Anda di halaman 1dari 81

PERBANDINGAN PENGALIHAN HAK CIPTA KEPADA AHLI WARIS

SECARA PEWARISAN MENURUT KUHPERDATA DAN MENURUT


UNDANG-UNDANG HAK CIPTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dalam Memenuhi Syarat-syarat
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh
IRWAN DWI HARJO PASCA DINANTA PURBA
NIP. 030200203

Departemen Hukum Keperdataan


Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 0 7
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris


Secara Pewarisan Menurut KUHPerdata dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta

Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas
dalam Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai
Gelar Sarjana Hukum

Oleh
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba
NIP. 030200203

Departemen Hukum Keperdataan


Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang

Menyetujui :

(Prof. DR. Tan Kamello, SH, MS)


NIP. 131764556

Dosen Pembimbing I,

Dosen Pembimbing II,

(O.K. Saidin, SH, M.Hum)


NIP. 131916172

(Syamsul Rizal, SH. M.Hum)


NIP. 131870595

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

ABSTRAK

Hak cipta adalah merupakan hasil/penemuan yang merupakan kreativitas


manusia di bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Oleh karena hak cipta ini
mempunyai nilai ekonomi dan dapat diperjual belikan maka dalam ketentuan
Undang-undang hak cipta nasional telah memberi perllindungan hukum bagi hak
cipta tersebut. Salah satu hak cipta yang dlindungi dalam ketentuan Undang-undang
hak cipta tersebut adlah hak cipta atas karya musik dan lagu. Musik terlahir dari
kekuatan cipta, karsa dan karya serta pengorbanan pikiran dan tenaga dan waktu
penciptanya, dan juga merupakan cerminan peradaban manusia.
Adapun tujuan dari penulisa skripsi ini adalah : pertama, untuk mengetahui
bagaimana pengaturan mengenai pewrisan hak cipta di Indonesia. Kedua, untuk
mengetahui bagaimana pengaturan mengenai pewarisan dalam KUH Perdata di
Indonesia. Ketiga, untuk mengetahui bagaimana kedudukan hak cipta selanjutnya
setelah pembagian warisan menurut UU Hak Cipta dan KUH Perdata.
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
peneltian yang menggunakan library research/penulisan kepustakaan, maksudnya
adalah penelitian dipusatkan pada studi kepustakaan untuk mendapatkan data-data
yang relevan dengan penyusunan skripsi ini, yaitu melalui buku-buku, majalahmajalah, tulisan dan karya ilmiah yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Dengan penulisan skripsi ini, maka dapat diketahui bahwa, pertama, hak cipta
yang diwariskan oleh pewaris kepada ahli waris menurut Undang-undang Hak Cipta
hanya berlangsung paling lama lima puluh tahun.
Kedua, hak cipta yang diwariskan oleh pewaris kepada ahli waris menurut
KUH Perdata berlangsung selama-lamanya menjadi milik ahli waris sampai ia
meninggal dunia.
Ketiga, kedudukan hak cipta selanjutnya setelah pembagian warisan adalah
bahwa kedudukan hak cipta tersebut masih tetap diakui dan dilindungi oleh Undangundang hak cipta tanpa terkecuali, tetapi tetap mengacu pada ketentuan Undangundang tersebut. Karena sesungguhnya hak cipta yang dimiliki oleh si pencipta yang
meningal dunia harus tetap dilestarikan dan dijaga ciptaannya dan harus tetap dibayar
royaltinya kepada ahli warisnya sepanjang ciptaannya masih tetap digunakan oleh
masyarakat luas.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................

B. Rumusan Masalah ........................................................................................

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .....................................................................

D. Keaslian Penulisan .......................................................................................

E. Tinjauan Kepustakaan ..................................................................................

F. Metode Penulisan ........................................................................................

G. Sistematika Penulisan ...................................................................................

BAB II PEWARISAN MENURUT KUH PERDATA


A. Pengertian Hukum Waris .............................................................................

B. Pengertian dan Unsur Pewarisan ..................................................................

12

C. Harta Peninggalan dan Warisan ....................................................................

16

D. Hak Cipta Sebagai Harta Warisan ................................................................

20

BAB III TINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG HAK CIPTA


A. Pengertian Hak Cipta ...................................................................................

31

B. Fungsi dan Sifat Hak Cipta ...........................................................................

33

C. Pemegang Hak Cipta ....................................................................................

35

D. Pembatasan Hak Cipta .................................................................................

38

E. Pendaftaran Hak Cipta .................................................................................

40

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

F. Hak Moral (Moral Right) ..............................................................................

41

G. Jangka Waktu Pemilikan Hak Cipta .............................................................

42

H. Perlindungan Hak Cipta Sebagai Hak Milik .................................................

44

BAB IV PEMBAGIAN DAN KEDUDUKAN HAK CIPTA BERDASARKAN


UNDANG-UNDANG HAK CIPTA UU NO. 19 TAHUN 2002
TENTANG HAK CIPTA) DAN KUH PERDATA
A. Hak Cipta Yang Dapat Menjadi Objek Warisan ...........................................

47

A.1. Hak Cipta Yang Merupakan Hak Kebendaan ........................................

49

A.2. Hak Cipta Yang Merupakan Hak Kekayaan Immateriil .........................

53

B. Pembagian Hak Cipta Dalam Warisan ..........................................................

57

C. Kedudukan Hak Cipta Selanjutnya Setelah Pembagian Pewarisan ................

60

D. Persamaan dan Perbedaan Pewarisan Menurut UU Hak Cipta dan KUH


Perdata .........................................................................................................

66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ..................................................................................................

70

B. Saran ............................................................................................................

71

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

72

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka pembangunan di bidang hukum demi mendorong dan
melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil karya ilmu, seni dan sastra serta
mempercepat pertumbuhan, kecerdasan kehidupan bangsa perlu sekali dibuat sebuah
preangkat hukum yang berkaitan dengan Hak Cipta. Undang-Undang tentang Hak
Cipta Auterswet 1912 Staatblad Np. 600 Tahun 1912 diubah dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1982 diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1987 kemudian
diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1992 dan diubah lagi dengan
Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 dan yang terakhir diubah menjadi UndangUndang Nomor 19 tahun 2002 yang berlaku sekarang. Perubahan tersebut dilatar
belakangi bahwa Undang-Undang sebelumnya sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan dan cita-cita hukum nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun
2002 selain dimasukkan unsur baru mengingat teknologi, diletakkan juga unsur
kepribadian Indonesia yang mengayomi baik kepentingan individu maupun
masyarakat sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara kedua kepentingan
tersebut. Walaupun dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
ditentukan bahwa Hak Cipta adalah Hak ekslusif, tetapi sesuai dengan jiwa yang
terkandung dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, maka ia mempunyai fungsi

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

sosial, dalam arti bahwa hak eksklusif itu haknya dibatasi dengan kepentingan
umum.
Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Pada kemungkinan membatasi hak cipta demi kepentingan umum atau
kepentingan Nasional, maka diwajibkan memberi ganti rugi kepada
pencipta.
b. Adanya pengurangan waktu berlakunya hak cipta dari 50 (lima puluh)
tahun
c. Ada kemungkinan hak cipta diberikan kepada negara atas benda budaya
nasional. 1
Untuk memudahkan pembuktian dalam hal sengketa mengenai hak cipta.
Dalam peraturan Undang-Undang Hak Cipta diatur tentang pendaftaran Hak Cipta.
Pendaftaran ciptaan ini memang tidak mutlak dilakukan, karena tanpa pendaftaran
pun

hak cipta dilindungi oleh hukum. Hanya mengenai Hak Cipta yang tidak

didaftarkan akan lebih sukar dan lebih memakan waktu untuk membuktikannya, di
samping itu hak cipta dapat juga dialihkan kepada orang lain, di mana pengalihan hak
cipta ini diatur oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
pengalihan Hak Cipta ini berguna untuk melindungi dan memelihara hasil ciptaannya
yang diperoleh dari ilmu pengetahuannya.
Dalam hal ini, maka penulis sangat tertarik untuk mengkaji dan menganalisa
mengenai kedudukan pengalihan cipta kepada pihak lain secara pewarisan menurut

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1999, hal.
112.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

KUH Perdata dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang
akan penulis paparkan dalam skripsi ini.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Hak cipta yang bagaimana dapoat menjadi objek warisan menurut KUHP Perdata
dan Undang-Undang Hak Cipta.
b. Bagaimana pembagian Hak Cipta dalam Warisan menurut KUH Perdata dan
Undang-Undang Hak Cipta.
c. Bagaimana kedudukan Hak Cipta selanjutnya setelah pembagian warisan menurut
KUH Perdata dan Undang-Undang Hak Cipta.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Secara teoritis akan memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan mengenai
pengetahuan tentang pengalihan Hak Cipta kepada pihak lain secara pewarisan
menurut KUH Perdata dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta.
b. Secara praktis dapat dijadikan sandaran bagi para pencipta untuk dapat
mengalihkan Hak Ciptanya kepada pihak lain agar dapat melindungi dan
memelihara hasil ciptaannya.
c. Untuk mengetahui hak cipta yang bagaimana dapat menjadi objek warisan
menurut KUH Perdata dan Undang-Undang Hak Cipta.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

d. Untuk mengetahui pembagian Hak Cipta dalam warisan menurut KUH Perdata
dan Undang-Undang Hak Cipta.
e. Untuk mengetahui tentang kedudukan Hak Cipta selanjutnya setelah pembagian
warisan menurut KUH Perdata dan Undang-Undang Hak Cipta.

D. Keaslian Penulisan
Masalah perbandingan Pewarisan menurut KUH Perdata dengan Pewarisan
menurut UU Nomor 19 Tahun 2002 banyak sekali menarik perhatian tiap-tiap orang,
baik masyarakat umum, kalangan akademik maupun praktisi, akan tetapi sepanjang
pengetahuan penulis bahwa belum pernah mengetahui/melihat adanya penulisan
mengenai Perbandingan Pewarisan menurut KUH Perdata dengan Pewarisan menurut
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Namun apabila ternyata telah pernah
dilaksanakan penulisan yang sama, maka diharapokan penulisan skripsi ini dapat
melengkapi dan dipertanggung jawabkan.

E. Tinjauan Kepustakaan
Hukum waris diatur dalam buku II KUH Perdata, jadi hukum waris mendapat
pengaturannya dalam buku II, bersamaan dengan pembicaraan benda pada umumnya.
Menurut Subekti bahwa Hukum Waris adalah suatu peraturan yang mengatur
perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia pada ahli warisnya. Batasan

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

tersebut mencanangkan suatu asas dalam hukum waris, bahwa yang berpinjdah dalam
pewarisan adalah kekayaan si pewaris.

Menurut Abdulkadir Muhammad bahwa hukum waris merupakan harta


kekayaan berupa benda yang berwujud, berbeda halnya dengan hak cipta yang
merupakan benda immateriil yaitu benda tidak berwujud tergolong dalam HAKI.
Konsep Hak Kekayaan Intelektual meliputi :
1.

Hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya bersifat tetap
dan eksklusif.

2.

Hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, bersifat sementara. 3
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 19/2002 tentang Hak Cipta
menyebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklu8sif bagi pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

F. Metode Penulisan
Untuk mengetahui hasil yang maksimal guna tercapainya bagian dari
penulisan ini, maka diupayakan pengumpulan data yang baik dan layak, sesuai
dengan :
1. Materi Penulisan

Subekti, Pewarisan, Intermasa, Jakarta, 2001, hlm. 10.


Abdulkadir Muhammad, Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Injtelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2001, hlm. 1.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Materi penulisan yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini bersumber


dari data sekunder. Data sekunder ini di dapat melalui :
a. Bahan hukum primer, berupa bahan buku yang meliputi peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan kedudukan pengalihan hak cipta kepada
pihak lain secara pewarisan seperti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta.
b. Bahan hukum sekunder, berupa bahan-bahan perpustakaan yakni buku-buku
dan literatur-literatur lainnya yang berkaitan dengan kedudukan pengalihan
hak cipta kepada pihak lain secara pewarisan.

2. Alat Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data dalam pembahasan skripsi ini, maka penulisan
dilakukan dengan cara metode normatif yaitu mengumpulkan data dan informasi
dengan bantuan buku karangan ilmiah, artikel-artikel dan juga perundang-undangan
yang berkaitan atau berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan, terdiri dari 6 (enam) sub bahasan yaitu : Latar Belakang,
Rumusan Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan,
Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, Sistematika Penulisan.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Bab II : Definisi dan Unsur Pewarisan Menurut KUH Perdata terdiri dari 4
(empat) sub bahasan yaitu : Pengertian Hukum Waris, Pengertian dan Unsur
Pewarisan, Harta Peninggalan dan Warisan, Hak Cipta Sebagai Harta Warisan.

Bab III : Tinjauan Terhadap Undang-Undang Hak Cipta terdiri dari 8 (delapan)
sub bahasan yaitu : Pengertian Hak Cipta, Fungsi dan Sifat Hak Cipta, Pemegang
Hak Cipta, Pembatasan Hak Cipta, Pendaftaran Hak Cipta, Hak Moral, Jangka Waktu
Pemilikan Hak Cipta, Perlindungan Hak Cipta Sebagai Hak Milik.

