Anda di halaman 1dari 93

KAJIAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI KAWASAN

PESISIR KABUPATEN ACEH UTARA, NAD


MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Oleh:
Rahmi Oky Diana Abdullah
C64102035

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

KAJIAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI KAWASAN


PESISIR KABUPATEN ACEH UTARA, NAD
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2008

Rahmi Oky Diana Abdullah


C 64102035

iii

RINGKASAN
RAHMI OKY DIANA ABDULLAH. Kajian Perubahan Penutupan Lahan di
Kawasan Pesisir Kabupaten Aceh Utara, NAD Menggunakan Sistem
Informasi Geografis. Dibimbing oleh VINCENTIUS P. SIREGAR dan
SYAMSUL B. AGUS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi pesisir di Kaupaten Aceh Utara
melelui interpretasi penutup lahan dari Citra Landsat-7 ETM+ dan Citra Landsat-5 TM,
mengevaluasi dan membuat peta perubahan penutup lahan di kawasan pesisir
tersebut dari tahun 2002 dan tahun 2006.
Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu : (1)
Pengumpulan data statistik, peta dan analisis citra satelit dari bulan Juni-Juli 2006,
(2) Studi lapangan (survei lapangan) pada tanggal 2-3 Agustus 2006, (3)
Pengolahan citra pada bulan Juli 2007 hingga Mei 2008 yang dilakukan di
Laboratorium Komputer BTIC-BIOTROP, (4). dan analisa data dan penulisan
laoran. Pengolahan datadibantu dengan menggunakan fasilitas program Arc View
3.2 dan Er Mapper 6.4. Metode yang digunakan dalam analisis data satelit yaitu
Image Analysis yang mampu mempelajari beberapa citra dari periode
pengambilanyang berbeda untuk menentukan area yang mengalami perubahan.
Hasil interpretasi dan analisa data satelit menunjukkan bahwa penutup lahan
kawasan pesisir Kabupaten Aceh Utara digolongkan ke dalam kategori : perairan
(PRN), perikanan (PRK), lahan basah (LB), perumahan/perkampungan (P),
pertanian/perkebunan (PKB), dan lahan kering (LK). Kelas perikanan mengalami
peningkatan sebesar 9397,55 Ha, kecuali kegiatan perikanan berupa tambak yang
terhenti akibat bencana tsunami. Begitu juga dengan peningkatan luasan lahan
kering seluas 32098,406 Ha akibat dari illegal logging dan pembangunan
infrastruktur. Peningkatan luasan perikanan dan lahan kering diikuti dengan
penurunan lahan basah seluas 4032,29 Ha dan pertanian/perkebunan seluas
32887,94 Ha. Sementara untuk pemukiman mengalami peningkatan luasan
berdasarkan data statistik dari BPS Kabupaten Aceh Utara dan kota
Lhokseumawe (Lampiran 1 dan 2), hanya saja akibat faktor awan yang sangat
berpengaruh dan tidak bisa seluruhnya dihilangkan pada saat komposit
citra,analisis perhitungan kelas perumahan secara digitalpun mengalami
penurunan kelas.
Perubahan penutupan lahan dikawasan pesisir Kabupaten Aceh Utara
khususnya perubahan garis pantai yang menjorok ke arah darat karena pengaruh
bencana gempa dan tsunami serta pemanfaatan lahan oleh manusia tidak begitu
besar dibandingkan pengaruh dari aliran air sungai yang menyebabkan adanya
abarasi dan akresi.

iv

Hak cipta milik Rahmi Oky Diana Abdullah, tahun 2008


Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

KAJIAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI KAWASAN


PESISIR KABUPATEN ACEH UTARA, NAD
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan


pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
Rahmi Oky Diana Abdullah
C64102035

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

vi

Judul

Nama
NRP
Program Studi

: Kajian Perubahan Penutupan Lahan Di Kawasan


Pesisir Kabupaten Aceh Utara, NAD Menggunakan
Sistem Informasi Geografis
: Rahmi Oky Diana Abdullah
: C64102035
: Ilmu dan Teknologi Kelautan

Disetujui,
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA


NIP.131 471 372

Syamsul B. Agus, S.Pi, M. Si


NIP. 132 311 912

Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc


NIP. 131 578 799

Tanggal Lulus : 17 November 2008

vii

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur atas segala karunia dan nikmat-Nya,
serta shalawat dan salam tercurah kepada Rosulullah Muhammad SAW, akhirnya
skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis sebagaimana mestinya. Skripsi yang
berjudul Kajian Perubahan Penutupan Lahan di Kawasan Pesisir
Kabupaten Aceh Utara, NAD Menggunakan Sistem Informasi Geografis,
merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada bapak
Dr.Ir.Vincentius P.Siregar, DEA dan bapak Syamsul B.Agus, S.Pi, M.Si sebagai
pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis dalam proses dan
penyelesaian tugas akhir ini.
Tidak lupa pula ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang
tua Ir.Abdullah Rohman, MBA dan R.Yoesti Rudiana, suami tercinta Ismunandar
S.ST.Pi, kedua adikku Fajar Sidik dan Khalili Maulana serta keluarga dekat yang
berkenan mendoakan, menyemangati, membaca, mengoreksi serta membantu
dalam memberikan masukan dalam penulisan. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada teman-teman ITK 2002 sampai dengan 2008 serta staf
penunjang di Departemen ITK dan semua pihak yang telah membantu sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak, khususnya
pemerintah daerah Kabupaten Aceh Utara dan kota Lhokseumawe.
Bogor, November 2008
Penulis

viii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xii

1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar belakang............................................................................. 1
1.2 Tujuan......................................................................................... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................


2.1 Keadaan umum daerah penelitian ...............................................
2.2 Penginderaan jauh.......................................................................
2.3 Satelit penginderaan jauh Land satelitte (Landsat).......................
2.3.1 Landsat-5 TM (Thematic Mapper) dan Landsat-7 ETM+
(Enhanced Thematic Mapper Plus)..................................
2.4 Sistem Informasi Geografis (SIG)...............................................
2.5 Pemanfaatan teknologi SIG untuk pengelolaan wilayah
pesisir.........................................................................................
2.6 Penutupan lahan .........................................................................
2.6.1 Pengertian penutupan lahan..............................................
2.6.2 Pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap
kondisi perairan ...............................................................
2.7 Klasifikasi ..................................................................................

3. BAHAN DAN METODE ..................................................................


3.1 Waktu dan lokasi penelitian ........................................................
3.2 Bahan dan alat.............................................................................
3.3 Metode penelitian........................................................................
3.4 Pengolahan data .........................................................................
3.4.1 Koreksi radiometrik dan geometrik...................................
3.5 Analisis visual ............................................................................
3.5.1 Metode red green different ...............................................
3.5.2 Komposit citra..................................................................
3.6 Analisis digital ...........................................................................
3.6.1 Kalsifikasi ........................................................................
3.6.2 Metode IA (Image Analysis).............................................

4
4
5
9
9
11
13
15
15
17
19

21
21
21
23
23
23
26
26
27
28
28
28

4. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 31


4.1 Pengolahan awal ......................................................................... 31

ix

4.2 Analisis visual.............................................................................


4.2.1 Metode red green different ...............................................
4.2.2 Komposit citra (False Color Composite/FCC) ..................
4.3 Analisis digital............................................................................
4.3.1 Metode IA (Image Analysis).............................................
4.3.2 Perubahan penutupan lahan ..............................................

