Anda di halaman 1dari 22

Tektonika lempeng

Tektonik lempeng adalah suatu teori yang menerangkan proses dinamika


(pergerakan) bumi tentang pembentukan jalur pegunungan, jalur gunung api, jalur
gempa bumi, dan cekungan endapan di muka bumi yang diakibatkan oleh
pergerakan lempeng. Menurut teori ini, permukaan bumi terpecah menjadi
beberapa lempeng besar. Ukuran dan posisi dari tiap-tiap lempeng ini selalu
berubah-ubah. Pertemuan antara lempeng-lempeng ini, merupakan tempat-tempat
yang memiliki kondisi tektonik yang aktif, yang menyebabkan yaitu gempa bumi,
gunung berapi, dan pembentukan dataran tinggi. .

Lempeng-lempeng tektonik di bumi barulah dipetakan pada paruh kedua abad ke20.

Tectonics plates (preserved surfaces)


A.Teori tektonika Lempeng (Plate Tectonics)
Adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi
penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan
oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori
Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20
dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.
Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas
terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku
dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat
tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu
geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength)
yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya
menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin,
melainkan tekanan yang tinggi.
Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di
bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih
kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka

bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen
(menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa
bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung
samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng.
Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50100 mm/a.[1]
B.Perkembangan Teori

Peta dengan detail yang menunjukkan lempeng-lempeng tektonik dan arah vektor
gerakannya
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, geolog berasumsi bahwa
kenampakan-kenampakan

utama

bumi

berkedudukan

tetap.

Kebanyakan

kenampakan geologis seperti pegunungan bisa dijelaskan dengan pergerakan


vertikal kerak seperti dijelaskan dalam teori geosinklin. Sejak tahun 1596, telah
diamati bahwa pantai Samudera Atlantik yang berhadap-hadapan antara benua
Afrika dan Eropa dengan Amerika Utara dan Amerika Selatan memiliki
kemiripan bentuk dan nampaknya pernah menjadi satu. Ketepatan ini akan
semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi dari paparan benua di sana.[2] Sejak saat

itu banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan hal ini, tetapi semuanya
menemui jalan buntu karena asumsi bahwa bumi adalah sepenuhnya padat
menyulitkan penemuan penjelasan yang sesuai.[3]
Penemuan radium dan sifat-sifat pemanasnya pada tahun 1896 mendorong
pengkajian ulang umur bumi,[4] karena sebelumnya perkiraan didapatkan dari laju
pendinginannya dan dengan asumsi permukaan bumi beradiasi seperti benda
hitam.[5] Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahkan jika pada
awalnya bumi adalah sebuah benda yang merah-pijar, suhu Bumi akan menurun
menjadi seperti sekarang dalam beberapa puluh juta tahun. Dengan adanya
sumber panas yang baru ditemukan ini maka para ilmuwan menganggap masuk
akal bahwa Bumi sebenarnya jauh lebih tua dan intinya masih cukup panas untuk
berada dalam keadaan cair.
Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua (continental
drift) yang dikemukakan Alfred Wegener tahun 1912.[6] dan dikembangkan lagi
dalam bukunya The Origin of Continents and Oceans terbitan tahun 1915. Ia
mengemukakan bahwa benua-benua yang sekarang ada dulu adalah satu bentang
muka yang bergerak menjauh sehingga melepaskan benua-benua tersebut dari inti
bumi seperti 'bongkahan es' dari granit yang bermassa jenis rendah yang
mengambang di atas lautan basal yang lebih padat.[7][8] Namun, tanpa adanya bukti
terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang dilibatkan, teori ini dipinggirkan.
Mungkin saja bumi memiliki kerak yang padat dan inti yang cair, tetapi
tampaknya tetap saja tidak mungkin bahwa bagian-bagian kerak tersebut dapat
bergerak-gerak. Di kemudian hari, dibuktikanlah teori yang dikemukakan geolog