Bab IV : Pembagian dan Kedudukan Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang


Hak Cipta (UU Nomor 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta) dan KUH Perdata
terdiri dari 4 (empat) sub bahasan yaitu Hak Cipta yang dapat menjadi objek warisan,
pembagian Hak Cipta dalam Warisan, Kedudukan hak cipta selanjutnya setelah
pembagian pewarisan, persamaan, dan perbedaan pewarisan menurut UndangUndang Hak Cipta dan KUH Perdata.
Bab V : Kesimpulan dan Saran.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

BAB II
PEWARISAN MENURUT KUH PERDATA

A. Pengertian Hukum Waris


Hukum waris merupakan salah satu hal yang terpenting dalam tatanan
kehidupan sehari-hari. Di dalam kenyataannya hukum waris mendapat tempat di
lingkungan Hukum Indonesia, karena hukum waris adalah separangkat aturan hukum
yang mengatur tentang harta peninggalan dari pewaris kepada ahli waris.
Dalam hukum perdata pada Pasal 830 menjelaskan bahwa pewarisan hanya
berlangsung karena kematian, hal tersebut memberi pengertian bahwa dalam
kehidupan setiap orang hanya wajib mendapat warisan ketika si pewaris telah
meninggal dunia atau menghadapi kematian.
Secara hukum, pewarisan juga merupakan satu dari yang terpenting di mana
harta warisan harus dibagi kepada ahli warisnya dengan jatah dan porsinya masingmasing sesuai dengan ketentuan hukum pewarisan.
Menurut KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek), terutama pasal 528 tentang hak
mewaris diidentikkan dengan hak kebendaan, sedangkan ketentuan dari pasal 584
KUH Perdata menyangkut hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh
kebendaan. Oleh karenanya ditempatkan dalam buku ke-2 KUH Perdata (tentang
Benda). 4
Penempatan hukum kewarisan dalam buku ke-2 KUH Perdata ini
menimbulkan pro dan kontra di kalangan ahli hukum, karena mereka berpendapat
4

Djumhana Muhammad Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah dan Prakteknya di Indonesia),
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 45.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

bahwa dalam hukum kewarisan tidak hanya tempat sebagai hukum benda saja, tetapi
terkait beberapa aspek

hukum lainnya, misalnya hukum perorangan dan

kekeluargaan. Menurut Staatsblad 1925 Nomor 145 jo. 447 yang telah diubah,
ditambah, dan sebagainya, terakhir dengan S.1929 No. 221 Pasal 131 jo. Pasal 163,
hukum kewarisan yang diatur dalam KUH Perdata tersebut diberlakukan bagi orangorang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Eropa tersebut.
Dengan Staatsblad 1917 Nomor 129 jo. Staatsblad 1924 Nomor 557, hukum
kewarisan dalam KUH Perdata diberlakukan bagi orang-orang Timur Asing
Tionghoa. Dan berdasarkan Staatsblad 1917 Nomor 12, tentang penundukan diri
terhadap hukum Eropa, maka bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula
menggunakan kewarisan yang tertuang dalam KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek),
yang diberlakukan kepada :
1. Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa,
misalnya Inggris, Jerman, Prancis, Amerika, dan termasuk orang-orang Jepang;
2. Orang-orang Timur Asing Tionghoa dan;
3. Orang Timur Asing lainnya dan orang-orang pribumi yang menundukkan diri
terhadap hukum.

Bagi orang Indonesia yang beragama Islam, maka penetapan hukum kewarisan
diatur menurut hukum Islam dan proses pembagiannya dilakukan dengan
mekanisme hukum faraid. 6
5

H.M. Idris Ramulyo, Perbandingan hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Edisi Revisi, Sinar Grafika, 2004, hlm. 67.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Selanjutnya menurut KUH Perdata, ada 2 (dua) cara untuk mendapatkan


warisan, yaitu :
a. Ahli waris menurut ketentuan Undang-Undang dan;
b. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament)
Mengenai pengertian hukum waris atau hukum kewarisan di sini dapat
dijelaskan bahwa hukum kewarisan adalah Himpunan aturan-aturan hukum yang
mengatuir tentang siapa ahli waris yang berhak mewarisi harta peninggalan dari
orang yang meninggal dunia, bagaimana kedudukan ahli waris, berapa perolehan
masing-masing secara adil dan sempurna.

Sedangkan menurut KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek) sebagaimana yang


diungkapkan oleh Wirjono Projodikoro, mantan Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia, menyatakan bahwa hukum waris adalah hukum-hukum atau peraturanperaturan yang mengatur apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban
tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada
orang lain yang masih hidup.

Kemudian menurut Subekti dalam Pokok-Pokok Hukum Perdata tidak


menyebutkan definisi hukum kewarisan, beliau mengatakan asas hukum waris
sebagai berikut :
Dalam hukum waris Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku suatu
asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan
hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Oleh karena itu hakhak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekeluargaan pada
umumnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban kepribadian misalnya hak-hak
6

Asrori Zain, Pembagian Dalam Islam, Tintamas, Jakarta, 1981, hlm. 56.
Ibid, hlm. 57.
8
Ibid, hlm. 58.
7

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

dan kewajiban sebagai seorang suami atau sebagai seorang ayah tidak dapat
diwariskan, begitu pula hak-hak dan kewajiban-kewajiban seorang sebagai
anggota suatu perkumpulan. 9

Akan tetapi, menurut Subekti ada juga satu atau dua pengecualian, misalnya
hak seorang bapak untuk menyangkal sah anaknya dan di pihak lain hak seorang anak
untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai anak yang sah dari bapak atau ibunya,
menurut Undang-Undang beralih pada (diwarisi( oleh ahli waris masing-masing yang
mempunyai hak-hak itu. Sebaliknya ada juga hak dan kewajiban yang terletak dalam
lapangan hukum kebendaan atau perjanjian tetapi tidak beralih kepada ahli waris
orang yang meninggal, misalnya hak vruchtgebruik atau suatu perjanjian poerburuhan
di mana seorang akan melakukan suatu pekerjaan dengan tenaganya sendiri.
Atau juga suatu perjanjian perkongsian dagang, baik yang berbentuk
maatschap (perseroan) menurut KUH Perdata (BW), maupun yang berbentuk firma
menurut WvK (yang menurut Undang-Undang diakhiri dengan meninggalnya salah
satu persero.
Dari pengertian hukum waris yang disampaikan oleh para ahli waris di atas,
dapat memberikan penjelasan bahwa hukum kewarisan atau hukum waris adalah
merupakan seperangkat hukum yang memberikan pengaturan mengenai pewaris dan
ahli waris yang menerima harta warisan baik berbentuk benda dan perseorangan.
Dengan demikian maka sangat jelas bahwa hukum waris merupakan salah
satu seperangkat hukum yang mengatur tentang proses pembagian warisan baik

Ibid, hlm. 78.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

menurut menurut porsi atau bagian dari masing-masing ahli waris yang ditinggalkan
oleh si pemberi waris atau yang meninggal dunia.

B. Pengertian dan Unsur Pewarisan


Apabila membicarakan masalah warisan, maka akan sampai kepada empat
masalah pokok yang satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan masalah pokok tersebut
di antaranya adalah :
1. Adanya seorang yang meninggal dunia,
2. Adanya harta yang ditinggalkan,
3. Adanya ahli waris yang ditinggalkan,
4. Adanya pembagian harta warisan menurut ketentuan hukum waris.

10

Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yakni berhak untuk hidup dalam
masyarakat, berhak mempunyai hak milik, berhak mempunyai tempat kediaman, dan
di sampinjg hak-hak tersebut, mereka mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap
anggota keluarganya, anak-anak beserta isteri, kewajiban umum terhadap masyarakat
seperti membayar iuran retribusi desa dan lain sebagainya.
Bila seorang manusia sebagai individu meninggal dunia maka akan timkbul
pertanyaan bagaimana hubungan yang meninggal dunia itu dengan yang ditinggalkan
serta kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, terutama dalam masalah kekayaan
(vermogensrecht) dari orang yang meninggal dunia. Demikian itu membutuhkan
aturan-aturan hukum yang mengatur bagaimana caranya hubungan yang meninggal

10

Ibid, hlm. 80.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

dunia dengan harta benda yang ditinggalkan, siapa yang mengurus atau mewarisi, dan
bagaimana cara peralihan harta tersebut kepada yang masih hidup.
Maka timbullah masalah kewarisan, yakni masalah harta benda (kekayaan)
dari orang-orang yang meninggal dunia dengan orang-orang yang ditinggalkan (ahli
waris). Siapa yang berhak menerimanya, individu atau badan hukum secara kolektif,
bagaimana kalau ahli waris lebih dari seorang, hal-hal demikian menimbulkan aturanaturan hukum yang mengatur tentang siapa-siapa dan badan hukum apa yang berhak
menerima warisan, bagaimana pembagian masing-masing ahli waris, aturan dan caracara pengurusan tersebut menimbulkan hukum kewarisan. Dari uraian tersebut dapat
diambil kesimpulan sementara tentang apa yang dimaksud dengan harta warisan
seseorang. Harta warisan atau harta peninggalan adalah harta kekayaan dari seseorang
yang meninggal dunia dapat berupa :
1. Harta kekayaan yang berwujud dan dapat dinilai dengan uang termasuk di
dalamnya piutang yang hendak ditagih (activa).
2. Harta kekayaan yang merupakan utang-utang yang harus dibayar pada saat
meninggal dunia (passiva)
3. Harta kekayaan yang masih bercampur dengan harta bawaan masing-masing
suami isteri, harta bersama dan sebagainya yang dapat pula berupa :
a. Harta bawaan suami isteri atau isteri atau suami saja yang diperoleh/dinilai
sebelum mereka menikah baik berasal berasal dari usaha sendiri, maupun
harta yang diperoleh sebagai warisan mereka masing-masing.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

b. Harta bawaan yang diperoleh/dimiliki setelah mereka menikah dan menjadi


suami-isteri tetapi bukan karena usahanya (usaha mereka bersama-sama
sebagai suami isteri), misalnya karena menerima hibah warisan pemberian
dari orangtua mereka masing-masing.
c. Selama harta yang diperoleh selama dalam perkawinan atau usaha mereka
berdua suami isteri atau salah seorang dari mereka menurut Undang-Undang
menjadi harta bersama.
4. Harta bawaan yang tidak dapat dimiliki langsung oleh mereka suami-isteri
misalnya harta pustaka dari klan, suku atau kerabat mereka yang dibawa sebagai
modal pertama dalam perkawinan yang harus kembali kepada asalnya.
Jadi harta warisan atau harta peninggalan tersebut ialah harta yang merupakan
harta peninggalan yang dapat dibagi secara individual kepada ahli waris, yaitu harta
peninggalan keseluruhannya sesudah dikurangi dengan harta bawaan suami isteri,
harta bawaan dari klan/suku atau harta suku, dikurangi lagi dengan utang-utang orang
yang meninggal dunia dan wasiat. Sementara pengertian pewaris adalah orang-orang
yang berhak mendapatkan dan menerima harta peningalan dari orang yang sudah
meninggal dengan dikurangi utang-utang orang yang sudah meninggal dunia dan
wasiatnya.

11

Ahli waris adalah sekumpulan orang atau kerabat yang ada hubungan
kekeluargaan dengan orang yang sudah meninggal dunia dan berhak mewarisi atau
menerima harta peninggalan yang ditinggal oleh seorang (pewaris) antara lain :

11

Ibid, hlm. 89.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

1. Anak-anak beserta keturunan dari orang yang meninggal dunia, baik laki-laki
maupun perempuan sampai derajat tak terbatas ke bawah.
2. Orangtua, yaitu ibu dan bapak dari orang yang meninggal dunia
3. Saudara-saudara baik laki-laki maupun perempuan beserta keturunannya sampai
derajat tak terbatas
4. Suami atau isteri yang hidup terlama
5. Datuk atau kakek, bila tidak ada nomor 1, 2 dan 3 tersebut di atas
6. Keturunan dari datuk dan nenek, bila tidak ada sama sekali kelompok 1,2,3 dan 4
7. Apabila tidak ada sama sekali ahli waris baik keluarga sedarah maupun semenda
sampai dengan derajat keenam maka warisan diurus oleh baitul mal, seperti
Lembaga BHP (Balai Harta Peninggalan) dalam sistem di Negara Republik
Indonesia
Menurut Wirjono Projodikoro, bahwa pengertian kewarisan menurut KUH
Perdata memperlihatkan beberapa unsur sebagai berikut :
a. Seorang peninggal warisan atau erflater yang pada wafatnya meninggalkan
kekayaan. Unsur pertama ini menimbulkan persoalan, bagaimana dan sampai
di mana hubungan seseorang peninggal warisan dengan kekayaannya
dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan di mana peninggal warisan
berada.
b. Seseorang atau beberapa ahli waris (erfgenaam) yang berhak menerima
kekayaan yang ditinggalkan itu, menimbulkan persoalan bagaimana dan

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

sampai di mana harus ada tali kekeluargaan antara peninggal warisan dan ahli
waris agar kekayaan peninggal warisan dapat beralih kepada ahli waris.
c. Harta warisan (nalatenschap) yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan
beralih kepada ahli waris itu menimbulkan persoalan, bagaimana dan sampai
di mana wujud kekayaan yang beralih itu, dipengaruhi oleh sifat lingkungan
kekeluargaan, di mana peninggal warisan dan ahli waris bersama-sama
berada.
Ini adalah unsur pewarisan yang menjadi tolok ukur dalam proses pembagian
warisan dari pewaris kepada ahli waris.

C. Harta Peninggalan dan Warisan


Peraturan hukum waris tidak hanya mengalami pengaruh perubahanperubahan sosial dan semakin eratnya pertalian keluarga yang berakibat semakin
longgarnya pertalian klan dan suku saja, melainkan juga mengalami pengaruh sistemsistem hukum asing yang mendapatkan kekuasaan berdasarkan atas agama karena ada
hubungannya lahirnya yang tertentu dengan agama itu dan kekuasaan tadi misalnya
dipraktekkan atas soal-soal yang konkrit oleh hakim-hakim agama, walaupun
poengaruhnya itu atas hukum waris tidak begitu ketara seperti atas hukum
perkawinan yaitu tergantung dari kekuatan bentuk-bentuknya hukum waris sendiri.
Pertama-tama di sini akan dibicarakan hal harta peninggalan yang tetap tidak
dibagi-bagi, sesudah itu hal perbuatan-perbuatan hukum yang mengakibatkan atau
mempengaruhi pembagiannya, selanjutnya hal ahli waris di mana tiada wasiat
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

(abintsetaad) dan kemudian hal diwarisinya bagian-bagian yang tertentu daripada


harta peninggalan dan hutang-hutang.
Adanya harta peninggalan tetap tinggal tak dibagi-bagi itu dalam bentuk
beberapa lingkungan hukum ada hubungannya dengan aturan bahwa harta benda
yang ditinggalkan oleh kakek-kakek (dan nenek-nenek) itu tidak mungkin dimiliki,
melainkan secara milik bersama beserta waris lainnya yang satu dengan lainnya
merupakan suatu kebulatan yang tak dapat terbagi-bagi.

