Anda di halaman 1dari 8

GEOLOGI BATUBARA

Batubara adalah batuan yang bersifat karbon berbentuk padat, rapuh,


berwarna coklat tua sampai hitam, dapat terbakar, yang terjadi akibat perubahan
atau pelapukan tumbuhan secara kimia dan fisika (dalam Kamus Pertambangan,
Teknologi dan Pemanfaatan Batuabara, Silalahi, 2002).
Pengertian geologi batubara oleh Schoft (1956) dan Bustin, dkk (1983)
(dikutip dari Rahmad, B., 2001) lebih spesifik mendefinisikan batubara sebagai
bahan atau batuan yang mudah terbakar, mengandung lebih dari 50% hingga 70%
volume kandungan karbon yang berasal dari sisa-sisa material tumbuhan yang
terakumulasi dalam cekungan sedimentasi dan mengalami proses perubahan kimia
dan fisika, sebagai reaksi terhadap pengaruh pembusukan bakteri, temperatur,
tekanan dan waktu geologi.
Pembentukan batubara berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah
menjadi fosil dan mengendap selama jutaan tahun. Tahapan pembentukan:

Lapisan tumbuhan menyerap air dan tertekan, membentuk materi cokelat


berpori yang disebut gambut.

Lapisan sedimen lain menumpuk di atas gambut, menguburnya makin dalam.


Tekanan dan panas tinggi mengubah gambut menjadi batu bara cokelat
(lignit).

Panas dan tekanan yang lebih besar mengubah lignit menjadi batu bara hitam
yang halus (bitumen).

Bitumen akhirnya menjadi batu bara yang lebih keras dan berkilau (antrasit).

GENESA BATUBARA
Batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan memerlukan
waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah pengaruh
fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Untuk memahami bagaimana
batubara terbentuk, perlu diketahui dimana batubara terbentuk, faktorfaktor yang mempengaruhinya, dan bentuk lapisan batubara. Ada dua macam
teori mengenai tempat terbentuknya batubara, yaitu:
1. Teori Insitu
Teori ini mengatakan bahwa batubara terbentuk ditempat
dimana tumbuhan pembentuk lapisan batubara itu berada. Dengan
demikian maka setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses
transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses
coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai
penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya
relatif kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini contohnya adalah yang
terdapat di Muara Enim (Sumatera Selatan).
2. Teori Drift
Teori ini menyebutkan bahwa
tempat

batubara

terbentuk

di

yang berbeda dengan tempat tumbuhnya tumbuhan pembentuk

lapisan batubara itu. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut
oleh media air dan berakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan
sedimen dan mengalami proses coalification.

Jenis

batubara

yang

terbentuk
tetapi

dengan

dijumpai

cara
di

ini mempunyai

beberapa

penyebaran

tidak

luas,

tempat, kualitas kurang baik karena

banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama


proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi.
Batubara yang terbentuk seperti ini di contohnya adalah lapisan batubara
di delta Mahakam purba (Kalimantan Timur).
Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa
tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik)
di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air
pada kedalaman 0,5 - -[10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan
unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi
humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut
(Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi,
kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang
menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari
gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon
akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang
(Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara
dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub
bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
FAKTOR PEMBENTUKAN BATUBARA
1. Akumulasi Sisa Tumbuhan-Tumbuhan (Bahan Organik)
Akumulasi sisa tumbuh-tumbuhan dapat secara insitu maupun hasil hanyutan
(allochotonous), namun akumulasi ini harus terdapat dalam jumlah yang cukup
besar dan terletak pada daerah yang digenangi oleh air, yang mana nantinya dapat
dijadikan daerah pengendapan bagi batuan sedimen klastik. Keadaan ini dapat
dicapai dari produksi tumbuhan yang tinggi, penimbunan secara perlahan dan
menerus yang diikuti dengan penurunan dasar cekungan secara perlahan. Produksi

