Anda di halaman 1dari 16

1

TONGKOL JAGUNG (Zea mays L.) SEBAGAI BAHAN DASAR


BIOETANOL MELALUI PROSES HIDROLISIS SELULOSA DAN
FERMENTASI Saccharomyces cereviceae
Shoimatun Febriyani
Semarang State University
Abstract
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung
komponen gula, pati, maupun selulosa. Bioetanol biasanya dimanfaatkan
sebagai bahan untuk membuat minuman keras, untuk keperluan medis, sebagai
zat pelarut, dan yang sedang popular saat ini adalah pemanfaatan bioetanol
sebagai bahan bakar alternatif. Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar
dicampur dengan bensin yang biasa disebut gasohol.

Biomassa tongkol jagung merupakan sampah yang sejauh ini masih


belum banyak dimanfaatkan menjadi produk yang memiliki nilai tambah (added
value). Tongkol jagung yang termasuk biomassa mengandung lignoselulosa
sangat dimungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi bioetanol karena memiliki
kandungan selulosa yang cukup banyak. Penelitian ini bertujuan untuk
memanfaatkan biomassa tongkol jagung menjadi bioetanol.
Pembuatan
melalui

bioetanol

dengan

bahan

dasar

tongkol

jagung

ini

tiga tahapan proses yaitu proses hidrolisis, fermentasi dan distilasi.

Proses hidrolisis mengubah selulosa menjadi glukosa, proses fermentasi


mengubah

glukosa menjadi etanol dengan bantuan bakteri Saccharomyces

cereviceae yang terkandung pada ragi roti. Proses distilasi merupakan proses
pemurnian untuk meningkatkan kadar etanol yang dihasilkan pada proses
fermentasi. Reaktor bioetanol terdiri dari rangkaian tangki fermentasi dan
rangkaian alat distilasi yang meliputi tangki distilator atau tangki pemanasan dan
kondensor.

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kebutuhan energi bahan bakar yang berasal dari eksplorasi fosil terus
meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan industri dan ekonomi. Hal
tersebut dapat menjadi masalah ketika negara belum bisa mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar fosil atau bahan bakar minyak (BBM),
sedangkan cadangan sumber energi tersebut makin terbatas. Fluktuasi suplai dan
harga minyak bumi yang terjadi seharusnya membuat kita sadar bahwa jumlah
cadangan minyak semakin menipis. Kebijakan mengurangi konsumsi energi
bukan merupakan langkah tepat. Karena jumlah penduduk yang banyak juga kan
berumpan balik dengan penggunaan energi yang banyak.
Karena konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua sisi
yang

saling mempengaruhi, diperlukan kehati-hatian dalam menerapkan

kebijakan energi agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Supaya perekonomian


dunia lebih stabil, penggunaan sumber energi alternatif dengan bahan baku nonfosil seperti bahan bakar dari sumber nabati dapat menjadi solusi yang baik.
Pembakaran bahan bakar fosil juga akan menghasilkan gas CO 2 kelamaan akan
menumpuk di atmosfer, sehingga menyebabkan suhu bumi meningkat (green
house effectt). Oleh karena itu, pemakaian suatu bahan bakar terbarukan yang
lebih aman dan ramah lingkungan merupakan suatu hal alternatif

dalam usaha

inovasi penghematan energi secara realistis. Sehingga bahan yang disebut limbah
dapat dimanfaatkan sehingga tidak terbuang secara sia-sia.
Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang dalam beberapa tahun
terakhir dikenal luas oleh masyarakat. Sebagaimana dikutip dalam Sri Komarayati
dan Gusmila, 2010 Bioetanol merupakan salah satu biofuel yang hadir sebagai
alternatif yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya terbarukan. Merupakan bahan
bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan yang memiliki keunggulan karena
mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18%, dibandingkan dengan emisi bahan
bakar fosil seperti minyak tanah.
Bioetanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung
pati atau karbohidrat. Sumber bahan baku energi alternatif tersebut umumnya

berasal dari tanaman pangan, seperti singkong, ubi jalar, tebu, jagung, dan lainlain. Namun, penggunaan bahan

pangan sebagai energi alternatif dapat

menimbulkan masalah baru yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan.


Sebagai contoh, hanya untuk

memproduksi 1 liter bioetanol dari ubi kayu

dibutuhkan sekitar 6,5 kg ubi kayu.

