Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta
Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta
Oleh
IRWAN DWI HARJO PASCA DINANTA PURBA
NIP. 030200203
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 0 7
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas
dalam Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai
Gelar Sarjana Hukum
Oleh
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba
NIP. 030200203
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I,
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
ABSTRAK
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Dengan penulisan skripsi ini, maka dapat diketahui bahwa, pertama, hak cipta
yang diwariskan oleh pewaris kepada ahli waris menurut Undang-undang Hak Cipta
hanya berlangsung paling lama lima puluh tahun.
Kedua, hak cipta yang diwariskan oleh pewaris kepada ahli waris menurut
KUH Perdata berlangsung selama-lamanya menjadi milik ahli waris sampai ia
meninggal dunia.
Ketiga, kedudukan hak cipta selanjutnya setelah pembagian warisan adalah
bahwa kedudukan hak cipta tersebut masih tetap diakui dan dilindungi oleh Undangundang hak cipta tanpa terkecuali, tetapi tetap mengacu pada ketentuan Undangundang tersebut. Karena sesungguhnya hak cipta yang dimiliki oleh si pencipta yang
meningal dunia harus tetap dilestarikan dan dijaga ciptaannya dan harus tetap dibayar
royaltinya kepada ahli warisnya sepanjang ciptaannya masih tetap digunakan oleh
masyarakat luas.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................
12
16
20
31
33
35
38
40
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
41
42
44
47
49
53
57
60
66
70
B. Saran ............................................................................................................
71
72
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka pembangunan di bidang hukum demi mendorong dan
melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil karya ilmu, seni dan sastra serta
mempercepat pertumbuhan, kecerdasan kehidupan bangsa perlu sekali dibuat sebuah
preangkat hukum yang berkaitan dengan Hak Cipta. Undang-Undang tentang Hak
Cipta Auterswet 1912 Staatblad Np. 600 Tahun 1912 diubah dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1982 diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1987 kemudian
diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1992 dan diubah lagi dengan
Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 dan yang terakhir diubah menjadi UndangUndang Nomor 19 tahun 2002 yang berlaku sekarang. Perubahan tersebut dilatar
belakangi bahwa Undang-Undang sebelumnya sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan dan cita-cita hukum nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun
2002 selain dimasukkan unsur baru mengingat teknologi, diletakkan juga unsur
kepribadian Indonesia yang mengayomi baik kepentingan individu maupun
masyarakat sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara kedua kepentingan
tersebut. Walaupun dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
ditentukan bahwa Hak Cipta adalah Hak ekslusif, tetapi sesuai dengan jiwa yang
terkandung dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, maka ia mempunyai fungsi
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
sosial, dalam arti bahwa hak eksklusif itu haknya dibatasi dengan kepentingan
umum.
Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Pada kemungkinan membatasi hak cipta demi kepentingan umum atau
kepentingan Nasional, maka diwajibkan memberi ganti rugi kepada
pencipta.
b. Adanya pengurangan waktu berlakunya hak cipta dari 50 (lima puluh)
tahun
c. Ada kemungkinan hak cipta diberikan kepada negara atas benda budaya
nasional. 1
Untuk memudahkan pembuktian dalam hal sengketa mengenai hak cipta.
Dalam peraturan Undang-Undang Hak Cipta diatur tentang pendaftaran Hak Cipta.
Pendaftaran ciptaan ini memang tidak mutlak dilakukan, karena tanpa pendaftaran
pun
hak cipta dilindungi oleh hukum. Hanya mengenai Hak Cipta yang tidak
didaftarkan akan lebih sukar dan lebih memakan waktu untuk membuktikannya, di
samping itu hak cipta dapat juga dialihkan kepada orang lain, di mana pengalihan hak
cipta ini diatur oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
pengalihan Hak Cipta ini berguna untuk melindungi dan memelihara hasil ciptaannya
yang diperoleh dari ilmu pengetahuannya.
Dalam hal ini, maka penulis sangat tertarik untuk mengkaji dan menganalisa
mengenai kedudukan pengalihan cipta kepada pihak lain secara pewarisan menurut
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1999, hal.
112.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
KUH Perdata dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang
akan penulis paparkan dalam skripsi ini.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Hak cipta yang bagaimana dapoat menjadi objek warisan menurut KUHP Perdata
dan Undang-Undang Hak Cipta.
b. Bagaimana pembagian Hak Cipta dalam Warisan menurut KUH Perdata dan
Undang-Undang Hak Cipta.
c. Bagaimana kedudukan Hak Cipta selanjutnya setelah pembagian warisan menurut
KUH Perdata dan Undang-Undang Hak Cipta.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
d. Untuk mengetahui pembagian Hak Cipta dalam warisan menurut KUH Perdata
dan Undang-Undang Hak Cipta.
e. Untuk mengetahui tentang kedudukan Hak Cipta selanjutnya setelah pembagian
warisan menurut KUH Perdata dan Undang-Undang Hak Cipta.
D. Keaslian Penulisan
Masalah perbandingan Pewarisan menurut KUH Perdata dengan Pewarisan
menurut UU Nomor 19 Tahun 2002 banyak sekali menarik perhatian tiap-tiap orang,
baik masyarakat umum, kalangan akademik maupun praktisi, akan tetapi sepanjang
pengetahuan penulis bahwa belum pernah mengetahui/melihat adanya penulisan
mengenai Perbandingan Pewarisan menurut KUH Perdata dengan Pewarisan menurut
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Namun apabila ternyata telah pernah
dilaksanakan penulisan yang sama, maka diharapokan penulisan skripsi ini dapat
melengkapi dan dipertanggung jawabkan.
E. Tinjauan Kepustakaan
Hukum waris diatur dalam buku II KUH Perdata, jadi hukum waris mendapat
pengaturannya dalam buku II, bersamaan dengan pembicaraan benda pada umumnya.
Menurut Subekti bahwa Hukum Waris adalah suatu peraturan yang mengatur
perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia pada ahli warisnya. Batasan
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
tersebut mencanangkan suatu asas dalam hukum waris, bahwa yang berpinjdah dalam
pewarisan adalah kekayaan si pewaris.
Hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya bersifat tetap
dan eksklusif.
2.
Hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, bersifat sementara. 3
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 19/2002 tentang Hak Cipta
menyebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklu8sif bagi pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
F. Metode Penulisan
Untuk mengetahui hasil yang maksimal guna tercapainya bagian dari
penulisan ini, maka diupayakan pengumpulan data yang baik dan layak, sesuai
dengan :
1. Materi Penulisan
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
G. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan, terdiri dari 6 (enam) sub bahasan yaitu : Latar Belakang,
Rumusan Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan,
Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, Sistematika Penulisan.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Bab II : Definisi dan Unsur Pewarisan Menurut KUH Perdata terdiri dari 4
(empat) sub bahasan yaitu : Pengertian Hukum Waris, Pengertian dan Unsur
Pewarisan, Harta Peninggalan dan Warisan, Hak Cipta Sebagai Harta Warisan.
Bab III : Tinjauan Terhadap Undang-Undang Hak Cipta terdiri dari 8 (delapan)
sub bahasan yaitu : Pengertian Hak Cipta, Fungsi dan Sifat Hak Cipta, Pemegang
Hak Cipta, Pembatasan Hak Cipta, Pendaftaran Hak Cipta, Hak Moral, Jangka Waktu
Pemilikan Hak Cipta, Perlindungan Hak Cipta Sebagai Hak Milik.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
BAB II
PEWARISAN MENURUT KUH PERDATA
Djumhana Muhammad Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah dan Prakteknya di Indonesia),
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 45.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
bahwa dalam hukum kewarisan tidak hanya tempat sebagai hukum benda saja, tetapi
terkait beberapa aspek
kekeluargaan. Menurut Staatsblad 1925 Nomor 145 jo. 447 yang telah diubah,
ditambah, dan sebagainya, terakhir dengan S.1929 No. 221 Pasal 131 jo. Pasal 163,
hukum kewarisan yang diatur dalam KUH Perdata tersebut diberlakukan bagi orangorang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Eropa tersebut.
