Anda di halaman 1dari 6

EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 2005, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa jumlah kasus
TB baru terbesar terdapat di Asia Tenggara (34 persen insiden TB secara global) termasuk
Indonesia. Jumlah penderita diperkirakan akan terus meningkat . Satu hingga lima persen
penderita TB, mengalami TB osteoartikular. Separuh dari TB osteoartikular adalah spondilitis
TB.
PATOFISIOLOGI
Spondilitis TB dapat terjadi akibat penyebaran secara hematogen/limfogen melalui
nodus limfatikus para-aorta dari fokus tuberkulosis di luar tulang belakang yang sebelumnya
sudah ada. Dari paru-paru, kuman dapat sampai ke tulang belakang melalui pleksus venosus
paravertebral Batson.
Lesi tuberkulosis pada tulang belakang dimulai dengan inflamasi paradiskus. Setelah
tulang mengalami infeksi, hiperemia, edema sumsum tulang belakang dan osteoporosis
terjadi pada tulang. Destruksi tulang terjadi akibat lisis jaringan tulang, sehingga tulang
menjadi lunak dan gepeng terjadi akibat gaya gravitasi dan tarikan otot torakolumbal.
Selanjutnya, destruksi tulang diperberat oleh iskemi sekunder akibat tromboemboli,
periarteritis, endarteritis. Karena transmisi beban gravitasi pada vertebra torakal lebih terletak
pada setengah bagian anterior badan vertebra, maka lesi kompresi lebih banyak ditemukan
pada bagian anterior badan vertebra sehingga badan vertebra bagian anterior menjadi lebih
pipih daripada bagian posterior. Resultan dari hal-hal tersebut mengakibatkan deformitas
kifotik. Deformitas kifotik inilah yang sering disebut sebagai gibbus Pada vertebra servikal
dan lumbal, transmisi beban ebih terletak pada setengah bagian posterior badan vertebra
sehingga bila segmen ini terinfeksi, maka bentuk lordosis fisiologis dari vertebra servikal dan
lumbal perlahan-lahan akan menghilang dan mulai menjadi kifosis.
Defisit neurologis oleh kompresi ekstradural medula spinalis dan radiks terjadi akibat
banyak proses, yaitu: 1) penyempitan kanalis spinalis oleh abses paravertebral, 2) subluksasio
sendi faset patologis, 3) jaringan granulasi, 4) vaskulitis, trombosis arteri/ vena spinalis, 5)
kolaps vertebra, 6) abses epidural atau 7) invasi duramater secara langsung. Selain itu, invasi
medula spinalis dapat juga terjadi secara intradural melalui meningitis dan tuberkulomata
sebagai space occupying lesion.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis spondilitis TB relatif indolen (tanpa nyeri). Pasien biasanya
mengeluhkan nyeri lokal tidak spesifik pada daerah vertebra yang terinfeksi. Demam
subfebril, menggigil, malaise, berkurangnya berat badan atau berat badan tidak sesuai umur
pada anak yang merupakan gejala klasik TB paru juga terjadi pada pasien dengan spondilitis
TB.
Apabila sudah ditemukan deformitas berupa kifosis, maka patogenesis TB umumnya
spinal sudah berjalan selama kurang lebih tiga sampai empat bulan. Defisit neurologis terjadi
pada 12 50 persen penderita. Defisit yang mungkin antara lain: paraplegia, paresis,
hipestesia, nyeri radikular dan/ atau sindrom kauda equina. Nyeri radikuler menandakan
adanya gangguan pada radiks (radikulopati). Nyeri lokal dan nyeri radikular disertai
gangguan motorik, sensorik dan sfingter distal dari lesi vertebra akan memburuk jika
penyakit tidak segera ditangani.