12

Harta kerabat di Minangkabau ialah harta pusaka dan tanah-tanah kerabat Dati
di Jazirah Hitu di pulau Ambon, kesemuanya itu dapat dipakai, sebagai contoh
masing-masing anak memiliki barang-barang kerabat, tanah-tanah pertanian,
pekarangan dengan rumah dan ternaknya, keris-keris dan perhiasan-perhiasan emas,
intan, masing-masing perempuan atau laki-laki yang meninggal dunia meninggalkan
gabungan perseorangan-perseorangan (personen-complex) tadi untuk berlangsung
terus dengan tiada gangguannya.
Seseorang sewaktu hidupnya telah memperoleh harta benda atas usahanya
sendiri (harta pencarian) maka bila ia mati barang-barang itu jatuh ke tangan anak
cucunya yang berhak atasnya sebagai warisan yang bulat dan tak terbagi-bagi, anak
cucu mana sewaktu hidupnya selalu juga sudah ada hubungannya terhadap barangbarang tadi sebagai waris. Bilamana misalnya di Minangkabau seorang perempuan
mati yang mempunyai sawah sebagai milik perseorangan, maka sawah itu menjadi

12

Ibid, hlm. 134.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

milik bersama yang tak terbagi-bagi daripada anak-anaknya dan itu disebut harta
pusaka.

13

Harta peninggalan menurut hukum perdata menyatakan bahwa sesungguhnya


harta peninggalan yang ditinggal mati seseorang menjadi hak milik yang ditinggalkan
oleh para kerabat dan ahli warisnya. Dalam pasal 832 KUH Perdata yang menyatakan
bahwa menurut Undang-Undang yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah para
keluarga sedarah, baik sah, maupun luar kawin dan si suami atau isteri yang hidup
terlama, semua menurut peraturan tertera di bawah ini.
Keluarga sedarah, maupun si yang hidup terlama di antara suami isteri, tidak
ada, maka segala harta peninggalan si yang meninggal, menjadi milik negara, yang
mana berwajib akan melunasi segala utangnya, sekedar harga harta peninggalan
mencukupi untuk itu. Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum
memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang
meninggal.
Mereka yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dari pewarisan ialah :
1. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba
membunuh si yang meninggal.
2. Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah
telah mengajukan pengaduan terhadap pada si yang meninggal ialah suatu
pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman
penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat.

13

K. Ng. Soebakti Poesponoto, Asas-asas dan Hukum Adat, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2001, hlm.
90.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal
untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya
4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang
meninggal.
Hal-hal tentang utang-utang orang yang telah meninggal dunia menurut KUH
Perdata perlu dipelajari dahulu tentang warisan yang terbuka. Jika yang terbuka suatu
warisan seorang ahli waris dapat memilih apakah dia akan menerima atau menolak
warisan itu atau dengan cara lain, yaitu menerima dengan ketentuan ia tidak akan
diwajibkan membayar utang-utang orang yang meninggal di mana melebihi
bagiannya dalam warisan itu.

14

Penerimaan secara penuh (zuiver-aan vaading), dapat dilakukan secara tegas


atau secara diam-diam (stillzwijgende-aanvaarding). Dengan tegas jika seseorang
dengan suatu akta menerima kedudukannya sebagai ahli waris. Secara diam-diam
(stillzwijgende), apabila ia melakukan suatu perbuatan, misalnya mengambil atau
menjual barang-barang warisan atau melunasi utang-utang orang yang meninggal
dunia, dapat dianggap telah menerima warisan itu secara penuh (zuiversaanvaarding), undang-undang tidak menetapkan suatu waktu, seorang harus
menentukan sikapnya menolak atau menerima warisan.
Akan tetapi, para pihak yang berkepentingan berhak menggugat para ahli
waris agar menyatakan sikapnya. Seorang ahli waris yang digugat atau dituntut untuk

14

H.M. Idris Ramulyo, Op.cit, hlm. 123.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

menentukan sikapnya mempunyai hak untuk meminta suatu waktu untuk berpikir
(termijn van beraard), hingga selama empat bulan.

15

Kemudian menolak warisan secara penuh, jadi tidak bertanggung jawab atas
utang-utang si yang meninggal dunia, sehingga apabila dalam hal meninggalnya
seorang keluarga yang mempunyai hubungan darah atau semenda tetapi ia tidak
menerima atau menolak warisan secara penuh karena dilihatnya lebih besar utang
yang meninggal dibandingkan dengan harta warisan yang akan ia terima, jadi secara
hukum yang tidak menerima atau menolak warisan terlepas dari tanggung jawab
utang-utang yang meninggal dunia.
Sedangkan menerima dengan bersyarat, kemungkinan ini bagi seorang ahli
waris merupakan jalan tengah antara menerima dan menolak, di mana yang
dinamakan menerima dengan voorrecht van boedelbeschrijibing atau beneficiare
aanvaarding.

D. Hak Cipta Sebagai Harta Warisan


Prinsip

dalam

pemberian

perlindungan

hak

cipta

ialah

pemberian

perlindungan kepada semua ciptaan warga negara Indonesia dengan tidak


memandang tempat di mana ciptaan diumumkan untuk pertama kalinya. Penciptaan
yang diciptakan oleh setiap warga negara Indonesia harus menciptakan sesuatu yang
asli dalam artian tidak meniru. Karena memang penciptaan yang dihasilkan dari ilmu
pengetahuan harus memiliki keaslian dan dilindungi oleh Undang-Undang.

16

15

Ibid.
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Adiya Bakti,
Bandung, 2001, hlm. 234.

16

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Di sisi lain ada beberapa istilah yang harus dipahami mengenai hak cipta
tersebut. Di antaranya misalnya istilah pencipta, ciptaan, pemegang hak cipta,
pengumuman, perbanyakan dan potret. Istilah-istilah ini mempunyai kaitan yang
sangat erat sekali dengan hak cipta yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19
tahun 2002. berikut dijelaskan pengertian-pengertian dari istilah di atas, dalam pasal 1
butir 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002, yaitu :
1. Hak cipta adalah hak ekskusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya ataupun memberi izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang
atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, kecekatan. Ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam
bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga
dalam lapangan ilmu, seni dan sastra.
4. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak
yang menerima hak tersebut dan pencipta atau pihak lain yang menerima
lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
5. Pengumuman adalah pembacaan, penyuaraan, penyiaran atau penyebaran
sesuatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara
sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat
oleh orang lain;
6. perbanyakan adalah menambah jumlah sesuatu ciptaan, dengan
pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut
dengan mempergunakan bahan-bahan yang sama maupun yang tidak
sama, termasuk mengalihwujudkan sesuatu ciptaan.
7. Potret adalah gambaran dengan cara dan alat apapun dari wajah orang
yang digambarkan gaik bersama bagian tubuh lainnya maupun tidak.

Dari pengertian istilah-istilah yang telah dijelaskan di atas, maka pada


dasarnya hak cipta adalah merupakan dasar atau pilar bagi seseorang ataupun

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

beberapa orang untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya yang dituangkan


dalam bentuk apapun yang bisa memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa dan
negara.

17

Dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak


cipta disebutkan bahwa :
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya ataupun memberi izin untu itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan, hak eksklusif bagi pencipta ialah bahwa tidak ada
orang lain yang boleh melakukan hak itu, kecuali dengan izin pencipta, hak
eksklusif ini menutup pintu bagi orang lain untuk melakukan hak tersebut.
Pengertian hak khusus semacam ini harus disesuaikan dengan jiwa pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945, yang menghendaki adanya unsur fungsi sosial pada
tiap hak. Dari itu pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak
cipta tersebut harus dihubungkan dengan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yang
berakibat bahwa hak eksklusif itu mengandung pada dirinya fungsi sosial. Dalam
arti bahwa hak eksklusif itu kekuatannya dibatasi dengan kepentingan umum.
Hak cipta yang bersifat khusus ini diberikan oleh Undang-Undang kepada
pencipta. Berhubung sifat ciptaan itu adalah pribadi dan manunggal dengan diri
pencipta, maka hak cipta itu tidak dapat disita dari penciptanya. Di samping itu juga
hak cipta adalah merupakan benda bergerak.

18

Sebagai benda bergerak, hak cipta

17

Ibid, hlm. 145.


Edi Damian, Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang-Undang Hak
Cipta Tahun 1997 Dan Perlindungannya, Mandar Maju, Bandung, 1997, hlm. 201.
18

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

dapat diperalihkan kepada orang lain, baik seluruhnya maupun sebagian, yakni
berdasarkan atas :

a.
b.
c.
d.
e.

Pewarisan;
Hibah;
Wasiat;
Dijadikan milik negara;
Perjanjian, yang harus dilakukan dengan akta, dengan ketentuan bahwa
perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut dalam akta. 19

Karena hak cipta itu benda bergerak atau immaterial yang tak bertubuh, maka
peralihannya melalui prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata
yang berbunyi :

Penyerahan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya, dilakukan
dengan cara membuat sebuah akta otentik atau di bawah tangan, yang disebut
sesi (cessie), dengan mana hak-hak atas benda bergerak itu dilimpahkan
kepada orang lain. Penyerahan yang demikian itu harus diberitahukan,
disetujui atau diakui oleh debitur.

Jadi, hak cipta itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain dengan lisan.
Karena hak cipta itu merupakan satu kesatuan dengan pemiliknya, yaitu pencipta,
demikian juga hak cipta yang tidak diumumkan, yang setelah penciptanya meningal
dunia lalu menjadi pemilik ahli warisnya atau penerima wasiatnya, maka dengan
demikian hak cipta itu tidak bisa disita.

19

Ibid, hlm. 115.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Sementara itu istilah hak cipta pertama kalinya dijelaskan St. Moh. Syah, pada
kongres kebudayaan di Bandung tahun 1951 (yang kemudian diterima oleh kongres
tersebut) sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan
pengertiannya. Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah
bahasa Belanda auters Recht. 20
Dinyatakan kurang luas karena istilah hak pengarang itu memberikan kesan
penyempitan arti, seolah-olah yang dicakup oleh hak pengarang itu hanyalah hak
dari para pengarang saja, yang ada sangkut pautnya dengan karang mengarang.
Sedangkan istilah hak cipta itu lebih luas, dan ia mencakup juga tentang karang
mengarang seperti yang dijelaskan dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2007 tentang hak cipta yang telah dijelaskan di atas.
Sebagaimana perbandingan, ada beberapa pengertian hak cipta, di antaranya
menurut Auterswet 1912 dan universal copyright convention, Auterswet 1912 dalam
pasal 1 menyebutkan :
Hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari yang mendapat hak
tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan
dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat
pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh Undang-Undang. 21
Kemudian Universal Copyright Convention dalam pasal V menyatakan
sebagai berikut : hak cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat,

20

OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, hlm. 58.
21
Ibid, hlm. 59.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang
dilindungi perjanjian ini.

22

Dalam Auterswet 1912 dan Universal Copyright Convention menggunakan


istilah hak tunggal sedangkan Undang-Undang hak cipta menggunakan hak
khusus bagi pencipta. Jika kita lihat penjelasan pasal 2 Undang-Undang hak cipta
yang dimaksudkan dengan hak eksklusif dari pencipta adalah tidak ada pihak lain
yang boleh memanfaatkan hak tersebut kecuali dengan izin pencipta.
Perkataan tidak ada pihak lain mempunyai pengertian yang sama dengan
hak tunggal yang menunjukkan hanya pencipta saja yang boleh mendapatkan hak
semacam itu. Inilah yang disebut dengan hak yang bersifat eksklusif. Eksklusif
berarti khusus, spesifikasi, unik. Keunikan yaitu sesuai dengan sifat dan cara
melahirkan hak tersebut. Tidak semua orang dapat serta merta menjadi seorang
peneliti, komponis dan sastrawan. Hanya orang-orang tertentu yang diberikan
hikmah oleh Allah SWT, mempunyai kecerdasan intelektual yang tinggi sehingga
dapat berkreasi untuk menghasilkan karya cipta.
Oleh karena itu, hak cipta itu semula terkandung di alam pikiran, di dalam ide.
Namun untuk dilindungi harus ada wujud nyata dari alam ide tersebut. Untuk karya
hasil penelitian, harus sudah ada bentuk rangkaian kalimat yang terjema dalam
bentuk buku (meskipun belum selesai). Untuk karya seni misalnya harus sudah
terjelma dalam bentuk lukisan, penggalan irama lagu atau musik. Demikian pula
untuk karya dalam bidang sastra harus pula sudah terjelma dalam bentuk bait-bait
22

Ibid.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

puisi atau rangkaian kalimat berupa prosa, dan seterusnya untuk karya-karya cipta
lainnya seperti sinematografi, koreografi dan lain-lain harus sudah terjelma dalam
bentuk benda berwujud. Jadi ia tidak boleh hanya tinggal di alam pikiran atau ide.
Selanjutnya menurut Hutauruk, ada dua unsur penting yang terkandung dari
rumusan pengertian hak cipta yang termuat dalam ketentuan Undang-Undang hak
cipta yaitu :
1. Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain
2. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan apapun
tidak dapat ditinggalkan daripadanya (mengumumkan karyanya,
menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama
samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas ceritanya. 23
Hak yang dapat dialihkan atau dipindahkan itu sekaligus merupakan bukti
nyata bahwa hak cipta itu merupakan hak kebendaan. Dalam terminology UndangUndang hak cipta Indonesia, pengalihuan hak itu dapat berupa pemberian izin
(lisensi) kepada pihak ketiga. Misalnya untuk karya film dan program komputer,
pencipta ataupun penerima hak (prosedur) berhak untuk memberi izin atau melarang
orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk
kepentingan yang bersifat komersil. Selanjutnya mengenai moral rights, ini adalah
merupakan kekhususan yang tidak ditemukan pada hak manapun di dunia ini.
Dibandingkan dengan Auterswet 1912 dan Universal Copyright Convention
mencakup pengertian yang lebih luas, karena di sana memuat kata-kata menerbitkan
terjemahan yang pada akhirnya tidak saja melibatkan pencipta tetapi juga pihak
penerbit dan penerjemah karya terjemahan haruslah dipandang sebagai hasil
23

Ibid, hlm. 60.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

kemampuan intelektual manusia. Tidak semua orang mempunyai kemampuan bahasa.


