Oleh:
Rahmi Oky Diana Abdullah
C64102035
ii
iii
RINGKASAN
RAHMI OKY DIANA ABDULLAH. Kajian Perubahan Penutupan Lahan di
Kawasan Pesisir Kabupaten Aceh Utara, NAD Menggunakan Sistem
Informasi Geografis. Dibimbing oleh VINCENTIUS P. SIREGAR dan
SYAMSUL B. AGUS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi pesisir di Kaupaten Aceh Utara
melelui interpretasi penutup lahan dari Citra Landsat-7 ETM+ dan Citra Landsat-5 TM,
mengevaluasi dan membuat peta perubahan penutup lahan di kawasan pesisir
tersebut dari tahun 2002 dan tahun 2006.
Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu : (1)
Pengumpulan data statistik, peta dan analisis citra satelit dari bulan Juni-Juli 2006,
(2) Studi lapangan (survei lapangan) pada tanggal 2-3 Agustus 2006, (3)
Pengolahan citra pada bulan Juli 2007 hingga Mei 2008 yang dilakukan di
Laboratorium Komputer BTIC-BIOTROP, (4). dan analisa data dan penulisan
laoran. Pengolahan datadibantu dengan menggunakan fasilitas program Arc View
3.2 dan Er Mapper 6.4. Metode yang digunakan dalam analisis data satelit yaitu
Image Analysis yang mampu mempelajari beberapa citra dari periode
pengambilanyang berbeda untuk menentukan area yang mengalami perubahan.
Hasil interpretasi dan analisa data satelit menunjukkan bahwa penutup lahan
kawasan pesisir Kabupaten Aceh Utara digolongkan ke dalam kategori : perairan
(PRN), perikanan (PRK), lahan basah (LB), perumahan/perkampungan (P),
pertanian/perkebunan (PKB), dan lahan kering (LK). Kelas perikanan mengalami
peningkatan sebesar 9397,55 Ha, kecuali kegiatan perikanan berupa tambak yang
terhenti akibat bencana tsunami. Begitu juga dengan peningkatan luasan lahan
kering seluas 32098,406 Ha akibat dari illegal logging dan pembangunan
infrastruktur. Peningkatan luasan perikanan dan lahan kering diikuti dengan
penurunan lahan basah seluas 4032,29 Ha dan pertanian/perkebunan seluas
32887,94 Ha. Sementara untuk pemukiman mengalami peningkatan luasan
berdasarkan data statistik dari BPS Kabupaten Aceh Utara dan kota
Lhokseumawe (Lampiran 1 dan 2), hanya saja akibat faktor awan yang sangat
berpengaruh dan tidak bisa seluruhnya dihilangkan pada saat komposit
citra,analisis perhitungan kelas perumahan secara digitalpun mengalami
penurunan kelas.
Perubahan penutupan lahan dikawasan pesisir Kabupaten Aceh Utara
khususnya perubahan garis pantai yang menjorok ke arah darat karena pengaruh
bencana gempa dan tsunami serta pemanfaatan lahan oleh manusia tidak begitu
besar dibandingkan pengaruh dari aliran air sungai yang menyebabkan adanya
abarasi dan akresi.
iv
Skripsi
Oleh:
Rahmi Oky Diana Abdullah
C64102035
vi
Judul
Nama
NRP
Program Studi
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
vii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur atas segala karunia dan nikmat-Nya,
serta shalawat dan salam tercurah kepada Rosulullah Muhammad SAW, akhirnya
skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis sebagaimana mestinya. Skripsi yang
berjudul Kajian Perubahan Penutupan Lahan di Kawasan Pesisir
Kabupaten Aceh Utara, NAD Menggunakan Sistem Informasi Geografis,
merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada bapak
Dr.Ir.Vincentius P.Siregar, DEA dan bapak Syamsul B.Agus, S.Pi, M.Si sebagai
pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis dalam proses dan
penyelesaian tugas akhir ini.
Tidak lupa pula ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang
tua Ir.Abdullah Rohman, MBA dan R.Yoesti Rudiana, suami tercinta Ismunandar
S.ST.Pi, kedua adikku Fajar Sidik dan Khalili Maulana serta keluarga dekat yang
berkenan mendoakan, menyemangati, membaca, mengoreksi serta membantu
dalam memberikan masukan dalam penulisan. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada teman-teman ITK 2002 sampai dengan 2008 serta staf
penunjang di Departemen ITK dan semua pihak yang telah membantu sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak, khususnya
pemerintah daerah Kabupaten Aceh Utara dan kota Lhokseumawe.
Bogor, November 2008
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xii
1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar belakang............................................................................. 1
1.2 Tujuan......................................................................................... 3
4
4
5
9
9
11
13
15
15
17
19
21
21
21
23
23
23
26
26
27
28
28
28
ix
32
32
34
40
40
43
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 54
LAMPIRAN ........................................................................................... 57
RIWAYAT HIDUP................................................................................ 80
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Spesifikasi band Landsat Thematic Mapper/TM (NASA, 2002) .......... 9
2. Spesifikasi band Landsat Enhanced Thematic Mapper/ETM+
(NASA, 2002) .................................................................................... 10
3. Karakteristik sensor satelit Landsat-7 Enhanced Thematic Mapper/
ETM+ ................................................................................................. 10
4. Rekomendasi klasifikasi penutupan/penggunaan lahan untuk
pemetaan tematik dasar di Indonesia.................................................. 20
5. Kunci interpretasi dalam mengidentifikasi objek pada citra.................. 39
6. Distribusi kelas klasifikasi menjadi kelas penutupan lahan .................. 40
7. Estimasi perubahan kelas penutup lahan pada tahun 2002 dan 2006 .... 42
8. Luas kelas yang tidak mengalami perubahan penutup lahan pada
tahun 2002 dan 2006 .......................................................................... 47
9. Luas konversi kelas penutup lahan pada tahun 2002 dan 2006............. 48
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kurva reflektansi objek vegetasi, tanah dan air (Sutanto, 1992)........... 7
2. Model dunia nyata dari SIG (Colo, 2000 in Prahasta, 2002) ................ 11
3. Hubungan SIG dengan komponen-komponen penyusunnya (Prahasta,
2002) .................................................................................................. 13
4. Lokasi penelitian di wilayah pesisir Kabupaten Aceh Utara ................ 22
5. Diagram alir penelitian........................................................................ 30
6. Sebaran titik kontrol pada citra yang terkoreksi tahun 2006 (bawah)
dan yang akan dikoreksi tahun 2002 (atas).......................................... 32
7. Penggabungan citra tahun 2002 dan 2006 terhadap perubahan lahan
menggunakan metode red green different ........................................... 33
8. Hasil komposit citra band 542 tahun 2002 sebelum dikoreksi
geometri.............................................................................................. 35
9. Hasil komposit citra band 542 tahun 2002 setelah dikoreksi geometri . 36
10. Hasil komposit citra band 542 tahun 2006 terkoreksi ......................... 36
11. Histogram penajaman citra tahun 2002............................................... 39
12. Histogram penajaman citra tahun 2006............................................... 39
13. Laju perubahan penutup lahan pesisir Kabupaten Aceh Utara tahun
2002 dan 2006 ................................................................................... 46
14. Grafik perkiraan pasang surut selama bulan Februari 2002 di pesisir
Kabupaten Aceh Utara (DISHIDROS, 2002) ..................................... 50
15. Grafik perkiraan pasang surut selama bulan Agustus 2006 di pesisir
Kabupaten Aceh Utara (DISHIDROS, 2006) ..................................... 51
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Luas dan penggunaan lahan di Kabupaten Aceh Utara tahun 2002
dan 2006............................................................................................. 58
2. Luas dan penggunaan lahan di Kota Lhokseumawe tahun 2002 dan
2006 ................................................................................................... 59
3. Data penduduk Kabupaten Aceh Utara tahun 2002 sampai 2006 ......... 60
4. Data penduduk Kota Lhoksemawe tahun 2002 sampai 2006 ............... 61
5. Beberapa aplikasi SIG di wilayah pesisir............................................. 62
6. Hubungan digital number dengan derajat keabuan dari suatu citra ...... 63
7. Titik Koordinat dan RMS-Error Landsat ETM+. ................................. 64
8. Landsat Path_Raw Aceh Utara (P130R056 dan P130R057) serta
wilayah Nanggroe Aceh Darussalam dan sekitarnya ........................... 65
9. Landsat-7 ETM+ sebelum dan setelah dikoreksi radiometrik ............... 66
10. Perbedaan citra tahun 2002 (kiri) dan citra tahun 2006 (kanan) ......... 67
11. Citra klasifikasi penutupan lahan wilayah pesisir Kabupaten
Aceh Utara tahun 2002....................................................................... 68
12. Citra klasifikasi penutupan lahan wilayah pesisir Kabupaten
Aceh Utara tahun 2006....................................................................... 69
13. Perubahan penutup lahan di kawasan pesisir Kabupaten Aceh
Utara tahun 2002 dan 2006 ............................................................... 70
14. Hasil perhitungan luasan kelas penutup lahan secara digital ................ 71
15. Hasil perhitungan konversi luasan masing-masing kelas penutup
lahan tahun 2002 dan 2006.................................................................. 72
16. Perubahan garis pantai di kecamatan peisisir Baktiya Barat,
Kabupaten Aceh Utara ........................................................................ 73
17. Daftar perkiraan pasang surut di pesisir Kabupaten Aceh utara bulan
Februari 2002.................................................................................... 74
xiii
18. Daftar perkiraan pasang surut di pesisir Kabupaten Aceh Utara bulan
Agustus 2006.................................................................................... 75
19. Kompas dan GPS (Global Position System) ...................................... 76
20. Kondisi sarana dan prasarana perikanan di wilayah pesisir
Kabupaten Aceh Utara pasca tsunami ............................................... 77
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penelitian mengenai perubahan lahan di Nanggroe Aceh Darussalam akibat
bencana gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 telah banyak
dilakukan oleh berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri. Kabupaten
Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten yang mengalami kerusakan terparah
di kawasan pantai timur Aceh pada pasca bencana tsunami. Kerusakan
sumberdaya pesisir terjadi hampir disemua wilayah pesisir Kabupaten Aceh
Utara. Kondisi fisik lahan berubah, sarana produksi seperti tambak, sawah, dan
perahu berada dalam kondisi rusak; batas-batas kepemilikan lahan hilang atau
tidak jelas.