Dengan Staatsblad 1917 Nomor 129 jo. Staatsblad 1924 Nomor 557, hukum
kewarisan dalam KUH Perdata diberlakukan bagi orang-orang Timur Asing
Tionghoa. Dan berdasarkan Staatsblad 1917 Nomor 12, tentang penundukan diri
terhadap hukum Eropa, maka bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula
menggunakan kewarisan yang tertuang dalam KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek),
yang diberlakukan kepada :
1. Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa,
misalnya Inggris, Jerman, Prancis, Amerika, dan termasuk orang-orang Jepang;
2. Orang-orang Timur Asing Tionghoa dan;
3. Orang Timur Asing lainnya dan orang-orang pribumi yang menundukkan diri
terhadap hukum.
Bagi orang Indonesia yang beragama Islam, maka penetapan hukum kewarisan
diatur menurut hukum Islam dan proses pembagiannya dilakukan dengan
mekanisme hukum faraid. 6
5
H.M. Idris Ramulyo, Perbandingan hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Edisi Revisi, Sinar Grafika, 2004, hlm. 67.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Asrori Zain, Pembagian Dalam Islam, Tintamas, Jakarta, 1981, hlm. 56.
Ibid, hlm. 57.
8
Ibid, hlm. 58.
7
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
dan kewajiban sebagai seorang suami atau sebagai seorang ayah tidak dapat
diwariskan, begitu pula hak-hak dan kewajiban-kewajiban seorang sebagai
anggota suatu perkumpulan. 9
Akan tetapi, menurut Subekti ada juga satu atau dua pengecualian, misalnya
hak seorang bapak untuk menyangkal sah anaknya dan di pihak lain hak seorang anak
untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai anak yang sah dari bapak atau ibunya,
menurut Undang-Undang beralih pada (diwarisi( oleh ahli waris masing-masing yang
mempunyai hak-hak itu. Sebaliknya ada juga hak dan kewajiban yang terletak dalam
lapangan hukum kebendaan atau perjanjian tetapi tidak beralih kepada ahli waris
orang yang meninggal, misalnya hak vruchtgebruik atau suatu perjanjian poerburuhan
di mana seorang akan melakukan suatu pekerjaan dengan tenaganya sendiri.
Atau juga suatu perjanjian perkongsian dagang, baik yang berbentuk
maatschap (perseroan) menurut KUH Perdata (BW), maupun yang berbentuk firma
menurut WvK (yang menurut Undang-Undang diakhiri dengan meninggalnya salah
satu persero.
Dari pengertian hukum waris yang disampaikan oleh para ahli waris di atas,
dapat memberikan penjelasan bahwa hukum kewarisan atau hukum waris adalah
merupakan seperangkat hukum yang memberikan pengaturan mengenai pewaris dan
ahli waris yang menerima harta warisan baik berbentuk benda dan perseorangan.
Dengan demikian maka sangat jelas bahwa hukum waris merupakan salah
satu seperangkat hukum yang mengatur tentang proses pembagian warisan baik
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
menurut menurut porsi atau bagian dari masing-masing ahli waris yang ditinggalkan
oleh si pemberi waris atau yang meninggal dunia.
10
Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yakni berhak untuk hidup dalam
masyarakat, berhak mempunyai hak milik, berhak mempunyai tempat kediaman, dan
di sampinjg hak-hak tersebut, mereka mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap
anggota keluarganya, anak-anak beserta isteri, kewajiban umum terhadap masyarakat
seperti membayar iuran retribusi desa dan lain sebagainya.
Bila seorang manusia sebagai individu meninggal dunia maka akan timkbul
pertanyaan bagaimana hubungan yang meninggal dunia itu dengan yang ditinggalkan
serta kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, terutama dalam masalah kekayaan
(vermogensrecht) dari orang yang meninggal dunia. Demikian itu membutuhkan
aturan-aturan hukum yang mengatur bagaimana caranya hubungan yang meninggal
10
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
dunia dengan harta benda yang ditinggalkan, siapa yang mengurus atau mewarisi, dan
bagaimana cara peralihan harta tersebut kepada yang masih hidup.
Maka timbullah masalah kewarisan, yakni masalah harta benda (kekayaan)
dari orang-orang yang meninggal dunia dengan orang-orang yang ditinggalkan (ahli
waris). Siapa yang berhak menerimanya, individu atau badan hukum secara kolektif,
bagaimana kalau ahli waris lebih dari seorang, hal-hal demikian menimbulkan aturanaturan hukum yang mengatur tentang siapa-siapa dan badan hukum apa yang berhak
menerima warisan, bagaimana pembagian masing-masing ahli waris, aturan dan caracara pengurusan tersebut menimbulkan hukum kewarisan. Dari uraian tersebut dapat
diambil kesimpulan sementara tentang apa yang dimaksud dengan harta warisan
seseorang. Harta warisan atau harta peninggalan adalah harta kekayaan dari seseorang
yang meninggal dunia dapat berupa :
1. Harta kekayaan yang berwujud dan dapat dinilai dengan uang termasuk di
dalamnya piutang yang hendak ditagih (activa).
2. Harta kekayaan yang merupakan utang-utang yang harus dibayar pada saat
meninggal dunia (passiva)
3. Harta kekayaan yang masih bercampur dengan harta bawaan masing-masing
suami isteri, harta bersama dan sebagainya yang dapat pula berupa :
a. Harta bawaan suami isteri atau isteri atau suami saja yang diperoleh/dinilai
sebelum mereka menikah baik berasal berasal dari usaha sendiri, maupun
harta yang diperoleh sebagai warisan mereka masing-masing.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
11
Ahli waris adalah sekumpulan orang atau kerabat yang ada hubungan
kekeluargaan dengan orang yang sudah meninggal dunia dan berhak mewarisi atau
menerima harta peninggalan yang ditinggal oleh seorang (pewaris) antara lain :
11
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
1. Anak-anak beserta keturunan dari orang yang meninggal dunia, baik laki-laki
maupun perempuan sampai derajat tak terbatas ke bawah.
2. Orangtua, yaitu ibu dan bapak dari orang yang meninggal dunia
3. Saudara-saudara baik laki-laki maupun perempuan beserta keturunannya sampai
derajat tak terbatas
4. Suami atau isteri yang hidup terlama
5. Datuk atau kakek, bila tidak ada nomor 1, 2 dan 3 tersebut di atas
6. Keturunan dari datuk dan nenek, bila tidak ada sama sekali kelompok 1,2,3 dan 4
7. Apabila tidak ada sama sekali ahli waris baik keluarga sedarah maupun semenda
sampai dengan derajat keenam maka warisan diurus oleh baitul mal, seperti
Lembaga BHP (Balai Harta Peninggalan) dalam sistem di Negara Republik
Indonesia
Menurut Wirjono Projodikoro, bahwa pengertian kewarisan menurut KUH
Perdata memperlihatkan beberapa unsur sebagai berikut :
a. Seorang peninggal warisan atau erflater yang pada wafatnya meninggalkan
kekayaan. Unsur pertama ini menimbulkan persoalan, bagaimana dan sampai
di mana hubungan seseorang peninggal warisan dengan kekayaannya
dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan di mana peninggal warisan
berada.
b. Seseorang atau beberapa ahli waris (erfgenaam) yang berhak menerima
kekayaan yang ditinggalkan itu, menimbulkan persoalan bagaimana dan
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
sampai di mana harus ada tali kekeluargaan antara peninggal warisan dan ahli
waris agar kekayaan peninggal warisan dapat beralih kepada ahli waris.
c. Harta warisan (nalatenschap) yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan
beralih kepada ahli waris itu menimbulkan persoalan, bagaimana dan sampai
di mana wujud kekayaan yang beralih itu, dipengaruhi oleh sifat lingkungan
kekeluargaan, di mana peninggal warisan dan ahli waris bersama-sama
berada.
Ini adalah unsur pewarisan yang menjadi tolok ukur dalam proses pembagian
warisan dari pewaris kepada ahli waris.
12
Harta kerabat di Minangkabau ialah harta pusaka dan tanah-tanah kerabat Dati
di Jazirah Hitu di pulau Ambon, kesemuanya itu dapat dipakai, sebagai contoh
masing-masing anak memiliki barang-barang kerabat, tanah-tanah pertanian,
pekarangan dengan rumah dan ternaknya, keris-keris dan perhiasan-perhiasan emas,
intan, masing-masing perempuan atau laki-laki yang meninggal dunia meninggalkan
gabungan perseorangan-perseorangan (personen-complex) tadi untuk berlangsung
terus dengan tiada gangguannya.