Hal ini tentu saja dapat mengancam

ketahanan pangan nasional, dan bahkan mungkin dunia.


Di Indonesia, jagung merupakan komoditas pangan dengan tingkat
permintaan yang terus meningkat. Sebagaiman dikutip oleh Susilowati, 2011
Badan Pusat Statistik (2008) memperkirakan pada tahun 2008 produksi jagung
pipil kering di Indonesia sebanyak 14.854.050 ton. Jumlah ini dihasilkan oleh
propinsi-propinsi penghasil jagung terbesar seperti Jawa Timur, Jawa Tengah,
Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, NTT, dan Gorontalo. Pada industri
jagung pipil, akan dihasilkan limbah organik antara lain adalah limbah tongkol
jagung. Sekarang ini, diketahui pula ternyata bioetanol dapat diproduksi dari
bahan baku tanaman yang mengandung selulosa. Tongkol jagung mengandung
selulosa sekitar 44,9 %. Jika umumnya jagung mengandung kurang lebih 30 %
tongkol jagung, jumlah tongkol jagung di Indonesia pada tahun 2008 adalah
sebanyak 6.366.021 ton. Padahal, setelah pemipilan biji, tongkol jagung dibuang
dan menjadi limbah. Hal tersebut tentu saja akan menambah jumlah limbah tidak
bermanfaat yang merugikan lingkungan jika tidak ditangani dengan benar.
Ekstraksi tongkol jagung menjadi xilan akan menghasilkan hasil samping
berupa fraksi selulosa. Fraksi selulosa sebagai komponen terbesar dari tongkol
jagung dan merupakan hasil samping ekstraksi hemiselulosa belum dimanfaatkan
lebih lanjut. Padahal dengan pengolahan lanjut menggunakan hidrolisa baik secara
enzimatis maupun asam dapat menghasilkan gula-gula sederhana terutama
heksosa (glukosa dan manosa) dan difermentasi lanjut dengan mikroorganisme
akan menghasilkan etanol. Pada umumnya kesulitan produksi alcohol dari bahan
lignoselulosik seperti tongkol jagung adalah adanya perlakuan awal yang mahal
seperti penghilangan lignin, pemisahan komponen dan hidrolisis sebelum
fermentasi.

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara mengembangkan sumber energi terbarukan dari bahan
dasar tongkol jagung ?
2. Bagaimana potensi limbah jagung sebagai bahan dasar pembuatan
bioetanol ?
TUJUAN
1. Untuk mengetahui cara mengembangkan sumber energi terbarukan dari
bahan dasar tongkol jagung
2. Untuk mengetahui potensi limbah jagung sebagai bahan dasar pembuatan
bioetanol.

MANFAAT PENULISAN
1. Bagi penulis : menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sumber
energi terbarukan dari limbah tongkol jagung sebagai bahan bakar
alternatif.
2. Bagi pembaca : memberikan pengetahuan tentang pembuatan bioetanol
berbahan dasar limbah tongkol jagung sebagai bahan bakar alternatif.
Meningkatkan rasa hemat dalam menggunakan bahan bakar, serta
membuka peluang bisnis.
3. Bagi Pemerintah : memberikan masukan kepada pemerintah agar dapat
mempertimbangkan penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif
dengan bahan dasarlimbah tongkol jagung.

GAGASAN KHUSUS
Kondisi kekinian (permasalahan)
Permasalahan energi di Indonsia sama seperti yang dihadapi dunia. Jika
tidak ada penemuan ladang minyak dan kegiatan eksplorasi baru, cadangan
minyak di Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
selama 18 tahun mendatang. Sementara itu, cadangan gas cukup untuk 60
tahun dan batu bara sekitar 150 tahun. Hal tersebut juga menyebabkan
Indonesia menjadi negara pengimpor minyak mentah sampai sekarang.
Setidaknya, ada tiga jalan keluar dari hal ini. Pertama, mencari ladang minyak
baru; kedua, menggunakan energi secara efisien; dan ketiga, mengembangkan
sumber energi terbaharukan, seperti sinar matahari, panas bumi, air, angin, dan
bahan bakar nabati (biofuel). Hal yang paling mungkin dilakukan sekarang
adalah mengembangkan sumber energi terbaharukan, contohnya bioetanol dari
tongkol jagung.
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung
komponen gula, pati, maupun selulosa. Bioetanol biasanya dimanfaatkan
sebagai bahan untuk membuat minuman keras, untuk keperluan medis, sebagai
zat pelarut, dan yang sedang popular saat ini adalah pemanfaatan bioetanol
sebagai bahan bakar alternatif. Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar
dicampur dengan bensin yang biasa disebut gasohol.