Paraplegia pada spondilitis TB (Potts paraplegia), sebagai komplikasi yang paling


berbahaya, hanya terjadi pada 4 38 persen penderita. Gejala motorik biasanya yang lebih
dahulu muncul karena patologi terjadi dari anterior, sesuai dengan posisi motoneuron di
kornu anterior medula spinalis, kecuali jika ada keterlibatan bagian posterior medula spinalis,
keluhan sensorik bisa lebih dahulu muncul. Penelitian di Nigeria melaporkan bahwa
paraplegia terjadi pada 54 persen pasien yang mengalami gangguan kekuatan motorik.
Sedangkan deformitas tulang belakang hanya terjadi pada 21 persen pasien-pasien tersebut.
Tingginya angka paraplegia mungkin disebabkan tingkat sosioekonomi dan pendidikan yang
masih rendah sehingga pasien baru datang ke layanan kesehatan jika penyakit sudah melanjut
dengan gejala yang berat.
DIAGNOSIS
Diagnosis dini spondilitis TB sulit ditegakkan dan sering disalahartikan sebagai
neoplasma spinal atau spondilitis piogenik lainnya. Ironisnya, diagnosis biasanya baru dapat
ditegakkan pada stadium lanjut, saat sudah terjadi deformitas tulang belakang dan defisit
neurologis.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Nyeri punggung belakang adalah keluhan yang paling awal, sering tidak spesifik dan
membuat diagnosis yang dini menjadi sulit. Demam lama merupakan keluhan yang paling
sering ditemukan namun cepat menghilang (satu hingga empat hari) jika diobati secara
adekuat. Paraparesis adalah gejala yang biasanya menjadi keluhan utama yang membawa
pasien datang mencari pengobatan. Gejala neurologis lainnya yang mungkin: rasa kebas,
baal, gangguan defekasi dan miksi.
Pemeriksaan fisik umum dapat menunjukkan adanya fokus infeksi TB di paru atau di
tempat lain, meskipun pernah dilaporkan banyak spondilitis TB yang tidak menunjukkan
tanda-tanda infeksi TB ekstraspinal. Pernapasancepat dapat diakibatkan oleh hambatan
pengembangan volume paru oleh tulang belakang yang kifosis atau infeksi paru oleh kuman
TB. Infiltrat paru akan terdengar sebagai ronkhi, kavitas akan terdengar sebagai suara
amforik atau bronkial dengan predileksi di apeks paru. Kesegarisan (alignment) tulang
belakang harus diperiksa secara seksama. Infeksi TB spinal dapat menyebar membentuk
abses paravertebra yang dapat teraba, bahkan terlihat dari luar punggung berupa
pembengkakan. Permukaan kulit juga harus diperiksa secara teliti untuk mencari muara
sinus/fistel hingga regio gluteal dan di bawah inguinal (trigonum femorale). Tidak tertutup
kemungkinan abses terbentuk di anterior rongga dada atau abdomen. Terjadinya gangguan
neurologis menandakan bahwa penyakit telah lanjut, meski masih dapat ditangani.
Pemeriksaan fisik neurologis yang teliti sangat penting untuk menunjang diagnosis dini
spondilitis TB. Pada pemeriksaan neurologis bisa didapatkan gangguan fungsi motorik,
sensorik, dan autonom. Jika kelumpuhan sudah lama, otot akan atrofi, yang biasanya
bilateral. Sensibilitas dapat diperiksa pada tiap dermatom untuk protopatis (raba, nyeri, suhu),
dibandingkan ekstremitas atas dan bawah untuk proprioseptif (gerak, arah, rasa getar,
diskriminasi 2 titik)
Pemeriksaan Radiologi

