Anda di halaman 1dari 206

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN

KARET RAKYAT DI KABUPATEN MANDAILING NATAL,


PROPINSI SUMATERA UTARA

HADIJAH SIREGAR

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN


SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Potensi Pengembangan


Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera
Utara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2011

Hadijah Siregar
NRP A156090174

ABSTRACT

HADIJAH SIREGAR. An Analysis of Rubber Smallholding Potential Development


in Mandailing Natal Regency, North Sumatra Province . Under direction of
SANTUN R.P. SITORUS and ATANG SUTANDI.

Development of preminent commodity of rubber is one of Mandailing Natal


Regency governments strategy to improve society prosperity. To support the
mentioned things, this research was conducted with purposes: determining
suitability location for the development of rubber plantation based on land
evaluation, analysing financial and marketing feasibilities of rubber smallholding,
analysing the directive of rubber smallholding potential development in
Mandailing Natal Regency by using mapping and descriptive analysis. The
research result shows that acreage of potential area for the development of rubber
plantation in Mandailing Natal Regency is 460 849 ha (70.41%). Financially, the
enterprise of rubber smallholding in every land suitability class is feasible. The
market chain of rubber in Mandailing Natal Regency is not efficient enough. The
location which is able to recommended for the development of rubber plantation
in Mandailing Natal Regency based on potential location, financially and relevant
government regulations is 201 875 ha (30.84%). The performance of rubber
smallholding plantation in Mandailing Natal Regency is influenced by agricultural
extension service officer, the availability of farmer group, rubber productivity and
availability of agricultural infrastructure. Nowadays, rubber processing factory
should be built in Mandailing Natal, considering that raw materials are widely
available and added value will contribute for regional development.
Keywords: rubber smallholding, land evaluation, financial feasibility, marketing
feasibility.

RINGKASAN
HADIJAH SIREGAR. Analisis Potensi Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat
di Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh :
SANTUN R.P. SITORUS dan ATANG SUTANDI.
Pengembangan subsektor perkebunan merupakan salah satu pilihan yang
cukup realistis sebagai bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian
Indonesia. Dalam rangka penguatan sektor perkebunan di Indonesia, pemerintah
telah mencanangkan program revitalisasi perkebunan untuk pengembangan
komoditi perkebunan unggulan yakni karet, kelapa sawit dan kakao. Karet
merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber
pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi
sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian
lingkungan dan sumberdaya hayati. Selain itu, tanaman karet ke depan akan
merupakan sumber kayu potensial yang dapat mensubstitusi kebutuhan kayu yang
selama ini mengandalkan hutan alam, sehingga karet merupakan salah satu
komoditi perkebunan yang sangat potensial untuk dikembangkan saat ini.
Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah dengan areal tanaman
karet terluas di Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data statistik, luas lahan
yang diusahakan oleh masyarakat sampai tahun 2008 seluas 71.015 ha dengan
produksi 34.615 ton (BPS Mandailing Natal, 2009), dimana seluruh luasan
tersebut merupakan perkebunan rakyat. Tingginya minat masyarakat untuk
mengusahakan tanaman karet dengan economic scale yang sesuai untuk
perkebunan rakyat karena komoditi ini dapat diusahakan dalam skala kecil (0,5
Ha) yang sesuai untuk masyarakat kecil serta masih cukup luasnya potensi lahan
kering untuk pengembangan perkebunan dan didukung oleh kebijakan Pemerintah
Kabupaten Mandailing Natal dalam rangka upaya pengentasan kemiskinan di
Kabupaten Mandailing Natal maka perkebunan karet rakyat sangat potensial
dikembangkan di Kabupaten Mandailing Natal.
Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan karet rakyat adalah
rendahnya produktivitas karet, dan tingginya proporsi areal tanaman karet tua,
belum efisiennya sistem pemasaran bahan olah karet, keterbatasan modal untuk
membeli bibit unggul maupun sarana produksi lain seperti pupuk, herbisida serta
ketersediaan sarana produksi pertanian di tingkat petani juga masih terbatas.
Memperhatikan potensi yang ada dan prospek masa depan serta untuk mengurangi
permasalahan yang timbul dalam pengelolaan karet di Kabupaten Mandailing
Natal, Karena itu diperlukan suatu analisis dalam rangka memberikan masukan
bagi perencanaan pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Mandailing
Natal.
Tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan lokasi yang berpotensi untuk
pengembangan tanaman karet rakyat berdasarkan aspek fisik, (2) menganalisis
kelayakan finansial pengusahaan kebun karet rakyat pada tiap kelas kesesuaian
lahan, (3) menganalisis margin tata niaga dan integrasi pasar dalam rantai
pemasaran cup lump karet, (4) menyusun arahan kebijakan pengembangan
perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal.

Data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa data tabular dan
peta-peta tematik digital yang berasal dari berbagai instansi pemerintah. Selain
itu, digunakan juga data primer hasil wawancara dengan petani dan pedagang
pengumpul karet. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, analisis data yang
digunakan adalah (1) analisis Sistem Informasi Geografi (SIG), (2) analisis
kelayakan finansial, (3) analisis pemasaran yaitu analisis margin pasar dan
integrasi pasar dan (4) analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten
Mandailing Natal sesuai untuk budidaya tanaman karet yaitu seluas 460.849 ha
(70,41%) dan lahan yang tidak sesuai seluas 193 693 ha (29,59%). Secara aktual
sebagian besar areal tergolong kelas Sesuai Marginal (S3) yaitu seluas 421.387 ha
(64,38%), sedangkan yang tergolong kelas Cukup Sesuai (S2) seluas 23.031 ha
(3,52%) dan lahan yang tergolong kelas Sangat Sesuai (S1) seluas 16.430 ha
(2,51%) untuk tanaman karet. Kecamatan dengan kelas kesesuaian S1, S2 dan S3
yang terluas secara berturut-turut adalah Kecamatan Siabu (5.915 ha), Kecamatan
Batahan (5.326 ha) dan Kecamatan Muara Batang gadis (153.857 ha).
Berdasarkan hasil analisis finansial, usaha perkebunan karet rakyat di
Kabupaten Mandailing Natal layak untuk dikembangkan terlihat dari nilai NPV,
BCR, dan IRR yang memenuhi kriteria layak. Nilai NPV bernilai positif yaitu
antara Rp93.052.838Rp37.838.270 menunjukkan bahwa keuntungan yang
didapatkan selama umur produktif tanaman karet sebesar nilai tersebut. BCR yang
lebih besar dari satu (2,101,48) menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang
diinvestasikan dalam usaha ini akan memberikan tambahan keuntungan sebesar
Rp2,10Rp1,48. Nilai IRR yang melebihi tingkat suku bunga yang berlaku
menggambarkan bahwa sampai tingkat suku bunga 23%-29% usaha perkebunan
karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal masih memberikan nilai keuntungan
bagi petani dengan payback period antara 711 tahun.
Hasil analisis sensitivitas yang dilakukan pada kegiatan perkebunan karet
rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, pada skenario menaikkan nilai input
dengan asumsi yang lain ceteris paribus diperoleh bahwa pada tingkat kenaikan
biaya input sebesar 40 % untuk lahan S3 sudah tidak layak lagi sedangkan untuk
lahan S1 kenaikan biaya input hingga sebesar 110,3% baru menjadikan kegiatan
tersebut tidak layak. Pada skenario menaikkan tingkat suku bunga dengan asumsi
yang lain ceteris paribus, ketidaklayakan usaha perkebunan rakyat pada kelas
kesesuaian lahan S3 terjadi pada tingkat suku bunga 20,30% dan pada kelas
kesesuaian lahan S1 pada saat tingkat suku bunga 29,50%. Nilai BEP volume
produksi sebesar 1.392 kg/ha/tahun-1.679 kg/ha/tahun dan nilai BEP harga
sebesar Rp6.803Rp8.846.
Kinerja pemasaran karet di Kabupaten Mandailing Natal cenderung belum
efisien yang ditunjukkan dengan besarnya share keuntungan yang masuk ke
lembaga pemasaran yang terlibat (20,88%) dan tidak adanya keterpaduan harga
pasar jangka panjang antara pasar tingkat petani dan tingkat pabrik, akibat
panjangnya rantai pemasaran dan senjang informasi harga yang terjadi. Belum
tersedianya industri pengolahan karet di Kabupaten Mandailing Natal membuat
cup lump karet yang dihasilkan di jual ke luar daerah, padahal bahan baku cukup
banyak tersedia, sehingga perkebunan karet rakyat belum memberikan nilai
tambah bagi pembangunan daerah.

Pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal


dapat diarahkan pada lahan seluas 201.875 ha (30,84%). Arahan pengembangan
ini bukan berarti menekankan agar keseluruhan luasan tersebut hanya sesuai untuk
tanaman karet, namun hanya bersifat arahan agar masyarakat yang berminat untuk
mengembangkan tanaman karet dapat menanamnya di areal arahan ini.
Berdasarkan hasil analisis, maka pemerintah perlu segera membuat kebijakan
percepatan peremajaan karet, membangun pusat informasi harga karet di tingkat
regional yang diharapkan dapat mengurangi senjang informasi harga di petani.
Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal perlu segera merealisasikan
rencana pembangunan pabrik pengolahan karet di Kabupaten Mandailing Natal
mengingat ketersediaan bahan baku yang cukup besar dan hal ini akan
berimplikasi pada peningkatan perekonomian daerah, lebih meningkatkan peran
para penyuluh dan pembentukan kelompok-kelompok tani di masyarakat untuk
meningkatkan mutu karet yang dihasilkan dan meningkatkan bargaining position
petani dalam pemasaran karet dan mengarahkan petani pada penggunaan klon
karet unggul dengan produktivitas tinggi dan teknik budidaya sesuai anjuran serta
lebih meningkatkan pengawasan terhadap distribusi pupuk dan pestisida untuk
petani.
Kata kunci : karet rakyat, evaluasi lahan, kelayakan finansial, kelayakan
pemasaran

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN


KARET RAKYAT DI KABUPATEN MANDAILING NATAL,
PROPINSI SUMATERA UTARA

HADIJAH SIREGAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Widiatmaka, DAA

Judul Tesis
Nama
NRP

: Analisis Potensi Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di


Kabupaten Mandailing Natal
: Hadijah Siregar
: A156090174

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus


Ketua

Ir. Atang Sutandi, M.Si Ph.D


Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

Tanggal Ujian :

Tanggal Lulus :

Kupersembahkan Karya ini


Kepada:
Almarhumah Ibunda tersayang Hj. Hasna Nasution
dan Ayahanda H. Bustaman Siregar
Saudara-saudariku (Rosmaiani Siregar & Soritua Harahap,
Aisyah Siregar & Isya Ansori Nasution,
Siti Amisah Siregar, Hamonangan Siregar & Hasan Ansari Siregar,
Rosdina Siregar & Dollar)
yang telah mendukung dan selalu mendoakanku selama ini
dan keponakan-keponakanku (Anri, Aldi, Astri, Nanda, Ari, Hasdan,
Ismail and Nazwa) yang memberi warna-warni dan kebahagian
dalam keluarga kami.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan
rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Desember 2010 di
Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara ini adalah pengembangan
wilayah, dengan judul Analisis Potensi Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat
di Kabupaten Mandailing Natal.
Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa
terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir Santun RP
Sitorus selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Atang Sutandi, Msi, Ph.D selaku
anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang
diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini, serta Dr. Ir.
Widiatmaka, DAA selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan
masukan bagi penyempurnaan tesis ini. Disamping itu, penghargaan dan terima
kasih saya sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr selaku ketua
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah dan segenap staf pengajar dan
manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB, Pimpinan dan staf
Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis,
Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini, Pegawai Dinas
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Mandailing Natal yang telah memberikan
bantuan selama proses penelitian, sahabat-sahabat terbaikku Gank PWL kelas
Bappenas angkatan 2009 (Bang Sus, Nyak Evi, Atok (Yulita), Mba Miras, Mba
Dina, Kang Ardy, Erva, Dian, Tina, Mba Riri, Mba Anna, Kak Gun, Kak Hafidz, Mas
Edi) atas segala doa, dukungan, bantuan dan kebersamaannya yang solid dan
kompak selama proses belajar hingga selesai, Ivong Verawaty (atas bantuan
petanya) dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Akhirnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya juga
disampaikan kepada almarhumah ibunda, ayahanda, serta seluruh keluarga, atas
segala doa, dukungan, pengertian dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2011

Hadijah Siregar

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Padangsidimpuan, Propinsi Sumatera Utara pada
tanggal 11 Oktober 1979 dari pasangan H. Bustaman Siregar dan Hj. Hasna
Nasution (Almarhumah). Penulis merupakan putri keenam dari tujuh bersaudara.
Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan di kota kelahiran, sedangkan pendidikan
sarjana ditempuh pada Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2003.
Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2009 dan diterima pada Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah melalui beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan,
Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (BAPPENAS).
Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil pada Dinas
Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara sebagai staf.
Pada tahun 2005 penulis diangkat menjadi Pelaksana Kasi Perizinan pada Dinas
Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal dan pada tahun 2008 penulis diangkat
menjadi Kasi Sumberdaya pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Mandailing Natal.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN.

vii

I.

II.

III

IV

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................
1.3.1 Tujuan ................................................................................
1.3.2 Manfaat ..............................................................................

1
5
7
7
7

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis .........................................................................
2.1.1 Pembangunan Ekonomi Wilayah ......................................
2.1.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan ...............................................
2.1.3 Kelayakan Finansial Usahatani .........................................
2.1.4 Kelayakan Pemasaran........................................................
2.1.5 Sistem Informasi Geografis ...............................................
2.2 Prospek Pengembangan Tanaman Karet ....................................
2.3 Penelitian Terdahulu ...................................................................

9
9
10
12
12
13
14
19

METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran ...................................................................
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................
3.3 Metode Pengumpulan Data .........................................................
3.4 Teknik Analisis Data ..................................................................
3.4.1 Penentuan Lokasi Berpotensi untuk Tanaman Karet
Secara Fisik .......................................................................
3.4.2 Analisis Kelayakan Finansial ............................................
3.4.3 Analisis Margin Tata Niaga dan Keterpaduan Pasar ......
3.3.3.1 Analisis Margin Tata Niaga ..................................
3.3.3.2 Analisis Keterpaduan Pasar ...................................
3.4.4 Penyusunan Arahan Kebijakan Pengembangan
Perkebunan Karet Rakyat ..................................................
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal ..............................
4.2 Letak Geografis...........................................................................
4.3 Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Mandailing Natal .................
4.3.1 Topografi ...........................................................................
4.3.2 Morfologi Wilayah ............................................................

27
30
30
31
31
34
39
39
40
41

49
50
51
51
52

ii

4.3.3 Hidrologi ...........................................................................


4.3.4 Iklim .............................................................................
4.3.4.1 Musim..................................................................
4.3.4.2 Suhu dan Curah Hujan ........................................
4.3.5 Jenis Tanah ........................................................................
4.4 Demografi
.............................................................................
4.5 Perekonomian .............................................................................
4.5.1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Mandaling Natal ........
4.5.2 Struktur Perekonomian Kabupaten Mandailing Natal .......
4.5.3 Peranan Subsektor Perkebunan .........................................
4.5.4 Perkembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten
Mandailing Natal ................................................................
4.5.5 Karakteristik Usahatani Karet Rakyat di Kabupaten
Mandailing Natal ...............................................................
V

VI

54
55
55
55
55
56
57
57
58
59
62
63

HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Persebaran Lokasi yang Berpotensi untuk Tanaman Karet
Secara Fisik .............................................................................
5.2 Kelayakan Finansial Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat
5.3 Pemasaran Karet Rakyat .............................................................
5.3.1 Margin Tata Niaga.............................................................
5.3.2 Integrasi Pasar ...................................................................
5.4 Arahan Kebijakan Pengembangan Kebun Karet Rakyat ............
5.4.1 Persebaran Lokasi Arahan Pengembangan Kebun Karet
Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal ..........................
5.4.2 Arahan Kebijakan Pengembangan Kebun Karet Rakyat ..

96
100

SIMPULAN DAN SARAN


6.1 Simpulan
.............................................................................
6.2 Saran
.............................................................................

107
108

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

.............................................................................
.............................................................................

67
71
85
88
93
96

109
115

DAFTAR TABEL

Tabel
1.

Halaman
Perkembangan Luas Perkebunan Indonesia
Tahun 2005-2009 (Ha) .......................................................................

Perkembangan Produksi Perkebunan Indonesia


Tahun 2005-2009 (Ton) .....................................................................

Tujuan, parameter, data dan sumberdata penelitian dan teknik


analisis yang akan dilakukan .............................................................

32

Penentuan arahan pengembangan tanaman karet


di Kabupaten Mandailing Natal .........................................................

42

Hasil pemekaran kecamatan-kecamatan di Kabupaten


Mandailing Natal .............................................................................

50

Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Mandailing Natal


Tahun 2004-2008 (persen) .................................................................

58

Distribusi Persentase Sektor Ekonomi Kabupaten Mandailing Natal


Tahun 2004-2008 (persen) .................................................................

60

Luas Areal, Produksi dan Sentra Tanaman Perkebunan di Kabupaten


Mandailing Natal tahun 2008 ...........................................................

61

Produksi Karet di Kabupaten Mandailing Natal Menurut


Kecamatan Tahun 2008 .....................................................................

63

10. Karakteristik usahatani karet rakyat di Kabupaten Mandailing


Natal tahun 2010 .............................................................................

64

11. Kelas dan sub kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman karet
di masing-masing kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal...........

69

12. Analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, IRR payback period)


perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal ................

73

13. Analisis sensitivitas kelayakan finansial (NPV, BCR, IRR dan


payback period) perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing
Natal dengan menaikkan biaya input ................................................

79

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

14. Analisis sensitivitas kelayakan finansial (NPV, BCR, IRR dan

iv

payback period) perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing


Natal dengan menaikkan tingkat suku bunga ...................................

80

15. Analisis BEP (Break Event Point) pengusahaan perkebunan


karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal ....................................

81

16. Matrik keragaan pasar cup lump karet rakyat di Kabupaten


Mandailing Natal tahun 2010 ...........................................................

89

17. Nilai margin dan persentase margin penjualan per kilogram


cup lump karet pada masing-masing pelaku pasar dan saluran
pemasaran cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal,
tahun 2010
.............................................................................

92

18. Hasil dugaan parameter keterpaduan pasar cup lump karet rakyat
di Kabupaten Mandailing Natal .........................................................

93

19. Pembagian prioritas arahan pengembangan tanaman Karet


di Kabupaten Mandailing Natal .........................................................

98

20. Luasan lokasi arahan pengembangan perkebunan karet rakyat


beserta pemprioritasannya di Kabupaten Mandailing Natal ..............

100

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.

Kerangka pemikiran .............................................................................

29

2.

Grafik Break Event Point (BEP) ..........................................................

38

3.

Bagan alir penelitian.............................................................................

48

4.

Peta administrasi Kabupaten Mandailing Natal ...................................

51

5.

Peta kemiringan lahan ..........................................................................

52

6.

Peta ketinggian tempat .........................................................................

53

7.

Persentase nilai PDRB per sub sektor Kabupaten Mandailing Natal


tahun 2004-2008
.............................................................................

61

8.

Produksi Karet di Kabupaten Mandaling Natal Tahun 2004-2008 .....

62

9.

Peta Kesesuaian Lahan Karet Kabupaten Mandailing Natal................

68

10.

Peta Kesesuaian Lahan Karet dengan faktor-faktor pembatas di


Kabupaten Mandailing Natal................................................................

72

Saluran pemasaran cup lump karet rakyat di Kabupaten


Mandailing Natal kondisi tahun 2010 ..................................................

88

Peta Arahan Pengembangan Tanaman Karet Rakyat


di Kabupaten Mandailing Natal ...........................................................

101

11.

12.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1.

Kriteria kesesuaian lahan karet .....................................................

116

2.

Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Mandailing Natal .................

117

3.

Peta Kawasan Hutan Kabupaten Mandailing Natal ......................

118

4.

Peta Pencadangan Areal Hutan Rakyat


di Kabupaten Mandailing Natal ....................................................

119

Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Sihepeng


Kecamatan Siabu (kelas kesesuaian lahan S1) ..............................

120

Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Malintang


Jae Kecamatan Bukit Malintang (kelas kesesuaian lahan S1) ......

122

Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Purba Baru


Kecamatan Lembah Sorik Marapi (kelas kesesuaian lahan S2) ...

124

Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Roburan


Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan (kelas kesesuaian
lahan S2)
...........................................................................

126

Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Tambangan


Kecamatan Tambangan (kelas kesesuaian lahan S3) ....................

128

Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Hutarimbaru


Kecamatan Kotanopan (kelas kesesuaian lahan S3) .....................

130

Perbandingan rataan komponen input dan output pengusahaan


kebun karet rakyat untuk luasan 1 Ha pada kelas kesesuaian
lahan S1, S2 dan S3 di masing-masing desa sampel .....................

132

Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)


di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu
(kelas kesesuaian lahan S1) Menaikkan Biaya Input ....................

133

Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)


di Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang
(kelas kesesuaian lahan S1) Menaikkan Biaya Input ....................

135

Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)


di Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi
(kelas kesesuaian lahan S2) Menaikkan Biaya Input ....................

137

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

viii

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)


di Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan
(kelas kesesuaianlahan S2) Menaikkan Biaya Input ....................

139

Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)


di Desa Tambangan Kecamatan Tambangan
(kelas kesesuaian lahan S3) Menaikkan Biaya Input ....................

141

Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)


di Desa Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan
(kelas kesesuaian lahan S3) Menaikkan Biaya Input ....................

143

Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)


di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu
(kelas kesesuaian lahan S1) Menaikkan Suku Bunga ...................

145

Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)


di Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang
(kelas kesesuaian lahan S1) Menaikkan Suku Bunga ...................

147

Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)


di Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi
(kelas kesesuaian lahan S2) Menaikkan Suku Bunga ...................

149

Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)


di Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan
(kelas kesesuaianlahan S2) Menaikkan Suku Bunga ...................

151

Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)


di Desa Tambangan Kecamatan Tambangan
(kelas kesesuaian lahan S3) Menaikkan Suku Bunga ...................

153

Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha)


di Desa Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan
(kelas kesesuaian lahan S3) Menaikkan Suku Bunga ...................

155

Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan


Karet (1 ha) di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu
(kelas kesesuaian lahan S1) ...........................................................

157

Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi


Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu
(kelas kesesuaian lahan S1) ...........................................................

159

Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan


Karet (1 ha) di Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang
(kelas kesesuaian lahan S1) ...........................................................

161

ix

27.

28.

29.

30.

31.

32.

33.

34.

35.

36.

Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi


Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Malintang Jae
Kecamatan Bukit Malintang (kelas kesesuaian lahan S1) ............

163

Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan


Karet (1 ha) di Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik
Marapi (kelas kesesuaian lahan S2) ..............................................

165

Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi


Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Purba Baru Kecamatan
Lembah Sorik Marapi (kelas kesesuaian lahan S2) ......................

167

Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan


Karet (1 ha) di Desa Roburan Lombang Kecamatan
Panyabungan Selatan (kelas kesesuaianlahan S2) ........................

169

Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi


Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Roburan Lombang
Kecamatan Panyabungan Selatan (kelas kesesuaianlahan S2) .....

171

Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan


Karet (1 ha) di Desa Tambangan Kecamatan Tambangan
(kelas kesesuaian lahan S3) ...........................................................

173

Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi


Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Tambangan Kecamatan
Tambangan (kelas kesesuaian lahan S3) .......................................

175

Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan


Karet (1 ha) di Desa Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan
(kelas kesesuaian lahan S3) ...........................................................

177

Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi


Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Hutarimbaru Kecamatan
Kotanopan (kelas kesesuaian lahan S3) ........................................

179

Rekapitulasi harga pasar lump karet tingkat petani


di Kabupaten Mandailing Natal dan harga di tingkat pabrik
di Propinsi Sumatera .....................................................................

181

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan subsektor perkebunan merupakan salah satu pilihan yang
cukup realistis sebagai bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian
Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi dengan tiga alasan utama. Pertama,
bisnis perkebunan adalah bisnis yang mempunyai daya tahan tinggi karena
berbasis pada sumberdaya domestik dan berorientasi ekspor. Hal ini tercermin
dari bisnis perkebunan yang selalu tumbuh sekitar 4% per tahun pada 25 tahun
terakhir. Kedua, bisnis perkebunan diyakini masih sangat prospektif dengan
peluang pertumbuhan berkisar antara 2%-8% per tahun, tergantung komoditinya.
Ketiga, bisnis perkebunan merupakan bisnis yang relatif intensif menggunakan
tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang berlokasi di pedesaan. Dengan
karakteristik tersebut, bisnis perkebunan diharapkan mampu menyerap tenaga
kerja yang lebih banyak, sekaligus memperbaiki ketimpangan distribusi
pendapatan yang kini tengah dihadapi (Ditjenbun, 2009)
Agribisnis subsektor ini mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap
stabilitas ekonomi makro, pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, penerimaan
devisa dari ekspor, dan sumber bahan baku bagi industri hilir hasil pertanian. Hal
ini dapat dilihat dari produksi beberapa komoditas perkebunan dan devisa yang
dihasilkan cukup tinggi. Pada tahun 2008 dari subsektor ini diperoleh devisa
sebesar US$24,5 milyar dan tahun 2009 meningkat menjadi US$26,5 milyar.
Sementara itu, jumlah petani-pekebun yang mengelola usaha berbagai jenis
komoditas tahun 2009 sebanyak 19,70 juta KK. Hal ini membuktikan bahwa
sektor perkebunan menjadi salah satu penopang ekonomi rakyat. Perkebunan juga
mampu menghadapi berbagai krisis ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 1997
sampai 1998 dan tahun 2008. Sektor ini juga memberikan kontribusi dalam
mengatasi berbagai masalah nasional seperti penyediaan lapangan kerja dan
penanggulangan kemiskinan (Ditjenbun, 2009).
Perkembangan luas areal dan produksi komoditi perkebunan dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan. Luas areal perkebunan dari tahun 2005 sampai
dengan tahun 2009 meningkat sebesar 16%. Produksi perkebunan Indonesia dari
tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 45,57%.

Perkembangan luas perkebunan Indonesia dan produksi perkebunan Indonesia


disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1 Perkembangan Luas Perkebunan Indonesia Tahun 2005-2009 (ha)
Komoditas
2005
2006
K. Sawit
5.453.817
6.594.914
Kelapa
3.803.614
3.788.892
Karet
3.279.391
3.346.427
Kakao
1.167.046
1.320.820
Kopi
1.255.272
1.308.732
Tebu
381.786
396.441
Jambu Mete
579.650
569.197
Cengkeh
448.857
444.658
The
139.121
135.590
Tembakau
198.212
172.234
Kapas
5.982
6.263
Lada
191.992
192.604
Jumlah
16.904.740
18.276.772
Sumber : Ditjen Perkebunan (2009)

2007
6.766.836
3.795.037
3.413.717
1.379.279
1.295.912
427.799
570.677
453.292
133.734
198.054
13.737
189.054
18.636.859

2008
7.007.876
3.798.338
3.469.960
1.473.259
1.302.893
442.151
569.677
457.172
129.336
203.627
16.601
190.777
19.061.666

2009
7.321.897
3.800 .846
3.524.583
1.592.982
1.309.184
480.148
566.394
460.186
129.599
212.698
20.000
191.612
19.610.129

Tabel 2 Perkembangan Produksi Perkebunan Indonesia Tahun 2005-2009 (ton)


Komoditas
2005
K. Sawit
11.861.615
Kelapa
3 .096.844
Karet
2 .270.891
Kakao
748.828
Kopi
640.365
Tebu
2 .241.742
Jambu Mete
135.070
Cengkeh
78.350
Teh
166.091
Tembakau
153.470
Kapas
2.241
Lada
78.328
Jumlah
21.473.835
Sumber : Ditjen Perkebunan (2009)

2006
17.350.848
3.131.158
2.637.231
769.386
682.158
2.307.027
149.138
61.408
146.858
146.265
1.627
77.533
27.460.637

2007
17.664.725
3.199.662
2.755.172
740.006
676.475
2.623.786
146.148
80.404
150.623
164.851
12.768
74.131
28.288.751

2008
18.089.503
3.247.077
2.921.872
792.761
682.938
2.703.975
142.536
80.929
148.315
169.668
20.523
79.726
29.176.793

2009
19.440.292
3.257.773
3.040.110
849.875
689.057
2.954.095
133.282
82.543
151.617
172.701
24.725
81.662
31.260.190

Indonesia merupakan negara eksportir karet terbesar kedua di dunia setelah


Thailand. Indonesia memiliki areal perkebunan karet terluas di dunia namun
produktivitasnya masih rendah. International Rubber Study Group (IRSG)
meramalkan bahwa pada tahun 2020 konsumsi karet dunia akan mencapai 10,95
juta ton dan produksi dunia mencapai 10,99 juta ton sehingga terdapat surplus
54.000 ton (Ditjenbun, 2009). Dalam rangka penguatan sektor perkebunan di
Indonesia, pemerintah telah mencanangkan program revitalisasi perkebunan yakni

suatu upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan,


peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit investasi
perbankan dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan melibatkan perusahaan
dibidang usaha perkebunan sebagai mitra pengembangan dalam pembangunan
kebun, pengolahan dan pemasaran hasil dengan tiga komoditi yaitu kelapa sawit,
karet dan kakao (Ditjenbun, 2007).
Pertumbuhan ekonomi dunia pada sepuluh tahun terakhir yang sangat pesat,
terutama China dan beberapa negara kawasan Asia-Pasifik dan Amerika Latin
seperti India, Korea Selatan dan Brazil memberi dampak pertumbuhan permintaan
karet alam yang cukup tinggi, walaupun pertumbuhan permintaan karet di negaranegara industri maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang relatif stagnan.
Hal ini sejalan dengan keinginan manusia menggunakan barang yang bersifat
tahan pecah dan elastis sehingga kebutuhan akan karet sebagai bahan baku
industri barang jadi karet (ban, sarung tangan karet, benang karet dan lain-lain)
saat ini akan terus berkembang dan meningkat sejalan dengan pertumbuhan
industri otomotif, kebutuhan rumah sakit, alat kesehatan, keperluan rumah tangga
dan sebagainya. Diperkirakan untuk masa yang akan datang kebutuhan karet akan
terus meningkat.
Berdasarkan data dan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan
menjadi salah satu penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi
yang akan meningkatkan ekspor karet. Hal ini akan menjadi peluang yang baik
bagi Indonesia untuk mengekspor karet dan hasil olahan industri karet yang ada di
Indonesia ke negaranegara lainnya. Luas areal perkebunan karet Indonesia
sekarang ini mencapai 3,52 juta ha yang terdiri atas 85% perkebunan rakyat dan
sisanya perkebunan besar swasta dan badan usaha milik negara dengan produksi
sekitar 3 juta ton dan menyerap sedikitnya 2,30 juta tenaga kerja. Luas
perkebunan karet Indonesia merupakan yang terluas di dunia disusul Thailand
seluas 2,76 juta ha. Pemulihan ekonomi akibat krisis global tahun 2007
menyebabkan permintaan karet juga meningkat. Diramalkan pada 2015 Indonesia
dapat meningkatkan produksi dengan laju yang tinggi, sehingga dapat melampaui
produksi Thailand (Ditjenbun, 2009)

Prospek karet alam akan baik selama ekonomi tumbuh dengan baik dan
produksi tidak mengalami gangguan cuaca, sehingga pemerintah perlu membuat
perencanaan yang matang dalam peremajaan dan pembukaan kebun karet baru.
Peluang untuk menjadi produsen utama di dunia dimungkinkan, karena Indonesia
mempunyai potensi sumberdaya yang sangat memadai untuk meningkatkan
produksi melalui program revitalisasi perkebunan. Pengembangan komoditas
karet di lahan kering dan kritis juga memberi kontribusi nyata dalam memelihara
bahkan memperbaiki lingkungan. Di samping itu, pengembangan komoditas karet
dalam bentuk agroforestry serta pemanfaatan kayu karet sebagai pengganti kayu
dari hutan primer merupakan kontribusi lain perkebunan karet dalam konservasi
lingkungan (Boerhendhy et al., 2003)
Kebijakan otonomi daerah melalui Undang-undang nomor 32 tahun 2004
memberikan kewenangan yang besar pada daerah dalam mengelola pemerintahan
dan sumberdaya daerah termasuk kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan konservasi
sumberdaya

alam

yang

diiringi

dengan

tanggung

jawab

pembiayaan

pembangunan daerah yang porsinya semakin meningkat. Berkaitan dengan upaya


pembangunan daerah, maka pengembangan ekonomi yang berbasis pada
sumberdaya lokal sebagai pusat pertumbuhan perlu diperkuat. Berdasarkan data
statistik, sektor pertanian mempunyai kontribusi yang besar terhadap PDRB
Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2008 yakni sebesar 46,36% dimana
14,77% diantaranya merupakan pangsa subsektor perkebunan. Komoditi karet
merupakan komoditi perkebunan yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat.
Luas lahan yang diusahakan oleh masyarakat pada tahun 2008 seluas 71.015 Ha
dengan produksi 34.615 ton (BPS Mandailing Natal, 2009).
Penduduk Kabupaten Mandailing Natal telah mengusahakan kebun karet
secara turun-temurun dari nenek moyang dan merupakan mata pencaharian pokok
bagi sebagian besar penduduk yakni sekitar 40%, sehingga ketergantungan
masyarakat pada usaha berkebun karet ini sangat tinggi dan telah menunjukkan
hasil serta peran yang nyata bagi masyarakat dalam meningkatkan pendapatannya.
Komoditi karet bagi Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal sendiri merupakan
komoditi yang mempunyai peranan penting dalam kontribusi subsektor
perkebunan dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) karena

karet merupakan komoditi ekspor yang banyak diperdagangkan di luar negeri


dengan harga yang terus mengalami peningkatan dan merupakan komoditi
perkebunan yang masih menjadi primadona di dunia. Memperhatikan potensi
yang ada dan prospek masa depan, komoditi karet merupakan komoditi unggulan
yang berpotensi untuk dikembangkan dalam menunjang pengembangan wilayah.
1.2 Perumusan Masalah
Subsektor

perkebunan

merupakan

salah

satu

motor

penggerak

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mandailing Natal. Secara ratarata subsektor


tanaman perkebunan mengalami pertumbuhan tertinggi di sektor pertanian yakni
sebesar 6,48%. Subsektor perkebunan merupakan subsektor yang memberikan
sumbangan terbesar kedua terhadap PDRB sektor pertanian Kabupaten
Mandailing Natal yang signifikan selama lima tahun terakhir (20042008) setelah
subsektor tanaman pangan (BPS Mandailing Natal, 2009). Komoditi perkebunan
yang cukup pesat perkembangannya saat ini dan memiliki prospek pasar yang
baik di Kabupaten Mandailing Natal adalah tanaman karet. Harga jual yang tinggi
beberapa

tahun

terakhir

membuat

tingginya

minat

masyarakat

untuk

membudidayakan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal.


Permasalahan yang ada dalam pengembangan komoditi karet rakyat di
Kabupaten Mandailing Natal adalah rendahnya produktivitas karet, tingginya
proporsi areal tanaman karet tua, belum efisiennya sistem pemasaran bahan olah
karet, keterbatasan modal untuk membeli bibit unggul maupun sarana produksi
lain seperti

pupuk, herbisida serta belum adanya Pabrik Crumb Rubber di

Kabupaten Mandailing Natal, sehingga belum memberikan tingkat margin yang


memadai bagi petani karet. Rendahnya produktivitas karet yang dihasilkan petani
disebabkan belum optimalnya pengelolaan kebun karet oleh petani karena
terbatasnya pengetahuan dan kemampuan teknis budidaya karet, terbatasnya
saprodi yang dimiliki petani dalam meningkatkan produksi dan kualitas hasil karet
sesuai standar, terbatasnya modal dan SDM petugas, belum berfungsinya lembaga
pendukung pengembangan agribisnis karet rakyat.
Mempertimbangkan besarnya potensi pengembangan karet di Kabupaten
Mandailing Natal dan dalam upaya penanganan permasalahan pengembangan
karet, perlu dilakukan berbagai analisis diantaranya untuk menghindari agar

masyarakat tidak dirugikan dengan menanam tanaman karet di lokasi yang tidak
sesuai dengan kriteria tumbuh tanaman (biofisik), aspek spasial (tata ruang) dan
aspek ekonomi. Diperlukan arahan bagi masyarakat dalam memilih lokasi yang
tepat untuk budidaya tanaman tersebut. Dengan pemilihan lokasi yang tepat
produk yang dihasilkan akan maksimal dan akan berkorelasi dengan keuntungan
yang didapat. Selain lokasi yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, faktor
kelayakan usaha juga merupakan hal yang perlu diperhatikan. Aspek keuntungan
finansial merupakan suatu keharusan dalam pengusahaan suatu tanaman. Biasanya
belum ada perhitungan yang matang oleh petani dalam merencanakan
pengusahaan kebunnya, baik aspek budidaya maupun aspek pasar. Oleh karena
itu, perlu diketahui apakah kondisi perkebunan karet rakyat di Kabupaten
Mandailing Natal saat ini telah memberikan keuntungan yang sesuai bagi modal
yang telah dikeluarkan petani.
Aspek pasar merupakan salah satu faktor penentu bagi keberhasilan
pengusahaan kebun karet rakyat. Kebutuhan dunia yang cenderung terus
meningkat mengakibatkan harga karet cukup stabil dan cenderung meningkat.
Petani karet di Kabupaten Mandailing Natal menjual hasil karet dalam bentuk cup
lump (lump mangkuk) yakni getah atau lateks karet yang dikumpulkan dengan
mamakai mangkuk sehingga gumpalannya berbentuk mangkuk. Beberapa bulan
terakhir pada tahun 2010, harga jual cup lump karet di tingkat petani di Kabupaten
Mandailing Natal sebesar Rp10.000/kgRp20.000/kg. Petani tidak mengalami
kesulitan dalam penjualan cup lump karet karena pedagang pengumpul cukup
banyak yang mendatangi petani untuk membeli. Permasalahannya adalah, apakah
rantai pemasaran cup lump karet petani di Kabupaten Mandailing Natal saat ini
telah efisien? Efisien dalam arti apakah keuntungan yang diperoleh petani cukup
sebanding dengan modal atau pengorbanan yang dikeluarkan petani dan apakah
harga di tingkat petani mempunyai keterpaduan yang tinggi dengan harga di
tingkat pabrik? Bila belum efisien, faktor apa yang menyebabkannya dan apa
alternatif pemecahan masalah tersebut sehingga rantai pemasaran cup lump karet
di Kabupaten Mandailing Natal menjadi lebih efisien.
Pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal diharapkan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu adanya arahan

potensi pengembangan perkebunan karet rakyat yang sesuai konsep pembangunan


berkelanjutan yakni sesuai dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial.
Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian
sebagai berikut :
1.

Dimanakah lokasi pengembangan tanaman karet yang sesuai berdasarkan


aspek fisik dan spasial?

2.

Bagaimana kelayakan finansial pengusahaan kebun karet rakyat pada tiap


kelas kesesuaian lahan?

3.

Bagaimana efisiensi kelembagaan pemasaran karet rakyat?

4.

Bagaimana arahan potensi pengembangan perkebunan karet rakyat di


Kabupaten Mandailing Natal?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.

Menentukan lokasi yang berpotensi untuk pengembangan tanaman karet


rakyat berdasarkan aspek fisik

2.

Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan kebun karet rakyat pada setiap


kelas kesesuaian lahan

3.

Menganalisis margin tata niaga dan integrasi pasar dalam rantai pemasaran
cup lump karet

4.

Menyusun arahan kebijakan pengembangan kebun karet rakyat di Kabupaten


Mandailing Natal

1.3.2 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada Pemerintah
Daerah dalam pengambilan kebijakan pengembangan perkebunan karet di
Kabupaten Mandailing Natal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
ekonomi daerah.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pembangunan Ekonomi Wilayah
Secara filosofis proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya
sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat
menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga
yang paling humanistik (Rustiadi et al., 2009). Pembangunan ekonomi dapat
diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk
mengembangkan

kegiatan

ekonomi

dan

kualitas

hidup

masyarakatnya.

Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana terjadi


saling

keterkaitan

dan

saling

mempengaruhi

diantara

berbagai

faktor.

Pembangunan ekonomi harus dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama


sehingga diketahui tuntutan peristiwa yang timbul sehingga akan mewujudkan
peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari suatu
tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya (Arsyad, 1999).
Paradigma pembangunan ekonomi wilayah seharusnya lebih mengarah pada
penguatan basis ekonomi yang memiliki prinsip keseimbangan (equity) yang
mendukung pertumbuhan ekonomi (eficiency), dan keberlanjutan (sustainability).
Pembangunan ekonomi wilayah seyogyanya juga dilakukan dengan menggunakan
paradigma baru melalui pembangunan yang berbasis lokal dan sumberdaya
domestik. Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok,
yaitu: (1) berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya, (2) meningkatnya rasa harga diri masyarakat sebagai manusia, (3)
meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih yang merupakan salah satu
hak asasi manusia (Anwar, 2001).
Pembangunan

daerah

merupakan

bagian

integral

dan

merupakan

penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran


pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi, dan permasalahan
pembangunan di daerah. Kunci keberhasilan pembangunan daerah dalam
mencapai sasaran pembangunan nasional secara efisien dan efektif, termasuk
penyebaran hasilnya secara merata di seluruh Indonesia adalah koordinasi dan
keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah, antarsektor, antara sektor dan

10

daerah, antar provinsi, antar kabupaten/kota, serta antara provinsi dan


kabupaten/kota. Pembangunan daerah dilaksanakan dengan tujuan untuk
mencapai sasaran pembangunan nasional serta untuk meningkatkan hasil-hasil
pembangunan daerah bagi masyarakat secara adil dan merata (Nasution, 2009)
Miraza (2005) menyatakan bahwa pembangunan daerah berorientasi pada
pengembangan wilayah pada suatu daerah yang dilakukan secara gradual, yang
menyangkut fisik dan nonfisik wilayah dimana tercipta penataan ruang yang
efisien dan infrastruktur publik yang cukup serta kondisi lingkungan yang
nyaman. Dengan demikian keseimbangan antarkawasan menjadi penting karena
keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu mengurangi disparitas antar
wilayah dan pada akhirnya mampu memperkuat pembangunan ekonomi wilayah
secara menyeluruh. Seperti halnya bagian tubuh manusia, ketidakseimbangan
pertumbuhan wilayah akan mengakibatkan kondisi yang tidak stabil. Disparitas
antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan
politik (Rustiadi et al., 2009).
Pembangunan ekonomi dilaksanakan secara terpadu, selaras, seimbang dan
berkelanjutan dan diarahkan agar pembangunan yang berlangsung merupakan
kesatuan pembangunan nasional, sehingga dalam mewujudkan pembangunan
ekonomi nasional perlu adanya pembangunan ekonomi daerah yang pada akhimya
mampu mengurangi ketimpangan antar daerah dan mampu mewujudkan
kemakmuran yang adil dan merata antar daerah (Wijaya dan Atmanti, 2006).
2.1.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan
Evaluasi lahan adalah bagian dari proses perencanaan tata guna tanah
dengan membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan
yang akan diterapkan dengan kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan
digunakan. Tujuan evaluasi lahan adalah untuk menentukan kelas kesesuaian
lahan untuk tujuan tertentu (Sitorus, 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Pengelolaan sumber daya alam disamping memberikan manfaat masa kini,
juga menjamin kehidupan masa depan, harus dikelola sedemikian rupa sehingga
fungsinya dapat selalu terpelihara sepanjang masa. Dewasa ini dinamika
pemanfaatan lahan berlangsung relatif lebih cepat dan akibatnya terjadi perubahan
fungsi pemanfaatan lahan yang cenderung menyebabkan menurunnya kualitas

11

lingkungan dan pada akhirnya akan mengakibatkan menurunnya daya dukung


lahan, sehingga pemanfaatan lahan perlu diarahkan menurut fungsinya untuk
menghindarkan dampak pembangunan yang negatif (Faturuhu, 2009)
Potensi suatu wilayah untuk pengembangan pertanian pada dasarnya
ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim,
tanah, terain, dan hidrologi dengan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan
tumbuh tanaman. Kecocokan antara sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah
dengan persyaratan penggunaan atau komoditas yang dievaluasi memberikan
gambaran atau informasi bahwa lahan tersebut potensial dikembangkan untuk
komoditas tersebut, artinya bahwa jika lahan tersebut digunakan untuk
penggunaan tertentu dengan mempertimbangkan berbagai asumsi mencakup
masukan yang diperlukan akan mampu memberikan hasil sesuai dengan yang
diharapkan (Sitorus, 2004)
Inti prosedur evaluasi lahan adalah menentukan jenis penggunaan (jenis
tanaman) yang akan ditetapkan, kemudian menentukan persyaratan dan pembatas
pertumbuhannya dan akhirnya membandingkan persyaratan penggunaan lahan
(pertumbuhan tanaman) tersebut dengan kualitas lahan secara fisik. Klasifikasi
kelas kesesuaian lahan yang biasa digunakan adalah klasifikasi menurut metode
FAO (1976). Metode ini digunakan untuk mengklasifikasikan kelas kesesuaian
lahan berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif, tergantung data yang tersedia
(Sitorus, 2004).
Hasil penilaian kesesuaian lahan dapat berupa kelas kesesuaian lahan aktual
dan kelas kesesuaian lahan potensial. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka
(2007), kelas kesesuaian lahan aktual menyatakan kesesuaian lahan berdasarkan
data dari hasil survei tanah atau sumberdaya lahan, belum mempertimbangkan
masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor
pembatas yang berupa sifat lingkungan fisik termasuk sifat-sifat tanah dalam
hubungannya dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian
lahan potensial menyatakan keadaan yang akan dicapai apabila dilakukan usahausaha perbaikan. Usaha perbaikan yang dilakukan harus memperhatikan aspek
ekonominya. Artinya, apabila lahan tersebut dibatasi kendala-kendalanya, maka
harus diperhitungkan apakah secara ekonomi dapat memberikan keuntungan.