Bioetanol saat ini yang diproduksi umumnya berasal dari Bioetanol


generasi pertama, yaitu bioetanol yang dibuat dari pati-patian (jagung,
singkong, gandum) atau dibuat dari gula (tebu, molase, nira), jika
menggunakan bahan yang mengandung pati patian yang kebanyakan bahanbahan tersebut adalah bahan yang dijadikan sebagai bahan pangan maka
sangatlah memungkinkan jika memanfaatkan bahan baku dari tongkol jagung
yang keberadaanya sangat melimpah di Indonesia dan hanya sebagai limbah.
Jagung adalah tanaman sejenis rumput-rumputan yang berasal dari
Meksiko, Amerika Tengah. sebuah fosil teosinte, sejenis rumput liar yang
diyakini sebagai nenek moyang jagung ditemukan didekat Mexico City. Istilah

teosinte menjelaskan seluruh speseis dari genus zea. Perkembangan tanaman


diperkirakan berlangsung sejak 7500 tahun yang lalu. Tanaman ini tersebar
dibenua Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika.
Sekitar abad ke-60, jagung disebar luaskan oleh orang Portugal ke Asia
termaksud Indonesia. Di Indonesia jagung merupakan tanaman pangan penting
kedua setelah padi dan terdapat hampir diseluruh kepulauan Indonesia. Tanaman
relatif mudah dibudidayakan dan dapat tumbuh di semua jenis tanah kecuali
tanah liat dan pasir. Kondisi tanah yang dibutukan adalah subur, gembur dan kaya
humus sehingga jagung mudah tumbuh didataran rendah sampai dataran tinggi
(ketinggian 0-1300) dari permukaan laut, didaerah beriklim sedang dan daerah
beriklim tropis basah. Curah hujan optimal untuk pertumbuhan adalah 85-100
mm/bulan merata sepanjang tahun. Budidaya jagung dapat dilakukan secara
monokultur atau tumpang sari dengan tanaman.
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari
keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika
melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang
Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda
menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn.
Menurut Rukmana (1997), klasifikasi tanaman jagung (Zea mays L.) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae (Graminae)
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.

Gambar 1. Jagung dan Tongkol Jagung


Selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan, pembuatan bioetanol dari
bahan dasar tongkol jagung

ini juga dapat membantu masyarakat dalam

memenuhi kebutuhan energinya. Keuntungan lainnya, bioetanol lebih ramah


lingkungan jika dibandingan dengan bahan bakar fosil sehingga dapat mengurangi
polusi udara akibat penggunaan bahan bakar.

Gambar 2. Porsi pemenuhan konsumsi energi primer di Indonesia (Blue Print


Pengelolaan Energi Nasional 2005 2025, Lampiran K, Jakarta, 2005
dalam Wijaya (2012))
Metode-metode yang pernah dilakukan
Jagung (Zea mays) adalah merupakan tanaman pangan yang penting di
Indonesia. Pada tahun 2006, luas panen jagung adalah 3,5 juta hektar dengan
produksi rata-rata 3,47ton/ha, produksi jagung secara nasional 11,7 juta ton.
Menurut Prasetyo (2002) sebagaimana dikutip oleh Teguh dkk. (2008) limbah
batang dan daun jagung kering adalah 3,46 ton/ha sehingga limbah pertanian yang
dihasilkan sekitar 12.1juta ton. Dengan konversi nilai kalori 4370 kkal/kg
(Sudradjat, 2004) potensi energi limbah batang dan daun jagung kering Residue to
Product Ratio (RPR) tongkol jagung adalah 0,273 (pada kadar air 7,53%) dan
nilai kalori 4451 kkal/kg (Koopmans and Koppejan, 1997; Sudradjat, 2004).
Potensi energi tongkol jagung adalah 55,75 GJ.

