299959-overviewdiakses
tanggal 8 Mei 2013
6. Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit
FK UI
7. Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit
FK UI
8. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
9. Rofiqahmad. 2008. Thorax. http://www.efusi pleura/080308/thorax/weblog.htm. diakses
tanggal 13 Maret 2008 jam 13.20 WIB
10. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarths, Ed8.
Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.

Anda mungkin juga menyukai