Anda di halaman 1dari 10

Referat Nefrologi

Kepada Yth

Rabu 14 Januari 2008


Martinus Martin Leman

--------------------------------------------

20070708

Pencitraan pada Infeksi Saluran Kemih pada Anak


I.Pendahuluan
Infeksi saluran kemih (ISK) pada anak sering ditemukan dan merupakan penyebab kedua
morbiditas penyakit infeksi pada anak, sesudah infeksi saluran napas. Pada kelompok anak
berusia kurang dari 10 tahun, ISK ditemukan pada 3,5% anak perempuan dan 1,1% anak lakilaki.1 Hal yang menjadi topik bahasan penting adalah prevalensi refluks vesikoureter yang cukup
sering didapatkan pada kasus ISK pada anak. Refluks ini berkaitan dengan terjadinya nefropati
refluks dan pembentukan parut pada ginjal yang menjadi predisposisi terjadinya hipertensi, gagal
ginjal kronik, dan komplikasi kehamilan di kemudian hari.2
Konsep tentang nefropati refluks akibat infeksi saluran kemih ini tidak sepenuhnya
diterima para ahli. Pendapat lain yang ada menyatakan bahwa refluks terutama terjadi karena
kelainan yang sudah ada sebelumnya bukan semata-mata karena adanya infeksi saluran kemih. 3
Terlepas dari kontroversi yang berlangsung, adanya refluks dan segala macam kelainan pada
ginjal dan saluran kemih harus dideteksi dini dan tangani dengan baik.
II. Manfaat dan indikasi pemeriksaan pencitraan pada kasus ISK
Secara konseptual, Dacher dkk4 menyebutkan empat peran pencitraan dalam kaitannya dengan
kasus ISK, yaitu :
1. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) pra dan pasca kelahiran untuk mengidentifikasi janin
atau bayi yang mengalami malformasi saluran kemih. Informasi yang diperoleh
bermanfaat yaitu agar pencegahan dapat segera dimulai sejak dini.

2. Beberapa teknik pencitraan telah dianggap bermanfaat dalam mendiagnosis pielonefritis


akut, termasuk komplikasi awal yang mungkin terjadi misalnya pyohidronefrosis dan
abses renal.
3. Pencitraan dengan teknologi nuklir telah menjadi salah satu modalitas untuk diagnostik
dan pemantauan adanya komplikasi lanjut, misalnya terjadinya parut pada ginjal.
4. Pencitraan juga bermanfaat dalam pemantauan penderita yang pernah mengalami ISK
apakah memiliki penyakit atau kelainan dasar yang menjadi penyebab mudahnya terkena
ISK, misalnya refluks vesikoureter, obstruksi saluran kemih, dan sebagainya.
Secara praktis dan singkatnya, tujuan dari pemeriksaan pencitraan pada kasus ISK pada
anak adalah untuk mendeteksi ada atau tidaknya kondisi yang perlu diperbaiki untuk mencegah
berulangnya infeksi, semakin menurunnya fungsi ginjal, dan kerusakan jangka panjang pada
ginjal yang berakhir pada penyakit ginjal kronik.5
Menurut Marks dkk3, kelompok pasien yang memerlukan investigasi pencitraan adalah
kelompok yang memiliki risiko tinggi, yaitu :
1. Infeksi berulang
2. Gejala klinis berupa aliran urin yang tidak lancar, atau ginjal yang teraba membesar
3. Didapatkannya organisme yang tidak lazim (selain bakteri E.coli)
4. Bakteriemia atau septikemia
5. Perjalanan penyakit yang memanjang dan kurang berespons terhadap terapi antibiotik
dalam 48-72 jam.
6. Presentasi klinis yang tidak lazim, misalnya ISK dialami oleh anak laki-laki yang sudah
agak besar.
7. Telah diketahui adanya dilatasi atau abnormalitas pada pemeriksaan ultrasonografi
sebelumnya.
Sedangkan anak yang mengalami infeksi saluran kemih yang pertama kali, tanpa
komplikasi, dengan atau tanpa demam, yang disebabkan oleh E.coli dan memberi respons yang
baik terhadap pengobatan tidak perlu menjalani pemeriksaan pencitraan kecuali ia mengalami
infeksi berulang.3
2