Potensi energi limbah pada

komoditas jagung sangat besar dan diharapkan akan terus meningkat sejalan
dengan program pemerintah dalam meningkatkan produksi jagung secara
nasional. Namun, limbah jagung memiliki banyak kegunaan, diantaranya adalah
untuk pakan ternak, dalam hal ini pemerintah telah mencanangkan program
pengembangan peternakan secara terintegrasi (Crop Livestock System/ CLS).
Oleh karena itu, optimasi pemanfaatan limbah jagung sangat diperlukan untuk
mendapatkan keuntungan yang optimal. Untuk memperkirakan potensi riil energi
limbah jagung, penggunaan tongkol jagung untuk keperluan bahan bakar sekitar
90% sedangkan limbah batang dan daun sekitar 30% dari potensi yang ada.

Gambar 3. Potensi riil energi limbah jagung di Indonesia


tahun 2006
Sifat tongkol jagung yang memiliki kandungan karbon yang
tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mengeringkan
6 ton jagung dari kadar air 32.5% sampai 13.7% bb selama 7 jam
diperlukan sekitar 30 kg tongkol jagung kering per jam (Alkuino
2000).

Tabel 1. Analisis kimia tongkol jagung (Lachke, 2002)

Pada

penelitian

yang

dilaksanakan

oleh

I.

Riwayati

prosedur

penelitiannya adalah sebagai berikut Bonggol jagung dihancurkan dan digiling


kemudian direndam dalam larutan asam sulfat 1% selama satu malam dengan
konsentrasi 5% berat. Slurry hasil perendaman kemudian dimasukkan kedalam
fluidised sand bath reaktor dan dipanaskan hingga 140 derajat selama 40 menit.
Slurry hasil pretreatment dihidrolisa dengan rasio enzim-substrat, dan konsentrasi
padatan sesuai variabel dalam 50 ml larutan buffer acetate. Larutan di preinkubasi
pada suhu 50 derajat didalam air menggunakan orbital shaker bath pada 150 rpm
selama 10 menit. Enzim ditambahkan untuk memulai reaksi hidrolisis segera
setelah proses aklimatisasi. Sampel diambil untuk dianalisa kadar glukosanya
setiap 6 jam sekali.
Rancangan proses hidrolisa enzimatis bonggol jagung sesuai dengan rasio enzimsubstrat yang akan digunakan dan PH sehingga masing-masing dari 16 buah
running serta empt jenis variabel sehingga tiap buah memiliki kadar glukosa (%)
yang berbeda-beda.
Dari respon yang diperoleh dari perhitungan tersebut dianalisa nilai yang
paling signifikan merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap
percobaan A , adalah variabel rasio enzim substrat ; B : variabel rasio limbah
jagung-air ; C : variabel pH ; dan D : variabel waktu . Dari tabel hasil analisa
respon terhadap variabel dapat dilihat bahwa variabel A C mempunyai nilai yang
paling signifikan sebesar 2,02225 . Dengan demikian dapat diambil suatu

1
0

kesimpulan bahwa variabel A ( rasio enzim-substrat ) dan variabel C ( pH ) ,


merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam percobaan ini. Semakin tinggi
rasio-substrat dengan PH yang relatif kecil akan meningkatkan kadar glukosa.
Sehingga Bioetanol yang dihasilkan akan lebih maksimal jika kadar glukosa
dalam jumlah yang cukup.
Menurut Martin dkk, 1983 sebagaimana dikutip oleh Fitriani dkk, 2013
Etanol atau etil-alkohol, C2H5OH, merupakan suatu senyawa organik yang
tersusun dari unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen . Etanol ini dapat
diperoleh dari bahan baku nabati dengan cara fermentasi sehingga lebih dikenal
dengan nama bioetanol. Bioetanol adalah etanol yang diperoleh dari hasil olahan
fermentasi

bahan-bahan

yang mengandung komponen pati, gula, atau

serat selulosa. Khamir yang sering digunakan pada proses fermentasi etanol
secara

industri

adalah

Saccharomyces

cerevisiae,

S.

uvarium,

Schizosaccharomyces sp., dan Kluyveromyces sp. Khamir ini mampu mengubah


berbagai substrat gula menjadi bioetanol, tergantung spesies yang digunakan.
Secara umum, mikroorganisme ini dapat tumbuh dan memfermentasi gula
0

menjadi etanol secara efisien pada pH 3,5- 6,0 dan suhu 28-35 C.
Menurut Tata Chemiawan, 2007 sebagimana dikutip olh Fitriani dkk, 2013
Fermentasi alkohol pada dasarnya adalah suatu cara produksi alkohol (etanol)
menggunakan bantuan mikroorganisme. Alkohol yang dihasilkan sering disebut
sebagai

bioetanol.