Perkembangan dan kemajuan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada
umumnya, dan Kabupaten Aceh Utara pada khususnya sebelum maupun sesudah
bencana gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu, disertai
aspirasi yang berkembang untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan
kepada masyarakat, menyebabkan pemanfaatan lahan di provinsi tersebut sangat
meningkat seiring dengan bertambahnya aktivitas penduduk yang memerlukan
ruang. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain berupa rehabilitasi dan rekonstruksi
yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkan pusat-pusat pemukiman,
perkotaan dan lahan tambak di kawasan pesisir Kabupaten Aceh Utara. Kondisi
tersebut menyebabkan banyaknya terjadi perubahan penggunaan lahan.
Keberadaan lahan dan tanah juga sangat penting bagi kelangsungan prosesproses ekologi penting (siklus nutrisi dan stabilitas lingkungan) dan sistem
penyangga kehidupan (sumber mata pencaharian), karenanya menjadikan
sebagian masyarakat pesisir Kabupaten Aceh Utara masih memilih hidup dan
penghidupan di pesisir pantai dan laut sebagai sumber mata pencaharian.
Guna menjamin perkembangan dan kemajuan pada masa yang akan datang
melalui rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pemerintah bekerjasama
dengan masyarakat setahap demi setahap, maka perubahan penggunaan/penutup
lahan tersebut sangat perlu dipelajari, untuk itu diperlukan data yang dapat
memberi informasi mengenai luasan perubahan lahan secara cepat dan up to date.
Penggunaan data satelit merupakan cara yang efektif untuk pemetaan penutup
lahan dan vegetasi, karena data satelit memiliki rentang waktu yang dapat diatur
untuk pengambilan data citra untuk lokasi yang sama. Perkembangan teknologi
penginderaan jauh saat ini, mengarah pada peningkatan resolusi spasial dan
temporal untuk perolehan informasi dan keperluan monitoring.
Mengingat sangat terkaitnya permasalahan perubahan lahan ini dengan aspek
keruangan, pendekatan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) juga
diperlukan untuk menambah informasi yang akan didapat, seperti sistem input
data peta yang baik. Pendekatan ini berdasarkan peubah-peubah terukur dan
kesisteman yaitu dengan menerapkan teknologi berbasis geospasial.
SIG memiliki kemampuan untuk mempresentasikan unsur-unsur yang terdapat
di permukaan bumi dengan cara mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi,
menganalisa dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam (bereferensi
geografis). Penerapan SIG dapat mengintegrasikan berbagai karakterisik
lingkungan wilayah pesisir baik secara spasial maupun deskriptif.
Berdasarkan uraian di atas, data citra satelit diharapkan akan memberikan
informasi mengenai bangunan yang rusak, perubahan tutupan lahan, dan seberapa
besar daerah yang terkena dampak tsunami di wilayah pesisir Kabupaten Aceh
Utara.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi pesisir melalui interpretasi citra
Landsat-7 ETM+ dan Citra Landsat-5 TM berdasarkan perubahan penutupan lahan
Kabupaten Aceh Utara dan membuat peta perubahan penutup lahan di kawasan
pesisir Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam dari tahun 2002
sampai tahun 2006.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keadaan umum daerah penelitian
Secara geografis Kabupaten Aceh Utara terletak pada posisi 4 54' 5 18' LU
dan 96 20' 97 21' BT, dengan luas wilayah 3.477,92 km atau 347.792 Ha.
Kabupaten Aceh utara memiliki batasan wilayah sebagai berikut : sebelah utara
dengan Kabupaten Bireuen, sebelah selatan dengan Kabupaten Aceh Timur ,
sebelah barat dengan Kabupaten Aceh Tengah , sebelah timur dengan Selat
Malaka. Secara administratif wilayah Kabupaten Aceh Utara terdiri dari 22
kecamatan dan 11 diantaranya berada di kawasan pesisir
Keadaan topografi Kabupaten Aceh Utara sangat bervariasi, dari dataran
rendah sampai berbukit dan sedikit pegunungan. Ketinggian rata-rata daerah ini
adalah 125 m di atas permukaan laut (DPL). Dataran rendah pada umumnya
terdapat di sepanjang kawasan pantai dan jalan negara yang memanjang dari arah
Barat ke Timur, sedangkan dataran tinggi/perbukitan dan pergunungan terdapat di
sepanjang daerah pedalaman di bagian selatan. Sekitar 43,6 % dari luas wilayah
ini berada pada ketinggian 25 - 500 m di atas permukaan laut, sementara tingkat
kelerengannya sangat bervariasi, mulai datar sampai curam (Pemerintah
Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe, 2007).
Sektor Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara memiliki potensi
perairan laut, perairan darat (tambak dan kolam) dan perairan umum. Perairan
laut dengan panjang + 55 km dan lebar + 7,8 km, dimanfaatkan untuk
kepentingan usaha penangkapan ikan sampai di luar perairan tersebut hingga batas
teritorial Negara dan wilayah ZEE. Perairan darat dalam hal ini tambak dengan
luas 9.540 Ha (2,89%) dimanfaatkan untuk budidaya udang dan bandeng,
sedangkan kolam dengan luas 748 Ha (0,23%) dimanfaatkan untuk budidaya ikan
mas dan nila/mujahir (Diperta Kabupaten Aceh Utara, 2006). Komposisi
penggunaan lahan di Kabupaten Aceh Utara dapat dilihat pada Lampiran 1.
Perairan umum meliputi sungai, waduk, irigasi, alur dimanfaatkan untuk
kepentingan usaha penangkapan dan usaha budidaya. Lahan usaha sebagaimana
dimaksud adalah bagian dari tuntutan permintaan pasar dan globalisasi
perdagangan yang sudah barang tentu dalam pelaksanaannya harus disesu aikan
dengan tingkat teknologi yang diterapkan(Diperta Kabupaten Aceh Utara, 2006).
pesisir. Aplikasi ke-3 dalam hal ini juga membantu dalam pengamatan perubahan
penutupan lahan.