III. Modalitas Pencitraan dan Manfaatnya pada Kasus ISK


a. Foto polos abdomen
Pemeriksaan foto polos abdomen merupakan pemeriksaan yang pertama dilakukan bila
ada keluhan nyeri abdomen atau nyeri di sekitar area urogenital. Manfaat dari pemeriksaan ini
adalah untuk melihat gambaran secara keseluruhan di rongga abdomen dan pelvis. Dalam
konteks traktus urinarius pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran bentuk ginjal dan adanya
batu pada ginjal, ureter, atau kandung kemih. Pada saat ini pemeriksaan foto polos abdomen
sudah tidak terlalu banyak dilakukan, mengingat semakin besarnya peran pemeriksaan USG.6,7
b. Pielografi intravena (PIV)
Pemeriksaan piolegrafi intravena dilakukan dengan menyuntikkan bahan kontras secara
intravena dan dilakukan pengambilan gambar radiologis secara serial yang disesuaikan dengan
saat zat kontras mengisi ginjal, berlanjut ke ureter, dan ke kandung kemih. Meskipun dulu
pemeriksaan ini cukup popular, pada saat ini penggunaannya sudah jauh berkurang dengan
banyaknnya penggunaan USG dan DMSA scanning. 6,7,8
Indikasi pemeriksaan PIV adalah untuk mendeteksi lokasi obstruksi misalnya pada batu
ginjal, konfirmasi penyakit ginjal polikistik, atau adanya kelainan anatomis yang tidak terdeteksi
oleh teknik pemeriksaan lain. Selain itu bermanfaat untuk mengevaluasi kemungkinan adanya
ureter ektopik, megaureter yang berdilatasi di dekat kandung kemih, obstruksi uretero-pelvic
junction, dan untuk persiapan ureteroskopi atau nefrolithotomi percutan untuk pengangkatan
batu ginjal.
Beberapa ahli menyatakan bahwa PIV masih merupakan pencitraan yang terbaik untuk
memberikan gambaran secara vertikal mengenai struktur anatomi dari saluran kemih. Akan tetapi
memiliki sensitivitas yang rendah dalam mendeteksi adanya jaringan paru, dan kurang disukai
karena adanya risiko alergi terhadap zat kontras. 6,7,9
c.Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan non invasif yang dapat dilakukan secara
bed-side dan relatif tidak mahal. Pemeriksaan ini cukup efektif dan akurat dalam mendeteksi
adanya abses renal, pyohidronefrosis, atau adanya batu saluran kemih. Selain itu USG juga
3

cukup baik dalam menilai parenkim ginjal, ketebalan korteks ginjal, mendeteksi hidronefrosis,
dilatasi ureter distal, menilai kondisi kandung kemih dan dindingnya, dan adanya ureterocele.
Informasi kelainan ini dahulu diperoleh dengan pemeriksaan PIV, namun karena pemeriksaan
dengan USG lebih aman dan lebih mudah maka PIV mulai dikurangi penggunaannya. 10
Kekurangan dari pemeriksaan USG adalah tidak selalu mampu mendeteksi adanya
refluks vesikoureter. Pemeriksaan USG hanya memiliki sensitivitas 17,7%, dan spesifisitas
87,6%, dalam mendeteksi refluks vesikoureter, dengan nilai positive predictive value 23,5% dan
negative predictive value 83,2%.11 Hal lain yang menjadi kelemahan adalah ketergantungan pada
kemampuan operator yang melakukan pemeriksaan.
Gambaran USG pada ginjal dapat dibagi dua, yaitu gambaran pyelitis dan gambaran
nefritis. Gambaran pyelitis adalah dilatasi ringan, penebalan dinding pelvis (tidak spesifik), dan
peningkatan echogenisitas sinus renalis. Gambaran nefritis adalah adanya nefromegali,
hiperechogenisitas