Bahkan orang yang mengerti bahasa asing tertentu, tidak lantas mampu membuat
karya terjemahan.
Sedangkan rumusan pengertian hak cipta Undang-Undang hak cipta Indonesia
lebih lengkap dari rumusan yang kita jumpai dalam beberapa peraturan yang
dijelaskan di atas, hal ini dapat dimaklumi karena Undang-Undang ini disusun lebih
akhir. Artinya penyusunannya telah menelusuri beberapa peraturan sebelumnya baik
yang berlaku dalam lingkungan nasional maupun internasional.
Mengenai pendaftaran hak cipta, salah satu perbedaan yang dianggap cukup
penting antara Auterswet 1912 dengan Undang-Undang hak cipta Indonesia adalah
perihal pendaftaran hak cipta. Auterswt 1912 tidak ada sama sekali mencantumkan
ketentuan tentang pendaftaran hak cipta. Sebuah pertanyaan yang dapat diajukan
dalam hal ini adalah, apa sebenarnya fungsi pendaftaran ?
Menurut Koilewijn sebagaimana dikutip oleh Soekardono mengatakan bahwa
ketika memberikan pengarahan kepada pengurus perkumpulan importir di Batavia
dahulu, ada dua jenis cara atau stelsel pendaftaran stelsel konstitutif dan stelsel
deklaratif. 24 Hal tersebut di antaranya adalah :
1. Bahwa hak atas ciptaan baru terbit karena pendaftaran yang telah
mempunyai kekuatan.
2. Bahwa pendaftaran itu bukanlah menerbitkan hak, melainkan hanya
memberikan dugaan atau sangkaan saja menurut Undang-Undang bahwa
24

Ibid, hlm. 89.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

orang yang hak ciptanya terdaftar itu adalah si berhak sebenarnya sebagai
pencipta dari hak yang didaftarkannya.
Dalam stelsel konstitutif letak titik berat ada tidaknya hak cipta tergantung
pada pendaftarannya. Jika didaftarkan (dengan system konstitutif) hak cipta itu diakui
keberadaannya secara de jure dan de facto, sedangkan pada stelsel deklaratif, titik
beratnya diletakkan pada anggapan sebagai pencipta terhadap hak yang didaftarkan
itu, sampai orang lain dapat membuktikannya sebaliknya. Dengan rumusan lain. Pada
system deklaratif sekalipun hak cipta itu didaftarkan, Undang-Undang hanya
mengakui seolah-olah yang bersangkutan sebagai pemiliknya, secara de jure harus
dibuktikan lagi jika ada orang lain yang menyangka hal tersebut.
Selama orang lain tidak dapat membuktikan secara juridis bahwa itu adalah
haknya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh pasal 35 ayat (4) Undang-Undang hak
cipta Indonesia, maka si pendaftar dianggap satu-satunya orang yang berhak atas
ciptaan yang terdaftar, dan setiap pihak ketiga harus menghormati haknya sebagai
hak mutlak.
Maka untuk kepentingan hukum, sebaiknya semua ciptaan itu didaftarkan,
tetapi karena Undang-Undang hak cipta itu menganut system negatif deklaratif,
sebagai juga halnya dengan pendaftaran merek dan pendaftaran tanah, maka hak cipta
yang tidak didaftarkan juga diperbolehkan. Keuntungan bila sebuah ciptaan
didaftarkan adalah bahwa orang yang mendaftarkan ciptaan itu dianggap sebagai
penciptanya. Anggapan ini terus berlangsung, sampai dapat dibuktikan di muka
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

hakim bahwa pendaftar bukan penciptanya. Jadi kebenaran dalam hal ini harus dicari
di muka hakim, bukan di muka pejabat pendaftar.
Dalam Bab IV Pendaftaran Ciptaan Pasal 35 ayat (1), (2), (3) dan (4) UndangUndang Nomor 19 tahun 2002 menjelaskan bahwa :
1)
2)

3)

Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dan dicatat


dalam dafrar umum ciptaan.
Daftar umum ciptaan tesebut dapat dilihat oleh semua orang tanpa
dikenakan biaya.setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri
suatu petikan dari daftar umum ciptaan tersebut dengan dikenai biaya.
Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan hak cipta.

Pengaruran mengenai pendafaran hak cipta tersebut diatur dalam pasal 35


sampai dengan pasal 44 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta.
Dalam system pendafaran hak cipta menurut perundang-undangan hak cipta
Indonesia disebutkan bahwa pendafaran hak cipta dilakukan secara pasif, artinya
penelitian mengenai hak pemohon, kecuali sudah jelas ada pelanggaran hak cipta.
Sikap pasif inilah yang membuktikan bahwa Undang-Undang hak cipta Indonesia
menganut system pendaftaran deklaratif.
Hal ini dikuatkan pula oleh pasal 36 Undang-Undang hak cipta Indonesia
yang menentukan bahwa : pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan tidak
mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan
yang didaftarkan pendaftaran hak cipta, tidak berarti secara substantif. Direktur
Jenderal (Ditjen) HAKI bertanggung jawab atas kebenaran (sebagai pemilik) atas
karya cipta tersebut. Ketentuan ini sangat penting, Boleh jadi sebagian kecil dari
karya cipta itu benar hasil ciptaannya, tetapi sebagian yang lain yang dicaplok atau
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

ditiru dari karya cipta orang lain. Dalam keadaan seperti ini maka Direktur Jendreal
(Ditjen) HAKI tidak memasukkan hal ini sebagai bagian yang harus dipertanggung
jawabannya. Sistem pendafaran deklaratif tidak mengenal pemeriksaan substantif,
yakni pemeriksaan terhadap objek atau materi ciptaan yang akan didaftarkan tersebut.
Selanjutnya dapat dipahami bahwa fungsi pendaftaran hak cipta dimaksudkan
untuk memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai hak cipta.

25

Pendaftaran ini tidak mutlak diharuskan, karena tanpa pendaftaran hak cipta juga
dilindungi, hanya mengenai ciptaan yang tidak didaftarkan akan lebih sukar dan lebih
memakan waktu dalam pembuktiannya.
Dari penjelasan umum tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa pendaftaran itu
bukanlah syarat sah (diakui) suatu hak cipta melainkan hanya untuk memudahkan
suatu pembuktian bila terjadi sengketa. Selanjutnya hak cipta juga sebagai harta
warisan yang dapat diberikan dari si pencipta yang meninggal dunia kepada ahli
warisnya untuk memegang hak cipta dan dapat menerima royalti dari hasil ciptaan si
pencipta (meninggal dunia).
Dengan demikian, maka sudah sangat jelaslah bahwa dalam proses pemberian
royalti kepada ahli waris harus tetap disesuaikan dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku dan tetap memegang prinsip keadilan dalam pembagian
harta warisan.

25

Ibid, hlm. 90.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

BAB III
TINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG HAK CIPTA

A. Pengertian Hak Cipta


Pada umumnya hak cipta merupakan bagian dari kekayaan intelektual.
Konsep hak kekayaan intelektual meliputi :
1.

Hak milik hasi pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya, bersifat tetap
dan eksklusif.

2.

Hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, bersifat sementara.
Menurut Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, menyebutkan
bahwa Hak Cipta adalah : Hak eksklusif bagi pencipta maupun penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pembatasan yang dimaksud dalam hal ini, Undang-undang hak cipta

menyebutkan bahwa ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu, sastra
dan seni. Kemudian Undang-Undang ini memperinci lagi secara mendetail meliputi :
1.

Buku, program komputer, pamlet, susunan perwajahan (lay out) karya tulis
yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain.

2.

Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.

3.

Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

4.

Lagu, atau musik dengan atap tanpa teks.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

5.

Drama atau drama musical, tari, koreografi, pewayangan dan pantomime.

6.

Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan.

7.

Arsitektur

8.

Peta

9.

Seni batik

10.

Fotografi

11.

Sinematografi

12.

Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai database, dan karya lain dari hasil
pengalih wujudan.

26

Ada beberapa pengertian hak cipta menurut Auterswet 1912 dan Universal
Copyright Convention. Auterswet 1912 dalam pasal 1 menyebutkan : Hak cipta
adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari yang mendapatkan hak tersebut, atas
hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan dan kesenian untuk
mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang
ditentukan oleh Undang-undang.

27

Kemudian Universal Copyright Convention dalam Pasal V menyatakan


sebagai berikut : Hak cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat,
menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang
dilindungi perjanjian ini.

28

26

Republik Indonesia, Ibid, Pasal 2.


BPHN, Seminar, Hak Cipta, Bandung, Bina Cipta, 1976, hlm. 44.
28
BPHN, Ibid, hlm. 45.
27

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Dalam pasal 2 Undang-undang hak cipta Indonesia yang dimaksudkan hak


eksklusif dari pencipta adalah tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak
tersebut kecuali dengan izin pencipta. Perkataan tidak ada pihak lain di atas
mempunyai pengertian yang sama dengan hak tunggal yang menunjukkan hanya
pencipta saja yang boleh mendapatkan hak semacam itu, inilah yang disebut dengan
hak bersifat eksklusif.
Oleh karena itu, menurut Hutauruk ada dua unsur penting yang terkandung
dari rumusan hak cipta yang termuat dalam Undang-undang Hak Cipta Indonesia
yaitu :
a. Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain.
b. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak
dapat ditinggalkan daripadanya (mengumumkan karyanya, menetapkan judul,
mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan
keutuhan atau integritas ceritanya).

29

Hak yang dapat dipindahkan atau dialihkan itu sekaligus merupakan bukti
nyata bahwa hak cipta itu merupakan hak kebendaan. Dalam terminologi, Undangundang Hak Cipta Indonesia, pengalihan itu dapat berupa pemberian izin (lisensi)
kepada pihak ketiga. Misalnya untuk karya film dan program komputer, pencipta
ataupun penerima hak (produser) berhak mendapat izin atau melarang orang lain yang
tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat
komersil.

29

M. Hutauruk, Peraturan Hak Cipta Nasional, Jakarta, Erlangga, 1982, hlm. 11.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

B. Fungsi dan Sifat Hak Cipta


Dalam pasal 1 Undang-undang Hak Cipta Indonesia secara tegas menyatakan
dalam

mengumumkan

atau

memperbanyak

ciptaan,

harus

memperhatikan

pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pembatasan dimaksud bertujuan agar dalam setiap menggunakan atau memfungsikan
hak cipta haruslah sesuai dengan tujuannya.

30

Hak cipta berfungsi guna mendorong terciptanya hasil karya kreatif yang
sangat sulit untuk diabaikan. Investasi luar negeri dan kepercayaan ekonomi atas
negara ini sangat bergantung kepada keefektifan penegakan hukum atas karya
kekayaan intelektual. Keuntungan atas usaha penegakan tersebut perlu diperhatikan
karena akan memberikan perlindungan kepada para pencipta, artis dan pelaku lainnya
di Indonesia dan di luar negeri. Perlindungan ciptaan-ciptaan pencipta Indonesia
dapat diperoleh berdasarkan konvensi bern dan perjanjian TRIPS, namun dalam
konteks negara berkembang seperti Indonesia, penerapan hukum hak cipta mungkin
akan terlihat tidak adil atau malahan menghambat pertumbuhan sosial dan ekonomi.
Penyelesaian masalah ini telah dilakukan melalui UU Hak Cipta Indonesia
aeperti yang diberlakukan pada dewasa ini. Sedikit sekali kasus-kasus hak cipta di
Indonesia yang diselesaikan melalui proses peradilan yang memuaskan.
Dengan kerangka berpikir tentang sifat dasar hak cipta yang demikian, orang
lain tidak memperoleh hak untuk mengkopi ataupun memperbanyak buku tanpa
seizin dari pengarang. Hak memperbanyak karya tulis adalah hak eksklusif dari
pengarang atau seseorang kepada siapa pengarang mengalihkan hak perbanyakan
30

BPHN, Op.cit, hlm. 69.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

dengan cara memberikan lisensi. Pencipta sebagai pemilik hak cipta memiliki suatu
kekayaan intelektual dalam bentuk tidak berwujud (intangable) yang bersifat sangat
pribadi.
Seorang pemegang hak cipta yaitu pengarang itu sendiri, memiliki suatu
kekayaan intelektual yang bersifat pribadi dan memberikan kepadanya sebagai
pencipta untuk mengeksploitasi hak-hak ekonomi dari suatu ciptaan yang tergolong
dalam bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan.
Pasal 1 (2) UU mendefinisikan pencipta atau pengarang sebagai seseorang
yang memiliki inspirasi dan dengan inspirasi tersebut menghasilkan karya yang
berdasarkan kemampuan intelektual, imajinasi, keterampilan, keahlian mereka dan
diwujudkan dalam bentuk karya yang emiliki sifat dasar pribadi mereka.
Pasal 1 (3) UU mendefinisikan ciptaan sebagai karya cipta si pengarang atau
pencipta dalam segala format materi yang menunjukkan keasliannya dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dalam Pasal 12 tertera ciptaan yang memperoleh
perlindungan hak cipta. Pasal 12 juga hendaknya dikaitkan dengan pasal 49 yang
memperluas topik perlindungan hak cipta yang terkait dengan hak cipta
(neighbouring rights).