Danoedoro (1996) berpendapat sebuah platform penginderaan jauh dirancang
sesuai dengan beberapa tujuan khusus. Tipe sensor dan kemampuannya,
platform, penerima data, pengiriman dan pemrosesan harus dipilih dan dirancang
sesuai dengan tujuan tersebut dan beberapa faktor lain seperti biaya, waktu dan
sebagainya. Setiap aplikasi penginderaan jauh mempunyai kebutuhan khusus
mengenai luas cakupan area, frekuensi pengukuran dan tipe energi yang akan
dideteksi. Oleh karena itu, sebuah sensor harus mampu memberikan resolusi
spasial, spektral dan temporal yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reflektansi spektral dari tanah adalah
kelembaban, tekstur, kekasaran permukaan, kadar oksida besi dan bahan organik.
Faktor-faktor ini sangat kompleks, beragam dan saling berhubungan (Lillesand
dan Kiefer, 1994). Sementara itu pada panjang gelombang sinar tampak (0,4 - 0,7
m), interaksi antara energi yang datang dengan tubuh air menjadi lebih kompleks
dan dipengaruhi berbagai faktor. Ciri absorbsi dan transmisi spektral oleh air
bukan hanya merupakan fungsi dari air itu sendiri, tetapi sangat dipengaruhi
berbagai jenis dan ukuran partikel-partikel atau sedimen dalam air. Air menyerap
hampir semua energi yang mengenainya, sehingga hampir tidak ada energi yang
dipantulkan, serta sedikit sekali energi yang dilewatkan.
Pada panjang gelombang infra merah dekat, reflaktansi spektral oleh vegetasi
meningkat secara drastis. Pada panjang gelombang 0.7-1.3 m, vegetasi
memantulkan 40-50 % energi yang datang, selebihnya ditransmisikan, hal ini
dapat dilihat pada Gambar 1. Sebagian energi dilewatkan melalui daun dan hanya
sedikit energi yang diserap (Lillesand dan Kiefer, 1994).
Pada tanah, energi akan diserap atau dipantulkan, tidak ada energi yang
dilewatkan. Tetapi tanah itu sendiri merupakan campuran bahan-bahan yang
dapat mempengaruhi ciri serapan dan pantulan spektral tanah (Hoffer, 1978 in
Meinardy, 2001).
100
Gambar 1. Kurva reflektansi objek vegetasi, tanah dan air (Sutanto, 1992)
4. Metode yang murah dan cepat dalam membuat peta dasar (base map) untuk
menutupi kekurangan dalam survei lapangan.
5. Mudah dimanipulasi dengan komputer, dan dapat dikombinasikan dengan
perangkat lain dalam GIS (Geographical Information System).
Pengolahan citra penginderaan jauh akan diperkenalkan dengan menggunakan
Image Analysis (IA) yang merupakan sebuah ekstension ArcView yang dibuat oleh
ERDAS (developer dari perangkat lunak pengolahan citra penginderaan jauh yang
banyak dipakai). Dalam penelitian ini yang digunakan pada kapasitas IA adalah
visualisasi citra, pengklasifikasian serta analisa pada perubahan citra dari periode
yang berbeda. Hasil pengolahan citra penginderaan jauh nantinya bisa dianalisa
bersama sama dengan data SIG lain menggunakan ekstension Spatial Analyst. IA
sebuah perangkat lunak yang dirancang untuk memudahkan pengolahan citra
sederhana dengan mengunakan platform ArcView.
Adapun hal-hal yang bisa dikerjakan oleh IA diantaranya adalah:
Mengimpor citra (dalam bentuk data raster) untuk digunakan dalam ArcView.
Mengklasifikasi sebuah citra menjadi beberapa kelas tipe penutupan lahan
seperti vegetasi dan lain-lain.
Mempelajari beberapa citra dari periode pengambilan yang berbeda untuk
menentukan area yang mengalami perubahan.
Mencari daerah dengan tingkat kerapatan vegetasi tertentu dari sebuah citra.
Menajamkan kenampakan sebuah citra dengan cara menyesuaikan kontras dan
tingkat kecerahan atau dengan merentangkan histogram.
Merektifikasi sebuah citra terhadap sebuah peta acuan supaya posisi koordinat
lebih akurat (Puntodewo et al., 2003).
Micrometers
0.45 to 0.53
0.52 to 0.60
0.63 to 0.69
0.76 to 0.90
1.55 to 1.75
10.40 to 12.50
2.08 to 2.35
Resolution
Type
30 m
30 m
30 m
30 m
30 m
120 m
30 m
Spasial resolution
Spectral range
Number of bands
Temporal resolution
Size of image
Swath
Stereo
Programmable
Opto-mechanical
Sensor
30-120 m
0.45-12.5 m
7
16 days
185 x 172 km
185 km
N
Y
10
Micrometers
Resolution
Type
1
2
3
4
5
6
7
8
0.45 to 0.515
0.525 to 0.605
0.63 to 0.690
0.75 to 0.90
1.55 to 1.75
10.40 to 12.5
2.09 to 2.35
0.52 to 0.90
30 m
30 m
30 m
30 m
30 m
60 m
30 m
15 m
Spasial resolution
Spectral range
Number of bands
Temporal resolution
Size of image
Swath
Stereo
Programmable
Opto-mechanical
Sensor
15/30/60 m
0.45-12.5 m
8
16 days
183 x 170 km
183 km
N
Y
Pemanfaatan data satelit untuk mendeteksi land use dan land cover didasari
pemikiran bahwa tipe-tipe lahan yang ada dapat dibedakan dengan memanfaatkan
spektral pada citra multi kanal. Teknik ini juga merupakan cara yang paling
praktis untuk meliputi perubahan di suatu lahan secara cepat dan mencakup
wilayah yang luas (Wilkie dan Finn, 1996 in Meinardy, 2001).
Karakteristik masing-masing kanal pada Landsat-5 yang memiliki tujuh band
sama halnya dengan karakteristik Landsat-7, dimana Landsat-7 ditambah satu
band pankromatik yang dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik sensor satelit Landsat-7 Enhanced Thematic Mapper/ETM+
Kanal
1
2
3
4
5
6
7
8
Panjang Gelombang
0.45-0.52 m
(sinar tampak)
0.52-0.60 m
(sinar tampak)
0.63-0.69 m
(infra termal)
0.76-0.90 m
(infra merah dekat)
1.55-1.75 m]
(infra merah menengah)
10.40-12.50 m
(infra merah termal)
2.08-2.35 m
(infra merah jauh)
0.5-0.9 m
(pankromatik)
Fungsi
Pemetaan perairan pantai (coastal zone), pembedaan
antara tanah dan vegetasi
Memperkirakan kesuburan vegetasi
Membedakan jenis vegetasi berdasarkan pemetaan
klorofil
Pembedaan badan air, tanah dan vegetasi
Menbedakan awan dengan salju, pengukuran
kelembapan vegetasi dan tanah
Mengukur dan pemetaan panas, tekanan panas
tumbuhan, informasi geologi lainnya berdasarkan
panas
Pemetaan hidrotermal, pembedaan tipe batuan
(mineral dan petroleum geology)
Meliputi fungsi yang ada dari spectrum sinar tampak
sampai infra merah dekat.
11
Gambar 2. Model dunia nyata dari SIG (Colo, 2000 in Prahasta, 2002)
12
13
14
laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat, seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan olek kegiatan manusia
di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976 in Dahuri et
al., 1996).
Ekosistem di wilayah pesisir menurut Kartawinata dan Soemohardjo (1985) in
Saifullah (2002) diklasifikasikan menjadi 2 tipe :
1. Pesisir yang terendam air secara musiman
Pesisir ini mencakup ekosistem litoral yang terdiri atas pantai pasir dangkal,
pantai batu, pantai karang/terumbu karang, pantai lumpur, hutan lumpur,
hutan mangrove yang terdiri atas vegetasi terra rawa payau (salt marsh), hutan
rawa air tawar (rapat) dan hutan rawa gambut.
2. Pesisir tidak terendam
Pesisir ini mencakup formasi vegetasi pers-caprae berupa pantai pasir atau
batu karang, formasi vegetasi baringtonia berupa pantai karang atau batu yang
bertebing curam hingga mencapai ketinggian 50 m di atas permukaan laut.
Wilayah pesisir sebagai suatu ekosistem alami memiliki empat fungsi pokok
bagi kegiatan manusia yaitu:
1. Fungsi mengatur mencakup kemampuan alami ekosistem untuk melakukan
pengaturan dan sekaligus menjaga agar semua komponen dan proses ekologis
serta kemampuannya mendukung kehidupan berlangsung.