triangular, atau gambaran area hipoechoic

angular. Untuk pemeriksaan

dengan ultrasonografi Doppler, dapat ditemukan gambaran penurunan perfusi.4


Berdasarkan berbagai keunggulan dan manfaat dari USG ini, para ahli menganjurkan
agar USG menjadi pemeriksaan lini pertama pada anak dengan ISK yang disertai demam untuk
mendeteksi adanya kelainan non refluks, misalnya kelainan anatomis. Sedangkan pemeriksaan
lain dilakukan bila ada keraguan atau gambran yang mencurigakan.6,7,12
Rekomendasi lain menganjurkan pemeriksaan USG ginjal dan saluran kemih pada pasien
ISK yang telah mendapat terapi antibiotik intravena standar selama 48 jam namun belum
menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan. Ini dilakukan untuk memastikan ada tidaknya
proses obstruksi atau abses pada ginjal. Selain itu, pasien yang memiliki riwayat kelainan
obstruktif atau abses yang menderita ISK perlu dilakukan pemeriksaan USG ginjal dan saluran
kemih ulangan untuk memastikan tidak adanya proses yang baru.9
d. Miksio-Sisto-Uretrogram (MSU)
Pemeriksaan MSU atau ada pula yang menggunakan istilah VCUG (Vesico-CystoUrethrography) dilakukan dengan cara pemasangan kateter dan kandung kemih diisi dengan
bahan kontras melalui kateter tersebut. Proses pengisian dan pengosongan kandung kemih
diamati secara real time oleh radiologist, dan gambar radiologis diambil pada saat kandung
kemih penuh dan dikosongkan untuk melihat adanya refluks dari kandung kemih ke ureter.
4

Pemeriksaan ini juga dapat untuk mengukur ukuran dan bentuk kandung kemih dan mendeteksi
adanya kelainan pada bagian uretra anak laki-laki.
Pemeriksaan MSU merupakan baku emas untuk menentukan ada tidaknya refluks
vesikoureter dan deteksi adanya malformasi kongenital seperti misalnya kelainan katup uretra.
Karena refluks yang terjadi dapat bersifat fluktuatif dan intermiten, dianjurkan untuk melakukan
pengisian buli-buli tidak hanya satu kali saja.
Untuk aplikasinya pada kasus infeksi saluran kemih, masih merupakan kontroversi
mengenai waktu yang tepat dilaksanakannya pemeriksaan MSU. Refluks vesikouretra akan
terlihat lebih jelas bila pemeriksaan dilakukan saat infeksi akut, namun hal tersebut tentu saja
akan memberi risiko meningkatkan morbiditas. Oleh karena itu, dianjurkan pemeriksaan MSU
dilakukan 4-6 minggu setelah penatalaksaan ISK yang adekuat. Beberapa pakar lain
menyebutkan prosedur ini sebetulnya sudah dapat dilakukan ketika anak sudah tidak demam dan
kultur urine sudah memberikan hasil negatif. 6,7,13
Di samping keuntungan pemeriksaan MSU ini dalam mendemonstrasikan secara akurat
adanya refluks vesikoureter maupun kelainan pada uretra, perlu diingat pula pemeriksaan ini
tidak nyaman untuk pasien serta memberikan efek radiasi yang cukup besar untuk gonad.
E. DMSA (dimercaptosuccinic acid)
Pemeriksaan DMSA dilakukan dengan cara menyuntikkan radioisotop secara intravena
yang kemudian akan diikat oleh jaringan ginjal. Pencitraan umumnya diperoleh dalam 2-3 jam
setelah penyuntikan. Cara ini memberikan informasi tentang struktur ginjal dan fungsinya, dan
ada atau tidak adanya parut pada ginjal yang terjadi setelah ISK. Ditemukannya defek setelah
terjadinya infeksi saluran kemih dapat mengindikasikan keterlibatan ginjal dalam proses infeksi
yang terjadi.6,7
Indikasi dilakukan pemeriksaan DMSA adalah untuk melihat adanya jaringan parut
ginjal, deteksi adanya ginjal ektopik, menilai fungsi residual setelah trauma serta untuk
identifikasi jaringan ginjal bila disangka adanya aplasia ginjal. Pemeriksaan DMSA saat ini
merupakan teknik paling sensitif untuk pencitraan parenkim ginjal dan merupakan baku emas
untuk mendeteksi adanya jaringan parut pada ginjal. Kekurangan dari DMSA adalah tidak
diperolehnya gambaran anatomis yang cukup baik dari organ yang diperiksa. Demikian pula
perlu dipertimbangkan beban radiasi yang ditimbulkan pada pemeriksaan ini.6,7,8
5