tumbuhan yang tinggi terdapat pada iklim tropis dan sub tropis, sedangkan
penimbunan secara perlahan dan menerus hanya terjadi dalam lingkungan paralik
dan limnik, yang memiliki kondisi tektonik relatif stabil.
2. Bakteri dan Organisme Tingkat Rendah Lain
Merupakan faktor yang menyebabkan perubahan sisa tumbuhan-tumbuhan
menjadi bahan pembentuk gambut (peat). Kegiatan bakteri dan organisme tingkat
rendah lain akan merusak akumulasi sisa tumbuh-tunbuhan yang telah ada dan
merubahnya menjadi bahan pembentuk gambut berupa massa berbentuk agar-agar
(gel), yang kemudian terakumulasi menjadi gambut.
3. Temperatur
Temperatur panas terbentuk oleh timbunan sedimen diatas lapisan batubara
dan gradien panas bumi. Efek panas dari faktor ini menimbulkan proses kimia
dinamis (geokimia) yang mampu manghasilkan perubahan fisik dan kimia, dalam
hal ini merubah gambut menjadi berbagai jenis dan peringkat batubara. Proses ini
merupakan tahap kedua pada proses pembatubaraan (coalification). Selain panas
yang dihasilkan karena timbunan sedimen diatas lapisan batubara dan gradien
panas bumi, juga dapat dihasilkan oleh adanya intrusi batuan beku, sirkulasi
larutan hidrotermal dan struktrur geologi.
4. Tekanan
Tekanan sangat penting sebagai penghasil panas, namun juga dapat membantu
melepaskan unsur-unsur zat terbang dari lapisan batubara, yang dikenal sebagai
proses devolatilisasi.

Proses ini akan lebih efektif apabila lapisan batuan

diatasnya bersifat permeabel dan porous, sehingga batubara yang berada pada
lapisan batupasir akan mengalami proses devolatilisasi yang lebih efektif
dibandingkan lapisan batulempung.
5. Waktu Geologi keseimbangan lama waktu geologi panas, dan tekanan,
semakin tinggi peringkatnya
CEKUNGAN BATUBARA

Cekungan batubara adalah akibat tekanan yang dialami oleh formasi batuan
yang lebih tua yang telah mengandung endapan batubara. Cekungan batubara
yang besar dapat mencakup ribuan Km2 lapangan batubara.
Lapisan batubara tebal merupakan deposit batubara yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi. Salam satu syarat yang dapat membentuk lapisan batubara tebal
adalah apabila terdapat suatu cekungan yang oleh karena adanya beban
pengendapan bahan-bahan pembentuk batubara di atasnya mengakibatkan dasar
cekungan tersebut turun secara perlahan-lahan.
Cekungan ini umumnya terdapat didaerah rawa-rawa (hutan bahaku) di tepai
pantai. Dasar cekungan yang turun secara perlahan-lahan dengan pembentukan
batubara memungkinkan permukaan air laut akan tetap dan kondisi rawa stabil.
Apabila karena proses geologi dasar cekungan turun secara cepat, maka air laut
akan masuk ke dalam cekungan sehingga mengubah kondisi rawa menjadi kondisi
laut. Akibatnya di atas lapisan pembentuk batubara akan terendapkan lapisan
sedimen laut antara lain batugamping. Pada tahap selanjutnya akan terjadi kembali
pengendapan batulempung yang memungkinkan untuk kembali terbentuk kondisi
rawa. Proses selanjutnya akan terkumpul dan terendapkan bahan-bahan
pembentuk batubara (sisa tumbuhan) di atas lapisan batulempung. Demikian
seterusnya sehingga terbentuk lapisan batubara dengan diselingi oleh lapisan
antara yang berupa batugamping dan batulempung. Tidak jarang dijumpau lapisan
batubara sering terbentuk lapisan antara yang berupa batulempung yang disebut
sebagai clay band atau clay parting.

LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA

Diessel (1992) mengemukakan terdapat 6 lingkungan pengendapan utama


pembentuk batubara yaitu gravelly braid plain, sandy braid plain, alluvial valley
and upper delta plain, lower delta plain, backbarrier strand plain, dan estuary. Tiap
lingkungan pengendapan mempunyai asosiasi dan menghasilkan karakter batubara
yang berbeda.
Environment
Gravelly

Subenvironment

braid Bars,

plain

channel,

Coal Characteristics
overbank mainly dull coals, medium to

plains, swamps, raised bogs

low

TPI,

low

GI,

low

sulphur
Sandy braid plain

Bars,

channel,

overbank mainly dull coals, medium to

plains, swamp, raised bogs,

high TPI, low to medium GI,


low sulphur

Alluvial

valley channels,

point

and upper delta floodplains

and

bars, mainly bright coals, high


basins, TPI, medium to high GI, low

plain

swamp, fens, raised bogs

sulphur

Lower delta plain

Delta front, mouth bar, splays, mainly bright coals, low to


channel, swamps, fans and medium TPI, high to very
marshes

high GI, high sulphur

Backbarrier

Off-, near-, and backshore, transgressive : mainly bright

strand plain

tidal inlets, lagoons, fens, coals, medium TPI, high GI,


swamp, and marshes

high sulphur
regressive

mainly

dull

coals, low TPI and GI, low


sulphur
Estuary

channels, tidal flats, fens and mainly bright coal with high
marshes

Proses

pengendapan

GI and medium TPI


batubara

pada

umunya

berasosiasi

dengan

lingkungan fluvial flood plain dan delta plain. Akumulasi dari endapan sungai
(fluvial) di daerah pantai akan membentuk delta dengan mekanisme pengendapan
progradasi (Allen & Chambers, 1998).

Lingkungan delta plain merupakan bagian dari kompleks pengendapan


delta yang terletak di atas permukaan laut (subaerial). Fasies-fasies yang
berkembang di lingkungan delta plain ialah endapanchannel, levee, crevase, splay,
flood plain, dan swamp. Masing-masing endapan tersebut dapat diketahui dari
litologi dan struktur sedimen.
Endapan channel dicirikan oleh batupasir dengan struktur sedimen cross
bedding, graded bedding, paralel lamination, dan cross lamination yang berupa
laminasi karbonan. Kontak di bagian bawah berupa kontak erosional dan terdapat
bagian deposit yang berupa fragmen-fragmen batubara dan plagioklas. Secara
lateral endapan channel akan berubah secara berangsur menjadi endapan flood
plain. Di antara channel dengan flood plain terdapat tanggul alam (natural levee)
yang

terbentuk

ketika

muatan

sedimen

melimpah

dari

channel.

Endapan levee yang dicirikan oleh laminasi batupasir halus dan batulanau dengan
struktur sedimen ripple lamination dan paralel lamination.
Pada saat terjadi banjir, channel utama akan memotong natural levee dan
membentuk crevase play. Endapan crevase play dicirikan oleh batupasir halus
sedang dengan struktur sedimen cross bedding, ripple lamination, dan bioturbasi.
Laminasi batupasir, batulanau, dan batulempung juga umum ditemukan. Ukuran
butir

berkurang

semakin

jauh

dari channelutamanya

dan

umumnya

memperlihatkan pola mengasar ke atas.


Endapan crevase play berubah secara berangsur ke arah lateral menjadi
endapan flood plain. Endapan flood plain merupakan sedimen klastik halus yang
diendapkan secara suspensi dari air limpahan banjir. Endapan flood plain dicirikan
oleh batulanau, batulempung, dan batubara berlapis.
Endapan swamp merupakan jenis endapan yang paling banyak membawa
batubara karena lingkungan pengendapannya yang terendam oleh air dimana
lingkungan seperti ini sangat cocok untuk akumulasi gambut.
Tumbuhan pada sub-lingkungan upper delta plain akan didominasi oleh
pohon-pohon keras dan akan menghasilkan batubara yang blocky. Sedangkan

tumbuhan pada lower delta plai didominasi oleh tumbuhan nipah-nipah pohon
yang menghasilkan batubara berlapis (Allen, 1985).

http://ayobelajargeologi.blogspot.co.id/2012/01/batubara.html
https://geologidokterbumi.wordpress.com/kuliah/geologi-batubara/

Anda mungkin juga menyukai