12

2.1.3 Kelayakan finansial usaha tani


Untuk mengetahui secara komprehensif bagaimana aspek pengembangan
usaha suatu komoditi pertanian maka perlu dikaji kelayakannya secara finansial.
Menurut Gittinger (1986), aspek finansial terutama menyangkut perbandingan
antara pengeluaran dengan pendapatan dari usaha perkebunan karet rakyat serta
waktu didapatkannya hasil. Untuk mengetahui secara komprehensif tentang
kinerja layak atau tidaknya usaha tersebut, dikembangkan berbagai kriteria yang
pada dasarnya membandingkan antara biaya dan manfaat atas dasar suatu tingkat
harga umum tetap yang diperoleh dengan menggunakan nilai sekarang (present
value) yang telah didiskonto selama umur usaha produktif perkebunan Karet
rakyat.
Cara penilaian jangka panjang yang paling banyak digunakan adalah dengan
menggunakan Discounted Cash Flow Analysis (DCF) atau Analisis Aliran Kas
yang didiskonto (Gittinger, 1986). Analisis DCF mempunyai keunggulan yaitu
bahwa

uang

mempunyai

nilai

waktu

yang

merupakan

ciri-ciri

yang

membedakannya dari teknik lain. Ciri pokok dari analisis DCF adalah menilai
harga dengan memperhitungkan unsur waktu kejadian dan besarnya aliran
pembayaran tunai (cash flow). Biaya dipandang sebagai negative cash flow
sedangkan pendapatan dipandang sebagai positive cash flow.
Analisis

sensitifitas

digunakan

untuk

menghindari

ketidakpastian

perkembangan ekonomi di masa yang akan datang dan sering analisis proyek
didasarkan pada proyeksi-proyeksi sehingga ketidakpastian yang akan terjadi di
masa yang akan datang, seperti terjadinya kenaikan biaya-biaya operasional,
terjadinya penurunan harga yang menyebabkan penurunan keuntungan dapat
diminimalisasi (Syahrani, 2003)
Analisis kepekaan/sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai seberapa
besar (persen) penurunan atau peningkatan faktor-faktor tersebut dapat
mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak
layak dilaksanakan (Gittinger, 1986).
2.1.4 Kelayakan Pemasaran
Tingkat efisiensi sistem pemasaran suatu usaha dapat diukur antara lain
dengan pendekatan margin tataniaga dan keterpaduan pasar. Azzaino (1983)

13

mendefinisikan margin tata niaga sebagai perbedaan harga yang dibayar


konsumen akhir untuk suatu produk dengan harga yang diterima petani produsen
untuk produk yang sama. Tomek dan Robinson (1977) mendefinisikan margin
tataniaga sebagai berikut : (1) perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan
harga yang diterima produsen, (2) kumpulan balas jasa yang diterima oleh jasa
tataniaga sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran.
Analisis keterpaduan pasar adalah analisis yang digunakan untuk melihat
seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditi pada suatu tingkat lembaga
tataniaga dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga lainnya. Berbagai pendekatan
dapat dilakukan untuk melihat fenomena ini. Salah satunya adalah metode
Autoregressive Distributed Lag yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan
Heytens (1986).
2.1.5 Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang
selanjutnya akan disebut SIG (Sistem Informasi Geografis) merupakan sistem
informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan
data atau informasi geografis (Aronoff, 1989). SIG memungkinkan pengguna
untuk memahami konsep-konsep lokasi, posisi, koordinat, peta, ruang dan
permodelan spasial secara mudah. Selain itu, dengan Sistem Informasi Geografis
pengguna dapat membawa, meletakkan dan menggunakan data ke dalam sebuah
model representasi miniatur permukaan bumi untuk kemudian dimanipulasi,
dimodelkan atau dianalisis baik secara teksdtual, secara spasial maupun
kombinasinya (analisis melalui query atribut dan spasial), hingga akhirnya
disajikan dalam bentuk sesuai dengan kebutuhan pengguna (Prahasta, 2005)
Beberapa ahli menjelaskan tahapan-tahapan kelengkapan dalam Sistem
Informasi Geografis menjadi tiga tahapan. Tahap pertama kelengkapan Sistem
Informasi Geografis adalah inventarisasi data. Data yang menjadi masukan dalam
Sistem Informasi Geografis dapat berupa peta tematik digital maupun rekaman
digital dari sistem satelit yang sudah memberikan kenampakan informasi yang
dibutuhkan (Robinson et al., 1995). Tahap kedua kelengkapan Sistem Informasi
Geografis adalah penambahan operasional analisis pada tahap pertama. Pada
tahapan ini, bentuk data diberikan kedalam data dengan menggunakan data

14

statistik. Berbagai layer dari data yang dihasilkan pada tahap pertama dianalisis
secara bersama-sama untuk menetapkan lokasi atau bentuk yang memiliki atribut
sama atau serupa (Robinson et al., 1995).
Analisis ini bisa dilakukan dengan tumpang susun (overlay). Tumpang
susun peta merupakan proses yang paling banyak dilakukan dalam SIG.
Selanjtnya kalkulasi dapat dilakukan. Kalkulasi merupakan sekumpulan operasi
untuk memanipulasi data spasial baik berupa peta tunggal maupun beberapa peta
sekaligus. Operasi ini dapat berupa penjumlahan, pengurangan, maupun perkalian
antar peta, namun dapat pula melalui pengkaitan dengan suatu basis data atribut
tertentu. Tahapan terakhir kelengkapan Sistem Informasi Geografis adalah
pengambilan keputusan. Pada tahap ini digunakan model-model untuk
mendapatkan evaluasi secara real time, kemudian hasil yang didapatkan dari
permodelan dibandingkan dengan kondisi di lapangan (Robinson et al., 1995).
Keluaran utama dari Sistem Informasi Geografis adalah informasi spasial baru
yang perlu disajikan dalam bentuk tercetak (hard copy) supaya dapat
dimanfaatkan dalam kegiatan operasional (Danoedoro, 1996).
Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk membangun suatu
model pemetaan kesesuaian lahan di

suatu wilayah dengan menggabungkan

prosedur evaluasi lahan dengan pilihan-pilihan pengambilan keputusan dalam


suatu Sistem Informasi Geografis (SIG). Prosedur ini mencakup 5 tahapan yaitu:
(1) mendisain unit pemetaan lahan; (2) mendiagnosa tipe-tipe penggunaan lahan
yang ada dan keperluan-keperluannya; (3) menganalisis kesesuaian lahan melalui
matching antara unit pemetaan lahan dengan tipe penggunaan lahan; (4)
mengintegrasikan data ke basis data relasional (sosial-ekonomi); (5) penyajian
peta kesesuaian lahan melalui proses join table antara hasil kesesuaian lahan
dengan unit pemetaan lahan dalam Sistem Informasi Geografis (Hashim I, 2002)
2.2 Prospek Pengembangan Tanaman Karet
Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai
sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan
ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun
pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan
luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih

15

menghadapi beberapa kendala yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet


rakyat yang merupakan mayoritas areal karet nasional dan ragam produk olahan
yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber).
Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal
tanaman tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta
kondisi kebun yang tidak terawat, sehingga perlu upaya percepatan peremajaan
karet rakyat dan pengembangan industri hilir (Balitbang Pertanian, 2009).
Perkebunan karet rakyat dicirikan oleh pemilikan lahan yang sempit,
tersebar serta produktivitas mutu hasil yang rendah. Produksi karet berupa sleb,
lump, SIT angin dan jenis mutu lainnya yang dikenal dengan bokar (bahan olah
karet rakyat) dari usahatani kecil kemudian diolah oleh perusahaan pengolah
(processor) yang pada umumnya berada di dekat kota, menjadi bentuk karet
remah (crumb rubber). Proses sampai ke pabrik pengolahan, produksi karet dari
petani kecil tersebut harus melalui rantai tataniaga yang panjang menggunkan
bentuk-bentuk kelembagaan yang telah berkembang, sehingga petani seringkali
menerima bagian harga yang relatif rendah.
Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh
rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat
masih positif walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan
negara dan swasta sama-sama menurun 0,15%/tahun. Oleh karena itu, tumpuan
pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan rakyat. Luas areal kebun
rakyat yang tua, rusak dan tidak produktif mencapai sekitar 400.000 hektar yang
memerlukan peremajaan. Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana
yang tersedia untuk peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet
sudah cukup, namun selama lima tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan
investasi baru dalam industri pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber
maupun produk-produk karet lainnya karena produksi bahan baku karet akan
meningkat. Kayu karet sebenarnya mempunyai potensi untuk dimanfaatkan
sebagai bahan pembuatan furniture tetapi belum optimal, sehingga diperlukan
upaya untuk pemanfaatan yang lebih lanjut (Balitbang Pertanian, 2009).
Pengembangan tanaman karet dan pengolahannya di masa mendatang tetap
menjadi salah satu prioritas pengembangan di sub sektor perkebunan. Hal ini

16

disebabkan, tanaman karet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan


pengembangan tanaman perkebunan lainnya. Keuntungan tersebut antara lain
sebagai berikut : (1) persyaratan tumbuh yang lebih mudah dibandingkan tanaman
lainnya; (2) merupakan usaha yang didominasi oleh perkebunan rakyat; (3)
mendukung pemerataan dan pemberdayaan ekonomi rakyat; (4) penyebaran
dalam skala yang luas; (5) merupakan sumber pendapatan yang memadai secara
berkesinambungan bagi petani; (6) mampu memperbaiki kondisi hidrologis pada
lahan kritis dan memperbaiki serta melestarikan lingkungan hidup.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya taraf hidup
diperkirakan masa depan karet alam tetap akan membaik. Kebutuhan akan
produk-produk yang menggunakan bahan karet alam sebagai bahan baku juga
akan bertambah. Persaingan antara negara produsen juga akan berlangsung ketat.
Persaingan pasar global tidak terbatas pada produk yang dihasilkan, tetapi terkait
dengan aspek proses, sumberdaya manusia dan lingkungan. Aspek lingkungan
mendapatkan porsi yang lebih besar. Hal ini yang melatarbelakangi pabrik ban
terkemuka dunia mulai memperkenalkan jenis ban yang berasal dari bahan baku
karet yang dihasilkan dari kebun-kebun dengan pengelolaan lingkungan yang baik
(green tyres). Diharapkan dengan penggunaan ban jenis tersebut permintaan
terhadap karet alam akan meningkat, karena kandungan karet alam yang semula
30-40% akan ditingkatkan menjadi 60-80% untuk industri ban (Balitbang
Pertanian, 2009).
Tujuan pengembangan karet ke depan adalah mempercepat peremajaan
karet rakyat dengan menggunakan klon unggul, mengembangkan industri hilir
untuk meningkatkan nilai tambah, dan meningkatkan pendapatan petani. Sasaran
jangka panjangnya (2025) adalah : (1) produksi karet mencapai 3,5-4 juta ton
yang 25% diantaranya untuk industri dalam negeri; (2) produktivitas akan
meningkat menjadi 1.200-1.500 kg/ha/tahun dan hasil kayu minimal 300
m3/ha/siklus tanam; (3) penggunaan klon unggul (85%); (4) pendapatan petani
menjadi US$2.000/KK/tahun dengan tingkat harga 80% dari harga FOB; dan (5)
berkembangnya industri hilir berbasis karet. Sasaran jangka menengah (20052015) adalah : (1) produksi karet mencapai 2,3 juta ton yang 10% di antaranya
untuk industri dalam negeri; (2) produktivitas meningkat menjadi 800 kg/ha/tahun

17

dan hasil kayu minimal 300 m3/ha/siklus; (3) penggunaan klon unggul (55%);
(4) pendapatan petani menjadi US$1.500/KK/th dengan tingkat harga 75% dari
harga FOB; dan (5) berkembangnya industri hilir berbasis karet di sentra-sentra
produksi karet (Balitbang Pertanian, 2009)
Kebijakan operasional di tingkat on farm yang diperlukan bagi
pengembangan agribisnis karet adalah: (1) penggunaan klon unggul dengan
produktivitas tinggi (3.000 kg/ha/tahun); (2) percepatan peremajaan karet tua
seluas 400.000 ha sampai dengan 2009 dan 1,2 juta ha sampai dengan 2025;
(3) diversifikasi usahatani karet dengan tanaman pangan sebagai tanaman sela dan
ternak; dan (4) peningkatan efisiensi usahatani. Di tingkat off farm kebijakan
operasional yang dikembangkan adalah: (1) peningkatan kualitas bokar (bahan
olah karet) berdasarkan SNI; (2) peningkatan efisiensi pemasaran untuk
meningkatkan marjin harga petani; (3) penyediaan kredit usaha mikro, kecil dan
menengah untuk peremajaan, pengolahan dan pemasaran karet bersama;
(4) pengembangan infrastruktur; (5) peningkatan nilai tambah melalui
pengembangan industri hilir; dan (6) peningkatan pendapatan petani melalui
perbaikan sistem pemasaran dan lain-lain (Balitbang Pertanian, 2009)
Kebutuhan investasi untuk peremajaan selama 2005-2015 untuk seluas
336.000 ha adalah sekitar Rp2,41 trilyun, sedangkan selama 2005-2025 untuk
seluas 1,2 juta ha adalah Rp8,62 trilyun. Kebutuhan dana untuk investasi pada
pabrik karet remah dengan kapasitas 70 ton/hari adalah Rp25,6 milyar, namun
belum perlu segera penambahan pabrik baru. Untuk kayu karet, diperlukan dana
sekitar Rp2,12 milyar untuk menghasilkan treated sawn timber dengan kapasitas
20 m3/hari (Balitbang Pertanian, 2009).
Kebijakan yang diperlukan untuk percepatan investasi tanaman karet adalah:
(1) penciptaan iklim investasi yang makin kondusif seperti pemberian kemudahan
dalam proses perijinan, pembebasan pajak (tax holiday) selama tanaman atau
pabrik belum berproduksi, pemberian rangsangan kepada pengusaha untuk
menghasilkan produk akhir bernilai tambah tinggi yang non-ban, yang prospek
pasarnya di dalam negeri cerah, adanya kepastian hukum dan keamanan baik
untuk usaha maupun lahan bagi perkebunan, dan penghapusan berbagai pungutan
dan beban yang memberatkan iklim usaha; (2) pengembangan sarana dan

18

prasarana berupa jalan, jembatan, pelabuhan, alat transportasi, komunikasi, dan


sumber energi (tenaga listrik); (3) penyediaan dana dengan menghidupkan
kembali pungutan dari hasil produksi/ekspor karet (semacam CESS) yang sangat
diperlukan untuk membiayai pengembangan industri hilir, peremajaan, promosi
dan peningkatan kapasitas SDM karet; (4) pengembangan sistem kemitraan antara
petani dan perusahaan, misalnya dengan pola PIR Plus, dimana petani tetap
memiliki kebun beserta pohon karetnya, dan ikut sebagai pemegang saham
perusahaan yang menjadi mitranya (Balitbang Pertanian, 2009)
Kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan komoditas karet, selain
ditekankan pada peningkatan penerimaan devisa negara, juga diarahkan pada
upaya peningkatan pendapatan petani. Pendapatan petani sendiri merupakan
refleksi, produktivitas kebun dan mutu bahan olah yang dihasilkan serta
tataniaganya yang menentukan bagian harga bersih yang diterima petani.
Sebagian besar lahan perkebunan rakyat terletak di daerah dengan sarana
transportasi dan sumberdaya ekonomi yang relatif terbatas. Selain itu skala
usahatani karet rakyat umumnya kecil dengan hasil produksi berupa sleb dengan
mutu yang belum baku. Sementara dengan program crumb rubberisasi, ternyata
pusat-pusat pengolahan karet remah pada umumnya berlokasi di sekitar ibukota
propinsi atau kota-kota lainnya yang dekat dengan fasilitas pelabuhan ekspor,
sehingga terdapat jarak secara spasial yang cukup besar antara pusat-pusat
produksi karet rakyat dengan pusat-pusat pengolahannya. Keadaan demikian
menyebabkan bertambahnya permasalahan tataniaga menjadi semakin panjang,
yang ada pada gilirannya cenderung meningkatkan biaya tata niaga.
Kebijakan strategis pembangunan perkebunan secara nasional meliputi
kebijakan umum dan kebijakan teknis. Kebijakan umum adalah membangun
perkebunan yang berorientasi kepada pasar melalui peningkatan inisiatif dan
partisipasi masyarakat sehingga peran pemerintah hanya menyediakan fasilitas
umum, seperti sarana dan prasarana, iptek dan regulasi yang didasarkan kepada
mekanisme insentif dan disentif. Kebijakan teknis mencakup: (1) kebijakan
pemberdayaan masyarakat perkebunan yang dioperasionalisasikan melalui upaya
pengembangan sumber daya manusia dan penguasaan iptek dengan meningkatkan
kegiatan pendidikan, pelatihan dan penilaian kinerja serta pengembangan karier;

19

(2) kebijakan peningkatan daya saing dioperasionalisasikan melalui peningkatan


produksi dan produktivitas, efisiensi, mutu dan promosi; (3) kebijakan investasi
melalui upaya regionalisasi, penataan kembali kepemilikan, optimalisasi lahan
Hak Guna Usaha (HGU), pemanfaatan iptek hasil litbang, diversifikasi usaha
tanaman dan jaminan keamanan berusaha, dan (4) kebijakan restrukturisasi dan
renovasi kelembagaan dioperasionalisasikan melalui upaya pembentukan lembaga
keuangan alternatif, restrukturisasi, renovasi dan pengembangan lembaga
penyuluhan,

lembaga

petani,

lembaga

pemasaran,

lembaga

usaha

dan

pengembangan jejaring kerja.


Untuk mengembangkan potensi dan memanfaatkan momentum, Pemerintah
Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
33/Permentan/PT.140/7/2006 tentang Kebijakan Pengembangan Komoditi
Perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan dengan salah satu komoditi
yang dikembangkan adalah karet. Pengembangan agribisnis karet Indonesia ke
depan perlu didasarkan pada perencanaan yang lebih terarah dengan sasaran yang
lebih jelas serta mempertimbangkan berbagai permasalahan, peluang dan
tantangan yang sudah ada serta yang diperkirakan akan ada sehingga pada
gilirannya akan dapat diwujudkan agribisnis karet yang berdaya saing dan
berkelanjutan serta memberi manfaat optimal bagi para pelaku usahanya secara
berkeadilan (Drajat dan Hendratno, 2009).
2.3 Penelitian Terdahulu
Hutagalung (1993) yang melakukan penelitian berjudul Beberapa Masalah
Tata Produksi dan Pemasaran Karet Rakyat di Kecamatan Padangsidempuan
Kabupaten Tapanuli Selatan menunjukkan bahwa penambahan luas tanah
garapan dan penggunaan input biaya produksi dalam usaha petani karet masih
dapat menaikkan produksi dan pendapatan petani. Penelitian ini juga
menyimpulkan bahwa pendapatan petani Karet masih dapat ditingkatkan lagi
dengan pendayagunaan seluruh potensi sumberdaya yang mereka miliki baik
sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Pemerintah perlu mengadakan
perbaikan sistem pemasaran berupa mempersingkat saluran tata niaga yaitu
dengan memanfaatkan lembaga koperasi, kebijakan perpajakan, ekspor, dan lain-

20

lain. Kurangnya peremajaan Karet yang sudah tua yang menyebabkan pendapatan
petani menurun.
Damanik (2000) melakukan penelitian dengan judul Analisis Dampak
Pengembangan Komoditas Perkebunan terhadap Perekonomian Wilayah Propinsi
Sumtera Utara menyatakan komoditas perkebunan di Propinsi Sumatera Utara
merupakan komoditas ekspor. Oleh karena pemasukan devisa negara melalui
ekspor adalah hal yang sangat penting untuk membantu pemerintah dalam
mengurangi defisit neraca pembayaran. Komoditas perkebunan tetap perlu
dikembangkan terutama pada wilayah yang relatif mempunyai tingkat pendapatan
dan kesempatan kerja yang tinggi dibanding wilayah lainnya, sehingga dengan
cara demikian selain ada pemasukan devisa untuk negara juga dapat dijadikan
instrumen dalam mengurangi kesenjangan ekonomi antar wilayah di Proinsi
Sumatera Utara.
Myria

(2002)

melakukan

penelitian

berjudul

Kajian

Strategi

Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat sebagai komoditi Unggulan di


Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah dengan menggunakan perangkat
analisis Matriks IFE dan EFE, Matriks TOWS dan Matriks QSPM. Melalui
penelitian tersebut diidentifikasi faktor strategis internal yang mempengaruhi
pengembangan perkebunan karet rakyat sebagai komoditi unggulan di Kabupaten
Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah adalah: (1) kelompok fungsional, (2)
program kerja Dinas Perkebunan, (3) struktur organisasi Dinas Perkebunan, (4)
koordinasi dengan instansi terkait, (5) kualitas SDM Dinas Perkebunan, (6) sarana
dan prasarana, (7) penguasaan teknologi karet oleh petugas, (8) kurangnya
ketersediaan bibit, (9) manajemen organisasi, (10) kerja sama dengan pabrik
crumb rubber. Faktor strategis eksternalnya adalah: (1) adanya pabrik crumb
rubber, (2) karet merupakan komoditi ekspor, (3) menyerap tenaga kerja, (4) karet
telah lama dikenal secara turun temurun, dan (5) pemanfaatan kayu karet sebagai
bahan baku industri, (6) perkembangan harga karet dunia, (7) tingginya tingkat
suku bunga kredit komersil, (8) pertikaian antar etnis, (9) sarana transportasi darat
dan (10) beralihnya mata pencaharian petani ke usaha pertambangan emas rakyat.
Pangihutan (2003) melakukan penelitian dengan judul Kelayakan Finansial
dan Ekonomi Pengelolaan Kebun dan Hutan Karet Rakyat di Desa Langkap,

21

Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan


menyatakan bahwa analisis kelayakan yang dilakukan dengan menggunakan
tingkat faktor diskonto 18% dengan jangka waktu analisis 25 tahun untuk kebun
karet dan 42 tahun untuk hutan karet ternyata kelayakan finansial karet maupun
ekonomi kabun karet lebih baik dari hutan karet. Nilai finansial kebun karet
diperoleh NPV sebesar Rp5.577.963, IRR 30,93% dan rasio B/C 1,50 sementara
nilai finansial hutan karet adalah NPV Rp543.654, IRR 37,09% dan rasio B/C
1,08.
Sadikin, et al. (2005) yang melakukan penelitian dengan judul Dampak
Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat Terhadap Kehidupan Petani di Riau
menyatakan bahwa sejauh ini strategi dan langkah kebijakan yang dilakukan
pemerintah untuk membangun dan mengembangkan perkebunan karet rakyat
telah dilaksanakan seperti: (1) pembentukan pusat-pusat pengolahan karet di
beberapa daerah sentra produksi dengan tujuan menampung dan mengolah lateks
dari hasil perkebunan karet rakyat dan untuk memperbaiki mutu olahannya,
(2) melakukan pembinaan perkebunan rakyat dengan membentuk unit pelaksana
proyek (UPP) yang lebih populer di Propinsi Riau dikenal dengan proyek SRDP.
Meskipun program ini berfungsi sebagai pembinaan petani karet secara
menyeluruh dari masalah budidaya sampai ke persoalan pemasaran, namun dalam
perjalanannya masih belum memberi banyak dampak dan manfaat kepada petani
kebun, terlebih lagi bagi masyarakat miskin lain di pedesaan. Penyebabnya adalah
strategi pembangunan perkebunan lebih berorientasi kepada peningkatan produksi
untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan memperbesar devisa negara.
Sementara aspek persoalan sosial kemasyarakatan seperti lembaga-lembaga lokal
dan berbagai relasi produksi di tingkat lokal yang terkait langsung dengan upaya
peningkatan taraf kehidupan masyarakat di pedesaan terkesan diabaikan.
Liu, et al. (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Environmental And
Socioeconomic Impacts of Increasing Rubber Plantations In Menglun Township,
Southwest China menyatakan bahwa perubahan yang signifikan dalam
penggunaan lahan dan tutupan lahan telah terjadi di Kecamatan Menglun, Cina
Barat Daya yang merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman agroekologi yang tinggi. Analisis citra satelit menunjukkan bahwa pada tahun 1988-

22

2003, luas perkebunan karet di wilayah ini meningkat sebesar 324%. Ekspansi ini
umumnya terjadi pada hutan dan pertanian berpindah. Kebanyakan perluasan
karet berada di daerah dataran rendah, di mana kesesuaian iklim mikro dan
kedekatan dengan jalan lebih dipilih untuk pengembangan industri karet. Pesatnya
perkembangan karet sebagai tanaman komersial dengan mengorbankan pertanian
tradisional ditandai dengan hilangnya lahan pertanian tradisional dan peningkatan
urbanisasi dan perkembangan tanaman komersial. Secara ekonomi, perubahan ini
menunjukkan standar hidup masyarakat lokal yang lebih baik dimana dari tahun
1988-2003, total pendapatan bersih kecamatan meningkat dari CNY4.000.000
(US$0,490) menjadi CNY44.000.000 (US$5,490). Peningkatan jumlah populasi
dan standar hidup dari daerah tersebut memperbesar tekanan terhadap lingkungan
dan sumberdaya lahan yang tersedia. Meskipun pemerintah menganggap karet dan
perkebunan lain seperti teh dan gula menjadi Green Industry, hilangnya hutan
hujan tropis dan lahan pertanian (termasuk kegiatan pertanian berpindah)
menunjukkan bahwa potensi dampak kebijakan untuk mempromosikan Green
Industry harus dipertimbangkan dengan hati-hati, karena ada risiko yang terlalu
berat pada 1 atau 2 tanaman, terutama sekarang, di era pasar bebas yang sebagian
besar tanaman tidak dilindungi. Hilangnya sistem pertanian tradisional yang
fleksibel adalah sesuatu yang harus dimonitor dengan baik. Demikian pula,
hilangnya keanekaragaman hayati juga harus menjadi perhatian besar, terutama
dikarenakan sistem perkebunan karet yang dilaksanakan di Cina umumnya sistem
monokultur dan dengan pembersihan lahan serta mengorbankan areal-areal hutan
yang ada.
Sitepu (2007) melakukan penelitian dengan judul Analisis Produksi Karet
Alam

(Hevea Brasiliensis) Kaitannya dengan Pengembangan

Wilayah

menyatakan bahwa karet merupakan komoditi yang memiliki pasar yang cukup
besar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Produksi Indonesia banyak
ditunjang oleh adanya perkebunan karet rakyat akan memiliki arti yang penting
sekali dalam upaya peningkatan pendapatan kesejahteraan petani serta upaya
peningkatan devisa serta perekonomian Indonesia pada umumnya. Berkaitan
dengan pengembangan budidaya tanaman karet di Propinsi Sumatera Utara,
penelitian ini difokuskan pada pengeruh permintaan pasar, harga karet dan tenaga

23

kerja terhadap luas lahan dan produksi karet. Subjek penelitian ini adalah
keseluruhan perkebunan karet di Sumatera Utara. Objek penelitian ini adalah luas
lahan dan produksi karet di Propinsi Sumatera Utara sebagai indikator
pengembangan perkebunan karet di Propinsi Sumatera Utara. Memperhatikan
pengaruh pasar terhadap pengembangan wilayah di Sumatera Utara, maka
disarankan perlu adanya kebijakan pemerintah Propinsi Sumatera Utara maupun
pengelola perdagangan karet alam untuk meningkatkan perkebunan karet, melalui
pemberian modal usaha serta pengaturan sistem perdagangan karet alam yang
memberikan keuntungan bagi petani serta perlu diupayakan kebijakan yang
menyangkut pengembangan industri produk turunan karet alam.
Goswami, et al. (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Economic
Analysis of Smallholder Rubber Plantations in West Garo Hills District of
Meghalaya melakukan analisis kepada kelompok petani perkebunan karet di
Meghalaya, India. Perkebunan karet sebagai komoditi utama di wilayah ini
merupakan komoditi unggulan yang sangat menguntungkan dengan harga yang
tinggi dan sistem pemasaran yang transparan dan efektif. Hasil analisis
menunjukkan bahwa perkebunan karet di wilayah ini merupakan mata
pencaharian utama masyarakat terutama petani-petani kecil. Total biaya untuk
pembangunan perkebunan karet sebesar Rs 22.548/ha. Hal ini membutuhkan
pasokan kredit yang terus meningkat sejalan dengan peningkatan biaya
input. Pemerintah India telah meluncurkan program khusus untuk sektor ladang
kecil dengan pinjaman jangka panjang, subsidi input dan subsidi bunga, tetapi
program ini masih tidak banyak dikenal orang dan ada kasus di mana para petani
karet tidak bisa memanfaatkan subsidi karena berbagai syarat dan kondisi kaku
yang dikenakan pada penerima manfaat. Adanya gangguan sosial-politik dan nonketersediaan sumber daya investasi yang cukup merupakan masalah yang paling
menghambat perluasan perkebunan karet. Perluasan perkebunan karet sudah mulai
dikembangkan di wilayah India, sehingga ada kebutuhan mendesak untuk
mengembangkan keterampilan dalam seni penyadapan dan budidaya. Dalam
konteks ini Pemerintah India telah melaksanakan program pelatihan yang juga
merupakan salah satu solusi untuk mengatasi meningkatnya permintaan tenaga
kerja terampil. Suatu kebijakan yang harmonis dapat dilakukan dengan

24

mentransfer hak kepemilikan wilayah pengembangan karet kepada para petani,


diintegrasikan dengan rencana kredit yang sehat dan program pengembangan
pelatihan keterampilan, diharapkan dapat mengubah program pengembangan
perkebunan karet rakyat sebagai alternatif penggunaan lahan yang cocok untuk
perladangan berpindah, hal itu akan mempertahankan pendapatan, pekerjaan dan
mencegah degradasi lingkungan.
Parhusip (2008) menyatakan bahwa potensi karet alam dalam jangka
panjang masih cukup baik yang disebabkan kebutuhan karet merupakan
kebutuhan dasar dalam keperluan sehari-hari dan beberapa negara berkembang
mengalami pertumbuhan industrialisasi yang cukup tinggi seperti Cina, India dan
Brasil. Pergerakan harga karet dunia menunjukkan tren positif dan Indonesia
sebagai salah satu produsen terbesar karet diharapkan dapat bekerja sama dengan
produsen lain untuk dapat menjaga posisi harga yang tetap menguntungkan.
Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan strategi mengurangi frekuensi
sadapan karet atau mengatur perluasan/peremajaan lahan agar lebih optimal dapat
mengatur pasokan ke pasar internasional. Pengembangan karet alam diharapkan
dapat dioptimalisasi melalui kedua line usaha baik on farm maupun off farm.
Permasalahan produktivitas lahan merupakan permasalahan utama dalam
pengembangan on farm termasuk kualitas bahan baku yang masih rendah. Kondisi
tersebut diharapkan dapat dijembatani dengan pola plasma antara perkebunan
dalam peningkatan hasil dan harga. Pola plasma tersebut juga diharapkan dapat
menjembatani perbankan dalam pemberian fasilitas kredit terkait dengan
kemampuan manajemen dan jaminan yang selama ini masih menjadi kendala
utama dalam meningkatkan kemampuan permodalan perkebunan. Menghadapi
tantangan pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia akibat krisis keuangan global,
Indonesia dapat mengoptimalkan kondisi pasar jangka panjang melalui
peningkatan produktivitas lahan dan kebijakan yang mendukung seluruh aspek
komoditas karet baik sektor on farm maupun off farm.
Haryono (2008) dalam penelitian yang berjudul Kebijakan Pemerintah
Daerah untuk Pemberdayaan Petani Karet Rakyat (PPKR) (Studi Kasus
Implementasi Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kecamatan
Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau) menyatakan bahwa ada

25

tiga pola pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Kuantan Singingi, yakni:


(a) pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) atau KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk
Anggota); (b) pola UPP (Unit Pelaksana Proyek); dan (c) pola swadaya. (2) di
lokasi penelitian hanya ditemukan perkebunan dengan pola swadaya, yakni kebun
karet yang dikembangkan oleh masyarakat secara tradisional dimana produktivitas
dan pendapatan petani karet pola swadaya tersebut relatif lebih rendah dibanding
dua pola lainnya. Itu sebabnya tingkat kesejahteraan petani karet di lokasi
penelitian belum berkembang sesuai harapan. Melalui implementasi kebijakan
PPKR oleh pemerintah daerah, masyarakat petani karet mempunyai kesempatan
untuk

mengembangkan

perkebunan

karet

mereka

guna

meningkatkan

perekonomian dan kesejahteraannya. Hal ini merupakan sebuah proses awal bagi
pemberdayaan petani karet di lokasi penelitian. Untuk itu peneliti menyarankan
agar

Pemerintah

Daerah

Kabupaten

Kuantan

Singingi

tetap

konsisten

melaksanakan kebijakan PPKR karena sangat dibutuhkan oleh masyarakat petani


karet, sehubungan dengan masih luasnya lahan karet yang sudah tidak produktif.
Kemampuan petani untuk melakukan pengembangan kebunnya sendiri masih
terbatas, sehingga diperlukan bantuan pemerintah untuk melakukan hal tersebut.
Karena itu dukungan politik dan peningkatan komposisi anggaran untuk
implementasi kebijakan PPKR perlu terus diupayakan.

26

27

III. METODE PENELITIAN


3.1 Kerangka Pemikiran
Sejalan dengan diberlakukannnya otonomi daerah yang dimulai pada tahun
2001 maka peranan Pemerintah Daerah sangat penting dalam menggali potensi
lokalnya sebagai sumber keuangan dalam membantu membiayai pembangunan
daerahnya secara mandiri. Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tersebut
akan sangat bergantung pada kemampuan mengelola potensi dan sumberdaya
daerah, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam serta infrastruktur
lainnya yang ada di daerah. Perencanaan pembangunan wilayah haruslah
mengedepankan pemanfaatan sumber daya lokal yang dipercaya akan lebih
menghidupkan aktivitas ekonomi daerah sehingga mendorong pertumbuhan
ekonomi dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat, sehingga diperlukan
data dan informasi yang akurat tentang potensi sumberdaya suatu daerah untuk
bisa digunakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan.
Pada hakekatnya pembangunan nasional selalu diletakkan pada kerangka
pembangunan sektoral dan regional yang terpadu berdasarkan karakteristik dan
potensi wilayah. Oleh karena itu, Kabupaten Mandailing Natal perlu melakukan
pendekatan tata ruang wilayah pembangunan dengan memperhatikan karakteristik
wilayah, kesatuan geografis, homogenitas (potensi transportasi, komunikasi,
sosial budaya, pemerintahan dan ekonomi). Undang-undang nomor 32 tahun 2004
yang merupakan refleksi dari pelaksanaan otonomi daerah secara substantif
memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing
Natal untuk mengembangkan potensi wilayah berdasarkan komoditas unggulan
berlandaskan aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Mandailing Natal sebesar 84.389
orang atau 20,40 % dari jumlah penduduk Mandailing Natal (BPS Mandailing
Natal, 2009). Hal ini merupakan pekerjaan bagi semua pihak untuk
menghapuskannya. Sektor pertanian yang merupakan sektor utama bagi
masyarakat sekaligus penyumbang PDRB terbesar bagi daerah, sehingga
pembangunan sektor ini harus terus ditingkatkan. Salah satu subsektor pertanian
yang memiliki prospek yang baik dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat
adalah subsektor perkebunan. Potensi lahan kering yang cukup luas yaitu

28

mencapai 217.772 ha memungkinkan subsektor perkebunan memiliki prospek


yang baik untuk terus dikembangkan. Tanaman karet merupakan salah satu
tanaman unggulan sektor perkebunan di Kabupaten Mandailing Natal yang sudah
sangat dikenal masyarakat. Pengembangan tanaman karet merupakan komitmen
pemerintah daerah sebagai salah satu program pembangunan subsektor
perkebunan. Secara nasional pengembangan komoditi karet juga didukung oleh
Pemerintah pusat melalui Departemen Pertanian yang diwujudkan dengan
dikeluarkannya kebijakan pemerintah berupa Program Revitalisasi Perkebunan.
Hal ini menunjukkan bahwa prospek pengembangan tanaman karet ke depan
cukup menjanjikan.
Dalam rangka pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing
Natal, potensi sumber daya fisik merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan
dalam rangka penentuan lahan yang akan digunakan. Potensi sumber daya fisik
lahan dapat diketahui dengan melakukan evaluasi lahan. Dengan mengetahui
tingkat kesesuaian lahan maka produktifitas optimal yang dihasilkan dapat
diperkirakan. Selain itu aspek fisik lahan juga merupakan salah satu faktor yang
mesti diperhatikan selain aspek tata ruang dalam rangka membuat arahan
pengembangan suatu komoditi. Selain potensi sumber daya fisik lahan, dalam
rangka pengembangan suatu komoditi faktor kelayakan finansial merupakan hal
penting yang perlu diketahui. Setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda
seperti karakteristik sumber daya alam, topografi, infrastruktur, sumber daya
manusia, dan sumber daya sosial dan aspek spasial. Perbedaan karakteristik
tersebut dapat membuat terjadinya perbedaan biaya dan pendapatan yang diterima
petani dalam pengusahaan usaha pertaniannya. Dalam rangka pengembangan
tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal, maka analisis kelayakan finansial
perlu

dilakukan

untuk

melihat

daerah-daerah

mana

yang

cocok

dan

menguntungkan untuk dijadikan sentra pengembangan tanaman karet.


Di samping analisis finansial, faktor lain yang menentukan kinerja
pengusahaan kebun karet rakyat adalah kelembagaan pemasaran. Kelembagan
pemasaran petani umumnya lemah sehingga petani cendrung sebagai penerima
harga (price taker). Kurangnya informasi pasar dan mutu produk yang rendah
merupakan penyebab rendahnya posisi tawar petani. Dalam rangka melihat

29

efisiensi rantai perdagangan komoditi karet di Kabupaten Mandailing Natal maka


analisis margin tata niaga dan analisis keterpaduan pasar perlu dilakukan.
Diharapkan dari analisis tersebut dapat diketahui efisien tidaknya kelembagaan
pemasaran karet saat ini di Kabupaten Mandailing Natal. Jika belum maka perlu
rekomendasi tindakan apa yang diperlukan untuk mengatasi persoalan tersebut.
Komoditi karet diperkirakan memiliki peran yang besar dalam peningkatan
pendapatan masyarakat terutama di daerah sentra-sentra komoditi tersebut, karena
harga yang terus meningkat dan minat masyarakat yang sangat tinggi untuk
mengusahakan komoditi ini dengan skala ekonomi (economic scale) yang dapat
diusahakan rakyat didukung kebijakan pemerintah daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan program
Revitalisasi Perkebunan, sehingga perlu adanya arahan potensi pengembangan
perkebunan karet rakyat yang sesuai konsep pembangunan berkelanjutan yakni
sesuai dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Berdasarkan uraian diatas
maka kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Latar Belakang
Persentase penduduk miskin masih tinggi (20,40%)
Potensi lahan kering masih luas (217.772)
Prosfek karet yang cerah
Minat masyarakat terhadap karet tinggi
Program Revitalisasi Perkebunan
Analisis potensi pengembangan perkebunan karet rakyat

Evaluasi
kesesuaian lahan

Kelayakan
finansial

Peta arahan
pengembangan karet

Kelayakan kegiatan
secara finansial

Peningkatan
teknis
budidaya

Arahan kebijakan pengembangan


perkebunan karet rakyat
Kabupaten Mandailing Natal

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Efisiensi lembaga
pemasaran
Rekomendasi
peningkatan efisiensi
pemasaran

Arahan kebijakan
Pemerintah
Kabupaten
Mandailing Natal

30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal yang secara geografis
terletak pada 010'-150' Lintang Utara dan 9810'-10010' Bujur Timur dengan
ketinggian 0-1.915 m di atas permukaan laut. Pelaksanaan penelitian termasuk
pengumpulan data dilaksanakan pada Bulan Mei hingga Bulan Desember 2010.
Unit lokasi pengamatan dalam penelitian ini adalah desa. Pemilihan desa
yang dijadikan lokasi pengamatan adalah desa-desa yang memiliki luas kebun
karet yang dominan. Pengambilan sampel desa dilakukan pada masing-masing
kelas kesesuaian lahan. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive
sampling) yaitu dua desa untuk setiap kelas kesesuaian lahan.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara
dengan responden yang telah ditentukan dengan menggunakan daftar pertanyaan
yang telah disiapkan sebelumnya. Responden dalam penelitian ini adalah petani
dan pedagang pengumpul.
Pengambilan sampel untuk petani karet dilakukan secara purposive
sampling, dimana setelah ditentukan lokasi penelitian maka sampel diambil dari
petani yang memiliki curahan kerja utama pada usahatani karet dan pemilik lahan
karet serta petani membangun sendiri kebunnya sejak awal (bukan lahan warisan
atau lahan yang dibeli yang telah ditanami). Pertimbangan lainnya dalam
pengambilan sampel petani yaitu kebun karet tersebut telah berproduksi.
Banyaknya sampel yang diambil secara purposive (sengaja) adalah 25 orang per
desa sampel.
Untuk analisis pemasaran, pemilihan responden dilakukan secara sengaja
(purposive) yang diambil adalah pedagang karet. Pedagang karet yang dijadikan
sampel meliputi pedagang pengumpul tingkat desa 2 orang, tingkat kecamatan 2
orang. Sampel pedagang dipilih secara sengaja (purposive) dengan tujuan
menghindari pengambilan sampel yang tidak tepat, dimana dihindari pedagang
pengumpul yang menjadi kaki tangan pedagang pengumpul di atasnya.
Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing
Natal, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, Kantor

31

Bappeda Kabupaten Mandailing Natal dan Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera


Utara dan Dinas/Instansi terkait lainnya. Tujuan, parameter, data dan sumberdata
penelitian dan teknik analisis data yang akan dilakukan tertera pada Tabel 3.
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
3.4.1 Penentuan Lokasi Berpotensi untuk Pengembangan Karet secara Fisik
Penentuan lokasi yang berpotensi untuk pengembangan karet secara fisik
dilakukan dengan meng-overlay peta kesesuaian lahan yang akan digunakan
dalam skala 1:50 000 yang telah dibuat oleh Bappeda Kabupaten Mandailing
Natal dengan peta administrasi Kabupaten Mandailing Natal skala 1:50 0000. Peta
kesesuaian lahan tersebut merupakan hasil evaluasi kesesuaian lahan.
Menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1993), penilaian
klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan menurut tingkatannya, yaitu sebagai
berikut:
Ordo

: Pada tingkat ini kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang


tergotong sesuai (S) dan tidak sesuai (N).

Kelas

: Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan antara
sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan marginal sesuai (S3).

Kelas S1 : Sangat sesuai


Lahan ini tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan
yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara
nyata berpengaruh terhadap penggunaannya secara berketanjutan an
produksi serta tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa
diberikan.
Kelas S2 : Cukup sesuai
Pembatas akan mengurangi produksi serta meningkatkan masukan
yang diperlukan, sehingga memerlukan tambahan (input) untuk
meningkatkan produktifitas pada tingkat yang optimum.
Kelas S3 : Sesuai marginal
Lahan

mempunyai

pembatas-pembatas

yang

besar

mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan.

untuk

32

Tabel 3. Tujuan, parameter, data, sumberdata penelitian dan teknik analisis data yang akan dilakukan :
No
1

Tujuan
Menentukan lokasi berpotensi
untuk pengembangan Karet
secara fisik

Parameter
Kesesuaian lahan untuk
pengembangan Karet
rakyat

Menganalisis kelayakan
finansial pengusahaan kebun
Karet rakyat pada tiap kelas
kesesuaian lahan

Kelayakan usaha
pertanaman Karet
Rakyat secara finansial

Menganalisis margin tata niaga


dan integrasi pasar dalam
saluran pemasaran lateks Karet

Margin tataniaga dan


keterpaduan pasar

Menyusun arahan potensi


pengembangan kebun karet
rakyat di Kabupaten Mandailing
Natal

Arahan kebijakan
pengembangan kebun
karet rakyat

Data
Peta Kesesuaian Lahan untuk
tanaman Karet
Peta Administrasi Kabupaten
Mandailing Natal
Peta Kawasan Hutan di
Kabupaten Mandailing Natal
Peta Hutan Tanaman Rakyat
Kabupaten Mandailing Natal
Peta present land use
Usahatani perkebunan karet
rakyat (input, output dan harga
dalam pengusahaan kebun
karet rakyat

Sumberdata
Bappeda Kabupaten
Mandailing Natal

Data harga lateks Karet di


tingkat petani, pedagang
pengumpul kecamatan dan
pedagang pengumpul di
Kabupaten Mandailing Natal
Data harga lateks Karet di
pabrik
Peta dan data kesesuaian lahan,
kelayakan usaha dan margin
tataniaga
Arahan pengembangan wilayah
Pemerintah Kabupaten
Mandailing Natal

Wawancara, Dinas
Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten
Mandailing Natal
Dinas Perindustrian dan
Perdaganagan Propinsi
Sumatera Utara
Hasil olahan data
kesesuaian lahan,
kelayakan usaha dan
margin tataniaga
Bappeda Kabupaten
Mandailing Natal

Teknik Analisis
Overlay peta

Dinas Kehutanan dan


Perkebunan Kabupaten
Mandailing Natal

Kuesioner, wawancara

NVP,
Net B/C
,IRR, analisis
sensitivitas, payback
period
Analisis margin tata
niaga dan analisis
keterpaduan pasar

Deskriptif dan
overlay peta

33

Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih


meningkatkan masukan yang diperlukan dan memerlukan input lebih
besar dari pada lahan kelas S2.
Lahan kelas tidak sesuai (N) adalah lahan yang tidak sesuai karena memiliki
faktor pembatas yang berat terbagi pada 2 kelas yakni :
Kelas N1 : Tidak sesuai pada saat ini
Lahan ini

mempunyai

pembatas

yang lebih

besar, masih

memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat


pengelolaan dengan modal normal. Keadaan pembatas sedemikian
besarnya, sehingga mencegah penggunaan lahan yang lestari dalam
jangka panjang.
Kelas N2 : Tidak sesuai selamanya
Lahan ini mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala
kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.
Dalam evaluasi kesesuaian lahan dikenal Kesesuatan Lahan Aktual dan
Kesesuaian Lahan Potensial'. Kesesuaian Lahan Aktual (atau kesesuatan saat
ini/saat survai dilakukan) adalah kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan
berdasarkan data yang ada dan belum mempertimbangkan asumsi atau usaha
perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor
pembatas yang ada. Kesesuaian Lahan Potensial adalah keadaan lahan yang
dicapai setelah adanya usaha-usaha perbaikan (approvement). Usaha perbaikan
yang dilakukan haruslah sejalan dengan tingkat penilaian kesesuaian lahan yang
akan dilakukan.
Berdasarkan informasi dari Bappeda Kabupaten Mandailing Natal, peta
kesesuaian lahan ini menggunakan pedoman/kriteria kesesuaian lahan menurut
Pusat Penelitian Tanah tahun 1993 (Lampiran 1) dengan sumber peta RePPProT
1: 250.000 yang dioverlay dengan peta rupa bumi (dengan informasi kemiringan
lahan, ketinggian tempat dan iklim) dan peta administrasi Kabupaten Mandailing
Natal skala 1:50.000, dengan asumsi tingkat kesuburan sama, sehingga diperoleh
informasi kesesuaian lahan sampai pada tingkat sub kelas. Beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi penilaian kesesuaian lahan di lokasi sebagai berikut :
- Iklim, unsur Iklim terpenting adalah curah hujan.

34

- Kemiringan lahan/lereng. Kemiringan lahan/lereng merupakan salah satu


masalah serius di sebagian lokasi. terutama pada areal dengan kemiringan
lereng lebih dari 40%. Faktor kemiringan lereng lebih sebagai kendala dalam
teknis pengelolaan kebun, seperti pengangkutan hasil atau panen, tanah dengan
kemiringan lereng lebih dari 40% juga beresiko besar mengalami erosi
permukaan cukup berat. Penanaman tanaman penutup tanah (cover crop)
sebaiknya tidak terlambat dilaksanakan pada lahan-lahan dengan kemiringan
lereng di atas 15%.
3.4.2 Analisis Kelayakan Finansial
Untuk melihat tingkat kelayakan pengusahaan kebun karet rakyat pada tiap
tingkat kesesuaian lahan yang ada di Kabupaten Mandailing Natal maka
dilakukan analisis kelayakan finansial pengusahaan kebun karet. Data didapatkan
dengan melakukan wawancara dan penyebaran kuisoner dengan petani pada desadesa yang ditentukan. Desa yang menjadi lokasi penelitian ditentukan secara
sengaja dengan kriteria : desa-desa yang penduduknya dominan mengusahakan
tanaman karet, tanaman karet yang diusahakan telah berproduksi, dan desa
tersebut merupakan pewakil kelas kesesuaian lahan. Enam desa digunakan
sebagai lokasi pengambilan data untuk analisis ini, dimana masing-masing kelas
kesesuaian lahan diwakili oleh dua desa.
Berdasarkan peta kesesuaian lahan yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten
Mandailing Natal, enam desa yang dijadikan lokasi pengambilan data adalah:
S1 : Desa Sihepeng Kecamatan Siabu dan
Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang
S2 : Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Merapi
Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan
S3 : Desa Tambangan Pasoman Kecamatan Tambangan
Desa Hutarimbaru SM Kecamatan Kotanopan
Pemilihan petani dilakukan secara purposive (sengaja) 25 orang per desa
sampel dimana jumlah petani karet tiap desa sampel yakni:
Desa Sihepeng Kecamatan Siabu sebanyak: 1.560 orang
Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang: 780 orang
Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Merapi: 250 orang

35

Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan: 430 orang


Desa Tambangan Pasoman Kecamatan Tambangan: 146 orang
Desa Hutarimbaru SM Kecamatan Kotanopan: 320 orang
Untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial, dapat digunakan beberapa
kriteria (alat analisis) yaitu:
a) Net Present Value (NPV),
b) Net Benefit Cost Ratio (Net BCR),
c) Internal Rate of Return (IRR),
a. Net Present Value (NPV)
Perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara yang
praktis untuk mengetahui apakah proyek menguntungkan atau tidak. NPV adalah
selisih antara Present Value dari arus Benefit dikurangi Present Value dari arus
Cost (Soekartawi, 1996).
Proyek yang memberikan keuntungan adalah proyek yang memberikan nilai
positif atau NPV > 0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari
semua biaya total yang dikeluarkan. Jika NPV = 0, berarti manfaat yang diperoleh
hanya cukup untuk menutupi biaya total yang dikeluarkan (keadaan BEP atau
TC=TB). NPV < 0, berarti rugi, biaya total yang dikeluarkan lebih besar dari
manfaat yang diperoleh. Secara matematis NPV dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
n

NPV
t 1

Bt Ct
t
1 i

Dimana :
Bt

= Benefit pada tahun ke-t

= lamanya waktu investasi

Ct

= Biaya pada tahun ke-t

= tingkat suku bunga

b. Net Benefit Cost Ratio (Net BCR),


Net Benefit Cost Ratio adalah penilaian yang dilakukan untuk melihat
tingkat efisiensi penggunaan biaya berupa perbandingan jumlah nilai bersih
sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif
(Soekartawi, 1996).

36

Suatu proyek layak dan efisien untuk dilaksanakan jika nilai Net B/C > 1,
yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dan
berlaku sebaliknya. Secara matematis Net BCR dapat dihitung dengan rumus :
n

Bt
1

n
i

i
Ct

Dimana :
Bt = Benefit pada tahun ke-t
Ct = Biaya pada tahun ke-t
i = tingkat bunga yang berlaku
t = jangka waktu proyek/usahatani
n = umur proyek/usahatani
Net B/C > 1 (satu) berarti proyek (usaha) layak dikerjakan
Net B/C < 1 (satu) berarti proyek tidak layak dikerjakan
Net B/C = 1 (satu) berarti cash in flows = cash out flows (BEP) atau TR=TC
c. Internal Rate of Return (IRR),
Untuk mengetahui sejauh mana proyek memberikan keuntungan, digunakan
analisis IRR. IRR dinyatakan dengan persen (%) yang merupakan tolok ukur dari
keberhasilan proyek (Soekartawi, 1996). Penggunaan investasi akan layak jika
diperoleh IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang
ditentukan, karena proyek berada dalam keadaan yang menguntungkan. Demikian
juga sebaliknya, jika IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga bank yang
ditentukan, berarti proyek merugi dan tidak layak untuk dilaksanakan.

IRR

i1

Dimana :

NPV1
i2
( NPV1 NPV2 )

i1

i1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1


i2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2

Kelayakan usaha ditentukan dengan mempertimbangkan ketiga alat analisis


tersebut dimana usaha tersebut layak apabila:
NPV > 0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari semua biaya
total yang dikeluarkan.

37

Net B/C > 1, yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang
dikeluarkan.
IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang
ditentukan.
Pada penelitian ini juga akan dihitung seberapa cepat waktu yang
dibutuhkan proyek untuk mengembalikan investasi dan modal kerja yang ditanam
dengan rumus :

TC icp
Payback period

Tp

i 1
1

Bicp

i 1

Bp

Dimana :
Tp-1

: jumlah tahun pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif

TCicp-1

: jumlah

total biaya pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif

Bicp-1

: jumlah

total benefit pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif

Bp

: jumlah

benefit pada tahun awal nilai Net Benefit Kumulatif positif

Analisis sensitivitas (sensitivity analysis) dilakukan untuk meneliti kembali


suatu analisis kelayakan proyek, agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi
akibat keadaan yang berubah atau ada suatu kesalahan dalam dasar perhitungan
biaya-manfaat. Analisis kepekaan (sensitivitas) adalah suatu teknik analisis yang
menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu
proyek apabila terjadi kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam
perencanaan. Hal ini dibutuhkan dalam analisis proyek, biasanya didasarkan pada
proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan
terjadi dimasa yang akan datang, proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat empat
permasalahan utama yaitu:
1. Perubahan harga jual produk.
2. Keterlambatan pelaksanaan proyek
3. Kenaikan biaya.
4. Perubahan volume produksi.
Jadi, analisis kepekaan dilakukan untuk melihat sampai seberapa besar
(persen) penurunan atau peningkatan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan
perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak

38

dilaksanakan (Gittinger, 1986). Analisis sensitivitas pada penelitian ini dihitung


dengan skenario :
1. Menghitung Break Event Point (BEP) harga jual cup lump karet petani.
2. Menghitung Break Event Point (BEP) volume produksi cup lump karet petani.
3. Meningkatkan biaya-biaya Input
4. Meningkatkan tingkat suku bunga
Analisis Break Event Point (BEP) digunakan untuk mengetahui jangka
waktu pengembalian modal atau investasi suatu kegiatan usaha atau sebagai
penentu batas. Produksi minimal suatu kegiatan usaha harus menghasilkan atau
menjual produknya agar tidak megalami kerugian. BEP adalah suatu keadaan
dimana usaha tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian, dapat dilihat
pada Gambar 2. Titik BEP dicapai pada saat total penerimaan sama dengan total
biaya, yaitu TP=TB, karena TP = TBT + (BC.Q) (Rustiadi et al., 2009)
TP

BEP

Keterangan :

TB=TBT+BV

BV

TP

Total Penerimaan

TB

Total Biaya

TBT :

Total Biaya Tetap

TBV :

Total Biaya Variabe

lQ

Volume penjaualan

BV

Biaya Variabel per unit

Gambar 2 Grafik Break Event Point (BEP).


Break Event Point (BEP) harga jual dihitung untuk mengetahui sampai
seberapa besar (batas) rata-rata harga jual cup lump karet petani selama periode
analisis pengusahaan (25 tahun) yang masih menguntungkan petani dengan
asumsi ceteris paribus, dimana apabila harga rata-rata penjualan cup lump karet
petani selama periode pengusahaan (25 tahun) di bawah harga tersebut maka
petani akan rugi. Break Event Point (BEP) volume produksi dihitung untuk
mengetahui sampai seberapa besar (batas) rata-rata volume produksi cup lump
karet yang dihasilkan petani selama periode analisis pengusahaan (25 tahun) yang
masih menguntungkan petani dengan asumsi ceteris paribus, dimana apabila rata-

39

rata volume produksi penjualan cup lump karet petani selama periode
pengusahaan (25 tahun) di bawah nilai tersebut maka petani akan rugi.
Skenario meningkatkan biaya-biaya input dan meningkatkan tingkat suku
bunga dihitung dengan mencari sampai seberapa persen peningkatan biaya-biaya
input atau tingkat suku bunga dalam kegiatan pengusahaan karet tersebut yang
menyebabkan kegiatan tersebut menjadi tidak layak dengan asumsi ceteris
paribus. Perhitungan Break Event Point dapat dilakukan dengan cara Trial and
Error

yaitu

dengan

produksi/penjualan

menghitung

tertentu.

keuntungan

Apabila

operasi

perhitungan

tersebut

suatu

volume

menghasilkan

keuntungan maka diambil volume penjualan/produksi yang lebih rendah, dan


sebaliknya. Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan
produksi dimana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total
(TR=TC).
3.4.3 Analisis Margin Tata Niaga dan Keterpaduan/Integrasi Pasar
3.4.3.1 Analisis Margin Tata Niaga
Margin tata niaga digunakan untuk mengetahui

siapa yang menikmati

keuntungan terbesar dari rantai pemasaran yang ada. Semakin besar nilai proporsi
margin keuntungan yang diterima petani, berarti bargaining position petani lebih
menguntungkan, demikian pula sebaliknya. Dari rantai-rantai pemasaran yang
terbentuk di masyarakat, dengan analisis margin pemasaran maka rantai
pemasaran yang terefisien akan diketahui. Masukan tersebut marupakan hal yang
terpenting dalam pengembangan perkebunan Karet rakyat di Kabupaten
Mandailing Natal. Analisis ini dilakukan menggunakan data dari hasil wawancara
dengan pedangang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat
kecamatan dan pedagang besar (pabrik). Margin tata niaga diketahui dengan
menghitung perbedaan harga di tingkat petani dan di tingkat pabrik. Secara
matematis persamaan margin tata niaga dapat dirumuskan sebagai berikut :
m

Mi
j 1

Cij
j 1 i 1

Dimana :
M = Margin tataniaga (Rp/Kg)

Pj
j 1

40

Mj = Margin tataniaga (Rp/Kg) lembaga tataniaga ke-j (j=1,2,..,m) dan


m adalah jumlah lembaga tataniaga yang terlibat
Cij = Biaya tataniaga ke-i (Rp/Kg) pada lembaga tataniaga ke-j
(i=1,2,n) dan n adalah jumlah jenis pembiayaan
Pj = Margin keuntungan lembaga tataniaga ke-j (Rp/Kg)
3.4.3.2 Keterpaduan/Integrasi Pasar
Analisis keterpaduan pasar pada penelitian ini mengacu pada model yang
dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan Heytens (1986). Harga pasar setempat
diidentifikasi sebagai harga Karet yang dihasilkan petani (Pf), sedangkan harga
pasar acuan adalah harga Karet yang berlaku di tingkat eksportir (Pe), hubungan
kedua harga tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
(Pft - Pft-1) = b1 (Pft-1 Pet-1) + b2 (Pet-1 Pet-1) + b3 Pet-1 + b4 X + t..(1)
dan dapat disusun kembali menjadi persamaan :
Pft = (1+b1) Pft-1 + b2 (Pet Pet-1) + (b3 b1)Pet-1 + b4 X + t..(2)
Dimana :
Pft

= Harga Karet tingkat petani pada tahun t

Pft-1 = Harga Karet tingkat petani pada tahun sebelumnya


Pet

= Harga Karet tingkat pabrik pada tahun t

Pet-1 = Harga Karet tingkat pabrik pada tahun sebelumnya


X

= vektor musiman (peubah lain) yang relevan di pasar setempat (waktu t)

= Periode waktu

= Galat
Koefisien b2 pada persamaan 2 di atas menunjukkan seberapa jauh

perubahan harga di tingkat eksportir ditransmisikan ke tingkat petani. Koefisin b2


disebut juga sebagai parameter keterpaduan jangka pendek antara pasar yang
diamati. Keterpaduan pasar jangka pendek tercapai bila koefisien b2=1. Apabila
nilai parameter dugaan koefisien b2 bernilai 1, maka perubahan harga 1 persen
pada suatu tingkat pasar akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat pasar
yang lainnya dalam persentase yang sama. Oleh karena itu, semakin dekat nilai
parameter b2 dengan satu maka akan semakin baik keterpaduan pasarnya.
Koefisien (1+ b1) dan (b3 - b1) masing-masing mencerminkan seberapa jauh
kontribusi relatif harga periode sebelumnya baik di tingkat petani maupun pabrik

41

terhadap tingkat harga yang berlaku sekarang di tingkat petani. Rasio antara kedua
koefisien tersebut menunjukkan indeks hubungan pasar (Index of Marketing
Connection) yang menunjukkan tinggi rendahnya keterpaduan antara kedua pasar
yang bersangkutan. Indeks hubungan pasar dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
(1+b1)
IMC

=
b3-b1

Dimana :
IMC = Indeks hubungan pasar (Index of Marketing Connection)
b1

= koefisien harga di tingkat petani

b3

= koefisien harga di tingkat pabrik


Nilai IMC semakin mendekati nol menunjukkan adanya keterpaduan pasar

jangka panjang yang cukup kuat antara harga pasar di tingkat petani dengan harga
di tingkat pabrik.
3.4.4 Menyusun Arahan Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet
Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal
Penyusunan arahan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten
Mandailing Natal dilakukan secara spasial dan deskriptif. Peta arahan
pengembangan perkebunan rakyat dibuat dengan mengoverlay peta kesesuaian
lahan tanaman karet dengan peta penggunaan lahan sekarang (present land use),
peta kawasan hutan Kabupaten Mandailing Natal (Surat Keputusan Menteri
Kehutanan RI nomor : SK.44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Februari 2005 tentang
Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas
3.742.120 ha), peta cadangan Hutan Tanaman Rakyat/HTR (Surat Keputusan
Menteri Kehutanan RI nomor SK.113/Menhut-II/2008 tanggal 21 April 2008
tentang Pencadangan Areal Hutan untuk Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat
(HTR) seluas 9.815 ha di Kabupaten Mandailing Natal) dan disesuaikan dengan
RTRW Kabupaten Mandailing Natal (belum disahkan) serta mempertimbangkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2007 jo Peraturan
Pemerintah nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan

42

Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan serta Peraturan


Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 jo nomor P.14/Menhut-II/2010
tentang Hutan Desa serta Undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Semua peta yang dioverlay
skala 1:50.000.
Kriteria penentuan arahan pengembangan perkebunan karet rakyat di
Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan kelas kesesuaian lahan aktual dan
penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Penentuan arahan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten
Mandailing Natal
RT
SK Menhut
Kelas
Penggunaan lahan
R
No.44/MenhutKesesuai
Kategori
sekarang
W
II/2005
an Lahan
Kebun karet rakyat tua
S1, S2,
Arahan
dan tidak produktif,
S3
padang rumput, alangAreal Penggunaan
alang, semak, kebun
Bukan
Lain Hutan Produksi
N1,N2
rakyat (ladang, kebun
KB
arahan
Tetap Hutan
campuran)
Produksi Terbatas
Sawah, areal terbangun
S1, S2,
Bukan
(pemukiman),
S3,
arahan
perkebunan besar.
N1,N2
Kawasan Suaka
S1, S2,
Apapun jenis
Bukan
KL
Alam Hutan
S3,
penggunaan lahan
arahan
Lindung
N1,N2
Ket : KB = Kawasan Budidaya, KL = Kawasan Lindung.
Penentuan arahan potensi pengembangan perkebunan karet rakyat di
Kaupaten Mandailing Natal dalam penelitian ini akan mempertimbangkan status
kawasan hutan. Kawasan yang dipertimbangkan adalah kawasan hutan produksi
sebagai kawasan budidaya kehutanan, sedangkan kawasan hutan suaka alam dan
hutan lindung yang tujuannya untuk melindungi kelestarian alam tidak diarahkan
untuk pengembangan karet.
Penentuan kawasan hutan produksi sebagai lokasi arahan pengembangan
karet sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun
2007 jo PP nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan serta Peraturan

43

Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 jo nomor P.14/Menhut-II/2010


tentang Hutan Desa.
Dalam peraturan-peraturan di atas disebutkan bahwa hutan produksi dapat
dimanfaatkan menjadi hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan dan hutan
desa. Hutan tanaman rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan
tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk
meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur
dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Hutan kemasyarakatan
adalah

hutan

negara

yang

pemanfaatan

utamanya

ditujukan

untuk

memberdayakan masyarakat setempat dan hutan desa adalah hutan negara yang
dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum
dibebani izin/hak.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2007 jo PP nomor
3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
serta Pemanfaatan Hutan pada Pasal 17 disebutkan bahwa:
(1) Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan
secara optimal, adil, dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat.
(2) Pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
melalui kegiatan: a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfaatan jasa lingkungan;
c. pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu; dan d. pemungutan hasil
hutan kayu dan bukan kayu.
Pada pasal 18 disebutkan bahwa pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, dapat dilakukan pada seluruh kawasan hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2), yaitu kawasan: a. hutan konservasi, kecuali pada cagar
alam, zona rimba, dan zona inti dalam taman nasional; b. hutan lindung; dan c.
hutan produksi.
Pada pasal 23 disebutkan bahwa pemanfaatan hutan pada hutan lindung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat dilakukan melalui kegiatan :
a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfaatan jasa lingkungan; atau c. pemungutan
hasil hutan bukan kayu.
Pada Pasal 31 disebutkan bahwa:

44

(1) Pada hutan produksi, pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (1) dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip untuk mengelola hutan
lestari dan meningkatkan fungsi utamanya.
(2) Pemanfaatan hutan pada hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan, antara lain, melalui kegiatan:
a. usaha pemanfaatan kawasan;
b. usaha pemanfaatan jasa lingkungan;
c. usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam;
d. usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman;
e. usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam;
f. usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman;
g. pemungutan hasil hutan kayu dalam hutan alam;
h. pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam;
i. pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman.
Pada Pasal 40 disebutkan bahwa:
(1). Pada hutan produksi, pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTR dalam hutan
tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b dapat dilakukan
dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai dengan karakteristik sumber
daya hutan dan lingkungannya.
(2). Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTR dalam hutan tanaman sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran.
(3). Pemanfaatan

hasil

hutan

kayu

pada HTR dalam hutan tanaman

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diutamakan pada hutan produksi yang
tidak produktif.
(4). Tanaman yang dihasilkan dari IUPHHK pada HTR merupakan aset
pemegang izin usaha, dan dapat dijadikan agunan sepanjang izin usahanya
masih berlaku.
(5). Pemerintah, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan, membentuk
lembaga keuangan untuk mendukung pembangunan HTR
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor: 6 tahun 2007 jo PP nomor
3 tahun 2008 tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri

45

Kehutanan nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan untuk tata


cara penetapan dan pemberian ijin untuk hutan kemasyarakatan dan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 jo nomor P.14/Menhut-II/2010
tentang Hutan Desa untuk tata cara penetapan dan pemberian ijin untuk hutan
desa. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.37/Menhut-II/2007
tentang Hutan Kemasyarakatan pada pasal 6 disebutkan bahwa kawasan hutan
yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah kawasan
hutan lindung dan kawasan hutan produksi dan pada pasal 7 disebutkan kawasan
hutan lindung dan hutan produksi dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan
kemasyarakatan dengan ketentuan: (1) belum dibebani hak atau izin dalam
pemanfaatan hasil hutan; dan (2) menjadi sumber mata pencaharian masyarakat
setempat.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 jo nomor
P.14/Menhut-II/2010 tentang Hutan Desa pasal Pasal 2 (1) penyelenggaraan hutan
desa dimaksudkan untuk memberikan akses kepada masyarakat setempat melalui
lembaga desa dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari; (2)
penyelenggaraan hutan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
setempat secara berkelanjutan. Selanjutnya pada pasal 4 disebutkan bahwa:
(1)

Kriteria kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa
adalah hutan lindung dan hutan produksi yang : a. belum dibebani hak
pengelolaan atau izin pemanfaatan; b. berada dalam wilayah administrasi
desa yang bersangkutan.

(2)

Ketentuan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas


rekomendasi dari kepala KPH atau kepala dinas kabupaten/kota yang
diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan.
Berdasarkan peraturan-peraturan di atas untuk pengembangan tanaman

hutan dalam hutan tanaman rakyat (HTR), hutan kemasyarakatan dan hutan desa
maka areal-areal tersebut dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat tanpa harus mengurangi fungsinya sebagai hutan dengan tanaman
yang dapat diusahakan oleh masyarakat. Dalam kawasan hutan produksi, hasil
tanaman dapat diambil baik kayu maupun getahnya. Hal ini sesuai dengan
karakteristik tanaman karet.

46

Tanaman karet secara tradisional dikenal sebagai tanaman perkebunan.


Namun, kini tanaman karet juga dikenal sebagai tanaman hutan. Bahan tanaman
yang digunakan untuk hutan karet ini berasal dari biji atau seedling. Perkebunan
karet memiliki potensi untuk konservasi lingkungan, yaitu sebagai penambat CO2
yang efektif. Di samping itu, kayu karet memiliki corak dan kualitas yang baik
sehingga dapat mensubstitusi beberapa jenis kayu yang dieksploitasi dari hutan.
Kayu karet juga relatif mudah digergaji. Bahan tanaman karet untuk perkebunan
dibuat dengan cara okulasi batang bawah dengan entres terpilih. Namun untuk
keperluan tanaman hutan, cukup digunakan tanaman dari biji karena waktu yang
diperlukan untuk pengadaan bibit lebih cepat dan lebih mudah, akar tunggang
dapat tumbuh lebih sempurna lurus ke bawah, serta pertumbuhan tanaman di
lapangan lebih cepat (Indraty, 2005).
Tanaman karet juga memberikan kontribusi yang sangat penting dalam
pelestarian lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan akhir-akhir ini menjadi isu
penting mengingat kondisi sebagian besar hutan alam makin memprihatinkan.
Pada tanaman karet, energi yang dihasilkan seperti oksigen, kayu, dan biomassa
dapat digunakan untuk mendukung

fungsi diperbaikan lingkungan seperti

rehabilitasi lahan, pencegahan erosi dan banjir, pengaturan tata guna air bagi
tanaman lain, dan menciptakan iklim yang sehat dan bebas polusi. Pada daerah
kritis, daun karet yang gugur mampu menyuburkan tanah. Daur hidup tanaman
karet yang demikian akan terus berputar dan berulang selama satu siklus tanaman
karet paling tidak selama 30 tahun. Oleh karena itu, keberadaan pertanaman karet
sangat strategis bagi kelangsungan kehidupan, karena mampu berperan sebagai
penyimpan dan sumber energi, laju pertumbuhan biomassa ratarata tanaman karet
pada umur 35 tahun mencapai 35,50 ton bahan kering/ha/tahun. Hal ini berarti
perkebunan karet dapat mengambil alih fungsi hutan yang berperan penting dalam
pengaturan tata guna air dan mengurangi peningkatan pemanasan bumi (global
warming) (Azwar et al., 1989).
Di wilayah Kabupaten Mandailing Natal, masyarakatnya telah mengenal
budidaya tanaman karet sejak dahulu dan telah diturunkan pengetahuan dan lahan
secara turun temurun, sehingga merupakan salah satu mata pencaharian pokok
masyarakatnya. Di areal yang telah ditunjuk oleh Kementrian Kehutanan RI

47

sesuai dengan SK Menteri Kehutanan nomor SK.44/menhut-II/2005 sebagai hutan


produksi di Kabupaten Mandailing Natal terdapat banyak tanaman-tanaman karet
tua yang masih diusahakan masyarakat. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan nomor SK.113/Menhut-II/2008 tanggal 21 April 2008 telah
dicadangkan Areal Hutan untuk Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat seluas
+9.815 Ha di Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara. Areal hutan
yang dimaksud adalah areal hutan produksi dan pada areal tersebut akan ditanami
dengan tanaman karet dengan tanaman karet yang berasal dari biji atau seedling
sesuai dengan arahan dari Kementrian Kehutanan RI dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Selanjutnya dalam penelitian ini akan diusulkan areal pengembangan karet
rakyat dapat dilakukan di areal hutan produksi dengan tanaman karet yang berasal
dari biji atau seedling atau bibit unggul yang sesuai, baik nantinya akan sebagai
hutan kemasyarakatan, hutan desa atau hutan tanaman rakyat dengan pengelolaan
agroforestry yang secara aspek lingkungan dapat melindungi kelestarian hutan.
Arahan kebijakan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten
Mandailing Natal akan disusun secara deskriptif dengan pertimbangan peta arahan
pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, hasil
analisis kelayakan finansial, hasil analisis margin pemasaran dan keterpaduan
pasar serta mempertimbangkan arahan pengembangan wilayah Pemerintah Daerah
Kabupaten Mandailing Natal. Gambar Bagan alir penelitian disajikan pada
Gambar 3.

48

Peta kesesuaian lahan

peta administrasi

overlay

Lokasi sesuai dan dapat dikembangkan


untuk budidaya Karet

overlay

Peta Present
Land use, peta peta
kawasan hutan,
peta HTR

- SK Menhut
tentang kawasan
hutan Madina
- SK Menhut
tentang HTR di
Madina
- PP RI tentang
Tata Hutan
- Peraturan
Menhut tentang
Hutan
Kemasyarakatan
- Peraturan
Menhut tentang
Hutan Desa
- UU tentang
Perlindungan
Lahan Pangan
Berkelanjutan

Survei responden

Analisis : Kelayakan
Finansial dan uji
sensitivitas

Peta arahan pengembangan


karet rakyat

Peningkatan
teknis budidaya
Karet

Arahan kebijakan
pengembangan karet
rakyat di Kabupaten
Mandailing Natal

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian

Data
Primer

Data
Sekunder

Analisis margin
tataniaga dan
keterpaduan pasar

Arahan kebijakan
pengembangan wilayah
Pemerintah Kabupaten
Mandailing Natal

49

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN


4.1 Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal
Pada tanggal 23 November 1998, Pemerintah Republik Indonesia
menetapkan Undang - Undang No. 12 Tahun 1998 yaitu Undang-Undang tentang
pembentukan Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal menjadi daerah otonom,
dan secara formal diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 9 Maret
1999. Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1998, Kabupaten Mandailing
Natal, yang dikenal dengan sebutan MADINA, terdiri dari 8 (delapan) kecamatan
dan 273 desa.
Pada tanggal 29 Juli 2003, Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan
Perda No. 7 tentang pembentukan kecamatan dan Perda No. 8 tentang pemekaran
desa di Kabupaten Mandailing Natal. Dengan dikeluarkannya Perda No. 7 dan 8
tersebut maka Kabupaten Mandailing Natal memiliki 17 Kecamatan yang terdiri
dari 322 desa dan 7 kelurahan.
Pada Tanggal 15 Februari 2007 Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan
Perda Jo 10 Tahun 2007 tentang pembentukan kecamatan di Kabupaten
Mandailing Natal, Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan
Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Pakantan, dan Kecamatan Sinunukan sehingga
Kabupaten Mandailing Natal memiliki 22 kecamatan dengan jumlah desa
sebanyak 349 desa dan kelurahan sebanyak 32 kelurahan. Pada tanggal 7
Desember 2007 pemerintah Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No.
45 Tahun 2007 dan No. 46 Tahun 2007 tentang pemecahan desa dan pembentukan
Kecamatan Naga Juang di Kabupaten Mandailing Natal. Pembentukan Kecamatan
Naga Juang yang mencakup Desa Tambiski, Tarutung Panjang, Humbang I, Sayur
Matua, Banua Rakyat, Banua Simanosor, dan Tambiski Nauli menambah jumlah
kecamatan dan desa di Kabupaten Mandailing Natal menjadi 23 kecamatan, 32
kelurahan, dan 353 desa dan 10 Unit Pemukiman Transmigrasi. Kecamatankecamatan hasil pemekaran tersebut pada Tabel 5. Peta wilayah administrasi
Kabupaten Mandailing Natal disajikan pada Gambar 4.

50

Tabel 5 Hasil pemekaran kecamatan-kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal


Kecamatan Tahun 1998

Kecamatan Tahun 2003

1. Batahan

1. Batahan

2. Batang Natal

2. Batang Natal
3. Lingga Bayu

3. Kotanopan

4.
5.
6.
7.

4. Muara Sipongi

8. Muara Sipongi

5. Panyabungan

9. Panyabungan
10. Panyabungan Selatan
11. Panyabungan Barat
12. Panyabungan Utara
13. Panyabungan Timur

6. Natal
7. Muara Batang Gadis
8. Siabu

14. Natal
15. Muara Batang Gadis
16. Siabu
17. Bukit Malintang

Kotanopan
Ulu Pungkut
Tambangan
Lembah Sorik Marapi

Kecamatan Tahun 2007


1. Batahan
2. Sinunukan
3. Batang Natal
4. Lingga Bayu
5. Ranto Baek
6. Kotanopan
7. Ulu Pungkut
8. Tambangan
9. Lembah Sorik Marapi
10. Puncak Sorik Marapi
11. Muara Sipongi
12. Pakantan
13. Panyabungan
14. Panyabungan Selatan
15. Panyabungan Barat
16. Panyabungan Utara
17. Panyabungan Timur
18. Huta Bargot
19. Natal
20. Muara Batang Gadis
21. Siabu
22. Bukit Malintang
23. Naga Juang

Sumber : Mandailing Natal dalam Angka, 2009

4.2. Letak Geografis


Kabupaten Mandailing Natal dalam konstelasi regional berada di bagian
selatan wilayah Provinsi Sumatera Utara pada lokasi geografis 010'-150'
Lintang Utara dan 9850'-10010' Bujur Timur ketinggian 01.915 m di atas
permukaan laut. Kabupaten Mandailing Natal merupakan bagian paling selatan
dari Provinsi Sumatera Utara dan berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera
Barat. Batas-batas wilayah kabupaten adalah:
Batas bagian Utara

: Kabupaten Tapanuli Selatan

Batas bagian Timur

: Kabupaten Padang Lawas

Batas bagian Selatan

: Provinsi Sumatera Barat

Batas bagian Barat

: Samudera Indonesia

Kabupaten dengan ibukota Panyabungan ini memiliki luas wilayah


6.620,70 km2 (662.070 ha) atau 9,24% dari seluruh wilayah Provinsi Sumatera
Utara. Kecamatan Muara Batang Gadis merupakan wilayah yang paling luas
yakni 143.502 ha (21,67%), sedangkan Kecamatan Lembah Sorik Marapi
merupakan wilayah yang paling kecil yakni 3.472 ha (0,52%).

51

Gambar 4. Peta administrasi Kabupaten Mandailing Natal


4.3 Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Mandailing Natal
4.3.1 Topografi
Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari gugusan pegunungan dan
perbukitan yang dikenal dengan Bukit Barisan di beberapa kecamatan, juga
daerah pesisir/daerah pantai di Kecamatan Batahan, Natal, dan Muara Batang
Gadis. Daerah Kabupaten Mandailing Natal dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian,
yaitu:
Dataran Rendah merupakan daerah pesisir dengan kemiringan 0%2% dengan
luas sekitar 160.500 ha (24,24%).
Daerah/dataran Landai dengan kemiringan 2%15% dengan luas wilayah
36.385 ha (5,49%).
Dataran Tinggi dengan kemiringan 15%40%. Dataran tinggi dibedakan
menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

52

a. Daerah perbukitan dengan kemiringan 15%20% dengan luas wilayah


112.000 ha (16,91%)
b. Daerah pegunungan dengan kemiringan 20%40% dengan luas 353.185 ha
(53,34%).
Kemiringan lahan/lereng merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kemampuan tanah. Salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui
kemampuan tanah di suatu daerah adalah derajat kemiringan lahan/lereng.
Kemiringan lereng terjadi akibat besarnya tekanan tanah dan tekanan air tanah
yang bekerja pada permukaan dinding belakang lereng tersebut. Kondisi
kemiringan lahan di Kabupaten Mandailing Natal seperti terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Peta kemiringan lahan di Kabupaten Mandailing Natal.


4.3.2 Morfologi Wilayah
Morfologi Kabupaten Mandailing Natal merupakan satuan perbukitan
memanjang dengan arah barat laut-tenggara. Bagian tertinggi mencapai ketinggian
1.915 m dpl, sedangkan bagian terendah berada pada ketinggian 0 m dpl. Jenis
batuan yang terdapat di daerah pengukuran adalah batuan metasedimen terutama
metalimestone/marmer. Secara umum, morfologi di wilayah Kabupaten

53

Mandailing Natal dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan morfologi yaitu satuan
morfologi perbukitan terjal, satuan morfologi perbukitan bergelombang, dan
satuan morfologi pedataran. Kondisi ketinggian tempat di Kabupaten Mandailing
Natal seperti terlihat pada Gambar 6.
a. Satuan Morfologi Perbukitan Terjal, dicirikan oleh rangkaian pegunungan yang
tingginya antara 8001.915 m dpl dan keterjalan lebih dari 40%. Aliran sungai
mempunyai pola dendritiksub dendritik, sebagian trellis karena mengikuti
pola patahan, dengan lembah sungai yang sempit, biasanya berbentuk V dan
sebagian kecil cenderung U, menunjukkan tingkat erosi muda menuju dewasa.
b. Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang Landai, dicirikan oleh perbukitan
dengan ketinggian antara 100800 m dpl dan kemiringan lereng antara 15%40%. Pola aliran sungai dendritik, dengan lembah berbentuk U dan sebagian
berbentuk V, menunjukkan tingkat erosi dewasa. Satuan ini umumnya
ditempati oleh batuan vulkanik dan sedimen.
c. Satuan Morfologi Pedataran merupakan daerah datar atau dengan kemiringan
lereng antara 0% hingga 15% dan pola aliran anyaman braided stream yang
umum terjadi di daerah muara sungai.

Gambar 6. Peta ketinggian tempat di Kabupaten Mandailing Natal

54

4.3.3 Hidrologi
Potensi hidrologi cukup penting untuk menunjang pembangunan, baik untuk
kepentingan irigasi, air minum (sanitasi), transportasi, maupun untuk kepentingan
lainnya. Sumber air yang terdapat di Kabupaten Mandailing Natal bagi kebutuhan
tersebut di atas berasal dari mata air dan sungai. Kabupaten Mandailing Natal
dialiri oleh sungai besar dan kecil. Beberapa sungai yang terdapat di daerah ini di
antaranya adalah Sungai Batang Gadis, Batahan, Kun-kun, Parlampungan, Hulu
Pungkut, Aek Rantau Puran, Aek Mata dan lain-lain. Luas daerah aliran sungai
terbesar yakni Sungai Batang Gadis, yang terletak di ibukota Kecamatan
Panyabungan. Aliran sungai sepanjang 180,00 km dan lebarnya 65 m, dengan
volume normal sekitar 25.781,11 m3 Secara umum sungai-sungai yang berada di
daerah ini biasa digunakan untuk sarana irigasi, perhubungan, MCK (Mandi, Cuci
dan Kakus) dan lainnya.
Secara umum, sungai-sungai di Kabupaten Mandailing Natal beraliran
pendek, terjal, dan sempit, sehingga sulit untuk digunakan sebagai sarana
transportasi. Sebagian sungai dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik
(hydromini) dan untuk irigasi. Alur sungai senantiasa bergerak secara horisontal
dan jalur sungai berpindah-pindah (bergerak) secara terus-menerus pula. Setelah
melalui perjalanan hidupnya sebuah sungai yang lurus dalam jangka waktu
tertentu akan berkelok-kelok atau membentuk meander. Pola Daerah Aliran
Sungai (DAS) sangat dipengaruhi leh keadaan morfologis, topografi dan bentuk
wilayah disamping bentuk atau corak DAS itu sendiri. Di wilayah Mandailing
Natal terdapat 6 (enam) DAS, yaitu:
1. DAS Batang Gadis
2. DAS Batang Batahan
3. DAS Batang Natal
4. DAS Batang Tabuyung
5. DAS Batang Bintuas
6. DAS Batang Toru.
DAS yang terbesar adalah DAS Batang Gadis dengan luas 369.963 Ha atau
sekitar 55,88% dari luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Keenam DAS
bermuara ke Pantai Barat (Samudera Indonesia).

55

4.3.4

Iklim

4.3.4.1 Musim
Wilayah Mandailing Natal mempunyai iklim yang hampir sama dengan
sebagian besar Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia. Hanya dikenal dua musim
yaitu musim hujan dan kemarau. Musim kemarau terjadi antara bulan Juni sampai
bulan September. Arus angin berasal dari Australia yang tidak mengandung uap
air, sebaliknya musim hujan terjadi pada bulan Desember sampai bulan Maret
karena arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan
Samudera Pasifik. Keadaan ini seperti silih berganti setiap tahun setelah melewati
masa peralihan pada bulan AprilMei dan OktoberNovember. Frekuensi curah
hujan lebih tinggi selama tahun 2008 jika dibandingan dengan tahun 2007.
4.3.4.2 Suhu dan Curah Hujan
Tinggi atau rendahnya suhu udara di suatu tempat dipengaruhi oleh
ketinggian daerah di atas permukaan laut. Daerah Mandailing Natal yang terletak
di ketinggian antara 0-1.915 meter di atas permukaan laut mengakibatkan suhunya
berkisar antara 230C320C dengan kelembaban antara 8085%. Curah hujan di
suatu tempat dipengaruhi oleh iklim, keadaan orografi dan perputaran /pertemuan
arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan
wilayah tiap kecamatan.
Tahun 2008 rata-rata jumlah curah hujan di Kabupaten Mandailing Natal
yakni 2.945 mm/tahun. Curah hujan maksimum terdapat di Kecamatan Muara
Sipongi yaitu: 3.288 mm/tahun sedangkan minimum curah hujan 2.603 mm/tahun
di Kecamatan Panyabungan Utara.
4.3.5

Jenis Tanah

Jenis-jenis tanah utama di wilayah Kabupaten Mandailing Natal adalah


Podsolik Merah Kuning, Latosol dan Litosol merupakan jenis tanah dengan luas
mencapai 223.240 ha. Jenis tanah ini terutama terdapat pada bagian rendah
pegunungan tinggi deretan Bukit Barisan, seperti di sebelah kiri dan kanan dari
Lembah Semangko dan Lembah Batang Gadis, sebagian besar terdapat pada
Kecamatan Natal, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan
Kotanopan dan Kecamatan Muarasipongi.

56

Jenis tanah Regosol merupakan jenis tanah yang paling sedikit jumlahnya,
yakni hanya 8.400 ha dari seluruh luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal.
Jenis tanah regosol dapat ditemukan di sepanjang tepi pantai barat yang terputusputus oleh bukit-bukit kecil dari formasi tua atau dataran rawa dan endapan
alluvial sungai.
4.4

Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Mandailing Natal tahun 2008 yakni 423.712

jiwa, terdiri dari Laki-laki 207.475 orang dan perempuan 216.237 orang, dengan
sex ratio 95,95 dan banyaknya rumah tangga 101.802 KK dengan rata-rata
anggota rumah tangga 4. Laju pertumbuhan penduduk Mandailing Natal tahun
2008 sebesar 1,47%. Struktur penduduk Mandailing Natal menunjukkan bahwa
usia produktif (15-64 tahun) sangat menonjol sebesar 55,55% dan usia
ketergantungan terdiri usia (0-14 tahun) sebesar 41,42% dan Lansia (65+) sebesar
3,03%.
Kepadatan penduduk Kabupaten Mandailing Natal yakni 79 jiwa/Km2.
Kepadatan tertinggi di kecamatan Lembah Sorik Merapi yaitu 511 jiwa/Km2 dan
terkecil di kecamatan Muara Batang Gadis (10 jiwa/km2). Sesuai dengan nama
daerahnya, penduduk mayoritas adalah Mandailing juga dihuni oleh suku-suku
lainnya seperti, Batak, Jawa, Melayu, Minang dan lainnya.
Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan
komposisi terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses
demografi. Situasi ketenagakerjaan di Kabupaten Mandailing Natal pada Agustus
2008, Angkatan Kerja (usia 15 tahun keatas) sebesar 198.460 orang dan bukan
angkatan kerja 52.174 orang. TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja)
merupakan ukuran yang menggambarkan jumlah angkatan kerja untuk setiap 100
tenaga kerja. TPAK Kabupaten Mandailing Natal sekitar 81,48% yang tertinggi di
Kecamatan Bukit Malintang (94,78%) dan terkecil Kecamatan Lembah Sorik
Marapi (47,85%). Di sisi lain dapat dianalisis bagian angkatan kerja yang masih
mencari pekerjaan atau biasa disebut Tingkat Penggangguran Terbuka (TPT).
Pada Bulan Agustus 2008 di Mandailing Natal yakni 7,92%. TPT yang tertinggi
Kecamatan Lembah Sorik Marapi (12,85%) dan terendah Kecamatan Bukit
Malintang (1,92%). Pekerja didominasi oleh kaum laki-laki yaitu: 59,98% dan

57

perempuan (40,02%) Pekerjan utama penduduk Kabupaten Mandailing Natal dari


sektor pertanian (74,02%), perdagangan (12.74%), Jasa (4,71%) dan lainnya:
angkutan, komunikasi, bank dan listrik, gas dan air (8,53%).
4.4 Perekonomian
4.5.1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Mandaling Natal
Angka pertumbuhan sektor ekonomi merupakan hal penting yang perlu
diperhatikan mengingat hal tersebut mencerminkan pertambahan output yang
lebih lanjut menjadi pendapatan bagi suatu perekonomian tertentu. Secara
keseluruhan, pertumbuhan ekonomi kabupaten Mandailing Natal cukup tinggi
yaitu 6,08% ratarata pertahun. Angka pertumbuhan ini meskipun fluktuatif
namun cenderung meningkat positif. Angka pertumbuhan tertinggi terjadi pada
tahun 2008 yaitu sebesar 6,50% (BPS Kabupaten Mandailing Natal).
Di Kabupaten Mandailing Natal, sektor Pertanian yang merupakan sektor
andalan bagi perekonomiannya, walaupun demikian laju pertumbuhannya paling
rendah dibanding sektor-sektor lainnya yakni tumbuh ratarata pertahun sebesar
3,71%. Pertumbuhan tertinggi yang terjadi dalam kurun waktu 20042008 adalah
di tahun 2007 sebesar 5,65%. Secara ratarata subsektor yang mengalami
pertumbuhan tertinggi di sektor Pertanian adalah subsektor Tanaman Perkebunan
sebesar 6,48%. Tingkat pertumbuhan paling rendah dibandingkan subsektor lain
yang terdapat di dalam sektor Pertanian adalah subsektor Kehutanan pada tahun
2004 dan 2007 tumbuh negatif sebesar -1,86% dan -1,58 dan tahun 2005, 2006
dan 2008 tumbuh positif sehingga secara ratarata pertahunnya subsektor ini
tumbuh hanya sebesar 0,14%.
Pertumbuhan ratarata pertahun tertinggi berasal dari sektor Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan. Sektor ini tumbuh sebesar 15,62% ratarata
pertahun. Pertumbuhannya senantiasa meningkat dan bahkan di tahun 2008 laju
pertumbuhannya mencapai sebesar 44,86%. Sektor-sektor lainnya (perdagangan,
Hotel dan Restoran, pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan,
sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan
komunikasi serta sektor jasa-jasa) menunjukkan angka pertumbuhan yang
fluktuatif per tahunnya, selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 6.

58

Tabel 6. Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Mandailing Natal Tahun


2004 2008 (persen)
LAPANGAN USAHA
1

4
5
6

8
9

Pertanian
- Tanaman Bahan Makanan
- Tanaman Perkebunan
- Peternakan dan Hasil-hasilnya
- Kehutanan
- Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
- Minyak dan Gas Bumi
- Pertambangan non Migas
- Penggalian
Industri Pengolahan
- Industri Migas
- Industri Non Migas
- Makanan, Minuman & Tmbkau
- Tekstil, Brg dr Kulit & Alas
Kaki
- Brg dari Kayu & Hsl Hutan
Lain
- Kertas dan Barang Cetakan
- Pupuk, Kimia & Brg dari Karet
- Semen & Brg Galian non
Logam
- Logam Dasar Besi dan Baja
- Alat Angk, Mesin & Peralatan
- Barang Lainnya
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan Hotel dan Restoran
- Perdagangan Besar dan Eceran
- Hotel
- Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
- Pengangkutan
- Komunikasi
Keu, Persewaan dan Jasa Perush
Jasa-jasa
Total

2,74
2,30
4,44
4,57
-1,86
4,23
2,78
0,00
0,00
2,78
8,81
0,00
8,81
6,67

2,89
1,62
4,85
4,32
0,48
4,15
2,83
0,00
0,00
2,83
8,22
0,00
8,22
6,82

2,45
-0,01
6,55
1,16
0,76
4,84
3,90
0,00
0,00
3,90
8,12
0,00
8,12
8,08

5,65
2,73
11,97
5,79
-1,58
8,14
5,97
0,00
0,00
5,97
10,83
0,00
10,83
16,05

4,80
5,31
4,58
6,30
1,49
4,86
4,50
0,00
0,00
4,50
9,48
0,00
9,48
10,62

RATARATA
3,71
2,39
6,48
4,43
-0,14
5,24
4,00
0,00
0,00
4,00
9,09
0,00
9,09
9,65

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

4,76

4,32

5,86

-0,03

5,80

4,14

0,00
0,00

0,00
0,00

0,00
0,00

0,00
0,00

0,00
0,00

0,00
0,00

2,29

2,86

8,12

7,66

6,40

5,47

17,58
0,00
0,00
3,89
15,44
4,33
4,29
3,62
7,41
11,62
5,82
27,56
7,61
10,43
5,47

14,23
0,00
0,00
4,69
16,57
4,72
4,68
3,89
8,24
13,78
7,34
28,48
9,88
9,55
5,86

9,22
0,00
0,00
7,42
14,98
4,81
4,74
2,90
10,61
15,58
11,31
23,73
9,29
12,50
6,12

5,99
0,00
0,00
11,11
9,41
4,92
4,97
1,12
2,50
5,21
7,00
2,13
6,44
8,35
6,46

9,16
0,00
0,00
13,18
10,57
5,17
5,17
4,53
5,78
7,31
5,00
11,46
44,86
4,41
6,50

11,24
0,00
0,00
8,06
13,39
4,79
4,77
3,21
6,91
10,70
7,29
18,67
15,62
9,05
6,08

2004

2005

2006

2007

2008

Sumber : PDRB Kabupaten Mandailing Natal 2004-2008


4.5.2 Struktur Perekonomian Kabupaten Mandailing Natal
Struktur perekonomian Kabupaten Mandailing Natal pada dasarnya
didominasi oleh sektor pertanian. Sektor ini memberikan kontribusi yang besar
hampir setiap tahunnya, pada tahun 2008 memberikan kontribusi sebesar 46,36%.
Subsektor yang menjadi andalan bagi pembentukan PDRB dari sektor pertanian

59

adalah subsektor tanaman bahan makanan. Subsektor ini memberikan kontribusi


selalu lebih dari 17% terhadap seluruh perekonomian kabupaten, namun
sebagaimana yang terjadi dalam sektor pertanian secara keseluruhan, penurunan
terjadi di subsektor tanaman bahan makanan dari tahun 2004 hingga tahun 2007
dan kemudian meningkat lagi pada tahun 2008. Subsektor berikutnya yang juga
mendominasi pembentukan nilai tambah bruto bagi perekonomian kabupaten
adalah subsektor tanaman perkebunan. Subsektor yang merupakan bagian dari
sektor pertanian ini memberikan kontribusi terhadap perekonomian lebih dari 12%
dan secara bertahap dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dimana
pada tahun 2008 kontribusi subsektor tanaman perkebunan sebesar 14,77%, hal
ini terjadi karena semakin berkembangnya usaha perkebunan di Kabupaten
Mandailing Natal terutama untuk komoditi karet dan kelapa sawit.
Perhatian mendalam perlu ditujukan pada sektor industri pengolahan
mengingat sektor ini dapat menjadi sektor unggulan yang dapat memberikan nilai
tambah bagi produk yang dihasilkan dalam perekonomian. Sektor ini di
Kabupaten Mandailing Natal masih belum menjadi sektor yang memberikan
kontribusi besar bagi pembentukan nilai tambah perekonomian kabupaten. Dari
tahun 2001 hingga tahun 2005, kontribusi yang diberikan cenderung meningkat
meskipun peningkatannya tidak cukup signifikan. Peranan sektor ini yang
besarnya dalam kisaran 3,20% hingga 3,53% terhadap total perekonomian
kabupaten, sebahagian besar ditunjang oleh subsektor industri makanan, minuman
dan tembakau. Subsektor lain belum menunjukkan peranan yang signifikan
terhadap sektor industri pengolahan. Distribusi persentase sektor ekonomi
Kabupaten Mandailing Natal tahun 2004-2008 disajikan pada Tabel 7.
4.5.3 Peranan Subsektor Perkebunan
Subsektor perkebunan merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Mandailing Natal. Secara ratarata subsektor tanaman
perkebunan mengalami pertumbuhan tertinggi di sektor pertanian yakni sebesar
6,48%. Subsektor perkebunan merupakan subsektor yang memberikan sumbangan
terbesar kedua terhadap PDRB sektor pertanian yang signifikan selama lima tahun
terakhir (20042008), yaitu setelah subsektor tanaman pangan.

60

Tabel 7. Distribusi Persentase Sektor Ekonomi Kabupaten Mandailing Natal


Tahun 2004-2008 (persen)
LAPANGAN USAHA
1 Pertanian

2004

49,09
- Tanaman Bahan Makanan
19,40
- Tanaman Perkebunan
12,70
- Peternakan dan Hasil-hasilnya
6,05
- Kehutanan
6,24
- Perikanan
4,70
2 Pertambangan dan Penggalian
1,77
- Minyak dan Gas Bumi
0,00
- Pertambangan non Migas
0,00
- Penggalian
1,77
3 Industri Pengolahan
3,53
- Industri Migas
0,00
- Industri Non Migas
3,53
- Makanan, Minuman & Tmbkau
1,93
- Tekstil, Brg dr Kulit & Alas Kaki
0,02
- Brg dari Kayu & Hsl Hutan Lain
0,51
- Kertas dan Barang Cetakan
0,02
- Pupuk, Kimia & Brg dari Karet
0,00
- Semen & Brg Galian non Logam
0,19
- Logam Dasar Besi dan Baja
0,86
- Alat Angk, Mesin & Peralatan
0,00
- Barang Lainnya
0,00
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih
0,32
5 Bangunan
8,62
6 Perdagangan Hotel dan Restoran
17,81
- Perdagangan Besar dan Eceran
17,48
- Hotel
0,09
- Restoran
0,24
7 Pengangkutan dan Komunikasi
3,92
- Pengangkutan
2,65
- Komunikasi
1,27
8 Keu, Persewaan dan Jasa Perushn
2,11
9 Jasa-jasa
12,83
- Pemerintahan Umum
10,02
- Swasta
2,81
Total
100,00
Sumber : PDRB Kabupaten Mandailing Natal 2004-2008

2005
47,11
18,28
12,47
5,92
5,87
4,57
1,67
0,00
0,00
1,67
3,53
0,00
3,53
1,92
0,02
0,52
0,02
0,00
0,19
0,86
0,00
0,00
0,32
9,34
17,55
17,20
0,11
0,24
4,35
2,73
1,62
1,97
14,16
11,32
2,84
100,00

2006
45,42
17,55
12,22
5,75
5,51
4,39
1,59
0,00
0,00
1,59
3,53
0,00
3,53
1,96
0,02
0,51
0,02
0,00
0,19
0,84
0,00
0,00
0,32
10,05
17,79
17,43
0,12
0,24
4,63
2,82
1,81
2,00
14,67
11,81
2,86
100,00

2007

2008

45,92
16,85
14,29
5,75
4,82
4,21
1,55
0,00
0,00
1,55
3,82
0,00
3,82
2,33
0,02
0,49
0,02
0,00
0,18
0,78
0,00
0,00
0,34
9,84
17,69
17,34
0,11
0,23
4,72
2,91
1,82
1,96
14,15
11,48
2,67
100,00

46,36
17,66
14,77
5,90
4,23
3,80
1,46
0,00
0,00
1,46
3,92
0,00
3,92
2,51
0,01
0,49
0,01
0,00
0,16
0,73
0,00
0,00
0,42
9,66
17,66
17,33
0,11
0,22
5,13
3,10
2,03
2,52
12,87
10,48
2,39
100,00

Jika dihitung rata-rata persentase nilai PDRB (atas harga konstan tahun
2000) per subsektor tahun 2004-2008, sub sektor tanaman bahan makanan
(pangan) menyumbang rata-rata sebesar 37,98% kemudian diikuti subsektor
perkebunan sebesar 27,55%. Gambar 7 menunjukkan kontribusi dari setiap sub
sektor pertanian di Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2004-2008.

61

Gambar 7. Persentase Nilai PDRB Per Subsektor Kabupaten Mandailing Natal


Tahun 2004-2008
Tanaman perkebunan yang menonjol di Kabupaten Mandailing Natal
didominasi oleh tanaman karet dengan luas tanaman sebesar 71.015 ha dengan
produksi 34.615,80 ton pada tahun 2008, selanjutnya diikuti dengan tanaman
kelapa sawit dan coklat dengan luas 14.320 ha dan 4.322 ha dan produksinya
179.479 ton dan 2.387 ton. Luas areal, produksi dan sentra tanaman perkebunan di
Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Luas Areal, Produksi dan Sentra Tanaman Perkebunan di Kabupaten
Mandailing Natal tahun 2008
1

Karet (Havea brasilensis)

71.015

Produksi
(ton)
34.615

Kelapa sawit (Elaies guinennsis)

14.320

179.479

Kakao (Theobroma cacao)

4.322

2.387

Kayu manis (Cassia)

2.592

1.954

Kelapa (Cocos nucifera)

2.704

1.277

Kopi (Coffea Sp)

3.982

2.209

Aren (Arenga pinata)

613

269

Kemiri (Candle nut)

15

10

Cengkeh (Clove)

142

31

No

Jenis tanaman

Luas (ha)

Sumber : Mandailing Natal dalam Angka (2009)

KECAMATAN SENTRA
Panyabungan, Batang
Natal, Muara Bt Gadis
Batahan, Natal, Muara Bt
Gadis
Lingga Bayu, Batang
Natal, Natal
Kotanopan, Batang Natal,
Tambangan
Siabu, Natal,
Panyabungan
Kotanopan, Muara
Sipongi, Ulu Pungkut
Tambangan, Muara
Sipongi, Panyabungan
Bukit Malintang, Siabu,
Ulu Pangut
Tambangan, Muara
Sipongi, Batang Natal

62

4.5.4 Perkembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing


Natal
Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah penghasil karet, meski
tingkat produksinya berfluktuasi selama 5 tahun terakhir tetapi belakangan harga
karet sangat menarik dengan melonjaknya harga minyak dunia yang
mengakibatkan dunia beralih ke karet alam yang sifat karetnya lebih baik tetapi
harganya cenderung stabil. Karet bagi masyarakat Mandailing Natal merupakan
tanaman penting sebagai tanaman tabungan. Semula tanaman karet kurang
diperhatikan karena harga karet alam yang tersaing dengan karet sintetis. Tetapi
dengan melonjaknya harga minyak bumi yang juga mendorong meningkatnya
harga bahan baku sintetis maka banyak kalangan industri beralih ke karet alam.
Karena itu sekarang ini harga karet di tingkat petani juga ikut terangkat dan
merangsang petani untuk merawat tanaman karetnya lebih intensif.
Produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal saat ini mencapai 34 ribu ton
(Gambar 8). Produksi ini jauh lebih rendah karena produksi karet pada tahun 2004
mencapai 45,7 ribu ton. Perbedaan produksi ini diduga terjadi pada tahun 2004,
tingkat produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal mencapai puncak produksi
dan pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan akibat perawatan tanaman
yang kurang diperhatikan dan banyaknya kegiatan replanting (peremajaan).

Sumber: BPS, Data Diolah (2009)

Gambar 8 Produksi Karet di Kabupaten Mandaling Natal Tahun 2004-2008.


Di Kabupaten Mandailing Natal, produksi karet terpusat di Kecamatan
Panyabungan dimana pada tahun 2008 menghasilkan karet sebesar 6.749 ton yang
berarti memberi kontribusi produksi karet sebesar 19,7 % disusul Kecamatan

63

Muara Batang Gadis yang memproduksi 4.231 ton atau 12,3 % dari produksi
karet di Kabupaten Mandailing Natal. Tabel 9 memperlihatkan produksi karet
tahun 2008 di Kabupaten Mandailing Natal menurut kecamatan.
Tabel 9.

Produksi Karet 5 Tahun Terakhir di Kabupaten Mandailing Natal


Menurut Kecamatan

LUAS AREAL (ha)


TBM
TM
TTM
1 SIABU
265
1.206
741
2 BUKIT MALINTANG
187
1.308
45
3 NAGA JUANG
197
522
37
4 PANYABUNGAN UTARA
673
3.599
466
5 PANYABUNGAN KOTA
651
8.182
328
6 PANYABUNGAN TIMUR
583
3.057
1.118
7 PANYABUNGAN BARAT
144
817
794
8 HUTA BARGOT
169
400
794
9 PANYABUNGAN SELATAN
336
1.178
751
10 LEMBAH SORIK MARAPI
78
302
248
11 PUNCAK SORIK MARAPI
84
136
158
12 TAMBANGAN
444
2.901
1.712
13 KOTANOPAN
566
2.530
1.599
14 ULU PUNGKUT
52
302
179
15 MUARASIPONGI
55
255
145
16 PAKANTAN
48
86
67
17 BATANG NATAL
675
5.665
3.583
18 LINGGA BAYU
558
2.190
1.678
19 RANTO BAEK
605
1.980
932
20 BATAHAN
160
585
259
21 SINUNUKAN
147
358
352
22 NATAL
159
528
351
23 MUARA BATANG GADIS
868
5.402
3.484
JUMLAH
7.704
43.491 19.821
Sumber: Mandailing Natal dalam Angka (2009)
No

KECAMATAN

TOTAL
(ha)
2.211
1.540
756
4.738
9.161
4.758
1.755
1.364
2.265
628
377
5.057
4.695
533
455
201
9.923
4.426
3.517
1.004
857
1.039
9.755
71.015

PRODUKSI
ton/tahun
1.115
1.216
485
3.203
6.873
2.018
694
340
1.013
202
91
1.972
1.543
139
120
41
4.306
1.993
1.801
474
290
417
4.268
34.616

4.5.5 Karakteristik Usahatani Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal


Karakteristik usahatani karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal tahun
2010 disajikan pada Tabel 10. Secara garis besar petani karet di Kabupaten
Mandailing Natal rata-rata mempunyai luas lahan 1 ha, dengan jenis tanaman
karet lokal (dari biji) dan unggul (bibit okulasi). Bibit okulasi didapatkan petani
dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal atau dari
penangkar-penangkar bibit karet binaan Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Mandailing Natal. Sebagian besar petani menanam bibit karet yang
berasal dari biji (seedling). Hal ini disebabkan harga bibit okulasi mahal dan jika
mengharapkan bibit okulasi dengan harga subsidi dari Pemerintah Kabupaten
Mandailing Natal harus menunggu antrian yang lama.

64

Tabel 10. Karakteristik usahatani karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal


tahun 2010
No

Deskripsi

Keterangan

1.
2.
3.
4.

Rata-rata kepemilikan lahan (ha)


Jenis klon yang ditanam
Umur karet rata-rata (tahun)
Asal bibit

1
GT-1, Avross
12-30
Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kab. Mandailing
Natal, Penangkar Bibit dan
Pembibitan sendiri
600-700
2
1- 2

5.
6.
7.
8.

Populasi tanaman rata-rata (pohon/ha)


Rata-rata penyiangan gulma per tahun (kali)
Rata-rata frekuensi pemupukan per tahun (kali)
Penggunaan input :
- Urea (kg/ha/tahun)
- NPK (kg/ha/tahun)
- Herbisida (Roundhap) (liter/ha/tahun)
-Tenaga Kerja (HOK)
9. Penyadapan
10. Pengumpulan hasil
11. Kegiatan Penyuluhan
12. Keaktifan kelompok tani
Sumber : Data Primer, diolah

250
250
2
230
3-4 hari dalam seminggu
1 kali dalam seminggu
Ada
Tidak ada

Keunggulan bibit okulasi dari bibit dari biji adalah lebih cepat matang
sadap. Tanaman dengan bibit okulasi dapat disadap pertama pada umur 5-6 tahun
setelah bibit ditanam, sedangkan tanaman dengan biji dapat disadap pertama pada
umur 7-9 tahun, namun bibit okulasi memiliki umur produktif lebih pendek yaitu
berkisar 20-25 tahun sedangkan bibit dari biji bisa mencapai lebih dari 30 tahun.
Rata-rata populasi tanaman per hektar sebanyak 650-700 pohon dengan
jarak tanam 3x5 dan 3 x 4. Tanaman karet yang ditanam petani di daerah
penelitian sebagian besar berumur 7-40 tahun. Pada budidaya tanaman tahunan
umur tersebut merupakan umur produktif. Menurut Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, umur tanaman karet rakyat di
Kabupaten Mandailing Natal sangat produktif pada kisaran umur 1218 tahun dan
akan mengalami penurunan produksi pada umur 19 tahun.
Dalam melakukan budidaya tanaman, petani jarang sekali memberikan
perawatan, umumnya petani membiarkan saja bibit yang sudah ditanam. Rata-rata
petani melakukan pemupukan sebanyak 1-2 kali per tahun, bahkan ada yang tidak
melakukan pemupukan sama sekali. Rata-rata penggunaan input produksi per
hektar berupa penggunaan pupuk urea sebanyak 250 kg, pupuk NPK sebanyak

65

250 kg dan penggunaan herbisida (Round up) sebanyak 2 liter, sedangkan


penggunaan input tenaga rata-rata sebanyak 230 Hari Orang Kerja (HOK).
Dengan demikian usahatani karet di Kabupaten Mandailing Natal secara garis
besar belum mengenal teknologi budidaya yang baik.
Penyadapan dilakukan petani dengan menyayat atau mengiris kulit batang.
Tujuan penyadapan adalah untuk membuka pembuluh lateks sehingga lateks
mengalir keluar dengan cepat pada awal, kemudian menjadi lambat secara
perlahan-lahan. Umur tanaman mulai dapat disadap umumnya adalah berkisar 6-7
tahun. Penyadapan yang dilakukan di daerah penelitian adalah dengan sistim 4
hari sadap atau 3 hari sadap dan 1 hari untuk mengumpulkan hasil. Jadi
penyadapan dilakukan 4 hari dalam seminggu pada hari normalnya. Tetapi ada
juga yang tidak sampai 4 hari dalam seminggu, bisa saja 2 atau 3 hari penyadapan
dalam seminggu, ini disebabkan oleh faktor cuaca misalnya musim penghujan
atau hari kurang cerah, sehingga petani tidak bisa atau sulit mengadakan
penyadapan.
Penyadapan dilakukan dengan mengiris kulit batang tanaman karet dengan
dalam irisan 2 mm . Penyadapan dilakukan 4 hari dalam seminggu dan biasanya
petani menyadap pada pagi hari dengan waktu penyadapan sekitar 3-4 jam, dan
setelah 4 hari melakukan penyadapan dalam ukuran normalnya selanjutnya 1 hari
untuk pengumpulan hasil cup lump. Pengumpulan hasil dilakukan jika mangkuk
penampung getah telah terisi penuh dan getah (cup lump) dalam keadaan
menggumpal. Biasanya petani mengumpulkan hasil cup lump nya setiap hari
sebelum hari pasar pekan karena pada hari pasar pekan akan diadakan pasar getah.
Penunjang budidaya berupa keberadaan kelompok tani belum dibentuk di
Kabupaten Mandailing Natal dan penyuluh pertanian secara intensif juga belum
dibentuk di daerah sentra karet di Kabupaten Mandailing Natal.

66

67

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Persebaran Lahan Potensial Secara Fisik untuk Tanaman Karet
Analisis kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan di Kabupaten
Mandailing Natal telah dilakukan oleh Bappeda Kabupaten Mandailing Natal
termasuk untuk tanaman karet. Peta kesesuaian lahan ini bersumber pada peta
sistem lahan RePPProT skala 1:250.000 yang disesuaikan dengan informasi pada
peta rupa bumi (informasi kemiringan lahan dan iklim) dan peta administrasi
Kabupaten Mandailing Natal skala 1:50.000. Dalam penelitian ini akan digunakan
peta kesesuaian lahan yang telah dibuat oleh Bappeda (Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah) Kabupaten Mandailing Natal tersebut Peta kesesuaian
lahan untuk tanaman karet tersebut akan menggambarkan persebaran lahan yang
potensial secara fisik untuk pengembangan tanaman karet di Kabupaten
Mandailing Natal.
Dari peta kesesuaian lahan untuk tanaman karet tersebut diperoleh informasi
bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Mandailing Natal sesuai untuk tanaman
karet yaitu seluas 460.849 ha (70,41%). Lahan yang tidak sesuai (N) mencapai
luasan 193.693 ha (29,59%). Secara aktual sebagian besar masuk dalam kelas
Sesuai Marginal (S3) yaitu seluas 421.387 ha (64,38%), sedangkan yang masuk
dalam kelas Cukup Sesuai (S2) seluas 23.031 ha (3,52%) dan lahan yang
termasuk kelas kesesuaian Sangat Sesuai (S1) seluas 16.430 ha (2,51%) untuk
tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal. Secara spasial lokasi lahan dengan
kelas kesesuaian aktual disajikan pada Gambar 9.
Lahan dengan kelas kesesuaian S1, S2 dan S3 pada setiap kecamatan di
Kabupaten Mandailing Natal dengan luasan yang bervariasi (Tabel 11).
Kecamatan dengan kelas kesesuaian S1 yang terbesar adalah kecamatan Siabu
yaitu 5.915 ha. Lahan dengan kelas kesesuaian S2 adalah kecamatan Batahan
yaitu seluas 5.326 ha. Kecamatan yang memiliki kelas kesesuaian lahan karet S3
ada di semua kecamatan dan yang terluas terluas adalah Kecamatan Muara Batang
gadis yaitu seluas 153.857 ha.

68

Gambar 9 Peta Kesesuaian Lahan Karet di Kabupaten Mandailing Natal.

69

Tabel 11 Luasan kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman karet pada masingmasing kelas kesesuaian lahan untuk tanaman karet di Kabupaten
Mandailing Natal
No

Kecamatan

Kelas Kesesuaian (Ha)


S1
S2l
S3d
2.250
5.326 19.045

Batahan

N1l
1.865

Batang Natal

51.464

27.006

Bukit Malintang

1.916

439

337

1.875

1.141

Huta Bargot

1.337

61

648

7.410

854

Kotanopan

9.746

118

18.864

510

Lembah S. Marapi

54

2.142

145

852

Lingga Bayu

11.711

545

710

10.348

M. Batang Gadis

18.024

1.254

2.481

53.830

100.026

Muarasipongi

4.871

8.250

10

Naga Juang

1.698

521

187

1.846

527

11

Natal

23.512

4.292

1.097

14.790

35.614

12

Pakantan

473

350

9.863

13

Panyabungan

9.398

2.601

1.066

7.264

3.861

14

Panyabungan Barat

1.401

647

3.947

1.720

15

Panyabungan Selatan

534

315

5.139

475

16

Panyabungan Timur

22.868

276

481

11.503

17

Panyabungan Utara

1.809

670

1.034

452

1.683

18

Puncak S. Marapi

113

4.534

279

19

Ranto Baek

14.711

255

3.397

20

Siabu

10.103

5.915

1.484

8.548

3.030

21

Sinunukan

480

177

6.340

7.107

22

Tambangan

733

892

12.645

31

23

Ulu Pungkut

6.184

1.991

18.269

193.693

16.430

23.031

96.451

309.968

14.967

Total

S3l
5.903

S3t
-

Kelas S2, S3, dan N memiliki faktor pembatas. Faktor pembatas pada kelas
kesesuaian S2 adalah kelerengan. Pada kelas kesesuaian S3 faktor pembatas
adalah drainase, lereng dan tekstur tanah. Kelas kesesuaian lahan N (tidak sesuai)
dibatasi oleh kemiringan lereng. Faktor-faktor pembatas pada kelas S2 dan S3
beberapa diantaranya dapat diatasi, sedangkan faktor pembatas pada kelas N
cukup sulit untuk diatasi.
Faktor pembatas drainase dapat diatasi dengan pemberian pupuk dan
pembuatan saluran drainase. Faktor pembatas yang lain yaitu kemiringan lereng

70

dan tekstur tanah relatif sulit untuk diatasi, sekalipun bisa namun membutuhkan
biaya yang tinggi. Diperkirakan dengan dilakukan usaha perbaikan, akan
memperbesar biaya usaha yang akan dilakukan petani dan dikhawatirkan usaha
tersebut akan memberikan keuntungan yang kecil bagi petani atau bahkan merugi.
Pertimbangan tersebut sesuai dengan pendapat Hardjowigeno dan Widiatmaka
(2001) bahwa usaha perbaikan faktor pembatas yang dilakukan harus
memperhatikan aspek ekonomi. Artinya, apabila lahan tersebut diatasi kendalakendalanya, maka harus diperhitungkan apakah secara ekonomi dapat
memberikan keuntungan dalam usaha tani tersebut. Secara spasial lokasi lahan
dengan kelas kesesuaian lahan dengan faktor-faktor pembatas dapat dilihat pada
Gambar 10.
Di Kabupaten Mandailing Natal produksi karet terpusat di Kecamatan
Panyabungan yang tahun 2008 menghasilkan karet sebesar 6.749 ton yang berarti
memberi kontribusi produksi karet sebesar 19,7 % disusul Kecamatan Muara
Batang Gadis yang memproduksi 4.231 ton atau 12,3 % dari produksi karet di
Kabupaten Mandailing Natal. Saat ini sentra produksi karet terdapat di Kecamatan
Panyabungan, Kecamatan Batang Natal dan Kecamatan Muara Batang Gadis
dengan produktivitas saat ini masing-masing mencapai 600-1.000 ton/ha/tahun
karet kering.
Mencermati hasil evaluasi lahan yang telah dilakukan, secara umum
kecamatan-kecamatan sentra karet tersebut memang memiliki lahan-lahan dengan
kelas kesesuaian lahan S1, S2 dan S3 untuk tanaman karet. Apabila dilakukan
usaha mengatasi faktor pembatas kesesuaian lahan yang ada, maka lahan-lahan di
kecamatan-kecamatan sentra karet tersebut dapat menjadi lahan yang sangat
sesuai (S1) untuk budidaya karet. Artinya dengan produktifitas yang ada saat ini
yang hanya mencapai rata-rata 800 kg/ha karet kering (Tahun 2009), dengan
mengatasi faktor pembatas yang ada maka produksi dapat ditingkatkan lagi
menjadi lebih optimal.
Menurut Indraty (2005) produksi optimal yang dapat dicapai tanaman karet
bisa mencapai 2 ton/ha. Menurut FAO (1983), perkiraan produksi pertanian pada
lahan-lahan kelas kesesuaian S2 dapat mencapai 60-80%, sedangkan pada lahanlahan S3 dapat mencapai 40-60% dari produksi optimum. Dengan dasar

71

pernyataan tersebut, maka perkiraan produksi karet di Kabupaten Mandailing


Natal pada kelas S2 dapat mencapai 1,2-1,6 ton/ha, sedangkan pada lahan S3
perkiraan produksi dapat mencapai 0,81,2 ton/ha. Dari angka-angka tersebut
terlihat bahwa produktifitas kebun karet di Kabupaten Mandailing Natal baru
sebatas produksi untuk lahan kelas S3, artinya potensi peningkatan produksi
masih cukup besar.
Usaha peningkatan produksi yang dapat dilakukan petani diantaranya
dengan peningkatan kualitas lahan, yaitu dengan melakukan usaha mengatasi
faktor pembatas yang layak dilakukan, seperti pemupukan dan pembuatan saluran
drainase. Selain itu, usaha pemeliharaan tanaman seperti penyiangan, dan
pengendalian hama terpadu merupakan kegiatan yang harus selalu dilakukan. Tapi
itu semua kembali ke kualitas bahan tanam. Apabila kualitas bahan tanam yang
digunakan merupakan produk unggulan maka usaha di atas akan signifikan
meningkatkan produksi, tentunya sampai taraf tertentu (optimum) dan berlaku
dalam umur produktif tanaman tersebut.
5.2 Kelayakan Finansial Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat
Analisis kelayakan finansial yang dilakukan meliputi perhitungan Net
Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return
(IRR) yang merefleksikan tingkat kelayakan usaha perkebunan karet rakyat
setelah dikoreksi dengan tingkat suku bunga bank 12% (Discount factor). Analisis
ini dilakukan dalam skala pengusahaan kebun seluas satu hektar, selama umur
produktif tanaman karet yaitu enam sampai tiga puluh tahun. Sampel desa yang
diambil merupakan pewakil kelas kesesuaian lahan yang layak untuk
pengembangan tanaman karet yaitu kelas sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2)
dan sesuai marginal (S3). Di samping itu, tentu saja dipilih desa-desa yang
penduduknya sebagian besar membudidayakan tanaman karet.
Asumsi yang digunakan dalam analisis ini bahwa produksi tanaman karet
rakyat mengalami kenaikan hingga umur tanaman 14 tahun, dan akan menurun
pada titik umur tersebut hingga umur dua puluh lima tahun. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian bahwa pola produksi tanaman karet menurut umur tanaman secara
umum adalah sebagai berikut : (a) tahap I, produksi terus meningkat yang terjadi

72

Gambar 10 Peta kesesuaian lahan karet dengan faktor-faktor pembatas di


Kabupaten Mandailing Natal

73

pada tahun sadap 1 sampai dengan tahun sadap ke 10, (b) tahap II, produksi stabil
yang terjadi pada tahun sadap ke-11 sampai ke-15 dan (c) tahap III, produksi
berkurang yang terjadi pada tahun sadap ke-16 dan seterusnya (Rahman, 2002).
Dalam analisis ini, umur produktif tanaman dipakai sampai pada umur 25 tahun
walaupun tanaman karet masyarakat sampai umur 30 tahun masih disadap, namun
hasilnya sangat sedikit. Berdasarkan hasil penelitian Siagian (2002) tanaman karet
sudah harus direplanting pada umur tanaman 25 tahun, karena tanaman di atas
umur 25 tahun sudah mengalami penurunan produksi yang tinggi dan lebih baik
dipanen untuk mendapatkan kualitas kayu yang baik. Asumsi-asumsi ini
digunakan dalam perkiraan produksi karet dalam bentuk cup lump (lump
mangkuk) masyarakat untuk waktu yang akan datang. Selain itu juga diasumsikan
bahwa tidak terjadi perubahan iklim yang ekstrim dan tidak terjadi wabah hama
penyakit sehingga produksi karet petani mengalami tren kenaikkan dan penurunan
seperti penjelasan diatas.
Analisis kelayakan finansial pada enam desa terpilih disajikan dalam Tabel
12, sedangkan rincian perhitungan analisis finansial masing-masing desa dapat
dilihat pada Lampiran 5, 6, 7, 8, 9 dan 10. Perhitungan analisis finansial ini
berdasarkan data rataan struktur input dan output dari masing-masing desa, yang
terdiri dari 25 responden sampel di masing-masing desa.
Tabel 12 Analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, dan IRR dan payback period)
perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal
No

Desa/Kecamatan

Orde
kesesuaian

NPV
(DR =
12%)

Net
B/C

IRR

Payback
Period

Sihepeng
(Kec. Siabu)

S1

72.006.826

1,92 26,74%

8 tahun 7
bulan 11 hari

Malintang
(Kec. Bukit Malintang)

S1

93.052.838

2,10 29,45%

7 tahun 7
bulan 12 hari

Purba Baru
(Kec. Lembah Sorik Marapi)

S2

67.139.616

1,76 24,44%

9 tahun 2
bulan 6 hari

Roburan Lombang
(Kec. Panyabungan Selatan)

S2

54.993.966

1,72 23,35%

10 tahun
13 hari

Tambangan Pasoman
(Kec. Tambangan)

S3

37.838.270

1,48 20,20%

11 tahun
4 bulan

Hutarimbaru SM
(Kec. Kotanopan)

S3

44.962.829

1,49 20,71%

10 tahun 6
bulan 16 hari

74

Pola asumsi harga yang digunakan adalah harga konstan dengan nilai
Rp. 13,000/kg cup lump, dengan tingkat suku bunga 12% (sesuai dengan rata-rata
suku bunga bank pada tahun 2010). Perbedaan rataan dan koefisien keragaman
struktur input dan output dalam pengusahaan tanaman karet pada tiap kelas
kesesuaian lahan di masing-masing desa dapat dilihat pada Lampiran 11.
Dari Tabel diatas, secara finansial usaha perkebunan karet rakyat layak
untuk dikembangkan di Kabupaten Mandailing Natal. Hal tersebut ditunjukkan
dengan nilai NPV, BCR, dan IRR yang memenuhi kriteria layak. Nilai NPV
bernilai positif yaitu antara Rp93.052.838Rp37.838.270 yang menunjukkan
keuntungan yang didapatkan selama umur produktif tanaman karet sebesar nilai
tersebut. BCR yang lebih besar dari satu (2,101,48) menunjukkan bahwa setiap
satu rupiah yang diinvestasikan dalam usaha ini akan memberikan tambahan
manfaat (keuntungan) sebesar Rp2,10 sampai Rp1,48. Nilai IRR yang melebihi
tingkat suku bunga yang berlaku menggambarkan bahwa sampai tingkat suku
bunga discount factor 20% untuk lahan S3, 23%-24% pada lahan S2 dan 26%29% pada lahan S1, usaha perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing
Natal masih memberikan nilai keuntungan bagi petani.
Dari Tabel 12 diatas juga terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan
antara nilai-nilai parameter analisis finansial desa dikelas kesesuaian lahan sesuai
(S1), cukup sesuai (S2) dan desa dikelas kesesuaian sesuai marginal (S3). Dari
lampiran 12, terlihat bahwa penyebab perbedaan ini karena perbedaan yang cukup
besar antara nilai produksi cup lump karet pada ketiga kelas kesesuaian lahan. Di
samping itu, terlihat adanya perbedaan nilai yang tinggi pada input pupuk yang
digunakan petani dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Ketiga hal tersebut
merupakan penyebab utama perbedaan nilai analisis finansial yang dilakukan. Hal
mendasar terjadinya perbedaan ini tentu saja karena perbedaan kualitas lahan.
Pada lahan S3 faktor penghambat bagi tanaman lebih besar dibandingkan lahan
S2, sedangkan lahan S1 tidak memiliki faktor penghambat. Karena itu pada lahan
S1 produktifitas yang dihasilkan paling baik dibanding produktifitas pada lahan
S2 dan S3, produktifitas S2 lebih tinggi dibanding S3, karena faktor penghambat
pada lahan S3 lebih besar dibandingkan dengan di lahan S2. Dari desa-desa
pewakil lahan S1, S2 dan S3 terlihat perbedaan produktifitas, hal ini dikarenakan

75

teknik budidaya petani yang dilakukan petani terutama dalam hal pemupukan,
pada Desa Sihepeng (S1), Roburan Lombang (S2) dan Tambangan Pasoman (S3)
petani hanya melakukan pemupukan satu kali dalam setahun, sedangkan pada tiga
desa pewakil lainnya petani melakukan pemupukan sebanyak 2 kali dalam
setahun hal ini sangat berpengaruh pada tingkat produktifitas tanaman. Umumnya
petani pada enam desa sampel pada tahun ke-16 mulai mengurangi pemakaian
pupuk, karena mahalnya harga pupuk, biasanya petani hanya memupuk urea pada
tanamannya, karena mengira tanaman telah menghasilkan. Hal ini menyebabkan
tanaman pada umur 25 tahun produktifitas tanaman semakin jauh menurun,
sehingga umumnya pada umur diatas 25 tahun telah dimasukkan dalam kategori
tanaman tidak menghasilkan walaupun banyak petani yang melakukan
penyadapan paksa pada tanaman tersebut. Hal ini sebenarnya dapat merusak
kualitas kayu karet yang seharusnya dapat juga diperdagangkan.
Dari analisis diketahui, desa pewakil kelas kesesuaian S1 yaitu desa
Sihepeng dan Malintang, produktifitas rata-rata adalah 2.753 kg/ha dan 3.170
kg/ha, desa Purba Baru dan desa Roburan Lombang yang merupakan pewakil
kelas kesesuaian lahan S2 produktifitas rata-rata mencapai 2.774 kg/ha dan 2.409
kg/ha sedangkan desa Tambangan Pasoman dan desa Hutarimbaru SM yang
merupakan pewakil kelas kesuaian lahan S3 produktifitas rata-rata mencapai
2.133 kg/ha dan 2.458 kg/ha. Dalam hal pemupukan, pada lahan dengan kelas
kesesuaian S3 dan S2 yang merupakan lahan dengan faktor pembatas yang agak
berat, input pupuk yang dibutuhkan tanaman lebih besar dibandingkan lahan
dengan kelas kesesuaian S1. Hal ini menyebabkan biaya produksi terutama untuk
pembelian pupuk pada lahan S3 dan S2 lebih tinggi dibandingkan lahan S2. Dari
hasil analisis data yang dilakukan, rata-rata pembelian pupuk pada awal tanam
umumnya masyarakat hanya menggunakan pupuk NPK dengan biaya sebesar
Rp1.750.000/ha/tahun. Pada tahun pertama sampai dengan tahun ke-15 petani
rata-rata

mengeluarkan

biaya

untuk

pupuk

untuk

lahan

S3

sebesar

Rp1.743.000/ha/aplikasi/tahun. Pada lahan S2 rata-rata pembelian pupuk


menghabiskan dana sebesar Rp1.494.000 per tahun dan lahan S1 sebesar
Rp717.000/ha/aplikasi/tahun sampai dengan tahun ke-15. Pada tahun ke-16
umumnya petani hanya memakai pupuk urea dengan biaya rata-rata pada kelas

76

kesesuaian lahan S1 yakni sebesar Rp240.000/ha/aplikasi/tahun, pada kelas


kesesuaian lahan lahan S2 sebesar Rp480.000/ha/aplikasi/tahun dan pada kelas
kesesuaian lahan lahan S3 sebesar Rp560.000/ha/aplikasi/tahun.
Pengusahaan kebun karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal yang
tergambar dari enam sampel desa yang diamati dibangun dengan investasi awal
rata-rata untuk kelas kesesuaian lahan lahan S1 sebesar Rp14.000.000 sampai
Rp16.000.000 yang digunakan untuk pembelian bibit karet, peralatan, upah tenaga
kerja, pupuk, dan obat-obatan. Biaya untuk sewa lahan tidak ada karena
keseluruhan lahan yang digunakan merupakan milik petani yang didapat secara
turun temurun. Biaya untuk pembukaan lahan tersebut berbeda-beda karena
kebutuhan biaya tenaga kerja yang berbeda-beda, terutama untuk lahan S2 dan S3
dibutuhkan tenaga kerja lebih banyak untuk membuat teras-teras lahan,
pengolahan pembukaan lahan, mengajir, membuat lobang tanam dan menanam
bibit karena bentuk lahan yang lebih bergelombang. Biaya pemeliharaan untuk
tahun pertama penanaman sampai tahun terakhir umur produktif tanaman karet
berkisar Rp942.000Rp2.747.500/ha/tahun. Biaya pemeliharaan tersebut meliputi
biaya upah tenaga kerja, pembelian pupuk, dan pembelian obat-obatan.
Pemeliharaan tanaman karet yang dilakukan petani di Kabupaten
Mandailing Natal secara umum belum mengikuti teknis budidaya anjuran dari
pemerintah. Pemeliharaan

yang dilakukan

petani meliputi:

pemupukan,

penyiangan dan pengendalian hama penyakit. Pemupukan umumnya dilakukan


satu sampai dua kali dalam setahun yang dilakukan pada bulan Oktober (awal
musim hujan) dan bulan Februari atau Maret (akhir musim hujan). Penyiangan
dilakukan petani sebagian besar sebanyak empat kali dalam setahun.
Pengendalian hama penyakit dilakukan petani karet di Kabupaten
Mandailing Natal pada saat tanaman karet terserang hama maupun penyakit. Pada
tanaman karet di daerah penelitian penyakit utama yang sering menyerang adalah
Jamur Akar Putih (JAP) yang disebabkan oleh cendawan. Penyakit ini sering
menyerang tanaman karet pada bagian akar, dan akan menyebabkan akar maupun
batang yang terserang menjadi busuk dan basah. Daun menjadi layu dan
mengering kemudian jatuh berguguran dan pada akhirnya akan mati. Pada
akhirnya pembuluh lateks tidak berproduksi lagi dan getah karet tidak keluar lagi

77

sehingga lama-kelamaan akan menyebabkan kematian pohon. Pohon yang


terserang oleh Jamur Akar Putih akan menjangkiti pada pohon lain. Pengendalian
penyakit yang dilakukan petani di daerah penelitian yaitu dengan menggali tanah
disekitar leher akar dengan kedalaman 50 cm kemudian akar yang terserang
dikerok disepanjang permukaan akar diberi Trichoderma sp. dan dibiarkan dan
setelah 1-2 minggu kemudian akar ditutup tanah kembali. Selain hal tersebut
penyakit yang sering menyerang adalah penyakit bidang sadap yang diatasi petani
dengan menggunakan Valangker pada bidang sadap.
Hama yang sering menyerang tanaman karet petani di Kabupaten
Mandailing Natal adalah rayap, dimana serangannya dapat terlihat oleh batang,
batang pohon dimakan oleh rayap, sehingga batang karet tersebut berlumut yang
mengakibatkan pohon karet busuk, berlubang dan di tengah-tengah batang kosong
sehingga lama-kelamaan pohon karet akan mati. Di daerah penelitian petani
menanggulangi permasalahan tersebut dengan cara menyemprot silinder ataupun
dengan mengoles silinder tersebut ke batang pohon karet. Selain itu, babi hutan
dan kera merupakan hama yang sering merusak tanaman karet petani. Petani
menanggulanginya dengan cara membuat ranjau.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan waktu pengembalian modal
(payback period) petani umumnya lebih cepat untuk petani yang berada di lahan
dengan kelas kesesuaian lahan S1 karena produktifitasnya lebih tinggi, kemudian
disusul oleh petani di kelas kesesuaian lahan S2 dan S3. Petani yang melakukan
perawatan yang lebih baik juga akan memperoleh produktivitas tanaman karet
lebih tinggi sehingga waktu pengembalian modal lebih cepat. Pada lahan dengan
kelas kesesuaian lahan S1 pada umur tanaman 7-8 tahun umumnya modal telah
kembali. Pada lahan dengan kelas kesesuaian lahan S2 modal umumnya kembali
pada umur tanaman 9-10 tahun dan pada lahan kelas S3 pada umur tanaman 10-11
tahun.
Pada penelitian ini juga dilakukan analisis sensitivitas. Menurut Gittinger
(1986), analisis sensitivitas (sensitivity analysis) dilakukan untuk meneliti kembali
kelayakan suatu proyek, agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat
keadaan yang berubah atau ada suatu kesalahan dalam dasar perhitungan biayamanfaat. Analisis kepekaan (sensitivitas) adalah suatu teknik analisis yang

78

menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu
proyek apabila terjadi kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam
perencanaan. Hal ini dibutuhkan dalam analisis proyek, biasanya didasarkan pada
proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan
terjadi dimasa yang akan datang karena proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat
empat permasalahan utama yaitu:
5. Perubahan harga jual produk
6. Keterlambatan pelaksanaan proyek
7. Kenaikan biaya
8. Perubahan volume produksi
Pada penelitian ini dilakukan analisis sensitivitas dengan menaikkan jumlah
biaya input dan menaikkan suku bunga untuk mengetahui sampai sejauhmana
batas kelayakan kegiatan usaha karet petani serta mencoba mencari sampai
seberapa jauh kelayakan harga dan produksi untuk kondisi perkebunan karet
rakyat di Kabupaten Mandailing Natal. Semua dilakukan dengan asumsi ceteris
paribus.
Hasil analisis sensitivitas dengan skenario dengan menaikkan biaya input
untuk aktivitas kebun karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dari layak
menjadi tidak layak terjadi pada saat biaya input dinaikkan sebesar 40%-44,06%
untuk kelas kesesuaian lahan S3, 69,67%-71,67% untuk kelas kesesuaian lahan
lahan S2 dan 91,09%-110,3% untuk kelas kesesuaian lahan lahan S1 dengan
asumsi variabel-variabel lainnya ceteris paribus (tetap). Apabila biaya input
meningkat sebesar nilai-nilai tersebut maka usaha perkebunan karet yang
dilakukan petani sudah tidak layak atau merugikan petani, seperti terlihat pada
Tabel 13. Rincian perhitungan analisis sensitivitas skenario menaikkan biaya
input masing-masing desa dapat dilihat pada Lampiran 12,13, 14,15, 16 dan 17.
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa apabila biaya-biaya input meningkat
sebesar nilai-nilai tersebut dengan asumsi variabel-variabel lainnya ceteris
paribus (tetap) maka secara finansial usaha perkebunan karet rakyat tersebut
tidak layak lagi untuk diusahakan. Hal ini ditunjukan dengan nilai NPV, BCR,
dan IRR yang tidak memenuhi kriteria layak lagi. Nilai NPV bernilai negatif yaitu
antara (Rp7.582)(Rp100) menunjukkan kerugian yang dialami selama umur

79

produktif tanaman karet sebesar nilai tersebut BCR=1 menunjukkan bahwa


kegiatan ini tidak memberikan tambahan manfaat (keuntungan) bagi petani. Nilai
IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku menggambarkan bahwa usaha
perkebunan karet rakyat yang diusahakan tidak memberikan nilai keuntungan
bagi petani.
Tabel 13 Analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, dan IRR) perkebunan karet
rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dengan menaikkan biaya-biaya
input
No

Desa/Kecamatan

NPV

Orde
kesesuaian

(DR = 12%)

Net B/C

IRR

Kenaikan biaya
input pada

Sihepeng
(Kec. Siabu)

S1

(323)

1,00

12%

91,09%

Malintang
(Kec. Bukit Malintang)

S1

(7.582)

1,00

12%

110,30%

Purba Baru
(Kec. Lembah Sorik Marapi)

1,00

12%

S2

100
1,00

12%

Roburan Lombang
(Kec. Panyabungan Selatan)

S2

398

1,00

12%

Tambangan Pasoman
(Kec. Tambangan)

1,00

12%

S3

5.906
1,00

12%

Hutarimbaru SM
(Kec. Kotanopan)

S3

1,00

12%

(770)

69,67%

71,67%

40,00%

44,06%

Hasil analisis sensitivitas dengan skenario menaikkan biaya tingkat suku


bunga untuk aktivitas kebun karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dari
layak menjadi tidak layak terjadi pada saat tingkat suku bunga bank dinaikkan
menjadi sebesar 26,8%-29,5% untuk lahan S1, 23,4%-24,5% untuk lahan S2 dan
20,3%-20,8% untuk lahan S3 dengan asumsi variabel-variabel lainnya ceteris
paribus (tetap). Apabila tingkat suku bunga bank meningkat menjadi sebesar
nilai-nilai tersebut, maka usaha perkebunan karet yang dilakukan petani sudah
tidak layak atau merugikan. Hasil analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, dan
IRR dan payback period) perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal
dengan menaikkan tingkat suku bunga dapat dilihat pada Tabel 14. Rincian

80

perhitungan analisis sensitivitas skenario menaikkan tingkat suku bunga masingmasing desa dapat dilihat pada Lampiran 18,19,20, 21,22 dan 23.
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa apabila tingkat suku bunga pinjaman
yang dikenakan pada petani untuk mengusahakan perkebunan karetnya sebesar
nilai-nilai tersebut dengan asumsi variabel-variabel lainnya ceteris paribus (tetap)
maka secara finansial usaha perkebunan karet rakyat yang dilakukan petani di
Kabupaten Mandailing Natal tidak layak. Hal ini ditunjukan dengan nilai NPV,
BCR, dan IRR yang tidak memenuhi kriteria layak. Nilai NPV bernilai negatif
yaitu antara (Rp255.861)(Rp81.242) menunjukkan kerugian yang dialami selama
umur produktif tanaman karet sebesar nilai tersebut. BCR yang bernilai sama
dengan satu menunjukkan bahwa usaha ini tidak memberikan tambahan manfaat
(keuntungan) bagi petani. Nilai IRR yang kurang dari tingkat suku bunga yang
berlaku menggambarkan bahwa pada tingkat suku bunga tersebut usaha
perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal tidak akan memberikan
nilai keuntungan bagi petani.
Tabel 14 Analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, dan IRR dan payback period)
perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dengan
menaikkan tingkat suku bunga
No

Desa/Kecamatan

Orde
kesesuaian

NPV

Net B/C

IRR

Pada tk. suku


bunga

Sihepeng
(Kec. Siabu)

S1

(138.142)

1,00

26,72

26,80

Malintang
(Kec. Bukit Malintang)

S1

(81.242)

1,00

29,45

29,50

Purba Baru
(Kec. Lembah Sorik Marapi)

S2

(146.621)

24,22

24,50

Roburan Lombang
(Kec. Panyabungan Selatan)

S2

(99.693)

23,35

23,40

Tambangan Pasoman
(Kec. Tambangan)

S3

(254.279)

20,20

20,30

Hutarimbaru SM
(Kec. Kotanopan)

S3

20,71

20,80

1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
(255.861)

1,00

Selanjutnya analisis sensitivitas juga dilakukan untuk mengetahui sampai


seberapa besar rata-rata harga lump karet dan rata-rata produktivitas karet rakyat
yang masih layak untuk pengusahaan karet rakyat pada desa-desa sampel di

81

Kabupaten Mandailing Natal tersebut. Besarnya harga rata-rata dan produktivitas


produksi karet pada titik impas tersebut disebut juga dengan Break Event Point
(BEP). BEP yang dicari adalah BEP volume produksi dan BEP harga. BEP ini
tercapai pada saat NPV=0, Net B/C=1, IRR=tingkat suku bunga yang digunakan,
hal ini berarti kondisi finansial pengusahaan kebun berada pada titik total
penerimaan sama dengan pengeluaran (TR=TC) atau keuntungan sama dengan 0.
Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 15. Rincian perhitungan BEP (Break Event
Point) masing-masing desa dapat dilihat pada Lampiran 24,25,26, 27,28, 29, 30,
31, 32, 33, 34 dan 35.
Tabel 15 Nilai BEP (Break Event Point) pengusahaan perkebunan karet rakyat di
Kabupaten Mandailing Natal
No

Desa/Kecamatan

Orde kesesuaian

BEP Harga
(Rp)

BEP Volume
Produksi cup lump
(Kg/Ha/Tahun)

Sihepeng
(Kec. Siabu)

S1

Malintang
(Kec. Bukit Malintang)

S1

6.181

1.531

Purba Baru
(Kec. Lembah Sorik Marapi)

S2

7.378

1.599

Roburan Lombang
(Kec. Panyabungan Selatan)

S2

7.573

1.393

Tambangan Pasoman
(Kec. Tambangan)

S3

8.846

1.441

Hutarimbaru SM
(Kec. Kotanopan)

S3

8.749

1.680

6.803

1.430

Pada kelas kesesuaian lahan S1, dengan kondisi pengusahaan karet dan
produksi yang dihasilkan oleh petani BEP harga tercapai pada harga Rp6.181
Rp6.803, artinya pada tingkat harga tersebut pertanaman karet tersebut masih
layak diusahakan. Apabila harga rata-rata karet selama umur produktif 25 tahun
tersebut dibawah harga tersebut maka petani akan mengalami kerugian. Demikian
juga halnya dengan petani yang mengusahakan karet pada kelas kesesuaian lahan
S2 dengan BEP harga sebesar Rp7.378Rp7.573 dan pada lahan S3 sebesar
Rp8.749-Rp8.846.

82

BEP rata-rata volume produksi cup lump karet petani pada kesesuaian lahan
S1 dengan asumsi ceteris paribus tercapai pada saat rata-rata produksi cup lump
karet yang dihasilkan petani sebesar 1.430 kg/ha/tahun1.531 kg/ha/tahun, artinya
apabila petani dapat memanen rata-rata produksi karetnya per hektar per tahun
sebesar nilai tersebut selama umur produktif maka pertanaman karet tersebut
masih layak diusahakan. Apabila selama umur produktif tersebut petani
memproduksi cup lump karet kurang dari nilai tersebut maka petani akan
mengalami kerugian. Demikian juga halnya dengan petani yang mengusahakan
karet pada kelas kesesuaian lahan S2 dengan BEP volume produksi sebesar 1.393
kg/ha/tahun1.599 kg/ha/tahun dan pada kelas kesesuaian lahan S3 sebesar 1.441
kg/ha/tahun1.680 kg/ha/tahun.
Tingginya nilai BEP harga cup lump karet di Kabupaten Mandailing Natal
dikarenakan tingginya biaya input termasuk biaya tenaga kerja, harga pupuk dan
pestisida serta rendahnya produktivitas. Oleh karena itu, diperlukan campur
tangan pemerintah untuk mengurangi kerugian di tingkat petani sehingga aktivitas
perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal lebih berkelanjutan.
Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua,
rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kurangnya
pemeliharaan. Oleh karena itu, perlu upaya percepatan peremajaan karet rakyat
dan penanganan teknis budidaya karet yang dilaksanakan petani. penggunaan
teknologi anjuran dalam berusahatani karet akan berdampak pada peningkatan
produktivitas dan pendapatan petani karet (Kilmanun, 2005)
Keragaman pola produksi akibat perbedaan kesesuaian lahan akan terlihat
dari tingkat produktivitas yang berbeda. Pada tanaman karet (tergantung jenis klon
yang digunakan) yang ditanam pada lahan sangat sesuai (S1) akan mampu
menghasilkan produktivitas sebesar 3.000 kg/ha/tahun, pada lahan sesuai (S2)
akan dihasilkan 2.500 kg/ha/tahun dan 2.000 kg/ha/tahun untuk lahan (S3)
(Balitbang Pertanian, 2009).
Dalam menjalankan usahatani karet petani masih banyak menghadapi
kendala. Kendala yang dihadapi tersebut kurang lebih berasal dari diri petani
sendiri yaitu kurangnya modal untuk menggunakan input produksi secara optimal
sehingga dalam menjalankan usahatani terutama pembudidayaan tanaman karet

83

belum sesuai dengan teknik budidaya, seperti harga bibit okulasi yang mahal
sehingga menyebabkan masih banyak petani menggunakan bibit dari biji
(seedling) atau hampir setengah dari jumlah populasi sampel petani di tempat
penelitian menggunakan bibit dari biji.
Pada usaha perkebunan karet, peremajaan tanaman membutuhkan modal
yang tidak sedikit dan membawa konsekuensi hilangnya pendapatan selama masa
tanaman belum menghasilkan. Masalah ketiadaan modal untuk peremajaan dan
hilangnya pendapatan selama tanaman belum menghasilkan dapat diatasi dengan
kombinasi pemanfaatan kayu karet tua hasil peremajaan dan peningkatan
produktivitas lahan di gawangan selama masa tersebut. Peningkatan produktivitas
lahan dapat dilakukan dengan penanaman bibitan karet di gawangan. Hasil
pengamatan di Balai Penelitian Sungei Putih menunjukkan bahwa hasil penjualan
kayu karet tua untuk bahan baku industri dari satu hektar tanaman karet dengan
jumlah tegakan 200 pohon per haktar pada saat peremajaan adalah sebesar
Rp10.465.800. Pada sistim karet + bibitan, hasil penjualan kayu dapat menutupi
biaya pembangunan kembali serta pemeliharaan kebun sampai dengan tahun ke-2.
Dengan harga jual stum sebesar Rp2.000, keuntungan per hektar tanaman karet
dengan pengusahaan bibit di gawangan adalah Rp24.458.400 pada tahun pertama
dan Rp25.118.067 pada tahun kedua. Pendapatan ini lebih dari cukup digunakan
untuk pemeliharaan tanaman utama sampai tanaman dapat disadap. Pada sistem
karet + kacangan penutup tanah, hasil penjualan kayu hanya dapat menutupi biaya
penanaman kembali tanaman karet sampai dengan tahun pertama. Adanya
pembibitan karet di gawangan tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan
tanaman utama (Siagian, 2005)
Harga pupuk yang mahal menyebabkan banyak petani yang melakukan
pemupukan dengan frekuensi 1 kali dalam setahun dan sejumlah kecil yang
melakukan pemupukan 2 kali dalam setahun, dan ada juga sejumlah kecil petani
yang tidak memberikan pemupukan sama sekali yang diakibatkan faktor biaya
karena harga pupuk yang mahal sehingga produksi karet petani kurang optimal.
Dalam hal pengendalian hama penyakit, petani banyak yang kurang mengerti cara
pengendalian, sehingga tanaman yang terserang hanya dilakukan pengendalian

84

seadanya bahkan ada yang tidak dilakukan pengendalian sama sekali sehingga
tanaman tidak bisa disadap lagi.
Selain kendala yang dihadapi dalam teknologi anjuran budidaya karet
kendala terbesar yang dihadapi petani adalah faktor sosial ekonomi petani itu
sendiri. Dalam segi pendidikan formal tingkat pendidikan petani rata-rata adalah
digolongkan rendah dan pengetahuan tentang usahatani dan budidaya karet petani
diperoleh hanya berdasarkan pengalamannya saja serta tidak adanya pendidikan
dan pelatihan yang diterima oleh petani dan walaupun ada sejumlah kecil petani
yang mengerti dalam teknologi anjuran budidaya karet, tetapi boleh dikatakan
tingkat pengetahuan petani tentang teknologi budidaya usahatani karet di daerah
penelitian masih kurang.
Berbagai upaya pelatihan teknis budidaya karet telah sering dilaksanakan
oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal sebagai
instansi pembina, namun masih mahalnya harga bibit dan pupuk menyebabkan
petani masih enggan melaksanakan teknis budidaya sesuai anjuran. Adanya bibit
unggul yang dijual dengan harga subsidi oleh pemerintah Kabupaten Mandailing
Natal sangat terbatas jumlahnya dan butuh waktu lama dengan daftar antrian
panjang bagi petani untuk mendapatkannya, hal ini dikarenakan lahan pembibitan
yang dimiliki Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal
sebagai penyedia sangat terbatas, begitu juga dengan pupuk bersubsidi sangat sulit
didapatkan petani di kios-kios.
Butuh perhatian yang sangat besar dari Pemerintah Kabupaten Mandailing
Natal dalam hal ini untuk lebih meningkatkan pelaksanaan program-program
pelatihan teknis budidaya karet di tingkat petani, kerjasama dengan para
penangkar dalam pengadaan bibit unggul yang murah, serta pengawasan yang
lebih ketat dalam penyediaan pupuk bersubsidi di kios-kios penyedia. Peran
penyuluh sangat dibutuhkan terutama untuk membantu perbaikan teknis budidaya.
Upaya-upaya untuk peningkatan produktivitas karet rakyat dapat dilakukan
secara mandiri melalui peningkatan partisipasi dan pemberdayaan petani serta
masyarakat. Partisipasi harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan
termasuk di dalamnya petani, pemerintah daerah, penyandang dana dan para
pengusaha karena masalah utama dalam pengembangan karet rakyat adalah

85

mental ketergantungan petani, lemahnya koordinasi antar instansi, keterbatasan


anggaran, perubahan peran relasi antar pelaku (Supriadi, 2006)
Petani tidak hanya perlu dibekali pengetahuan teknologi budidaya karet,
namun perlu diberikan penyuluhan yang berorientasi pada penguatan sumber daya
manusianya, terutama yang berkaitan dengan sikap mental seperti rasa
kebersamaan yang tinggi dan sikap disiplin. Di samping itu perlu diperkuat
kelembagaan petani (figur pemimpin, dinamika kelompok, dan manajemen).
Pendampingan dari petugas lapangan secara regular dan kontinu sangat
dibutuhkan yang dilaksanakan dengan perencanaan program yang patisipatif
(Nancy dan Supriadi, 2005).
5. 3 Pemasaran Karet Rakyat
Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu sentra perkebunan
Karet di Propinsi Sumatera Utara. Dengan luasan yang mencapai 71.015 ha pada
tahun 2008 Kabupaten Mandailing Natal menjadi sentra tanaman karet dengan
lahan terluas di Propinsi Sumatera Utara (BPS Propinsi Sumatera Utara, 2009).
Dengan produksi karet yang cukup besar di kabupaten ini, maka rantai pemasaran
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dan keberlanjutan usaha tani
karet di Kabupaten Mandailing Natal. Dari penelitian yang dilakukan, rantai
pemasaran karet di Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari beberapa lembaga
tataniaga yaitu petani, pedagang pengumpul desa (PP 1), pedagang pengumpul
kecamatan (PP 2) dan pabrik. Lembaga-lembaga tataniaga ini relatif aktif
menjalankan aktifitasnya sepanjang tahun. Khusus untuk pedagang pengumpul
desa, ada pedagang yang selalu bergerak menjalani profesinya sepanjang tahun
dan ada juga yang merupakan pedagang musiman yang akan muncul bila harga
karet sedang tinggi.
Petani sebagai penjual dalam transaksi jual beli karet dapat mendatangi
pedagang pengumpul ataupun didatangi oleh pedagang pengumpul. Umumnya
petani yang didatangi pedagang pengumpul adalah petani yang memiliki luasan
kebun kakao yang relatif kecil sehingga produksinya pun kecil. Dengan produksi
yang sedikit untuk menjual ke pedagang tingkat kecamatan yang harganya lebih
baik membutuhkan biaya yang tentunya menjadi pertimbangan petani. Di samping
itu tuntutan kebutuhan yang ada membuat petani lebih memilih menjual cup lump

86

karetnya ke pedagang pengumpul desa. Petani dengan kebun yang luas dan
produksi yang besar umumnya menjual langsung ke pedagang pengumpul tingkat
kecamatan karena tingkat harga yang berbeda dengan pedagang pengumpul desa.
tentunya dengan persyaratan kualitas cup lump karet yang lebih baik dari
pedagang pengumpul desa. Keuntungan yang didapat masih lebih baik dengan
jumlah cup lump karet yang besar, walaupun mengeluarkan biaya dalam
penjualannya (transportasi). Petani yang memiliki kedekatan jarak dengan pasar
pedagang tingkat kecamatan tentu saja dapat menjual cup lump karetnya langsung
ke pedagang pengumpul kecamatan.
Petani pada umumnya menjual hasilnya melalui pedagang pengumpul desa
maupun kecamatan pada setiap diadakannya pasar getah yaitu setiap hari pasar
pekan (sekali dalam seminggu) di pasar-pasar kecamatan. Pedagang pengumpul
desa dan kecamatan biasanya setelah diadakannya pasar getah tersebut kemudian
melakukan sortir, penjemuran dan terkadang disimpan di gudang baru kemudian
cup lump dijual ke tujuan pabrik pengolahan di luar Kabupaten Mandailing Natal.
Terdapat 4 pabrik tujuan penjualan cup lump karet tersebut yakni di Kota
Padangsidimpuan, di Kota Kiasaran, Kota Tebing Tinggi dan Padang Propinsi
Sumatera Barat. Pabrik yang terdekat adalah ke pabrik di Kota Padangsidimpuan,
namun para pedagang pengumpul tersebut lebih sering menjual cup lump karetnya
ke Tebing Tinggi atau ke Kisaran, selain karena mendapat harga lebih bagus,
mereka biasanya mengadakan penjanjian dan kontrak dengan pihak pabrik.
Harga pembelian cup lump dari petani oleh pedagang pengumpul desa dan
kecamatan sangat bervariasi karena adanya persaingan harga antara sesama
pedagang, dan ada juga karena mutu hasil cup lump yang cukup bagus dimana
pedagang memberikan harga yang lebih tinggi karena bahan yang dijual petani
sangat bagus, tidak mengandung bahan (misalnya: mengandung kayu, plastik,
tanah), maka petani memberikan harga yang tinggi dan cup lump tersebut sudah
sangat kering dan telah di jemur petani dalam beberapa hari, dan kriteria tersebut
dapat memberikan nilai lebih dalam pemberian harga dalam per kg-nya, begitu
juga sebaliknya apabila hasil cup lump banyak mengandung mengandung bahan
(reject) maka harga yang diberikan pedagang pengumpul dapat lebih rendah.

87

Harga yang cenderung berubah-ubah ditentukan oleh pasar yang tidak dapat
diubah oleh satu pihak saja baik petani maupun lembaga pemasaran, sehingga
yang dapat dilakukan petani hanyalah mengurangi kerugian jika harga karet turun,
terutama pada saat musim penghujan dan musim gugur daun dan berganti daun
tanaman karet. Adanya persaingan harga harusnya disikapi dengan persaingan
yang dilakukan dengan cara yang sehat dengan harga terbuka dan memilih mutu
pembelian cup lump dengan kualitas yang baik .
Dalam hal penentuan harga pihak pabrik mempunyai acuan tertentu, dan
sudah ada ketentuan waktu tertentu adanya musim gugur atau berganti daun,
sehingga para pedagang seharusnya memilih mutu atau kualitas bahan cup lump
yang bagus dan tidak mengandung bahan (misalnya : cup lump bercampur dengan
kayu, tanah plastik) agar pabrik memberikan harga nothering yang bagus sesuai
dengan kriterianya. Adapun kriteria kadar penjualan mutu yang terbaik di
remeling adalah sebagai berikut :
a. Nomor 1 = Kualitas C (asli mengandung cup lump)
b. Nomor 2 = Kualitas B (mengandung kotoran ringan seperti; kayu tipis)
c. Nomor 3 = Kualitas F (bahan reject / kotor, mengandung kayu campur tanah).
Berdasarkan semua kriteria tersebut pabrik memberikan harga dan kadar yang
berlaku sesuai dengan jenis bahan cup lump yang di jual pedagang pengumpul
dengan ketentuan yang telah disepakati oleh pihak pabrik.
Di Kabupaten Mandailing Natal sebagian besar petani menjual karet dalam
bentuk cup lump karet kualitas rendah. Dalam pemasaran cup lump karet ini
terdapat tiga saluran pemasaran mulai dari petani hingga pabrik. Saluran pertama
petani menjual kepada pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul desa
menjualm kepada pedagang pengumpul kecamatan (biasanya pada saat hari pekan
kecamatan), pedagang pengumpul kecamatan menjual ke pabrik. Saluran kedua,
petani menjual langsung ke pedagang kecamatan pada hari pekan kecamatan,
pedagang kecamatan menjual ke pabrik. Saluran ketiga, petani menjual ke
pedagang desa, pedagang desa langsung menjual ke pabrik. Petani dapat dengan
bebas memilih saluran pemasaran yang disukainya. Hal tersebut lebih didasarkan
pada pertimbangan petani sendiri yang umumnya mempertimbangkan faktor
kemudahan transaksi, jarak ke pasar dan faktor harga yang lebih baik. Secara

88

ringkas saluran pemasaran cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal
disajikan pada Gambar 11.
PETANI
I
PEDAGANG PENGUMPUL DESA
(PP 1)

III

II

PEDAGANG PENGUMPUL
KECAMATAN (PP 2)

PABRIK

Gambar 11 Saluran pemasaran cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing


Natal kondisi tahun 2010.
Keterangan :
Saluran I :

Pedagang Pengumpul Desa membeli dari petani, kemudian dijual ke


Pedagang Pengumpul Kecamatan, selanjutnya Pedagang Pengumpul
Kecamatan menjual ke Pabrik.

Saluran II : Petani menjual langsung ke Pedagang Pengumpul Kecamatan,


selanjutnya Pedagang Pengumpul Kecamatan menjual ke Pabrik.
Saluran III : Pedagang Pengumpul Desa membeli dari petani, kemudian menjual
langsung ke Pabrik.
5.3.1 Margin Tata Niaga
Analisis margin tata niaga digunakan untuk mengetahui nilai margin harga
cup lump karet antara petani dan pabrik. Disamping itu, dari analisis ini juga dapat
diketahui nilai keuntungan dan biaya yang dikeluarkan pada masing-masing
lembaga pemasaran. Margin tata niaga dihitung dengan mengurangkan harga jual
cup lump karet ditingkat petani dengan harga beli pabrik.
Pada matriks keragaan pasar cup lump karet rakyat di Kabupaten
Mandailing Natal tahun 2010 dapat dilihat (Tabel 16) diketahui bahwa terdapat
dua nilai margin tata niaga antara tiga saluran pemasaran yang ada. Pada saluran
pemasaran I dan pemasaran III margin tata niaga memiliki nilai yang sama yaitu

89

sebesar Rp12.000. Margin tata niaga pada saluran pemasaran II relatif lebih kecil
yaitu sebesar Rp10.000. Hal ini menunjukkan bahwa saluran pemasaran II lebih
menguntungkan bagi petani dibandingkan dua saluran pemasaran yang lain.
Tabel 16 Matriks keragaan pasar cup lump karet rakyat di Kabupaten
Mandailing Natal tahun 2010
No

Jenis analisis
1 Bagian harga yang
diterima petani

2 Margin pemasaran

3 Arus informasi

Jalur pemasaran
Saluran I
(Petani - PP I - PP II - Pabrik)

Nilai per kg cup


lump karet
Rp
13.000
52%

Saluran II
(Petani - PP II - Pabrik)

Rp

15.000
60%

Saluran III
(Petani - PP I - Pabrik)

Rp

13.000
52%

Saluran I
(Petani - PP I - PP II - Pabrik)

Rp

12.000
48%

Saluran II
(Petani - PP II - Pabrik)

Rp

10.000
40%

Saluran III
(Petani - PP I - Pabrik)

Rp

12.000
48%

Pabrik - PP II - PP I - Petani

Sumber : Data primer (diolah)


Pada saluran pemasaran II, lembaga yang terlibat lebih pendek sehingga
biaya yang masuk ke saluran pemasaran lebih kecil dan tentu saja menguntungan
bagi petani. Pada saluran pemasaran I dan III, rantai pemasaran relatif panjang
dan keuntungan bagi pedagang pengumpul desa yang cukup besar menjadikan
keuntungan yang diterima petani semakin kecil (margin tata niaga menjadi lebih
besar).
Berdasarkan survei yang dilakukan pada tiga saluran pemasaran yang ada di
Kabupaten Mandailing Natal didapatkan bahwa bagian harga yang diterima petani
masih cukup rendah yaitu 52% pada saluran pemasaran I dan III, dan 60 % pada
saluran pemasaran II. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja tataniaga cup lump
karet di Kabupaten Mandailing Natal belum cukup baik. Hampir 50% keuntungan
petani hilang di rantai pemasaran yang ada.
Pada saluran pemasaran I dan III, yang umumnya dilakukan oleh petani
dengan produksi cup lump karet yang relatif kecil, cup lump karet dijual kepada

90

pedagang pengumpul desa. Terkadang pedagang pengumpul yang mendatangi


petani untuk membeli cup lump karet. Hal ini membuat pedagang mengeluarkan
biaya transportasi yang akhirnya dibebankan pada harga yang diberikan kepada
petani. Disamping itu, pedagang biasanya menawar cup lump karet petani dengan
kualitas rendah (kadar air tinggi, mangandung kotoran seperti kayu dan tanah,
terutama yang dicampur dengan TSP untuk penggumpalan).
Kualitas yang lebih rendah dari standar umum penjualan tersebut
menyebabkan adanya pemotongan harga kembali bagi petani. Hal ini yang
menyebabkan rendahnya harga yang diterima petani yaitu sebesar Rp13.000 (52%
dari harga pabrik). Petani yang menerima harga tersebut beralasan harga tersebut
sudah cukup menguntungkan. Selain itu adanya tuntutan biaya hidup membuat
petani memilih saluran penjualan yang mudah dan cepat mendapatkan uang.
Pada saluran pemasaran II, petani langsung menjual cup lump karet ke
pedagang pengumpul tingkat kecamatan. Umumnya saluran pemasaran ini
dilakukan oleh petani yang memiliki produksi cup lump karet yang besar. Kualitas
cup lump karet yang dijual relatif lebih baik. Walaupun terkadang petani
mengeluarkan biaya untuk transportasi dalam penjualannya ke pedagang tingkat
kecamatan, pemilihan saluran pemasaran ini dianggap lebih menguntungkan.
Harga cup lump karet tingkat petani pada saluran pemasaran ini sebesar Rp15.000
(60% dari harga cup lump karet di pasar pabrik). Para petani yang memiliki lokasi
kebun dekat dengan pasar mingguan kecamatan sebagian juga melakukan saluran
pemasaran ini.
Dalam tataniaga cup lump karet di Kabupaten Mandailing Natal, arus
informasi harga berasal dari pabrik, kemudian diteruskan ke pedagang tingkat
kecamatan, pedagang tingkat desa hingga ke petani. Arus informasi ini
menjadikan petani sebagai penerima harga. Akibatnya petani terkadang menjadi
pihak yang cukup dirugikan. Masalah kualitas cup lump karet merupakan alat
yang digunakan pedagang untuk menekan harga cup lump karet.
Dari segi keuntungan, akumulasi keuntungan diluar petani pada saluran
pemasaran I yaitu sebesar 20,88%. Pada saluran pemasaran II akumulasi
keuntungan sebesar 17,95% dan saluran ketiga sebesar 20,96%. Akumulsi
keuntungan saluran I dan III berbeda karena transaksi jual beli pada saluran I

91

dilakukan di pasar, dimana di pasar tersebut pedagang pengumpul kecamatan


harus mengeluarkan ongkos lapangan sebesar Rp20/kg. Keuntungan terbesar yang
didapatkan oleh lembaga pemasaran (selain petani) pada masing-masing saluran
pemasaran didapatkan oleh pedagang pengumpul kecamatan dan pedagang
pengumpul desa. Pada saluran pemasaran I, keuntungan terbesar didapatkan oleh
pedagang pengumpul kecamatan sebesar 16,12% dari harga jualnya di pabrik.
Begitu juga dengan saluran pemasaran II juga didapatkan oleh pedagang
pengumpul kecamatan dengan persentase yang sama dengan keuntungan yang di
dapat pada saluran pemasaran I. Pada saluran pemasaran III, keuntungan terbesar
di dapatkan oleh pedagang pengumpul desa sebesar 20,96% dari harga cup lump
karet yang dijual ke pabrik.
Dari segi biaya, akumulasi biaya pemasaran diluar petani dari saluran
pemasaran I yaitu sebesar 27,12%. Pada saluran pemasaran II akumulasi biaya
mencapai 23,88% dan pada saluran III akumulasi biaya mencapai 27,04% dari
harga cup lump karet di pabrik. Lembaga pemasaran diluar petani yang
mengeluarkan biaya terbesar dalam saluran pemasaran cup lump karet adalah
pedagang pengumpul desa pada saluran pemasaran III. Walaupun biaya yang
dikeluarkannya relatif besar dibandingkan lembaga pemasaran lain, pedagang
pengumpul tersebut tetap mendapatkan keuntungan yang paling besar dari
lembaga pemasaran yang ada.
Hal ini dikarenakan rantai pemasaran yang dijalani lebih pendek dibanding
lembaga pemasaran yang lain, terutama karena tidak perlu melalui transaksi di
pasar yang menyebabkan biaya yang lebih besar yakni dengan adanya ongkos
lapangan. Perkembangan harga ditingkat pasar eksportir relatif lebih mudah untuk
di pantau oleh pihak pabrik. Dengan demikian pabrik dapat selalu mengatur harga
sehingga cukup menguntungkan bagi dirinya, terutama karena adanya perjanjianperjanjian kontrak pembelian antara pedagang-pedagang pengumpul dengan
pabrik.
Belum adanya sumber informasi tentang harga yang bisa diakses langsung
oleh petani atau kelompok tani dengan mudah merupakan hal yang mesti
dipikirkan oleh semua pihak. Peran pemerintah dalam hal ini cukup diharapkan
karena memiliki kemampuan dalam penyediaan sumber daya manusia maupun

92

sarana prasarana yang mendukung. Secara lengkap nilai margin dan persentase
margin penjualan per kilogram cup lump karet pada masing-masing pelaku pasar
dan saluran pemasaran cup lump karet rakyat pada tahun 2010 di Kabupaten
Mandailing Natal disajikan dalam Tabel 17.
Tabel 17 Nilai margin dan persentase margin penjualan per kilogram cup lump
karet pada masing-masing pelaku pasar dan saluran pemasaran cup
lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, tahun 2010
Pelaku Pasar

No
1 Petani

Saluran Pemasaran I
Rp

Saluran Pemasaran II
Rp

Biaya-biaya

Harga Jual

13.000

Saluran Pemasaran III


Rp

810

3,24

52,00

15.000

60,00

13.000

52,00

13.000

52,00

13.000

52,00

810

3,24

6.760

27,04

60

0,24

160

0,64

2 Pedagang Pengumpul I
(Pengumpul Tk. Desa)
a. Harga beli
b. Biaya-biaya
- Upah Tenaga Kerja
(muat, bongkar, jemur,
menimbang)
- Transportasi

100

0,40

700

2,80

650

2,60

5.900

23,60

c. Keuntungan

1.190

4,76

5.240

20,96

d. Harga Jual

15.000

60,00

25.000

100,00

15.000

60,00

15.000

60,00

5.970

23,88

5.970

23,88

100

0,40

100

0,40

20

0,08

20

0,08

600

2,40

600

2,40

5.250

21,00

5.250

21,00

c. Keuntungan

4.030

16,12

4.030

16,12

d. Harga Jual

25.000

100,00

25.000

100,00

25.000

100,00

25.000

100,00

25.000

100,00

- Penyusutan

3 Pedagang Pengumpul II
(Pengumpul Tk. Kecataman di
pasar mingguan)
a. Harga beli
b. Biaya-biaya
Upah Tenaga Kerja
- (muat, bongkar, jemur,
menimbang)
- Ongkos lapangan
- Transportasi
- Penyusutan

4 Pabrik
a. Harga beli
Sumber : Data primer (diolah)

93

5.3.2 Integrasi Pasar


Model acuan yang digunakan untuk menduga keterpaduan pasar dalam hal
keterkaitan kenaikan penurunan harga cup lump karet ditingkat petani dengan
pabrik adalah model yang dikembangkan oleh Ravallion (1986), Heytens (1986),
dan Timer (1987). Data harga cup lump karet yang digunakan adalah data time
series per bulan dari tahun 2008-2010 yang didapat dari berbagai sumber
(Lampiran 36) . Hasil analisis yang dilakukan seperti terlihat pada Tabel 18.
Tabel 18

Hasil dugaan parameter keterpaduan pasar cup lump karet rakyat di


Kabupaten Mandailing Natal
Peubah

Bedakala satu bulan harga riel cup


lump karet tingkat petani (Pft-1)

0,733

Standar error
of Beta
0,125

Perubahan harga riel cup lump


karet tingkat pabrik (Pet Pet-1)

0,197

0,122

0,127

Bedakala satu bulan harga riel cup


lump karet tingkat pabrik (Pet-1)

0,191

0,047

0,0003

R = 0,971

R2 = 0,944

P-level
0,000002

Adjusted R2 = 0,938

Dari Tabel 18 di atas, dihasilkan persamaan regresi harga cup lump karet tingkat
petani (Pft) yang digunakan untuk analisis keterpaduan pasar sebagai berikut :
Pft = (1+b1) Pft-1 + b2 (Pet Pet-1) + (b3 b1)Pet-1
menjadi
Pft = 0,733 Pft-1 + 0,197 (Pet Pet-1) + 0,191 Pet-1
Dengan acuan persamaan (2) pada Bab III, maka persamaan regresi diatas
dapat diinterprestasikan bahwa koefisien b2 yang pada persamaan regresi diatas
bernilai 0,197 merupakan nilai elastisitas transmisi harga. Elastisitas transmisi
harga ini menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan harga ditingkat pabrik
karet sebesar 1 persen maka akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat
petani karet sebesar 0,197 persen, ceteris paribus. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa perubahan harga pada tingkat pabrik tidak ditransmisikan secara sempurna
kepada petani.

94

Dari persamaan regresi diatas juga dapat diinterprestasikan bahwa pengaruh


harga cup lump karet tingkat petani bulan sebelumnya terhadap pembentukan
harga cup lump karet bulan berjalan lebih besar dibandingkan pengaruh harga di
tingkat pabrik tahun sebelumnya. Hal itu terlihat dari nilai kontribusi harga pada
periode sebelumnya terhadap harga petani sekarang pada pasar lokal sebesar
0,733 (sekaligus sebagai nilai koefisien: 1+b1). Nilai kontribusi harga pabrik
tahun sebelumnya terhadap harga petani tahun berjalan sebesar 0,191 (sekaligus
sebagai nilai koefisien: b3b1).
Untuk mengetahui tinggi rendahnya keterpaduan pasar antara harga pasar
lokal atau harga tingkat petani dengan harga pasar acuan atau harga tingkat pabrik
maka harus diketahui nilai Index of Marketing Connection (IMC) dimana
IMC=(1+b1)/(b3b1) merupakan indeks hubungan kedua pasar tersebut. IMC
yang semakin mendekati nol menunjukkan bahwa terjadi keterpaduan harga pasar
dalam jangka panjang antara pasar lokal dengan pasar acuan. Dari hasil
perhitungan didapatkan bahwa nilai IMC untuk harga cup lump karet tingkat
petani di Kabupaten Mandailing Natal dengan harga cup lump karet tingkat pabrik
di Propinsi Sumatera Utara sebesar 3,83. Nilai IMC tersebut menunjukkan bahwa
belum terjadi keterpaduan antara kedua tingkat harga pasar tersebut. Hal ini
diduga terjadi karena adanya senjang informasi di tingkat petani. Petani umumnya
menerima informasi harga hanya dari pedagang pengumpul yang ada. Pedagang
pengumpul dengan dalih mutu cup lump karet petani yang rendah dapat menekan
harga beli dari petani, akibatnya petani menjadi pihak yang dirugikan.
Dari dua analisis yang dilakukan di atas menunjukkan bahwa belum terjadi
keefisienan dalam kinerja pemasaran cup lump karet di Kabupaten Mandailing
Natal. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh panjangnya rantai pemasaran yang
ada dan adanya senjang informasi harga yang terjadi. Di samping itu rendahnya
kualitas cup lump karet juga merupakan hal yang menyebabkan rendahnya nilai
jual produk dari petani.
Ketidakefisienan rantai pemasaran yang ada yang cenderung merugikan
petani dapat diatasi dengan dibentuknya kelembagaan pemasaran bersama di
kalangan petani. Kelembagaan seperti koperasi ataupun kelompok tani perlu
diaktifkan dan diberdayakan dalam proses pemasaran. Setidaknya dalam

95

memperpendek rantai pemasaran yang telah ada sehingga cup lump karet petani
dapat langsung dijual ke pedagang besar (pabrik).
Peningkatan mutu produk cup lump karet rakyat merupakan solusi agar
produk ini memiliki keunggulan kompetitif, karena aspek mutu merupakan
sesuatu yang perlu terus ditingkatkan dan dijaga, sehingga menjadi keunggulan
kompetitif bagi daerah dan tentunya berdampak pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Hal konkrit yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan informasi rutin
yang akurat tentang perkembangan harga cup lump karet melalui media
komunikasi berupa radio, surat kabar, televisi ataupun lewat tenaga-tenaga
lapangan seperti penyuluh-penyuluh pertanian yang mempunyai intensitas
pertemuan yang tinggi dengan petani serta perlunya pembentukan kelompokkelompok tani bahkan KUD petani untuk meningkatkan posisi tawar (bargaining
position) petani dalam pemasaran karet.
Perlunya membangun pabrik karet untuk memperpendek jalur pemasaran
cup lump karet di Kabupaten Mandailing Natal sudah layak untuk direalisasikan,
mengingat bahan baku sudah cukup tersedia. Hal ini terlihat dari produktivitas
karet rakyat Mandailing Natal cukup banyak dan pada saat ini menduduki
peringkat pertama penghasil karet terbanyak di Sumatera Utara. Produksi karet di
Kabupaten Mandailing Natal tahun 2008 sebesar 34.615 ton atau 95 ton/hari,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik crumb rubber dengan
kapasitas 70 ton/hari masih terdapat surplus bahan baku.
Pada tahun 2009 usulan pendirian pabrik Crumb Rubber di daerah
penelitian telah direncanakan dan disetujui oleh pemerintah kabupaten Mandailing
Natal, namun sampai dengan saat ini belum terealisasi. Menurut Kepala Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal terdapat banyak kendala
dalam mencari investor dan menentukan lokasi pabrik. Perlu adanya usaha yang
lebih keras lagi dari Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal untuk realisasi
pembangunan pabrik karet di Kabupaten Mandailing Natal dengan kerjasama
dengan pihak investor dan masyarakat.

96

5.4

Arahan Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di


Kabupaten Mandailing Natal

5.4 1. Persebaran Lokasi Arahan Pengembangan Tanaman Karet


Tujuan memetakan lokasi arahan untuk pengembangan tanaman karet
adalah memberikan arahan agar masyarakat mendapatkan gambaran wilayahwilayah yang sesuai untuk budidaya tanaman karet berdasarkan aspek spasial dan
aspek biofisik. Aspek spasial bermakna bahwa lahan yang akan diarahkan tersebut
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Aspek biofisik yang
dimaksudkan adalah bahwa lahan yang akan diarahkan merupakan lahan yang
sesuai berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan.
Dalam rangka memetakan lokasi yang manjadi arahan pengembangan
tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal maka diperlukan peta arahan
pengembangan yang merupakan hasil dari overlay peta kesesuaian lahan aktual,
peta kawasan hutan Kabupaten Mandailing Natal dan peta penggunaan lahan. Dari
peta Kawasan Hutan Kabupaten Mandailing Natal, arahan pengembangan
ditujukan ke kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan kawasan hutan produksi.
Areal Penggunaan Lain adalah areal bukan kawasan hutan. Dalam penelitian ini
pengembangan karet juga diarahkan pada kawasan hutan produksi. Hal ini untuk
memanfaatkan peluang pemanfaatan hutan secara lestari dan berkelanjutan untuk
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor: 6 tahun 2007 jo PP nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dan Peraturan
Menteri Kehutanan nomor: P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan
serta Peraturan Menteri Kehutanan nomor: P.49/Menhut-II/2008 jo nomor:
P.14/Menhut-II/2010 tentang Hutan Desa. Dalam peraturan-peraturan tersebut
disebutkan bahwa kawasan hutan produksi dan hutan lindung dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat untuk peningkatan kesejahteraannya namun harus sesuai dengan
peraturan dan kaidah-kaidah pelestarian kehutanan.
Tanaman karet secara tradisional dikenal sebagai tanaman perkebunan.
Namun, kini tanaman karet juga dikenal sebagai tanaman hutan. Bahan tanaman
yang digunakan untuk hutan karet ini berasal dari biji atau seedling. Perkebunan
karet memiliki potensi untuk konservasi lingkungan, yaitu sebagai penambat CO2

97

yang efektif . Di samping itu, kayu karet memiliki corak dan kualitas yang baik
sehingga dapat mensubstitusi beberapa jenis kayu yang dieksploitasi dari hutan.
Selain itu, kayu karet mempunyai prospek yang cerah sebagai bahan baku industri
untuk menyubstitusi kayu hutan alam meningkat ketersediaannya sangat besar dan
diharapkan terus mengingat sejalan dengan adanya peremajaan tanaman karet tua.
Kayu karet mempunyai sifat-sifat fisik, mekanis, dan kimia yang setara dengan
kayu hutan alam, sehingga tanaman karet sangat cocok untuk dikembangkan di
kawasan hutan produksi sebagai pelindung kawasan konservasi selain untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hidup di sekitar hutan dengan klonklon anjuran seperti BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100, AVROS 2037, IRR 5,
IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112, DAN IRR 118 yang direkomendasikan untuk
di kembangkan dalam skala luas sebagai penghasil lateks sekaligus kayu.
(Boerhendhy, 2006).
Dari peta penggunaan lahan arahan pengembangan diarahkan kepada
penggunaan lahan kebun rakyat, padang rumput, alang-alang, semak, dan tegalan.
Pemilihan penggunaan lahan diatas dengan alasan masing-masing merupakan
lahan yang belum termanfaatkan secara optimal (kecuali penggunaan lahan kebun
rakyat) sehingga diharapkan dengan arahan ini pemanfaatan lahan tersebut dapat
memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat. Penggunaan lahan kebun
rakyat sengaja dimasukkan sebagai arahan karena diperkirakan banyak tanaman
perkebunan rakyat di Kabupaten Mandailing Natal yang sebagian besar kebun
campuran sudah tidak produktif lagi. Tingginya minat masyarakat untuk
mengembangkan tanaman karet dan prospek pengembangan tanaman karet yang
cerah serta pertimbangan economic scale, sangat dimungkinkan adanya
masyarakat yang menginginkan mengganti tanaman perkebunannya dengan
tanaman karet. Untuk mengakomodir minat masyarakat yang tinggi tersebut,
maka arahan pengembangan tanaman karet dilakukan dengan memasukkan
penggunaan lahan kebun rakyat sebagai salah satu arahan pengembangan.
Pembuatan peta lokasi arahan pengembangan tanaman karet ini baru sebatas
mengarahkan masyarakat bahwa lokasi-lokasi tersebut sesuai secara fisik dan
spasial untuk pengembangan tanaman karet, belum mempertimbangkan
keberadaan tanaman perkebunan lain di lokasi tersebut atau bukan merupakan

98

pewilayahan komoditas perkebunan. Artinya masyarakat dipersilahkan untuk


mengambil keputusan sendiri komoditi apa yang akan dikembangkannya. Hal ini
merupakan salah satu kelemahan penelitian ini. Dalam penelitian ini, komoditas
karet sengaja dijadikan obyek karena tanaman ini merupakan tanaman yang
memiliki prospek pasar yang cerah, diminati masyarakat, telah diusahakan secara
turun temurun dan merupakan tanaman perkebunan utama di Kabupaten
Mandailing Natal. Pengunaan lahan pada lahan basah tidak diarahkan untuk
pengembangan tanaman karet karena lahan basah merupakan modal yang sangat
penting bagi ketahanan pangan daerah. Sebagian besar lahan basah di Kabupaten
Mandailing Natal ditanami padi dan tanaman pangan lain seperti jagung, kedelai,
dan kacang tanah.
Lokasi arahan pengembangan tanaman karet dibagi menjadi beberapa
prioritas arahan dengan mempertimbangkan ketentuan arahan pengembangan
perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal (Tabel 4), status areal
kawasan hutan, kelas kesesuaian lahan, penggunaan lahan saat ini dan hasil
analisis kelayakan finansial. Lahan kelas S1 dan S2 dengan penggunaan lahan
padang rumput, alang-alang, semak dan tegalan di luar kawasan hutan yang sesuai
untuk pertanaman Karet sudah tidak tersedia lagi di Kabupaten Mandailing Natal
dan tanaman karet tua tidak terdapat di areal kesesuaian lahan S1, sehingga lahanlahan tersebut tidak dipertimbangkan dalam penentuan prioritas arahan
pengembangan Karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal. Areal HTR yang
telah ditetapkan semuanya berada pada kelas kesesuaian lahan S3. Pembagian
prioritas arahan pengembangan dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19
Prioritas
lokasi
arahan

Pembagian prioritas arahan pengembangan karet rakyat di Kabupaten


Mandailing Natal
Kelas
kesesuaian

Prioritas I

S3

Prioritas II

S2

Prioritas III

S3

Prioritas IV

S1,S2,S3

Penggunaan lahan (ketersediaan)


Padang rumput, alang-alang, semak belukar di luar
kawasan hutan
Kebun karet tua di luar kawasan hutan
Kebun karet tua di luar kawasan hutan, areal yang
telah ditetapkan sebagai areal HTR
Padang rumput, alang-alang, semak belukar, karet
tua di dalam kawasan Hutan Produksi, kebun rakyat
di APL dan HP

99

Pembagian prioritas lokasi arahan pengembangan karet berdasarkan


kawasan hutan, aspek kelas kesesuaian lahan dan penggunaan lahan saat ini.
Kawasan hutan menjadi kriteria utama pemprioritasan. Oleh karena itu, lahanlahan yang berada di luar kawasan hutan berada pada prioritas yang lebih utama.
Kelas kesesuaian lahan menjadi bahan pertimbangan untuk penentuan prioritas
selanjutnya dan pertimbangan berikutnya adalah penggunaan lahan saat ini serta
mempertimbangkan arahan pengembangan wilayah Kabupaten Mandailing Natal.
Prioritas satu diarahkan pada lahan-lahan yang belum dimanfaatkan oleh
masyarakat (tersedia), yaitu pada lahan semak, padang rumput, tegalan, dan alangalang dan berada di luar kawasan hutan. Prioritas kedua diarahkan pada kebunkebun karet tua yang berada di luar kawasan hutan yang merupakan salah satu
program yang harus dipercepat pemerintah Kabupaten Mandailing Natal. Prioritas
ketiga diarahkan pada kebun-kebun karet tua yang berada dalam kawasan hutan
produksi dan areal yang telah dicadangkan oleh Menteri Kehutanan sebagai Hutan
Tanaman Rakyat dimana sesuai hasil kesepakatan masyarakat (koperasi) dan
pemerintah akan ditanami karet rakyat.
Prioritas keempat adalah lahan-lahan yang telah digunakan mayarakat yaitu
pada penggunaan lahan kebun rakyat. Lahan arahan pada perkebunan rakyat
dimasukkan dalam prioritas untuk mengakomodir minat masyarakat terhadap
pertanaman karet. Penggunaan lahan ini untuk pengembangan tanaman karet tentu
akan mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan bila lahan tersebut belum
diusahakan dan lahan-lahan karet tua yang memang sudah saatnya untuk
diremajakan atau dibongkar. Areal dengan penggunaan lahan baik semak, padang
rumput, tegalan, dan alang-alang, kebun karet tua dan kebun rakyat tidak
produktif yang berada di dalam kawasan hutan produksi juga diarahkan untuk
pengembangan karet untuk mengakomodir peraturan pemerintah dan menteri
kehutanan bahwa perkebunan karet di dalam kawasan hutan produksi dapat
diusahakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan sebagai
penyangga bagi hutan lindung dan hutan konservasi.
Lahan yang berpotensi untuk pengembangan tanaman karet di Kabupaten
Mandailing Natal terdapat pada 23 kecamatan dengan total luasan 201.875 ha
atau 30,84% dari luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Kecamatan dengan

100

lahan berpotensi terluas adalah kecamatan Muara Batang Gadis dengan luasan
71.406 ha (10,91%), diikuti dengan kecamatan Natal dan Batahan dengan luasan
masing-masing 17.993 ha (2,75%) dan 12.691 ha (1,94%). Luasan lahan arahan
pengembangan

tanaman

karet

pada

masing-masing

kecamatan

beserta

pemprioritasannya tersaji dalam Tabel 20.


Tabel 20 Luasan lokasi arahan pengembangan perkebunan karet rakyat beserta
pemprioritasannya di Kabupaten Mandailing Natal
No

Kecamatan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Batahan
Batang Natal
Bukit Malintang
Huta Bargot
Kotanopan
Lembah Sorik Marapi
Lingga Bayu
Muara Batang Gadis
Muarasipongi
Naga Juang
Natal
Pakantan
Panyabungan
Panyabungan Barat
Panyabungan Selatan
Panyabungan Timur
Panyabungan Utara
Puncak Sorik Marapi
Ranto Baek
Siabu
Sinunukan
Tambangan
Ulu Pungkut
Total

Bukan
Arahan
21.700
67.273
4.711
9.605
19.351
918
12.231
104.205
11.766
4.178
65.084
13.200
6.937
5.835
23.577
3.990
4.652
16.194
20.630
8.259
5.323
23.048
452.667

Prioritas arahan pengembangan karet


Prioritas Prioritas
Prioritas III Prioritas IV
I
II
2.733
9.959
177
11.021
223
9
766
706
1.365
118
3.654
4.752
652
47
1.578
1.924
9.170
1.127
5
70.274
63
405
888
8
595
3.633
14.361
6.918
914
510
3.900
5.668
93
20
39
627
94
62
473
119
4.952
6.481
12
151
1.498
21
255
0
2.171
172
106
816
7.359
163
5.684
1.431
415
2.183
4.957
570
116
2.712
14.735
1.927
16.341
168.871

Secara spasial lokasi arahan pengembangan tanaman karet di Kabupaten


Mandailing Natal dapat dilihat pada Gambar 12.
5.4.2 Arahan Kebijakan Pengembangan Karet Rakyat di Kabupaten
Mandailing Natal
Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal sangat berpotensi
untuk terus dikembangkan. Hal tersebut didasarkan pertimbangan prospek
pengembangan tanaman karet ke depan masih sangat menjanjikan yang dapat
dilihat dari adanya dukungan pemerintah berupa dilaksanakannya Program
Revitalisasi Perkebunan yang mulai dicanangkan tahun 2007 ini, dimana salah

101

Gambar 12 Peta Arahan Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat


di Kabupaten Mandailing Natal

102

satu kegiatan dalam program tersebut adalah pengembangan tanaman karet di


seluruh Indonesia. Potensi pengembangan perkebunan karet rakyat juga terlihat
dari tingginya minat masyarakat terhadap tanaman karet. Hal tersebut terlihat dari
pertumbuhan luasan tanaman karet lima tahun terakhir yang mencapai 71.68%
(Dirjend Perkebunan, 2009). Dalam rangka mengakomodir peluang tersebut,
maka perlu suatu perencanaan pengembangan perkebunan karet rakyat ke depan,
dengan mempertimbangkan berbagai aspek sehingga perkebunan karet rakyat
tersebut bermanfaat bagi masyarakat terutama dalam peningkatan kesejahteraan
dan memacu kinerja pembangunan daerah.
Berdasarkan aspek fisik lahan, tata ruang, dan penggunaan lahan maka lahan
arahan untuk pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing
Natal terdapat seluas 201,875.31 ha. Lahan tersebut tersebar di 23 kecamatan di
Kabupaten Mandailing Natal. Secara umum lahan tersebut termasuk dalam kelas
kesesuaian sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3).
Kecamatan dengan luasan arahan terbesar terdapat di kecamatan Muara Batang
Gadis.
Berdasarkan analisis finansial, pengusahaan perkebunan karet rakyat pada
masing-masing kelas kesesuaian lahan (S1, S2 dan S3) di Kabupaten Mandailing
Natal cukup menguntungkan. Walaupun demikian, rantai pemasaran karet petani
masih kurang efisien. Hal tersebut menyebabkan bagian keuntungan yang
diterima petani menjadi lebih kecil. Ketidakefisienan rantai pemasaran ini
disebabkan oleh panjangnya rantai pemasaran dan adanya senjang informasi
harga.
Peran penyuluh dan kelompok tani untuk pengembangan perkebunan karet
di Kabupaten Mandailing Natal dianggap sangat penting. Penyuluh dan kelompok
tani merupakan suatu bentuk kelembagaan di pedesaan yang berfungsi sebagai
agen pembaharu di lingkungan petani. Hal ini dikarenakan peran penyuluh dan
kelompok tani sangat efektif sebagai media penyalur informasi, transformasi ilmu
dan teknologi, dan media petani untuk saling bekerja sama dan bertukar informasi
dalam rangka efisiensi dan meningkatkan nilai tawar produk yang dihasilkan.
Hubeis (1992) menyebutkan bahwa peranan penyuluh adalah (1) memberi
kemampuan

masyarakat

melihat

permasalahan,

(2)

mendifusikan

dan

103

membimbing proses adopsi inovasi, (3) mendampingi proses pemecahan masalah,


dan (4) menjadi mediator antara pembuat kebijakan pembangunan dan khalayak
sasaran. Tentunya apabila peranan penyuluh dan kelompok tani berjalan dengan
baik akan sangat membantu petani dalam mengatasi permasalahannya sehingga
akhirnya akan berkorelasi positif terhadap peningkatan produktifitas pertanian dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dengan paradigma pembangunan pertanian saat ini yang menuntut adanya
kemauan dan inisiatif dari masyarakat. Dalam rangka peningkatan kinerja
pengusahaan perkebunan karet rakyat secara keseluruhan di Kabupaten
Mandailing Natal, maka keberadaan penyuluh dan mengaktifkan kelompokkelompok tani di daerah pengembangan merupakan salah satu kebijakan yang
mesti diterapkan. Kebijakan tersebut sangat penting karena merupakan salah satu
implikasi dalam perwujudan pembangunan pedesaan saat ini. Hafsah (2006)
menyatakan bahwa filosofi dari pembangunan pedesaan (pertanian) adalah
meningkatkan motivasi masyarakat dalam membangun dan memobilisasi dirinya
untuk bekerja sama dalam pencapaian tujuan bersama serta meningkatkan
kapasitasnya dalam melaksanakan pembangunan, baik dalam aspek fisik, politik,
maupun ekonomi. Karena itu, peningkatan peran penyuluh dan keaktifan
kelompok tani merupakan hal yang cukup penting, karena masing-masing
merupakan motor penggerak agar pembangunan pedesaan tersebut dapat
terlaksana.
Komponen lain yang cukup berpengaruh dalam peningkatan kinerja
pengusahaan kebun karet rakyat adalah ketersediaan sarana prasarana pertanian,
dalam hal ini kios sarana pertanian. Dengan keberadaan kios sarana pertanian
tentunya akan mempermudah petani untuk mendapatkan sarana prasarana untuk
pemeliharaan kebunnya, seperti pupuk, pestisida, alat-alat pertanian dan
sebagainya. Hal ini tentu sangat mendukung dalam pengusahaan kebun yang
dilakukan dan secara logis tentu akan berkorelasi dengan peningkatan
produktifitas dan luas kebun. Namun terkadang kelangkaan pupuk pada waktu
petani membutuhkan merupakan permasalahan yang sering terjadi. Akibatnya
pada saat diperlukan, harga pupuk menjadi sangat mahal dan tentunya hanya
segelintir petani yang mampu membelinya.

104

Di sisi lain, dalam keadaan normalpun, tidak semua petani mampu untuk
membeli sarana prasarana yang diperlukan, karena harga yang tidak terjangkau.
Untuk itu diperlukan kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan
kelangkaan pupuk dan memberikan insentif agar harga sarana produksi dapat
murah diterima petani. Secara umum dalam rangka peningkatan kinerja
pengusahaan kebun karet rakyat maka usaha peningkatan sarana prasarana
pertanian merupakan suatu yang sangat diperlukan, disamping kebijakan
pemberian insentif harga. Lateks karet masyarakat dijual dalam bentuk cup lump
sehingga belum memberikan nilai tambah bagi kegiatan ekonomi daerah. Belum
adanya industri pengolahan bahan setengah jadi ataupun bahan jadi karet
membuat belum adanya spread effect dari perkebunan karet rakyat terhadap
masyarakat diluar petani karet.
Tacoli (1998) menyatakan bahwa program pembangunan pedesaan yang
hanya bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian tanpa diikuti dengan
kegiatan non pertanian seperti pemprosesan bahan mentah dan aktifitas pabrik
sarana pertanian seperti alat-alat pertanian dan input-input pertanian lainnya, akan
menyebabkan marginalisasi daerah pedesaan. Keberadaan aktifitas pendukung
diluar kegiatan on farm merupakan hal penting dalam mendukung pembangunan
pedesaan. Dengan adanya industri pengolahan karet disentra-sentra produksi akan
menyebabkan terbukanya lapangan pekerjaan sehingga akan terjadi distribusi
pendapatan ke masyarakat diluar petani karet. Kedua, barang-barang modal yang
digunakan dalam pemeliharaan kebun maupun dalam pembukaan kebun seperti
pupuk, pestisida, alat-alat pertanian dan lain sebagainya, umumnya barang-barang
yang di impor dari luar daerah. Hal ini membuat sedikitnya pengaruh yang
ditimbulkan pengusahaan kebun karet rakyat terhadap perekonomian daerah.
Idealnya, dengan adanya suatu kegiatan ekonomi masyarakat, maka kegiatan itu
dapat menjadi perangsang tumbuhnya kegiatan-kegiatan lain baik dari sektor hulu
maupun hilirnya. Ketiga, pajak dan restribusi dari cup lump karet tidak masuk ke
kas daerah. cup lump karet masyarakat umumnya langsung dijual ke pedagang
pengumpul dan ke pabrik karet di luar Kabupaten Mandailing Natal. Akibatnya
Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal hanya mendapatkan retribusi kendaraan

105

pengangkut cup lump karet yang nilainya relatif kecil, sedangkan pajak yang
terbesar, yaitu pada level pabrik, justru dinikmati pemerintah daerah lain.
Dalam rangka pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten
Mandailing Natal, beberapa aspek penting yang perlu menjadi perhatian dalam
rangka keberhasilan program adalah adanya peran penyuluh, kelembagaan petani,
dan sarana prasarana pertanian. Ketiga aspek tersebut memiliki keterkaitan yang
nyata terhadap peningkatan produktifitas perkebunan karet rakyat yang telah ada.
Dari beberapa hal diatas dapat dijadikan sebagai saran pengembangan perkebunan
karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dan beberapa sebagai arahan
kebijakan pengembangan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, maka masukan yang diberikan
kepada pemerintah sebagai arahan kebijakan pengembangan perkebunan karet
rakyat di Kabupaten Mandailing Natal adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan tanaman karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dapat
diarahkan ke lahan arahan pengembangan yang telah dibuat seluas 201.875 ha
dengan prioritas pengembangan seperti pada Tabel 19 yang secara spasial
ditunjukkan pada Gambar 12. Untuk itu diperlukan sosialisasi oleh pemerintah
agar masyarakat mengetahui lokasi arahan pengembangan tersebut.
2. Pemerintah perlu membuat kebijakan berupa program percepatan peremajaan
karet dengan teknologi budidaya yang dianjurkan.
3. Pemerintah perlu menyusun kebijakan untuk membangun pusat informasi
harga karet di tingkat regional yang diharapkan dapat memberikan informasi
perkembangan harga karet secara cepat, akurat dan rutin kepada petani
sehingga mengurangi senjang informasi harga di petani.

106

107

VI. SIMPULAN DAN SARAN


6.1 Simpulan
Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil pembahasan, maka dapat ditarik
kesimpulan penelitian ini sebagai berikut :
1. Sebagian besar lahan di Kabupaten Mandailing Natal sesuai untuk budidaya
tanaman karet yaitu seluas 460.849 ha (70,41%), sedangkan lahan yang tidak
sesuai hanya seluas 193.693 ha (29,59%).
2. Kelayakan investasi usahatani karet pada tiap kelas kesesuaian lahan yang ada
di Kabupaten Mandailing Natal (S1, S2 dan S3) menguntungkan. Hal tersebut
terlihat dari nilai NPV antara Rp93.052.838Rp37.838.270, nilai BCR antara
2,101,48 dan nilai IRR antara 20,20%-29,45%, keseluruhan parameter
tersebut dihitung berdasarkan discount faktor 12%, payback period 7-11 tahun.
3. Hasil analisis sensitivitas yang dilakukan pada kegiatan perkebunan karet
rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, pada skenario menaikkan nilai input
dengan asumsi yang lain ceteris paribus diperoleh bahwa pada tingkat
kenaikan biaya input sebesar 40% untuk lahan S3 sudah tidak layak lagi
sedangkan untuk lahan S1 kenaikan biaya input hingga sebesar 110,30% baru
menjadikan kegiatan tersebut tidak layak. Pada skenario menaikkan tingkat
suku bunga dengan asumsi yang lain ceteris paribus, ketidaklayakan usaha
perkebunan rakyat pada kelas kesesuaian lahan S3 terjadi pada tingkat suku
bunga 20,3% dan pada kelas kesesuaian lahan S1 pada saat tingkat suku bunga
29,5%. Nilai BEP (Break Event Point) volume produksi sebesar 1.392
kg/ha/tahun-1.679 kg/ha/tahun dan nilai BEP harga sebesar Rp6.803Rp8.846.
4. Kinerja pemasaran karet di Kabupaten Mandailing Natal cenderung belum
efisien yang ditunjukkan dengan besarnya share keuntungan yang masuk ke
lembaga pemasaran yang terlibat (20,88%) dan tidak adanya keterpaduan harga
pasar jangka panjang antara pasar tingkat petani dan tingkat pabrik, akibat
panjangnya rantai pemasaran dan senjang informasi harga yang terjadi.
5. Belum tersedianya industri pengolahan karet di Kabupaten Mandailing Natal
membuat cup lump karet yang dihasilkan di jual ke luar daerah, padahal bahan

108

baku cukup banyak tersedia, sehingga perkebunan karet rakyat

belum

memberikan nilai tambah bagi pembangunan daerah.


6. Pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dapat
diarahkan pada lahan seluas 201.875 ha (30,84%). Arahan pengembangan ini
bukan berarti menekankan agar keseluruhan luasan tersebut hanya sesuai untuk
pengembangan tanaman karet, namun hanya bersifat arahan agar masyarakat
yang berminat untuk mengembangkan tanaman karet dapat menanamnya di
areal arahan ini.
6.2 Saran
1. Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal perlu segera merealisasikan rencana
pembangunan pabrik pengolahan karet di Kabupaten Mandailing Natal
mengingat ketersediaan bahan baku yang cukup besar dan hal ini akan
berimplikasi pada peningkatan perekonomian daerah.
2. Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal agar lebih meningkatkan peran para
penyuluh dan pembentukan kelompok-kelompok tani di masyarakat untuk
meningkatkan mutu karet yang dihasilkan dan meningkatkan bargaining
position petani dalam pemasaran karet dan mengarahkan petani pada
penggunaan klon karet unggul dengan produktivitas tinggi dan teknik budidaya
sesuai anjuran.
3. Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal agar lebih meningkatkan pengawasan
terhadap distribusi pupuk dan pestisida untuk petani.

109

DAFTAR PUSTAKA
Azzaino Z. 1983. Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Aronoff S. 1989. Geographic Information System : Management Perspective.
Ottawa. Canada. WDL Publiation.
Azwar R, Alwi N, Sunarwidi. 1989. Kajian komoditas dalam pembangunan
hutan tanaman industri. Prosiding Lokarya Nasional HTI Karet, Medan,
2830 Agustus 1989. hlm. 131155. Pusat Penelitian Perkebunan Sungei
Putih, Medan.
Arsyad L.1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi
Pertama. BPFE. Jakarta.
Anwar A. 2001. Usaha Membangun Aset-aset Alami dan Lingkungan Hidup Pada
Umumnya Diharapkan Dapat Memperbaiki Kehidupan Ekonomi
Masyarakat Ke Arah Keberlanjutan. Bahan Diskusi Serial di Lembaga Alam
Tropika (LATIN). Bogor.
Boerhendhy I, Nancy C, Gunawan A. 2003. Prospek dan Potensi Pemanfaatan
Kayu Karet Sebagai Substitusi Kayu Alam. J. Ilmu & Teknologi Kayu
Tropis. 01 (01) : 35-46
Boerhendhy I. 2006. Rubberwood Potency In Supporting Replanting Of Rubber
Smallholdings. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 25(2): 61-67
[BPS] Badan Pusat Statistik Mandailing Natal. 2009. Mandailing Natal dalam
Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal. Panyabungan.
[Balitbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Prospek dan
Arah Pengembangan Agribisnis Karet. http://www.litbang.deptan.go.id [17
Oktober 2009].
Danoedoro P. 1996. Pengelolaan Data Digital : Teori dan Aplikasinya dalam
Bidang Penginderaan Jauh. Yogyakarta. Fakultas Geografi. Universitas
Gajah Mada.
Damanik S. 2000. Analisis Dampak Pengembangan Komoditas Perkebunan
terhadap Perekonomian Wilayah di Propinsi Sumatera Utara. Jurnal Sosial
Ekonomi 01 (01) : 3-4.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2005. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.
SK.44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di Wilayah

110

Provinsi Sumatera Utara Seluas 3.742.120 (Tiga Juta Tujuh Ratus Empat
Puluh Dua Ribu Seratus Dua Puluh) Hektar. Jakarta : Dephut.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2007a. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta : Dephut.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2007b. Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P. 37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan.
Jakarta : Dephut.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2008a. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 3 tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta : Dephut.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2008b. Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa. Jakarta :
Dephut.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2008c. Surat Keputusan Menteri Kehutanan
nomor : SK.113/Menhut-II/2008 tentang Pencadangan Areal Hutan untuk
Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat seluas + 9.815 Ha di Kabupaten
Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara. Jakarta : Dephut.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2010. Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.14/Menhut-II/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-Ii/2008 Tentang Hutan Desa.
Jakarta : Dephut.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui
Program Revitalisasi Perkebunan. Jakarta : Deptan.
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2007.
Pedoman Umum Revitalisasi Perkebunan (Kelapa Sawit, Karet dan Kakao).
http/www.ditjenbun.deptan.go.id [3 Maret 2007]
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2009. Hari
Perkebunan 10 Desember, Merajut Sejarah Panjang Perkebunan Indonesia.
http//www.ditjenbun.deptan.go.id [14 Januari 2010]
Drajat, T.S.B., Darmawan, D.A. 1991. Total Elasticity Of Demand For
Indonesian Natural Rubber: The Use Of Extended Armington Model. Jurnal
Agro Ekonomi 9 (1) : 31-47.

111

Drajat B. 2009. Dampak Intervensi Pemerintah terhadap Kinerja Ekonomi


Komoditas Perkebunan Utama pada Berbagai Rezim Nilai Tukar Rupiah
1979-2005. Jurnal Agro Ekonomi 27 (1) : 3-5.
Drajat B, Hendratno S. 2009. Strategi Pengembangan Karet Indonesia. Jurnal
Penelitian Karet. 27 (1) : 13-28.
[FAO] Food and Agriculture Organization.1976. A Framework for Land
Evaluation. Soil Bull.No.32.FAO.Rome.
Faturuhu F. 2009. Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Evaluasi
Penggunaan Lahan Terhadap Arahan Pemanfaatannya di DAS Waijari.
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 9 (1) : 13-19.
Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian (Terjemahan).
Universitas Indonesia. Press, Jakarta.
Goswami SN, Challa O. 2007. Economic Analysis of Smallholder Rubber
Plantations in West Garo Hills District of Meghalay. Indian Journal of
Agricultural Economics. 62 (4) : 649.
Heyten PJ. 1986. Testing Market Integration. Food Research Institute Studies.
XX. (1) : 3-4.
Hubeis AVS. 1992. Penyuluhan Pembangunan di Indonesia Menyongsong Abad
XXI. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta.
Hutagalung JW. 1993. Beberapa Masalah Tata Produksi dan Pemasaran Karet
Rakyat di Kecamatan Padangsidempuan Kabupaten Tapanuli Selatan
(skripsi). Medan : Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Hashim I. 2002. Evaluation of Land Suitability for Selected Land Utilization
Types Using Geographic Information System Technology: (Case Study In
Bandung Basin West Java). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 8 (2) : 11-26.
Hafsah MJ. 2006. Pembangunan Pedesaan. Dalam Rustiadi E, Hadi S, Ahmad
WM. (Editor). Kawasan Agropolitan, Konsep Pembangunan Desa-Kota
Berimbang. Bogor: Crestpent Press. Hlm. 68-72.
Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata
Guna Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas
Pertanian IPB, Bogor.
Haryono BS. 2008. Kebijakan Pemerintah Daerah untuk Pemberdayaan Petani
Karet Rakyat : kasus Kecamatan Pangean, Kabupaten Singingi, Provinsi
Riau (Tesis). Malang : Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya.

112

Indraty, IS. 2005. Tanaman karet menyelamatkan kehidupan dari ancaman


karbondioksida. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 27 (4) :
1012.
Kilmanun JC. 2005. Dampak Penerapan Teknologi Terhadap Pendapatan dan
Produktivitas Petani Karet Di Lahan Kering Kabupaten Kapuas Hulu
Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Karet. 23 (2) : 53-70.
Liu W, Hu H, Ma Y, Li H. 2006. Environmental And Socioeconomic Impacts Of
Increasing Rubber Plantations In Menglun Township, Southwest China.
Mountain Research and Development. 26 (3) : 245253.
Myria A . 2002. Kajian Strategi Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat sebagai
komoditi Unggulan : kasus Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan
Tengah(Tesis). Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Miraza BH. 2005. Peran Kebijakan Publik Dalam Perencanaan Wilayah. Jurnal
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah WAHANA HIJAU. 2 (1) : 45-49
Nancy C, Supriadi M. 2005. Socio-economic characterization of participatory
rubber replanting and development of smallholders in Ogan Komering Ulu
District, South Sumatra Province. Jurnal Penelitian Karet. 23 (2) : 87-113.
Nasution A. 2009. Pengaruh Pengembangan Wilayah (Aspek Ekonomi Sosial
Dan Budaya) Terhadap Pertahanan Negara Di Wilayah Pantai Timur
Sumatera Utara. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
WAHANA HIJAU. 3 (4) : 117-130
Pangihutan JJ. 2003. Kelayakan Finansial dan Ekonomi Pengelolaan Kebun dan
Hutan Karet Rakyat : kasus Desa Langkap, Kecamatan Sungai Lilin,
Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan (Tesis). Bogor : Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Prahasta E. 2005. Sistem Informasi Geografis. Tutorial Arcview. Bandung.
Informatika Bandung.
Parhusip AB. 2008. Potret Karet Alam Indonesia. Economic Review. 213 (1) : 5-6.
Penebar Swadaya. 2009. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ravallion M. 1986. Testing Market Integration. American Journal of Agriculture
Economic. 68 (1): 2-3. American Agriculture Economics Associaton.
Robinson AH, Morisson JL, Muehrcke PC, Kiwerlig AJ, Giptil SC. 1995.
Element of Cartography. Canada.
Rahman N. 2002. Keragaman Produksi Tanaman Karet Menurut Umut Tanaman.
Jurnal Penelitian Karet. 20 (1) : 1-10.

113

Rustiadi E., Saefulhakim S., Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.
Soekartawi. 1996. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 110
Halaman.
Siagian N. 2002. Pertumbuhan Tanaman Karet Pada Masa Remaja Pada Berbagai
Sistem Tanam Populasi Tinggi. Jurnal Penelitian Karet. 20 (1) : 56-71.
_______. 2005. Pemanfaatan kayu karet tua dan optimalisasi penggunaan lahan
untuk mendukung peremajaan. Jurnal Penelitian Karet. 23 (2) : 26-51.
Syahrani H. 2003. Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Kebun Hutan
dengan Tanaman Buah Durian (Durio Zibethis Murr) di Kabupaten Kutai
Kertanegara Propinsi Kalimantan Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan
8 (2) : 137 146.
Sitorus SRP, 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito. Bandung. 185
Halaman.
Sadikin I, Irawan R. 2005. Dampak Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat
terhadap Kehidupan Petani di Riau. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Supriadi M. 2006. Model peremajaan karet partisipatif: perkembangan dan
tantangan penerapannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
25 (2) : 1-13
Sitepu F. 2007. Analisis Produksi Karet Alam (Havea brasiliensis) Kaitannya
dengan Pengembangan Wilayah : kasus Propinsi Sumatera Utara (Tesis).
Medan : Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.
Tomek W, Robinson KL. 1977. Agriculture Product Prices. Third Printing
Cornele University Press. Ithaca.
Tacoli C. 1998. Rural Urban Interaction: A Guide to the Literature. Enviromental
and Urbanization 10 (1) : 147 166.
Wijaya B, Atmanti HD. 2006. Analisis Pengembangan Wilayah Dan Sektor
Potensial Guna Mendorong Pembangunan di Kota Salatiga. Jurnal Ekonomi
Pembangunan. 3 (2) : 101-118.

114

115

116

Lampiran 1 Kriteria Standar Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet (Havea


brassiliensis M.A)
KUALITAS/
KARAKTERISTIK LAHAN
Temperatur (t)

S1

- Rata-rata tahunan (oC)

26-30

Ketersediaan air (w)


- Bulan Kering (<75 mm)

1-2

- Drainase tanah
- Tekstur
- Kedalaman efektif (cm)
- Gambut
a. Kematangan
b. Kedalaman (cm)
Retensi hara (f)
- KTK tanah
- Kejenuhan basa (%)
- pH tanah

N2

> 30 - 34
24 - < 26

Td
22 - < 24

> 34
< 22

>3000 - 3500
2000 - < 2500
300 - 330

>2-4
>3500 - 4000
1500 - < 2000
< 300

>4
> 4000
< 1500
-

Sedang,
Agak terhambat

Agak cepat
Cepat

LS, SC, SiC, C

Str, C

Td

Td

75 - 100

51 - < 75

25 - 50

< 50

Saprik
< 100

Hemik
100-150

Hemik-fibrik
> 150 - 200

Fibrik
> 200

> sedang
< 35

rendah
35 - 50
> 5,5 - 6,5
4,0 - < 4,5
-

sangat rendah
> 50
> 6,5 - 7,5
3,5 - < 4,0
-

> 8,5
< 3,5
-

> 4-6

>6

75 - < 85

< 75

Sangat rendah
Sangat Rendah
Sangat rendah

Td
Td
Td

> 25 - 45
Td
> 25 - 40

> 45
> 40
> 40

B
agak berat (F4)

SB
berat (F5)

- Curah Hujan/tahun (mm) 2500 - 3000


LGP (hari)
Kondisi perakaran ( r )

KELAS KESESUAIAN LAHAN


S2
S3
N1

> 330
Baik
SL, L, SCL,
SiL,Si, CL,
SiCL
> 100

4,5 - 5,5

- C-organik (%)
Toksitas (x)
- Salinitas (mmhos/cm)
<1
1-3
> 3-4
- Sodisitas
(Alkalinitas/ESP) (%)
- Kejenuhan Al (%)
- Kedalaman Sulfidik (cm)
> 175
125 - 175
80 - 125
Ketersediaan hara (n)
- Total N
Sedang
Rendah
Sangat rendah
- P2O5
Sedang
Sedang
Rendah
- K2O
Rendah
Rendah
Sangat rendah
Medan (terain )
- Lereng (%)
<8
8 - 15
> 15 - 25
- Batuan permukaan (%)
<3
3 - 15
> 15 - 40
- Singkapan batuan (%)
<2
2 - 10
> 10 - 25
Tingkat bahaya erosi (e)
- Bahaya Erosi
SR
R
S
Banjir dan genangan
tanpa (F1)
ringan (F2)
sedang (F3)
Keterangan :
Td
: Tidak berlaku
Si
: Debu
S
: Pasir
L
: Lempung
Str C : Liat berstruktur Liat masif : Liat dari tipe 2 : 1 (vertisol)

Td
-

Terhambat Sangat terhambat,


Sangat cepat

> 7,5 - 8,5

Sumber : Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993

117

Lampiran 2 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Mandailing Natal

118

Lampiran 3 Peta Kawasan Hutan Kabupaten Mandailing Natal

119

Lampiran 4 Peta Pencadangan Areal Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Kabupaten Mandailing Natal

120

Lampiran 5 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu ( kelas kesesuaian lahan S1)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

B e ne fit
J umlah P roduks i (lump
mangkuk) (kg)

1.680

2.160

2.400

2.640

2.880

3.120

3.360

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

P enerimaan (Rp)

21.840.000

28.080.000

31.200.000

34.320.000

37.440.000

40.560.000

43.680.000
43.680.000

Total Benefit
Dis count Rate (12%)
P res ent Value Benefit

21.840.000

28.080.000

31.200.000

34.320.000

37.440.000

40.560.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

11.064.824

12.701.966

12.601.157

12.376.136

12.054.678

11.660.031

11.211.568

800.000

60.000

60.000

800.000
10.000.000

Co s t
1. P eralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

2. Bibit

1.750.000

3. Upah Tenaga Kerja

9.920.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

4. P upuk

1.375.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000
12.648.000

5. Obat-obatan
Total Cos t

14.366.000

3.588.000

3.588.000

3.588.000

3.588.000

3.588.000

12.648.000

11.908.000

11.908.000

12.648.000

11.908.000

11.908.000

Dis count Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

P res ent Value Cos t

14.366.000

3.203.571

2.860.332

2.553.868

2.280.239

2.035.928

6.407.870

5.386.574

4.809.441

4.560.996

3.834.057

3.423.265

3.246.427

Net Benefit

(14.366.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

9.192.000

16.172.000

19.292.000

21.672.000

25.532.000

28.652.000

31.032.000

P res ent Value Net Benefit

(14.366.000)

(3.203.571)

(2.860.332)

(2.553.868)

(2.280.239)

(2.035.928)

4.656.953

7.315.392

7.791.715

7.815.140

8.220.621

8.236.765

7.965.141

Net Benefit Kumulatif

(14.366.000)

279.263

8.499.884

16.736.649

24.701.791

(17.569.571) (20.429.903) (22.983.771)

(25.264.009) (27.299.937) (22.642.984) (15.327.592) (7.535.877)

121

Lampiran 5 (Lanjutan)
Ta hun

Ura ia n

14

13
e ne fitP ro duks i (lump
JBumlah
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

3.600

3.840

3.792

3.648

3.264

3.024

2.784

2.640

2.400

2.304

1.920

1.920

1.680

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

P enerimaan (Rp)

46.800.000

49.920.000

49.296.000

47.424.000

42.432.000

39.312.000

36.192.000

34.320.000

31.200.000

29.952.000

24.960.000

24.960.000

21.840.000

To tal Benefit

46.800.000

49.920.000

49.296.000

47.424.000

42.432.000

39.312.000

36.192.000

34.320.000

31.200.000

29.952.000

24.960.000

24.960.000

21.840.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

10.725.352

10.214.621

9.006.195

7.735.882

6.179.981

5.112.116

4.202.136

3.557.843

2.887.860

2.475.308

1.841.747

1.644.417

1.284.701

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

717.000

717.000

717.000

240.000

240.000

240.000

240.000

240.000

240.000

240.000

240.000

240.000

240.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000
12.171.000

Harga (Rp)

Dis co unt Rate (12%)


P res ent Value Benefit
Co s t
1. P eralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. P upuk
5. Obat-o batan
To tal Co s t

11.908.000

11.908.000

12.648.000

11.431.000

11.431.000

12.171.000

12.171.000

11.431.000

11.431.000

12.171.000

11.431.000

11.431.000

Dis co unt Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

P res ent Value Co s t

2.729.006

2.436.613

2.310.742

1.864.644

1.664.860

1.582.712

1.413.136

1.185.015

1.058.049

1.005.842

843.470

753.098

715.938

34.892.000

38.012.000

36.648.000

35.993.000

31.001.000

27.141.000

24.021.000

22.889.000

19.769.000

17.781.000

13.529.000

13.529.000

9.669.000

7.996.346

7.778.008

6.695.453

5.871.238

4.515.120

3.529.405

2.789.001

2.372.829

1.829.811

1.469.466

998.277

891.319

568.763

32.698.137

40.476.145

47.171.598

53.042.836

57.557.956

61.087.360

63.876.361

66.249.190

68.079.001 69.548.467

70.546.745

71.438.064

72.006.826

Net Benefit
P res ent Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR
Payback period

72.006.826
1,92
26,74%
8 tahun 7 bulan 11 hari

122

Lampiran 6 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang
( kelas kesesuaian lahan S1)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

B e ne fit
J umlah P roduks i (lump
mangkuk) (kg)

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

P enerimaan (Rp)

31.200.000

37.440.000

40.560.000

42.432.000

43.680.000

44.928.000

46.800.000
46.800.000

Total Benefit
Dis count Rate (12%)
P res ent Value Benefit

2.400

2.880

3.120

3.264

3.360

3.456

3.600

31.200.000

37.440.000

40.560.000

42.432.000

43.680.000

44.928.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

15.806.891

16.935.955

16.381.504

15.301.405

14.063.791

12.915.726

12.012.394

800.000

60.000

60.000

800.000

Co s t
1. P eralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. P upuk
5. Obat-obatan
Total Cos t

610.000

800.000

60.000

60.000

1.750.000

10.000.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

1.375.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000
13.445.000

14.446.000

4.385.000

4.385.000

4.385.000

4.385.000

4.385.000

13.445.000

12.705.000

12.705.000

13.445.000

12.705.000

12.705.000

Dis count Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

P res ent Value Cos t

14.446.000

3.915.179

3.495.695

3.121.156

2.786.747

2.488.167

6.811.655

5.747.097

5.131.336

4.848.402

4.090.670

3.652.384

3.450.997

Net Benefit

(14.446.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

17.755.000

24.735.000

27.855.000

28.987.000

30.975.000

32.223.000

33.355.000

P res ent Value Net Benefit

(14.446.000)

(3.915.179)

(3.495.695)

(3.121.156)

(2.786.747)

(2.488.167)

8.995.236

11.188.858

11.250.167

10.453.003

9.973.121

9.263.343

8.561.398

Net Benefit Kumulatif

(14.446.000)

(18.361.179)

1.181.317

11.634.320

21.607.441 30.870.783

39.432.181

(21.856.874) (24.978.030)

(27.764.777) (30.252.944)

(21.257.708) (10.068.850)

123

Lampiran 6 (Lanjutan)
Ta hun

Ura ia n

14

13
e ne fitP ro duks i (lump
JBumlah
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

3.840

4.320

4.080

3.936

3.600

3.360

3.072

2.880

2.640

2.640

2.400

2.400

2.160

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

P enerimaan (Rp)

49.920.000

56.160.000

53.040.000

51.168.000

46.800.000

43.680.000

39.936.000

37.440.000

34.320.000

34.320.000

31.200.000

31.200.000

28.080.000

To tal Benefit

49.920.000

56.160.000

53.040.000

51.168.000

46.800.000

43.680.000

39.936.000

37.440.000

34.320.000

34.320.000

31.200.000

31.200.000

28.080.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

11.440.376

11.491.449

9.690.210

8.346.609

6.816.155

5.680.129

4.636.840

3.881.284

3.176.646

2.836.291

2.302.184

2.055.522

1.651.758

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000
12.491.000

Harga (Rp)

Dis co unt Rate (12%)


P res ent Value Benefit
Co s t
1. P eralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. P upuk
5. Obat-o batan
To tal Co s t

12.705.000

12.705.000

13.445.000

11.751.000

11.751.000

12.491.000

12.491.000

11.751.000

11.751.000

12.491.000

11.751.000

11.751.000

Dis co unt Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

P res ent Value Co s t

2.911.658

2.599.695

2.456.351

1.916.843

1.711.467

1.624.325

1.450.290

1.218.188

1.087.668

1.032.288

867.082

774.181

734.762

37.215.000

43.455.000

39.595.000

39.417.000

35.049.000

31.189.000

27.445.000

25.689.000

22.569.000

21.829.000

19.449.000

19.449.000

15.589.000

8.528.717

8.891.754

7.233.858

6.429.767

5.104.689

4.055.805

3.186.550

2.663.096

2.088.978

1.804.003

1.435.102

1.281.341

916.997

47.960.899

56.852.653

64.086.511

70.516.278

75.620.966

79.676.771

82.863.321

85.526.417

87.615.395

89.419.398

90.854.500

92.135.841

93.052.838

Net Benefit
P res ent Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR
Payback period

93.052.838
2,10
29,45%
7 tahun 7 bulan 12 hari

124

Lampiran 7 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi
( kelas kesesuaian lahan S2)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

2.100

2.520

2.730

2.856

2.940

3.024

3.150

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

27.300.000

32.760.000

35.490.000

37.128.000

38.220.000

39.312.000

40.950.000
40.950.000

Total Benefit

27.313.000

32.760.000

35.490.000

37.128.000

38.220.000

39.312.000

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

13.837.616

14.818.960

14.333.816

13.388.729

12.305.817

11.301.261

10.510.845
800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

1.750.000

10.800.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

1.375.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

15.246.000

5.939.000

5.939.000

5.939.000

5.939.000

5.939.000

13.079.000

12.339.000

12.339.000

13.079.000

12.339.000

12.339.000

13.079.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

15.246.000

5.302.679

4.734.534

4.227.263

3.774.342

3.369.948

6.626.228

5.581.537

4.983.515

4.716.419

3.972.828

3.547.168

3.357.054

Net Benefit

(15.246.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

14.234.000

20.421.000

23.151.000

24.049.000

25.881.000

26.973.000

27.871.000

Present Value Net Benefit

(15.246.000)

(5.302.679)

(4.734.534)

(4.227.263)

(3.774.342)

(3.369.948)

7.211.387

9.237.423

9.350.301

8.672.310

8.332.989

7.754.093

7.153.792

Net Benefit Kumulatif

(15.246.000)

(20.548.679)

(25.283.213)

(29.510.476)

(33.284.818)

(36.654.766)

(29.443.378)

(2.183.344)

6.149.645

13.903.738

21.057.530

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

(20.205.955) (10.855.655)

125

Lampiran 7 (Lanjutan)
Ta hun

Ura ia n

14

13
e ne fitP ro duks i (lump
JBumlah
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

3.360

3.780

3.570

3.444

3.150

2.940

2.688

2.520

2.310

2.310

2.100

2.100

1.890

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

P enerimaan (Rp)

43.680.000

49.140.000

46.410.000

44.772.000

40.950.000

38.220.000

34.944.000

32.760.000

30.030.000

30.030.000

27.300.000

27.300.000

24.570.000

To tal Benefit

43.680.000

49.140.000

46.410.000

44.772.000

40.950.000

38.220.000

34.944.000

32.760.000

30.030.000

30.030.000

27.300.000

27.300.000

24.570.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

10.010.329

10.055.018

8.478.933

7.303.283

5.964.136

4.970.113

4.057.235

3.396.123

2.779.565

2.481.755

2.014.411

1.798.581

1.445.289

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

4. P upuk

2.988.000

2.988.000

2.988.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000
11.051.000

Harga (Rp)

Dis co unt Rate (12%)


P res ent Value Benefit
Co s t
1. P eralatan
2. Bibit

5. Obat-o batan
To tal Co s t

12.339.000

12.339.000

13.079.000

10.311.000

10.311.000

11.051.000

11.051.000

10.311.000

10.311.000

11.051.000

10.311.000

10.311.000

Dis co unt Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

P res ent Value Co s t

2.827.780

2.524.804

2.389.484

1.681.947

1.501.739

1.437.068

1.283.096

1.068.908

954.382

913.282

760.828

679.310

650.056

Net Benefit

31.341.000

36.801.000

33.331.000

34.461.000

30.639.000

27.169.000

23.893.000

22.449.000

19.719.000

18.979.000

16.989.000

16.989.000

13.519.000

7.182.548

7.530.214

6.089.449

5.621.336

4.462.397

3.533.046

2.774.139

2.327.215

1.825.183

1.568.472

1.253.584

1.119.271

795.232

28.240.078

35.770.292

41.859.741

47.481.076

51.943.473

55.476.519

58.250.658

60.577.873

62.403.056

63.971.529

65.225.112

66.344.383

67.139.616

P res ent Value Net Benefit


Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR
Payback period

67.139.616
1,76
24,44%
9 tahun 2 bulan 6 hari

126

Lampiran 8 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan
( kelas kesesuaian lahan S2)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

19.110.000

24.570.000

27.300.000

30.030.000

32.760.000

35.490.000

38.220.000
38.220.000

Total Benefit

1.470

1.890

2.100

2.310

2.520

2.730

2.940

19.123.000

24.570.000

27.300.000

30.030.000

32.760.000

35.490.000

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

9.688.307

11.114.220

11.026.012

10.829.119

10.547.843

10.202.527

9.810.122
800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

1.750.000

10.720.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

1.375.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

15.166.000

4.365.000

4.365.000

4.365.000

4.365.000

4.365.000

11.505.000

10.765.000

10.765.000

11.505.000

10.765.000

10.765.000

11.505.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

15.166.000

3.897.321

3.479.751

3.106.921

2.774.036

2.476.818

5.828.791

4.869.539

4.347.803

4.148.818

3.466.042

3.094.680

2.953.047

Net Benefit

(15.166.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

7.618.000

13.805.000

16.535.000

18.525.000

21.995.000

24.725.000

26.715.000

Present Value Net Benefit

(15.166.000)

(3.897.321)

(3.479.751)

(3.106.921)

(2.774.036)

(2.476.818)

3.859.516

6.244.681

6.678.209

6.680.301

7.081.801

7.107.847

6.857.075

Net Benefit Kumulatif

(15.166.000)

(19.063.321)

(22.543.073)

(25.649.993)

(28.424.030)

(30.900.848)

6.751.507

13.608.582

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

(27.041.332) (20.796.651) (14.118.442)

(7.438.141)

(356.340)

127

Lampiran 8 (Lanjutan)
Ta hun

Ura ia n

14

13

e ne fitP ro duks i (lump


JBumlah
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

3.150

3.360

3.318

3.192

2.856

2.646

2.436

2.310

2.100

2.016

1.680

1.680

1.470

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

P enerimaan (Rp)

40.950.000

43.680.000

43.134.000

41.496.000

37.128.000

34.398.000

31.668.000

30.030.000

27.300.000

26.208.000

21.840.000

21.840.000

19.110.000

To tal Benefit

40.950.000

43.680.000

43.134.000

41.496.000

37.128.000

34.398.000

31.668.000

30.030.000

27.300.000

26.208.000

21.840.000

21.840.000

19.110.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

9.384.683

8.937.793

7.880.421

6.768.896

5.407.483

4.473.102

3.676.869

3.113.113

2.526.877

2.165.895

1.611.529

1.438.865

1.124.113

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

4. P upuk

1.494.000

1.494.000

1.494.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

Harga (Rp)

Dis co unt Rate (12%)


P res ent Value Benefit
Co s t
1. P eralatan
2. Bibit

5. Obat-o batan
To tal Co s t

10.765.000

10.765.000

11.505.000

9.751.000

9.751.000

10.491.000

10.491.000

9.751.000

9.751.000

10.491.000

9.751.000

9.751.000

10.491.000

Dis co unt Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

P res ent Value Co s t

2.467.060

2.202.732

2.101.920

1.590.599

1.420.178

1.364.245

1.218.076

1.010.855

902.549

867.003

719.506

642.416

617.115

30.185.000

32.915.000

31.629.000

31.745.000

27.377.000

23.907.000

21.177.000

20.279.000

17.549.000

15.717.000

12.089.000

12.089.000

8.619.000

6.917.623

6.735.061

5.778.500

5.178.297

3.987.305

3.108.856

2.458.793

2.102.258

1.624.329

1.298.892

892.023

796.449

506.998

20.526.205

27.261.266

33.039.766

38.218.063

42.205.368

45.314.225

47.773.018

49.875.276

51.499.605

52.798.497

53.690.520

54.486.968

54.993.966

Net Benefit
P res ent Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR
Payback period

54.993.966
1,72
23,35%
10 tahun 13 hari

128

Lampiran 9 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan
( kelas kesesuaian lahan S3)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

16.926.000

21.762.000

24.180.000

26.598.000

29.016.000

31.434.000

33.852.000
33.852.000

Total Benefit

1.302

1.674

1.860

2.046

2.232

2.418

2.604

16.939.000

21.762.000

24.180.000

26.598.000

29.016.000

31.434.000

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

8.581.825

9.844.024

9.765.896

9.591.505

9.342.375

9.036.524

8.688.965
800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

2.187.500

11.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

1.375.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

16.043.500

4.614.000

4.614.000

4.614.000

4.614.000

4.614.000

11.754.000

11.014.000

11.014.000

11.754.000

11.014.000

11.014.000

11.754.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

16.043.500

4.119.643

3.678.253

3.284.154

2.932.280

2.618.108

5.954.942

4.982.174

4.448.370

4.238.610

3.546.213

3.166.262

3.016.959

Net Benefit

(16.043.500)

(4.614.000)

(4.614.000)

(4.614.000)

(4.614.000)

(4.614.000)

5.185.000

10.748.000

13.166.000

14.844.000

18.002.000

20.420.000

22.098.000

Present Value Net Benefit

(16.043.500)

(4.119.643)

(3.678.253)

(3.284.154)

(2.932.280)

(2.618.108)

2.626.882

4.861.849

5.317.527

5.352.895

5.796.162

5.870.262

5.672.006

Net Benefit Kumulatif

(16.043.500)

(20.163.143)

(23.841.395)

(27.125.549)

(25.187.206)

(19.869.679)

(14.516.784)

(8.720.622)

(2.850.360)

2.821.647

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

(30.057.830) (32.675.937) (30.049.055)

129

Lampiran 9 (Lanjutan)
Ta hun

Ura ia n

14

13
e ne fitP ro duks i (lump
JBumlah
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

2.790

2.976

2.939

2.827

2.530

2.344

2.158

2.046

1.860

1.786

1.488

1.488

1.302

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

P enerimaan (Rp)

38.688.000

38.688.000

38.204.400

36.753.600

32.884.800

30.466.800

28.048.800

26.598.000

24.180.000

23.212.800

19.344.000

19.344.000

16.926.000

To tal Benefit

38.688.000

38.688.000

38.204.400

36.753.600

32.884.800

30.466.800

28.048.800

26.598.000

24.180.000

23.212.800

19.344.000

19.344.000

16.926.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

8.866.291

7.916.331

6.979.801

5.995.308

4.789.485

3.961.890

3.256.656

2.757.329

2.238.091

1.918.364

1.427.354

1.274.423

995.643

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

4. P upuk

1.743.000

1.743.000

1.743.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000
10.571.000

Harga (Rp)

Dis co unt Rate (12%)


P res ent Value Benefit
Co s t
1. P eralatan
2. Bibit

5. Obat-o batan
To tal Co s t

11.014.000

11.014.000

11.754.000

9.831.000

9.831.000

10.571.000

10.571.000

9.831.000

9.831.000

10.571.000

9.831.000

9.831.000

Dis co unt Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

P res ent Value Co s t

2.524.125

2.253.683

2.147.412

1.603.649

1.431.830

1.374.649

1.227.365

1.019.148

909.954

873.614

725.409

647.687

621.821
6.355.000

Net Benefit

27.674.000

27.674.000

26.450.400

26.922.600

23.053.800

19.895.800

17.477.800

16.767.000

14.349.000

12.641.800

9.513.000

9.513.000

P res ent Value Net Benefit

6.342.167

5.662.649

4.832.389

4.391.659

3.357.656

2.587.242

2.029.291

1.738.181

1.328.138

1.044.750

701.945

626.736

373.822

Net Benefit Kumulatif

9.163.813

14.826.462

19.658.851

24.050.510

27.408.166

29.995.407

32.024.698

33.762.879

35.091.017

36.135.767

36.837.712

37.464.448

37.838.270

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR
Payback period

37.838.270
1,48
20,20%
11 tahun 4 bulan

130

Lampiran 10 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan
( kelas kesesuaian lahan S3)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

24.180.000

29.016.000

31.434.000

32.884.800

33.852.000

34.819.200

36.270.000
36.270.000

Total Benefit

1.860

2.232

2.418

2.530

2.604

2.678

2.790

24.193.000

29.016.000

31.434.000

32.884.800

33.852.000

34.819.200

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

12.256.927

13.125.365

12.695.665

11.858.589

10.899.438

10.009.688

9.309.606
800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

2.187.500

11.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

1.375.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

16.123.500

6.437.000

6.437.000

6.437.000

6.437.000

6.437.000

13.577.000

12.837.000

12.837.000

13.577.000

12.837.000

12.837.000

13.577.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

16.123.500

5.747.321

5.131.537

4.581.729

4.090.830

3.652.527

6.878.531

5.806.807

5.184.649

4.896.002

4.133.170

3.690.331

3.484.878

Net Benefit

(16.123.500)

(6.437.000)

(6.437.000)

(6.437.000)

(6.437.000)

(6.437.000)

10.616.000

16.179.000

18.597.000

19.307.800

21.015.000

21.982.200

22.693.000

Present Value Net Benefit

(16.123.500)

(5.747.321)

(5.131.537)

(4.581.729)

(4.090.830)

(3.652.527)

5.378.396

7.318.558

7.511.016

6.962.586

6.766.268

6.319.357

5.824.728

Net Benefit Kumulatif

(16.123.500)

(21.870.821)

(27.002.358)

(31.584.088)

(26.630.490)

(19.119.474)

(12.156.888)

(5.390.620)

928.737

6.753.465

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

(35.674.918) (39.327.444) (33.949.048)

131

Lampiran 10 (Lanjutan)
Ta hun

Ura ia n

14

13
e ne fitP ro duks i (lump
JBumlah
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

2.976

3.348

3.162

3.050

2.790

2.604

2.381

2.232

2.046

2.046

1.860

1.860

1.674

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

P enerimaan (Rp)

38.688.000

43.524.000

41.106.000

39.655.200

36.270.000

33.852.000

30.950.400

29.016.000

26.598.000

26.598.000

24.180.000

24.180.000

21.762.000

To tal Benefit

38.688.000

43.524.000

41.106.000

39.655.200

36.270.000

33.852.000

30.950.400

29.016.000

26.598.000

26.598.000

24.180.000

24.180.000

21.762.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

8.866.291

8.905.873

7.509.913

6.468.622

5.282.520

4.402.100

3.593.551

3.007.995

2.461.901

2.198.125

1.784.193

1.593.029

1.280.113

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

4. P upuk

3.486.000

3.486.000

3.486.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000
11.211.000

Harga (Rp)

Dis co unt Rate (12%)


P res ent Value Benefit
Co s t
1. P eralatan
2. Bibit

5. Obat-o batan
To tal Co s t

12.837.000

12.837.000

13.577.000

10.471.000

10.471.000

11.211.000

11.211.000

10.471.000

10.471.000

11.211.000

10.471.000

10.471.000

Dis co unt Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

P res ent Value Co s t

2.941.909

2.626.705

2.480.467

1.708.047

1.525.042

1.457.874

1.301.673

1.085.495

969.192

926.505

772.634

689.852

659.468

25.851.000

30.687.000

27.529.000

29.184.200

25.799.000

22.641.000

19.739.400

18.545.000

16.127.000

15.387.000

13.709.000

13.709.000

10.551.000

5.924.382

6.279.168

5.029.445

4.760.575

3.757.478

2.944.226

2.291.878

1.922.500

1.492.709

1.271.620

1.011.559

903.178

620.645

12.677.847

18.957.015

23.986.460

28.747.036

32.504.514

35.448.740

37.740.618

39.663.119

41.155.827

42.427.448

43.439.007

44.342.185

44.962.829

Net Benefit
P res ent Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR
Payback period

44.962.829
1,49
20,71%
10 tahun 6 bulan 16 hari

132

Lampiran 11 Perbandingan rataan komponen input dan output pengusahaan kebun karet rakyat untuk luasan 1 Ha pada kelas kesesuaian
lahan S1, S2 dan S3 di masing-masing desa sampel
No

I
II

Kompenen input dan output

Output
- Produksi
Input
- Bibit
- Pupuk
- NPK (awal tanam)
- Urea
- SP-36
- KCl
- Pestisida
- Herbisida (Roundap )
- Fungisida (Trichoderma )
valangker (penyembuh luka kulit,
aplikasi tahun ke-6)
- Tenaga Kerja
Awal tanam
- Mengolah lahan sampai siap tanam
- Mengajir
- Melobang
- menanam bibit
- pemupukan
- penyiangan
- penyisipan tanaman
- Pengendalian HPT
Tanaman Belum Menghasilkan
- pemupukan
- penyiangan
- Pengendalian HPT
Tanaman Menghasilkan

Satuan

Harga
Satuan
(Rp)

S1
Sihepeng

Malintang

Rataan/Ha/Tahun
S2
Roburan
Purba Baru
Lombang

Tambangan
Pasoman

S3
Hutarimbaru
SM

Kg

13.000

batang

2.500

700

700

700

700

875

875

Kg
Kg
Kg
Kg

5.500
2.000
2.300
5.000

250
120
90
54

250
240
180
108

250
480
360
240

250
240
180
120

250
280
210
140

250
560
420
280

liter
kg

55.000
12.000

9
18

9
18

9
18

9
18

9
18

9
18

kg

15.000

28

28

28

28

28

28

HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK
HOK

40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000

248
140
8
20
20
2
48
6
4
10
2
4
4
0

250
140
8
20
20
4
48
6
4
12
4
4
4
0

270
150
10
24
24
4
48
6
4
12
4
4
4
0

268
150
10
24
24
2
48
6
4
10
2
4
4
0

279
155
12
26
26
2
48
6
4
10
2
4
4
0

281
155
12
26
26
4
48
6
4
12
4
4
4
0

133

Lampiran 12 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu
( kelas kesesuaian lahan S1) skenario Menaikkan Biaya Input
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.680

2.160

2.400

2.640

2.880

3.120

3.360

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

21.840.000

28.080.000

31.200.000

34.320.000

37.440.000

40.560.000

43.680.000
43.680.000

Total Benefit

21.840.000

28.080.000

31.200.000

34.320.000

37.440.000

40.560.000

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

11.064.824

12.701.966

12.601.157

12.376.136

12.054.678

11.660.031

11.211.568

1. Peralatan

1.165.643

1.528.712

114.653

114.653

1.528.712

114.653

114.653

1.528.712

2. Bibit

3.344.058

18.956.029

4.127.522

4.127.522

4.127.522

4.127.522

4.127.522

19.108.900

19.108.900

19.108.900

19.108.900

19.108.900

19.108.900

19.108.900

4. Pupuk

2.627.474

1.370.108

1.370.108

1.370.108

1.370.108

1.370.108

1.370.108

1.370.108

1.370.108

1.370.108

1.370.108

1.370.108

1.370.108

5. Obat-obatan

1.358.643

1.358.643

1.358.643

1.358.643

1.358.643

1.358.643

2.161.217

2.161.217

2.161.217

2.161.217

2.161.217

2.161.217

2.161.217

27.451.846

6.856.273

6.856.273

6.856.273

6.856.273

6.856.273

24.168.937

22.754.878

22.754.878

24.168.937

22.754.878

22.754.878

24.168.937

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

27.451.846

6.121.673

5.465.779

4.880.160

4.357.286

3.890.434

12.244.736

10.293.151

9.190.314

8.715.561

7.326.462

6.541.484

6.203.564

Net Benefit

(27.451.846)

(6.856.273)

(6.856.273)

(6.856.273)

(6.856.273)

(6.856.273)

(2.328.937)

5.325.122

8.445.122

10.151.063

14.685.122

17.805.122

19.511.063

Present Value Net Benefit

(27.451.846)

(6.121.673)

(5.465.779)

(4.880.160)

(4.357.286)

(3.890.434)

(1.179.912)

2.408.815

3.660.575

4.728.216

5.118.547

Net Benefit Kumulatif

(27.451.846) (33.573.518) (39.039.297)

(43.919.457)

Cost

3. Upah Tenaga Kerja

Total Cost
Discount Rate (12%)

(48.276.743) (52.167.177)

(53.347.088) (50.938.274)

3.410.843
(47.527.431)

(43.866.855) (39.138.639) (34.020.092)

5.008.004
(29.012.088)

134

Lampiran 12 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

3.600

3.840

3.792

3.648

3.264

3.024

2.784

2.640

2.400

2.304

1.920

1.920

1.680

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

46.800.000

49.920.000

49.296.000

47.424.000

42.432.000

39.312.000

36.192.000

34.320.000

31.200.000

29.952.000

24.960.000

24.960.000

21.840.000

Total Benefit

21.840.000

Harga (Rp)

46.800.000

49.920.000

49.296.000

47.424.000

42.432.000

39.312.000

36.192.000

34.320.000

31.200.000

29.952.000

24.960.000

24.960.000

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

10.725.352

10.214.621

9.006.195

7.735.882

6.179.981

5.112.116

4.202.136

3.557.843

2.887.860

2.475.308

1.841.747

1.644.417

1.284.701

114.653

114.653

1.528.712

114.653

114.653

1.528.712

1.528.712

114.653

114.653

1.528.712

114.653

114.653

1.528.712

19.108.900

19.108.900

19.108.900

19.108.900

19.108.900

19.108.900

19.108.900

19.108.900

19.108.900

19.108.900

19.108.900

19.108.900

19.108.900

4. Pupuk

1.370.108

1.370.108

1.370.108

917.227

917.227

917.227

917.227

917.227

917.227

917.227

917.227

917.227

917.227

5. Obat-obatan

2.161.217

2.161.217

2.161.217

2.161.217

2.161.217

2.161.217

2.161.217

2.161.217

2.161.217

2.161.217

2.161.217

2.161.217

2.161.217

22.754.878

22.754.878

24.168.937

22.301.997

22.301.997

23.716.056

23.716.056

22.301.997

22.301.997

23.716.056

22.301.997

22.301.997

23.716.056

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

5.214.831

4.656.099

4.415.574

3.637.939

3.248.160

3.084.026

2.753.595

2.311.976

2.064.264

1.959.954

1.645.619

1.469.302

1.395.057

24.045.122

27.165.122

25.127.063

25.122.003

20.130.003

15.595.944

12.475.944

12.018.003

8.898.003

6.235.944

2.658.003

2.658.003

(1.876.056)

5.510.521

5.558.522

4.590.621

4.097.943

2.931.821

2.028.090

1.448.542

1.245.867

823.596

515.354

196.129

175.115

(110.356)

(23.501.567)

(17.943.045)

(13.352.424)

(9.254.481)

(6.322.660)

(4.294.570)

(2.846.029)

(1.600.161)

(776.565)

(261.211)

(65.083)

110.032

(324)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)

-324

Net B/C Ratio

1,00

IRR

12,00%

135

Lampiran 13 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang
( kelas kesesuaian lahan S1) skenario Menaikkan Biaya Input
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

2.400

2.880

3.120

3.264

3.360

3.456

3.600

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

31.200.000

37.440.000

40.560.000

42.432.000

43.680.000

44.928.000

46.800.000
46.800.000

Total Benefit

31.200.000

37.440.000

40.560.000

42.432.000

43.680.000

44.928.000

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

15.806.891

16.935.955

16.381.504

15.301.405

14.063.791

12.915.726

12.012.394

1. Peralatan

1.282.830

1.682.400

126.180

126.180

1.682.400

126.180

126.180

1.682.400

2. Bibit

3.680.250

21.030.000

4.710.720

4.710.720

4.710.720

4.710.720

4.710.720

21.198.240

21.198.240

21.198.240

21.198.240

21.198.240

21.198.240

21.198.240

4. Pupuk

2.891.625

3.015.702

3.015.702

3.015.702

3.015.702

3.015.702

3.015.702

3.015.702

3.015.702

3.015.702

3.015.702

3.015.702

3.015.702

5. Obat-obatan

1.495.233

1.495.233

1.495.233

1.495.233

1.495.233

1.495.233

2.378.493

2.378.493

2.378.493

2.378.493

2.378.493

2.378.493

2.378.493

30.379.938

9.221.655

9.221.655

9.221.655

9.221.655

9.221.655

28.274.835

26.718.615

26.718.615

28.274.835

26.718.615

26.718.615

28.274.835

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

30.379.938

8.233.621

7.351.447

6.563.792

5.860.528

5.232.615

14.324.911

12.086.145

10.791.200

10.196.189

8.602.679

7.680.963

7.257.446

Net Benefit

(30.379.938)

(9.221.655)

(9.221.655)

(9.221.655)

(9.221.655)

(9.221.655)

2.925.165

10.721.385

13.841.385

14.157.165

16.961.385

18.209.385

18.525.165

Present Value Net Benefit

(30.379.938)

(8.233.621)

(7.351.447)

(6.563.792)

(5.860.528)

(5.232.615)

1.481.980

4.849.810

5.590.303

5.105.216

5.461.112

5.234.763

4.754.948

Net Benefit Kumulatif

(30.379.938) (38.613.559)

(45.965.005)

(52.528.797)

(62.139.961)

(57.290.151)

(41.133.520)

(35.898.757)

(31.143.808)

Cost

3. Upah Tenaga Kerja

Total Cost
Discount Rate (12%)

(58.389.326) (63.621.940)

(51.699.848) (46.594.632)

136

Lampiran 13 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

3.840

4.320

4.080

3.936

3.600

3.360

3.072

2.880

2.640

2.640

2.400

2.400

2.160

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

49.920.000

56.160.000

53.040.000

51.168.000

46.800.000

43.680.000

39.936.000

37.440.000

34.320.000

34.320.000

31.200.000

31.200.000

28.080.000

Total Benefit

28.080.000

Harga (Rp)

49.920.000

56.160.000

53.040.000

51.168.000

46.800.000

43.680.000

39.936.000

37.440.000

34.320.000

34.320.000

31.200.000

31.200.000

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

11.440.376

11.491.449

9.690.210

8.346.609

6.816.155

5.680.129

4.636.840

3.881.284

3.176.646

2.836.291

2.302.184

2.055.522

1.651.758

126.180

126.180

1.682.400

126.180

126.180

1.682.400

1.682.400

126.180

126.180

1.682.400

126.180

126.180

1.682.400

21.198.240

21.198.240

21.198.240

21.198.240

21.198.240

21.198.240

21.198.240

21.198.240

21.198.240

21.198.240

21.198.240

21.198.240

21.198.240

4. Pupuk

3.015.702

3.015.702

3.015.702

1.009.440

1.009.440

1.009.440

1.009.440

1.009.440

1.009.440

1.009.440

1.009.440

1.009.440

1.009.440

5. Obat-obatan

2.378.493

2.378.493

2.378.493

2.378.493

2.378.493

2.378.493

2.378.493

2.378.493

2.378.493

2.378.493

2.378.493

2.378.493

2.378.493

26.718.615

26.718.615

28.274.835

24.712.353

24.712.353

26.268.573

26.268.573

24.712.353

24.712.353

26.268.573

24.712.353

24.712.353

26.268.573

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

6.123.217

5.467.158

5.165.707

4.031.120

3.599.214

3.415.954

3.049.959

2.561.850

2.287.366

2.170.901

1.823.474

1.628.102

1.545.204

23.201.385

29.441.385

24.765.165

26.455.647

22.087.647

17.411.427

13.667.427

12.727.647

9.607.647

8.051.427

6.487.647

6.487.647

1.811.427

5.317.159

6.024.291

4.524.503

4.315.489

3.216.941

2.264.175

1.586.881

1.319.434

889.280

665.390

478.710

427.420

106.554

(25.826.650)

(19.802.359)

(15.277.856)

(10.962.367)

(7.745.426)

(5.481.251)

(3.894.370)

(2.574.936)

(541.556)

(114.136)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

-7.582
1,00
12,00%

(1.685.656)

(1.020.266)

(7.582)

137

Lampiran 14 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik
Marapi ( kelas kesesuaian lahan S2) skenario Menaikkan Biaya Input
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

2.100

2.520

2.730

2.856

2.940

3.024

3.150

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

27.300.000

32.760.000

35.490.000

37.128.000

38.220.000

39.312.000

40.950.000
40.950.000

Total Benefit

27.313.000

32.760.000

35.490.000

37.128.000

38.220.000

39.312.000

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

13.837.616

14.818.960

14.333.816

13.388.729

12.305.817

11.301.261

10.510.845

1. Peralatan

1.034.999

1.034.999

1.357.376

101.803

101.803

1.357.376

101.803

101.803

2. Bibit

3.605.530

2.969.260

14.931.136

18.324.576

3.800.653

3.800.653

3.800.653

3.800.653

3.800.653

13.845.235

13.845.235

13.845.235

13.845.235

13.845.235

13.845.235

2.332.990

2.332.990

5.069.799

5.069.799

5.069.799

5.069.799

5.069.799

5.069.799

5.069.799

5.069.799

5.069.799

5.069.799

5.069.799

848.360

1.206.368

1.206.368

1.206.368

1.206.368

1.206.368

1.206.368

1.918.990

1.918.990

1.918.990

1.918.990

1.918.990

1.918.990

22.753.015

25.868.193

10.076.820

10.076.820

10.076.820

10.076.820

10.076.820

22.191.401

20.935.828

20.935.828

22.191.401

20.935.828

20.935.828

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

22.753.015

23.096.601

8.033.179

7.172.481

6.404.001

5.717.858

5.105.231

10.038.263

8.455.630

7.549.669

7.145.037

6.018.550

5.373.706

Net Benefit

(22.753.015) (25.868.193) (10.076.820)

17.236.180

10.568.599

14.554.172

16.192.172

16.028.599

18.376.172

20.014.172

Present Value Net Benefit

(22.753.015) (23.096.601)

5.839.060

5.160.780

Net Benefit Kumulatif

(22.753.015) (45.849.616) (53.882.795)

Cost

3. Upah Tenaga Kerja


4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

(8.033.179)

(10.076.820) (10.076.820) (10.076.820)


(7.172.481)

(6.404.001)

(5.717.858)

8.732.385

(61.055.277) (67.459.278) (73.177.137) (64.444.751)

4.780.698

5.878.186

(59.664.054)

(53.785.868)

(47.946.809) (42.786.029)

5.282.710

5.137.139

(37.503.318)

(32.366.179)

138

Lampiran 14 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

3.360

3.780

3.570

3.444

3.150

2.940

2.688

2.520

2.310

2.310

2.100

2.100

1.890

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

43.680.000

49.140.000

46.410.000

44.772.000

40.950.000

38.220.000

34.944.000

32.760.000

30.030.000

30.030.000

27.300.000

27.300.000

24.570.000

Total Benefit

24.570.000

Harga (Rp)

43.680.000

49.140.000

46.410.000

44.772.000

40.950.000

38.220.000

34.944.000

32.760.000

30.030.000

30.030.000

27.300.000

27.300.000

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

10.010.329

10.055.018

8.478.933

7.303.283

5.964.136

4.970.113

4.057.235

3.396.123

2.779.565

2.481.755

2.014.411

1.798.581

1.445.289

1.357.376

101.803

101.803

1.357.376

101.803

101.803

1.357.376

1.357.376

101.803

101.803

1.357.376

101.803

101.803

13.845.235

13.845.235

13.845.235

13.845.235

13.845.235

13.845.235

13.845.235

13.845.235

13.845.235

13.845.235

13.845.235

13.845.235

13.845.235

4. Pupuk

5.069.799

5.069.799

5.069.799

5.069.799

1.628.851

1.628.851

1.628.851

1.628.851

1.628.851

1.628.851

1.628.851

1.628.851

1.628.851

5. Obat-obatan

1.918.990

1.918.990

1.918.990

1.918.990

1.918.990

1.918.990

1.918.990

1.918.990

1.918.990

1.918.990

1.918.990

1.918.990

1.918.990

22.191.401

20.935.828

20.935.828

22.191.401

17.494.880

17.494.880

18.750.453

18.750.453

17.494.880

17.494.880

18.750.453

17.494.880

17.494.880

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

5.085.696

4.283.885

3.824.898

3.619.898

2.548.030

2.275.027

2.177.055

1.943.799

1.619.319

1.445.821

1.383.558

1.152.599

1.029.107

21.488.599

28.204.172

25.474.172

22.580.599

23.455.120

20.725.120

16.193.547

14.009.547

12.535.120

12.535.120

8.549.547

9.805.120

7.075.120

4.924.632

5.771.132

4.654.036

3.683.385

3.416.106

2.695.086

1.880.181

1.452.324

1.160.246

1.035.934

630.854

645.982

416.182

(27.441.547)

(21.670.414)

(17.016.378)

(13.332.993)

(9.916.888)

(7.221.802)

(5.341.621)

(3.889.297)

(2.729.051)

(1.693.117)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)

-100

Net B/C Ratio

1,00

IRR

12,00%

(1.062.263)

(416.281)

(100)

139

Lampiran 15 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Roburan Lombang Kecamatan
Panyabungan Selatan ( kelas kesesuaian lahan S2) skenario Menaikkan Biaya Input
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.470

1.890

2.100

2.310

2.520

2.730

2.940

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

19.110.000

24.570.000

27.300.000

30.030.000

32.760.000

35.490.000

38.220.000
38.220.000

Total Benefit

19.123.000

24.570.000

27.300.000

30.030.000

32.760.000

35.490.000

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

9.688.307

11.114.220

11.026.012

10.829.119

10.547.843

10.202.527

9.810.122

1. Peralatan

1.047.181

1.373.352

103.001

103.001

1.373.352

103.001

103.001

1.373.352

2. Bibit

3.004.208

18.402.917

3.708.050

3.708.050

3.708.050

3.708.050

3.708.050

13.870.855

13.870.855

13.870.855

13.870.855

13.870.855

13.870.855

13.870.855

4. Pupuk

2.360.449

2.564.735

2.564.735

2.564.735

2.564.735

2.564.735

2.564.735

2.564.735

2.564.735

2.564.735

2.564.735

2.564.735

2.564.735

5. Obat-obatan

1.220.567

1.220.567

1.220.567

1.220.567

1.220.567

1.220.567

1.941.576

1.941.576

1.941.576

1.941.576

1.941.576

1.941.576

1.941.576

26.035.321

7.493.352

7.493.352

7.493.352

7.493.352

7.493.352

19.750.518

18.480.168

18.480.168

19.750.518

18.480.168

18.480.168

19.750.518

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

26.035.321

6.690.493

5.973.654

5.333.620

4.762.161

4.251.929

10.006.227

8.359.489

7.463.830

7.122.235

5.950.119

5.312.607

5.069.466

Net Benefit

(26.035.321)

(7.493.352)

(7.493.352)

(7.493.352)

(7.493.352)

(7.493.352)

6.089.832

8.819.832

10.279.482

14.279.832

17.009.832

18.469.482

Present Value Net Benefit

(26.035.321)

(6.690.493)

(5.973.654)

(5.333.620)

(4.762.161)

(4.251.929)

(317.920)

3.706.884

4.597.724

Net Benefit Kumulatif

(26.035.321) (32.725.813)

(38.699.467)

(44.033.087) (48.795.248)

(53.047.177)

(53.365.097)

Cost

3. Upah Tenaga Kerja

Total Cost
Discount Rate (12%)

(627.518)

2.754.731

3.562.182

(50.610.367)

(47.048.184)

(43.341.300) (38.743.576)

4.889.920

4.740.656

(33.853.656)

(29.113.000)

140

Lampiran 15 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

3.150

3.360

3.318

3.192

2.856

2.646

2.436

2.310

2.100

2.016

1.680

1.680

1.470

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

40.950.000

43.680.000

43.134.000

41.496.000

37.128.000

34.398.000

31.668.000

30.030.000

27.300.000

26.208.000

21.840.000

21.840.000

19.110.000

Total Benefit

19.110.000

Harga (Rp)

40.950.000

43.680.000

43.134.000

41.496.000

37.128.000

34.398.000

31.668.000

30.030.000

27.300.000

26.208.000

21.840.000

21.840.000

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

9.384.683

8.937.793

7.880.421

6.768.896

5.407.483

4.473.102

3.676.869

3.113.113

2.526.877

2.165.895

1.611.529

1.438.865

1.124.113

103.001

103.001

1.373.352

103.001

103.001

1.373.352

1.373.352

103.001

103.001

1.373.352

103.001

103.001

1.373.352

13.870.855

13.870.855

13.870.855

13.870.855

13.870.855

13.870.855

13.870.855

13.870.855

13.870.855

13.870.855

13.870.855

13.870.855

13.870.855

4. Pupuk

2.564.735

2.564.735

2.564.735

824.011

824.011

824.011

824.011

824.011

824.011

824.011

824.011

824.011

824.011

5. Obat-obatan

1.941.576

1.941.576

1.941.576

1.941.576

1.941.576

1.941.576

1.941.576

1.941.576

1.941.576

1.941.576

1.941.576

1.941.576

1.941.576

18.480.168

18.480.168

19.750.518

16.739.444

16.739.444

18.009.795

18.009.795

16.739.444

16.739.444

18.009.795

16.739.444

16.739.444

18.009.795

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

4.235.178

3.781.408

3.608.346

2.730.566

2.438.005

2.341.986

2.091.059

1.735.324

1.549.396

1.488.375

1.235.169

1.102.830

1.059.396

22.469.832

25.199.832

23.383.482

24.756.556

20.388.556

16.388.205

13.658.205

13.290.556

10.560.556

8.198.205

5.100.556

5.100.556

1.100.205

5.149.506

5.156.385

4.272.075

4.038.331

2.969.478

2.131.115

1.585.810

1.377.789

977.481

677.520

376.360

336.035

64.718

(10.496.705)

(7.527.227)

(5.396.111)

(3.810.301)

(2.432.512)

(777.511)

(401.151)

(65.116)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

(23.963.495)

(18.807.110) (14.535.035)

Net Present Value (NPV)

-398

Net B/C Ratio

1,00

IRR

12,00%

(1.455.031)

(398)

141

Lampiran 16 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan
( kelas kesesuaian lahan S3) skenario Menaikkan Biaya Input
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.302

1.674

1.860

2.046

2.232

2.418

2.604

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

16.926.000

21.762.000

24.180.000

26.598.000

29.016.000

31.434.000

33.852.000
33.852.000

Total Benefit

16.939.000

21.762.000

24.180.000

26.598.000

29.016.000

31.434.000

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

8.581.825

9.844.024

9.765.896

9.591.505

9.342.375

9.036.524

8.688.965
84.000

Cost
1. Peralatan

854.000

854.000

1.120.000

84.000

84.000

1.120.000

84.000

2.975.000

3.062.500

12.320.000

15.624.000

3.024.000

3.024.000

3.024.000

3.024.000

3.024.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

1.925.000

1.925.000

2.440.200

2.440.200

2.440.200

2.440.200

2.440.200

2.440.200

2.440.200

2.440.200

2.440.200

2.440.200

2.440.200

700.000

995.400

995.400

995.400

995.400

995.400

995.400

1.583.400

1.583.400

1.583.400

1.583.400

1.583.400

1.583.400

18.774.000

22.460.900

6.459.600

6.459.600

6.459.600

6.459.600

6.459.600

16.455.600

15.419.600

15.419.600

16.455.600

15.419.600

15.419.600

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

18.774.000

20.054.375

5.149.554

4.597.816

4.105.193

3.665.351

3.272.634

7.443.678

6.227.718

5.560.462

5.298.263

4.432.767

3.957.827

Net Benefit

(18.774.000)

(22.460.900)

(6.459.600)

(6.459.600)

(6.459.600)

(6.459.600)

10.479.400

5.306.400

8.760.400

11.178.400

12.560.400

16.014.400

18.432.400

Present Value Net Benefit

(18.774.000)

(20.054.375)

(5.149.554)

(4.597.816)

(4.105.193)

(3.665.351)

5.309.190

2.400.346

3.538.179

4.031.043

4.044.113

4.603.757

Net Benefit Kumulatif

(18.774.000)

(38.828.375)

(43.977.929)

(48.575.744)

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

(52.680.937) (56.346.287) (51.037.097)

(48.636.751) (45.098.573) (41.067.530)

(37.023.417) (32.419.660)

4.731.138
(27.688.522)

142

Lampiran 16 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

2.790

2.976

2.939

2.827

2.530

2.344

2.158

2.046

1.860

1.786

1.488

1.488

1.302

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

38.688.000

38.688.000

38.204.400

36.753.600

32.884.800

30.466.800

28.048.800

26.598.000

24.180.000

23.212.800

19.344.000

19.344.000

16.926.000

Total Benefit

16.926.000

Harga (Rp)

38.688.000

38.688.000

38.204.400

36.753.600

32.884.800

30.466.800

28.048.800

26.598.000

24.180.000

23.212.800

19.344.000

19.344.000

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

8.866.291

7.916.331

6.979.801

5.995.308

4.789.485

3.961.890

3.256.656

2.757.329

2.238.091

1.918.364

1.427.354

1.274.423

995.643

1.120.000

84.000

84.000

1.120.000

84.000

84.000

1.120.000

1.120.000

84.000

84.000

1.120.000

84.000

84.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

11.312.000

4. Pupuk

2.440.200

2.440.200

2.440.200

2.440.200

784.000

784.000

784.000

784.000

784.000

784.000

784.000

784.000

784.000

5. Obat-obatan

1.583.400

1.583.400

1.583.400

1.583.400

1.583.400

1.583.400

1.583.400

1.583.400

1.583.400

1.583.400

1.583.400

1.583.400

1.583.400

16.455.600

15.419.600

15.419.600

16.455.600

13.763.400

13.763.400

14.799.400

14.799.400

13.763.400

13.763.400

14.799.400

13.763.400

13.763.400

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

3.771.199

3.155.156

2.817.103

2.684.265

2.004.561

1.789.787

1.718.311

1.534.206

1.273.935

1.137.442

1.092.017

906.762

809.609

22.232.400

23.268.400

22.784.800

20.298.000

19.121.400

16.703.400

13.249.400

11.798.600

10.416.600

9.449.400

4.544.600

5.580.600

3.162.600

5.095.092

4.761.176

4.162.698

3.311.043

2.784.924

2.172.103

1.538.345

1.223.123

964.156

780.922

335.337

367.662

186.035

(10.358.512)

(7.573.589)

(5.401.485)

(3.863.140)

(2.640.018)

(894.939)

(559.602)

(191.941)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

(22.593.429) (17.832.254) (13.669.556)

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

-5.906
1,00
12,00%

(1.675.861)

(5.906)

143

Lampiran 17 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan
( kelas kesesuaian lahan S3) skenario Menaikkan Biaya Input
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.860

2.232

2.418

2.530

2.604

2.678

2.790

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

24.180.000

29.016.000

31.434.000

32.884.800

33.852.000

34.819.200

36.270.000
36.270.000

Total Benefit

24.193.000

29.016.000

31.434.000

32.884.800

33.852.000

34.819.200

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

12.256.927

13.125.365

12.695.665

11.858.589

10.899.438

10.009.688

9.309.606
86.437

Cost
1. Peralatan

878.778

878.778

1.152.496

86.437

86.437

1.152.496

86.437

3.061.318

3.151.356

12.677.456

16.192.569

3.226.989

3.226.989

3.226.989

3.226.989

3.226.989

11.755.459

11.755.459

11.755.459

11.755.459

11.755.459

11.755.459

1.980.853

1.980.853

5.022.001

5.022.001

5.022.001

5.022.001

5.022.001

5.022.001

5.022.001

5.022.001

5.022.001

5.022.001

5.022.001

720.310

1.024.281

1.024.281

1.024.281

1.024.281

1.024.281

1.024.281

1.629.341

1.629.341

1.629.341

1.629.341

1.629.341

1.629.341

19.318.714

23.227.837

9.273.271

9.273.271

9.273.271

9.273.271

9.273.271

19.559.298

18.493.239

18.493.239

19.559.298

18.493.239

18.493.239

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

19.318.714

20.739.140

7.392.595

6.600.531

5.893.331

5.261.903

4.698.128

8.847.633

7.469.109

6.668.847

6.297.570

5.316.364

4.746.754

Net Benefit

(19.318.714)

(23.227.837)

(9.273.271)

(9.273.271)

(9.273.271)

(9.273.271)

14.919.729

9.456.702

12.940.761

14.391.561

14.292.702

16.325.961

17.776.761

Present Value Net Benefit

(19.318.714)

(20.739.140)

(7.392.595)

(6.600.531)

(5.893.331)

(5.261.903)

7.558.799

4.277.732

Net Benefit Kumulatif

(19.318.714)

(40.057.854)

(47.450.449) (54.050.980)

(59.944.311)

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

(65.206.214) (57.647.415) (53.369.683)

5.226.556

5.189.741

4.601.868

4.693.324

4.562.852

(48.143.127)

(42.953.386)

(38.351.518)

(33.658.194)

(29.095.343)

144

Lampiran 17 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

2.976

3.348

3.162

3.050

2.790

2.604

2.381

2.232

2.046

2.046

1.860

1.860

1.674

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

38.688.000

43.524.000

41.106.000

39.655.200

36.270.000

33.852.000

30.950.400

29.016.000

26.598.000

26.598.000

24.180.000

24.180.000

21.762.000

Total Benefit

21.762.000

Harga (Rp)

38.688.000

43.524.000

41.106.000

39.655.200

36.270.000

33.852.000

30.950.400

29.016.000

26.598.000

26.598.000

24.180.000

24.180.000

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

8.866.291

8.905.873

7.509.913

6.468.622

5.282.520

4.402.100

3.593.551

3.007.995

2.461.901

2.198.125

1.784.193

1.593.029

1.280.113

1.152.496

86.437

86.437

1.152.496

86.437

86.437

1.152.496

1.152.496

86.437

86.437

1.152.496

86.437

86.437

11.755.459

11.755.459

11.755.459

11.755.459

11.755.459

11.755.459

11.755.459

11.755.459

11.755.459

11.755.459

11.755.459

11.755.459

11.755.459

4. Pupuk

5.022.001

5.022.001

5.022.001

5.022.001

1.613.494

1.613.494

1.613.494

1.613.494

1.613.494

1.613.494

1.613.494

1.613.494

1.613.494

5. Obat-obatan

1.629.341

1.629.341

1.629.341

1.629.341

1.629.341

1.629.341

1.629.341

1.629.341

1.629.341

1.629.341

1.629.341

1.629.341

1.629.341

19.559.298

18.493.239

18.493.239

19.559.298

15.084.732

15.084.732

16.150.791

16.150.791

15.084.732

15.084.732

16.150.791

15.084.732

15.084.732

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

4.482.486

3.784.083

3.378.646

3.190.545

2.197.006

1.961.612

1.875.216

1.674.300

1.396.237

1.246.640

1.191.734

993.814

887.334

19.128.702

25.030.761

22.612.761

20.095.902

21.185.268

18.767.268

14.799.609

12.865.209

11.513.268

11.513.268

8.029.209

9.095.268

6.677.268

4.383.805

5.121.790

4.131.267

3.278.077

3.085.514

2.440.488

1.718.335

1.333.695

1.065.664

951.485

592.459

599.215

392.779

(24.711.538)

(19.589.748)

(15.458.481)

(12.180.404)

(9.094.890)

(6.654.402)

(4.936.067)

(3.602.373)

(2.536.709)

(992.765)

(393.549)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)

-770

Net B/C Ratio

1,00

IRR

12,00%

(1.585.224)

(770)

145

Lampiran 18 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu
( kelas kesesuaian lahan S1) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.680

2.160

2.400

2.640

2.880

3.120

3.360

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

21.840.000

28.080.000

31.200.000

34.320.000

37.440.000

40.560.000

43.680.000
43.680.000

Total Benefit

21.840.000

28.080.000

31.200.000

34.320.000

37.440.000

40.560.000

Discount Rate (12%)

1,0000

0,7886

0,6220

0,4905

0,3868

0,3051

0,2406

0,1897

0,1496

0,1180

0,0931

0,0734

0,0579

Present Value Benefit

5.254.569

5.327.977

4.668.749

4.050.177

3.484.523

2.977.050

2.528.434

800.000

60.000

60.000

800.000
10.000.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

2. Bibit

1.750.000

3. Upah Tenaga Kerja

9.920.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

4. Pupuk

1.375.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

14.366.000

3.588.000

3.588.000

3.588.000

3.588.000

3.588.000

12.648.000

11.908.000

11.908.000

12.648.000

11.908.000

11.908.000

12.648.000

1,0000

0,7886

0,6220

0,4905

0,3868

0,3051

0,2406

0,1897

0,1496

0,1180

0,0931

0,0734

0,0579

Present Value Cost

14.366.000

2.829.653

2.231.588

1.759.927

1.387.955

1.094.602

3.043.031

2.259.457

1.781.906

1.492.618

1.108.272

874.031

732.134

Net Benefit

(14.366.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

9.192.000

16.172.000

19.292.000

21.672.000

25.532.000

28.652.000

31.032.000

Present Value Net Benefit

(14.366.000)

(2.829.653)

(2.231.588)

(1.759.927)

(1.387.955)

(1.094.602)

2.211.538

3.068.520

2.886.843

2.557.559

2.376.251

2.103.019

1.796.299

Net Benefit Kumulatif

(14.366.000)

(17.195.653)

(19.427.241)

(21.187.168)

(22.575.123)

(23.669.725)

(21.458.186)

(18.389.666)

(15.502.823)

(12.945.263)

(10.569.012)

(8.465.994)

(6.669.694)

5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

146

Lampiran 18 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

3.600

3.840

3.792

3.648

3.264

3.024

2.784

2.640

2.400

2.304

1.920

1.920

1.680

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

46.800.000

49.920.000

49.296.000

47.424.000

42.432.000

39.312.000

36.192.000

34.320.000

31.200.000

29.952.000

24.960.000

24.960.000

21.840.000

Total Benefit

46.800.000

49.920.000

49.296.000

47.424.000

42.432.000

39.312.000

36.192.000

34.320.000

31.200.000

29.952.000

24.960.000

24.960.000

21.840.000

Discount Rate (12%)

0,0457

0,0360

0,0284

0,0224

0,0177

0,0139

0,0110

0,0087

0,0068

0,0054

0,0042

0,0034

0,0026

Present Value Benefit

2.136.464

1.797.236

1.399.661

1.061.916

749.318

547.493

397.509

297.278

213.133

161.362

106.048

83.634

57.713

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

717.000

717.000

717.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

11.908.000

11.908.000

12.648.000

11.671.000

11.671.000

12.411.000

12.411.000

11.671.000

11.671.000

12.411.000

11.671.000

11.671.000

12.411.000

0,0457

0,0360

0,0284

0,0224

0,0177

0,0139

0,0110

0,0087

0,0068

0,0054

0,0042

0,0034

0,0026

543.611

428.716

359.115

261.336

206.101

172.846

136.314

101.093

79.727

66.863

49.587

39.106

32.796
9.429.000

Cost
1. Peralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit

34.892.000

38.012.000

36.648.000

35.753.000

30.761.000

26.901.000

23.781.000

22.649.000

19.529.000

17.541.000

13.289.000

13.289.000

Present Value Net Benefit

1.592.853

1.368.520

1.040.546

800.579

543.217

374.647

261.195

196.184

133.406

94.500

56.461

44.528

24.916

Net Benefit Kumulatif

(5.076.842)

(3.708.322)

(2.667.775)

(949.332)

(688.138)

(491.954)

(358.547)

(264.048)

(207.587)

(163.059)

(138.143)

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

-138.143
1,00
26,72%

(1.867.196)

(1.323.979)

147

Lampiran 19 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang
( kelas kesesuaian lahan S1) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

2.400

2.880

3.120

3.264

3.360

3.456

3.600

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

31.200.000

37.440.000

40.560.000

42.432.000

43.680.000

44.928.000

46.800.000
46.800.000

Total Benefit

31.200.000

37.440.000

40.560.000

42.432.000

43.680.000

44.928.000

Discount Rate (12%)

1,0000

0,7722

0,5963

0,4605

0,3556

0,2746

0,2120

0,1637

0,1264

0,0976

0,0754

0,0582

0,0450

Present Value Benefit

6.615.093

6.129.816

5.127.903

4.142.529

3.292.949

2.615.469

2.103.820

800.000

60.000

60.000

800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

1.750.000

10.000.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

1.375.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

14.446.000

4.385.000

4.385.000

4.385.000

4.385.000

4.385.000

13.445.000

12.705.000

12.705.000

13.445.000

12.705.000

12.705.000

13.445.000

1,0000

0,7722

0,5963

0,4605

0,3556

0,2746

0,2120

0,1637

0,1264

0,0976

0,0754

0,0582

0,0450

Present Value Cost

14.446.000

3.386.100

2.614.749

2.019.111

1.559.159

1.203.984

2.850.639

2.080.110

1.606.263

1.312.601

957.805

739.618

604.399

Net Benefit

(14.446.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

17.755.000

24.735.000

27.855.000

28.987.000

30.975.000

32.223.000

33.355.000

Present Value Net Benefit

(14.446.000)

(3.386.100)

(2.614.749)

(2.019.111)

(1.559.159)

(1.203.984)

3.764.455

4.049.706

3.521.640

2.829.928

2.335.144

1.875.852

1.499.421

Net Benefit Kumulatif

(14.446.000)

(17.832.100)

(20.446.850)

(22.465.961)

(24.025.121)

(25.229.105)

(21.464.650)

(17.414.944)

(13.893.303)

(11.063.375)

(8.728.232)

(6.852.380)

(5.352.958)

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

148

Lampiran 19 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

13

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

3.840

4.320

4.080

3.936

3.600

3.360

3.072

2.880

2.640

2.640

2.400

2.400

2.160

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

49.920.000

56.160.000

53.040.000

51.168.000

46.800.000

43.680.000

39.936.000

37.440.000

34.320.000

34.320.000

31.200.000

31.200.000

28.080.000

Total Benefit

Harga (Rp)

49.920.000

56.160.000

53.040.000

51.168.000

46.800.000

43.680.000

39.936.000

37.440.000

34.320.000

34.320.000

31.200.000

31.200.000

28.080.000

Discount Rate (12%)

0,0347

0,0268

0,0207

0,0160

0,0123

0,0095

0,0074

0,0057

0,0044

0,0034

0,0026

0,0020

0,0016

Present Value Benefit

1.732.876

1.505.395

1.097.885

817.866

577.643

416.320

293.927

212.785

150.620

116.309

81.649

63.049

43.818

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000
10.080.000

Cost
1. Peralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

4. Pupuk

1.434.000

1.434.000

1.434.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

12.705.000

12.705.000

13.445.000

11.751.000

11.751.000

12.491.000

12.491.000

11.751.000

11.751.000

12.491.000

11.751.000

11.751.000

12.491.000

0,0347

0,0268

0,0207

0,0160

0,0123

0,0095

0,0074

0,0057

0,0044

0,0034

0,0026

0,0020

0,0016

441.030

340.563

278.301

187.827

145.040

119.053

91.933

66.785

51.571

42.331

30.752

23.747

19.492

37.215.000

43.455.000

39.595.000

39.417.000

35.049.000

31.189.000

27.445.000

25.689.000

22.569.000

21.829.000

19.449.000

19.449.000

15.589.000

1.291.847

1.164.831

819.585

630.039

432.603

297.266

201.994

146.000

99.048

73.977

50.897

39.303

24.326

(4.061.112)

(2.896.280)

(716.788)

(514.794)

(368.794)

(269.746)

(195.769)

(144.872)

(105.569)

(81.243)

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

(2.076.696)

-81.243
1,00
29,45%

(1.446.657)

(1.014.054)

149

Lampiran 20 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik
Marapi ( kelas kesesuaian lahan S2) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

2.100

2.520

2.730

2.856

2.940

3.024

3.150

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

27.300.000

32.760.000

35.490.000

37.128.000

38.220.000

39.312.000

40.950.000
40.950.000

Total Benefit

27.313.000

32.760.000

35.490.000

37.128.000

38.220.000

39.312.000

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8032

0,6452

0,5182

0,4162

0,3343

0,2685

0,2157

0,1732

0,1391

0,1118

0,0898

0,0721

Present Value Benefit

7.334.209

7.065.753

6.148.245

5.166.273

4.271.665

3.529.086

2.952.716
800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

1.750.000

10.800.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

1.375.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

15.246.000

5.939.000

5.939.000

5.939.000

5.939.000

5.939.000

13.079.000

12.339.000

12.339.000

13.079.000

12.339.000

12.339.000

13.079.000

1,0000

0,8032

0,6452

0,5182

0,4162

0,3343

0,2685

0,2157

0,1732

0,1391

0,1118

0,0898

0,0721

Present Value Cost

15.246.000

4.770.281

3.831.551

3.077.551

2.471.929

1.985.485

3.512.032

2.661.304

2.137.594

1.819.912

1.379.070

1.107.687

943.067

Net Benefit

(15.246.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

14.234.000

20.421.000

23.151.000

24.049.000

25.881.000

26.973.000

27.871.000

Present Value Net Benefit

(15.246.000)

(4.770.281)

(3.831.551)

(3.077.551)

(2.471.929)

(1.985.485)

3.822.178

4.404.449

4.010.652

3.346.362

2.892.594

2.421.399

2.009.650

Net Benefit Kumulatif

(15.246.000)

(20.016.281)

(23.847.832)

(26.925.383)

(29.397.312)

(31.382.797)

(27.560.619)

(23.156.171)

(19.145.519)

(15.799.157)

(12.906.563)

(10.485.164)

(8.475.514)

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

150

Lampiran 20 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

3.360

3.780

3.570

3.444

3.150

2.940

2.688

2.520

2.310

2.310

2.100

2.100

1.890

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

43.680.000

49.140.000

46.410.000

44.772.000

40.950.000

38.220.000

34.944.000

32.760.000

30.030.000

30.030.000

27.300.000

27.300.000

24.570.000

Total Benefit

24.570.000

43.680.000

49.140.000

46.410.000

44.772.000

40.950.000

38.220.000

34.944.000

32.760.000

30.030.000

30.030.000

27.300.000

27.300.000

Discount Rate (12%)

0,0579

0,0465

0,0374

0,0300

0,0241

0,0194

0,0156

0,0125

0,0100

0,0081

0,0065

0,0052

0,0042

Present Value Benefit

2.529.770

2.285.937

1.734.089

1.343.683

987.131

740.018

543.444

409.220

301.300

242.008

176.713

141.938

102.606

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

4. Pupuk

2.988.000

2.988.000

2.988.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

12.339.000

12.339.000

13.079.000

10.311.000

10.311.000

11.051.000

11.051.000

10.311.000

10.311.000

11.051.000

10.311.000

10.311.000

11.051.000

0,0579

0,0465

0,0374

0,0300

0,0241

0,0194

0,0156

0,0125

0,0100

0,0081

0,0065

0,0052

0,0042

714.625

573.996

488.691

309.450

248.555

213.970

171.864

128.799

103.453

89.059

66.743

53.609

46.150

31.341.000

36.801.000

33.331.000

34.461.000

30.639.000

27.169.000

23.893.000

22.449.000

19.719.000

18.979.000

16.989.000

16.989.000

13.519.000

1.815.145

1.711.941

1.245.398

1.034.233

738.577

526.048

371.581

280.421

197.847

152.949

109.970

88.329

56.456

(6.660.369)

(4.948.429)

(3.703.031)

(2.668.798)

(752.173)

(554.326)

(401.377)

(291.407)

(203.078)

(146.622)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

-146.622
1,00
24,44%

(1.930.222)

(1.404.174)

(1.032.593)

151

Lampiran 21 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Roburan Lombang Kecamatan
Panyabungan Selatan ( kelas kesesuaian lahan S2) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.470

1.890

2.100

2.310

2.520

2.730

2.940

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

19.110.000

24.570.000

27.300.000

30.030.000

32.760.000

35.490.000

38.220.000
38.220.000

Total Benefit

19.123.000

24.570.000

27.300.000

30.030.000

32.760.000

35.490.000

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8104

0,6567

0,5322

0,4313

0,3495

0,2832

0,2295

0,1860

0,1507

0,1221

0,0990

0,0802

Present Value Benefit

5.415.831

5.638.960

5.077.400

4.526.045

4.001.219

3.512.685

3.065.553
800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

1.750.000

10.720.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

1.375.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

15.166.000

4.365.000

4.365.000

4.365.000

4.365.000

4.365.000

11.505.000

10.765.000

10.765.000

11.505.000

10.765.000

10.765.000

11.505.000

1,0000

0,8104

0,6567

0,5322

0,4313

0,3495

0,2832

0,2295

0,1860

0,1507

0,1221

0,0990

0,0802

Present Value Cost

15.166.000

3.537.277

2.866.513

2.322.944

1.882.451

1.525.487

3.258.334

2.470.631

2.002.132

1.734.004

1.314.808

1.065.485

922.794

Net Benefit

(15.166.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

7.618.000

13.805.000

16.535.000

18.525.000

21.995.000

24.725.000

26.715.000

Present Value Net Benefit

(15.166.000)

(3.537.277)

(2.866.513)

(2.322.944)

(1.882.451)

(1.525.487)

2.157.496

3.168.329

3.075.268

2.792.041

2.686.410

2.447.200

2.142.759

Net Benefit Kumulatif

(15.166.000)

(18.703.277)

(21.569.790)

(23.892.734)

(25.775.185)

(27.300.672)

(25.143.176)

(21.974.847)

(18.899.579)

(16.107.538)

(13.421.128)

(10.973.927)

(8.831.168)

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

152

Lampiran 21 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

3.150

3.360

3.318

3.192

2.856

2.646

2.436

2.310

2.100

2.016

1.680

1.680

1.470

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

40.950.000

43.680.000

43.134.000

41.496.000

37.128.000

34.398.000

31.668.000

30.030.000

27.300.000

26.208.000

21.840.000

21.840.000

19.110.000

Total Benefit

Harga (Rp)

40.950.000

43.680.000

43.134.000

41.496.000

37.128.000

34.398.000

31.668.000

30.030.000

27.300.000

26.208.000

21.840.000

21.840.000

19.110.000

Discount Rate (12%)

0,0650

0,0527

0,0427

0,0346

0,0280

0,0227

0,0184

0,0149

0,0121

0,0098

0,0079

0,0064

0,0052

Present Value Benefit

2.661.686

2.300.755

1.841.163

1.435.369

1.040.744

781.376

582.952

447.973

330.023

256.744

173.382

140.504

99.628

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

4. Pupuk

1.494.000

1.494.000

1.494.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

10.765.000

10.765.000

11.505.000

9.751.000

9.751.000

10.491.000

10.491.000

9.751.000

9.751.000

10.491.000

9.751.000

9.751.000

10.491.000

0,0650

0,0527

0,0427

0,0346

0,0280

0,0227

0,0184

0,0149

0,0121

0,0098

0,0079

0,0064

0,0052

699.708

567.024

491.088

337.292

273.333

238.311

193.121

145.461

117.877

102.774

77.411

62.731

54.694

30.185.000

32.915.000

31.629.000

31.745.000

27.377.000

23.907.000

21.177.000

20.279.000

17.549.000

15.717.000

12.089.000

12.089.000

8.619.000

1.961.978

1.733.731

1.350.076

1.098.077

767.411

543.065

389.831

302.513

212.146

153.970

95.971

77.773

44.934

(6.869.191)

(5.135.460)

(3.785.384)

(2.687.308)

(987.000)

(684.487)

(472.342)

(318.372)

(222.400)

(144.628)

(99.693)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

-99.693
1,00
23,35%

(1.919.896)

(1.376.831)

153

Lampiran 22 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan
( kelas kesesuaian lahan S3) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.302

1.674

1.860

2.046

2.232

2.418

2.604

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

16.926.000

21.762.000

24.180.000

26.598.000

29.016.000

31.434.000

33.852.000
33.852.000

Total Benefit

16.939.000

21.762.000

24.180.000

26.598.000

29.016.000

31.434.000

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8313

0,6910

0,5744

0,4775

0,3969

0,3299

0,2742

0,2280

0,1895

0,1575

0,1309

0,1088

Present Value Benefit

5.588.484

5.968.146

5.512.280

5.040.323

4.570.685

4.116.023

3.684.655

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

2.187.500

11.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

1.375.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

16.043.500

4.614.000

4.614.000

4.614.000

4.614.000

4.614.000

11.754.000

11.014.000

11.014.000

11.754.000

11.014.000

11.014.000

11.754.000

1,0000

0,8313

0,6910

0,5744

0,4775

0,3969

0,3299

0,2742

0,2280

0,1895

0,1575

0,1309

0,1088

Present Value Cost

16.043.500

3.835.411

3.188.206

2.650.213

2.203.003

1.831.258

3.877.858

3.020.548

2.510.846

2.227.384

1.734.957

1.442.192

1.279.376

Net Benefit

(16.043.500)

(4.614.000)

(4.614.000)

(4.614.000)

(4.614.000)

(4.614.000)

5.185.000

10.748.000

13.166.000

14.844.000

18.002.000

20.420.000

22.098.000

Present Value Net Benefit

(16.043.500)

(3.835.411)

(3.188.206)

(2.650.213)

(2.203.003)

(1.831.258)

1.710.626

2.947.598

3.001.434

2.812.939

2.835.727

2.673.830

2.405.279

Net Benefit Kumulatif

(16.043.500)

(19.878.911)

(23.067.117)

(25.717.330)

(27.920.333)

(29.751.590)

(28.040.965)

(25.093.367)

(22.091.932)

(19.278.993)

(16.443.266)

(13.769.436)

(11.364.157)

3. Upah Tenaga Kerja


4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

154

Lampiran 22 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

2.790

2.976

2.939

2.827

2.530

2.344

2.158

2.046

1.860

1.786

1.488

1.488

1.302

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

38.688.000

38.688.000

38.204.400

36.753.600

32.884.800

30.466.800

28.048.800

26.598.000

24.180.000

23.212.800

19.344.000

19.344.000

16.926.000

Total Benefit

16.926.000

Harga (Rp)

38.688.000

38.688.000

38.204.400

36.753.600

32.884.800

30.466.800

28.048.800

26.598.000

24.180.000

23.212.800

19.344.000

19.344.000

Discount Rate (12%)

0,0905

0,0752

0,0625

0,0520

0,0432

0,0359

0,0299

0,0248

0,0206

0,0171

0,0143

0,0118

0,0098

Present Value Benefit

3.500.444

2.909.762

2.388.521

1.910.072

1.420.625

1.094.071

837.274

659.989

498.745

398.001

275.700

229.177

166.692

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

4. Pupuk

1.743.000

1.743.000

1.743.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

11.014.000

11.014.000

11.754.000

9.831.000

9.831.000

10.571.000

10.571.000

9.831.000

9.831.000

10.571.000

9.831.000

9.831.000

10.571.000

0,0905

0,0752

0,0625

0,0520

0,0432

0,0359

0,0299

0,0248

0,0206

0,0171

0,0143

0,0118

0,0098

996.534

828.374

734.854

510.914

424.700

379.607

315.551

243.941

202.777

181.248

140.116

116.472

104.106

27.674.000

27.674.000

26.450.400

26.922.600

23.053.800

19.895.800

17.477.800

16.767.000

14.349.000

12.641.800

9.513.000

9.513.000

6.355.000

2.503.910

2.081.389

1.653.666

1.399.159

995.926

714.464

521.723

416.047

295.967

216.753

135.584

112.705

62.586

(8.860.246)

(6.778.858)

(5.125.192)

(3.726.033)

(781.907)

(565.154)

(429.570)

(316.865)

(254.279)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

-5.906
1,00
12,00%

(2.730.108)

(2.015.644)

(1.493.921)

(1.077.874)

155

Lampiran 23 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan
( kelas kesesuaian lahan S3) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.860

2.232

2.418

2.530

2.604

2.678

2.790

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

24.180.000

29.016.000

31.434.000

32.884.800

33.852.000

34.819.200

36.270.000
36.270.000

Total Benefit

24.193.000

29.016.000

31.434.000

32.884.800

33.852.000

34.819.200

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8278

0,6853

0,5673

0,4696

0,3887

0,3218

0,2664

0,2205

0,1826

0,1511

0,1251

0,1036

Present Value Benefit

7.785.529

7.729.813

6.932.090

6.003.338

5.115.817

4.355.946

3.756.162

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

2.187.500

11.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

1.375.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

16.123.500

6.437.000

6.437.000

6.437.000

6.437.000

6.437.000

13.577.000

12.837.000

12.837.000

13.577.000

12.837.000

12.837.000

13.577.000

1,0000

0,8278

0,6853

0,5673

0,4696

0,3887

0,3218

0,2664

0,2205

0,1826

0,1511

0,1251

0,1036

Present Value Cost

16.123.500

5.328.642

4.411.128

3.651.596

3.022.844

2.502.355

4.369.203

3.419.755

2.830.923

2.478.571

1.939.966

1.605.932

1.406.049

Net Benefit

(16.123.500)

(6.437.000)

(6.437.000)

(6.437.000)

(6.437.000)

(6.437.000)

10.616.000

16.179.000

18.597.000

19.307.800

21.015.000

21.982.200

22.693.000

Present Value Net Benefit

(16.123.500)

(5.328.642)

(4.411.128)

(3.651.596)

(3.022.844)

(2.502.355)

3.416.326

4.310.058

4.101.167

3.524.767

3.175.851

2.750.014

2.350.113

Net Benefit Kumulatif

(16.123.500)

(21.452.142)

(25.863.270)

(29.514.866)

(32.537.710)

(35.040.065)

(31.623.739)

(27.313.681)

(23.212.514)

(19.687.747)

(16.511.897)

(13.761.883)

(11.411.770)

3. Upah Tenaga Kerja


4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

156

Lampiran 23 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

2.976

3.348

3.162

3.050

2.790

2.604

2.381

2.232

2.046

2.046

1.860

1.860

1.674

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

38.688.000

43.524.000

41.106.000

39.655.200

36.270.000

33.852.000

30.950.400

29.016.000

26.598.000

26.598.000

24.180.000

24.180.000

21.762.000

Total Benefit

21.762.000

38.688.000

43.524.000

41.106.000

39.655.200

36.270.000

33.852.000

30.950.400

29.016.000

26.598.000

26.598.000

24.180.000

24.180.000

Discount Rate (12%)

0,0857

0,0710

0,0587

0,0486

0,0403

0,0333

0,0276

0,0228

0,0189

0,0157

0,0130

0,0107

0,0089

Present Value Benefit

3.316.700

3.088.814

2.414.911

1.928.542

1.460.191

1.128.183

853.875

662.672

502.856

416.271

313.269

259.328

193.208

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

4. Pupuk

3.486.000

3.486.000

3.486.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

12.837.000

12.837.000

13.577.000

10.471.000

10.471.000

11.211.000

11.211.000

10.471.000

10.471.000

11.211.000

10.471.000

10.471.000

11.211.000

0,0857

0,0710

0,0587

0,0486

0,0403

0,0333

0,0276

0,0228

0,0189

0,0157

0,0130

0,0107

0,0089

1.100.508

911.017

797.627

509.234

421.551

373.628

309.295

239.138

197.962

175.457

135.659

112.301

99.534
10.551.000

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit

25.851.000

30.687.000

27.529.000

29.184.200

25.799.000

22.641.000

19.739.400

18.545.000

16.127.000

15.387.000

13.709.000

13.709.000

Present Value Net Benefit

2.216.191

2.177.797

1.617.284

1.419.309

1.038.640

754.555

544.581

423.534

304.893

240.814

177.610

147.028

93.674

Net Benefit Kumulatif

(9.195.579)

(7.017.782)

(5.400.498)

(3.981.189)

(2.942.549)

(914.987)

(674.173)

(496.563)

(349.535)

(255.861)

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

-255.861
1,00
20,71%

(2.187.994)

(1.643.414)

(1.219.880)

157

Lampiran 24 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)
di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu (Kelas Kesesuaian Lahan S1)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.680

2.160

2.400

2.640

2.880

3.120

Harga (Rp)

6.803

6.803

6.803

6.803

6.803

6.803

6.803

Penerimaan (Rp)

11.429.254

14.694.755

16.327.506

17.960.256

19.593.007

21.225.757

22.858.508
22.858.508

Total Benefit

3.360

11.429.254

14.694.755

16.327.506

17.960.256

19.593.007

21.225.757

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

5.790.416

6.647.161

6.594.406

6.476.648

6.308.424

6.101.898

5.867.210

800.000

60.000

60.000

800.000
10.000.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

2. Bibit

1.750.000

3. Upah Tenaga Kerja

9.920.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

4. Pupuk

1.375.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

14.366.000

3.588.000

3.588.000

3.588.000

3.588.000

3.588.000

12.648.000

11.908.000

11.908.000

12.648.000

11.908.000

11.908.000

12.648.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

14.366.000

3.203.571

2.860.332

2.553.868

2.280.239

2.035.928

6.407.870

5.386.574

4.809.441

4.560.996

3.834.057

3.423.265

3.246.427

Net Benefit

(14.366.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

(1.218.746)

2.786.755

4.419.506

5.312.256

7.685.007

9.317.757

10.210.508

Present Value Net Benefit

(14.366.000)

(3.203.571)

(2.860.332)

(2.553.868)

(2.280.239)

(2.035.928)

(617.455)

1.260.586

1.784.964

1.915.653

2.474.366

2.678.633

2.620.783

Net Benefit Kumulatif

(14.366.000)

(17.569.571)

(20.429.903)

(22.983.771)

(25.264.009)

(27.299.937)

(27.917.392)

(26.656.805)

(24.871.841)

(22.956.188)

(20.481.822)

(17.803.189)

(15.182.406)

5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

158

Lampiran 24 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

3.600

3.840

3.792

3.648

3.264

3.024

2.784

2.640

2.400

2.304

1.920

1.920

Harga (Rp)

6.803

6.803

6.803

6.803

6.803

6.803

6.803

6.803

6.803

6.803

6.803

6.803

6.803

Penerimaan (Rp)

24.491.258

26.124.009

25.797.459

24.817.808

22.205.408

20.572.657

18.939.906

17.960.256

16.327.506

15.674.405

13.062.004

13.062.004

11.429.254

Total Benefit

11.429.254

1.680

24.491.258

26.124.009

25.797.459

24.817.808

22.205.408

20.572.657

18.939.906

17.960.256

16.327.506

15.674.405

13.062.004

13.062.004

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

5.612.764

5.345.490

4.713.099

4.048.322

3.234.092

2.675.260

2.199.051

1.861.882

1.511.268

1.295.372

963.819

860.552

672.307

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

717.000

717.000

717.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

11.908.000

11.908.000

12.648.000

11.671.000

11.671.000

12.411.000

12.411.000

11.671.000

11.671.000

12.411.000

11.671.000

11.671.000

12.411.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

2.729.006

2.436.613

2.310.742

1.903.793

1.699.815

1.613.921

1.441.001

1.209.895

1.080.263

1.025.676

861.179

768.910

730.056

12.583.258

14.216.009

13.149.459

13.146.808

10.534.408

8.161.657

6.528.906

6.289.256

4.656.506

3.263.405

1.391.004

1.391.004

(981.746)

2.883.758

2.908.877

2.402.357

2.144.529

1.534.277

1.061.339

758.050

651.987

431.004

269.696

102.639

91.642

(57.750)

(12.298.648)

(9.389.771)

(6.987.414)

(4.842.885)

(3.308.608)

(2.247.270)

(837.232)

(406.228)

(136.532)

(33.893)

57.750

Cost
1. Peralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

0
1,00
12,00%

(1.489.219)

159

Lampiran 25 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)
di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu (Kelas Kesesuaian Lahan S1)
Uraian

Tahun
0

10

11

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.430

1.430

1.430

1.430

1.430

1.430

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233
18.587.233

Total Benefit

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

Present Value Benefit

9.416.871

8.407.920

7.507.072

6.702.743

5.984.592

5.343.385

800.000

60.000

60.000
10.000.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

2. Bibit

1.750.000

3. Upah Tenaga Kerja

9.920.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

4. Pupuk

1.375.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

717.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

14.366.000

3.588.000

3.588.000

3.588.000

3.588.000

3.588.000

12.648.000

11.908.000

11.908.000

12.648.000

11.908.000

11.908.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

Present Value Cost

14.366.000

3.203.571

2.860.332

2.553.868

2.280.239

2.035.928

6.407.870

5.386.574

4.809.441

4.560.996

3.834.057

3.423.265

Net Benefit

(14.366.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

(3.588.000)

5.939.233

6.679.233

6.679.233

5.939.233

6.679.233

6.679.233

Present Value Net Benefit

(14.366.000)

(3.203.571)

(2.860.332)

(2.553.868)

(2.280.239)

(2.035.928)

3.009.000

3.021.346

2.697.630

2.141.747

2.150.534

1.920.120

Net Benefit Kumulatif

(14.366.000)

(17.569.571)

(20.429.903)

(22.983.771)

(25.264.009)

(27.299.937)

(24.290.937)

(21.269.591)

(18.571.960)

(16.430.213)

(14.279.679)

(12.359.559)

5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

160

Lampiran 25 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.430

1.430

1.430

1.430

1.430

1.430

1.430

1.430

1.430

1.430

1.430

1.430

1.430

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

Total Benefit

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

18.587.233

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

4.259.714

3.803.316

3.395.818

3.031.980

2.707.125

2.417.076

2.158.104

1.926.878

1.720.427

1.536.096

1.371.514

1.224.566

1.093.363

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

10.000.000

717.000

717.000

717.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

11.908.000

11.908.000

12.648.000

11.671.000

11.671.000

12.411.000

12.411.000

11.671.000

11.671.000

12.411.000

11.671.000

11.671.000

12.411.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Cost

2.729.006

2.436.613

2.310.742

1.903.793

1.699.815

1.613.921

1.441.001

1.209.895

1.080.263

1.025.676

861.179

768.910

730.056

Net Benefit

6.679.233

6.679.233

5.939.233

6.916.233

6.916.233

6.176.233

6.176.233

6.916.233

6.916.233

6.176.233

6.916.233

6.916.233

6.176.233

Present Value Net Benefit

1.530.708

1.366.703

1.085.076

1.128.187

1.007.310

803.155

717.103

716.984

640.164

510.419

510.335

455.656

363.306

Net Benefit Kumulatif

(9.304.398)

(7.937.695)

(6.852.619)

(5.724.432)

(4.717.121)

(818.962)

(363.306)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

0
1,00
12,00%

(3.913.966)

(3.196.864)

(2.479.880)

(1.839.717)

(1.329.297)

(0)

161

Lampiran 26 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)
di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang (Kelas Kesesuaian Lahan S1)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

2.400

2.880

3.120

3.264

3.360

3.456

Harga (Rp)

6.182

6.182

6.182

6.182

6.182

6.182

6.182

Penerimaan (Rp)

14.836.583

17.803.899

19.287.557

20.177.752

20.771.216

21.364.679

22.254.874
22.254.874

Total Benefit

3.600

14.836.583

17.803.899

19.287.557

20.177.752

20.771.216

21.364.679

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

7.516.675

8.053.580

7.789.921

7.276.300

6.687.776

6.141.835

5.712.272

800.000

60.000

60.000

800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

1.750.000

10.000.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

1.375.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

14.446.000

4.385.000

4.385.000

4.385.000

4.385.000

4.385.000

13.445.000

12.705.000

12.705.000

13.445.000

12.705.000

12.705.000

13.445.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

14.446.000

3.915.179

3.495.695

3.121.156

2.786.747

2.488.167

6.811.655

5.747.097

5.131.336

4.848.402

4.090.670

3.652.384

3.450.997

Net Benefit

(14.446.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

1.391.583

5.098.899

6.582.557

6.732.752

8.066.216

8.659.679

8.809.874

Present Value Net Benefit

(14.446.000)

(3.915.179)

(3.495.695)

(3.121.156)

(2.786.747)

(2.488.167)

705.019

2.306.483

2.658.585

2.427.898

2.597.106

2.489.451

2.261.275

Net Benefit Kumulatif

(14.446.000)

(18.361.179)

(21.856.874)

(24.978.030)

(27.764.777)

(30.252.944)

(29.547.925)

(27.241.442)

(24.582.857)

(22.154.959)

(19.557.853)

(17.068.403)

(14.807.127)

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

162

Lampiran 26 (Lanjutan)
Uraian

Tahun
14

13

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

3.840

4.320

4.080

3.936

3.600

3.360

3.072

2.880

2.640

2.640

2.400

2.400

Harga (Rp)

6.182

6.182

6.182

6.182

6.182

6.182

6.182

6.182

6.182

6.182

6.182

6.182

6.182

Penerimaan (Rp)

23.738.532

26.705.849

25.222.190

24.331.996

22.254.874

20.771.216

18.990.826

17.803.899

16.320.241

16.320.241

14.836.583

14.836.583

13.352.924

Total Benefit

13.352.924

2.160

23.738.532

26.705.849

25.222.190

24.331.996

22.254.874

20.771.216

18.990.826

17.803.899

16.320.241

16.320.241

14.836.583

14.836.583

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

5.440.259

5.464.546

4.608.000

3.969.076

3.241.296

2.701.080

2.204.964

1.845.673

1.510.595

1.348.746

1.094.761

977.465

785.463

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000
10.080.000

Cost
1. Peralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

4. Pupuk

1.434.000

1.434.000

1.434.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

12.705.000

12.705.000

13.445.000

11.751.000

11.751.000

12.491.000

12.491.000

11.751.000

11.751.000

12.491.000

11.751.000

11.751.000

12.491.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

2.911.658

2.599.695

2.456.351

1.916.843

1.711.467

1.624.325

1.450.290

1.218.188

1.087.668

1.032.288

867.082

774.181

734.762

11.033.532

14.000.849

11.777.190

12.580.996

10.503.874

8.280.216

6.499.826

6.052.899

4.569.241

3.829.241

3.085.583

3.085.583

861.924

2.528.601

2.864.851

2.151.649

2.052.233

1.529.830

1.076.756

754.674

627.484

422.927

316.458

227.679

203.285

50.701

(12.278.527)

(9.413.676)

(7.262.027)

(5.209.794)

(3.679.964)

(2.603.208)

(798.123)

(481.665)

(253.986)

(50.701)

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

0
1,00
12,00%

(1.848.534)

(1.221.050)

(0)

163

Lampiran 27 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)
di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang (Kelas Kesesuaian Lahan S1)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.531

1.531

1.531

1.531

1.531

1.531

1.531

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337
19.906.337

Total Benefit

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

10.085.170

9.004.616

8.039.836

7.178.425

6.409.308

5.722.596

5.109.461

800.000

60.000

60.000

800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

1.750.000

10.000.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

1.375.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

1.434.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

14.446.000

4.385.000

4.385.000

4.385.000

4.385.000

4.385.000

13.445.000

12.705.000

12.705.000

13.445.000

12.705.000

12.705.000

13.445.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

14.446.000

3.915.179

3.495.695

3.121.156

2.786.747

2.488.167

6.811.655

5.747.097

5.131.336

4.848.402

4.090.670

3.652.384

3.450.997

Net Benefit

(14.446.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

(4.385.000)

6.461.337

7.201.337

7.201.337

6.461.337

7.201.337

7.201.337

6.461.337

Present Value Net Benefit

(14.446.000)

(3.915.179)

(3.495.695)

(3.121.156)

(2.786.747)

(2.488.167)

3.273.514

3.257.519

2.908.499

2.330.023

2.318.638

2.070.212

1.658.464

Net Benefit Kumulatif

(14.446.000)

(18.361.179)

(21.856.874)

(24.978.030)

(27.764.777)

(30.252.944)

(26.979.429)

(23.721.910)

(20.813.411)

(18.483.388)

(16.164.750)

(14.094.538)

(12.436.073)

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

164

Lampiran 27 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

13

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

1.531

1.531

1.531

1.531

1.531

1.531

1.531

1.531

1.531

1.531

1.531

1.531

1.531

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

Total Benefit

19.906.337

Harga (Rp)

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

19.906.337

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

4.562.019

4.073.231

3.636.813

3.247.155

2.899.245

2.588.612

2.311.261

2.063.626

1.842.523

1.645.110

1.468.848

1.311.471

1.170.957

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000
10.080.000

Cost
1. Peralatan
2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

10.080.000

4. Pupuk

1.434.000

1.434.000

1.434.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

12.705.000

12.705.000

13.445.000

11.751.000

11.751.000

12.491.000

12.491.000

11.751.000

11.751.000

12.491.000

11.751.000

11.751.000

12.491.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Cost

2.911.658

2.599.695

2.456.351

1.916.843

1.711.467

1.624.325

1.450.290

1.218.188

1.087.668

1.032.288

867.082

774.181

734.762

Net Benefit

7.201.337

7.201.337

6.461.337

8.155.337

8.155.337

7.415.337

7.415.337

8.155.337

8.155.337

7.415.337

8.155.337

8.155.337

7.415.337

Present Value Net Benefit

1.650.361

1.473.536

1.180.462

1.330.312

1.187.779

964.287

860.971

845.437

754.855

612.822

601.766

537.291

436.195

(10.785.713)

(9.312.177)

(8.131.714)

(6.801.402)

(5.613.624)

(973.485)

(436.195)

Total Cost
Discount Rate (12%)

Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

0
1,00
12,00%

(4.649.336)

(3.788.365)

(2.942.928)

(2.188.073)

(1.575.251)

165

Lampiran 28 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)
di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi ( kelas kesesuaian lahan S2)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

2.100

2.520

2.730

2.856

2.940

3.024

Harga (Rp)

7.378

7.378

7.378

7.378

7.378

7.378

7.378

Penerimaan (Rp)

15.494.602

18.593.522

20.142.983

21.072.659

21.692.443

22.312.227

23.241.903
23.241.903

Total Benefit

3.150

15.494.602

18.593.522

20.142.983

21.072.659

21.692.443

22.312.227

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

7.850.048

8.410.765

8.135.413

7.599.012

6.984.386

6.414.232

5.965.618
800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

1.750.000

10.800.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

1.375.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

15.246.000

5.939.000

5.939.000

5.939.000

5.939.000

5.939.000

13.079.000

12.339.000

12.339.000

13.079.000

12.339.000

12.339.000

13.079.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

15.246.000

5.302.679

4.734.534

4.227.263

3.774.342

3.369.948

6.626.228

5.581.537

4.983.515

4.716.419

3.972.828

3.547.168

3.357.054

Net Benefit

(15.246.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

2.415.602

6.254.522

7.803.983

7.993.659

9.353.443

9.973.227

10.162.903

Present Value Net Benefit

(15.246.000)

(5.302.679)

(4.734.534)

(4.227.263)

(3.774.342)

(3.369.948)

1.223.819

2.829.228

3.151.898

2.882.593

3.011.558

2.867.064

2.608.564

Net Benefit Kumulatif

(15.246.000)

(20.548.679)

(25.283.213)

(29.510.476)

(33.284.818)

(36.654.766)

(35.430.947)

(32.601.718)

(29.449.821)

(26.567.227)

(23.555.669)

(20.688.604)

(18.080.040)

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

166

Lampiran 28 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

3.360

3.780

3.570

3.444

3.150

2.940

2.688

2.520

2.310

2.310

2.100

2.100

Harga (Rp)

7.378

7.378

7.378

7.378

7.378

7.378

7.378

7.378

7.378

7.378

7.378

7.378

7.378

Penerimaan (Rp)

24.791.363

27.890.284

26.340.823

25.411.147

23.241.903

21.692.443

19.833.091

18.593.522

17.044.062

17.044.062

15.494.602

15.494.602

13.945.142

Total Benefit

13.945.142

1.890

24.791.363

27.890.284

26.340.823

25.411.147

23.241.903

21.692.443

19.833.091

18.593.522

17.044.062

17.044.062

15.494.602

15.494.602

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

5.681.541

5.706.905

4.812.370

4.145.109

3.385.052

2.820.876

2.302.756

1.927.530

1.577.592

1.408.564

1.143.315

1.020.817

820.299

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

4. Pupuk

2.988.000

2.988.000

2.988.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

12.339.000

12.339.000

13.079.000

10.311.000

10.311.000

11.051.000

11.051.000

10.311.000

10.311.000

11.051.000

10.311.000

10.311.000

11.051.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

2.827.780

2.524.804

2.389.484

1.681.947

1.501.739

1.437.068

1.283.096

1.068.908

954.382

913.282

760.828

679.310

650.056

12.452.363

15.551.284

13.261.823

15.100.147

12.930.903

10.641.443

8.782.091

8.282.522

6.733.062

5.993.062

5.183.602

5.183.602

2.894.142

2.853.760

3.182.101

2.422.886

2.463.161

1.883.313

1.383.809

1.019.660

858.622

623.210

495.282

382.487

341.507

170.243

(15.226.280)

(12.044.179)

(9.621.294)

(7.158.133)

(5.274.820)

(3.891.011)

(2.871.351)

(894.237)

(511.750)

(170.243)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

0
1,00
12,00%

(2.012.728)

(1.389.519)

167

Lampiran 29 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)
di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi ( kelas kesesuaian lahan S2)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.599

1.599

1.599

1.599

1.599

1.599

1.599

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206
20.789.206

Total Benefit

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

10.532.459

9.403.981

8.396.412

7.496.796

6.693.568

5.976.400

5.336.071
800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

1.750.000

10.800.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

1.375.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

2.988.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

15.246.000

5.939.000

5.939.000

5.939.000

5.939.000

5.939.000

13.079.000

12.339.000

12.339.000

13.079.000

12.339.000

12.339.000

13.079.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

15.246.000

5.302.679

4.734.534

4.227.263

3.774.342

3.369.948

6.626.228

5.581.537

4.983.515

4.716.419

3.972.828

3.547.168

3.357.054

Net Benefit

(15.246.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

(5.939.000)

7.710.206

8.450.206

8.450.206

7.710.206

8.450.206

8.450.206

7.710.206

Present Value Net Benefit

(15.246.000)

(5.302.679)

(4.734.534)

(4.227.263)

(3.774.342)

(3.369.948)

3.906.230

3.822.444

3.412.896

2.780.378

2.720.740

2.429.232

1.979.018

Net Benefit Kumulatif

(15.246.000)

(20.548.679)

(25.283.213)

(29.510.476)

(33.284.818)

(36.654.766)

(32.748.536)

(28.926.092)

(25.513.195)

(22.732.818)

(20.012.078)

(17.582.845)

(15.603.827)

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

168

Lampiran 29 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.599

1.599

1.599

1.599

1.599

1.599

1.599

1.599

1.599

1.599

1.599

1.599

1.599

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

Total Benefit

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

20.789.206

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

4.764.349

4.253.883

3.798.110

3.391.170

3.027.830

2.703.420

2.413.768

2.155.150

1.924.241

1.718.072

1.533.993

1.369.637

1.222.890

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

4. Pupuk

2.988.000

2.988.000

2.988.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

960.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

12.339.000

12.339.000

13.079.000

10.311.000

10.311.000

11.051.000

11.051.000

10.311.000

10.311.000

11.051.000

10.311.000

10.311.000

11.051.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Cost

2.827.780

2.524.804

2.389.484

1.681.947

1.501.739

1.437.068

1.283.096

1.068.908

954.382

913.282

760.828

679.310

650.056

Net Benefit

8.450.206

8.450.206

7.710.206

10.478.206

10.478.206

9.738.206

9.738.206

10.478.206

10.478.206

9.738.206

10.478.206

10.478.206

9.738.206

Present Value Net Benefit

1.936.569

1.729.080

1.408.626

1.709.222

1.526.091

1.266.352

1.130.672

1.086.242

969.859

804.790

773.165

690.326

572.833

(13.667.258)

(11.938.179)

(10.529.553)

(8.820.331)

(7.294.239)

(6.027.887)

(4.897.215)

(3.810.974)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

Total Cost
Discount Rate (12%)

Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

0
1,00
12,00%

(2.841.115)

(2.036.325)

(1.263.160)

(572.833)

169

Lampiran 30 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)
di Desa : Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan ( kelas kesesuaian lahan S2)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.470

1.890

2.100

2.310

2.520

2.730

Harga (Rp)

7.573

7.573

7.573

7.573

7.573

7.573

7.573

Penerimaan (Rp)

11.132.478

14.313.186

15.903.540

17.493.894

19.084.248

20.674.602

22.264.956
22.264.956

Total Benefit

2.940

11.132.478

14.313.186

15.903.540

17.493.894

19.084.248

20.674.602

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

5.640.060

6.474.558

6.423.173

6.308.473

6.144.617

5.943.454

5.714.860
800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

1.750.000

10.720.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

1.375.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

15.166.000

4.365.000

4.365.000

4.365.000

4.365.000

4.365.000

11.505.000

10.765.000

10.765.000

11.505.000

10.765.000

10.765.000

11.505.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

15.166.000

3.897.321

3.479.751

3.106.921

2.774.036

2.476.818

5.828.791

4.869.539

4.347.803

4.148.818

3.466.042

3.094.680

2.953.047

Net Benefit

(15.166.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

(372.522)

3.548.186

5.138.540

5.988.894

8.319.248

9.909.602

10.759.956

Present Value Net Benefit

(15.166.000)

(3.897.321)

(3.479.751)

(3.106.921)

(2.774.036)

(2.476.818)

(188.731)

1.605.019

2.075.370

2.159.655

2.678.575

2.848.774

2.761.813

Net Benefit Kumulatif

(15.166.000)

(19.063.321)

(22.543.073)

(25.649.993)

(28.424.030)

(30.900.848)

(31.089.579)

(29.484.560)

(27.409.190)

(25.249.535)

(22.570.960)

(19.722.187)

(16.960.374)

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

170

Lampiran 30 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

3.150

3.360

3.318

3.192

2.856

2.646

2.436

2.310

2.100

2.016

1.680

1.680

Harga (Rp)

7.573

7.573

7.573

7.573

7.573

7.573

7.573

7.573

7.573

7.573

7.573

7.573

7.573

Penerimaan (Rp)

23.855.310

25.445.664

25.127.593

24.173.380

21.628.814

20.038.460

18.448.106

17.493.894

15.903.540

15.267.398

12.722.832

12.722.832

11.132.478

Total Benefit

11.132.478

1.470

23.855.310

25.445.664

25.127.593

24.173.380

21.628.814

20.038.460

18.448.106

17.493.894

15.903.540

15.267.398

12.722.832

12.722.832

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

5.467.021

5.206.687

4.590.717

3.943.202

3.150.114

2.605.793

2.141.950

1.813.535

1.472.025

1.261.736

938.792

838.207

654.849

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

4. Pupuk

1.494.000

1.494.000

1.494.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

10.765.000

10.765.000

11.505.000

9.751.000

9.751.000

10.491.000

10.491.000

9.751.000

9.751.000

10.491.000

9.751.000

9.751.000

10.491.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

2.467.060

2.202.732

2.101.920

1.590.599

1.420.178

1.364.245

1.218.076

1.010.855

902.549

867.003

719.506

642.416

617.115

13.090.310

14.680.664

13.622.593

14.422.380

11.877.814

9.547.460

7.957.106

7.742.894

6.152.540

4.776.398

2.971.832

2.971.832

641.478

2.999.961

3.003.955

2.488.797

2.352.603

1.729.936

1.241.548

923.874

802.681

569.477

394.734

219.285

195.791

37.734

(13.960.413)

(10.956.458)

(8.467.661)

(6.115.059)

(4.385.122)

(3.143.575)

(847.543)

(452.810)

(233.524)

(37.734)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

0
1,00
12,00%

(2.219.701)

(1.417.020)

(0)

171

Lampiran 31 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)
di Desa : Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan ( kelas kesesuaian lahan S2)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.393

1.393

1.393

1.393

1.393

1.393

1.393

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590
18.104.590

Total Benefit

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

9.172.349

8.189.597

7.312.140

6.528.697

5.829.194

5.204.637

4.646.997
800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

1.750.000

10.720.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

1.375.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

1.494.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

15.166.000

4.365.000

4.365.000

4.365.000

4.365.000

4.365.000

11.505.000

10.765.000

10.765.000

11.505.000

10.765.000

10.765.000

11.505.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

15.166.000

3.897.321

3.479.751

3.106.921

2.774.036

2.476.818

5.828.791

4.869.539

4.347.803

4.148.818

3.466.042

3.094.680

2.953.047

Net Benefit

(15.166.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

(4.365.000)

6.599.590

7.339.590

7.339.590

6.599.590

7.339.590

7.339.590

6.599.590

Present Value Net Benefit

(15.166.000)

(3.897.321)

(3.479.751)

(3.106.921)

(2.774.036)

(2.476.818)

3.343.558

3.320.058

2.964.337

2.379.878

2.363.152

2.109.957

1.693.950

Net Benefit Kumulatif

(15.166.000)

(19.063.321)

(22.543.073)

(25.649.993)

(28.424.030)

(30.900.848)

(27.557.290)

(24.237.232)

(21.272.895)

(18.893.016)

(16.529.865)

(14.419.908)

(12.725.957)

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

172

Lampiran 31 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

1.393

1.393

1.393

1.393

1.393

1.393

1.393

1.393

1.393

1.393

1.393

1.393

1.393

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

Total Benefit

18.104.590

Harga (Rp)

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

18.104.590

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

4.149.105

3.704.558

3.307.641

2.953.251

2.636.831

2.354.314

2.102.066

1.876.844

1.675.754

1.496.209

1.335.901

1.192.768

1.064.972

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

4. Pupuk

1.494.000

1.494.000

1.494.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

480.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

10.765.000

10.765.000

11.505.000

9.751.000

9.751.000

10.491.000

10.491.000

9.751.000

9.751.000

10.491.000

9.751.000

9.751.000

10.491.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Cost

2.467.060

2.202.732

2.101.920

1.590.599

1.420.178

1.364.245

1.218.076

1.010.855

902.549

867.003

719.506

642.416

617.115

Net Benefit

7.339.590

7.339.590

6.599.590

8.353.590

8.353.590

7.613.590

7.613.590

8.353.590

8.353.590

7.613.590

8.353.590

8.353.590

7.613.590

Present Value Net Benefit

1.682.045

1.501.826

1.205.721

1.362.652

1.216.653

990.068

883.989

865.990

773.205

629.206

616.394

550.352

447.857

(11.043.913)

(9.542.087)

(8.336.366)

(6.973.715)

(5.757.062)

(998.209)

(447.857)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

Total Cost
Discount Rate (12%)

Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

0
1,00
12,00%

(4.766.993)

(3.883.004)

(3.017.014)

(2.243.809)

(1.614.603)

173

Lampiran 32 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)
di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan ( kelas kesesuaian lahan S3)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.302

1.674

1.860

2.046

2.232

2.418

Harga (Rp)

8.846

8.846

8.846

8.846

8.846

8.846

8.846

Penerimaan (Rp)

11.517.806

14.808.608

16.454.009

18.099.410

19.744.811

21.390.211

23.035.612
23.035.612

Total Benefit

2.604

11.517.806

14.808.608

16.454.009

18.099.410

19.744.811

21.390.211

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

5.835.279

6.698.662

6.645.498

6.526.829

6.357.301

6.149.175

5.912.668
800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

2.187.500

11.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

1.375.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

16.043.500

4.614.000

4.614.000

4.614.000

4.614.000

4.614.000

11.754.000

11.014.000

11.014.000

11.754.000

11.014.000

11.014.000

11.754.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

16.043.500

4.119.643

3.678.253

3.284.154

2.932.280

2.618.108

5.954.942

4.982.174

4.448.370

4.238.610

3.546.213

3.166.262

3.016.959

Net Benefit

(16.043.500)

(4.614.000)

(4.614.000)

(4.614.000)

(4.614.000)

(4.614.000)

(236.194)

3.794.608

5.440.009

6.345.410

8.730.811

10.376.211

11.281.612

Present Value Net Benefit

(16.043.500)

(4.119.643)

(3.678.253)

(3.284.154)

(2.932.280)

(2.618.108)

(119.663)

1.716.488

2.197.128

2.288.218

2.811.087

2.982.913

2.895.709

Net Benefit Kumulatif

(16.043.500)

(20.163.143)

(23.841.395)

(27.125.549)

(30.057.830)

(32.675.937)

(32.795.601)

(31.079.113)

(28.881.984)

(26.593.766)

(23.782.679)

(20.799.766)

(17.904.057)

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

174

Lampiran 32 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

2.790

2.976

2.939

2.827

2.530

2.344

2.158

2.046

1.860

1.786

1.488

1.488

Harga (Rp)

8.846

8.846

8.846

8.846

8.846

8.846

8.846

8.846

8.846

8.846

8.846

8.846

8.846

Penerimaan (Rp)

24.681.013

26.326.414

25.997.334

25.010.093

22.377.452

20.732.051

19.086.650

18.099.410

16.454.009

15.795.848

13.163.207

13.163.207

11.517.806

Total Benefit

11.517.806

1.302

24.681.013

26.326.414

25.997.334

25.010.093

22.377.452

20.732.051

19.086.650

18.099.410

16.454.009

15.795.848

13.163.207

13.163.207

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

5.656.251

5.386.906

4.749.616

4.079.688

3.259.149

2.695.987

2.216.089

1.876.307

1.522.977

1.305.409

971.286

867.220

677.515

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

4. Pupuk

1.743.000

1.743.000

1.743.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

11.014.000

11.014.000

11.754.000

9.831.000

9.831.000

10.571.000

10.571.000

9.831.000

9.831.000

10.571.000

9.831.000

9.831.000

10.571.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

2.524.125

2.253.683

2.147.412

1.603.649

1.431.830

1.374.649

1.227.365

1.019.148

909.954

873.614

725.409

647.687

621.821

13.667.013

15.312.414

14.243.334

15.179.093

12.546.452

10.161.051

8.515.650

8.268.410

6.623.009

5.224.848

3.332.207

3.332.207

946.806

3.132.127

3.133.223

2.602.204

2.476.039

1.827.320

1.321.339

988.725

857.159

613.023

431.795

245.877

219.533

55.694

(14.771.930)

(11.638.707)

(9.036.503)

(6.560.464)

(4.733.144)

(3.411.806)

(952.898)

(521.104)

(275.227)

(55.694)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

0
1,00
12,00%

(2.423.081)

(1.565.922)

(0)

175

Lampiran 33 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)
di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan ( kelas kesesuaian lahan S3)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.441

1.441

1.441

1.441

1.441

1.441

1.441

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244
18.731.244

Total Benefit

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

9.489.831

8.473.064

7.565.235

6.754.675

6.030.959

5.384.785

4.807.844
800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

2.187.500

11.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

2.160.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

1.375.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

1.743.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

16.043.500

4.614.000

4.614.000

4.614.000

4.614.000

4.614.000

11.754.000

11.014.000

11.014.000

11.754.000

11.014.000

11.014.000

11.754.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

16.043.500

4.119.643

3.678.253

3.284.154

2.932.280

2.618.108

5.954.942

4.982.174

4.448.370

4.238.610

3.546.213

3.166.262

3.016.959

Net Benefit

(16.043.500)

(4.614.000)

(4.614.000)

(4.614.000)

(4.614.000)

(4.614.000)

6.977.244

7.717.244

7.717.244

6.977.244

7.717.244

7.717.244

6.977.244

Present Value Net Benefit

(16.043.500)

(4.119.643)

(3.678.253)

(3.284.154)

(2.932.280)

(2.618.108)

3.534.889

3.490.889

3.116.866

2.516.064

2.484.746

2.218.523

1.790.885

Net Benefit Kumulatif

(16.043.500)

(20.163.143)

(23.841.395)

(27.125.549)

(30.057.830)

(32.675.937)

(29.141.048)

(25.650.159)

(22.533.293)

(20.017.229)

(17.532.483)

(15.313.959)

(13.523.074)

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

176

Lampiran 33 (Lanjutan)
Uraian
Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

Tahun
14

13

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

1.441

1.441

1.441

1.441

1.441

1.441

1.441

1.441

1.441

1.441

1.441

1.441

1.441

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

Total Benefit

18.731.244

Harga (Rp)

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

18.731.244

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

4.292.718

3.832.784

3.422.128

3.055.472

2.728.100

2.435.803

2.174.824

1.941.808

1.733.757

1.547.997

1.382.140

1.234.054

1.101.834

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

8.080.000

4. Pupuk

1.743.000

1.743.000

1.743.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

560.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

11.014.000

11.014.000

11.754.000

9.831.000

9.831.000

10.571.000

10.571.000

9.831.000

9.831.000

10.571.000

9.831.000

9.831.000

10.571.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Cost

2.524.125

2.253.683

2.147.412

1.603.649

1.431.830

1.374.649

1.227.365

1.019.148

909.954

873.614

725.409

647.687

621.821

Net Benefit

7.717.244

7.717.244

6.977.244

8.900.244

8.900.244

8.160.244

8.160.244

8.900.244

8.900.244

8.160.244

8.900.244

8.900.244

8.160.244

Present Value Net Benefit

1.768.593

1.579.101

1.274.716

1.451.823

1.296.270

1.061.155

947.460

922.660

823.803

674.383

656.731

586.367

480.013

(11.754.481)

(10.175.380)

(8.900.663)

(7.448.841)

(6.152.571)

(5.091.416)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

Total Cost
Discount Rate (12%)

Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

0
1,00
12,00%

(4.143.956)

(3.221.296)

(2.397.493)

(1.723.110)

(1.066.379)

(480.013)

177

Lampiran 34 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)
di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan ( kelas kesesuaian lahan S3)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.860

2.232

2.418

2.530

2.604

2.678

Harga (Rp)

8.750

8.750

8.750

8.750

8.750

8.750

8.750

Penerimaan (Rp)

16.274.408

19.529.290

21.156.730

22.133.195

22.784.171

23.435.148

24.411.612
24.411.612

Total Benefit

2.790

16.274.408

19.529.290

21.156.730

22.133.195

22.784.171

23.435.148

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

8.245.122

8.834.059

8.544.849

7.981.452

7.335.893

6.737.045

6.265.853
800.000

Cost
1. Peralatan

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

2.187.500

11.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

1.375.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

16.123.500

6.437.000

6.437.000

6.437.000

6.437.000

6.437.000

13.577.000

12.837.000

12.837.000

13.577.000

12.837.000

12.837.000

13.577.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

16.123.500

5.747.321

5.131.537

4.581.729

4.090.830

3.652.527

6.878.531

5.806.807

5.184.649

4.896.002

4.133.170

3.690.331

3.484.878

Net Benefit

(16.123.500)

(6.437.000)

(6.437.000)

(6.437.000)

(6.437.000)

(6.437.000)

2.697.408

6.692.290

8.319.730

8.556.195

9.947.171

10.598.148

10.834.612

Present Value Net Benefit

(16.123.500)

(5.747.321)

(5.131.537)

(4.581.729)

(4.090.830)

(3.652.527)

1.366.591

3.027.252

3.360.200

3.085.450

3.202.723

3.046.714

2.780.975

Net Benefit Kumulatif

(16.123.500)

(21.870.821)

(27.002.358)

(31.584.088)

(35.674.918)

(39.327.444)

(37.960.854)

(34.933.602)

(31.573.402)

(28.487.952)

(25.285.229)

(22.238.515)

(19.457.540)

2. Bibit
3. Upah Tenaga Kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

178

Lampiran 34 (Lanjutan)
Tahun

Uraian

14

13

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

2.976

3.348

3.162

3.050

2.790

2.604

2.381

2.232

2.046

2.046

1.860

1.860

Harga (Rp)

8.750

8.750

8.750

8.750

8.750

8.750

8.750

8.750

8.750

8.750

8.750

8.750

8.750

Penerimaan (Rp)

26.039.053

29.293.934

27.666.494

26.690.029

24.411.612

22.784.171

20.831.242

19.529.290

17.901.849

17.901.849

16.274.408

16.274.408

14.646.967

Total Benefit

14.646.967

1.674

26.039.053

29.293.934

27.666.494

26.690.029

24.411.612

22.784.171

20.831.242

19.529.290

17.901.849

17.901.849

16.274.408

16.274.408

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

5.967.479

5.994.119

5.054.565

4.353.722

3.555.413

2.962.844

2.418.648

2.024.538

1.656.988

1.479.454

1.200.855

1.072.192

861.583

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

4. Pupuk

3.486.000

3.486.000

3.486.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

12.837.000

12.837.000

13.577.000

10.471.000

10.471.000

11.211.000

11.211.000

10.471.000

10.471.000

11.211.000

10.471.000

10.471.000

11.211.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

2.941.909

2.626.705

2.480.467

1.708.047

1.525.042

1.457.874

1.301.673

1.085.495

969.192

926.505

772.634

689.852

659.468

13.202.053

16.456.934

14.089.494

16.219.029

13.940.612

11.573.171

9.620.242

9.058.290

7.430.849

6.690.849

5.803.408

5.803.408

3.435.967

3.025.570

3.367.415

2.574.098

2.645.675

2.030.371

1.504.970

1.116.975

939.044

687.796

552.949

428.222

382.341

202.115

(16.431.971)

(13.064.556)

(10.490.458)

(7.844.783)

(5.814.412)

(4.309.441)

(3.192.466)

(584.456)

(202.115)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

Total Cost
Discount Rate (12%)
Present Value Cost
Net Benefit
Present Value Net Benefit
Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

0
1,00
12,00%

(2.253.422)

(1.565.626)

(1.012.677)

(0)

179

Lampiran 35 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha)
di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan ( kelas kesesuaian lahan S3)
Uraian

Tahun
0

10

11

12

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.680

1.680

1.680

1.680

1.680

1.680

1.680

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476
21.835.476

Total Benefit

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

Discount Rate (12%)

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Benefit

11.062.532

9.877.261

8.818.983

7.874.092

7.030.439

6.277.178

5.604.623

610.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

2.187.500

11.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

2.240.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

1.375.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

3.486.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

711.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

16.123.500

6.437.000

6.437.000

6.437.000

6.437.000

6.437.000

13.577.000

12.837.000

12.837.000

13.577.000

12.837.000

12.837.000

13.577.000

1,0000

0,8929

0,7972

0,7118

0,6355

0,5674

0,5066

0,4523

0,4039

0,3606

0,3220

0,2875

0,2567

Present Value Cost

16.123.500

5.747.321

5.131.537

4.581.729

4.090.830

3.652.527

6.878.531

5.806.807

5.184.649

4.896.002

4.133.170

3.690.331

3.484.878

Net Benefit

(16.123.500)

(6.437.000)

(6.437.000)

(6.437.000)

(6.437.000)

(6.437.000)

8.258.476

8.998.476

8.998.476

8.258.476

8.998.476

8.998.476

8.258.476

Present Value Net Benefit

(16.123.500)

(5.747.321)

(5.131.537)

(4.581.729)

(4.090.830)

(3.652.527)

4.184.001

4.070.454

3.634.334

2.978.089

2.897.269

2.586.847

2.119.745

Net Benefit Kumulatif

(16.123.500)

(21.870.821)

(27.002.358)

(31.584.088)

(35.674.918)

(39.327.444)

(35.143.443)

(31.072.989)

(27.438.656)

(24.460.566)

(21.563.298)

(18.976.451)

(16.856.706)

3. Upah Tenaga Kerja


4. Pupuk
5. Obat-obatan
Total Cost
Discount Rate (12%)

180

Lampiran 35 (Lanjutan)
Uraian

Tahun
14

13

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

Benefit
Jumlah Produksi (lump
mangkuk) (kg)

1.680

1.680

1.680

1.680

1.680

1.680

1.680

1.680

1.680

1.680

1.680

1.680

1.680

Harga (Rp)

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

Penerimaan (Rp)

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

Total Benefit

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

21.835.476

Discount Rate (12%)

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Benefit

5.004.128

4.467.971

3.989.260

3.561.839

3.180.214

2.839.476

2.535.247

2.263.613

2.021.083

1.804.539

1.611.195

1.438.567

1.284.435

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

800.000

60.000

60.000

800.000

60.000

60.000

800.000

3. Upah Tenaga Kerja

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

8.160.000

4. Pupuk

3.486.000

3.486.000

3.486.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

1.120.000

5. Obat-obatan

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

1.131.000

12.837.000

12.837.000

13.577.000

10.471.000

10.471.000

11.211.000

11.211.000

10.471.000

10.471.000

11.211.000

10.471.000

10.471.000

11.211.000

0,2292

0,2046

0,1827

0,1631

0,1456

0,1300

0,1161

0,1037

0,0926

0,0826

0,0738

0,0659

0,0588

Present Value Cost

2.941.909

2.626.705

2.480.467

1.708.047

1.525.042

1.457.874

1.301.673

1.085.495

969.192

926.505

772.634

689.852

659.468

Net Benefit

8.998.476

8.998.476

8.258.476

11.364.476

11.364.476

10.624.476

10.624.476

11.364.476

11.364.476

10.624.476

11.364.476

11.364.476

10.624.476

Present Value Net Benefit

2.062.219

1.841.267

1.508.793

1.853.792

1.655.172

1.381.603

1.233.574

1.178.119

1.051.892

878.033

838.561

748.716

624.967

(14.794.487)

(12.953.220)

(11.444.428)

(9.590.635)

(7.935.464)

(6.553.861)

(5.320.287)

(4.142.169)

(3.090.277)

Cost
1. Peralatan
2. Bibit

Total Cost
Discount Rate (12%)

Net Benefit Kumulatif

Net Present Value (NPV)


Net B/C Ratio
IRR

0
1,00
12,00%

(2.212.244)

(1.373.682)

(624.967)

181

Lampiran 36

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

Rekapitulasi harga pasar lump karet tingkat petani di Kabupaten


Mandailing Natal dan harga di tingkat pabrik di Propinsi
Sumatera
Harga pasar
Harga pasar
Tahun
Bulan
tingkat petani
tingkat pabrik
2008 Januari
6.500
20.100
Februari
6.000
22.025
Maret
8.975
22.700
April
8.875
22.450
Mei
9.950
23.050
Juni
10.250
23.900
Juli
9.375
25.025
Agustus
9.750
24.875
September
7.625
23.650
Oktober
5.500
16.925
November
5.650
16.250
Desember
3.875
12.675
2009 Januari
3.750
12.875
Februari
4.375
13.125
Maret
4.375
11.500
April
4.625
12.625
Mei
5.250
13.500
Juni
5.675
13.250
Juli
5.650
11.500
Agustus
5.725
14.625
September
5.650
16.250
Oktober
7.975
18.250
November
8.125
19.750
Desember
9.075
21.262
2010 Januari
10.500
21.675
Februari
10.800
24.675
Maret
11.200
25.500
April
11.800
26.500
Mei
13.500
26.000
Juni
12.600
25.200
Juli
12.000
23.850
Agustus
12.500
24.850
September
13.600
26.500
Oktober
15.000
28.200
November
16.000
33.500
Desember
17.000
34.500 Sumb

er : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal dan


Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara

182

Anda mungkin juga menyukai