32
32
34
40
40
43

5. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 52


5.1 Kesimpulan................................................................................. 52
5.2 Saran........................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 54
LAMPIRAN ........................................................................................... 57
RIWAYAT HIDUP................................................................................ 80

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Spesifikasi band Landsat Thematic Mapper/TM (NASA, 2002) .......... 9
2. Spesifikasi band Landsat Enhanced Thematic Mapper/ETM+
(NASA, 2002) .................................................................................... 10
3. Karakteristik sensor satelit Landsat-7 Enhanced Thematic Mapper/
ETM+ ................................................................................................. 10
4. Rekomendasi klasifikasi penutupan/penggunaan lahan untuk
pemetaan tematik dasar di Indonesia.................................................. 20
5. Kunci interpretasi dalam mengidentifikasi objek pada citra.................. 39
6. Distribusi kelas klasifikasi menjadi kelas penutupan lahan .................. 40
7. Estimasi perubahan kelas penutup lahan pada tahun 2002 dan 2006 .... 42
8. Luas kelas yang tidak mengalami perubahan penutup lahan pada
tahun 2002 dan 2006 .......................................................................... 47
9. Luas konversi kelas penutup lahan pada tahun 2002 dan 2006............. 48

xi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kurva reflektansi objek vegetasi, tanah dan air (Sutanto, 1992)........... 7
2. Model dunia nyata dari SIG (Colo, 2000 in Prahasta, 2002) ................ 11
3. Hubungan SIG dengan komponen-komponen penyusunnya (Prahasta,
2002) .................................................................................................. 13
4. Lokasi penelitian di wilayah pesisir Kabupaten Aceh Utara ................ 22
5. Diagram alir penelitian........................................................................ 30
6. Sebaran titik kontrol pada citra yang terkoreksi tahun 2006 (bawah)
dan yang akan dikoreksi tahun 2002 (atas).......................................... 32
7. Penggabungan citra tahun 2002 dan 2006 terhadap perubahan lahan
menggunakan metode red green different ........................................... 33
8. Hasil komposit citra band 542 tahun 2002 sebelum dikoreksi
geometri.............................................................................................. 35
9. Hasil komposit citra band 542 tahun 2002 setelah dikoreksi geometri . 36
10. Hasil komposit citra band 542 tahun 2006 terkoreksi ......................... 36
11. Histogram penajaman citra tahun 2002............................................... 39
12. Histogram penajaman citra tahun 2006............................................... 39
13. Laju perubahan penutup lahan pesisir Kabupaten Aceh Utara tahun
2002 dan 2006 ................................................................................... 46
14. Grafik perkiraan pasang surut selama bulan Februari 2002 di pesisir
Kabupaten Aceh Utara (DISHIDROS, 2002) ..................................... 50
15. Grafik perkiraan pasang surut selama bulan Agustus 2006 di pesisir
Kabupaten Aceh Utara (DISHIDROS, 2006) ..................................... 51

xii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Luas dan penggunaan lahan di Kabupaten Aceh Utara tahun 2002
dan 2006............................................................................................. 58
2. Luas dan penggunaan lahan di Kota Lhokseumawe tahun 2002 dan
2006 ................................................................................................... 59
3. Data penduduk Kabupaten Aceh Utara tahun 2002 sampai 2006 ......... 60
4. Data penduduk Kota Lhoksemawe tahun 2002 sampai 2006 ............... 61
5. Beberapa aplikasi SIG di wilayah pesisir............................................. 62
6. Hubungan digital number dengan derajat keabuan dari suatu citra ...... 63
7. Titik Koordinat dan RMS-Error Landsat ETM+. ................................. 64
8. Landsat Path_Raw Aceh Utara (P130R056 dan P130R057) serta
wilayah Nanggroe Aceh Darussalam dan sekitarnya ........................... 65
9. Landsat-7 ETM+ sebelum dan setelah dikoreksi radiometrik ............... 66
10. Perbedaan citra tahun 2002 (kiri) dan citra tahun 2006 (kanan) ......... 67
11. Citra klasifikasi penutupan lahan wilayah pesisir Kabupaten
Aceh Utara tahun 2002....................................................................... 68
12. Citra klasifikasi penutupan lahan wilayah pesisir Kabupaten
Aceh Utara tahun 2006....................................................................... 69
13. Perubahan penutup lahan di kawasan pesisir Kabupaten Aceh
Utara tahun 2002 dan 2006 ............................................................... 70
14. Hasil perhitungan luasan kelas penutup lahan secara digital ................ 71
15. Hasil perhitungan konversi luasan masing-masing kelas penutup
lahan tahun 2002 dan 2006.................................................................. 72
16. Perubahan garis pantai di kecamatan peisisir Baktiya Barat,
Kabupaten Aceh Utara ........................................................................ 73
17. Daftar perkiraan pasang surut di pesisir Kabupaten Aceh utara bulan
Februari 2002.................................................................................... 74

xiii

18. Daftar perkiraan pasang surut di pesisir Kabupaten Aceh Utara bulan
Agustus 2006.................................................................................... 75
19. Kompas dan GPS (Global Position System) ...................................... 76
20. Kondisi sarana dan prasarana perikanan di wilayah pesisir
Kabupaten Aceh Utara pasca tsunami ............................................... 77

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penelitian mengenai perubahan lahan di Nanggroe Aceh Darussalam akibat
bencana gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 telah banyak
dilakukan oleh berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri. Kabupaten
Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten yang mengalami kerusakan terparah
di kawasan pantai timur Aceh pada pasca bencana tsunami. Kerusakan
sumberdaya pesisir terjadi hampir disemua wilayah pesisir Kabupaten Aceh
Utara. Kondisi fisik lahan berubah, sarana produksi seperti tambak, sawah, dan
perahu berada dalam kondisi rusak; batas-batas kepemilikan lahan hilang atau
tidak jelas.
Perkembangan dan kemajuan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada
umumnya, dan Kabupaten Aceh Utara pada khususnya sebelum maupun sesudah
bencana gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu, disertai
aspirasi yang berkembang untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan
kepada masyarakat, menyebabkan pemanfaatan lahan di provinsi tersebut sangat
meningkat seiring dengan bertambahnya aktivitas penduduk yang memerlukan
ruang. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain berupa rehabilitasi dan rekonstruksi
yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkan pusat-pusat pemukiman,
perkotaan dan lahan tambak di kawasan pesisir Kabupaten Aceh Utara. Kondisi
tersebut menyebabkan banyaknya terjadi perubahan penggunaan lahan.
Keberadaan lahan dan tanah juga sangat penting bagi kelangsungan prosesproses ekologi penting (siklus nutrisi dan stabilitas lingkungan) dan sistem
penyangga kehidupan (sumber mata pencaharian), karenanya menjadikan