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

C. Pemegang Hak Cipta


Yang dimaksud dengan pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik
hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang
menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 1 butir (4) Undang-Undang Hak Cipta Indonesia.
Menurut Vollmar, setiap makhluk hidup mempunyai apa yang disebut
wewenang berhak yaitu kewenangan untuk membezit (mempunyai) hak-hak dan
setiap hak tertentu ada subjek haknya sebagai pendukung hak tersebut. 31
Mahadi menulis, setiap ada subjek tentu juga ada objek, keduanya tidak lepas
satu sama lain, melainkan ada relasi (hubungan), ada hubungan antara yang satu
dengan yang lain. Selanjutnya beliau mengatakan hubungan itu namanya eigendom
recht atau hak milik.

32

Jadi jika kita kaitkan dengan hak cipta yang menjadi subjeknya adalah
pemegang hak, yaitu pencipta atau orang atau badan hukum yang secara sah
memperoleh hak untuk itu, yaitu dengan jalan pewarisan, hibah, wasiat atau pihak
lain dengan perjanjian, sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 3 UndangUndang hak cipta Indonesia. Sedangkan yang menjadi objeknya adalah benda yang
dalam hal ini adalah hak cipta sebagai benda immateriil.
Dalam Pasal 5 sampai Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta Indonesia yang
dianggap sebagai pencipta adalah orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum

31
32

HFA Vollmar, op.cit., hlm. 20.


Mahadi, Hak Milik dalam Sistem Hukum Perdata Nasional, Op.cit, hlm. 63-64.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

ciptaan pada direktorat jenderal, dan orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau
diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan (Pasal 5).
Selanjutnya mengenai negara sebagai pemegang hak cipta, dalam hal ini
ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa hak cipta dapat beralih atau
dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian, karena :
1. Pewarisan
2. Hibah
3. Wasiat
4. Perjanjian tertulis, atau
5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

33

Pasal 10 ayat (4) menyebutkan bahwa hak cipta yang dipegang oleh negara
sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur oleh peraturan pemerintah.
Sedangkan dalam pasal 11 Undang-Undang hak cipta Indonesia menyebutkan lagi
satu sebab hak cipta itu dipegang oleh negara sebagai subjeknya yakni apabila suatu
ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan.
Hak cipta sebagai hak milik, dalam penggunaannya harus pula dilandaskan
atas fungsi sosial ini. Hal ini tegas dinyatakan dalam penjelasan umum UndangUndang Hak Cipta Indonesia pada butir 2 menyebutkan bahwa, Undang-Undang ini
selain dimasukkan unsur baru mengingat perkembangan teknologi, diletakkan juga
unsur kepribadian Indonesia yang mengayomi baik kepentingan individu maupun

33

Antara lain atas dasar lisensi berdasarkan ketentuan pasal 45, 46, dan 47 UHC Indonesia.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

masyarakat, sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara kedua kepentingan


dimaksud.

34

Demikianlah halnya dengan hak cipta, jika digunakan kata persetujuan si


pencipta itu akan mempersulit persoalan bila ternyata si pencipta tidak memberikan
persetujuan. Oleh karena itu, Undang-Undang telah menetapkan syarat-syarat
tertentu, misalnya atas dasar pertimbangan dewan hak cipta nasional sebagai wakil si
pencipta, dan kepadanya diberikan pula ganti rugi, sebagai imbalan atas usahanya
sebagai pencipta.
Selanjutnya negara juga ditetapkan sebagai pemegang hak cipta, atas karya
peninggalan prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional lainnya, termasuk juga
hak cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama
seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi,
tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya.

35

D. Pembatasan Hak Cipta


Pembatasan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah hal apa saja yang dapat
digolongkan sebagai pelanggaran hak cipta dan hal mana pula yang tidak termasuk
kedalamnya. Pada bagian awal uraian ini kita lihat terlebih dahulu ciptaan-ciptaan
yang termasuk dalam perlindungan hak cipta Undang-Undang Hak Cipta Indonesia
menyebutkan bahwa ciptaan-ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang

34
35

Republik Indonesia, tentang Hak Cipta, Op.Cit, Penjelasan Umum.


Republik Indonesia, tentang hak cipta, Op.Cit., pasal 10 ayat (1) dan (2).

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

ilmu, sastra dan seni. Kemudian Undang-Undang ini memperinci lagi secara detail
yaitu meliputi karya :
1. Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain;
2. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
5. Drama, atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim;
6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan;
7. Arsitektur
8. Peta
9. Seni Batik
10. Fotografi
11. Sinematografi
12. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai data base, dan karya lain dari hasil
pengalih wujudan.

36

Kalau kita lihat perincian yang tertera berdasarkan urutan butir a sampai
dengan ke atas, karya-karya cipta tersebut dapat dikualifikasikan sebagai ciptaan asli.
Sedangkan ciptaan pada butir 1 merupakan pengolahan selanjutnya dari ciptaanciptaan asli. Hasil pengolahan dari ciptaan asli juga dilindungi sebagai hak cipta,

36

Repoublik Indonesia, Ibid, pasal. 12.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

sebab hasil dari pengolahan itu merupakan suatu ciptaan yang baru dan memerlukan
kemampuan intelektualitas tersendiri pual untuk memperolehnya. Pemberian
perlindungan dimaksud, selanjutnya ditentukan tidak mengurangi hak cipta atas
ciptaan aslinya. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan pasal 12 ayat 2 UHC
Indonesia yang berbunyi :
Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf 1 dilindungi sebagai ciptaan
tersendiri, dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.

37

Pada bagian lain UHC Indonesia telah pula menentukan ciptaan-ciptaan yang
tidak dilindungi hak ciptanya. Hal ini diatur dalam Pasal 13 UHC Indonesia yang
menyebutkan tidak ada ciptaan atas,
1. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara
2. Peraturan perundang-undangan
3. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah
4. Putusan pengadilan atau penetapan hakim, atau
5. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

38

E. Pendaftaran Hak Cipta


Salah satu perbedaan yang dianggap cukup penting antara Auterswet 1912
dengan UHC Indonesia adalah perihal pendaftaran hak cipta, Auterswet 1912 tidak
ada sama sekali mencantumkan ketentuan tentang pendaftaran hak cipta.

37
38

Republik Indonesia, Loc.Cit.


Republik Indonesia, tentang hak cipta, Op.Cit, pasal 13.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Dalam sistem pendaftaran hak cipta menurut perundang-undangan hak cipta


Indonesia disebutkan bahwa pendaftaran ciptaan dilakukan secara pasif, artinya
bahwa semua permohonan pendaftaran diterima dengan tidak terlalu mengadakan
penelitian mengenai hak pemohon, kecuali sudah jelas ada pelanggaran hak cipta.
Sikap pasif inilah yang membuktikan bahwa UHC Indonesia mengatur sistem
pendaftaran deklaratif. Hak ini dikuatkan pula oleh pasal 36 UHC Indonesia yang
menentukan, Pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan tidak mengandung arti
sebagai pengesahan atas diatas isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan yang
didaftarkan.

39

Pendaftaran Hak Cipta, tidak berarti secara substantif Ditjen HAKI


bertanggung jawab atas kebenaran (sebagai pemilik) karya cipta tersebut. Ketentuan
ini sangat penting. Boleh jadi sebagian kecil dari karya cipta itu benar hasil
ciptaannya, tetapi sebagian lagi dicaplok atau ditiru dari karya ciptaan orang lain.
Selanjutnya dapat dipahami bahwa fungsi pendaftaran hak cipta dimaksudkan untuk
memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai hak cipta.

F. Hak Moral
Mengenai hak moral (moral rights) pengaturannya dijumpai dalam pasal 24
dan 25 UHC Indonesia. Dalam ketentuan ini disebutkan bahwa :
1. Pencipta atau ahli warisnya berhak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta
supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.

39

Republik Indonesia, Ibid, Pasal 30.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

2. a. Tidak diperbolehkan mengadakan perubahan suatu ciptaan kecuali dengan


persetujuan pencipta atau ahli warisnya.
b. Dalam hal pencipta telah menyerahkan hak ciptaannya kepada orang lain,
selama

penciptanya

masih

hidup

diperlukan

persetujuannya

untuk

mengadakan perubahan termaksud dan apabila pencipta telah meninggal


dunia, izin harus diperoleh dari ahli warisnya.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 berlaku juga terhadap perubahan
judul dan anak judul ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama
samaran pencipta.
4. Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada ciptaannya sesuai dengan
kepatutan dalam masyarakat.
Untuk perlindungan hak moral itu olehUHC Indonesia telah dicantumkan
ketentuan normatif yang dimuat pasal 56 yang berbunyi :
Penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada orang atau badan lain tidak
mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat seseorang yang tanpa
persetujuannya.
a. Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu.
b. Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya
c. Mengganti atau mengubah judul ciptaan itu
d. Mengubah isi ciptaan itu.

40

40

Ibid, hlm. 14.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

G. Jangka Waktu Pemilikan Hak Cipta


Ketika Undang-Undang Hak Cipta No. 6 Tahun 1982 dilahirkan, banyak
alasan menyangkut filosofis fungsi sosial hak milik, dan disepakatilah jangka waktu
hak cipta selama hidup si pencipta ditambah dengan 25 tahun setelah meninggalnya si
pencipta. Maka dalam Undang-Undang Hak Cipta, jangka waktu pemilikan hak cipta
ditetapkan 50 tahun.
Pembatasan mengenai jangka waktu pemilikan hak cipta, sebenarnya
didasarkan atas landasan filosofis tiap-tiap hak kebendaan termasuk hak cipta fungsi
sosial. Sehingga dengan dibelinya pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta,
maka diharapkan hak cipta itu dikuasai dalam jangka waktu yang panjang di tangan si
pencipta yang sekaligus sebagai pemiliknya.
Sehingga dengan demikian dapatlah dinikmati oleh rakyat atau masyarakat
luas sebagai pengejawantahan dari asas tiap-tiap hak mempunyai fungsi sosial.
Dasar pertimbangan lain adalah hasil suatu karya cipta pada suatu ketika harus
bisa dinikmati oleh semua orang dan tidak hanya oleh orang yang menciptakannya
dengan tidak ada pembatasannya. Dengan ditetapkannya batasan tertentu di mana hak
si pencipta itu berakhir, maka orang lain dapat menikmati hak tersebut secara bebas,
artinya ia boleh mengumumkan atau memperbanyak tanpa harus minta izin kepada si

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

pencipta atau si pemegang hak, dan ini tidak dianggap sebagai pelanggaran hak
cipta. 41
Dengan berakhirnya jangka waktu pemilihan hak cipta tersebut, maka jadilah
karya cipta itu sebagai milik umum, suatu kuasa umum (public domein). Pembatasan
jangka waktu hak cipta yang tercnatum di dalam Undang-Undang hak cipta Indonesia
bukanlah satu-satunya peraturan hak cipta yang memberikan batasan.
Walaupun pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta 25 tahun tersebut
merupakan : Ketentuan yang diambil alih dari konvensi bern dengan alasan agar
mempermudah bila Indonesia menjadi salah satu anggota Konvensi, tetapi dalam
perkembangan selanjutnya yang akhir-akhir ini terlihat adanya upaya untuk
menggantikan atau merevisi Undang-Undang hak cipta tahun 1982, yang pembatasan
jangka waktu hak cipta tersebut telah dinaikkan menjadi 50 tahun setelah
meninggalnya si pencipta.
Mengenai pembatasan jangka waktu hak cipta dalah merupakan penjelmaan
dari pandangan tentang hakikat pemilikan, dikaitkan dengan kedudukan manusia
sebagai mahluk pribadi sekaligus mahluk bermasyarakat, di mana hak milik itu
dianggap mempunyai fungsi sosial. Inilah dimaksudkan landasan filosofis dan budaya
hukum yan dianut oleh suatu negara dalam perlindungan hak cipta tersebut.
Mungkin bagi kita di Indonesia hal ini mempunyai arti lain, sebab jika kita
lihat dalam perubahan Undang-Undang Hak Cipta 1982, diperpanjang jangka waktu
pemilikan hak cipta itu menjadi 50 tahun, yang sebelumnya 25 tahun dan dalam

41

Abdulkadir Muhammad, Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2001.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Undang-Undang Hak Cipta No. 19 tahun 2002 bahwa jangka waktu pemilikan hak
cipta adalah selama seumur hidup dan ditambah 50 tahun setelah si pencipta
meninggal dunia.