Dalam perkembangannya produksi alkohol yang paling

banyak digunakan adalah metode fermentasi dan destilasi. Proses hidrolisis


senyawa selulosa pada tongkol jagung memiliki beberapa cara yaitu secara kimia
maupun enzimatis. Hambatan proses

hidrolisis selulosa baik secara asam

maupun enzimatis adalah karena strukturnya berbentuk kristalin dan lignin yang
berfungsi sebagai pelindung selulosa (Judoamidjojo et al., 1989). Masalah
tersebut dapat diatasi dengan pemberian

perlakuan

pendahuluan terhadap

bahan yang akan dihidrolisis.


Penelitian yang dilakukan oleh Firiani dkk, 2013 menggunakan metode
Delignifikasi dan Fermentasi prosedur yang dilakukan adalah Menimbang serbuk
tongkol jagung sebanyak 10 gram, kemudian dimasukkan ke

dalam

gelas

1
1

kimia. Larutan natrium hidroksida

dengan

konsentrasi

10%. Parameter

yang diamati adalah rendemen selulosa tongkol jagung. Sebanyak 100 ml


NaOH ditambahkan ke dalam gelas kimia yang

berisi

serbuk

tongkol

jagung, kemudian diaduk dengan rata sampai merendam serbuk tongkol jagung.
Perendaman dilakukan selama 12, 16, 20, 24, 28, dan 32 jam. Setelah itu,
disaring dengan menggunakan kain saring. Endapan dicuci dengan air sampai
pH 7 selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri, dikeringkan pada suhu
ruang. Perlakuan hasil delignifikasi waktu dan konsentrasi terbaik dilakukan pada
proses hidrolisis. Menimbang serbuk tongkol jagung yang telah didelignifikasi
sebanyak 5 gram, dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan larutan asam
sulfat

10%

sebanyak

75

ml.

Proses hidrolisis dilakukan pada suhu

100 C selama 210 menit. Produk hasil hidrolisis disaring dan ditambahkan
dengan natrium hidroksida sampai pH 4,5. Selanjutnya ditambahkan larutan
kalsium klorida jenuh untuk menghilangkan sulfat pada hidrolisat. Parameter
yang diamati adalah kadar glukosa. Pengukuran kadar glukosa dengan
menggunakan sakarometer. Setelah dilakukan proses hidrolisis selanjutnya akan
dilakukan proses netralisasi

menggunakan

natrium hidroksida untuk

mempertahankan pH optimum, yaitu pH 4,5-5. Selanjutnya, larutan hasil


netralisasi ditambahkan kalsium klorida untuk menghilangkan sisa sulfat yang
ada pada larutan.
Untuk

mengetahui

pengaruh delignifikasi

pada

proses

produksi

Gambar 4

Kurva

hasil

pengukuran

berat selulosa terhadap waktu perendaman

Hasil yang diperoleh (Gambar 1) menunjukkan berat selulosa terendah


diperoleh pada waktu perendaman 12 jam yaitu 2,452 g dan yang tertinggi

1
2

pada waktu 28 jam yaitu 5,729 g.

Grafik antara waktu perendaman dan

rendemen selulosa menunjukkan pola perubahan dengan waktu perendaman


bahwa semua perlakuan pada waktu perendaman optimum adalah 28 jam. Hal
ini diduga disebabkan terjadi interaksi antara senyawa lignin dan pelarut
NaOH

yang digunakan. Hidrolisat yang dihasilkan dari proses hidrolisis

selulosa tongkol jagung yaitu glukosa sebesar 43%.