F.Computerized Tomograpy Scan (CT-Scan)


Pemeriksaan CT scan pada kasus infeksi saluran kemih bermanfaat untuk mendeteksi
adanya pielonefritis akut. Dengan CT scan kontras, pielonefritis akut akan tampak sebagai
daerah yang underperfusion. Bila dibandingkan antara USG, DMSA dan CT Scan, maka DMSA
dapat dianggap memiliki sensitivitas paling baik. Adapun keunggulan CT adalah memberikan
resolusi anatomi yang lebih baik, sehingga membantu untuk kasus sulit. CT scan juga bermanfaat
pada kasus abses renal atau pionefrosis. Kekurangan dari CT adalah efek radiasi pada tubuh.
Diperkirakan pada orang dewasa pemeriksaan CT abdomen tunggal memberikan efek radiasi
setara dengan 500 kali pemeriksaan foto polos toraks. 6,7,8
G. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI saat ini memiliki peran yang relatif terbatas untuk kasus ISK. Manfaat
utamanya adalah untuk mendeteksi massa ginjal, kelainan pelvik serta terutama kelainan
ginekologis. Keuntungan dari pemeriksaan MRI adalah memberikan gambaran multiplanar,
secara jelas memberikan gambaran antara jaringan normal dengan jaringan yang patologis serta
tidak ada efek radiasi.
IV. Pemilihan jenis pencitraan
American Academy of Pediatric merekomendasikan investigasi terhadap kasus infeksi
saluran kemih yang disertai demam, pada bayi dan anak berusia 2 bulan hingga 2 tahun, dengan
ultrasonografi dan MSU atau radionuclide cystography, bila tidak diperoleh respon klinis
terhadap pemberian antibiotika selama 48 jam. Namun bila diperoleh respons yang baik, maka
pemeriksaan dapat dilakukan belakangan.10
Dalam sebuah buku ajar internasional disebutkan bahwa pemeriksaan pencitraan hanya
ditujukan pada penderita usia bayi atau anak usia lebih dari 1 tahun yang diduga mengalami
pielonefritis akut. Untuk kasus yang dialami oleh anak berusia lebih dari 2 tahun yang hanya
mengalami sistitis, tidak diperlukan pemeriksaan pencitraan mengingat risiko yang kecil dalam
hal adanya kelainan traktus urinarius dan parut pada ginjal. 14

Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia menyebutkan perlunya pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor risiko dengan
langkah pertama menggunakan USG dan bila perlu dilanjutkan dengan MSU dan PIV.1
V. Kesimpulan
Prioritas dari investigasi pencitraan pada kasus ISK adalah untuk mendeteksi secara dini
adanya kelainan yang dapat menyebabkan berulangnya infeksi, dan adanya kerusakan pada
ginjal sebagai komplikasi ISK. Pemilihan jenis pencitraan yang akan dilakukan harus
mempertimbangkan kemampuannya mendeteksi kelainan, risiko efek samping radiasi yang
ditimbulkan, biaya yang diperlukan, dan besarnya manfaat yang akan diperoleh.
Jenis pemeriksaan pencitraan yang paling memungkinkan sebagai pemeriksaan lini
pertama adalah USG, yang tidak memberi efek radiasi, mudah dilakukan, dan relatif murah.
Dalam kondisi dicurigai adanya refluks vesikoureter, maka pemeriksaan MSU dapat dilakukan
pada tahap selanjutnya. Bila pemeriksaan MSU memberikan gambaran adanya refluks
vesikoureter maka perlu dilakukan pemeriksaan DMSA untuk mengetahui apakah telah terdapat
komplikasi terjadinya parut pada ginjal.