H. Perlindungan Hak Cipta Sebagai Hak Milik


Perlindungan hak cipta sebagai hak kebendaan immateriil, maka kita akan
teringat pada hak milik. Hak milik ini menjamin kepada si pemilik untuk menikmati
dengan bebas dan boleh pula melakukan tindakan hukum dengan bebas terhadap
miliknya itu. Objek hak milik itu dapat berupa hak cipta sebagai hak kekayaan
immateriil. Terhadap hak cipta, si pencipta atau si pemegang hak dapat mengalihkan
untuk seluruhnya atau sebagian hak cipta itu kepada orang lain, dengan jalan
pewarisan, hibah, wasiat atau dengan cara lain (Pasal 3 Undang-Undang Hak Cipta) 42
Hal ini membuktikan bahwa hak cipta itu merupakan hak yang dapat dimiliki,
dapat menjadi objek pemilikan atau hak milik dan oleh karenanya terhadap hak cipta
itu berlaku syarat-syarat pemilikan, baik mengenai cara penggunaannya maupun cara
pengalihan haknya.
Perlindungan yang diberikan oleh Undang-Undang terhadap hak cipta adalah
menstimulir atau merangsang aktivitas para pencipta agar terus mencipta dan lebih
kreatif. Lahirnya ciptaan baru atau ciptaan yang sudah ada sebelumnya harus
didukung dan dilindungi oleh hukum. Wujud perlindungan itu dikukuhkan dalam
Undang-Undang dengan menempatkan sanksi pdana terhadap orang yang melanggar

42

O.K. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

hak cipta dengan cara melawan hukum, sebagiamana telah diungkapkan pada bagian
terdahulu.
Undang-Undang Hak Cipta menempatkan tindakan pidana hak cipta itu
sebagai delik biasa yang dimaksudkan untuk menjamin perlindungan yang lebih baik
dari sebelumnya, di mana sebelumnya tindak pidana hak cipta dikategorikan sebagai
delik aduan. Perubahan sifat delik ini adalah merupakan kesepakatan masyarakat
yang menyebabkan suatu pelanggaran bisa diperkarakan ke pengadilan secara tepat
dan tidak perlu menunggu pengaduan terlebih dahulu dari pemegang hak cipta. 43
Tantangan ke depan adalah menyiapkan tenaga penyidik yang selain memiliki
keahlian dalam bidang hukum perlindungan hak cipta, ia juga harus mengetahui pula
tentang seluk beluk pembajakan hak cipta melalui program komputer dan fasilitas
eebook (teknologi komputer)

43

Dalam UU Perlindungan HAKI Indonesia, Hanya Hak Cipta yang masih mempertahankan tindak
pidananya.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

BAB IV
PEMBAGIAN DAN KEDUDUKAN HAK CIPTA BERDASARKAN HAK
CIPTA (UU NO. 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA) DAN KUH
PERDATA

A. Hak Cipta yang dapat Menjadi Objek Warisan


.Dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta mengeni
ciptaan yang dilindungi dan dapat menjadi objek warisan ialah ciptaan dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang terdapat dalam pasal 12 ayat (1) UU No. 19
tahun 2002 sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf 1 yaitu terjemahan, tafsir,
saduran, bunga rampai, data base, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan
dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan
lain. Bilamana ciptaan yang baru itu merupakan suatu bentuk ciptaan yang dapat
dipandang berdiri sendiri dan patut diberi perlindungan tersendiri, maka ciptaan baru
dilindungi sebagai ciptraan tersenciri, dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan
aslinya. Ciptaan baru yang demikian misalnya : terjemahan, tafsir, saduran,
perfilman, rekaman, ubahan musik, himpunan beberapa ciptaan dan lain-lain.
Terhadap ciptaan lain-lain, yang tidak atau belum diumumkan, akan tetapi sudah
merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan
hasil karya itu, juga mendapat perlindungan hukum yang diberikan oleh UndangUndang Hak Cipta ini.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Mengenai masa berlaku hak cipta, maka sesuai dengan ketentuan bahwa hak
cipta mempunyai fungsi sosial, maka berlakunya hak cipta ditetapkan untuk ciptaan
yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, hak ciptanya berlaku selama hidup
pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh)
tahun sesudahnya. Menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
menyebutkan bahwa hak cipta atas ciptaan tersebut yaitu :

a. Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain;


b. Drama atau drama musikal, tari, koreografi;
c. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan terapan;
d. Seni baik;
e. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
f. Arsitektur;
g. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
h. Alat peraga;
i. Peta;
j. Terjemahan, tafsir, saduran dan bunga rampai.

Sedangkan hak cipta atas ciptaan program komputer, sinematografi, fotografi,


database, dan karya hasil pengalih wujudan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun
sejak pertama kali diumumkan.
Kalau suatu hasil ciptaan dijual kepada seorang pembeli, sedangkan hak
ciptanya tidak turut serta diserahkan, maka hak cipta masih tetap ada di tangan
penciptanya. Begitupun kalau hak cipta sudah dijual untuk seluruh atau sebagiannya,
maka penjual yang sama tidak boleh menjual hak cipta untuk kedua kalinya kepada
orang lain lagi. Ktentuan ini adalah logis, sebab kalau penjual yang sama menjual hak
cipta untuk kedua kalinya, maka penjual itu menjual barang orang lain. Itu adalah
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

perbuatan pidana dan juga perbuatan melanggar hukum dalam artian hukum perdata.
Akibat penjualan seperti yang digambarkan di atas, maka dapat menimbulkan
sengketa antara beberapa pembeli hak cipta yang sama atas suatu ciptaan. Dalam hal
ini perlindungan yang diberikan kepada pembeli yang terdahulu memperoleh hak
cipta itu. Mengenai hak cipta yang dapat menjadi objek warisan di antaranya adalah :
A.1. Hak Cipta Yang Merupakan Hak Kebendaan
Sebelum mengkaji lebih jauh tentang keberadaan hak cipta sebagai hak
kebendaan yang juga merupakan hak yang dapat diwarisi, maka ada baiknya jika
terlebih dahulu diuraikan dahulu apa sebenarnya yang dimaksud dengan hak
kebendaan.

44

Dalam bahasa Belanda hak kebendaan ini disebut dengan zakelijk recht, Sri
Soedawi Masjchoen Sofwan, memberikan rumusan tentang hak kebendaan yaitu :
hak mutlak atas suatu benda di mana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas
benda dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga.

45

Rumusan bahwa hak kebendaan itu adalah hak mutlak yang juga berarti hak
absolut yang dapat dipertentangkan atau dihadapkan dengan hak relatif, hak nisbi,
atau biasanya disebut persoonlijk atau hak perorangan. Hak yang disebut terakhir ini
hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu, tidak terhadap semua orang
seperti pada hak kebendaan.

44
45

OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 48.


Ibid, hlm. 50.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Ada beberapa ciri pokok yang membedakan hak kebendaan ini dengan hak
relatif atau hak perorangan yaitu :

46

1. Merupakan hak yang mutlak, dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.


2. Mempunyai zaakgevolg atau droit de suite (hak mengikuti). Artinya hak itu terus
mengikuti bendanya di manapun juga (dalam tangan siapapun juga) benda itu
berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yang mempunyainya.
3. Sistem yang dianut dalam hak kebendaan di mana terhadap yang lebih dahulu
terjadi mempunyai kedudukan dan tingkatan yang lebih tinggi daripada yang
terjadi kemudian. Misalnya seorang eigenar menghipotikkan tanahnya, kemudian
tanah tersebut juga diberikan kepada orang lain dengan hak memungut hasil,
maka di sini hak hipotik itu masih ada pada tanah yang dibebani hak memungut
hasil itu. Dan mempunyai derajat dan tingkat yang lebih tinggi daripada hak
memungut hasil yang baru terjadi kemudian.
4. Mempunyai sifat droit de preference (hak yang didahulukan)
5. Adanya apa yang dinamakan gugat kebendaan
6. kemungkinan untuk dapat memindahkan hak kebendaan itu dapat secara
sepenuhnya dilakukan.
Demikian ciri-ciri hak kebendaan itu meskipun dalam praktik ciri-ciri itu
kelihatannya tidak tajam lagi jika dihadapkan dengan hak perorangan. Artinya
perbedaan yang semacam itu tidak penting lagi dalam praktik. Sebab dalam
kenyataannya ada hak perorangan yang mempunyai ciri-ciri sebagaimana ciri-ciri
yang terdapat pada hak kebendaan. Hak ini dapat dilihat sifat absolut terhadap hak
46

Ibid.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

sewa, yang dilindungi berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata. Juga hak sewa ini
mempunyai sifat mengikuti bendanya (droit de suit).
Hak sewa ini akan terus mengikuti bendanya meskipun berpindahnya atau
dijualnya barang yang disewa, perjanjian sewa tidak akan putus. Demikian juga
halnya sifat droit de preference (hak yang didahulukan).

47

Oleh Mariam Darus Badrulzaman, mengenai hak kebendaan ini dibaginya


atas dua bagian yaitu :
Hak kebendaan yang sempurna dan hak kebendaan yang terbatas. Hak
kebendaan yang sempurna adalah hak kebendaan yang memberikan kenikmatan yang
sempurna (penuh) bagi si pemilik. Selanjutnya untuk hak ang demikian dinamakan
hak kemilikan. Sedangkan hak kebendaan terbatas adalah hak yang memberikan
kenikmatan yang tidak penuh atas suatu benda. Jika dibandingkan dengan hak milik.
Artinya kebendaan terbatas itu tidak penuh atau kurang sempurna jika dibandingkan
dengan hak milik. 48

Jadi jika disimpulkan pandangan Mariam Darus Badrulzaman di atas, maka


yang dimaksud hak yang sempurna itu hanya hak milik, sedangkan selebihnya
termasuk dalam kategori hak kebendaan yang terbatas. 49
Bila kita kaitkan dengan hak cipta, maka dapatlah hak cipta itu sebagia hak
kebendaan. Pandangan ini dapat disimpulkan dari rumusan pasal 1 Undang-Undang
Hak CIpta Indonesia yang mengatakan bahwa hak cipta adalah hak khusus bagi
pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkanh atau memperbanyak
ciptaannya maupun memberi izin untuk itu tanpa mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

47

Ibid, hlm. 51.


Ibid, hlm. 54.
49
Ibid.
48

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Hal ini menunjukkan bahwa hak cipta itu hanya dapat dimiliki oleh si
pencipta atau sipenerima hak. Hanya namanya yang disebut sebagai pemegang hak
khususnya yang boleh menggunakan hak cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan
haknya terhadap subjek lainj yang mengganggap atau yang menggunakannya tidak
dengan cara yang diperkenankan oleh aturan hukum.
Kemudian jika dilihat rumusan tentang ketentuan pidana, di sini ada rumusan
mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran hak cipta, dan suatu bukti bahwa
hak itu dapat dipertahankan terhadap siapa saja yang mencoba untuk mengganggu
keberadaannya.

50

Pidana yang diancamkan ialah penjara dan denda. Tindak pidana

ini juga digolongkan dalam tindak pidana kejahatan dan masuk dalam kategori delik
biasa. Kesemuanya ini memberikan kesan peranda adanya hak absolut. Sifat hak
absolut ini lebih jelas lagi jika dilihat rumusan pasal-pasal tentang pemindahan hak
cipta, pendaftarannya dan yang berhubungan dengan penyelesaian sengketa menurut
Undang-Undang Hak Cipta Indonesia. Dalam hal tersebut Mahadi mengatakan :
Hak cipta memberikan hak untuk menyita benda yang diumumkan
bertentangan dengan hak cipta itu serta perbanyakan yang tidak diperbolehkan
dengan cara dan dengan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan untuk
penyitaan benda bergerak baik untuk menuntut penyerahan benda tersebut
menjadi miliknya ataupun untuk menuntut suatu benda itu dimusnahkan atau
dirusak sehingga tidak dapat dipakai lagi. Hak cipta tersebut juga memberikan
hak yang sama untuk penyitaan dan penuntutan terhadap jumlah uang tanda
masuk yang dipungut untuk menghadiri ceramah, pertunjukan atau pameran
yang melanggar hak cipta.
Pandangan Mahadi tersebut jelas menunjukkan bahwa hak cipta itu termasuk
dalam ruang lingkup kebendaan. Sebab di samping mempunyai sifat mutlak juga
hadirnya sifat droit de suit.
50

Sanusi Bintang, Hukum Hak CIpta, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm. 78.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Sifat droit de suit itupun tidak hilang dalam hak cipta itu dibajak di luar
negeri, di mana negara si pencipta atau si pemegang hak tidak turut dalam konvensi
Internasional. Hal ini dapat dilihat apa yang diungkapkan oleh Mahadi, bahwa sifat
droit de suit tidak hilang disebabkan adanya ketentuan tentang perjanjian
internasional itu gunanya untuk melindungi, jadi kalau tidak menjadi anggota
konvensi internasional, negara lain tidak wajib dilindungi. Ini telah menjadi
kebiasaan internasional.

51

Tidak dilindunginya hak cipta di luar negeri bukanlah berarti hilangnya sifat
droit de suit, tetapi pencipta atau si pemegang hak, Undang-Undang tidak
memberikan jaminan terhadap pelanggaran haknya yang mungkin akan terjadi di
negara-negara yang tidak ikut konvensi. Jusru kesulitan yang dihadapi pencipta
adalah dalam hal penuntutan haknya.
Jadi jelaslah bahwa dengan dinyatakannya hak cipta sebagai hak kebendaan,
maka setiap hak cipta yang dibuat atau diciptakan dapat menjadi objek warisan baik
itu benda bergerak, tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud.
Di samping itu juga hak cipta yang merupakan hak kebendaan, maka di dalam
hak kebendaan tersebut, hak cipta juga di samping dapat diwariskan juga dapat
dihibahkan oleh pemiliknya, baik diberikan kepada kerabat atau keluarganya maupun
orang lain. Sehingga hak cipta tersebut secara mutlak dapat diwariskan dan
dihibahkan kepada orang lain dari pemiliknya yang telah meninggal dunia.

51

OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 56.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

A.2. Hak Cipta Yang Merupakan Hak Kekayaan Immaterial


Yang dimaksud dengan hak kekayaan immaterial adalah suatu hak kekayaan
yang objek haknya adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Dalam hal
ini banyak yang dijadikan objek hak kekayaan yang termasuk dalam cakupan benda
tidak bertubuh. Misalnya hak tagihan, hak yang ditimbulkan dari dari penerbitan surasurat berharga, hak sewa dan lain-lain sebagainya.
Hak immaterial secara sederhana dapat dirumuskan bahwa semua benda yang
tidak dapat dilihat atau diraba dan dapat dijadikan objek hak kekayaan adalah
merupakan hak kekayaan immaterial.

52

Jika hendak memastikan tempat atau

kedudukan hak cipta itu sebagai hak kekayaan immaterial maka ada baiknya dilihat
dulu rumusan pasal 499 KUH Perdata. Pasal ini secara implisit (tersirat) dan
menunjukkan bahwa hak cipta itu dapat digolongkan sebagai benda yang
dimaksudkan oleh pasal tersebut.
Pasal 499 KUH Perdata memberikan batasan tentang rumusan benda, menurut
pasal tersebut bahwa : tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai
menjadi objek kekayaan (property) atau hak milik.
Rumusan ini menempatkan hak cipta sebagai hak yang merupakan bagian dari
benda. Hak cipta menurut rumusan ini dapat dijadikan objek hak milik, oleh karena
itu ia memenuhi kriteria pasal 499 KUH Perdata. Si pemegang hak cipta dapat
menguasai hak cipta sebagai hak milik.