sebagian masyarakat pesisir Kabupaten Aceh Utara masih memilih hidup dan
penghidupan di pesisir pantai dan laut sebagai sumber mata pencaharian.
Guna menjamin perkembangan dan kemajuan pada masa yang akan datang
melalui rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pemerintah bekerjasama
dengan masyarakat setahap demi setahap, maka perubahan penggunaan/penutup
lahan tersebut sangat perlu dipelajari, untuk itu diperlukan data yang dapat
memberi informasi mengenai luasan perubahan lahan secara cepat dan up to date.
Penggunaan data satelit merupakan cara yang efektif untuk pemetaan penutup
lahan dan vegetasi, karena data satelit memiliki rentang waktu yang dapat diatur
untuk pengambilan data citra untuk lokasi yang sama. Perkembangan teknologi
penginderaan jauh saat ini, mengarah pada peningkatan resolusi spasial dan
temporal untuk perolehan informasi dan keperluan monitoring.
Mengingat sangat terkaitnya permasalahan perubahan lahan ini dengan aspek
keruangan, pendekatan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) juga
diperlukan untuk menambah informasi yang akan didapat, seperti sistem input
data peta yang baik. Pendekatan ini berdasarkan peubah-peubah terukur dan
kesisteman yaitu dengan menerapkan teknologi berbasis geospasial.
SIG memiliki kemampuan untuk mempresentasikan unsur-unsur yang terdapat
di permukaan bumi dengan cara mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi,
menganalisa dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam (bereferensi
geografis). Penerapan SIG dapat mengintegrasikan berbagai karakterisik
lingkungan wilayah pesisir baik secara spasial maupun deskriptif.
Berdasarkan uraian di atas, data citra satelit diharapkan akan memberikan
informasi mengenai bangunan yang rusak, perubahan tutupan lahan, dan seberapa

besar daerah yang terkena dampak tsunami di wilayah pesisir Kabupaten Aceh
Utara.

1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi pesisir melalui interpretasi citra
Landsat-7 ETM+ dan Citra Landsat-5 TM berdasarkan perubahan penutupan lahan

Kabupaten Aceh Utara dan membuat peta perubahan penutup lahan di kawasan
pesisir Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam dari tahun 2002
sampai tahun 2006.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keadaan umum daerah penelitian
Secara geografis Kabupaten Aceh Utara terletak pada posisi 4 54' 5 18' LU
dan 96 20' 97 21' BT, dengan luas wilayah 3.477,92 km atau 347.792 Ha.
Kabupaten Aceh utara memiliki batasan wilayah sebagai berikut : sebelah utara
dengan Kabupaten Bireuen, sebelah selatan dengan Kabupaten Aceh Timur ,
sebelah barat dengan Kabupaten Aceh Tengah , sebelah timur dengan Selat
Malaka. Secara administratif wilayah Kabupaten Aceh Utara terdiri dari 22
kecamatan dan 11 diantaranya berada di kawasan pesisir
Keadaan topografi Kabupaten Aceh Utara sangat bervariasi, dari dataran
rendah sampai berbukit dan sedikit pegunungan. Ketinggian rata-rata daerah ini
adalah 125 m di atas permukaan laut (DPL). Dataran rendah pada umumnya
terdapat di sepanjang kawasan pantai dan jalan negara yang memanjang dari arah
Barat ke Timur, sedangkan dataran tinggi/perbukitan dan pergunungan terdapat di
sepanjang daerah pedalaman di bagian selatan. Sekitar 43,6 % dari luas wilayah
ini berada pada ketinggian 25 - 500 m di atas permukaan laut, sementara tingkat
kelerengannya sangat bervariasi, mulai datar sampai curam (Pemerintah
Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe, 2007).
Sektor Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara memiliki potensi
perairan laut, perairan darat (tambak dan kolam) dan perairan umum. Perairan
laut dengan panjang + 55 km dan lebar + 7,8 km, dimanfaatkan untuk
kepentingan usaha penangkapan ikan sampai di luar perairan tersebut hingga batas
teritorial Negara dan wilayah ZEE. Perairan darat dalam hal ini tambak dengan
luas 9.540 Ha (2,89%) dimanfaatkan untuk budidaya udang dan bandeng,

sedangkan kolam dengan luas 748 Ha (0,23%) dimanfaatkan untuk budidaya ikan
mas dan nila/mujahir (Diperta Kabupaten Aceh Utara, 2006). Komposisi
penggunaan lahan di Kabupaten Aceh Utara dapat dilihat pada Lampiran 1.
Perairan umum meliputi sungai, waduk, irigasi, alur dimanfaatkan untuk
kepentingan usaha penangkapan dan usaha budidaya. Lahan usaha sebagaimana
dimaksud adalah bagian dari tuntutan permintaan pasar dan globalisasi
perdagangan yang sudah barang tentu dalam pelaksanaannya harus disesu aikan
dengan tingkat teknologi yang diterapkan(Diperta Kabupaten Aceh Utara, 2006).

2.2 Penginderaan jauh


Penginderaan jauh adalah cara atau teknik utnuk memperoleh informasi
tentang objek daerah atau gejala yang didapat dengan analisis data yang diperoleh
melalui alat tanpa kontak langsung dengan objek daerah atau fenomena yang
dikaji (Lillesand dan Kefer, 1990).
Penginderaan jauh (inderaja) kelautan saat ini telah berkembang sesuai dengan
perkembangan inderaja itu sendiri. Inderaja kelautan/perikanan telah terbukti
membantu penelitian untuk memahami dinamika lingkungan laut termasuk
memahami dinamika sumberdaya alam yang terkandung didalamnya, khususnya
yang berkaitan dengan perikanan.
Susilo (2000) menjelaskan pada dasarnya aplikasi atau penerapan inderaja
untuk kelautan (inderaja kelautan) dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
(1) aplikasinya untuk oseanografi fisika, (2) aplikasinya untuk sumberdaya alam
laut, dan (3) aplikasinya untuk pengamatan dan perlindungan wilayah pesisir.
Inderaja kelautan tidak hanya mendeteksi parameter-parameter yang ada di air
laut tetapi juga mencakup parameter-parameter daratan yang ada di wilayah

pesisir. Aplikasi ke-3 dalam hal ini juga membantu dalam pengamatan perubahan
penutupan lahan.
Danoedoro (1996) berpendapat sebuah platform penginderaan jauh dirancang
sesuai dengan beberapa tujuan khusus. Tipe sensor dan kemampuannya,
platform, penerima data, pengiriman dan pemrosesan harus dipilih dan dirancang
sesuai dengan tujuan tersebut dan beberapa faktor lain seperti biaya, waktu dan
sebagainya. Setiap aplikasi penginderaan jauh mempunyai kebutuhan khusus
mengenai luas cakupan area, frekuensi pengukuran dan tipe energi yang akan
dideteksi. Oleh karena itu, sebuah sensor harus mampu memberikan resolusi
spasial, spektral dan temporal yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reflektansi spektral dari tanah adalah
kelembaban, tekstur, kekasaran permukaan, kadar oksida besi dan bahan organik.
Faktor-faktor ini sangat kompleks, beragam dan saling berhubungan (Lillesand
dan Kiefer, 1994). Sementara itu pada panjang gelombang sinar tampak (0,4 - 0,7
m), interaksi antara energi yang datang dengan tubuh air menjadi lebih kompleks
dan dipengaruhi berbagai faktor. Ciri absorbsi dan transmisi spektral oleh air
bukan hanya merupakan fungsi dari air itu sendiri, tetapi sangat dipengaruhi
berbagai jenis dan ukuran partikel-partikel atau sedimen dalam air. Air menyerap
hampir semua energi yang mengenainya, sehingga hampir tidak ada energi yang
dipantulkan, serta sedikit sekali energi yang dilewatkan.
Pada panjang gelombang infra merah dekat, reflaktansi spektral oleh vegetasi
meningkat secara drastis. Pada panjang gelombang 0.7-1.3 m, vegetasi
memantulkan 40-50 % energi yang datang, selebihnya ditransmisikan, hal ini

dapat dilihat pada Gambar 1. Sebagian energi dilewatkan melalui daun dan hanya
sedikit energi yang diserap (Lillesand dan Kiefer, 1994).
Pada tanah, energi akan diserap atau dipantulkan, tidak ada energi yang
dilewatkan. Tetapi tanah itu sendiri merupakan campuran bahan-bahan yang
dapat mempengaruhi ciri serapan dan pantulan spektral tanah (Hoffer, 1978 in
Meinardy, 2001).