2. Fungsi mendukung merupakan kemampuan suatu lingkungan alami untuk
menyediakan ruang dan media bagi berbagai kegiatan manusia.
3. Fungsi produksi adalah kemampuan lingkungan alami untuk berproduksi
menyediakan berbagai kebutuhan hidup manusia, dan
15
Model dan struktur data yang digunakan dapat dipakai pada wilayah yang
luas dengan ketelitian dan resolusi yang tinggi
2. Data spasial maupun non sapasial yang telah tersusun, dapat diperbaiki,
disimpan, dapat diambil pada saat tertentu dan dapat ditampilkan secara
efisien dan efektif.
3. Tersedianya peralatan dengan kemampuan analisis spasial untuk pemodelan
wilayah pesisir, yang dapat melakukan proses-proses analisis dan pemodelan
tersebut. Volume dan kapasitas dari SIG juga penting dipertimbangkan
terutama untuk proyek-proyek besar. Tetapi hal ini dapat ditanggulangi
dengan berbagai konfigurasi perangkat keras (Purwanto, 2001 in Laily, 2004).
Beberapa aplikasi sistem informasi geografi di wilayah pesisir ditampilkan
pada Lampiran 5.
16
areal. Penutupan lahan (land cover) berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada
di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan
manusia pada obyek tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1979). Lillesand dan Kiefer
(1987) juga mengemukakan bahwa tata guna lahan berhubungan dengan kegiatan
manusia pada sebidang lahan. Menurut Townshend dan Justice (1981),
pengertian pentupan lahan (land cover) adalah perwujudan fisik (kenampakan
visual) dari vegetasi, banda alami dan unsur-unsur budaya yang ada dipermukaan
bumi tanpa mempermasalahkan kegiatan manusia terhadap objek tersebut.
Perubahan penggunaan tanah/ tutupan lahan pada umumnya terjadi oleh
karena faktor manusia seperti pertambahan penduduk, ekonomi dan struktur
sosial; dan faktor alam seperti banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan gunung
meletus. Perubahan karena manusia sangat menonjol terutama karena faktor
aksesibilitas, pesatnya laju pertumbuhan penduduk dan jarak lokasi terhadap pusat
kegiatan (infra struktur). Sedangkan perubahan karena sifat lahannya sendiri yang
paling banyak terjadi adalah di daerah pantai atau sungai yang berubah karena
pengaruh alam seperti iklim dan erosi.
Mather (1986) in Rais et al., (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan
penduduk, ekonomi berimplikasi pada meningkatnya kegiatan masyarakat dalam
pemanfatan ruang. Berubahnya gaya hidup masyarakat akan mengubah fungsi
lahan. Oleh karena itu faktor manusia dan kegiatannya merupakan pendorong
utama berubahnya penggunaan tanah. Sage dan Grubler in Mayer (1994)
berpendapat bahwa faktor pendorong utama perubahan penggunaan tanah adalah
penduduk, income dan teknologi. Tetapi untuk mengetahui hubungan antara
kegiatan manusia dan perubahan penggunaan tanah tidaklah sederhana, yakni
17
18
19
tanah yang akan terjadi pada lahan terbuka sangat tinggi, karena lahan tidak
terlindungi dari pukulan butir hujan dan kekuatan dari daya angkut aliran
permukaan.
Sebagian dari tanah yang tererosi ini akan masuk ke badan perairan sungai,
sehingga akan menurunkan kualitas perairan. Perubahan lahan sawah atau kebun
menjadi pemukiman cenderung mengakibatkan dampak negatif khususnya bila
ditinjau dari laju erosi.
2.7 Klasifikasi
Klasifikasi diartikan sebagai proses pengelompokan pixel ke dalam kelaskelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan
(brightness value/BV atau digital number/DN) pixel yang bersangkutan (Jaya,
1997).
Kegunaan klasifikasi dalam evaluasi dan pengelolaan lahan adalah untuk
mengumpulkan informasi, mengorganisasikan dan mengkomunikasikannya untuk
keperluan pengambilan keputusan. Banyak sekali informasi yang dibutuhkan
untuk keperluan ini, yang dapat dikelompokkan secara umum ke dalam dua tipe
yaitu kultural dan alami. Informasi kultural meliputi aspek sosial, ekonomi,
administratif dan aspek komoditi lahan. Informasi alami meliputi sumber daya
dasar yang menentukan kemampuan lahan itu sendiri untuk dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat (Sitorus, 1985).
Fakultas Geografi UGM bekerjasama dengan BAKOSURTANAL dalam
kegiatan pembakuan aspek metodologi kontrol kualitas pemetaan tematik dasar
dalam mendukung perencanaan tata ruang (BAKOSURTANAL, 2000 in Surlan,
20
2. Daerah
Pedesaan
Tingkat II
Pemukiman perkotaan
Perdagangan, jasa, industri
Transportasi, komunikasi,
utilities
Lahan terbangun lainnya
Bukan lahan terbangun
Pemukiman perdesaan
Lahan bervegetasi
diusahakan
Tubuh Perairan
Kelurusan
Tingkat III
Pemukiman perkotaan
Perdagangan, jasa, industri
Transportasi, komunikasi,
utilities
Lahan terbangun lainnya
Bukan lahan terbangun
Pemukiman perdesaan
Sawah irigasi
Sawah tadah hujan
Sawah pasang surut
Ladang
Perkebunan
Hutan lahan kering
Hutan lahan basah
Belukar
Semak
Padang rumput
Lahan terbuka
Lahar dan larva
Beting pantai
Gosok sungai
Gumuk pasir
Danau
Waduk
Tambak
Rawa
Sungai
Kelurusan
Simbol
P
P
Si
St
Sp
L
K
HLK
HLB
B
S
Pr
Lb
Ll
Bp
Gs
Gp
T
R
-
21
22
23
5. Data pasang surut bulan Februari tahun 2002 dan bulan Agustus tahun 2006
stasiun Teluk Aru (04o1 LU 98o2 BT) yang diperoleh dari Dinas HidroOseanografi (DISHIDROS) TNI-AL
6. Modul masukan dan keluaran, modul proses registrasi citra dan modul koreksi
geometrik dan modul klasifikasi citra dan modul pendukung lainnya.
24
25
26
terdekat), dimana lokasi pixel sesungguhnya dipilih yang paling dekat dengan titik
pada citra yang kemudian ditransfer ke lokasi yang sesuai dengan citra terkoreksi.
Keunggulan yang dimiliki metode ini adalah nilai-nilai pixelnya terhindar dari
perubahan dengan demikian dianggap titik kontrol tersebut mampu mewakili
kesesuaian titik koordinat antara citra yang dikoreksi geometrik dengan citra yang
sudah terkoreksi. Sistem koordinat proyeksi citra terkoreksi menggunakan sistem
koordinat UTM (Universal Transverse Mercator). Nilai RMSE yang kecil pada
citra yang dikoreksi menunjukkan bahwa posisi obyek pada citra tepat
berdasarkan referensi yang digunakan (Lampiran 7).
27
Teknik ini dilakukan dengan meregistrasi citra landsat TM dan landsat ETM+,
dimana keduanya menggunakan band yang sama yakni band 4, karena band 4
adalah yang penting dalam mempelajari tutupan vegetasi . Indikasi dari
peningkatan vegetasi ditandai dan mewarnainya dengan hijau. Dengan cara yang
sama penurunan vegetasi diidentifikasi dan diwarnai dengan merah.
ini,
saluran masukan (input) disesuaikan dengan kebutuhan analisis yaitu RGB 542.
Kombinasi ini memudahkan pengamatan dalam membedakan objek-objek yang
tampak pada citra. Objek-objek utama yang diamati adalah vegetasi, tanah dan
air. Tanah memantulkan radiasi gelombang elektromagnetik yang optimal pada
kanal radiometri 5. Kanal 4 dalam penonjolan vegetasi karena pada kisaran kanal
4 vegetasi akan merefleksikan gelombang elektromagnetik paling besar yaitu
sebanyak 50 %. Kanal 4 juga menguatkan kontras antara tanah, vegetasi dan air.