Seseorang sewaktu hidupnya telah memperoleh harta benda atas usahanya
sendiri (harta pencarian) maka bila ia mati barang-barang itu jatuh ke tangan anak
cucunya yang berhak atasnya sebagai warisan yang bulat dan tak terbagi-bagi, anak
cucu mana sewaktu hidupnya selalu juga sudah ada hubungannya terhadap barangbarang tadi sebagai waris. Bilamana misalnya di Minangkabau seorang perempuan
mati yang mempunyai sawah sebagai milik perseorangan, maka sawah itu menjadi
12
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
milik bersama yang tak terbagi-bagi daripada anak-anaknya dan itu disebut harta
pusaka.
13
13
K. Ng. Soebakti Poesponoto, Asas-asas dan Hukum Adat, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2001, hlm.
90.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal
untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya
4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang
meninggal.
Hal-hal tentang utang-utang orang yang telah meninggal dunia menurut KUH
Perdata perlu dipelajari dahulu tentang warisan yang terbuka. Jika yang terbuka suatu
warisan seorang ahli waris dapat memilih apakah dia akan menerima atau menolak
warisan itu atau dengan cara lain, yaitu menerima dengan ketentuan ia tidak akan
diwajibkan membayar utang-utang orang yang meninggal di mana melebihi
bagiannya dalam warisan itu.
14
14
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
menentukan sikapnya mempunyai hak untuk meminta suatu waktu untuk berpikir
(termijn van beraard), hingga selama empat bulan.
15
Kemudian menolak warisan secara penuh, jadi tidak bertanggung jawab atas
utang-utang si yang meninggal dunia, sehingga apabila dalam hal meninggalnya
seorang keluarga yang mempunyai hubungan darah atau semenda tetapi ia tidak
menerima atau menolak warisan secara penuh karena dilihatnya lebih besar utang
yang meninggal dibandingkan dengan harta warisan yang akan ia terima, jadi secara
hukum yang tidak menerima atau menolak warisan terlepas dari tanggung jawab
utang-utang yang meninggal dunia.
Sedangkan menerima dengan bersyarat, kemungkinan ini bagi seorang ahli
waris merupakan jalan tengah antara menerima dan menolak, di mana yang
dinamakan menerima dengan voorrecht van boedelbeschrijibing atau beneficiare
aanvaarding.
dalam
pemberian
perlindungan
hak
cipta
ialah
pemberian
16
15
Ibid.
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Adiya Bakti,
Bandung, 2001, hlm. 234.
16
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Di sisi lain ada beberapa istilah yang harus dipahami mengenai hak cipta
tersebut. Di antaranya misalnya istilah pencipta, ciptaan, pemegang hak cipta,
pengumuman, perbanyakan dan potret. Istilah-istilah ini mempunyai kaitan yang
sangat erat sekali dengan hak cipta yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19
tahun 2002. berikut dijelaskan pengertian-pengertian dari istilah di atas, dalam pasal 1
butir 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002, yaitu :
1. Hak cipta adalah hak ekskusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya ataupun memberi izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang
atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, kecekatan. Ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam
bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga
dalam lapangan ilmu, seni dan sastra.
4. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak
yang menerima hak tersebut dan pencipta atau pihak lain yang menerima
lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
5. Pengumuman adalah pembacaan, penyuaraan, penyiaran atau penyebaran
sesuatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara
sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat
oleh orang lain;
6. perbanyakan adalah menambah jumlah sesuatu ciptaan, dengan
pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut
dengan mempergunakan bahan-bahan yang sama maupun yang tidak
sama, termasuk mengalihwujudkan sesuatu ciptaan.
7. Potret adalah gambaran dengan cara dan alat apapun dari wajah orang
yang digambarkan gaik bersama bagian tubuh lainnya maupun tidak.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
17
18
17
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
dapat diperalihkan kepada orang lain, baik seluruhnya maupun sebagian, yakni
berdasarkan atas :
a.
b.
c.
d.
e.
Pewarisan;
Hibah;
Wasiat;
Dijadikan milik negara;
Perjanjian, yang harus dilakukan dengan akta, dengan ketentuan bahwa
perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut dalam akta. 19
Karena hak cipta itu benda bergerak atau immaterial yang tak bertubuh, maka
peralihannya melalui prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata
yang berbunyi :
Penyerahan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya, dilakukan
dengan cara membuat sebuah akta otentik atau di bawah tangan, yang disebut
sesi (cessie), dengan mana hak-hak atas benda bergerak itu dilimpahkan
kepada orang lain. Penyerahan yang demikian itu harus diberitahukan,
disetujui atau diakui oleh debitur.
Jadi, hak cipta itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain dengan lisan.
Karena hak cipta itu merupakan satu kesatuan dengan pemiliknya, yaitu pencipta,
demikian juga hak cipta yang tidak diumumkan, yang setelah penciptanya meningal
dunia lalu menjadi pemilik ahli warisnya atau penerima wasiatnya, maka dengan
demikian hak cipta itu tidak bisa disita.
19
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Sementara itu istilah hak cipta pertama kalinya dijelaskan St. Moh. Syah, pada
kongres kebudayaan di Bandung tahun 1951 (yang kemudian diterima oleh kongres
tersebut) sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan
pengertiannya. Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah
bahasa Belanda auters Recht. 20
Dinyatakan kurang luas karena istilah hak pengarang itu memberikan kesan
penyempitan arti, seolah-olah yang dicakup oleh hak pengarang itu hanyalah hak
dari para pengarang saja, yang ada sangkut pautnya dengan karang mengarang.
Sedangkan istilah hak cipta itu lebih luas, dan ia mencakup juga tentang karang
mengarang seperti yang dijelaskan dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2007 tentang hak cipta yang telah dijelaskan di atas.
Sebagaimana perbandingan, ada beberapa pengertian hak cipta, di antaranya
menurut Auterswet 1912 dan universal copyright convention, Auterswet 1912 dalam
pasal 1 menyebutkan :
Hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari yang mendapat hak
tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan
dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat
pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh Undang-Undang. 21
Kemudian Universal Copyright Convention dalam pasal V menyatakan
sebagai berikut : hak cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat,
20
OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, hlm. 58.
21
Ibid, hlm. 59.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang
dilindungi perjanjian ini.
22
Ibid.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
puisi atau rangkaian kalimat berupa prosa, dan seterusnya untuk karya-karya cipta
lainnya seperti sinematografi, koreografi dan lain-lain harus sudah terjelma dalam
bentuk benda berwujud. Jadi ia tidak boleh hanya tinggal di alam pikiran atau ide.
Selanjutnya menurut Hutauruk, ada dua unsur penting yang terkandung dari
rumusan pengertian hak cipta yang termuat dalam ketentuan Undang-Undang hak
cipta yaitu :
1. Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain
2. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan apapun
tidak dapat ditinggalkan daripadanya (mengumumkan karyanya,
menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama
samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas ceritanya. 23
Hak yang dapat dialihkan atau dipindahkan itu sekaligus merupakan bukti
nyata bahwa hak cipta itu merupakan hak kebendaan. Dalam terminology UndangUndang hak cipta Indonesia, pengalihuan hak itu dapat berupa pemberian izin
(lisensi) kepada pihak ketiga. Misalnya untuk karya film dan program komputer,
pencipta ataupun penerima hak (prosedur) berhak untuk memberi izin atau melarang
orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk
kepentingan yang bersifat komersil. Selanjutnya mengenai moral rights, ini adalah
merupakan kekhususan yang tidak ditemukan pada hak manapun di dunia ini.
Dibandingkan dengan Auterswet 1912 dan Universal Copyright Convention
mencakup pengertian yang lebih luas, karena di sana memuat kata-kata menerbitkan
terjemahan yang pada akhirnya tidak saja melibatkan pencipta tetapi juga pihak
penerbit dan penerjemah karya terjemahan haruslah dipandang sebagai hasil
23
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
orang yang hak ciptanya terdaftar itu adalah si berhak sebenarnya sebagai
pencipta dari hak yang didaftarkannya.