Larutan glukosa hasil

hidrolisis selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 50% hingga pH-nya berkisar


4,5.
Kadar Etanol

Hidrolisis

Pada Proses Fermentasi Menggunakan

S. cereviceae Amobil
Proses fermentasi pada penelitian ini menggunakan sel amobil (sel
immobilisasi). Khamir yang akan digunakan ditumbuhkan pada media agar
menggunakan alginat, kemudian dicetak dengan menggunakan spoit yang
diteteskan pada larutan CaCl2. Larutan CaCl2 berfungsi untuk merekatkan
bagian luar manik-manik agar tidak mudah pecah. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ikbal dkk, (2010), bahwa campuran
nutrisi

(gel

media

alginat) dicetak ke dalam larutan CaCl2 dalam pembuatan sel

amobil. Gel yang terbentuk berupa manik-manik disaring dan dimasukkan ke


dalam larutan hidrolisat tongkol jagung. Proses fermentasi ini bersifat anaerob
dengan pH substrat 4,5. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
bebebrapa peneliti dalam proses fermentasi, pH substrat dipertahankan pada
pH 4,5 5,0. Usaha

yang

dilakukan

dalam proses fermentasi

adalah

memperpanjang waktu fermentasi, yakni fermentasinya berlangsung selama


48 jam (relative sama dengan fermentasi sel ragi bebas). Hasil yang diperoleh
menunjukkan terdapat alkohol dalam produk fermentasi sebesar 6,0 %.
Upaya promosi yang telah dilakukan
Prasetyo, 2002; Ditjen. Peternakan, 2003 sebagimana dikutip oleh Teguh
dkk, 2008 bahwa Jagung memiliki banyak kegunaan, diantaranya yaitu: daun
sebagai hijauan pakan ruminansia, biji jagung sebagai sumber energi ternak
unggas, sedangkan limbah jagung lainnya seperti kulit jagung, bonggol jagung dan
dedak jagung dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pemanfaatan tongkol
jagung untuk pakan ternakmelalui proses fermentasi dengan cara mencampur

1
3

tongkol jagung dengan bakteri trikoderma dan gula pasir.


Sebuah perusahaan di Iowa, AS berhasil memanfaatkan tongkol jagung
sebagai berbagai produk yang ramah lingkungan. Tongkol memiliki sifat-sifat
seperti salah satu bagiannya keras dan sebagian bersifat menyerap (absorbent),
juga sifat- sifat yang merupakan gabungan beberapa sifat, seperti: tidak terjadi
reaksi kimia bila dicampur dengan zat kimia lain (inert), dapat terurai secara alami
dan ringan sehingga tongkol jagung berupakan bahan ideal campuran pakan,
bahan campuran insektisida dan pupuk. Serta dapat digunakan sebagai alas hewan
peliharaan karena alami, bersih dan dapat mengurangi bau tidak sedap
(www.ciras.iastate.edu/iof).

Di Indonesia payung hukum pengembangan biofuel sudah cukup jelas


seperti Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional, Inpres No 1
tahun 2006 tentang Intruksi Presiden kepada instansi/lembaga terkait di pusat (13
kementrian) dan daerah (gubernur dan bupati) dalam rangka penyediaan dan
pemanfaatan BNN/Perpres No 10 tahun 2006 tentang Tugas. Timnas
pengembangan BBN, Undang-undang No 30 tahun 2007 tentang amanat kepada
pemerintah untuk meningkatkan penggunakan energi terbarukan. Undang-undang
kemudian diperkuat lagi oleh peraturan Menteri (PERMEN) ESDM nomor 32
tahun 2008 yang memuat mandatori BBN di Indonesia. Meskipun sudah banyak
undang-undang dan peraturan yang mengatur tentang penggunaan energi
terbarukan, namun fakta yang terjadi di lapangan penggunaan biofuel, khususnya
bioetanol masih jauh dari keinginan kita. Pengguna kendaraan di Indonesia masih
senang menikmati BBM bersubsidi karena harganya yang relatif murah dan dapat
diperoleh dengan mudah daripada menggunakan BBM bercampur BBN atau
BBN murni yang lebih mahal. (Wijaya, 2008)
Untuk mewujudkan adanya penggunaan biofuel di kalangan masyarakat
perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang energi terbaru pengganti
bahan bakar sehingga penggunaan enegi bisa tercukupi sebagaimana mestinya.
Karena limbah tongkol jagung yang tadinya dikira sampah dapat digunakan
sebuah inovasi baru yang sangat menunjang kehidupan di bumi. Tidak hanya itu
pula, penggunaan BNN dapat menjadikan kendaraan yang kita gunakan lebih
ramah lingkungan dan dalam penggunaanya diperlukan proses yang cukup rumit