Inggris Arthur Holmes tahun 1920 bahwa tautan bagian-bagian kerak ini
kemungkinan ada di bawah laut. Terbukti juga teorinya bahwa arus konveksi di
dalam mantel bumi adalah kekuatan penggeraknya.[3][9][10]
Bukti pertama bahwa lempeng-lempeng itu memang mengalami pergerakan
didapatkan dari penemuan perbedaan arah medan magnet dalam batuan-batuan
yang berbeda usianya. Penemuan ini dinyatakan pertama kali pada sebuah
simposium di Tasmania tahun 1956. Mula-mula, penemuan ini dimasukkan ke
dalam teori ekspansi bumi,[11] namun selanjutnya justeru lebih mengarah ke
pengembangan teori tektonik lempeng yang menjelaskan pemekaran (spreading)
sebagai

konsekuensi

pergerakan

vertikal

(upwelling)

batuan,

tetapi

menghindarkan keharusan adanya bumi yang ukurannya terus membesar atau


berekspansi (expanding earth) dengan memasukkan zona subduksi/hunjaman
(subduction zone), dan sesar translasi (translation fault). Pada waktu itulah teori
tektonik lempeng berubah dari sebuah teori yang radikal menjadi teori yang
umum dipakai dan kemudian diterima secara luas di kalangan ilmuwan. Penelitian
lebih lanjut tentang hubungan antara seafloor spreading dan balikan medan
magnet bumi (geomagnetic reversal) oleh geolog Harry Hammond Hess dan
oseanograf Ron G. Mason[12][13][14][15] menunjukkan dengan tepat mekanisme yang
menjelaskan pergerakan vertikal batuan yang baru.
Seiring dengan diterimanya anomali magnetik bumi yang ditunjukkan dengan
lajur-lajur sejajar yang simetris dengan magnetisasi yang sama di dasar laut pada
kedua sisi mid-oceanic ridge, tektonik lempeng menjadi diterima secara luas.
Kemajuan pesat dalam teknik pencitraan seismik mula-mula di dalam dan sekitar

zona Wadati-Benioff dan beragam observasi geologis lainnya tak lama kemudian
mengukuhkan tektonik lempeng sebagai teori yang memiliki kemampuan yang
luar biasa dalam segi penjelasan dan prediksi.
Penelitian tentang dasar laut dalam, sebuah cabang geologi kelautan yang
berkembang pesat pada tahun 1960-an memegang peranan penting dalam
pengembangan teori ini. Sejalan dengan itu, teori tektonik lempeng juga
dikembangkan pada akhir 1960-an dan telah diterima secara cukup universal di
semua disiplin ilmu, sekaligus juga membaharui dunia ilmu bumi dengan
memberi penjelasan bagi berbagai macam fenomena geologis dan juga
implikasinya di dalam bidang lain seperti paleogeografi dan paleobiologi.
C.Prinsip-prinsip Utama
Bagian lapisan luar, interior bumi dibagi menjadi lapisan litosfer dan
lapisan astenosfer berdasarkan perbedaan mekanis dan cara terjadinya
perpindahan panas. Llitosfer lebih dingin dan kaku, sedangkan astenosfer lebih
panas dan secara mekanik lemah. Selain itu, litosfer kehilangan panasnya melalui
proses konduksi, sedangkan astenosfer juga memindahkan panas melalui konveksi
dan memiliki gradien suhu yang hampir adiabatik. Pembagian ini sangat berbeda
dengan pembagian bumi secara kimia menjadi inti, mantel, dan kerak. Litosfer
sendiri mencakup kerak dan juga sebagian dari mantel.
Suatu bagian mantel bisa saja menjadi bagian dari litosfer atau astenosfer
pada waktu yang berbeda, tergantung dari suhu, tekanan, dan kekuatan gesernya.
Prinsip kunci tektonik lempengan adalah bahwa litosfer terpisah menjadi

lempengan-lempengan tektonik yang berbeda-beda. Lempengan ini bergerak


menumpang di atas astenosfer yang mempunyai viskoelastisitas sehingga bersifat
seperti fluida. Pergerakan lempengan bisa mencapai 1040 mm/a (secepat
pertumbuhan kuku jari) seperti di Mid-Atlantic Ridge, ataupun bisa mencapai
160 mm/a (secepat pertumbuhan rambut) seperti di Lempeng Nazca.[16][17]
Lempeng-lempeng ini tebalnya sekitar 100 km dan terdiri atas mantel litosferik
yang di atasnya dilapisi dengan hamparan salah satu dari dua jenis material kerak.
Yang pertama adalah kerak samudera atau yang sering disebut dengan "sima",
gabungan dari silikon dan magnesium.
Yang kedua adalah kerak benua yang sering disebut "sial", gabungan dari silikon
dan aluminium.
Kedua jenis kerak ini berbeda dari segi ketebalan di mana kerak benua memiliki
kerak benua mencapai 3050 km sedangkan kerak samudera hanya 5
10 km.ketebalan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerak samudera.
Dua lempeng akan bertemu di sepanjang batas lempeng (plate boundary),
yaitu daerah di mana aktivitas geologis umumnya terjadi seperti gempa bumi dan
pembentukan kenampakan topografis seperti gunung, gunung berapi, dan palung
samudera. Kebanyakan gunung berapi yang aktif di dunia berada di atas batas
lempeng, seperti Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire) di Lempeng Pasifik
yang paling aktif dan dikenal luas.

Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau samudera, tetapi


biasanya satu lempeng terdiri atas keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika
mencakup benua itu sendiri dan sebagian dasar Samudera Atlantik dan Hindia.
Perbedaan antara kerak benua dengan kerak samudera ialah berdasarkan
kepadatan material pembentuknya.

Kerak samudera lebih padat daripada kerak benua dikarenakan


perbedaan perbandingan jumlah berbagai elemen, khususnya silikon.

Kerak benua lebih padat karena komposisinya yang mengandung lebih


sedikit silikon dan lebih banyak materi yang berat. Dalam hal ini, kerak
samudera dikatakan lebih bersifat mafik ketimbang felsik.[18] Maka, kerak
samudera umumnya berada di bawah permukaan laut seperti sebagian
besar Lempeng Pasifik, sedangkan kerak benua timbul ke atas permukaan
laut, mengikuti sebuah prinsip yang dikenal dengan isostasi.

D.Jenis-jenis Batas Lempeng

Tiga jenis batas lempeng (plate boundary).

Ada tiga jenis batas lempeng yang berbeda dari cara lempengan tersebut bergerak
relatif terhadap satu sama lain. Tiga jenis ini masing-masing berhubungan dengan
fenomena yang berbeda di permukaan. Tiga jenis batas lempeng tersebut adalah:
1. Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak
dan mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang
sesar transform (transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa
sinistral (ke kiri di sisi yang berlawanan dengan pengamat) ataupun
dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan dengan pengamat). Contoh
sesar jenis ini adalah Sesar San Andreas di California.
2. Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries) terjadi
ketika dua lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge
dan zona retakan (rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen
3. Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terjadi
jika dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga
membentuk zona subduksi jika salah satu lempeng bergerak di bawah
yang lain, atau tabrakan benua (continental collision) jika kedua lempeng
mengandung kerak benua. Palung laut yang dalam biasanya berada di zona
subduksi, di mana potongan lempeng yang terhunjam mengandung banyak
bersifat hidrat (mengandung air), sehingga kandungan air ini dilepaskan
saat pemanasan terjadi bercampur dengan mantel dan menyebabkan
pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik. Contoh kasus ini

dapat kita lihat di Pegunungan Andes di Amerika Selatan dan busur pulau
Jepang (Japanese island arc).
E. Kekuatan Penggerak Pergerakan Lempeng
Pergerakan lempeng tektonik bisa terjadi karena kepadatan relatif litosfer
samudera dan karakter astenosfer yang relatif lemah. Pelepasan panas dari mantel
telah didapati sebagai sumber asli dari energi yang menggerakkan lempeng
tektonik.

Pandangan

yang

disetujui

sekarang,

meskipun

masih

cukup

diperdebatkan, adalah bahwa kelebihan kepadatan litosfer samudera yang


membuatnya menyusup ke bawah di zona subduksi adalah sumber terkuat
pergerakan lempengan.
Pada waktu pembentukannya di mid ocean ridge, litosfer samudera pada mulanya
memiliki kepadatan yang lebih rendah dari astenosfer di sekitarnya, tetapi
kepadatan ini meningkat seiring dengan penuaan karena terjadinya pendinginan
dan penebalan. Besarnya kepadatan litosfer yang lama relatif terhadap astenosfer
di bawahnya memungkinkan terjadinya penyusupan ke mantel yang dalam di zona
subduksi sehingga menjadi sumber sebagian besar kekuatan penggerakpergerakan lempengan. Kelemahan astenosfer memungkinkan lempengan untuk
bergerak secara mudah menuju ke arah zona subduksi

[19]