Dalam stelsel konstitutif letak titik berat ada tidaknya hak cipta tergantung
pada pendaftarannya. Jika didaftarkan (dengan system konstitutif) hak cipta itu diakui
keberadaannya secara de jure dan de facto, sedangkan pada stelsel deklaratif, titik
beratnya diletakkan pada anggapan sebagai pencipta terhadap hak yang didaftarkan
itu, sampai orang lain dapat membuktikannya sebaliknya. Dengan rumusan lain. Pada
system deklaratif sekalipun hak cipta itu didaftarkan, Undang-Undang hanya
mengakui seolah-olah yang bersangkutan sebagai pemiliknya, secara de jure harus
dibuktikan lagi jika ada orang lain yang menyangka hal tersebut.
Selama orang lain tidak dapat membuktikan secara juridis bahwa itu adalah
haknya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh pasal 35 ayat (4) Undang-Undang hak
cipta Indonesia, maka si pendaftar dianggap satu-satunya orang yang berhak atas
ciptaan yang terdaftar, dan setiap pihak ketiga harus menghormati haknya sebagai
hak mutlak.
Maka untuk kepentingan hukum, sebaiknya semua ciptaan itu didaftarkan,
tetapi karena Undang-Undang hak cipta itu menganut system negatif deklaratif,
sebagai juga halnya dengan pendaftaran merek dan pendaftaran tanah, maka hak cipta
yang tidak didaftarkan juga diperbolehkan. Keuntungan bila sebuah ciptaan
didaftarkan adalah bahwa orang yang mendaftarkan ciptaan itu dianggap sebagai
penciptanya. Anggapan ini terus berlangsung, sampai dapat dibuktikan di muka
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
hakim bahwa pendaftar bukan penciptanya. Jadi kebenaran dalam hal ini harus dicari
di muka hakim, bukan di muka pejabat pendaftar.
Dalam Bab IV Pendaftaran Ciptaan Pasal 35 ayat (1), (2), (3) dan (4) UndangUndang Nomor 19 tahun 2002 menjelaskan bahwa :
1)
2)
3)
ditiru dari karya cipta orang lain. Dalam keadaan seperti ini maka Direktur Jendreal
(Ditjen) HAKI tidak memasukkan hal ini sebagai bagian yang harus dipertanggung
jawabannya. Sistem pendafaran deklaratif tidak mengenal pemeriksaan substantif,
yakni pemeriksaan terhadap objek atau materi ciptaan yang akan didaftarkan tersebut.
Selanjutnya dapat dipahami bahwa fungsi pendaftaran hak cipta dimaksudkan
untuk memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai hak cipta.
25
Pendaftaran ini tidak mutlak diharuskan, karena tanpa pendaftaran hak cipta juga
dilindungi, hanya mengenai ciptaan yang tidak didaftarkan akan lebih sukar dan lebih
memakan waktu dalam pembuktiannya.
Dari penjelasan umum tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa pendaftaran itu
bukanlah syarat sah (diakui) suatu hak cipta melainkan hanya untuk memudahkan
suatu pembuktian bila terjadi sengketa. Selanjutnya hak cipta juga sebagai harta
warisan yang dapat diberikan dari si pencipta yang meninggal dunia kepada ahli
warisnya untuk memegang hak cipta dan dapat menerima royalti dari hasil ciptaan si
pencipta (meninggal dunia).
Dengan demikian, maka sudah sangat jelaslah bahwa dalam proses pemberian
royalti kepada ahli waris harus tetap disesuaikan dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku dan tetap memegang prinsip keadilan dalam pembagian
harta warisan.
25
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
BAB III
TINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG HAK CIPTA
Hak milik hasi pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya, bersifat tetap
dan eksklusif.
2.
Hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, bersifat sementara.
Menurut Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, menyebutkan
bahwa Hak Cipta adalah : Hak eksklusif bagi pencipta maupun penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pembatasan yang dimaksud dalam hal ini, Undang-undang hak cipta
menyebutkan bahwa ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu, sastra
dan seni. Kemudian Undang-Undang ini memperinci lagi secara mendetail meliputi :
1.
Buku, program komputer, pamlet, susunan perwajahan (lay out) karya tulis
yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain.
2.
Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
3.
Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
5.
6.
Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan.
7.
Arsitektur
8.
Peta
9.
Seni batik
10.
Fotografi
11.
Sinematografi
12.
Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai database, dan karya lain dari hasil
pengalih wujudan.
26
Ada beberapa pengertian hak cipta menurut Auterswet 1912 dan Universal
Copyright Convention. Auterswet 1912 dalam pasal 1 menyebutkan : Hak cipta
adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari yang mendapatkan hak tersebut, atas
hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan dan kesenian untuk
mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang
ditentukan oleh Undang-undang.
27
28
26
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
29
Hak yang dapat dipindahkan atau dialihkan itu sekaligus merupakan bukti
nyata bahwa hak cipta itu merupakan hak kebendaan. Dalam terminologi, Undangundang Hak Cipta Indonesia, pengalihan itu dapat berupa pemberian izin (lisensi)
kepada pihak ketiga. Misalnya untuk karya film dan program komputer, pencipta
ataupun penerima hak (produser) berhak mendapat izin atau melarang orang lain yang
tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat
komersil.
29
M. Hutauruk, Peraturan Hak Cipta Nasional, Jakarta, Erlangga, 1982, hlm. 11.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
mengumumkan
atau
memperbanyak
ciptaan,
harus
memperhatikan
30
Hak cipta berfungsi guna mendorong terciptanya hasil karya kreatif yang
sangat sulit untuk diabaikan. Investasi luar negeri dan kepercayaan ekonomi atas
negara ini sangat bergantung kepada keefektifan penegakan hukum atas karya
kekayaan intelektual. Keuntungan atas usaha penegakan tersebut perlu diperhatikan
karena akan memberikan perlindungan kepada para pencipta, artis dan pelaku lainnya
di Indonesia dan di luar negeri. Perlindungan ciptaan-ciptaan pencipta Indonesia
dapat diperoleh berdasarkan konvensi bern dan perjanjian TRIPS, namun dalam
konteks negara berkembang seperti Indonesia, penerapan hukum hak cipta mungkin
akan terlihat tidak adil atau malahan menghambat pertumbuhan sosial dan ekonomi.
Penyelesaian masalah ini telah dilakukan melalui UU Hak Cipta Indonesia
aeperti yang diberlakukan pada dewasa ini. Sedikit sekali kasus-kasus hak cipta di
Indonesia yang diselesaikan melalui proses peradilan yang memuaskan.
Dengan kerangka berpikir tentang sifat dasar hak cipta yang demikian, orang
lain tidak memperoleh hak untuk mengkopi ataupun memperbanyak buku tanpa
seizin dari pengarang. Hak memperbanyak karya tulis adalah hak eksklusif dari
pengarang atau seseorang kepada siapa pengarang mengalihkan hak perbanyakan
30
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
dengan cara memberikan lisensi. Pencipta sebagai pemilik hak cipta memiliki suatu
kekayaan intelektual dalam bentuk tidak berwujud (intangable) yang bersifat sangat
pribadi.
Seorang pemegang hak cipta yaitu pengarang itu sendiri, memiliki suatu
kekayaan intelektual yang bersifat pribadi dan memberikan kepadanya sebagai
pencipta untuk mengeksploitasi hak-hak ekonomi dari suatu ciptaan yang tergolong
dalam bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan.
Pasal 1 (2) UU mendefinisikan pencipta atau pengarang sebagai seseorang
yang memiliki inspirasi dan dengan inspirasi tersebut menghasilkan karya yang
berdasarkan kemampuan intelektual, imajinasi, keterampilan, keahlian mereka dan
diwujudkan dalam bentuk karya yang emiliki sifat dasar pribadi mereka.
Pasal 1 (3) UU mendefinisikan ciptaan sebagai karya cipta si pengarang atau
pencipta dalam segala format materi yang menunjukkan keasliannya dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dalam Pasal 12 tertera ciptaan yang memperoleh
perlindungan hak cipta. Pasal 12 juga hendaknya dikaitkan dengan pasal 49 yang
memperluas topik perlindungan hak cipta yang terkait dengan hak cipta
(neighbouring rights).