100

Gambar 1. Kurva reflektansi objek vegetasi, tanah dan air (Sutanto, 1992)

Rossiter 1994 in Meinardy 2001 menyebutkan beberapa faktor yang


menguntungkan jika menggunakan metode penginderaan jauh dalam pemantauan
lahan :
1. Biaya yang relatif murah dan cepat dalam mengumpulkan informasi terkini
meliputi wilayah geografi yang luas. Sebagai contoh : Landsat 5 meliput
wilayah seluas 185x160 km dengan resolusi 30 m setiap 18 hari sekali.
2. Satu-satunya cara yang praktis untuk mengumpulkan data dari daerah yang
sulit dijangkau.
3. Pada skala kecil, fenomena regional yang tidak terlihat dari daratan dapat
terlihat jelas, contohnya kerusakan alam dan struktur geologi lainnya.

4. Metode yang murah dan cepat dalam membuat peta dasar (base map) untuk
menutupi kekurangan dalam survei lapangan.
5. Mudah dimanipulasi dengan komputer, dan dapat dikombinasikan dengan
perangkat lain dalam GIS (Geographical Information System).
Pengolahan citra penginderaan jauh akan diperkenalkan dengan menggunakan
Image Analysis (IA) yang merupakan sebuah ekstension ArcView yang dibuat oleh
ERDAS (developer dari perangkat lunak pengolahan citra penginderaan jauh yang
banyak dipakai). Dalam penelitian ini yang digunakan pada kapasitas IA adalah
visualisasi citra, pengklasifikasian serta analisa pada perubahan citra dari periode
yang berbeda. Hasil pengolahan citra penginderaan jauh nantinya bisa dianalisa
bersama sama dengan data SIG lain menggunakan ekstension Spatial Analyst. IA
sebuah perangkat lunak yang dirancang untuk memudahkan pengolahan citra
sederhana dengan mengunakan platform ArcView.
Adapun hal-hal yang bisa dikerjakan oleh IA diantaranya adalah:
Mengimpor citra (dalam bentuk data raster) untuk digunakan dalam ArcView.
Mengklasifikasi sebuah citra menjadi beberapa kelas tipe penutupan lahan
seperti vegetasi dan lain-lain.
Mempelajari beberapa citra dari periode pengambilan yang berbeda untuk
menentukan area yang mengalami perubahan.
Mencari daerah dengan tingkat kerapatan vegetasi tertentu dari sebuah citra.
Menajamkan kenampakan sebuah citra dengan cara menyesuaikan kontras dan
tingkat kecerahan atau dengan merentangkan histogram.
Merektifikasi sebuah citra terhadap sebuah peta acuan supaya posisi koordinat
lebih akurat (Puntodewo et al., 2003).

2.3 Satelit penginderaan jauh Land Satelitte (Landsat)


2.3.1 Landsat-5 TM (Thematic Mapper) dan Landsat-7 ETM+ (Enhanced
Thematic Mapper Plus)
Landsat merupakan suatu hasil program sumberdaya bumi yang
dikembangkan oleh NASA (the National Aeronautical and Space Administration)
Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an (Purbowaseso, 1996). Sampai saat ini
telah diluncurkan tujuh satelit dari tiga generasi teknologi. Satelit generasi
pertama adalah Landsat-1, Landsat-2, dan Landsat-3, satelit generasi kedua adalah
Landsat-4 dan Landsat -5 sedangkan generasi ketiga yakni Landsat-6 dan
Landsat-7. Landsat-5 yang membawa sensor TM dan MSS (Multispectral
Scanner) diluncurkan pada tanggal 1 Maret 1984 masih beroperasi sebelum
Landsat-7 diluncurkan ke angkasa pada tanggal 15 Desember 1998 yang
dilengkapi dengan sensor ETM+. Kedua Landsat ini mempunyai fungsi yang
sama pada setiap kanalnya, hanya pada Landsat-7 ditambah satu kanal
pankromatik (kanal 8) yang tidak ada pada Landsat-5, sehingga memiliki
keunggulan pada teknik pelarikan (scanning) dimana kanalnya lebih banyak dan
lebih sensitif sehingga dapat membedakan objek dengan lebih teliti. Tabel 1 dan
2 di bawah ini menunjukkan spesifikasi dari satelit Landsat TM dan ETM+.

Tabel 1. Spesifikasi band Landsat Thematic Mapper/TM (NASA, 2002)


Band
1
2
3
4
5
6
7

Micrometers
0.45 to 0.53
0.52 to 0.60
0.63 to 0.69
0.76 to 0.90
1.55 to 1.75
10.40 to 12.50
2.08 to 2.35

Resolution

Type

30 m
30 m
30 m
30 m
30 m
120 m
30 m

Spasial resolution
Spectral range
Number of bands
Temporal resolution
Size of image
Swath
Stereo
Programmable

Opto-mechanical
Sensor
30-120 m
0.45-12.5 m
7
16 days
185 x 172 km
185 km
N
Y

10

Tabel 2. Spesifikasi band Landsat Enhanced Thematic Mapper/ETM+ (NASA,


2002)
Band

Micrometers

Resolution

Type

1
2
3
4
5
6
7
8

0.45 to 0.515
0.525 to 0.605
0.63 to 0.690
0.75 to 0.90
1.55 to 1.75
10.40 to 12.5
2.09 to 2.35
0.52 to 0.90

30 m
30 m
30 m
30 m
30 m
60 m
30 m
15 m

Spasial resolution
Spectral range
Number of bands
Temporal resolution
Size of image
Swath
Stereo
Programmable

Opto-mechanical
Sensor
15/30/60 m
0.45-12.5 m
8
16 days
183 x 170 km
183 km
N
Y

Pemanfaatan data satelit untuk mendeteksi land use dan land cover didasari
pemikiran bahwa tipe-tipe lahan yang ada dapat dibedakan dengan memanfaatkan
spektral pada citra multi kanal. Teknik ini juga merupakan cara yang paling
praktis untuk meliputi perubahan di suatu lahan secara cepat dan mencakup
wilayah yang luas (Wilkie dan Finn, 1996 in Meinardy, 2001).
Karakteristik masing-masing kanal pada Landsat-5 yang memiliki tujuh band
sama halnya dengan karakteristik Landsat-7, dimana Landsat-7 ditambah satu
band pankromatik yang dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik sensor satelit Landsat-7 Enhanced Thematic Mapper/ETM+
Kanal
1
2
3
4
5
6
7
8

Panjang Gelombang
0.45-0.52 m
(sinar tampak)
0.52-0.60 m
(sinar tampak)
0.63-0.69 m
(infra termal)
0.76-0.90 m
(infra merah dekat)
1.55-1.75 m]
(infra merah menengah)
10.40-12.50 m
(infra merah termal)
2.08-2.35 m
(infra merah jauh)
0.5-0.9 m
(pankromatik)

Sumber : LAPAN (1999)

Fungsi
Pemetaan perairan pantai (coastal zone), pembedaan
antara tanah dan vegetasi
Memperkirakan kesuburan vegetasi
Membedakan jenis vegetasi berdasarkan pemetaan
klorofil
Pembedaan badan air, tanah dan vegetasi
Menbedakan awan dengan salju, pengukuran
kelembapan vegetasi dan tanah
Mengukur dan pemetaan panas, tekanan panas
tumbuhan, informasi geologi lainnya berdasarkan
panas
Pemetaan hidrotermal, pembedaan tipe batuan
(mineral dan petroleum geology)
Meliputi fungsi yang ada dari spectrum sinar tampak
sampai infra merah dekat.