52

Ibid, hlm. 58.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Untuk itu dapat diungkapkan apa yang dikutip oleh Prof. Mahadi dari buku
Pitlo yang mengatakan, serupa dengan hak tagih, hak immaterial tidak mempunyai
benda berwujud sebagai objek.
Hak milik immaterial termasuk ke dalam hak-hak yang disebut pasal 499
KUH Perdata. Oleh sebab itu, hak milik immaterial itu sendiri dapat menjadi objek
dari sesuatu hak benda. Selanjutnya Mahadi mengatakan bahwa hak benda adalah hak
absolut atas suatu benda, tetapi ada hak absolut yang objeknya bukan benda berwujud
(barang). Itulah yang disebut dengan nama Hak Milik Intelektual (Intellectual
property rights). Untuk itu dapat dilihat bahwa Undang-Undang Hak Cipta Indonesia
memberikan batasan tentang hal apa saja yang dilindungi sebagai hak cipta.
Dalam pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta
mengenai ciptaan yang dilindungi ialah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni
dan sastra seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Ciptaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf 1 dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak
cipta atas ciptaan asli.
Bilamana ciptaan yang baru itu merupakan suatu bentuk ciptaan yang dapat
dipandang berdiri sendiri dan patut diberi perlindungan tersendiri, maka ciptaan baru
dilindungi sebagai ciptaan tersendiri, dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan
aslinya. Ciptaan baru yang demikian misalnya : terjemahan, tafsir, saduran,
perfilman, rekaman, gubahan musik, himpunan beberapa citaan dan lain-lain.
Terhadap ciptaan lain-lain, yang tidak atau belum diumumkan, akan tetapi sudah
merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

hasil karya itu, juga mendapat perlindungan hukum yang diberikan oleh UndangUndang Hak Cipta ini.
Mengenai masa berlaku hak cipta, maka sesuai dengan ketentuan bahwa hak
cipta mempunyai fungsi sosial, maka berlakunya hak cipta ditetapkan untuk ciptaan
yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, hak ciptanya berlaku selama hidup
pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh)
tahun sesudahnya. 53
Prinsip

dalam

pemberian

perlindungan

hak

cipta

ialah

pemberian

perlindungan kepada semua ciptaan warga negara Indonesia dengan tidak


memandang tempat di mana ciptaan diumumkan untuk pertama kalinya. Penciptaan
yang diciptakan oleh setiap warga negara Indonesia harus menciptakan sesuatu yang
asli dalam arti tidak meniru. Karena memang penciptaan yang dihasilkan dari ilmu
pengetahuan harus memiliki keaslian dan dilindungi oleh Undang-Undang.
Di sisi lain ada beberapa istilah yang harus dipahami mengenai hak cipta
tersebut. Di antaranya misalnya istilah pencipta, ciptaan, pemegang hak cipta,
pengumuman, perbanyakan, dan potret. Istilah-istilah ini mempunyai kaitan yang
sangat erat sekali dengan hak cipta yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002.
Berikut dijelaskan pengertian-pengertian dari istilah di atas, dalam pasal 1
butir 2,3,4,5,6 dan 7 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, yang berbunyi :
1.

53

Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang


atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,

Ibid, hlm. 62.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

2.
3.

4.

5.

6.

imajinasi, kecekatan. Keterampilan atau keahlian yang dituangkan


dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk khas apapun
juga dalam lapangan ilmu, seni dan sastra.
Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau
pihak yang menerima hak tersebut dan pencipta atau pihak lain yang
menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut ;
Pengumuman adalah pembacaan, penyuaraan, penyiaran atau
penyebaran sesuatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan
dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat dibaca,
didengar atau dilihat oleh orang lain;
Perbanyakan adalah menambah jumlah sesuatu ciptaan, dengan
pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut
dengan mempergunakan bahan-bahan yang sama maupun yang tidak
sama, termasuk mengalih wujudkan sesuatu ciptaan.
Potret adalah gambaran dengan cara dan alat apapun dari wajah orang
yang digambarkan baik bersama bagian tubuh lainnya maupun tidak.

Berdasarkan Pasal 1 butir 2,3,4,5,6 dan 7 UU No. 19 Tahun 2002, maka pada
dasarnya hak cipta adalah merupakan dasar atau pilar bagi seseorang atau beberapa
orang untuk mengembangkan bakat dan dan kemampuannya yang dituangkan dalam
bentuk apapun yang bisa memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan hak cipta atas ciptaan program komputer, sinematografi, fotografi,
database, dan karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun
sejak pertama kali diumumkan. Inilah hak-hak cipta yang dilindungi dan juga
merupakan objek dari warisan, sehingga apabila seseorang meninggal dunia yang
meninggalkan harta warisan berupa hak cipta maka hak cipta tersebut dapat dialihkan
kepada ahli warisnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

B. Pembagian Hak Cipta dalam Warisan


Jika dicermati bahwa perlindungan hak cipta sebagai hak kebendaan yang
immaterial, maka akan teringat kepada hak milik. Hak milik ini menjamin kepada
pemilik untuk menikmati dengan bebas terhadap miliknya itu.

54

Objek hak milik itu

dapat berupa hak cipta sebagai hak kekayaan immaterial.


Terhadap hak cipta, si pencipta atau si pemegang hak dapat mengalihkan
untuk seluruhnya atau sebagian hak cipta kepada orang lain, dengan jalan pewarisan,
hibah atau wasiat atau dengan cara lain yang sesuai dalam pasal 3 UHC Indonesia
yang menyatakan bahwa hak cipta dapat dialihkan atau beralih, baik seluruhnya
maupun sebagian. Hal ini membuktikan bahwa hak cipta itu merupakan hak yang
dapat dimiliki, dan juga dapat menjadi objek pemilikan atau hak milik dan oleh
karenanya terhadap hak cipta itu berlaku syarat-syarat pemilikan, baik mengenai cara
penggunaannya maupun cara pengalihan haknya.
Mengenai pembagian hak cipta dalam warisan pada pasal 4 UHC Indonesia
menyatakan Hak cipta yang dimiliki oleh pencita, yang setelah penciptanya
meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan hak
cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan
hukum.
Oleh karenanya menyangkut dengan pembagian warisan menurut UHC
Indonesia hanya mengatur tentang pengalihan hak cipta dari seseorang yang
meninggal dunia kepada ahli warisnya atau yang menerima wasiat dan menyangkut
pembagiannya maka Undang-Undang hak cipta tidak menjelaskan secara terperinci.
54

Wirjono Projodikoro, Asas-asas dalam Hukum Perjanjiian, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm. 102.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Namun di dalam KUH Perdata dijelaskan tentang bagian mutlak atau legitime portie
dan tentang pengurangan dari tiap-tiap pemberian yang kiranya akan mengurangkan
bagian mutlak itu.
Menurut Pasal 913 KUH Perdata menyatakan bahwa : Bagian mutlak atau
legitime portie adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan
kepada para waris dalam garis lurus menurut Undang-Undang, terhadap bagian mana
si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian
antara yang masih hidup maupun selaku wasiat. Dalam garis lurus ke bawah, apabila
si yang mewariskan hanya meninggalkan anak yang sah satu-satunya saja, maka
terdirilah bagian mutlak itu atas setengah dari harta peninggalan, yang mana oleh si
anak itu dalam pewarisan harus dperoleh.
Selanjutnya apabil ada dua orang anak yang ditinggalkan oleh si meninggal
dunia maka bagian mutlak itu adalah masing-masing dua pertiga dari apa yang
sedianya harus diwarisi oleh mereka masing-masing dalam pewarisan. Dan apabila
tiga orang atau lebihpun anak yang ditinggalkannya, maka tiga perempatlah bagian
mutlak itu dari apa yang sedianya masing-masing mereka harus mewarisinya dalam
pewarisan. Dengan sebutan anak, termasuk juga di dalamnya sekalian keturunannya
dalam derajat keberapapun juga, akan tetapi mereka terakhir ini hanya dihitung
sebagai pengganti si anak yang mereka wakili dalam mewarisi warisan si yang
mewariskannya.
Kemudian dalam garis lurus ke atas bagian mutlak itu adalah selamnya
setengah dari apa yang menurut Undang-Undang menjadi bagian tiap-tiap mereka
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

dalam garis lurus itu dalam perwarisan karena kematian. Bagian mutlak seorang anak
luar kawin yang telah diakui dengan sah adalah setengah dari bagian yang menurut
Undang-Undang sedianya harus diwarisinya dalam pewarisan karena kematian.
Dalam hal-hal bilamana guna menentukan besarnya bagian mutlak harus
diperhatikan adanya beberapa waris yang kendati menjadi warisan karena kematian,
namun bukan warisan mutlak maka apabila kepada orang-orang selain ahli warisan
mutlak tadi baik dengan suatu perbuatan perdata antara yang masih hidup, maupun
dengan surat wasiat, telah dihibahkan barang-barang sedemikin banyak, sehingga
melebihi jumlah yang mana, andaikata ahli warisan mutlak tadi tidak ada, sedianya
adalah jumlah terbesar yang diperbolehkan, dalam hal-hal yang demikian pun
haruslah hibah-hibah tadi mengalami pemotongan-pemotongan yang demikian
sehingga menjadi sama dengan jumlah yang diperbolehkan tadi, sedangkan tuntutan
untuk itu harus dilancarkan oleh untuk kepentingan para waris mutlak beserta ahli
waris dan pengganti mereka. Ini adalah merupakan pembagian dalam hal warisan
yang sama belaku terhadap hak cipta yang diwariskan apabila si meninggal
mempunyai hak cipta yang selanjutnya hak ciptanya diberikan kepada ahli warisnya
baik berupa royalti ataupun sebagainya.

C. Kedudukan Hak Cipta Selanjutnya Setelah Pembagian Warisan


Mengenai kedudukan hak cipta setelah adanya proses pembagian warisan dari
si meninggal dunia kepada ahli warisnya, maka kedudukan hak cipta masih tetap
diakui dan dilindungi oleh negara dan Undang-undang.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Mengenai pendaftaran hak cipta,maka untuk kepentingan hukum, sebaiknya


semua ciptaan itu didaftarkan, tetapi karena Undang-undang Hak Cipta itu menganut
system negatif deklaratif, sebagai juga halnya dengan pendaftaran merek dan
pendaftaran tanah, maka hak cipta yang tidak didaftarkan juga diperbolehkan.
Keuntungan bila sebuah ciptaan didaftarkan adalah bahwa orang yang mendaftarkan
ciptaan itu dianggap sebagai penciptanya. Anggapan ini terus berlangsung, sampai
dapat dibuktikan di muka hakim bahwa pendaftar bukan penciptanya. Jadi, kebenaran
ini harus dicari dimuka hakim, bukan di muka pejabat pendaftar.
Dalam Bab IV Pendaftaran Ciptaan Pasal 35 ayat (1), (2), (3) dan (4) Undangundang Nomor 19 Tahun 2002 menjelaskan bahwa :
1)
2)
3)
4)

Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaan ciptaan dan dicatat dalam


Daftar Umum Ciptaan.
Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai
biaya.
Setiap orang dapat memperbolehkan untuk dirinya sendiri suatu petikan dari
daftar umum ciptaan tersebut dengan dikenai biaya.
Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
merupakan kewajiban untuk mendapatkan hak cipta.

Pengaturan mengenai pendaftaran hak cipta tersebut diatur dalam pasal 35


sampai dengan pasal 44 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa hak cipta itu merupakan hak kekayaan yng
bersifat immaterial dan merupakan hak kebendaan. Maka Undang-undang
memberikan perlindungan kepada si pemilik atau si pemegang hak. Salah satu sifat
atau azas yang melekat pada hak kebendaan adalah asas droit de suit, asas hak

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

mengikuti bendanya. Hak untuk menuntut akan mengikuti benda tersebut secara terus
menerus di tangan siapapun benda itu berada.
Jika dipahami bahwa perlindungan hak cipta sebagai hak kebendaan yang
immaterial maka akan teringat kepada hak milik. Hak milik menjamin kepada
pemilik untuk menikmati dengan bebas dan boleh pula melakukan tindakan hukum
dengan bebas terhadap miliknya itu. Objek hak milik itu dapat berupa hak cipta
sebagai hak kekayaan immarial.
Terhadap hak cipta, si pencipta atau si pemegang hak dapat mengalihkan
untuk seluruhnya atau sebagian hak cipta itu kepada orang lain, dengan jalan
pewarisan, hibah atau wasiat atau dengan cara lain.

Hal ini membuktikan bahwa hak cipta itu merupakan hak yang dapat dimiliki,
dapat menjadi objek pemilikan atau hak milik dan oleh karenanya terhadap hak cipta
itu berlaku syarat-syarat pemilikan, baik mengenai cara penggunaannya maupun cara
pengalihan haknya. Kesemuanya itu Undang-undang akan memberikan perlindungan
sesuai dengan sifat hak tersebut.
Dapat pula dipahami, bahwa perlindungan yang diberikan oleh Undangundang terhadap hak cipta adalah untuk menstimulir atau merangsang aktivitas para
pencipta agar terus mencipta dan lebih kreatif.