1. Sinar-X
Pada fase awal, akan tampak lesi osteolitik pada bagian anterior badan vertebra dan
osteoporosis regional. penyempitan ruang diskus intervertebralis menandakan terjadinya
kerusakan diskus. Pada fse lanjut, kerusakan bagian anterior semakin memberat dan
membentuk angulasi kifotik (gibbus).
2. CT Scan
CT-scan dapat memperlihatkan dengan jelas sklerosis tulang, destruksi badan
vertebra, abses epidural, fragmentasi tulang, dan penyempitan kanalis spinalis
3. MRI
MRI merupakan pencitraan terbaik untuk menilai jaringan lunak. Kondisi badan
vertebra, diskus intervertebralis, perubahan sumsum tulang, termasuk abses paraspinal dapat
dinilai dengan baik dengan pemeriksaan ini.
4. Pencitraan lainnya
Ultrasonografi dapat digunakan untuk mencari massa pada daerah lumbar. Dengan
pemeriksaan ini dapat dievaluasi letak dan volume abses/massa iliopsoas yang mencurigakan
suatu lesi tuberkulosis.
Biopsi dan pemeriksaan mikrobiologis
Untuk memastikan diagnosis secara pasti, perlu dilakukan biopsi tulang belakang atau
aspirasi abses. Kultur BTA positif pada 6089 persen kasus. Studi histologi jaringan penting
untuk memastikan diagnosis jika kultur negatif, pewarnaan BTA negatif, sekaligus
menyingkirkan diagnosis banding lainnya.
Pemeriksaan laboratoris
Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk mendeteksi DNA kuman
tuberkulosis. Laju endap darah (LED) biasanya meningkat, namun tidak spesifik
menunjukkan proses infeksi granulomatosa TB. Peningkatan kadar C-reactive protein (CRP)
diasosiasikan kuat dengan formasi abses.
Diagnosis Diferensial
Spondilitis piogenik
Spondilitis piogenik umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus,
Streptococcus, dan Pneumococcus. Spondilitis piogenik memiliki perjalanan yang lebih akut
dengan gejala yang hampir sama dengan spondilitis TB. Vertebra servikal dan lumbal lebih
sering terlibat, dibandingkan dengan spondilitis TB yang lebih sering menyerang vertebra
torakolumbal lebih dari satu vertebra. Telah dilakukan studi untuk membedakan kedua
penyakit melalui MRI. Kultur dan pewarnaan Gram spesimen tulang yang diambil melalui
biopsi perkutan/terbuka dapat memastikan diagnosis, namun tindakan ini termasuk tindakan
invasif.
Tumor metastatik spinal
Sekitar 85 persen bagian dari semua tumor tulang belakang yang mengakibatkan
kompresi medula spinalis. Insiden tertinggi kasus tumor metastasik spinal pada usia di atas 50
tahun. Urutan segmen yang sering terlibat yaitu torakal, lumbar dan servikal. Neoplasma
dengan kecenderungan bermetastasis ke medula spinalis meliputi tumor payudara, prostat,

paru, limfoma, sarkoma, dan mieloma multipel. Metastasis keganasan saluran cerna dan
rongga pelvis relatif melibatkan vertebra lumbosakral, sedangkan keganasan paru dan mamae
lebih sering melibatkan vertebra torakal.
Keganasan primer
Pada pasien anak-anak ang cukup sering menyebabkan kompresi medula spinalis
meliputi neuroblastoma, Sarkoma Ewing, dan hemangioma. Keluhan yang sering berupa
nyeri punggung belakang yang kronis progresif yang tidak spesifik, hal inilah yang
menyebabkan neoplasma spinal sulit dibedakan dengan spondilitis TB. Defisit neurologis
terjadi tergantung tingkat lesi, muncul jika tumor sudah menekan epidural dan medula
spinalis. Kolaps vertebra dengan deformitas kifotik atau skoliotik terjadi akibat destruksi
badan vertebra/ fraktur oleh invasi tumor dengan diskus yang bebas dari kerusakan. MRI
belum dapat secara pasti menyingkirkan atau memastikan diagnosis tumor spinal. Semua
temuan-temuan MRI spondilitis TB bisa ditemukan pada tumor
spinal.
Fraktur kompresi
Badan vertebra berpotensi menyebabkan deformitas kifotik disertai gangguan
neurologis dengan derajat yang bervariasi. Trauma harus dengan kekuatan yang besar untuk
membuat badan vertebra yang bersangkutan retak, kecuali jika didapatkan osteoporosis, usia
tua atau penggunaan steroid jangka panjang. Mekanisme fleksi-kompresi biasanya
menyebabkan fraktur kompresi dengan bagian anterior mengecil (wedge-shaped) dengan
derajat kerusakan bagian tengah dan posterior yang bervariasi. Medula spinalis segmen
torakal lebih sering mengalami cedera karena merupakan segmen yang paling panjang
dibandingkan segmen lainnya dan juga karena kanalis spinalisnya yang lebih sempit dengan
vaskularisasi yang tentatif. Diagnosis ditegakkan dengan temuan klinis dan adanya riwayat
trauma yang bermakna dikombinasikan dengan ada/
tidaknya faktor risiko seperti osteoporosis atau usia tua.
KLASIFIKASI