11

2.4 Sistem informasi geografis (SIG)


Sistem Informasi Geografis adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat
keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang
secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi,
menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi
geografi (ESRI, 1990 in Prahasta, 2002). Menurut Rice (2000) in Prahasta (2002)
SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan (capturing),
menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa dan
menampilkan data-data yang berhubungan dengan posisi-posisi di permukaan
bumi. Data yang mempresentasikan dunia nyata disajikan dalam bentuk-bentuk
dan proses-proses yang direlasikan dengan lokasi-lokasi geografi di permukaan
bumi dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.

Gambar 2. Model dunia nyata dari SIG (Colo, 2000 in Prahasta, 2002)

12

SIG juga merupakan manajemen data spasial (keruangan) dan non-spasial.


Data spasial mempunyai koordinat posisi lintang dan bujur, merupakan unsurunsur yang terlihat seperti jalan, sungai, area dan menunjukkan topologi (letak,
bentuk, luas dan batas). Data non-spasial (atribut) mempunyai variabel sesuai
dengan tema (jenis tanah, jenis penggunaan lahan) yang masing-masing diuraikan
lebih rinci dalam penjelasan kelas, nilai dan nama (Purwadhi,1999 in Juniawan,
2000). Perbedaan yang nyata adalah bahwa SIG difungsikan sebagai kerangka
kerja matematis dari sistem pemetaan tradisional (Berry, 1993 in Juniawan, 2000).
Berdasarkan Gambar 3 hubungan SIG dengan komponen-komponen
penyusunnya, data yang terkait terdiri dari :
1. Data Input (Gistut, 1994 in Prahasta, 2002)
Bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut
dari berbagai sumber, beranggung jawab dalam mengkonversi atau
mentransformasikan format-format data-data aslinya kedalam format yang
dapat digunakan oleh SIG
2. Data Output (Demers, 1997 in Prahasta, 2002)
Menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh sebagian basisdata baik
dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy seperti : tabel, grafik, peta
dan lain-lain
3. Data Manajemen (Aronoff, 1989 in Prahasta, 2002)
Mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut kedalam sebuah
basisdata sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update dan di-edit.
4. Data Manipulasi dan Analisis (Demers, 1997 dan Aronoff, 1989 in Prahasta,
2002).

13

Menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG, melakukan


manipulasi dan permodelan data untuk menghasilkan informasi yang
diharapkan.
Tujuan utama SIG adalah untuk memproses data spasial. Dalam memenuhi
tujuan tersebut, SIG harus mampu untuk (Berry, 1993 in Juniawan, 2000) :
1. Menciptakan abstraksi dijital dari data spasial (encode)
2. Menyimpan data spasial secara efektif (store)
3. Mampu diberikan tambahan informasi sebagai variabel data spasial (analyze)
4. Menampilkan hasil analisis dan menerangkan hubungan antara data spasial
dengan variabelnya (display).

Gambar 3. Hubungan SIG dengan komponen-komponen penyusunnya (Prahasta,


2002)

2.5 Pemanfaatan teknologi SIG untuk pengelolaan wilayah pesisir


Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat
wilayah pesisir meliputi bagian daratan baik yang kering maupun yang terendam
air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat air laut seperti pasang surut, angin laut
dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian

14

laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat, seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan olek kegiatan manusia
di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976 in Dahuri et
al., 1996).
Ekosistem di wilayah pesisir menurut Kartawinata dan Soemohardjo (1985) in
Saifullah (2002) diklasifikasikan menjadi 2 tipe :
1. Pesisir yang terendam air secara musiman
Pesisir ini mencakup ekosistem litoral yang terdiri atas pantai pasir dangkal,
pantai batu, pantai karang/terumbu karang, pantai lumpur, hutan lumpur,
hutan mangrove yang terdiri atas vegetasi terra rawa payau (salt marsh), hutan
rawa air tawar (rapat) dan hutan rawa gambut.
2. Pesisir tidak terendam
Pesisir ini mencakup formasi vegetasi pers-caprae berupa pantai pasir atau
batu karang, formasi vegetasi baringtonia berupa pantai karang atau batu yang
bertebing curam hingga mencapai ketinggian 50 m di atas permukaan laut.
Wilayah pesisir sebagai suatu ekosistem alami memiliki empat fungsi pokok
bagi kegiatan manusia yaitu:
1. Fungsi mengatur mencakup kemampuan alami ekosistem untuk melakukan
pengaturan dan sekaligus menjaga agar semua komponen dan proses ekologis
serta kemampuannya mendukung kehidupan berlangsung.
2. Fungsi mendukung merupakan kemampuan suatu lingkungan alami untuk
menyediakan ruang dan media bagi berbagai kegiatan manusia.
3. Fungsi produksi adalah kemampuan lingkungan alami untuk berproduksi
menyediakan berbagai kebutuhan hidup manusia, dan

15

4. Fungsi menyediakan informasi adalah kemampuan lingkungan alami untuk


menyediakan dukungan bagi manusia dalam mengembangkan kemampuan
kognitifnya.
Kriteria utama yang harus dipertimbangkan pada saat evaluasi kesesuaian SIG
bagi pengelolaan wilayah pesisir adalah sebagai berikut :
1.

Model dan struktur data yang digunakan dapat dipakai pada wilayah yang
luas dengan ketelitian dan resolusi yang tinggi

2. Data spasial maupun non sapasial yang telah tersusun, dapat diperbaiki,
disimpan, dapat diambil pada saat tertentu dan dapat ditampilkan secara
efisien dan efektif.
3. Tersedianya peralatan dengan kemampuan analisis spasial untuk pemodelan
wilayah pesisir, yang dapat melakukan proses-proses analisis dan pemodelan
tersebut. Volume dan kapasitas dari SIG juga penting dipertimbangkan
terutama untuk proyek-proyek besar. Tetapi hal ini dapat ditanggulangi
dengan berbagai konfigurasi perangkat keras (Purwanto, 2001 in Laily, 2004).
Beberapa aplikasi sistem informasi geografi di wilayah pesisir ditampilkan
pada Lampiran 5.