Kanal 2 digunakan untuk pembedaan vegetasi dan penilaian kesuburan
Klasifikasi
Pada teknik ini, informasi dalam setiap pixel diperoleh dengan bantuan
komputer. Klasifikasi data digital berangkat dari asumsi bahwa nilai digital
28
29
30
31
32
Gambar 6. Sebaran titik kontrol pada citra yang terkoreksi tahun 2006 (bawah)
dan yang akan dikoreksi tahun 2002 (atas).
33
1
4
2
Gambar 7. Penggabungan citra tahun 2002 dan 2006 terhadap perubahan lahan
menggunakan metode red green different
34
4.2.2
35
Gambar 8. Hasil komposit citra band 542 tahun 2002 sebelum dikoreksi
geometrik.
36
Gambar 9. Hasil komposit citra band 542 tahun 2002 (dikoreksi geometrik).
Gambar 10. Hasil komposit citra band 542 tahun 2006 (terkoreksi)
37
Kondisi objek (berwarna merah) pada tahun 2006 mengalami perubahan yang
berarti terutama mengenai luasan. Objek ini diinterpretasikan sebagai areal
perubahan lahan kering termasuk didalamnya sebagai lahan terbuka. Lahan
terbuka ini terjadi akibat aktifitas manusia sehingga terjadi kerusakan disebabkan
oleh perluasan areal tambak, pengambilan kayu bakau untuk dijadikan arang,
illegal logging, dan pengalihan untuk lahan pemukiman. Selain itu pesisir juga
mengalami perubahan karena lahan baru saja mengalami perubahan yang
diakibatkan oleh bencana tsunami beberapa waktu yang lalu.
Pada bagian gambar 9 dan 10 juga terlihat suatu alur berwarna biru tua dengan
bentuk yang tidak teratur. Kenampakkannya selalu sama setiap tahun
pengamatan. Warna gelap menunjukkan bahwa objek ini memilki nilai
reflektansi yang kecil dan dapat diidentikasi sebagai badan air (sungai). Pada
gambar tersebut juga terlihat gerombolan obyek berwarna putih. Warna hitam
disekitarnya diidentifikasi sebagai bayangan. Jika diasosiasikan bahwa bayangan
ini merupakan bayangan dari obyek berwarna putih, maka obyek ini diidentifikasi
sebagai awan.
Objek perairan dangkal digambarkan dengan warna biru gelap yang
merupakan pantulan radiasi elektromagnetik dari air laut dan dideteksi oleh kanal
2 citra Landsat-5 TM. Kenampakan ini memperlihatkan bahwa pada beberapa
area terdapat penampakan warna merah untuk wilayah darat. Hal ini menandakan
kecilnya pantulan objek vegetasi di area tersebut sehingga pantulan warna hijau
pada kanal 4 sangat kecil. Namun ada juga beberapa area yang kenampakan darat
berwarna hijau, hal ini berarti kecilnya pantulan objek lahan sehingga pantulan
warna merah pada kanal 5 sangat kecil. Gambar 9 dan 10 bisa juga dilihat
38
wilayah perikanan yang berupa tambak berwarna hijau namun lebih gelap
dibandingkan lahan terbuka. Hal ini disebabkan tambak merupakan lahan terbuka
yang digenangi air atau bisa disebut genangan air yang produktif.
Gambar 11 dan Gambar 12 merupakan hasil histogram koreksi radiometrik
hubungan digital number dan nilai display. Histogram yang berwarna hitam
untuk digital number sedangkan warna merah, hijau dan biru untuk nilai display.
Nilai display jauh lebih menyebar dibandingkan digital number, hal ini
menunjukkan histogram tersebut telah ditransformasi. Penggunakan strech in
membuat nilai display dari digital number yang besarnya lebih atau kurang dari
mean akan ditambah atau dikurangi 2 kali standard deviasi akan menjadi 255 atau
0, sehingga secara otomatis dihasilkan citra yang dapat membantu melihat
sumberdaya lahan terlihat lebih jelas dan tajam.
Pada saat melakukan analisis visual, diperlukan suatu kunci interpretasi
dimana penggunaan kunci interpretasi ini digunakan sebagai alat standarisasi hasil
analisis, terutama jika citra yang digunakan cukup banyak.
Kunci interpretasi yang dihasilkan dari Gambar 9 dan 10 dapat dilihat pada
Tabel 5 di bawah ini. Dalam citra terlihat adanya lahan terbuka yang ditumbuhi
lahan kering jarang. Areal terbuka ini diduga usaha konversi lahan. Akan tetapi
tidak semua lahan terbuka merupakan proses perubahan penutupan lahan. Jika
tidak terlihat perubahan pada priode berikutnya, maka lahan terbuka ini tidak
diidentifikasi sebagai areal perubahan lahan.
39
Warna
Ukuran
Bentuk
Biruhitam
Biruhijau
Putih
Putih
Hijau
tua
Besar
Hijau
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
1
2
3
6
7
8
Hijau
muda
MerahKuning
Hijaucoklat
Kecil
Memanjang
Sedang
Kecil
Elips-bulat
Besar
Memanjang
Pola
Tidak
teratur
Tidak
teratur
Teratur
Tidak
teratur
Tidak
teratur
Tidak
teratur
Tidak
teratur
Tidak
teratur
Tidak
teratur
Tekstur
Halus
Sedang
Halus
Bayangan
Tidak
ada
Tidak
ada
ada
Asosiasi
Lokasi
Menyebar
Menyebar
Perikanan/
tambak
Awan
Sungai
Halus
ada
Menyebar
Awan
Sedang
Tidak
ada
Menyebar
Perkebunan
Sedang
Tidak
ada
Menyebar
Tersebar
Sedang
Sedang
Kasar
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Lahan
terbuka
Lahan
terbuka
Menyebar
Merah
muda
Besar
Tidak
teratur
Halus
Tidak
ada
Lahan
terbuka
Tersebat
10
Hitam
Kecil
Elips bulat
Teratur
Halus
Awan
Menyebar
Nama
Objek
Pertanian/
vegetasi
jarang
Pertanian/
sawah
Perumahan
Pertanian/
ladang
Lahan
kering/per
karangan
Bayangan
40
Kelas hasil
klasifikasi
Thematic Change
2002
2006
1-2
1-3
3-4
4-5
5
6-7
6
8-10
7
12
8-9
15-16
10
11,13-14
11
17
Perairan
Perairan dangkal
Perikanan
Lahan basah
Perumahan/perkampungan
Pertanian/perkebunan
Lahan kering
Awan
Perairan
Perairan dangkal
Perikanan
Lahan basah
Perumahan/perkampungan
Pertanian/perkebunan
Lahan kering
Awan
41
42
untuk mendapatkan persen perubahan yang sesuai masing-masing luasan dirataratakan menjadi 303875,91 Ha. Perhitungan luasan menjadi tidak sama akibat
dari interpreter yang memotong daerah lokasi penelitian dari citra yang
sebenarnya tidak signifikan, sehingga terjadi adanya jumlah luasan yang tidak
sama.
Tabel 7. Estimasi perubahan kelas penutup lahan pada Tahun 2002 dan 2006
2002
2006
Kelas penutup lahan
Ha
%
Ha
%
Lahan basah
Lahan kering
Perairan
Perikanan
Pertanian/perkebunan
Perumahan/perkampungan
Rata-rata dari Jumlah
19628,06
23354,31
145457,64
5926,40
99618,82
10099,94
303875,91
6,46
7,69
47,87
1,95
32,78
3,32
100
15595,77
55452,72
146163,52
15323,95
66730,88
4399,80
303875,91
5,13
18,25
48,10
5,04
21,96
1,45
100
43
44
peta dapat melihat besarnya skala dengan melihat jarak antar garis lintang selain
dapat melihat dengan skala batang. Pemberian lagenda bertujuan agar
memudahkan pengguna peta dalam mengidentifikasi areal perubahan penutupan
lahan berdasarkan lokasi penggunaan lahan dan batas administrasi. Setiap
polygon dibedakan berdasarkan warna yang digunakan. Hasil pemetaan areal
perubahan pentupan lahan dapat dilihat pada Lampiran 10.