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
32
Jadi jika kita kaitkan dengan hak cipta yang menjadi subjeknya adalah
pemegang hak, yaitu pencipta atau orang atau badan hukum yang secara sah
memperoleh hak untuk itu, yaitu dengan jalan pewarisan, hibah, wasiat atau pihak
lain dengan perjanjian, sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 3 UndangUndang hak cipta Indonesia. Sedangkan yang menjadi objeknya adalah benda yang
dalam hal ini adalah hak cipta sebagai benda immateriil.
Dalam Pasal 5 sampai Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta Indonesia yang
dianggap sebagai pencipta adalah orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum
31
32
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
ciptaan pada direktorat jenderal, dan orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau
diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan (Pasal 5).
Selanjutnya mengenai negara sebagai pemegang hak cipta, dalam hal ini
ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa hak cipta dapat beralih atau
dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian, karena :
1. Pewarisan
2. Hibah
3. Wasiat
4. Perjanjian tertulis, atau
5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
33
Pasal 10 ayat (4) menyebutkan bahwa hak cipta yang dipegang oleh negara
sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur oleh peraturan pemerintah.
Sedangkan dalam pasal 11 Undang-Undang hak cipta Indonesia menyebutkan lagi
satu sebab hak cipta itu dipegang oleh negara sebagai subjeknya yakni apabila suatu
ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan.
Hak cipta sebagai hak milik, dalam penggunaannya harus pula dilandaskan
atas fungsi sosial ini. Hal ini tegas dinyatakan dalam penjelasan umum UndangUndang Hak Cipta Indonesia pada butir 2 menyebutkan bahwa, Undang-Undang ini
selain dimasukkan unsur baru mengingat perkembangan teknologi, diletakkan juga
unsur kepribadian Indonesia yang mengayomi baik kepentingan individu maupun
33
Antara lain atas dasar lisensi berdasarkan ketentuan pasal 45, 46, dan 47 UHC Indonesia.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
34
35
34
35
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
ilmu, sastra dan seni. Kemudian Undang-Undang ini memperinci lagi secara detail
yaitu meliputi karya :
1. Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain;
2. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
5. Drama, atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim;
6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan;
7. Arsitektur
8. Peta
9. Seni Batik
10. Fotografi
11. Sinematografi
12. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai data base, dan karya lain dari hasil
pengalih wujudan.
36
Kalau kita lihat perincian yang tertera berdasarkan urutan butir a sampai
dengan ke atas, karya-karya cipta tersebut dapat dikualifikasikan sebagai ciptaan asli.
Sedangkan ciptaan pada butir 1 merupakan pengolahan selanjutnya dari ciptaanciptaan asli. Hasil pengolahan dari ciptaan asli juga dilindungi sebagai hak cipta,
36
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
sebab hasil dari pengolahan itu merupakan suatu ciptaan yang baru dan memerlukan
kemampuan intelektualitas tersendiri pual untuk memperolehnya. Pemberian
perlindungan dimaksud, selanjutnya ditentukan tidak mengurangi hak cipta atas
ciptaan aslinya. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan pasal 12 ayat 2 UHC
Indonesia yang berbunyi :
Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf 1 dilindungi sebagai ciptaan
tersendiri, dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.
37
Pada bagian lain UHC Indonesia telah pula menentukan ciptaan-ciptaan yang
tidak dilindungi hak ciptanya. Hal ini diatur dalam Pasal 13 UHC Indonesia yang
menyebutkan tidak ada ciptaan atas,
1. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara
2. Peraturan perundang-undangan
3. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah
4. Putusan pengadilan atau penetapan hakim, atau
5. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
38
37
38
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
39
F. Hak Moral
Mengenai hak moral (moral rights) pengaturannya dijumpai dalam pasal 24
dan 25 UHC Indonesia. Dalam ketentuan ini disebutkan bahwa :
1. Pencipta atau ahli warisnya berhak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta
supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.
39
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
penciptanya
masih
hidup
diperlukan
persetujuannya
untuk
40
40
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
pencipta atau si pemegang hak, dan ini tidak dianggap sebagai pelanggaran hak
cipta. 41
Dengan berakhirnya jangka waktu pemilihan hak cipta tersebut, maka jadilah
karya cipta itu sebagai milik umum, suatu kuasa umum (public domein). Pembatasan
jangka waktu hak cipta yang tercnatum di dalam Undang-Undang hak cipta Indonesia
bukanlah satu-satunya peraturan hak cipta yang memberikan batasan.
Walaupun pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta 25 tahun tersebut
merupakan : Ketentuan yang diambil alih dari konvensi bern dengan alasan agar
mempermudah bila Indonesia menjadi salah satu anggota Konvensi, tetapi dalam
perkembangan selanjutnya yang akhir-akhir ini terlihat adanya upaya untuk
menggantikan atau merevisi Undang-Undang hak cipta tahun 1982, yang pembatasan
jangka waktu hak cipta tersebut telah dinaikkan menjadi 50 tahun setelah
meninggalnya si pencipta.
Mengenai pembatasan jangka waktu hak cipta dalah merupakan penjelmaan
dari pandangan tentang hakikat pemilikan, dikaitkan dengan kedudukan manusia
sebagai mahluk pribadi sekaligus mahluk bermasyarakat, di mana hak milik itu
dianggap mempunyai fungsi sosial. Inilah dimaksudkan landasan filosofis dan budaya
hukum yan dianut oleh suatu negara dalam perlindungan hak cipta tersebut.
Mungkin bagi kita di Indonesia hal ini mempunyai arti lain, sebab jika kita
lihat dalam perubahan Undang-Undang Hak Cipta 1982, diperpanjang jangka waktu
pemilikan hak cipta itu menjadi 50 tahun, yang sebelumnya 25 tahun dan dalam
41
Abdulkadir Muhammad, Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2001.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Undang-Undang Hak Cipta No. 19 tahun 2002 bahwa jangka waktu pemilikan hak
cipta adalah selama seumur hidup dan ditambah 50 tahun setelah si pencipta
meninggal dunia.
42
O.K. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
hak cipta dengan cara melawan hukum, sebagiamana telah diungkapkan pada bagian
terdahulu.
Undang-Undang Hak Cipta menempatkan tindakan pidana hak cipta itu
sebagai delik biasa yang dimaksudkan untuk menjamin perlindungan yang lebih baik
dari sebelumnya, di mana sebelumnya tindak pidana hak cipta dikategorikan sebagai
delik aduan. Perubahan sifat delik ini adalah merupakan kesepakatan masyarakat
yang menyebabkan suatu pelanggaran bisa diperkarakan ke pengadilan secara tepat
dan tidak perlu menunggu pengaduan terlebih dahulu dari pemegang hak cipta. 43
Tantangan ke depan adalah menyiapkan tenaga penyidik yang selain memiliki
keahlian dalam bidang hukum perlindungan hak cipta, ia juga harus mengetahui pula
tentang seluk beluk pembajakan hak cipta melalui program komputer dan fasilitas
eebook (teknologi komputer)
43
Dalam UU Perlindungan HAKI Indonesia, Hanya Hak Cipta yang masih mempertahankan tindak
pidananya.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
BAB IV
PEMBAGIAN DAN KEDUDUKAN HAK CIPTA BERDASARKAN HAK
CIPTA (UU NO. 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA) DAN KUH
PERDATA
Mengenai masa berlaku hak cipta, maka sesuai dengan ketentuan bahwa hak
cipta mempunyai fungsi sosial, maka berlakunya hak cipta ditetapkan untuk ciptaan
yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, hak ciptanya berlaku selama hidup
pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh)
tahun sesudahnya. Menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
menyebutkan bahwa hak cipta atas ciptaan tersebut yaitu :
perbuatan pidana dan juga perbuatan melanggar hukum dalam artian hukum perdata.
Akibat penjualan seperti yang digambarkan di atas, maka dapat menimbulkan
sengketa antara beberapa pembeli hak cipta yang sama atas suatu ciptaan. Dalam hal
ini perlindungan yang diberikan kepada pembeli yang terdahulu memperoleh hak
cipta itu. Mengenai hak cipta yang dapat menjadi objek warisan di antaranya adalah :
A.1. Hak Cipta Yang Merupakan Hak Kebendaan
Sebelum mengkaji lebih jauh tentang keberadaan hak cipta sebagai hak
kebendaan yang juga merupakan hak yang dapat diwarisi, maka ada baiknya jika
terlebih dahulu diuraikan dahulu apa sebenarnya yang dimaksud dengan hak
kebendaan.