2.6 Penutupan lahan


2.6.1 Pengertian penutupan lahan
Penutupan lahan (land cover) dan penggunaan lahan (land use) adalah istilah
yang seringkali diberi pengertian yang sama, sering terpakainya istilah ini
terkadang mengaburkan dari arti masing-masingnya dan juga sering diartikan
terbolak-balik padahal keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Tata guna
lahan (land use) secara sederhana diartikan sebagai pola penggunaan lahan suatu

16

areal. Penutupan lahan (land cover) berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada
di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan
manusia pada obyek tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1979). Lillesand dan Kiefer
(1987) juga mengemukakan bahwa tata guna lahan berhubungan dengan kegiatan
manusia pada sebidang lahan. Menurut Townshend dan Justice (1981),
pengertian pentupan lahan (land cover) adalah perwujudan fisik (kenampakan
visual) dari vegetasi, banda alami dan unsur-unsur budaya yang ada dipermukaan
bumi tanpa mempermasalahkan kegiatan manusia terhadap objek tersebut.
Perubahan penggunaan tanah/ tutupan lahan pada umumnya terjadi oleh
karena faktor manusia seperti pertambahan penduduk, ekonomi dan struktur
sosial; dan faktor alam seperti banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan gunung
meletus. Perubahan karena manusia sangat menonjol terutama karena faktor
aksesibilitas, pesatnya laju pertumbuhan penduduk dan jarak lokasi terhadap pusat
kegiatan (infra struktur). Sedangkan perubahan karena sifat lahannya sendiri yang
paling banyak terjadi adalah di daerah pantai atau sungai yang berubah karena
pengaruh alam seperti iklim dan erosi.
Mather (1986) in Rais et al., (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan
penduduk, ekonomi berimplikasi pada meningkatnya kegiatan masyarakat dalam
pemanfatan ruang. Berubahnya gaya hidup masyarakat akan mengubah fungsi
lahan. Oleh karena itu faktor manusia dan kegiatannya merupakan pendorong
utama berubahnya penggunaan tanah. Sage dan Grubler in Mayer (1994)
berpendapat bahwa faktor pendorong utama perubahan penggunaan tanah adalah
penduduk, income dan teknologi. Tetapi untuk mengetahui hubungan antara
kegiatan manusia dan perubahan penggunaan tanah tidaklah sederhana, yakni

17

memiliki keterkaitan kompleks, mungkin berhubungan secara sendiri-sendiri atau


inter-relasi secara bersamaan.
Lo (1995) menjelaskan kelas data yang mencakup dalam penutupan lahan
secara umum :
1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia
2. Fenomena biotik, vegetasi alami, tanaman pertanian, dan kehidupan binatang
3. Tipe-tipe pembangunan
Beberapa pendekatan yang digunakan dalam rancangan skema penutupan
lahan diantaranya pendekatan fungsional yang berorientasi pada kegiatan
pertanian, kehutanan, perkotaan dan seterusnya serta pendekatan morfologi yang
menjelaskan penutupan lahan dengan memakai beberapa istilah seperti, lahan
rumput, lahan hutan, lahan sawah, areal dibangun, dan sebagainya (Lo, 1995).

2.6.2 Pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap kondisi perairan


Akibat pola penggunaan lahan yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
pencemaran atau kerusakan lingkungan. Hal ini terjadi karena lahan telah
dipergunakan melampaui batas daya dukung lingkungan, dan perbandingan antara
jumlah manusia dan kesempatan hidup disuatu tempat telah melampaui batas
optimum, sehingga akan terjadi pencemaran yang mengganggu lingkungan
(Rushayati, 1999), diantaranya :
1. Pengaruh hutan mangrove
Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di
pesisir bagi berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan, pelabuhan dan lainlain), tekanan ekologis terhadap ekosistem pesisir, khususnya ekosistem hutan
mangrove, semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya

18

berdampak terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove baik secara langsung


(kegiatan penebangan atau konservasi yang akan menyebabkan erosi, intrusi air
laut, perubahan pola sedimentasi dan perubahan konfigurasi pantai) maupun
secara tidak langsung (pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan pembangunan).
2. Pengaruh Penggunaan tambak
Perikanan tambak memanfaatkan nutrien dilingkungan air payau. Batas
ambang buangan nutrien penting diperhatikan untuk menjaga keseimbangan
proses-proses ekologis bagi wilayah sekitar dan faktor penyerapan lahan pantai.
Karena produktifitas nutrien yang tinggi dapat mengakibatkan tingginya limbah
nutrien ke lingkungan perairan sekitar, yang berpotensi menimbulkan eutrofikasi.
Meningkatnya pengembangan usaha tambak di daerah pesisir diikuti dengan
penurunan luas hutan mangrove yang akan meyebabkan perusakan ekosistem
pesisir. Dampak potensial dari pengembangan usaha tambak di pesisir antara lain
adalah (Tobey et al., 1998) :
1. Perubahan salinitas
2. Perubahan aliran pada estuaria dan perairan sekitar
3. Sedimentasi yang berlebihan
4. Eutrofikasi
5. Kontaminasi bahan kimia dari tambak yang mempengaruhi fauna
mangrove
6. Penyebaran penyakit dari tambak pada fauna mangrove.
3. Pengaruh Penggunaan Lahan Pemukiman dan Lahan Terbuka
Kegiatan pembangunan pemukiman baru diawali dengan pembukaan lahan,
perataan dan pemadatan tanah. Menurut Arsjad (1989) in Rushayati (1999), erosi

19

tanah yang akan terjadi pada lahan terbuka sangat tinggi, karena lahan tidak
terlindungi dari pukulan butir hujan dan kekuatan dari daya angkut aliran
permukaan.
Sebagian dari tanah yang tererosi ini akan masuk ke badan perairan sungai,
sehingga akan menurunkan kualitas perairan. Perubahan lahan sawah atau kebun
menjadi pemukiman cenderung mengakibatkan dampak negatif khususnya bila
ditinjau dari laju erosi.

2.7 Klasifikasi
Klasifikasi diartikan sebagai proses pengelompokan pixel ke dalam kelaskelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan
(brightness value/BV atau digital number/DN) pixel yang bersangkutan (Jaya,
1997).
Kegunaan klasifikasi dalam evaluasi dan pengelolaan lahan adalah untuk
mengumpulkan informasi, mengorganisasikan dan mengkomunikasikannya untuk
keperluan pengambilan keputusan. Banyak sekali informasi yang dibutuhkan
untuk keperluan ini, yang dapat dikelompokkan secara umum ke dalam dua tipe
yaitu kultural dan alami. Informasi kultural meliputi aspek sosial, ekonomi,
administratif dan aspek komoditi lahan. Informasi alami meliputi sumber daya
dasar yang menentukan kemampuan lahan itu sendiri untuk dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat (Sitorus, 1985).
Fakultas Geografi UGM bekerjasama dengan BAKOSURTANAL dalam
kegiatan pembakuan aspek metodologi kontrol kualitas pemetaan tematik dasar
dalam mendukung perencanaan tata ruang (BAKOSURTANAL, 2000 in Surlan,

20

2002) merekomendasi sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang sedapat


mungkin mengakomodasikan berbagai kebutuhan pengguna (Tabel 4).
Tabel 4. Rekomendasi klasifikasi penutup/penggunaan lahan untuk pemetaan
tematik dasar di Indonesia.
Tingkat I
1. Daerah
perkotaan dan
terbangun

2. Daerah
Pedesaan

Tingkat II
Pemukiman perkotaan
Perdagangan, jasa, industri
Transportasi, komunikasi,
utilities
Lahan terbangun lainnya
Bukan lahan terbangun
Pemukiman perdesaan
Lahan bervegetasi
diusahakan

Lahan bervegetasi tidak


diusahakan

Lahan tidak bervegetasi


(lahan kosong)

Tubuh Perairan

Kelurusan

Sumber : Bakosurtanal (2000)


Keterangan : - : tidak ada simbol

Tingkat III
Pemukiman perkotaan
Perdagangan, jasa, industri
Transportasi, komunikasi,
utilities
Lahan terbangun lainnya
Bukan lahan terbangun
Pemukiman perdesaan
Sawah irigasi
Sawah tadah hujan
Sawah pasang surut
Ladang
Perkebunan
Hutan lahan kering
Hutan lahan basah
Belukar
Semak
Padang rumput
Lahan terbuka
Lahar dan larva
Beting pantai
Gosok sungai
Gumuk pasir
Danau
Waduk
Tambak
Rawa
Sungai
Kelurusan