Meskipun subduksi

dipercaya sebagai kekuatan terkuat penggerak-pergerakan lempengan, masih ada


gaya penggerak lain yang dibuktikan dengan adanya lempengan seperti
lempengan Amerika Utara, juga lempengan Eurasia yang bergerak tetapi tidak

mengalami subduksi di manapun. Sumber penggerak ini masih menjadi topik


penelitian intensif dan diskusi di kalangan ilmuwan ilmu bumi.
Pencitraan dua dan tiga dimensi interior bumi (tomografi seismik) menunjukkan
adanya distribusi kepadatan yang heterogen secara lateral di seluruh mantel.
Variasi dalam kepadatan ini bisa bersifat material (dari kimia batuan), mineral
(dari variasi struktur mineral), atau termal (melalui ekspansi dan kontraksi termal
dari energi panas). Manifestasi dari keheterogenan kepadatan secara lateral adalah
konveksi mantel dari gaya apung (buoyancy forces)

[20]

Bagaimana konveksi

mantel berhubungan secara langsung dan tidak dengan pergerakan planet masih
menjadi bidang yang sedang dipelajari dan dibincangkan dalam geodinamika.
Dengan satu atau lain cara, energi ini harus dipindahkan ke litosfer supaya
lempeng tektonik bisa bergerak. Ada dua jenis gaya yang utama dalam
pengaruhnya ke pergerakan planet, yaitu friksi dan gravitasi.
1. Gaya Gesek

Basal drag
Arus konveksi berskala besar di mantel atas disalurkan melalui astenosfer,
sehingga pergerakan didorong oleh gesekan antara astenosfer dan litosfer.

Slab suction
Arus konveksi lokal memberikan tarikan ke bawah pada lempeng di zona
subduksi di palung samudera. Penyerotan lempengan (slab suction) ini
bisa terjadi dalam kondisi geodinamik di mana tarikan basal terus bekerja
pada lempeng ini pada saat ia masuk ke dalam mantel, meskipun

sebetulnya tarikan lebih banyak bekerja pada kedua sisi lempengan, atas
dan bawah.
2. Gravitasi

Runtuhan gravitasi:
Pergerakan lempeng terjadi karena lebih tingginya lempeng di
oceanic ridge. Litosfer samudera yang dingin menjadi lebih padat daripada
mantel panas yang merupakan sumbernya, maka dengan ketebalan yang
semakin meningkat lempeng ini tenggelam ke dalam mantel untuk
mengkompensasikan beratnya, menghasilkan sedikit inklinasi lateral
proporsional dengan jarak dari sumbu ini. :Dalam teks-teks geologi pada
pendidikan dasar, proses ini sering disebut sebagai sebuah doronga.
Namun, sebenarnya sebutan yang lebih tepat adalah runtuhan karena
topografi sebuah lempeng bisa jadi sangat berbeda-beda dan topografi
pematang (ridge) yang melakukan pemekaran hanyalah fitur yang paling
dominan. Sebagai contoh, pembengkakan litosfer sebelum ia turun ke
bawah lempeng yang bersebelahan menghasilkan kenampakan yang bisa
memengaruhi topografi. Lalu, mantel plume yang menekan sisi bawah

lempeng tektonik bisa juga mengubah topografi dasar samudera.


Slab-pull (tarikan lempengan)
Pergerakan lempeng sebagian disebabkan juga oleh berat lempeng
yang dingin dan padat yang turun ke mantel di palung samudera. [21] Ada
bukti yang cukup banyak bahwa konveksi juga terjadi di mantel dengan
skala cukup besar. Pergerakan ke atas materi di mid-oceanic ridge
mungkin sekali adalah bagian dari konveksi ini. Beberapa model awal

Tektonik

Lempeng

menumpang

di

menggambarkan
atas

sel-sel

bahwa

lempeng-lempeng

seperti

ban

ini

berjalan.