1
4

dibandingkan degan BBM. BBM yang lama kelamaan akan habis jika digunakan
terus-menerus sehingga perlu adanya inovasi dan respon positif, baik Masyarakat
maupun pemerintah.
Sosialisasi kepada masyarakat digunakan untuk meyakinkan bahwa tongkol
jagung dapat digunakan sebagai pengganti BBM. Sehingga kekhawatiran tentang
habisnya bahan bakar bisa dikendalikan. Namun ada umpan baliknya harga
bahan bakar nabati cenderung lebih mahal dibandingkan dengan bahan bakar
minyak. Upaya promosi yang dilakukan berdampak sesuai dengan sesuai tujuan
gagasan ini yaitu untuk mengurangi pencemaran akibat buangan limbah tongkol
jagung, meningkatkan pemanfaatan limbah sebagai bahan dasar pembuatan
bioetanol dan untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan.
Dari pihak Pemerintah seharusnya merealisasikan tentang upaya adanya
biofuel berupa bioetanol untuk pemanfaatan limbah sebagai bahan dasar serta
penggunaan energi yang ramah lingkungan. Peratuaran perundang-undangan dari
pemerintah seharusnya memberikan keputusan dan mandat sehingga dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
Upaya preventif yang telah dilakukan
Upaya ini dilakukan sebagai langkah persiapan/pencegahan agar bahan dasar
yang dibutuhkan dalam pembuatan bioetanol dapat dimanfaatkan dengan baik. Sehingga
persediaan bioetanol dapat digunakan dalam jumlah yang banyak. Kita sudah ketahui
bahwa sebelumnya bahwa bahan dasar yang kita gunakan untuk pembuatan etanol ini
adalah limbah tongkol jagung yang memang sudah tidak digunakan agi dan mungkin
tongkol jagung ini dianggap samapah bagi sebagian orang. Agar jagung memiliki kualitas
yang baik dan bermutu tinggi sehingga mempunyai kandungan glukosa yang tinggi
sehingga kadar dalam pembuatan bioetanol dapat tercukupi. Maka harus dilakukan
budidaya jagung yang nantinya tongkolnya dapat digunakan sebagai bahan dasar
bioetanol. Untuk itu wajar kita ketahui karakteristik apa saja yang menjadikan jagung
tumbuh subur dengan kualitas terbaik.

1
5

DAFTAR PUSTAKA
Amin,Nur. 2013. Biopestisida Suatu Pembelajaran Enterprenuership Bidang
Perlindnagn Tanaman. Bogor: Ipb International Convention Center.
Asmani, Najib. 2011. Membangun Perhutanan Sosial Berbasis Ernergi Terbarukan
Tanaman Bintaro Di Sentra Produksi Pangan. Prosiding Seminar Nasional
Avoer Ke-3. Palembang, 26-27 Oktober 2011. Hlm 33-39.
Atman. 2006. Budidaya Kedelai Di Lahan Sawah Sumatera Barat. Jurnal Ilmiah
Tambua V (3):288-296
Djunaedy, Achmad.2009. Biopestisida Sebagai Pengendali Organism Pengganggu
Tanaman (OPT) Yang Ramah Lingkungan. Embryo 6 (1):88-95
Handoko, Tony dan Greg Iman1. 2011. Pengolahan Buah Bintaro sebagai Sumber
Bioetanol dan Karbon Aktif. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
Kejuangan Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber
Daya Alam Indonesia. Yogyakarta, 22 Februari 2011. Hlm 1-5
Handoko,T. Et Al. 2012. Hidrolisis Serat Selulosa Dalam Buah Bintaro Sebagai
Sumber Bahan Baku Bioetanol. Jurnal Teknik Kimia Indonesia 11 ( 1):2633.
Mawarto Dan Suharsono. 2012. Strategi Dan Komponen Teknologi Pengendalian
Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabricius) Pada Tanaman Kedelai.
Malang: Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan Dan Umbi-Umbian.
Mursiah. 2010. Perkembangan Produksi Kedelai Nasional Dan Upaya
Pengembangannya Di Provinsi Kalimantan Timur. Samarinda: Universitas
Mulawarman
Puspitasari, Desti. 2011. The Influence Analysis Between Fruit Maturity And Oil
Extraction Method To Quality Of Bintaro Seed Oil (Skripsi). Bogor: Istitut
Pertanian Bogor.

1
6

Utami, Sri. 2010. Bioaktivitas Insektisida Nabati Bintaro (Cebera odollam


Gaertn.) Sebagai Pengendali Hama Pteroplagiophleps hampson Dan
Spodoptera litera F. (Thesis). Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institute
Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai