Anda di halaman 1dari 7

PRODUKSI BIOETANOL DARI UBI KAYU MELALUI PROSES

SAKARIFIKASI FERMENTASI SIMULTAN MENGGUNAKAN KULTUR


CAMPURAN Trichoderma viride, Aspergillus niger DAN Saccharomyces cerevisiae
1)

I Wayan Arnata 1) Dwi Setyaningsih2), Nur Richana3)


Agroindustrial Technology, Udayana University 2) Agroindustrial Technology, Bogor Agricultural University
3) Research Institute for Food Crops Biotechnology, Indonesia

Abtract
Cassava (Manihot utilisima) is one of raw material to produce bioethanol that
contain starch and fiber. This study aimed at increasing the yield of ethanol
concentration from cassava by simultaneous saccharification and fermetation through
mixed culture T. viride, A. niger and S. cerevisiae. The experiments were performed in
bacth system and fermentation process maintained for 96 hours.. The separated
hydrolysis fermentation process was using enzyme hydrolisate and the addition of
monoculture S. cerevisiae. Observations during the fermentation process included
changes in the total sugar concentration, pH and the ethanol concentration. Result of
this research, Ethanol concentration with simultaneous saccharification fermetation
through mixed culture T. viride, A. niger and S. cerevisiae was 7.41 1.79 % (w/v),
higher 38.29 % than the ethanol concentration with the separated hydrolysis
fermentation with monoculture S. cerevisiae.
Keywords: Bioethanol, cassava, mixed culture
Abstrak
Ubi kayu (Manihot utilisima) merupakan salah satu bahan baku untuk membuat
bioetanol yang mengandung pati dan serat. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan
konsentrasi etanol dari ubi kayu dengan proses sakarifikasi fermentasi simultan
mengunakan kultur campuran T. viride, A. niger dan S. cerevisiae. Percobaan dilakukan
secara batch dan proses fermentasi dilakukan selama 96 jam. Pengamatan selama proses
fermentasi meliputi perubahan total gula, pH dan konsentrasi etanol. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konsentrasi etanol dari proses sakarifikasi fermentasi simultan
dengan kultur campuran T. viride, A. niger dan S. cerevisiae adalah 7.41 1.79 % (b/v),
lebih tinggi 38,29 % daripada proses hidrolisis fermentasi terpisah mengggunakan
kultur tunggal S. cerevisiae.
Kata kunci : bioetanol, ubi kayu, kultur campuran
PENDAHULUAN
Berbagai jenis sumber bahan baku bioetanol terdapat di Indonesia, seperti ubi
kayu, sagu, ubi jalar dan tetes tebu. Ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol mempunyai
kelebihan yaitu dapat tumbuh pada lahan yang kurang subur, mempunyai daya tahan
tinggi terhadap penyakit dan dapat diatur masa panennya. Ubi kayu mempunyai kadar
karbohidrat sekitar 32 35 % yang sebagian besar adalah pati yaitu sekitar 83,8%.
Penggunaan ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol selama ini lebih banyak
hanya memanfaatkan kandungan patinya, sedangkan komponen-komponen lain seperti
selulosa dan hemiselulosa yang juga mempunyai potensi menghasilkan bioetanol belum
dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini disebabkan dalam proses hidrolisisnya hanya
menggunakan enzim-enzim amilolitik yang hanya mampu menghidrolisis fraksi pati.

1
Enzim selulase merupakan kompleks enzim yang dapat mengkatalisis
penguraian selulosa menjadi glukosa. Trichoderma viride dilaporkan mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan enzim selulase, sedangkan Aspergillus niger mampu
menghasilkan amiloglukosidase untuk menghidrolisis pati. Hidrolisis selulosa dalam
ubi kayu dapat dilakukan dengan hidrolisis asam maupun enzim. Hidrolisis selulosa
dan pati akan menghasilkan glukosa (Taherzadeh dan Karimi 2007).
Proses pengolahan ubi kayu menjadi bioetanol secara umum dilakukan secara
bertahap dimulai dari proses pencucian, pemarutan, likuifikasi dengan menggunakan
enzim -milase, kemudian sakarifikasi dengan enzim amiloglukosidase dan fermentasi
menggunakan S. cerevisiae. Penggunaan -amilase dan amiloglukosidase pada proses
hidrolisis hanya mampu menghidrolisis fraksi pati menjadi glukosa, sedangkan fraksi
serat atau selulosa yang mempunyai ikatan -1,4 glikosidik tidak mampu dihidrolisis
oleh enzim-enzim amilolitik (Mohamed dan Duarteb 2003).
Dalam penelitian ini, proses produksi yang biasanya dilakukan secara bertahap
melalui hidrolisis enzimatis menggunakan kultur tunggal S. cerevisiae, akan
dibandingkan dengan proses yang dilakukan melalui sakarifikasi fermentasi simultan
(SFS) menggunakan kultur campuran T. viride, A. niger dan S. cerevisiae. Sakarifikasi
fermentasi simultan dilakukan dengan mengkombinasikan proses sakarifikasi dan
fermentasi pada satu tahap sehingga waktu proses dapat dipersingkat. Dengan cara ini,
matrik selulosa yang melindungi fraksi pati, diharapkan menjadi longgar atau
terhidrolisis menjadi glukosa oleh enzin selulase yang dihasilkan oleh T. viride,
sedangkan A. niger diharapkan dapat menghasilkan amiloglukosidase (AMG) untuk
menghidrolisis fraksi pati menjadi glukosa. Dengan meningkatnya konsentrasi glukosa
diharapkan dapat meningkatkan produksi etanol.
Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan konsentrasi etanol dari ubi kayu
dengan proses sakarifikasi fermentasi simultan mengunakan kultur campuran T. viride,
A. niger dan S. cerevisiae.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan adalah ubi kayu varietas Darul Hidayah yang
diperoleh dari Sukabumi. Mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi adalah
Saccharomyces cerevisiae, Trichoderma viride dan Aspergillus niger yang diperoleh
dari Laboratorium Mikrobiologi PAU IPB, -amilase, amiloglukosidase (AMG),
selulase, aquades dan bahan kimia untuk analisa. Alat-alat yang digunakan adalah
incubator, spektrofotometer dan GC (Gas Chromatography).
Karakteristik ubi kayu
Ubi kayu dibersihkan kulit arinya dan dipotong-potong kurang lebih 2 cm kemudian
dikeringkan dengan sinar matahari. Potongan ubi yang sudah kering kemudian digiling
dengan ukuran 40 mesh. Tepung ubi kayu yang dihasilkan kemudian dianalisa untuk
mengetahui karakteristik bahan baku yang meliputi analisis kadar air, lemak, protein,
pati, abu, selulosa, hemiselulosa dan serat kasar (AOAC 2005).
Persiapan kultur Trichoderma viride dan Aspergillus niger
Kultur T. viride dan A. niger sebelum dipergunakan disegarkan dalam media PDA
(Potato Dextrose Agar) yang dibuat miring pada tabung reaksi dan dibiarkan tumbuh

2
dalam inkubator pada suhu 28 oC selama 7 hari. Setelah 7 hari jumlah spora yang
dihasilkan dihitung menggunakan hemasitometer.
Persiapan kultur Saccharomyces cerevisiae
Isolat yeast S. cerevisiae diremajakan pada media PDA dan diinkubasi selama 2
hari. Setelah itu isolat ditumbuhkan lagi pada 50 ml media YMGP yang terdiri dari
ekstrak yeast 5 g/l, malt 5 g/l, glukosa 10 g/l dan pepton 5 g/l di dalam erlenmeyer 200
ml. Inkubasi dilakukan dengan agitasi berkecepatan 125 rpm pada suhu 30C selama
24 jam.
Sakarifikasi Fermentasi Simultan (SFS)
Sakarifikasi fermentasi simultan meliputi proses hidrolisis dengan proses likuifikasi,
kemudian proses sakarifikasi dan fermentasi dilakukan secara simultan pada satu
tempat. Proses likuifikasi dilakukan secara enzimatis dengan -amilase selama 1 jam
pada suhu 90 oC, pH 4,8. Tepung ubi kayu ditambahkan akuades dengan konsentrasi
30 % (b/v) kemudian dipanaskan sampai suhu 90 oC sehingga terbentuk bubur kental.
Untuk mencairkan bubur, kemudian ditambahkan enzim -amilase dengan konsentrasi 1
ml/kg pati. Substrat hasil likuifikasi diatur pH-nya menjadi 5,0 dengan menambahkan
HCl 1 N, kemudian kultur T. viride, S. .cerevisiae dan A.niger ditambahkan secara simultan
7
dengan konsentrasi masing-masing 10 % (v/v). Jumlah rata-rata spora T. viride 7,08 x 10 /ml
6
dan jumlah spora A. niger 3,47 x 10 /ml. Substrat ditambahkan nutrisi berupa NPK dan
NH2(S0)4 masing-masing dengan konsentrasi 0,04 % (b/v) dan 0,15 % (b/v).
Hidrolisis Fermentasi Terpisah
Proses hidrolisis fermentasi terpisah meliputi tahap likuifikasi, sakarifikasi dan fermentasi,
dimana setiap tahapan dilakukan secara terpisah pada kondisi dan wadah yang berbeda. Proses

likuifikasi dilakukan dengan cara yang sama seperti pada proses SFS. Setelah likuifikasi,
dilakukan proses sakarifikasi secara enzimatis menggunakan AMG dengan konsentrasi
1,2 ml/kg pati selama 48 jam pada pH 4,8. Hasil proses sakarifikasi selanjutnya
dipergunakan sebagai substrat fermentasi. Substrat terlebih dahulu diatur pH-nya menjadi 5,0
menggunakan HCl 1 N dan ditambahkan nutrisi berupa NPK dan NH2(S0)4 masing-masing
dengan konsentrasi 0,04 % (b/v) dan 0,15 % (b/v), kemudian kultur S. .cerevisiae ditambahkan
10 % (v/v).

Parameter yang Diamati


Proses SFS dan hidrolisis fermentasi terpisah diamati perubahan pH dan total
gulanya pada jam ke-0, 6, 12, 18, 24, 36, 48, 72 dan 96. Masing-masing proses produksi
diulang 3 kali dan pada akhir fermentasi dianalisa kadar etanolnya.
Efisiensi Fermentasi
Efisiensi fermentasi merupakan persentase konsentrasi etanol hasil produksi baik
baik terhadap konsentrasi etanol secara teoritis. Konsentrasi etanol teoritis merupakan
konsentrasi etanol yang diperoleh berdasarkan persamaan reaksi berikut:
C6H12O6

2C2H5OH + 2CO2

Secara teoritis 100 % glukosa diubah menjadi 51,1 % etanol dan 48,9 % menjadi CO2.

3
Efisiensi fermentasi =

Konsentrasi etanol yang diperoleh


x 100 %
Konsentrasi etanol secara teoritis

Rendemen
Rendemen merupakan persentase volume etanol yang dihasilkan dari proses
produksi terhadap bobot tepung ubi kayu yang dipergunakan dalam proses produksi.
Volume etanol yang diperoleh
Rendemen (% v/b) =
x 100 %
Bobot tepung ubi kayu
Efisiensi Substrat
Efisiensi penggunaan substrat adalah persentase konsentrasi substrat (total gula)
yang dikonsumsi untuk produksi terhadap konsentrasi substrat awal yang dipergunakan
dalam produksi.Besarnya substrat yang dikonsumsi merupakan selisih antara
konsentrasi total gula awal (So) dengan konsentrasi gula pada akhir (S) proses produksi.
S -S
Efisiensi substrat = o
x 100 %
So
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Kimia Ubi Kayu
Ubi kayu yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu varietas Darul
Hidayah yang diperoleh dari Daerah Sukabumi, Jawa Barat. Dari hasil analisa
proksimat diperoleh kadar air (8,65 0,10 %), abu (2,55 0,14 %), lemak (6,54
0,02 %), protein (1,81 0,03 %), serat kasar (2,69 0,04 %) dan pati (62,535
0,00 %). Dari fraksi serat kasar sekitar 69,98 % adalah hemiselulosa dan 13,44 %
merupakan selulosa. Padonou et al. (2005) kadar lemak tepung ubi kayu sekitar 0,56 %
(bk). Menurut Richana et al. (1990), kadar karbohidrat dalam tepung ubi kayu adalah
82,30 0,31 %.
Sakarifikasi Fermentasi Simultan
Proses produksi etanol ini dilakukan secara batch pada suhu ruang selama 96
jam menggunakan erlenmeyer 1000 ml dengan volume substrat 500 ml. Substrat yang
dipergunakan dalam proses SFS merupakan hasil likuifikasi secara enzimatis tepung ubi
kayu menggunakan -amilase. Dari hasil likuifikasi diperoleh konsentrasi total gula
340,28 g/L. Pengukuran konsentrasi etanol pada proses SFS menggunakan kultur
campuran T. viride, A. niger dan S. cerevisiae menghasilkan etanol dengan konsentrasi
7,41 1,79 % (b/v). Penggunaan proses SFS memberikan rendemen 32,76 % (v/b)
dengan efisiensi fermentasi dan penggunaan substrat masing-masing 46,05 dan 92,71 %.
Selama proses produksi bioetanol secara SFS terjadi penurunan konsentrasi total
gula dari 340,29 10,49 g/L menjadi 24,81 7,09 g/L dan penurunan pH awal dari
5,01 0,01 menjadi 3,93 0,10 terjadi sampai jam ke-48. Setelah jam ke-48, terjadi
peningkatan pH akhir fermentasi menjadi 4,01 0,17. Penurunan konsentrasi total gula
secara cepat terjadi mulai jam ke-18 sampai jam ke-24, setelah itu, penurunan
konsentrasi total gula relatif lambat (Gambar 1).

6
5
4
3
2
1
0

400
300
200
100

Total gula (g/L)

pH

0
0

12

18

24

36

48

72

96

Lama fermentasi (jam)


pH

Total sugar

Gambar 1. Perubahan konsentrasi total gula dan pH selama proses SFS


Hidrolisis Fermentasi Terpisah

6
5
4
3
2
1
0

500
400
300
200
100
0
0

12

18

24

36

48

72

Total gula (g/L)

pH

Substrat yang dipergunakan dalam proses hidrolisis dan fermentasi terpisah


merupakan hasil likuifikasi dan sakarifikasi enzimatis secara bertahap dan
menghasilkan konsentrasi total gula 376,91 g/L. Penggunaan kultur tunggal S.
cerevisiae pada proses fermentasinya menghasilkan etanol dengan konsentrasi 5,36
0,63 % (b/v). Penggunaan proses SFS memberikan rendemen 28,21 % (v/b) dengan
efisiensi fermentasi dan penggunaan substrat masing-masing 41,18 dan 92,75 %.
Selama proses fermentasi pada proses hidrolisis dan fermentasi terpisah terjadi
penurunan konsentrasi total gula dari 376,91 15,17 g/L menjadi 24,11 1,42 g/L,
sedangkan penurunan pH terjadi mulai 4,91 0,11 menjadi 3,07 0,59 Penurunan
konsentrasi total gula tejadi secara cepat mulai jam ke-12 sampai jam ke- 36 ,
sedangkan penurunan pH mulai terjadi dari awal fermentasi sampai jam ke-24 (Gambar
2).

96

Lama fermentasi (jam)


pH

Total sugar

Gambar 2. Perubahan konsentrasi total gula dan pH selama proses hidrolisis fermentasi
terpisah
Konsentrasi
etanol yang dihasilkan dari proses produksi secara SFS
menggunakan kultur campuran lebih tinggi 38,26 % jika dibandingkaan dengan proses
hidrolisis dan fermentasi terpisah mengunakan kultur tunggal. Rendemen pembuatan
etanol dari tepung ubi kayu secara SFS yaitu sebesar 32,76 % (v/b) dengan efisiensi
fermentasi 46,05 % terhadap konsentrasi etanol secata teoritis. Nurdyastuti (2005)
melaporkan bahwa konversi bahan baku pati ubi kayu menjadi bioetanol menghasilkan

5
rendemen sekitar 16, 67 %. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya penggunaan kultur
campuran mampu melonggarkan atau menghidrolisis ikatan-ikatan selulosa, sehingga S.
cerevisiae lebih mudah memanfaatkan glukosa hasil hidrolisis untuk menghasilkan
etanol. Verma et al. (2000) melaporkan bahwa produksi etanol dari pati menggunakan
campuran kamir amilolitik dan S. cerevisiae dengan lama fermentasi 48 jam pada suhu
30 oC menghasilkan kadar etanol 6,0 % (b/v) dengan efisiensi fermentasi 93 % terhadap
konsentrasi etanol teoritis.
Pola perubahan konsentrasi total gula dan pH selama proses SFS dan proses
hidrolisis fermentasi terpisah menunjukkan pola penurunan yang hampir sama, yaitu
laju penurunan konsentrasi gula terjadi lebih cepat pada fase-fase awal sampai
memasuki jam ke-24 dan umumnya setelah jam ke-24 laju penurunan konsentrasi gula
relatif lambat. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya akumulasi etanol, asam yang
cukup tinggi dan semakin terbatasnya konsentrasi substrat. Etanol dapat menghambat
proses fermentasi dengan mekanisme penghambatan produk, sedangkan asam dapat
menurunkan pH substrat sehingga khamir tidak dapat tumbuh dengan optimal (You et al.
2003; Pampulha dan Dias 1989). Clark dan Mackie (1984) melaporkan bahwa pada
konsentrasi etanol 1-2 % (b/v) sudah cukup menghambat pertumbuhan dan pada
konsentrasi etanol 10 % (b/v) laju pertumbuhan hampir berhenti.
Pada proses SFS dan hidrolisis fermentasi terpisah menunjukkan adanya korelasi
searah antara penurunan total gula dengan pH yaitu penurunan konsentrasi total gula
diikuti dengan penurunan pH substrat. Hal ini berkaitan dengan adanya konsumsi
glukosa melalui proses glikolisis dan akumulasi senyawa asam-asam organik yang
terbentuk selama proses fermentasi. Senyawa asam-asam organik dapat berupa asam
asetat, laktat dan asam piruvat. Asam piruvat merupakan senyawa yang terbentuk
selama proses glikolisis pada siklus Embden Meyerhof Parnas Pathway (EMP). Selama
proses glikolisis, setiap satu mol glukosa akan dipecah menjadi dua mol asam piruvat
dan melepaskan dua mol ion H+. Adanya ion H+ ini diduga dapat menurunkan pH
larutan fermentasi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Proses proses fermentasi secara SFS menggunakan kultur campuran T. viride, A.
niger dan S. cerevisiae selama 96 jam menghasilkan konsentrasi etanol dari 5,36
7,41 1,79 % (b/v) atau meningkat 38,29 % dibandingkan dengan proses hidrolisis
fermentasi terpisah menggunakan kultur tunggal S. cerevisiae. Penggunaan proses SFS
memberikan rendemen 32,76 % (v/b) dengan efisiensi fermentasi dan penggunaan
substrat masing-masing 46,05 dan 92,71 %.
Saran
Pada proses fermentasi menggunakan kultur campuran yang dilakukan secara
SFS perlu dikaji waktu fermentasi yang lebih lama untuk mengoptimalkan hidrolisis
fraksi serat menjadi glukosa.