44
Dalam bahasa Belanda hak kebendaan ini disebut dengan zakelijk recht, Sri
Soedawi Masjchoen Sofwan, memberikan rumusan tentang hak kebendaan yaitu :
hak mutlak atas suatu benda di mana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas
benda dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga.
45
Rumusan bahwa hak kebendaan itu adalah hak mutlak yang juga berarti hak
absolut yang dapat dipertentangkan atau dihadapkan dengan hak relatif, hak nisbi,
atau biasanya disebut persoonlijk atau hak perorangan. Hak yang disebut terakhir ini
hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu, tidak terhadap semua orang
seperti pada hak kebendaan.
44
45
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Ada beberapa ciri pokok yang membedakan hak kebendaan ini dengan hak
relatif atau hak perorangan yaitu :
46
Ibid.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
sewa, yang dilindungi berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata. Juga hak sewa ini
mempunyai sifat mengikuti bendanya (droit de suit).
Hak sewa ini akan terus mengikuti bendanya meskipun berpindahnya atau
dijualnya barang yang disewa, perjanjian sewa tidak akan putus. Demikian juga
halnya sifat droit de preference (hak yang didahulukan).
47
47
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Hal ini menunjukkan bahwa hak cipta itu hanya dapat dimiliki oleh si
pencipta atau sipenerima hak. Hanya namanya yang disebut sebagai pemegang hak
khususnya yang boleh menggunakan hak cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan
haknya terhadap subjek lainj yang mengganggap atau yang menggunakannya tidak
dengan cara yang diperkenankan oleh aturan hukum.
Kemudian jika dilihat rumusan tentang ketentuan pidana, di sini ada rumusan
mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran hak cipta, dan suatu bukti bahwa
hak itu dapat dipertahankan terhadap siapa saja yang mencoba untuk mengganggu
keberadaannya.
50
ini juga digolongkan dalam tindak pidana kejahatan dan masuk dalam kategori delik
biasa. Kesemuanya ini memberikan kesan peranda adanya hak absolut. Sifat hak
absolut ini lebih jelas lagi jika dilihat rumusan pasal-pasal tentang pemindahan hak
cipta, pendaftarannya dan yang berhubungan dengan penyelesaian sengketa menurut
Undang-Undang Hak Cipta Indonesia. Dalam hal tersebut Mahadi mengatakan :
Hak cipta memberikan hak untuk menyita benda yang diumumkan
bertentangan dengan hak cipta itu serta perbanyakan yang tidak diperbolehkan
dengan cara dan dengan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan untuk
penyitaan benda bergerak baik untuk menuntut penyerahan benda tersebut
menjadi miliknya ataupun untuk menuntut suatu benda itu dimusnahkan atau
dirusak sehingga tidak dapat dipakai lagi. Hak cipta tersebut juga memberikan
hak yang sama untuk penyitaan dan penuntutan terhadap jumlah uang tanda
masuk yang dipungut untuk menghadiri ceramah, pertunjukan atau pameran
yang melanggar hak cipta.
Pandangan Mahadi tersebut jelas menunjukkan bahwa hak cipta itu termasuk
dalam ruang lingkup kebendaan. Sebab di samping mempunyai sifat mutlak juga
hadirnya sifat droit de suit.
50
Sanusi Bintang, Hukum Hak CIpta, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm. 78.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Sifat droit de suit itupun tidak hilang dalam hak cipta itu dibajak di luar
negeri, di mana negara si pencipta atau si pemegang hak tidak turut dalam konvensi
Internasional. Hal ini dapat dilihat apa yang diungkapkan oleh Mahadi, bahwa sifat
droit de suit tidak hilang disebabkan adanya ketentuan tentang perjanjian
internasional itu gunanya untuk melindungi, jadi kalau tidak menjadi anggota
konvensi internasional, negara lain tidak wajib dilindungi. Ini telah menjadi
kebiasaan internasional.
51
Tidak dilindunginya hak cipta di luar negeri bukanlah berarti hilangnya sifat
droit de suit, tetapi pencipta atau si pemegang hak, Undang-Undang tidak
memberikan jaminan terhadap pelanggaran haknya yang mungkin akan terjadi di
negara-negara yang tidak ikut konvensi. Jusru kesulitan yang dihadapi pencipta
adalah dalam hal penuntutan haknya.
Jadi jelaslah bahwa dengan dinyatakannya hak cipta sebagai hak kebendaan,
maka setiap hak cipta yang dibuat atau diciptakan dapat menjadi objek warisan baik
itu benda bergerak, tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud.
Di samping itu juga hak cipta yang merupakan hak kebendaan, maka di dalam
hak kebendaan tersebut, hak cipta juga di samping dapat diwariskan juga dapat
dihibahkan oleh pemiliknya, baik diberikan kepada kerabat atau keluarganya maupun
orang lain. Sehingga hak cipta tersebut secara mutlak dapat diwariskan dan
dihibahkan kepada orang lain dari pemiliknya yang telah meninggal dunia.
51
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
52
kedudukan hak cipta itu sebagai hak kekayaan immaterial maka ada baiknya dilihat
dulu rumusan pasal 499 KUH Perdata. Pasal ini secara implisit (tersirat) dan
menunjukkan bahwa hak cipta itu dapat digolongkan sebagai benda yang
dimaksudkan oleh pasal tersebut.
Pasal 499 KUH Perdata memberikan batasan tentang rumusan benda, menurut
pasal tersebut bahwa : tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai
menjadi objek kekayaan (property) atau hak milik.
Rumusan ini menempatkan hak cipta sebagai hak yang merupakan bagian dari
benda. Hak cipta menurut rumusan ini dapat dijadikan objek hak milik, oleh karena
itu ia memenuhi kriteria pasal 499 KUH Perdata. Si pemegang hak cipta dapat
menguasai hak cipta sebagai hak milik.
52
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Untuk itu dapat diungkapkan apa yang dikutip oleh Prof. Mahadi dari buku
Pitlo yang mengatakan, serupa dengan hak tagih, hak immaterial tidak mempunyai
benda berwujud sebagai objek.
Hak milik immaterial termasuk ke dalam hak-hak yang disebut pasal 499
KUH Perdata. Oleh sebab itu, hak milik immaterial itu sendiri dapat menjadi objek
dari sesuatu hak benda. Selanjutnya Mahadi mengatakan bahwa hak benda adalah hak
absolut atas suatu benda, tetapi ada hak absolut yang objeknya bukan benda berwujud
(barang). Itulah yang disebut dengan nama Hak Milik Intelektual (Intellectual
property rights). Untuk itu dapat dilihat bahwa Undang-Undang Hak Cipta Indonesia
memberikan batasan tentang hal apa saja yang dilindungi sebagai hak cipta.
Dalam pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta
mengenai ciptaan yang dilindungi ialah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni
dan sastra seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Ciptaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf 1 dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak
cipta atas ciptaan asli.
Bilamana ciptaan yang baru itu merupakan suatu bentuk ciptaan yang dapat
dipandang berdiri sendiri dan patut diberi perlindungan tersendiri, maka ciptaan baru
dilindungi sebagai ciptaan tersendiri, dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan
aslinya. Ciptaan baru yang demikian misalnya : terjemahan, tafsir, saduran,
perfilman, rekaman, gubahan musik, himpunan beberapa citaan dan lain-lain.
Terhadap ciptaan lain-lain, yang tidak atau belum diumumkan, akan tetapi sudah
merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
hasil karya itu, juga mendapat perlindungan hukum yang diberikan oleh UndangUndang Hak Cipta ini.
Mengenai masa berlaku hak cipta, maka sesuai dengan ketentuan bahwa hak
cipta mempunyai fungsi sosial, maka berlakunya hak cipta ditetapkan untuk ciptaan
yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, hak ciptanya berlaku selama hidup
pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh)
tahun sesudahnya. 53
Prinsip
dalam
pemberian
perlindungan
hak
cipta
ialah
pemberian
53
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
2.
3.
4.
5.
6.
Berdasarkan Pasal 1 butir 2,3,4,5,6 dan 7 UU No. 19 Tahun 2002, maka pada
dasarnya hak cipta adalah merupakan dasar atau pilar bagi seseorang atau beberapa
orang untuk mengembangkan bakat dan dan kemampuannya yang dituangkan dalam
bentuk apapun yang bisa memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan hak cipta atas ciptaan program komputer, sinematografi, fotografi,
database, dan karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun
sejak pertama kali diumumkan. Inilah hak-hak cipta yang dilindungi dan juga
merupakan objek dari warisan, sehingga apabila seseorang meninggal dunia yang
meninggalkan harta warisan berupa hak cipta maka hak cipta tersebut dapat dialihkan
kepada ahli warisnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
54
Wirjono Projodikoro, Asas-asas dalam Hukum Perjanjiian, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm. 102.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Namun di dalam KUH Perdata dijelaskan tentang bagian mutlak atau legitime portie
dan tentang pengurangan dari tiap-tiap pemberian yang kiranya akan mengurangkan
bagian mutlak itu.
Menurut Pasal 913 KUH Perdata menyatakan bahwa : Bagian mutlak atau
legitime portie adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan
kepada para waris dalam garis lurus menurut Undang-Undang, terhadap bagian mana
si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian
antara yang masih hidup maupun selaku wasiat. Dalam garis lurus ke bawah, apabila
si yang mewariskan hanya meninggalkan anak yang sah satu-satunya saja, maka
terdirilah bagian mutlak itu atas setengah dari harta peninggalan, yang mana oleh si
anak itu dalam pewarisan harus dperoleh.
Selanjutnya apabil ada dua orang anak yang ditinggalkan oleh si meninggal
dunia maka bagian mutlak itu adalah masing-masing dua pertiga dari apa yang
sedianya harus diwarisi oleh mereka masing-masing dalam pewarisan. Dan apabila
tiga orang atau lebihpun anak yang ditinggalkannya, maka tiga perempatlah bagian
mutlak itu dari apa yang sedianya masing-masing mereka harus mewarisinya dalam
pewarisan. Dengan sebutan anak, termasuk juga di dalamnya sekalian keturunannya
dalam derajat keberapapun juga, akan tetapi mereka terakhir ini hanya dihitung
sebagai pengganti si anak yang mereka wakili dalam mewarisi warisan si yang
mewariskannya.
Kemudian dalam garis lurus ke atas bagian mutlak itu adalah selamnya
setengah dari apa yang menurut Undang-Undang menjadi bagian tiap-tiap mereka
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
dalam garis lurus itu dalam perwarisan karena kematian. Bagian mutlak seorang anak
luar kawin yang telah diakui dengan sah adalah setengah dari bagian yang menurut
Undang-Undang sedianya harus diwarisinya dalam pewarisan karena kematian.
Dalam hal-hal bilamana guna menentukan besarnya bagian mutlak harus
diperhatikan adanya beberapa waris yang kendati menjadi warisan karena kematian,
namun bukan warisan mutlak maka apabila kepada orang-orang selain ahli warisan
mutlak tadi baik dengan suatu perbuatan perdata antara yang masih hidup, maupun
dengan surat wasiat, telah dihibahkan barang-barang sedemikin banyak, sehingga
melebihi jumlah yang mana, andaikata ahli warisan mutlak tadi tidak ada, sedianya
adalah jumlah terbesar yang diperbolehkan, dalam hal-hal yang demikian pun
haruslah hibah-hibah tadi mengalami pemotongan-pemotongan yang demikian
sehingga menjadi sama dengan jumlah yang diperbolehkan tadi, sedangkan tuntutan
untuk itu harus dilancarkan oleh untuk kepentingan para waris mutlak beserta ahli
waris dan pengganti mereka. Ini adalah merupakan pembagian dalam hal warisan
yang sama belaku terhadap hak cipta yang diwariskan apabila si meninggal
mempunyai hak cipta yang selanjutnya hak ciptanya diberikan kepada ahli warisnya
baik berupa royalti ataupun sebagainya.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
mengikuti bendanya. Hak untuk menuntut akan mengikuti benda tersebut secara terus
menerus di tangan siapapun benda itu berada.
Jika dipahami bahwa perlindungan hak cipta sebagai hak kebendaan yang
immaterial maka akan teringat kepada hak milik. Hak milik menjamin kepada
pemilik untuk menikmati dengan bebas dan boleh pula melakukan tindakan hukum
dengan bebas terhadap miliknya itu. Objek hak milik itu dapat berupa hak cipta
sebagai hak kekayaan immarial.
Terhadap hak cipta, si pencipta atau si pemegang hak dapat mengalihkan
untuk seluruhnya atau sebagian hak cipta itu kepada orang lain, dengan jalan
pewarisan, hibah atau wasiat atau dengan cara lain.
Hal ini membuktikan bahwa hak cipta itu merupakan hak yang dapat dimiliki,
dapat menjadi objek pemilikan atau hak milik dan oleh karenanya terhadap hak cipta
itu berlaku syarat-syarat pemilikan, baik mengenai cara penggunaannya maupun cara
pengalihan haknya. Kesemuanya itu Undang-undang akan memberikan perlindungan
sesuai dengan sifat hak tersebut.
Dapat pula dipahami, bahwa perlindungan yang diberikan oleh Undangundang terhadap hak cipta adalah untuk menstimulir atau merangsang aktivitas para
pencipta agar terus mencipta dan lebih kreatif.
55
55
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hlm.
430.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
tetap memberikan keuntungan atau royalti bagi para keluarga ahli waris dengan setiap
pengcopian atau perekaman ciptaan dari ciptaan si pencipta yang meninggal dunia.
Kalau suatu hasil ciptaan dijual kepada seorang pembeli, sedangkan hak
ciptanya tidak turut serta diserahkan, maka hak cipta masih tetap ada di tangan
penciptamya. Begitupun kalau hak cipta sudah dijual untuk seluruhnya atau
sebagiannya, maka penjual yang sama tidak boleh menjual hak cipta untuk kedua
kalinya kepada orang lain lagi. Ketentuan ini adalah logis, sebab kalau penjual yang
sama menjual hak cipta untuk yang kedua kalinya, maka penjual itu menjual barang
orang lain. Akibatnya penjualan seperti yang digambarkan di atas, maka dapat
menimbulkan sengketa antara beberapa pembeli hak cipta yang sama atas suatu
ciptaan. Dalam hal ini perlindungan yang diberikan kepada pembeli yang terdahulu
memperoleh hak cipta itu.
Dengan perlindungan tersebut, maka UHC Indonesia menempatkan tindak
pidana hak cipta itu sebagai delik biasa yang dimaksud untuk menjamin perlindungan
yang lebih baik dari sebelumnya, di mana sebelumnya tindak pidana hak cipta
dikategorikan sebagai delik aduan. Perubahan sifat delik ini adalah merupakan
kesepakatan masyarakat yang menyebabkan suatu pelanggaran bisa diperkarakan ke
pengadilan secara cepat dan tidak perlu menunggu pengaduan terlebih dahulu dari
pemegang hak cipta.
Dengan argumentasi bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif yang dimiliki
pencipta, jadi tepatlah penempatan tindak pidana hak cipta sebagai delik biasa.
Dengan demikian kedudukan hak cipta selanjutnya setelah adanya pembagian
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
warisan masih tetap diakui dan dilindungi oleh Undang-undang sepanjang masih
tetap dipergunakan dan dipakai hak cipta tersebut oleh masyarakat.
Untuk melihat benar tidaknya anggapan tersebut di atas, dapat dibuktikan
bahwa ada beberapa karya buku milik pencipta warga negara Indonesia yang dibajak
di Malaysia, ternyata baik kualitas kertas maupun penjilidannya lebih baik dari yang
diproduksi penerbit dengan izin si pencipta dan harganya dijual jauh lebih murah.
Hal ini tentu secara ekonomi memberikan keuntungan bagi masyarakat luas.