Simbol
P
P
Si
St
Sp
L
K
HLK
HLB
B
S
Pr
Lb
Ll
Bp
Gs
Gp
T
R
-

21

3. BAHAN DAN METODE


3.1 Waktu dan lokasi penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :
1. Tahapan studi, meliputi pengumpulan data statistik, peta dan analisis citra
satelit untuk kawasan pesisir Kabupaten Aceh Utara pada bulan Juni-Juli 2006
2. Studi lapangan (survei lapangan) pada tanggal 2-3 Agustus 2006
3. Pengolahan citra pada bulan Juli 2007 hingga Mei 2008 di laboratorium
komputer BIOTROP Training and Information Center (BTIC BIOTROP),
Tajur, Kodya Bogor
4. Analisa data dan penyusunan laporan.
Lokasi penelitian terletak di wilayah pesisir Kabupaten Aceh Utara yakni
kecamatan Muara Batu, Syamtalira Aron, Baktiya, Dewantara, Tanah pasir,
Seunuddon, Syamtalira Bayu, Lhoksukon, Tanah Jambo Aye, Samudera dan
Baktiya Barat. Kota Lhokseumawe termasuk didalam wilayah pesisir penelitian,
karena berdekatan dengan peisisir Kabupaten Aceh Utara.

3.2 Bahan dan alat


Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Satu perangkat keras personal computer (PC)
2. Perangkat lunak pengolahan data raster/citra (ER Mapper 6.4 dan ArcView
3.2)
3. Compact disc (CD) untuk menyimpan data penelitian
4. Scanner dan printer untuk mencetak gambar peta dan hasil penelitian
5. Kompas dan GPS (Global Position System)

22

6. Kamera manual dan digital untuk dokumentasi lokasi pengamatan.

Gambar 4. Lokasi penelitian di wilayah pesisir Kabupaten Aceh Utara

Bahan penelitian berupa data utama dan data pendukung meliputi :


1. Citra Landsat-7 ETM+ terkoreksi path/row 130/056 (Lampiran 8) tanggal 16
Februari 2002 dari BIOTROP Training and Information Center (BTIC
BIOTROP)
2. Citra Landsat-5 TM terkoreksi path/row 130/056 (Lampiran 8) tanggal 14
Agustus 2006 dari BIOTROP Training and Information Center (BTIC
BIOTROP)
3. Peta administrasi Kabupaten Aceh Utara skala 1:100.000 dari Spatial
Information and Mapping Centre, BRR NAD-Nias
4. Peta Land system/land suitability Lhokseumawe skala 1:250.000 dari Dinas
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Aceh Utara

23

5. Data pasang surut bulan Februari tahun 2002 dan bulan Agustus tahun 2006
stasiun Teluk Aru (04o1 LU 98o2 BT) yang diperoleh dari Dinas HidroOseanografi (DISHIDROS) TNI-AL
6. Modul masukan dan keluaran, modul proses registrasi citra dan modul koreksi
geometrik dan modul klasifikasi citra dan modul pendukung lainnya.

3.3. Metode penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengolahan dan analisis
data penginderaan jauh dan sistem informasi geografis untuk mengkaji perubahan
penutupan lahan. Pada analisis visual, pengelompokan pixel ke dalam suatu kelas
penutupan lahan dilakukan secara manual berdasarkan warna dari pixel yang
bersangkutan. Analisis visual ini didasarkan pada pengetahuan interpreter,
sedangkan analisis digital adalah mengelompokkan pixel ke dalam kelas
berdasarkan nilai reflektansi. Selanjutnya dilakukan ground chek dibeberapa
tempat yang mewakili daerah penelitian secara visual dengan bantuan alat GPS
(global positioning system) dan jenis penutupan lahannya dicatat untuk verifikasi
dan validasi hasil klasifikasi citra.

3.4 Pengolahan data


3.4.1 Koreksi radiometrik dan geometrik
Setiap software pengolah data citra mempunyai modul untuk menjalankan
proses ini. Koreksi termasuk dalam pra pengolahan citra, yang bertujuan untuk
pembetulan citra agar dapat meningkatkan akurasi data. Koreksi radiometrik
yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk menghilangkan atau mengurangi
gangguan atmosfer dengan cara memperjelas dan mengkoreksi spektral citra

24

satelit yaitu menggunakan metode penyesuaian histogram. Pemilihan metode ini


dilandasi oleh alasan bahwa metode ini cukup sederhana, waktu yang digunakan
untuk pemrosesan lebih singkat dan tidak memerlukan perhitungan matematis
yang rumit. Citra awalnya ditampilkan berdasarkan hubungan linier antara digital
number dengan derajat keabuan (untuk hitam putih) atau nilai display (apabila
memakai pewarnaan) dimana histogram antara keduanya berhimpit, namun citra
tersebut tampak terlalu terang sehingga cahayanya menjadi silau atau terlalu gelap
sehingga sulit untuk dianalisa.
Pengubahan hubungan linier antar digital number dan nilai display (Lampiran
6) dengan tujuan memperbaiki citra dan agar tidak lagi berhimpit dilakukan
interpreter dengan merentangkan atau mendistribusikan nilai display sehingga
frekuensinya kira-kira sama pada citra. Dalam hal ini axis x menggambarkan
digital number dan nilai display sekaligus, sedangkan axis y menggambarkan
frekuensi dari munculnya masing-masing digital number pada citra.
Penajaman tampilan ini dilakukan dengan menggunakan stretch standard
deviations dengan jumlah standard deviation sama dengan dua. Dengan stretch
in, nilai display dari digital number yang besarnya lebih atau kurang dari mean
ditambah atau dikurangi 2 kali standard deviasi akan menjadi 255 atau 0, karena
bila tidak demikian maka nilai tersebut adalah nilai bias yang dapat dijadikan
dasar dalam melakukan koreksi radiometri citra kembali.
Pada koreksi geometrik dibutuhkan titik-titik untuk menunjukkan koordinat
titik yang sebenarnya pada permukaan bumi. Sebuah ground control point
(GCP) adalah sebuah titik di permukaan bumi dimana antara koordinat citra
diukur dalam baris dan kolom) dan proyeksi peta (diukur dalam derajat latitude

25

longitude, meter atau feet) dapat diidentifikasi (Anonim, 2007). Selanjutnya


dilakukan registrasi yang menggunakan GCP untuk transformasi geometri citra
sehingga masing-masing pixel terkait dengan sebuah posisi di sistem koordinat
bumi sebenarnya (seperti latitude/longitude atau easting/northing). Proses ini
berupa data citra direntangkan atau dirapatkan untuk menyesuaikan dengan grid
peta bumi atau sistem koordinat.
Proses koreksi geometrik pada citra Landsat-7 ETM+ menggunakan metode
raster to raster rectification dimana Landsat-5 TM terkoreksi sebagai referensi.
Hal ini dilakukan agar didapatkan posisi yang sama pada kedua citra sehingga
proses overlay bisa tepat. Pengambilan titik kontrol atau GCP sebanyak 30 titik
yang menyebar di sepanjang pesisir Kabupaten Aceh Utara menggunakan
transformasi orde satu yang memerlukan minimal 3 titik kontrol. Titik acuan
yang diambil adalah tempat yang mudah dikenali kenampakannya. Koreksi yang
koordinatnya relatif tidak berubah dan mudah dikenali kenampakannya dalam
waktu yang cukup lama dan mudah di identifikasikan di lapangan, yaitu sungai,
perpotongan sungai dan jalan. Dari ke-30 GCP tersebut dilakukan evaluasi nilai
kesalahan (Root Mean Square Error RMSE). Transformasi RMSE pertama
memilki nilai yang sangat besar sehingga diperlukan pembuangan GCP hingga
nilai RMSE yang bisa diterima. Menurut Mather (1987) in Nurwanto (1998) in
Juniawan (2000), RMSE yang baik dianjurkan kurang dari 0,5 piksel untuk citra
berukuran 512 x 512 pixel.
Setelah penentuan titik-titik kontrol tanah diperoleh, selanjutnya dilakukan
teknik resampling dengan menggunakan metode nearest neighbour (pixel