Berdasarkan interpretasi citra, perhitungan dan beberapa pengamatan
dilapangan, penutup lahan kawasan pesisir Kabupaten Aceh Utara pada akhirnya
hanya digolongkan ke dalam kategori : perairan (PRN), perikanan (PRK), lahan
basah (LB), perumahan/perkampungan (P), pertanian/perkebunan (PKB), dan
lahan kering (LK), hal ini seperti rekomendasi dari Fakultas Geografi UGM
bekerjasama dengan BAKOSURTANAL dalam kegiatan pembakuan aspek
metodologi kontrol kualitas pemetaan tematik dasar dalam mendukung
perencanaan tata ruang (BAKOSURTANAL, 2000 in Surlan, 2002)
merekomendasi sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang sedapat
mungkin mengakomodasikan berbagai kebutuhan pengguna (Tabel 4).
15,00
10,56
10,00
Lahan basah
3,09
(%)
5,00
Lahan kering
0,23
Perairan
0,00
-5,00
-1,33
-1,88
Perikanan
Pertanian/perkebunan
Perumahan/perkampungan
-10,00
-10,82
-15,00
Gambar 13. Laju perubahan penutup lahan pesisir Kabupaten Aceh Utara tahun
2002 dan 2006
45
Laju perubahan penutup lahan antara tahun 2002 dan 2006 disajikan pada
Gambar 13. Gambar tersebut menjelaskan bahwa lahan kering memiliki laju
perubahan yang paling tinggi, yaitu 10,56%. Hal ini disebabkan meningkatnya
laju pembangunan disekitar pesisir Kabupaten Aceh Utara. Pada penelitian ini
lahan kering dapat berupa jalan, bangunan infrastrukstur, perkarangan atau lahan
yang bervegetasi tetapi jarang.
Kelas lain yang mengalami peningkatan sebesar 3,09% adalah perikanan.
Kelas perikanan ini merupakan kelas perikanan darat yang terdiri dari tambak,
kolam dan empang. Pada dasarnya perairan yang mengalami peningkatan sebesar
0,23% merupakan wilayah perairan yang bergerak dibidang perikanan laut,
sehingga juga mempengaruhi kenaikan luasan perikanan. Ini tidak terlepas pula
pada faktor awan yang mempengaruhi perhitungan komposit citra pada tahun
2002 yang menutupi wilayah perikanan. Perairan laut dengan panjang + 55 km
dan lebar + 7,8 km, dimanfaatkan untuk kepentingan usaha penangkapan ikan
juga diluar perairan tersebut hingga batas teritorial Negara dan wilayah ZEE
(Anonim, 2006). Begitu pula dengan perairan umum meliputi sungai, waduk,
irigasi, alur dimanfaatkan untuk kepentingan usaha penangkapan dan usaha
budidaya. Peningkatan perluasan perikanan hanya terjadi pada kegiatan perikanan
budidaya air tawar sedangkan perikanan berupa kegiatan tambak mengalami
penurunan dari tahun 2002 hingga 2006 akibat bencana tsunami di pesisir
Kabupaten Aceh Utara. Setelah bencana tersebut aktifitas tambak terhenti
sehingga pihak terkait yaitu Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nad-Nias (BRR
Nad-Nias) sebagai badan yang membangun Aceh dari setiap sektor termasuk
46
47
Perairan yang dalam hal ini laut dan sungai begitu juga dengan beberapa
kegiatan perikanan laut mengalami peningkatan seluas 705,87 Ha (0,23%). Hal
ini terjadi karena adanya abrasi dibeberapa wilayah pesisir Kabupaten Aceh
Utara. Proses abrasi ditunjukkan dengan adanya perubahan kelas yang ada
menjadi kelas perairan. Diantaranya lahan kering menjadi perairan seluas 123,79
Ha, lahan basah menjadi perairan seluas 363,60 Ha, pertanian/perkebunan
menjadi perairan seluas 634,89 Ha, perikanan menjadi perairan seluas 2382,49 Ha
dan perumahan/perkampungan menjadi perairan seluas 337,18 Ha. Proses abrasi
yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Aceh Utara disebabkan karena bencana
tsunami. Proses terkikisnya pantai (abrasi) dan bertambah dangkalnya periaran
(akresi) perairan pantai dibeberapa wilayah pesisir dipercepat dengan penggunaan
lahan yang kurang baik dan aktifitas manusia, sehingga kawasan pantai yang lain
ikut mengalami akresi.
Tabel 8. Luas kelas yang tidak mengalami perubahan penutup lahan pada tahun
2002 dan 2006
Kelas
LB
LK
PRN
PRK
P
PTN/PKB
48
Tabel 9. Luas konversi kelas penutup lahan pada tahun 2002 dan 2006
Kelas perubahan
Awal
Akhir
LK
LB
PRN
LB
PRK
LB
PTN/PKB
LB
P
LB
LB
LK
PRN
LK
PRK
LK
PTN/PKB
LK
P
LK
LB
PRN
LK
PRN
PRK
PRN
PTN/PKB
PRN
P
PRN
LB
PRK
LK
PRK
PRN
PRK
PTN/PKB
PRK
P
PRK
LB
PTN/PKB
LK
PTN/PKB
PRN
PTN/PKB
PRK
PTN/PKB
P
PTN/PKB
LB
P
LK
P
PRN
P
PRK
P
P
Jumlah
PTN/PKB
Keterangan :
LB
: Lahan basah
PRK
: Perikanan
LK
: Lahan kering
PTN/PKB : Pertanian/perkebunan
PRN
: Perairan
P
: Perumahan/perkampungan
Luas perubahan
(Ha)
Persentase perubahan
(%)
4795,30
363,60
6494,40
2546,27
523,82
1988,48
123,79
421,90
5849,29
1263,16
325,27
315,64
1,58
0,12
2,14
0,84
0,17
0,65
0,04
0,14
1,92
0,42
0,11
0,10
1828,16
177,94
75,18
798,06
478,14
2382,49
274,80
119,39
5088,27
33375,67
634,89
2154,98
1480,49
2622,28
2399,16
337,18
0,60
0,06
0,02
0,26
0,16
0,78
0,09
0,04
1,67
10,98
0,21
0,71
0,49
0,86
0,79
0,11
2461,35
1336,64
304048,55
0,81
0,44
49
50
kali pada pukul 09.00 wib setinggi 129,7 cm dan pukul 22.00 wib setinggi 92,00
cm.
Perbedaan garis pantai sementara akibat pasang surut juga tergantung pada
Perekaman citra
Februari 2002
perbedaan tinggi muka laut pada saat perolehan citra. Gambar 1416menunjukkan
grafik perbedaan tinggi pasang surut pada tanggal dari tanggal 1 Februari 2002
hingga28 Februari 2002. Seperti yang terlihat pada grafik, ketinggian pasang
surut pada waktu perekaman citra yaitu tanggal 16 Februari 2002 terjadi dua kali
pasang yaitu sekitar pukul 01.00 wib setinggi 210,30 cm dan 14.00 wib setinggi
179,50 cm, sedangkan surut juga terjadi dua kali pada pukul 07.00 wib setinggi
93,7 cm dan pukul 17.00 wib setinggi 126,8 cm.
Gambar 14. Grafik perkiraan pasang surut selama bulan Februari di pesisir
Kabupaten Aceh Utara tahun 2002 (DISHIDROS, 2002)
Perbedaan tinggi pasang pada tanggal 16 Februari 2002 dan 14 Agustus 2006
setelah dirata-ratakan berkisar sebesar 8 cm. Hal ini berarti perbedaan pasang
surut yang terjadi tidak begitu besar sehingga kurang berpengaruh pada perbedaan
muka air laut pada waktu perekaman citra. Dengan kemiringan pantai yang relatif
kecil, maka air laut dapat menjangkau jauh kedaratan, tetapi bila kemiringan
pantai besar atau curam maka perbedaan tinggi pasang dapat diabaikan.
Saat pasang menyebabkan arus ke arah daratan sehingg aarus mengaduk
partikel yang ada di daratan dan menyebabkan air lebih keruh di muara sungai.
Saat surut sungai pada beberapa pantai pesisir Kabupaten Aceh Utara tidak cukup
besar membawa sedimen balik, namun pengaruh aliran sungai lebih besar dari
pada pasang surut dalam mempengaruhi peristiwa abrasi dan akresi pada beberapa
51
pesisir. Tabel pasang surut selama 1 bulan setiap 24 jam yang menunjukkan
tinggi muka air laut dapat dilihat pada Lampiran 17 dan Lampiran 18.
Perekaman citra
14 Agustus 2006
Gambar 15. Grafik perkiraan pasang surut selama bulan Agustus 2006 di pesisir
Kabupaten Aceh Utara (DISHIDROS, 2006).