Namun, kebanyakan ilmuwan sekarang percaya bahwa astenosfer tidaklah


cukup kuat untuk secara langsung menyebabkan pergerakan oleh gesekan
gaya-gaya itu. Slab pull sendiri sangat mungkin menjadi gaya terbesar
yang bekerja pada lempeng. Model yang lebih baru juga memberi peranan
yang penting pada penyerotan (suction) di palung, tetapi lempengan
seperti Lempeng Amerika Utara tidak mengalami subduksi di manapun
juga, tetapi juga mengalami pergerakan seperti juga Lempeng Afrika,
Eurasia, dan Antarktika. Kekuatan penggerak utama untuk pergerakan
lempengan dan sumber energinya itu sendiri masih menjadi bahan riset
yang sedang berlangsung
3. Gaya dari luar
Dalam studi yang dipublikasikan pada edisi Januari-Februari 2006 dari
buletin Geological Society of America Bulletin, sebuah tim ilmuwan dari Italia
dan Amerika Serikat berpendapat bahwa komponen lempeng yang mengarah ke
barat berasal dari rotasi Bumi dan gesekan pasang bulan yang mengikutinya.
Mereka berkata karena Bumi berputar ke timur di bawah bulan, gravitasi bulan
meskipun sangat kecil menarik lapisan permukaan bumi kembali ke barat.
Beberapa orang juga mengemukakan ide kontroversial bahwa hasil ini mungkin
juga menjelaskan mengapa Venus dan Mars tidak memiliki lempeng tektonik,
yaitu karena ketiadaan bulan di Venus dan kecilnya ukuran bulan Mars untuk
memberi efek seperti pasang di bumi.[22]

Pemikiran ini sendiri sebetulnya tidaklah baru. Hal ini sendiri aslinya
dikemukakan oleh bapak dari hipotesis ini sendiri, Alfred Wegener, dan kemudian
ditentang fisikawan Harold Jeffreys yang menghitung bahwa besarnya gaya gesek
oasang yang diperlukan akan dengan cepat membawa rotasi bumi untuk berhenti
sejak waktu lama.
Banyak lempeng juga bergerak ke utara dan barat, bahkan banyaknya pergerakan
ke barat dasar Samudera Pasifik adalah jika dilihat dari sudut pandang pusat
pemekaran (spreading) di Samudera Pasifik yang mengarah ke timur. Dikatakan
juga bahwa relatif dengan mantel bawah, ada sedikit komponen yang mengarah ke
barat pada pergerakan semua lempeng
4.Signifikansi relatif masing-masing mekanisme

Pergerakan lempeng berdasar pada data satelit GPS NASA JPL. Vektor di sini
menunjukkan arah dan magnitudo gerakan.

Vektor yang sebenarnya pada pergerakan sebuah planet harusnya menjadi fungsi
semua gaya yang bekerja pada lempeng itu. Namun, masalahnya adalah seberapa
besar setiap proses ambil bagian dalam pergerakan setiap lempeng Keragaman
kondisi geodinamik dan sifat setiap lempeng seharusnya menghasilkan perbedaan
dalam seberapa proses-proses tersebut secara aktif menggerakkan lempeng. satu
cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melihat laju di mana setiap
lempeng bergerak dan mempertimbangkan bukti yang ada untuk setiap kekuatan
penggerak dari lempeng ini sejauh mungkin.
Salah satu hubungan terpenting yang ditemukan adalah bahwa lempeng litosferik
yang lengket pada lempeng yang tersubduksi bergerak jauh lebih cepat daripada
lempeng yang tidak. Misalnya, Lempeng Pasifik dikelilingi zona subduksi (Ring
of Fire) sehingga bergerak jauh lebih cepat daripada lempeng di Atlantik yang
lengket pada benua yang berdekatan dan bukan lempeng tersubduksi. Maka, gaya
yang berhubungkan dengan lempeng yang bergerak ke bawah (slab pull dan slab
suction) adalah kekuatan penggerak yang menentukan pergerakan lempeng
kecuali untuk lempeng yang tidak disubduksikan. Walau bagaimanapun juga,
kekuatan penggerak pergerakan lempeng itu sendiri masih menjadi bahan
perdebatan dan riset para ilmuwan
F. Lempeng-lempeng utama

Peta lempeng-lempeng tektonik


Lempeng-lempeng tektonik utama yaitu:

Lempeng Afrika, meliputi Afrika - Lempeng benua

Lempeng Antarktika, meliputi Antarktika - Lempeng benua

Lempeng Australia, meliputi Australia (tergabung dengan Lempeng India


antara 50 sampai 55 juta tahun yang lalu)- Lempeng benua

Lempeng Eurasia, meliputi Asia dan Eropa - Lempeng benua

Lempeng Amerika Utara, meliputi Amerika Utara dan Siberia timur laut Lempeng benua

Lempeng Amerika Selatan, meliputi Amerika Selatan - Lempeng benua

Lempeng Pasifik, meliputi Samudera Pasifik - Lempeng samudera

Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India,


Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos,
Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia.
Pergerakan lempeng telah menyebabkan pembentukan dan pemecahan benua
seiring berjalannya waktu, termasuk juga pembentukan superkontinen yang
mencakup hampir semua atau semua benua. Superkontinen Rodinia diperkirakan
terbentuk 1 miliar tahun yang lalu dan mencakup hampir semua atau semua benua
di Bumi dan terpecah menjadi delapan benua sekitar 600 juta tahun yang lalu.
Delapan benua ini selanjutnya tersusun kembali menjadi superkontinen lain yang
disebut Pangaea yang pada akhirnya juga terpecah menjadi Laurasia (yang
menjadi Amerika Utara dan Eurasia), dan Gondwana (yang menjadi benua
sisanya).