6
DAFTAR PUSTAKA
Chandel A K, Chan E S, Ravinder R, Laksmi M, Venkateswar R, Pogaku R. 2007.
Economic and Environmental Impact of Bioethanol Production Technology : an
Appraisal. Biotechnology and Molecular Biology Review 2: 014-032.
Gomes E, Simone R, Souza1 D, Roseli P G, Roberto D S. 2005. Production of
Thermostable Glucoamylase by Newly Isolated Aspergillus flavus A 1.1 And
Thermomyces lanuginosus A 13.37. Brazilian Journal of Microbiology 36:75-82
Hollaender M. 1981. Sequential Induction of Maltose Permease and Maltase System in
Saccharomyces cerevisiae. Biochem. J. 99 : 89-95
Horwitz W, George WL. 2005. Official Methods of Analysis of AOAC International.
Gaithersburg, Maryland, USA.
Sriroth K, Chollakup R, Chotineeranat S, Piyachomkwan K, Oates C G. 2000.
Processing of Cassava Starch for Improve Biomass Utilization. J. Bioresourches
Technology 71 : 63-69.
Taherzadeh M J, Karimi K. 2007. Acid-Based Hydrolysis Processes for Ethanol from
Lignocellulosic Materials. J BioResourches 2 :472-499.
Taherzadeh M J, Gustafsson I, Niklasson C, Liden G. 2000. Phsycology Effects of 5Hydroxymethylfurfural on Saccharomyces cerevisiae. Appl Microbiol Biotechnol
53:701-708.
Modig T, Liden G, Taherzadeh M J. 2002. Inhibition Effects of Furfural on Alcohol
Dehydrogenase, Aldehyde Dehydrogenase and Pyruvat Dehydrogenase. J Biochem
363: 769-776.
Mohamed A A, Duarteb R P. 2003. The Effect Of Mixing And Wheat Protein/Gluten
On The Gelatinization Of Wheat Starch. J. Food Chemistry 81 : 533545.
Nurdyastuti I. 2005. Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol. Prospek Pengembangan
Bio-Fuel Sebagai Subsitusi Bahan Bakar Minyak.
Padonou W, Mestres C, Nago M C. 2005. The Quality Of Boiled Cassava Roots:
Instrumental Characterization And Relationship With Physicochemical Properties
And Sensorial Properties. J. Food Chemistry 89: 261270.
Pampulha M E, Dias MCL. 1989. Combined Effect Of Acetic Acid, Ph And Ethanol
On Intracellular Ph Of Fermenting Yeast. 31:547-550.
Richana N, Damardjati D S, Prastowo B, Hasanudin A. 1990. Pemanfaatan Tepung
Gaplek dan Kacang-Kacangan Dalam Penganekaragaman Bahan Pangan.
Pengkajian dan pengembangan Teknologi Pra dan Pascapanen Ubi Kayu. Prosiding
Seminar Nasional, UPT EPG Lampung.
You KM, Rosenfield CL, Kniple DC. 2003. Ethanol Tholerance in The Yeast
Saccharomyces cerevisiae is Dependent on Cellular Oleic Acid Content. J Applied
and Environmental Microbiology 69 (3): 1499-1503.

Anda mungkin juga menyukai