52
53
dibandingkan pengaruh dari aliran air sungai yang menyebabkan adanya abarasi
dan akresi.
5.2 Saran
Klasifikasi pada daerah luas dan memerlukan ketelitian tinggi disarankan
untuk menggunakan citra satelit resolusi tinggi sehingga hasilnya lebih
memuaskan.
54
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Penginderaan Jauh.
http:/rst.gsfc.nasa.gov/Intro/Part2_1.html. [7 Mei 2008]
______. 2007. Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh.
http://www.geocities.com/yaslinus/sig.html. [7 Mei 2008]
Badan Pusat Statistik. 2002. Aceh Utara dalam Angka. North Aceh in Figures
2002. Aceh Utara
Badan Pusat Statistik. 2006. Aceh Utara dalam Angka. North Aceh in Figures
2006. Aceh Utara
Barret, E. C dan L. F. Curtis. 1982. Introducion to Environmental Remote
Sensing. Second Edition. Chapman and Hall. New York.
Butler, M. J. A., M. C. Mouchot, V. Barale dan C. LeBlanc. 1988. The
Application of Remote Sensing Technology to Marine Fisheries : An
Introductory Manual. FAO Fisheries Technical Paper, No. 295.
Dahuri, R, R. Jakub, P, G Sapta, dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolan
Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradna
Paramita. Jakarta.
Danoedoro, P. 1996. Penginderaan Jauh.
http://www.geocities.com/yaslinus/index/pj_01.html. [27 Mei 2008]
DISHIDROS. 2002. Daftar Pasang Surut. Kepulauan Indonesia. Dikeluarkan di
Jakarta Oleh TNI AL Dinas Hidro Oseanografi.
DISHIDROS. 2006. Daftar Pasang Surut. Kepulauan Indonesia. Dikeluarkan di
Jakarta Oleh TNI AL Dinas Hidro Oseanografi.
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan
Perikanan. 2004. Mitigasi Bencana Alam di Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil. Jakarta
Jaya, I.N.S. 1997. Penginderaan Jauh Satelit untuk Kehutanan. Laboratorium
Inventarisasi Hutan Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Bogor.
Juniawan, R. 2000. Studi Kasus Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan Hutan
Menggunakan Data Landsat-TM dan Sitem Informasi Geografis di
Kabupaten Kutai Propinsi Kalimantan Timur.. Program Sarjana. Institut
Pertanian Bogor.
55
56
57
LAMPIRAN
58
Lampiran 1. Luas dan penggunaan lahan di Kabupaten Aceh Utara tahun 2002
dan 2006
Jenis Penggunaan Tanah
Sawah
Perkarangan/Bangunan
Tegalan/Kebun
Ladang/Huma
Pengembalaan/Padang Rumput
Sementara tidak diusahakan
Ditanami Pohon/Hutan Rakyat
Hutan Negara
Perkebunan
Lain-lain
Tambak
Kolam/Tebat/Empang
Rawa-rawa
Jumlah
2002
Persentase
Luas (Ha)
(%)
39184
11,89
32148
9,75
46217
14,02
25130
7,62
24395
7,4
14091
4,27
42392
12,86
39712
12,05
44219
13,41
6275
1,9
11267
3,42
1400
0,42
3256
0,99
329686
100
2006
Persentase
Luas (Ha)
(%)
39773
12,06
34753
10,54
38838
11,78
30142
9,14
7862
2,38
12713
3,86
34738
10,54
58275
17,68
43537
13,21
15625
4,74
9540
2,89
748
0,23
3142
0,95
329686
100
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara (2002 dan 2006)
59
Lampiran 2. Luas dan penggunaan lahan di Kota Lhokseumawe tahun 2002 dan
2006
Jenis Penggunaan
Tanah
Pemukiman
Industri pabrik
Persawahan
Pertanian/Lahan
bermusim
Kebun campuran
Perkebunan rakyat
Alang-alang/semak
Hutan belukar
Perairan darat
Lain-lain
Jumlah
2003
Luas
Persentase
(Ha)
(%)
8491
46,9
167
0,92
1679
9,27
281
1,55
4590
674
487
948
687
102
18106
25,35
3,72
2,69
5,24
3,79
0,56
100
2004/2005
Luas
Persentase
(Ha)
(%)
9490
52,41
167
0,92
5250
28,99
281
-
1,55
-
674
487
948
687
122
18106
2006/2007
Luas
Persentase
(Ha)
(%)
10630
58,71
894
4,94
3943
21,77
281
-
3,72
2,69
5,24
3,79
0,67
100
1,55
-
674
232
643
687
122
18106
3,72
1,28
3,55
3,79
0,67
100
60
Lampiran 3. Data penduduk Kabupaten Aceh Utara tahun 2002 sampai 2006
Kecamatan/
Sub District
2002
2003
2004
2005
2006
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
28.938
33.844
19.378
8.273
19.708
16.674
22.785
11.235
19.348
8.760
20.607
14.121
14.068
38.373
33.039
15.620
33.022
17.446
18.093
19.629
19.715
40.837
29.001
33.194
18.913
6.963
19.701
16.582
22.786
11.638
19.940
9.709
21.060
13.794
15.394
40.612
30.694
15.100
32.983
18.298
22.716
15.418
20.713
42.536
29.853
34.853
18.626
6.416
21.033
16.253
21.814
10.863
20.421
8.840
21.908
15.421
15.497
41.764
31.332
15.948
37.853
19.370
21.581
17.057
23.441
43.107
30.865
34.467
19.239
6.484
21.796
16.421
21.939
10.937
20.390
9.087
21.466
15.444
15.535
41.972
30.544
15.980
38.036
17.888
21.457
17.304
23.186
43.162
30.865
34.467
19.239
6.484
21.796
16.421
21.939
10.937
20.390
9.087
21.466
15.444
15.535
41.972
30.544
15.980
38.036
17.888
21.457
17.304
23.186
43.162
477.745
493.251
493.599
493.599
Sawang
Nisam
Kuta Makmur
Simpang Kramat
Syamtalira Bayu
Meurah Mulia
Matang Kuli
Paya Bakong
Tanah Luas
Nibong
Samudera
Syamtalira Aron
Tanah Pasir
Lhoksukon
Baktiya
Baktiya Barat
Tanah Jambo Aye
Langkahan
Seunuddon
Coet Girek
Muara Batu
Dewantara
473.513
61
2002
2003
2004
2005
2006
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Blang Mangat
Muara dua
15.878
35.939
16.803
35.956
17.857
35.459
18.387
35.990
18.552
36.505
Muara satu
Banda sakti
30.450
67.838
30.465
67.932
30.044
68.731
30.494
69.763
30.930
70.569
151.156
152.091
154.634
156.556
150.105
62
Keterangan
Pembuatan beberapa profil DAS di areal kehutanan, lahan
1. Pengelolaan lahan
2. Pengelolaan habitat
di air tawar
3. Pengelolaan habitat
laut
4. Potensi budidaya
wilayah pesisir
6. Perencanaan
wilayah pesisir
63
Lampiran 6. Hubungan digital number dengan derajat keabuan dari suatu citra
64
: 0,308
: 30
: UTM Zone 47N
: WGS 1984
RMS-Error
0,38
0,16
0,10
0,30
0,26
0,39
0,39
0,42
0,31
0,41
0,17
0,22
0,37
0,30
0,44
0,40
0,16
0,33
0,18
0,38
0,26
0,18
0,34
0,39
0,17
0,35
0,24
0,40
0,44
0,41
65
66
67
Lampiran 10. Perbedaan citra tahun 2002 (kiri) dan citra tahun 2006 (kanan)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
66
Lampiran 11. Citra klasifikasi penutupan lahan wilayah pesisir Kabupaten Aceh Utara tahun 2002
67
Lampiran 12. Citra klasifikasi penutupan lahan wilayah pesisir Kabupaten Aceh Utara tahun 2006
68
Lampiran 13. Perubahan penutup lahan di kawasan pesisir Kabupaten Aceh Utara tahun 2002 dan 2006
68
Lampiran 14. Hasil perhitungan luasan kelas penutup lahan secara digital
a. Tahun 2002
CLASS_NAME 2002
Lahan basah
Lahan kering