PENATALAKSANAAN
Sebelum ditemukannya OAT yang efektif, penganganan spondilitis TB hanya dengan
metode imobilisasi, yaitu tirah baring dan korset/bidai. Mortalitas dan angka relaps sangat
tinggi saat itu. Sekarang, penanganan spondilitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian
yang berjalan dapat secara bersamaan, medikamentosa dan pembedahan.
1. Medikamentosa
Spondilitis TB dapat diobati secara sempurna hanya dengan OAT saja hanya jika
diagnosis ditegakkan awal, dimana destruksi tulang dan deformitas masih minimal.
Deksametason jangka pendek dapat digunakan pada kasus dengan defisit neurologis yang

akut untuk mencegah syok spinal. Terapi medikamentosa dikatakan gagal jikadalam 34
minggu, nyeri dan atau defisit neurologis masih belum menunjukkan perbaikan setelah
pemberian OAT yang sesuai, dengan atau tanpa imobilisasi atau tirah baring.
2. Pembedahan
Dengan berkembangnya penggunaan OAT yang efektif, terapi pembedahan relatif
ditinggalkan sebagai penatalaksanaan utama pada spondilitis TB. Tindakan bedah yang
dapat dilakukan pada spondilitis TB meliputi drainase abses; debridemen radikal; penyisipan
tandur tulang; artrodesis/fusi; penyisipan tandur tulang; dengan atau tanpa instrumentasi/
fiksasi, baik secara anterior maupun posterior; dan osteotomi.
3. Imobilisasi
Imobilisasi yang singkat akan mengurangi morbiditas pasien. Dengan instrumentasi,
kebutuhan imobilisasi semakin berkurang sehingga pasien dapat cepat mencapai status
ambulatorik. Jenis imobilisasi spinal tergantung pada tingkat lesi. Pada daerah servikal dapat
diimobilisasi dengan jaket Minerva; pada daerah vertebra torakal, torakolumbal dan lumbal
bagian atas dapat diimobilisasi menggunakan body cast jacket.
Sedangkan pada lumbal bawah, lumbosakral, dan sakral dilakukan imobilisasi dengan body
jacket atau korset dari gips yang disertai dengan fiksasi salah satu sisi panggul.
Terapi pada penderita spondilitis TB dapat pula berupa tirah baring disertai dengan
pemberian kemoterapi, dengan atau tanpa imobilisasi. Tindakan ini biasanya dilakukan pada
penyakit yang telah lanjut atau bila tidak tersedia keterampilan dan fasilitas yang cukup untuk
melakukan operasi tulang belakang, atau bila terdapat permasalahan teknik operasi yang
dianggap terlalu berbahaya. Jenis imobilisasi yang dilakukan sama dengan Imobilisasi
dilakukan setidaknya selama enam bulan. Tirah baring diikuti dengan pemakaian gips untuk
melindungi tulang belakang pada posisi ekstensi, terutama pada keadaan akut atau fase aktif.
Pemasangan gips ini ditujukan untuk imobilisasi spinal, mengurangi kompresi medula
spinalis dan progresi deformitas lebih lanjut. Istirahat di tempat tidur dapat berlangsung
hingga empat minggu.
Fisioterapi diperlukan sepanjang ditemukan adanya gangguan fungsional. Dalam hal
ini gangguan fungsional dikaitkan dengan cedera medula spinalis yang menimbulkan
kelumpuhan motorik, sensorik, dan autonom. Intervensi fisioterapi yang diberikan
disesuaikan dengan modalitas yang terganggu.
Paraplegia yang mengharuskan pasien untuk terus duduk atau tidur berpotensi
menyebabkan ulkus dekubitus. Maka dari itu, posisi baring harus sering diganti. Selain itu,
pemeriksaan kulit secara menyeluruh harus rutin dilakukan. Pasien dengan gangguan
defekasi dan berkemih dapat dibantu dengan kateterisasi intermiten dan evakuasi feses setiap
hari. Mobilisasi dengan kursi roda (wheelchair) dianjurkan setidaknya 10 hari setelah dimulai
pengobatan. Jika pasien sudah stabil, dapat rencanakan untuk pelatihan kemandirian,
kemampuan sosial dan melakukan aktivitas sehari-hari dan berikutnya dapat
diberikanpelatihan vokasional.
PROGNOSIS
Prognosis pasien spondilitis TB dipengaruhi oleh: 1) usia, 2) deformitas kifotik, 3)
letak lesi, 4) defisit neurologis, 5) diagnosis dini, 6) kemoterapi, 7) fusi spinal, 8) komorbid,
9) tingkat edukasi dan sosioekonomi.

KA

Anda mungkin juga menyukai