Daftar Pustaka
1. Trihono PP, Pardede SO, Alatas H, Sekarwana N, Rusdidjas, Nur SM, dkk. Infeksi
Saluran Kemih. Dalam :Pusponegoro HD, Hadinegoro SR, Firmanda D, Tridjaja B,
Pudjiadji A, Kosim MS, dkk (eds). Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi 1.
2004. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta
2. Stefanidis CJ, Siomou E. Imaging strategies for vesicoureteral reflux diagnosis. Pediatr
Nephrol 2007;22:937-947
3. Marks SD, Gordon I, Tullus K. Imaging in childhood urinary tract infections : time to
reduce investigations. Pediatr Nephrol 2008;23:9-17
4. Dacher JN, Hitzel A, Avni FE, Vera P. Imaging Strategies in pediatric urinary tract
infection. Eur Radiol 2005;15:1283-1288
5. Johansen TEB. The role of imaging in urinary tract infection. World J Urol 2004;22:392398
6. Carty H, Wright N. Imaging in paediatric nephrology. In:Webb N, Postlethwaite R, (eds).
Clinical Paediatric Nephrology 3rd ed.2003. Oxford University Press, New York. p.113134
7. Kapur J, Stringer DA. Diagnostic Imaging and Intervention : A Guide for Clinicians. In
Chiu MC, Yap HK (eds). Practical Paediatric Nephrology : an Update of Current Practice.
2005. Medcom Limited, Hong Kong. p.15-29
8. Hiorns MP. Diagnostic Imaging. Dalam : Thomas DFM, Duffy PG, Rickwood AMK, eds.
Essential of Paediatric Urology. 2nd ed. 2008. Informa Healthcare, London
9. Wu HY, Bellah R. Radiographic Evaluation of Pediatric Urinary Tract. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1016549-print pada tanggal 19 Desember 2008
10. American Academy of Pediatrics. Committee on quality improvement. Subcommittee on
urinary tract infection. Practice Parameter The Diagnosis, Treatment, and Evaluation of
the Initial Urinary Tract Infection in Febrile Infants and Young Children. Pediatrics
1999;103:843-852
11. Zamir G, Sakran W. Horowitz, Koren A, Miron D. Urinary Tract Infection : is there a
need for routine renal ultrasonography ? Arch Dis Child 2004;89:466-468
12. Jahnukainen T, Honkinen O, Ruuskanen O, Mertsola J. Ultrasonography after the first
febrile urinary tract infection in children. Eur J PEdiatr 2006:165;556-559
8

13. Zorc JJ, Kiddoo DA, Shaw KN. Diagnosis and Management of Pediatric Urinary Tract
Infections.Clin Microbiol Rev 2005;18:417-422
14. Hansson S, Jodal U. Urinary tract infection. In: Avner ED, Harmon WE, Niaudit P (eds).
Pediatric Nephrology 5th ed. 2004. Lippincott William & Wilkins, Philadelphia. p.10071025

Usia anak
0-1 tahun

Jenis pemeriksaan
US

Pada fase akut


2-3 bulan setelah ISK, untuk melihat

DMSA

jaringan parut permanen

MCU
Lebih dari 1 tahun

Segera setelah ISK diobati.


2-3 bulan setelah ISK, untuk melihat

DMSA

jaringan parut permanen


Pada fase akut

US:

Waktu pemeriksaan yang dianjurkan

Dengan urinary surveillance


bila ada kecurigaan UTI
selama 1-2 tahun sampai usia
4 tahun.

Ditambah dengan tes untuk


VUR bila ada:
o Jaringan paut
o ISK lebih dari 1 kali
o Riwayat keluarga

Foto polos abdomen,


dilakukan bila ada riwayat
batu, infeksi proteus dan ISK
berulang.

10

Anda mungkin juga menyukai