Hipotesa Pengapungan Benua (Continental Drift)


Revolusi dalam ilmu pengetahuan kebumian sudah dimulai sejak awal

abad ke 19, yaitu ketika munculnya suatu pemikiran yang bersifat radikal pada
kala itu dengan mengajukan hipotesa tentang benua-benua yang bersifat mobil
yang ada di permukaan bumi. Sebenarnya teori tektonik lempeng sudah muncul
ketika gagasan mengenai hipotesa Pengapungan Benua (Continental Drift)
diperkenalkan pertama kalinya oleh Alfred Wegener (1915) dalam bukunya The
Origins of Oceans and Continents. Pada hakekatnya hipotesa pengapungan benua
adalah suatu hipotesa yang menganggap bahwa benua-benua yang ada saat ini
dahulunya bersatu yang dikenal sebagai super-kontinen yang bernama Pangaea.

Super-kontinen Pangea ini diduga terbentuk pada 200 juta tahun yang lalu yang
kemudian terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang kemudian
bermigrasi (drifted) ke posisi seperti saat ini.

Bukti bukti tentang adanya super-kontinen Pangaea pada 200 juta tahun
yang lalu didukung oleh fakta fakta sebagai berikut:
a. Kecocokan / kesamaan Garis Pantai :
Adanya kecocokan garis pantai yang ada di benua Amerika Selatan bagian
timur dengan garis pantai benua Afrika bagian barat. Kedua garis pantai ini
apabila dicocokan atau dihimpitkan satu dengan lainnya akan berhimpit. Wegener
menduga bahwa kedua benua tersebut pada awalnya adalah satu. Berdasarkan
adanya kecocokan bentuk garis pantai inilah kemudian Wegener mencoba untuk
mencocokkan semua benua-benua yang ada di muka bumi.
b. Persebaran Fosil :
Diketemukannya fosil-fosil yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang
tersebar luas dan terpisah di beberapa benua :
1. Fosil Cynognathus, suatu reptil yang hidup sekitar 240 juta tahun yang lalu
dan ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua Afrika.
2. Fosil Mesosaurus, suatu reptil yang hidup di danau air tawar dan sungai
yang hidup sekitar 260 juta tahun yang lalu, ditemukan di benua Amerika
Selatan dan benua Afrika.

3. Fosil Lystrosaurus, suatu reptil yang hidup di daratan sekitar 240 juta
tahun yang lalu, ditemukan di benua benua Afrika, India, dan Antartika.
4. Fosil Clossopteris, suatu tanaman yang hidup 260 juta tahun yang lalu,
dijumpai di benua benua Afrika, Amerika Selatan, India, Australia, dan
Antartika.
Pertanyaannya adalah, bagaimana binatang-binatang darat tersebut dapat
bermigrasi menyeberangi lautan yang sangat luas serta di laut yang terbuka?
Boleh jadi jawabannya adalah bahwa benua-benua yang ada sekarang pada waktu
itu bersatu yang kemudian pecah dan terpisah-pisah seperti posisi saat ini.
c. Kesamaan Jenis Batuan :
Jalur pegunungan Appalachian yang berada di bagian timur benua
Amerika Utara dengan sebaran berarah timur laut dan secara tiba-tiba menghilang
di pantai Newfoundlands. Pegunungan yang umurnya sama dengan pegunungan
Appalachian juga dijumpai di British Isles dan Scandinavia. Kedua pegunungan
tersebut apabila diletakkan pada lokasi sebelum terjadinya pemisahan /
pengapungan, kedua pegunungan ini akan membentuk suatu jalur pegunungan
yang menerus. Dengan cara mempersatukan / mencocokan kenampakan bentukbentuk geologi yang dipisahkan oleh suatu lautan memang diperlukan, akan tetapi
data-data tersebut belum cukup untuk membuktikan hipotesa pengapungan benua
(continental drift). Dengan kata lain, jika suatu benua telah mengalami pemisahan
satu dan lainnya, maka mutlak diperlukan bukti-bukti bahwa struktur geologi dan
jenis batuan yang cocok/sesuai. Meskipun bukti-bukti dari kenampakan
geologinya cocok antara benua-benua yang dipisahkan oleh lautan, namun belum

cukup untuk membuktikan bahwa daratan/benua tersebut telah mengalami


pengapungan.
d. Bukti Paleoclimatic (Iklim Purba) :
Para ahli kebumian juga telah mempelajari mengenai ilklim purba, di
mana pada 250 juta tahun yang lalu diketahui bahwa belahan bumi bagian selatan
pada zaman itu terjadi iklim dingin, di mana belahan bumi bagian selatan ditutupi
oleh lapisan es yang sangat tebal, seperti benua Antartika, Australia, Amerika
Selatan, Afrika, dan India. Wilayah yang terkena glasiasi di daratan Afrika
ternyata menerus hingga ke wilayah ekuator. Akan tetapi argumentasi ini
kemudian ditolak oleh para ahli kebumian, karena selama perioda glasiasi di
belahan bumi bagian selatan, di belahan bumi bagian utara beriklim tropis yang
ditandai dengan berkembangnya hutan rawa tropis yang sangat luas dan
merupakan material asal dari endapan batu bara yang dijumpai di Amerika bagian
timur, Eropa dan Asia.
Pada saat ini, para ahli kebumian baru percaya bahwa daratan yang mengalami
glasiasi berasal dari satu daratan yang dikenal dengan super-kontinen Pangaea
yang terletak jauh di bagian selatan dari posisi saat ini. Bukti-bukti dari Wegener
dalam mendukung hipotesa Pengapungan Benua baru diperoleh setelah 50 tahun
sebelum masyarakat ahli kebumian mempercayai kebenaran tentang hipotesa
pengapungan Benua.

Pengapungan Benua dan Paleomagnetisme :

Ketika pertama kali hipotesa Pengapungan Benua dikemukakan oleh


Wegener, yaitu pada periode 1930 hingga awal tahun 1950-an, bukti-bukti yang
mendukung hipotesa ini sangat minim sekali. Adapun perhatian terhadap hipotesa
ini baru terjadi ketika penelitian mengenai penentuan Intensitas dan Arah medan
magnet bumi. Setiap orang yang pernah menggunakan kompas tahu bahwa medan
magnet bumi mempunyai kutub, yaitu kutub utara dan kutub selatan yang arahnya
hampir berimpit dengan arah kutub geografis bumi. Medan magnet bumi juga
mempunyai kesamaan dengan yang dihasilkan oleh suatu batang magnet, yaitu
menghasilkan garis-garis imaginer yang berasal dari gaya magnet bumi yang
bergerak melalui bumi dan menerus dari satu kutub ke kutub lainnya. Jarum
kompas itu sendiri berfungsi sebagai suatu magnet kecil yang bebas bergerak di
dalam medan magnet bumi dan akan ditarik ke arah kutub-kutub magnet bumi.
Suatu metoda yang dipakai untuk mengetahui medan magnet purba adalah dengan
cara menganalisa beberapa batuan yang mengandung mineral-mineral yang kaya
unsur besinya yang dikenal sebagai fosil kompas. Mineral yang kaya akan unsur
besi, seperti magnetite banyak terdapat dalam aliran lava yang berkomposisi
basaltis. Saat suatu lava yang berkomposisi basaltis mendingin (menghablur)
dibawah temperatur Curie ( 5800 C), maka butiran butiran yang kaya akan unsur
besi akan mengalami magnetisasi dengan arah medan magnet yang ada pada saat
itu. Sekali batuan tersebut membeku maka arah kemagnetan (magnetisasi) yang
dimilikinya akan tertinggal di dalam batuan tersebut. Arah kemagnetan ini akan
bertindak sebagai suatu kompas ke arah kutub magnet yang ada. Jika batuan
tersebut berpindah dari tempat asalnya, maka kemagnetan batuan tersebut akan
tetap pada arah aslinya. Batuan batuan yang terbentuk jutaan tahun yang lalu akan

merekam arah kutub magnet pada saat dan tempat di mana batuan tersebut
terbentuk, dan hal ini dikenal sebagai Paleomagnetisme.

Anda mungkin juga menyukai