55

Kedudukan hak cipta setelah adanya pembagian warisan masih tetap


dilindungi oleh Undang-undang, karena bahwa sesungguhnya Undang-undang masih

55

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hlm.
430.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

tetap memberikan keuntungan atau royalti bagi para keluarga ahli waris dengan setiap
pengcopian atau perekaman ciptaan dari ciptaan si pencipta yang meninggal dunia.
Kalau suatu hasil ciptaan dijual kepada seorang pembeli, sedangkan hak
ciptanya tidak turut serta diserahkan, maka hak cipta masih tetap ada di tangan
penciptamya. Begitupun kalau hak cipta sudah dijual untuk seluruhnya atau
sebagiannya, maka penjual yang sama tidak boleh menjual hak cipta untuk kedua
kalinya kepada orang lain lagi. Ketentuan ini adalah logis, sebab kalau penjual yang
sama menjual hak cipta untuk yang kedua kalinya, maka penjual itu menjual barang
orang lain. Akibatnya penjualan seperti yang digambarkan di atas, maka dapat
menimbulkan sengketa antara beberapa pembeli hak cipta yang sama atas suatu
ciptaan. Dalam hal ini perlindungan yang diberikan kepada pembeli yang terdahulu
memperoleh hak cipta itu.
Dengan perlindungan tersebut, maka UHC Indonesia menempatkan tindak
pidana hak cipta itu sebagai delik biasa yang dimaksud untuk menjamin perlindungan
yang lebih baik dari sebelumnya, di mana sebelumnya tindak pidana hak cipta
dikategorikan sebagai delik aduan. Perubahan sifat delik ini adalah merupakan
kesepakatan masyarakat yang menyebabkan suatu pelanggaran bisa diperkarakan ke
pengadilan secara cepat dan tidak perlu menunggu pengaduan terlebih dahulu dari
pemegang hak cipta.
Dengan argumentasi bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif yang dimiliki
pencipta, jadi tepatlah penempatan tindak pidana hak cipta sebagai delik biasa.
Dengan demikian kedudukan hak cipta selanjutnya setelah adanya pembagian
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

warisan masih tetap diakui dan dilindungi oleh Undang-undang sepanjang masih
tetap dipergunakan dan dipakai hak cipta tersebut oleh masyarakat.
Untuk melihat benar tidaknya anggapan tersebut di atas, dapat dibuktikan
bahwa ada beberapa karya buku milik pencipta warga negara Indonesia yang dibajak
di Malaysia, ternyata baik kualitas kertas maupun penjilidannya lebih baik dari yang
diproduksi penerbit dengan izin si pencipta dan harganya dijual jauh lebih murah.
Hal ini tentu secara ekonomi memberikan keuntungan bagi masyarakat luas.
Hanya saja keadaan ini tidak dibenarkan hukum, sebab ada pihak lain yang dirugikan
yakni pencipta dan penerbit. Pembajakan tetap merupakan tindakan yang kurang
baik, tindakan tidak terpuji, bertentangan dengan prinsip moralitas, apalagi dilakukan
dengan unsur kesengajaan untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan jerih
payah orang lain. Dalam peristiwa ini, pada dasarnya yang dirugikan adalah pencipta
atau si pemegang hak, sedangkan masyarakat konsumen merasa lebih untung, ia
dapat membeli dengan harga yang lebih murah.
Selanjutnya sejarah perkermbangan hak cipta di Indonesia sama seperti luar
negeri, yakni dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan (siences) dan teknologi.
Namun landasan berpijaknya tetap dipengaruhi oleh landasan filosofis dan budaya
hukum suatu negara. Demikianlah jika dilihat dalam auterswet 1912, hak cipta hanya
dibatasi jangka waktunya sampai 50 tahun, tetapi dalam UHC Indonesia tahun 1982,
dibatasi hanya 25 tahun saja.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Kemudian dalam UHC Indonesia No. 7 tahun 1987 dan UHC No. 12 Tahun
1997 kembali dimajukan menjadi selama hidup si pencipta dan 50 tahun mengikuti
ketentuan Berne Convention (sebelum direvisi) tahun 1967 yang diketahui diadopsi
oleh Auterswet 1912. perubahan-perubahan dalam ketentuan tersebut membuktikan
begitu kuatnya pengaruh budaya hukum asing ke dalam budaya hukum Indonesia.
Ketika UHC 1982 dilajhirkan, banyak alasan yang dikemukakan sepanjang
menyangkut filosofis fungsi sosial hak milik, dan disepakatilah jangka waktu hak
cipta selama hidup si pencipta ditambah dengan 25 tahun setelah meninggalnya si
pencipta. Dalam Undang-undang hak cipta yang baru sekarang Nomor 19 Tahun
2002, jangka waktu pemilikan hak cipta ditetapkan selama seumur hidup si pencipta
dan 50 tahun setelah ia meninggal.
Ide mengenai pembatasan jangka waktu hak cipta, sebenarnya didasarkan atas
landasan filosofis tiap-tiap hak kebendaan termasuk hak cipta fungsi sosial. Sehingga
dengan diberikannya pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta, maka diharapkan
hak cipta itu tidak dikuasai dalam jangka waktu yang panjang di tangan si pencipta
yang sekaligus sebagai pemiliknya dan juga orang lain atau ahli waris dari si pencipta
yang telah meninggal dunia.
Sehingga dengan demikian dapat dinikmati oleh rakyat atau masyarakat luas
sebagai pengejawantahan dari asas tiap-tiap hak mempunyai fungsi sosial. Meskipun
kenyataannnya tidak persis demikian, selama ini hak cipta yang telah berakhir masa
berlakunya hanya menguntungkan pihak tertentu, khususnya pihak produser dalam

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

hal karya cipta lagu dan pihak penerbit dalam hak karya cipta berupa buku atau hasil
karya ilmiah lainnya.
Oleh karena itu, dapatlah dimengerti bahwa pembatasan jangka waktu hak
cipta itu adalah merupakan pertimbangan atas milik umum dan milik individu
(perorangan). Bagi Indonesia yang menganut falsafah pancasila, menempatkan
keseimbangan atas dua kutub tersebut, yaitu pengakuan hak individu dan pengakuan
hak publik.
Antara kepentingan individu dan masyarakat merupakan dwi tunggal yang tak
dapat dipisahkan. Pancasila mempertemukan kedua pandangan ini. Bahkan jika
dibandingkan dengan negara yang masyarakatnya individualistis materialis sekalipun
di Amerika Serikat, juga mengadakan pembatasan mengenai pemilikan hak cipta
dalam Undang-undangnya. Artinya pada suatu waktu hak cipta itu menjadi milik
publik juga.
Mungkin bagi di Indonesia hal ini mempunyai arti lain. Sebab jika dilihat
dalam perubahan UHC 1982, di sana kembali diperpanjang jangka waktu
kepemilikan hak cipta itu menjadi 50 tahun yang sebelumnya hanya 25 tahun dan
dalam UHC Nomor 19 Tahun 2002, jangka waktu pemilikan hak cipta menjadi
seumur hidup dan ditambah 50 tahun setelah si pencipta meninggal dunia.
Dengan jangka waktu yang relative panjang itu, keseimbangan antara
kepentingan individu dengan masyarakat yang dikenal dengan konsepsi hak milik
berfungsi sosial dan lebih dapat terwujud.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Dari uraian di atas, maka telah jelaslah bahwa sesungguhnya hak cipta
mendapat perlindungan dari Undang-undang secara tepat dan sempurna, karena
memang hak cipta merupakan hak yang secara khusus diberikan kepada si pencipta
atau si pemegang hak cipta, walaupun si pemegang hak cipta adalah merupakan
warisan dari si pencipta yang telah meninggal dunia, namun kedudukannya masih
tetap diakui dan dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta.

B. Persamaan dan Perbedaan Pewarisan Menurut UU Hak Cipta dan KUH


Perdata
Adapun yang menjadi persamaan antara UU Hak Cipta dan KUH Perdata
dalam pewarisan adalah sebagai berikut :
2)

Harta warisan yang diperoleh ahli waris dari si pewaris dapat


didaftarkan ke kantor Notaris (berdasarkan Pasal 907 KUH Perdata).
Dalam penjelasan pasal 3 ayat (2) UU No. 19 tahun 2002, dinyatakan
bahwa Hak Cipta yang dialihkan tersebut baik karena pewarisan, hibah
ataupun wasiat dapat didaftarkan ke kantor Notaris.

3)

Objek warisan menurut KUH Perdata dan UU No. 19 Tahun 2002 samasama benda

Sedangkan adapun yang menjadi perbedaan antara UU Hak Cipta dan KUH
Perdata dalam warisan adalah :
1)

Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta, yang setelah penciptanya


meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

wasiat, dan hak cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu
diperoleh secara melawan hukum (Pasal 4 ayat 1 UU Hak Cipta, UU
No. 19 tahun 2002). Dengan demikian Hak Cipta yang diwariskan tidak
dapat disita oleh siapapun, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan
hukum.
Dalam Pasal 832 KUH Perdata dinyatakan bahwa Harta Warisan dapat
disita bila si pewaris memiliki utang. Jadi bila jumlah utang si pewaris
lebih besar daripada harta yang diwariskan/ditinggalkannya, ada
kemungkinan si ahli waris tidak mendapat apa-apa dari warisan tersebut
karena semua harta yang diwariskan telah disita untuk melunasi utangutang si pewaris.
2)

Benda yang diwariskan menurut KUH Perdata adalah semua benda


bergerak dan benda tidak bergerak.
Hak cipta merupakan benda bergerak yang dapat dialihkan kepada pihak
lain (berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002.

3)

Harta warisan dalam KUH Perdata dapat dibagi-bagi kepada sejumlah


ahli waris yang ada. misalnya sebuah tanah yang menjadi objek warisan
dapat dibagi-bagi kepada sejumlah ahli waris (jika ahli warisnya
terdapat lebih dari satu orang).
Sedangkan menurut Undang-undang Hak Cipta, harta warisan beruupa
hak cipta tidak dapat dibagi-bagi kepada beberapa ahli waris, kecuali si

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

pewaris memiliki beberapa hak cipta dan ketika ia meninggal ia dapat


mewariskannya kepada beberapa ahli warisnya.
4)

Berdasarkan Pasal 29 ayat (1), ahli waris hanya dapat menikmati


pewarisan hak cipta selama 50 tahun.
Dalam KUH Perdata tidak ada diatur tentang jangka waktu pewarisan,
karena si ahli waris dapat menikmati harta warisan itu selama-lamanya,
bahkan ia juga dapat mewariskan harta warisan tersebut kepada anak
dan cucunya.

5)

Menurut Pasal 36 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dinyatakan


bahwa Pendaftaran Ciptaan dalam daftar umum ciptaan tidak
mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud atau bentuk
dari ciptaan yang didaftarkan. Berdasarkan pasal di atas, dapat
disimpulkan bahwa pewarisan hak cipta yang didaftarkan ke notaris juga
bukan sebagai alat bukti pengesahan atas isi, arti, maksud atau bentuk
dari ciptaan yang diwariskan.

Sementara dalam KUH Perdata, berdasarkan pasal 907 KUH Perdata dengan
jelas dinyatakan bahwa pewarisan yang didaftarkan ke notaris mengandung arti
sebagai pengesahan atas harta si pewaris dan ahli waris berhak secara mutlak untuk
menikmati warisan yang ia terima berdasarkan wasiat yang dibuat itu. Dengan
demikian orang lain yang namanya tidak terdaftar dalam wasiat tersebut tidak boleh
menikmati/mengambil alih harta warisan tersebut.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Hak cipta yang menjadi objek warisan adalah semua hak cipta merupakan objek
warisan, karena sesungguhnya hak cipta merupakan hak kebendaan dan sebagai
hak kekayaan immaterial, sehingga dapat diwariskan oleh setiap ahli waris yang
berhak atas hak cipta tersebut.
2. Pembagian hak cipta dalam waris dilakukan sesuai dengan garis keturunan ke atas
maupun ke bawah yang mempunyai hubungan darah antara si meninggal dunia
dan ahli warisnya dan juga kerabat-kerabat terdekatnya, dan proses pembagiannya
diatur sesuai dengan ketentuan KUH Perdata.
3. Kedudukan hak cipta selanjutnya setelah pembagian warisan adalah bahwa
kedudukan hak cipta tersebut masih tetap diakui dan dilindungi oleh Undangundang hak cipta tanpa terkecuali, tetapi tetap mengacu pada ketentuan Undangundang tersebut. Karena sesungguhnya hak cipta yang dimiliki oleh si pencipta
yang telah meninggal dunia harus tetap dilestarikan dan dijaga ciptaannya dan
harus tetap dibayar royaltinya kepada ahli warisnya sepanjang ciptaannya masih
tetap dipergunakan oleh masyarakat luas.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

B. Saran
1. Hak cipta harus tetap dijaga dan dilestarikan dan mengenai pembagian warisan,
maka diharapkan pengadilan dapat memberikan keadilan bagi setiap ahli waris,
agar tidak terjadi perpecahan dalam keluarga mengenai warisan tersebut.
2. Pemerintah harus tetap memberikan perlindungan kepada hasil ciptaan dari si
pencipta yang meninggal dunai kepada ahli waris tanpa harus bersikap pasif
terhadap tindakan pidana yang dilakukan oleh orang lain dengan membajak dan
sebagainya.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, 2001, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,


Citra Aditya Bakti, Bandung.
___________________, 1999, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Abdul Muis, 1990, Bunga Rampai Hukum Dagang, Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Djumhana Muhammad Djubaedillah, 1993, Hak Milik Intelektual (Sejarah Teori
dan Prakteknya di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Edi Damian, 1997, Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional,
Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1997 dan Perlindungannya, Mandar
Maju, Bandung.
H.M.N. Purwosutjipto 1999, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,
Djambatan, Jakarta.
H.M. Idris Ramulyo, 2004, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan
Kewarisan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Edisi Revisi, Sinar
Grafika, Jakarta.
OK. Saidin, 2003, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Sanusi Bintang, 1998, Hukum Hak Cipta, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Wirjono, Prodjodikoro, 2000, Asas-Asas Dalam Hukum Perjanjian, Mandar Maju,


Bandung.
__________________, 1992, Hukum Perjanjian Tentang Persetujuan-Persetujuan
Tertentu, Sumur, Bandung.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009

Anda mungkin juga menyukai