Perairan
Perikanan
Pertanian/perkebunan
Perumahan/perkampungan
Jumlah
COUNT
12915
27193
37910
6762
48662
10389
143831
AVE_HECTAR
1,5198
0,8588
3,8369
0,8764
2,0472
0,9722
10,1113
SUM_HECTAR
19628,0640
23354,3100
145457,6400
5926,4000
99618,8230
10099,9390
304085,1760
MIN_HECTAR
0,058
0,058
0,058
0,058
0,058
0,058
MAX_HECTAR
1382,539
2170,457
81956,524
2370,801
32197,600
2172,324
122250,245
STDDEV_HEC
20,8139
18,0388
454,5452
29,0614
154,3592
22,2897
699,1082
VAR_HECTAR
433,2164
325,3989
206611,3032
844,5678
23826,7510
496,8322
COUNT
35654
91920
88761
21963
63352
12421
314071
AVE_HECTAR
0,4374
0,6033
1,6467
0,6977
1,0533
0,3542
4,7926
SUM_HECTAR
15595,7740
55452,7160
146163,5160
15323,9520
66730,8830
4399,7980
303666,6390
MIN_HECTAR
0,058
0,058
0,058
0,058
0,058
0,058
MAX_HECTAR
217,652
2945,374
47210,453
1938,166
5269,838
398,575
57980,058
STDDEV_HEC
3,2259
12,2427
210,0161
13,7653
26,6915
3,9071
269,8486
VAR_HECTAR
10,4064
149,8845
44106,7520
189,4832
712,4388
15,2654
b. Tahun 2006
CLASS_NAME 2006
Lahan basah
Lahan kering
Perairan
Perikanan
Pertanian/perkebunan
Perumahan/perkampungan
Jumlah
69
Lampiran 15. Hasil perhitungan konversi luasan masing-masing kelas penutup lahan tahun 2002 dan 2006
CLASS_NAME
was: Lahan basah, is: Lahan basah
was: Lahan basah, is: Lahan kering
was: Lahan basah, is: Perairan
was: Lahan basah, is: Perikanan
was: Lahan basah, is: Pertanian/perkebunan
was: Lahan basah, is: Perumahan/perkampungan
was: Lahan kering, is: Lahan basah
was: Lahan kering, is: Lahan kering
was: Lahan kering, is: Perairan
was: Lahan kering, is: Perikanan
was: Lahan kering, is: Pertanian/perkebunan
was: Lahan kering, is: Perumahan/perkampungan
was: Perairan, is: Lahan basah
was: Perairan, is: Lahan kering
was: Perairan, is: Perairan
was: Perairan, is: Perikanan
was: Perairan, is: Pertanian/perkebunan
was: Perairan, is: Perumahan/perkampungan
was: Perikanan, is: Lahan basah
was: Perikanan, is: Lahan kering
was: Perikanan, is: Perairan
was: Perikanan, is: Perikanan
was: Perikanan, is: Pertanian/perkebunan
was: Perikanan, is: Perumahan/perkampungan
was: Pertanian/perkebunan, is: Lahan basah
was: Pertanian/perkebunan, is: Lahan kering
was: Pertanian/perkebunan, is: Perairan
was: Pertanian/perkebunan, is: Perikanan
was: Pertanian/perkebunan, is: Pertanian/perkebunan
was: Pertanian/perkebunan, is: Perumahan/perkampungan
Jumlah
COUNT
15855
19727
1673
17745
7341
2930
6106
40769
473
2812
26200
5964
1765
1818
130240
6476
648
455
3732
2357
1703
6146
764
636
20637
114326
930
9354
94778
8238
9112
11516
1010
8671
4589
3246
AVE_HECTAR
0,3025
0,2431
0,2173
0,3660
0,3469
0,1788
0,3257
0,3440
0,2617
0,1500
0,2233
0,2118
0,1843
0,1736
1,0958
0,2823
0,2746
0,1652
0,2138
0,2029
1,3990
0,3142
0,3597
0,1877
0,2466
0,2919
0,6827
0,2304
0,5969
0,1797
0,2878
0,2083
0,3338
0,2839
0,2913
0,2997
SUM_HECTAR
4796,5700
4795,3000
363,6000
6494,4000
2546,2700
523,8200
1988,4800
14023,6100
123,7900
421,9000
5849,2900
1263,1600
325,2700
315,6400
142718,8500
1828,1600
177,9400
75,1800
798,0600
478,1400
2382,4900
1930,9200
274,8000
119,3900
5088,2700
33375,6700
634,8900
2154,9800
56569,8400
1480,4900
2622,2800
2399,1600
337,1800
2461,3500
1336,6400
972,7700
304048,5500
MIN_HECTAR
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
MAX_HECTAR
107,39
37,55
7,42
74,71
150,18
3,00
82,69
465,20
6,42
2,77
41,39
6,53
12,27
14,30
45124,96
77,88
20,96
2,81
26,89
19,86
1006,19
65,55
26,97
4,06
61,84
170,05
62,95
23,01
3977,76
9,03
56,14
20,70
8,64
17,75
27,92
171,10
STDDEV_HEC
1,8050
0,6571
0,5025
1,3753
2,1129
0,2215
1,9102
3,1793
0,4567
0,1556
0,6899
0,3766
0,4841
0,4229
137,7675
1,4625
1,0130
0,2140
0,7889
0,6754
33,6354
1,7471
1,5349
0,2782
0,8250
1,3047
3,0642
0,6344
14,8684
0,3001
1,2613
0,4857
0,7127
0,7135
0,9561
3,0879
VAR_HECTAR
3,2580
0,4318
0,2525
1,8915
4,4643
0,0491
3,6488
10,1077
0,2086
0,0242
0,4760
0,1418
0,2344
0,1789
18979,8924
2,1390
1,0262
0,0458
0,6224
0,4561
1131,3420
3,0524
2,3560
0,0774
0,6806
1,7023
9,3891
0,4024
221,0683
0,0901
1,5910
0,2359
0,5080
0,5091
0,9142
9,5350
%
1,577567
1,577149
0,119586
2,135975
0,837455
0,172282
0,654001
4,612293
0,040714
0,138761
1,923801
0,415447
0,10698
0,103812
46,93949
0,601272
0,058524
0,024726
0,262478
0,157258
0,783589
0,63507
0,09038
0,039267
1,673506
10,97709
0,208812
0,708762
18,60553
0,486926
0,862454
0,789071
0,110897
0,809525
0,439614
0,319939
100
70
Lampiran 16. Perubahan garis pantai di kecamatan peisisir Baktiya Barat, Kabupaten Aceh Utara
74
Lampiran 17. Daftar perkiraan pasang surut di pesisir Kabupaten Aceh Utara
bulan Februari 2002
75
Lampiran 18. Daftar perkiraan pasang surut di pesisir Kabupaten Aceh Utara
bulan Agustus 2006
76
77
Lampiran 20.
a. Hatchery
78
c. Perumahan nelayan
79
e. Tambak
80
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bireuen, NAD, 24 Oktober 1984 dari
pasangan Abdullah Rohman dan R. Yoesti Rudiana. Penulis
adalah anak pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 1999 2002 Penulis menyelesaikan pendidikan di
Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Lhokseumawe, NAD. Pada Tahun
2002 penulis di terima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan
melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Semasa kuliah penulis aktif dibeberapa kegiatan kemahasiswaan diantaranya
Anggota Dewan Formatur Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan
2003-2004, Anggota Club Marine and Science ITK 2004 dan sebagai Layouter
Buletin Oceanic ITK periode 2004-2006. Penulis juga aktif dibeberapa
kepanitiaan antara lain Panitia Fieldtrip Biologi Laut dan Oseanografi Umum
FPIK pada tahun 2004, Trainer Kegiatan Outbond Masa Orientasi Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB tahun 2004, Panitia Temu Alumni ITK (2005),
Trainer pada Outbond Up-Grading setiap anak dari dosen IPB (2006), Anggota
Publikasi dan Dokumentasi REFRESH yang diselenggarakan oleh Forum
Keluarga Muslim FPIK (FKM-C) tahun 2007, dan dikepanitiaan lainnya.
Penulis membuat skripsi yang berjudul Kajian Perubahan Penutupan
Lahan di Kawasan Pesisir Kabupaten Aceh Utara, NAD Menggunakan
Sistem Informasi Geografis untuk menyelesaikan studi di Institut Pertanian
Bogor.