Hanya saja keadaan ini tidak dibenarkan hukum, sebab ada pihak lain yang dirugikan
yakni pencipta dan penerbit. Pembajakan tetap merupakan tindakan yang kurang
baik, tindakan tidak terpuji, bertentangan dengan prinsip moralitas, apalagi dilakukan
dengan unsur kesengajaan untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan jerih
payah orang lain. Dalam peristiwa ini, pada dasarnya yang dirugikan adalah pencipta
atau si pemegang hak, sedangkan masyarakat konsumen merasa lebih untung, ia
dapat membeli dengan harga yang lebih murah.
Selanjutnya sejarah perkermbangan hak cipta di Indonesia sama seperti luar
negeri, yakni dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan (siences) dan teknologi.
Namun landasan berpijaknya tetap dipengaruhi oleh landasan filosofis dan budaya
hukum suatu negara. Demikianlah jika dilihat dalam auterswet 1912, hak cipta hanya
dibatasi jangka waktunya sampai 50 tahun, tetapi dalam UHC Indonesia tahun 1982,
dibatasi hanya 25 tahun saja.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Kemudian dalam UHC Indonesia No. 7 tahun 1987 dan UHC No. 12 Tahun
1997 kembali dimajukan menjadi selama hidup si pencipta dan 50 tahun mengikuti
ketentuan Berne Convention (sebelum direvisi) tahun 1967 yang diketahui diadopsi
oleh Auterswet 1912. perubahan-perubahan dalam ketentuan tersebut membuktikan
begitu kuatnya pengaruh budaya hukum asing ke dalam budaya hukum Indonesia.
Ketika UHC 1982 dilajhirkan, banyak alasan yang dikemukakan sepanjang
menyangkut filosofis fungsi sosial hak milik, dan disepakatilah jangka waktu hak
cipta selama hidup si pencipta ditambah dengan 25 tahun setelah meninggalnya si
pencipta. Dalam Undang-undang hak cipta yang baru sekarang Nomor 19 Tahun
2002, jangka waktu pemilikan hak cipta ditetapkan selama seumur hidup si pencipta
dan 50 tahun setelah ia meninggal.
Ide mengenai pembatasan jangka waktu hak cipta, sebenarnya didasarkan atas
landasan filosofis tiap-tiap hak kebendaan termasuk hak cipta fungsi sosial. Sehingga
dengan diberikannya pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta, maka diharapkan
hak cipta itu tidak dikuasai dalam jangka waktu yang panjang di tangan si pencipta
yang sekaligus sebagai pemiliknya dan juga orang lain atau ahli waris dari si pencipta
yang telah meninggal dunia.
Sehingga dengan demikian dapat dinikmati oleh rakyat atau masyarakat luas
sebagai pengejawantahan dari asas tiap-tiap hak mempunyai fungsi sosial. Meskipun
kenyataannnya tidak persis demikian, selama ini hak cipta yang telah berakhir masa
berlakunya hanya menguntungkan pihak tertentu, khususnya pihak produser dalam
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
hal karya cipta lagu dan pihak penerbit dalam hak karya cipta berupa buku atau hasil
karya ilmiah lainnya.
Oleh karena itu, dapatlah dimengerti bahwa pembatasan jangka waktu hak
cipta itu adalah merupakan pertimbangan atas milik umum dan milik individu
(perorangan). Bagi Indonesia yang menganut falsafah pancasila, menempatkan
keseimbangan atas dua kutub tersebut, yaitu pengakuan hak individu dan pengakuan
hak publik.
Antara kepentingan individu dan masyarakat merupakan dwi tunggal yang tak
dapat dipisahkan. Pancasila mempertemukan kedua pandangan ini. Bahkan jika
dibandingkan dengan negara yang masyarakatnya individualistis materialis sekalipun
di Amerika Serikat, juga mengadakan pembatasan mengenai pemilikan hak cipta
dalam Undang-undangnya. Artinya pada suatu waktu hak cipta itu menjadi milik
publik juga.
Mungkin bagi di Indonesia hal ini mempunyai arti lain. Sebab jika dilihat
dalam perubahan UHC 1982, di sana kembali diperpanjang jangka waktu
kepemilikan hak cipta itu menjadi 50 tahun yang sebelumnya hanya 25 tahun dan
dalam UHC Nomor 19 Tahun 2002, jangka waktu pemilikan hak cipta menjadi
seumur hidup dan ditambah 50 tahun setelah si pencipta meninggal dunia.
Dengan jangka waktu yang relative panjang itu, keseimbangan antara
kepentingan individu dengan masyarakat yang dikenal dengan konsepsi hak milik
berfungsi sosial dan lebih dapat terwujud.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Dari uraian di atas, maka telah jelaslah bahwa sesungguhnya hak cipta
mendapat perlindungan dari Undang-undang secara tepat dan sempurna, karena
memang hak cipta merupakan hak yang secara khusus diberikan kepada si pencipta
atau si pemegang hak cipta, walaupun si pemegang hak cipta adalah merupakan
warisan dari si pencipta yang telah meninggal dunia, namun kedudukannya masih
tetap diakui dan dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta.
3)
Objek warisan menurut KUH Perdata dan UU No. 19 Tahun 2002 samasama benda
Sedangkan adapun yang menjadi perbedaan antara UU Hak Cipta dan KUH
Perdata dalam warisan adalah :
1)
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
wasiat, dan hak cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu
diperoleh secara melawan hukum (Pasal 4 ayat 1 UU Hak Cipta, UU
No. 19 tahun 2002). Dengan demikian Hak Cipta yang diwariskan tidak
dapat disita oleh siapapun, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan
hukum.
Dalam Pasal 832 KUH Perdata dinyatakan bahwa Harta Warisan dapat
disita bila si pewaris memiliki utang. Jadi bila jumlah utang si pewaris
lebih besar daripada harta yang diwariskan/ditinggalkannya, ada
kemungkinan si ahli waris tidak mendapat apa-apa dari warisan tersebut
karena semua harta yang diwariskan telah disita untuk melunasi utangutang si pewaris.
2)
3)
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
5)
Sementara dalam KUH Perdata, berdasarkan pasal 907 KUH Perdata dengan
jelas dinyatakan bahwa pewarisan yang didaftarkan ke notaris mengandung arti
sebagai pengesahan atas harta si pewaris dan ahli waris berhak secara mutlak untuk
menikmati warisan yang ia terima berdasarkan wasiat yang dibuat itu. Dengan
demikian orang lain yang namanya tidak terdaftar dalam wasiat tersebut tidak boleh
menikmati/mengambil alih harta warisan tersebut.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hak cipta yang menjadi objek warisan adalah semua hak cipta merupakan objek
warisan, karena sesungguhnya hak cipta merupakan hak kebendaan dan sebagai
hak kekayaan immaterial, sehingga dapat diwariskan oleh setiap ahli waris yang
berhak atas hak cipta tersebut.
2. Pembagian hak cipta dalam waris dilakukan sesuai dengan garis keturunan ke atas
maupun ke bawah yang mempunyai hubungan darah antara si meninggal dunia
dan ahli warisnya dan juga kerabat-kerabat terdekatnya, dan proses pembagiannya
diatur sesuai dengan ketentuan KUH Perdata.
3. Kedudukan hak cipta selanjutnya setelah pembagian warisan adalah bahwa
kedudukan hak cipta tersebut masih tetap diakui dan dilindungi oleh Undangundang hak cipta tanpa terkecuali, tetapi tetap mengacu pada ketentuan Undangundang tersebut. Karena sesungguhnya hak cipta yang dimiliki oleh si pencipta
yang telah meninggal dunia harus tetap dilestarikan dan dijaga ciptaannya dan
harus tetap dibayar royaltinya kepada ahli warisnya sepanjang ciptaannya masih
tetap dipergunakan oleh masyarakat luas.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
B. Saran
1. Hak cipta harus tetap dijaga dan dilestarikan dan mengenai pembagian warisan,
maka diharapkan pengadilan dapat memberikan keadilan bagi setiap ahli waris,
agar tidak terjadi perpecahan dalam keluarga mengenai warisan tersebut.
2. Pemerintah harus tetap memberikan perlindungan kepada hasil ciptaan dari si
pencipta yang meninggal dunai kepada ahli waris tanpa harus bersikap pasif
terhadap tindakan pidana yang dilakukan oleh orang lain dengan membajak dan
sebagainya.
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
DAFTAR PUSTAKA
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009
Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan
Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007.
USU Repository 2009