26

terdekat), dimana lokasi pixel sesungguhnya dipilih yang paling dekat dengan titik
pada citra yang kemudian ditransfer ke lokasi yang sesuai dengan citra terkoreksi.
Keunggulan yang dimiliki metode ini adalah nilai-nilai pixelnya terhindar dari
perubahan dengan demikian dianggap titik kontrol tersebut mampu mewakili
kesesuaian titik koordinat antara citra yang dikoreksi geometrik dengan citra yang
sudah terkoreksi. Sistem koordinat proyeksi citra terkoreksi menggunakan sistem
koordinat UTM (Universal Transverse Mercator). Nilai RMSE yang kecil pada
citra yang dikoreksi menunjukkan bahwa posisi obyek pada citra tepat
berdasarkan referensi yang digunakan (Lampiran 7).

3.5 Analisis visual


Ekstraksi informasi dari citra satelit dilakukan secara visual dan digital.
Analisis visual dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi objek yaitu
dengan mengetahui perubahan objek jika dibandingkan dengan citra yang sama
pada waktu yang berbeda. Pada analisis visual, pengelompokkan objek yang
homogen dalam suatu kelas penggunaan lahan dilakukan secara manual
berdasarkan elemen penafsiran. Ada beberapa elemen yang perlu diperhatikan,
yaitu warna, ukuran, bentuk, pola, tekstur, bayangan, asosiasi, dan lokasi.

3.5.1 Metode red green different


Metode Red Green Different sangat berguna untuk melihat perubahan
penutupan lahan pada area yang sama dalam peride waktu yang berbeda. Cara
bekerjanya adalah dengan menonjolkan perbedaan warna dari masing-masing
citra yaitu warna hijau dan merah yang menggambarkan peningkatan dan
penurunan nilai.

27

Teknik ini dilakukan dengan meregistrasi citra landsat TM dan landsat ETM+,
dimana keduanya menggunakan band yang sama yakni band 4, karena band 4
adalah yang penting dalam mempelajari tutupan vegetasi . Indikasi dari
peningkatan vegetasi ditandai dan mewarnainya dengan hijau. Dengan cara yang
sama penurunan vegetasi diidentifikasi dan diwarnai dengan merah.

3.5.2 Komposit citra


Pembuatan citra komposit merupakan teknik kombinasi kanal dengan tiga
filter warna yaitu Merah, Hijau dan Biru (RGB) untuk setiap pixel. Hal ini
dilakukan untuk membedakan unsur liputan lahan yaitu: kelompok hijau
(tumbuhan), air dan unsur buatan manusia yang lebih baik.
Dalam pembuatan citra komposit untuk menentukan penutup lahan

ini,

saluran masukan (input) disesuaikan dengan kebutuhan analisis yaitu RGB 542.
Kombinasi ini memudahkan pengamatan dalam membedakan objek-objek yang
tampak pada citra. Objek-objek utama yang diamati adalah vegetasi, tanah dan
air. Tanah memantulkan radiasi gelombang elektromagnetik yang optimal pada
kanal radiometri 5. Kanal 4 dalam penonjolan vegetasi karena pada kisaran kanal
4 vegetasi akan merefleksikan gelombang elektromagnetik paling besar yaitu
sebanyak 50 %. Kanal 4 juga menguatkan kontras antara tanah, vegetasi dan air.
Kanal 2 digunakan untuk pembedaan vegetasi dan penilaian kesuburan

3.6 Analisis digital


3.6.1

Klasifikasi

Pada teknik ini, informasi dalam setiap pixel diperoleh dengan bantuan
komputer. Klasifikasi data digital berangkat dari asumsi bahwa nilai digital

28

memiliki hubungan yang erat dengan kondisi penutupan lahannya. Juga


diasumsikan bahwa penutupan lahan yang sama akan memiliki nilai digital yang
relatif sama (Lampiran 6).
Citra hasil klasifikasi kemudian digabung (overlay) dengan data peta digital
untuk menambahkan informasi citra dan memudahkan proses digitasi, sistem
koordinat yang dipakai sama dengan sistem koordinat peta yang digunakan yaitu
sistem koordinat latitude/longtitude. Hasil penggabungan memperlihatkan areal
perubahan penutupan lahan berdasarkan wilayah administrasi dan penggunaan
lahan. Selanjutnya untuk mengetahui informasi lebih detail, diperlukan
penyusunan data atribut dalam bentuk tabular. Penyusunan data tabular
merupakan bagian penting dalam SIG. Data tabular ini diperlukan utnuk
menerangkan data spasial yang terbentuk. Informasi yang bisa didapat dalam data
tabular ini berupa :
1. lokasi areal perubahan penutupan lahan berdasarkan wilayah administrasi;
2. lokasi areal perubahan penutupan lahan berdasarkan penggunaan lahan;
3. luasan areal perubahan pentupan lahan per wilayah administrasi dan per
wilayah pengguanaan lahan.

3.6.2 Metode IA (Image Analysis)


IA menyediakan fasilitas klasifikasi tak terbimbing (unsupervise
classification) untuk mengkategorikan sebuah citra kontinyu menjadi kelas
tematik yang berguna. Pengelompokkan citra menjadi sejumlah kelas yang
dilakukan oleh komputer relatif lebih objektif karena penentuan kelas dilakukan
berdasarkan nilai digital. Selanjutnya interpreter menentukan jumlah kelas yang
diinginkan. IA kemudian akan melakukan proses penghitungan yang

29

menempatkan masing-masing pixel ke dalam kelas yang sesuai tergantung pada


nilai digitalnya. Pengkategorian kelas dengan nilai digital ini bisa menghitung
area dengan tutupan lahan yang berbeda pada citra serta bisa menamakan kelaskelas tersebut dengan nama-nama kelas sesuai dengan kebutuhan seperti
perikanan, pertanian ataupun lahan terbuka. Teknik ini digunakan sebagai cara
yang cepat untuk memperoleh klasifikasi secara umum.
Klasifikasi dilakukan kembali berdasarkan data lapangan yang diperoleh.
Proses klasifikasi dilakukan dengan menggunakan metode thematic change untuk
membuat perbandingan tematik antar citra tematik hasil klasifikasi. Langkahnya
dengan menumpang susunkan (overlay) antar citra yang telah diklasifikasi agar
mudah menghasilkan area yang mengalami perubahan dimana terbentuklah
perubahan penutupan lahan yang diinginkan. Selain itu dapat juga
mengeksplorasi perubahan perubahan yang lain secara visual dengan mengubah
warna masing-masing perubahan.
Perubahan penutupan lahan yang didapat dilanjutkan dengan
pengkomposisian. Pengkomposisian ini dimaksudkan untuk melengkapi
pembuatan peta yang diinginkan dan sebaik-baiknya peta. Diantaranya pemberian
lagenda, garis lintang, skala, sumber dan membuat arah. Adapun alur penelitian
dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.

30

Gambar 5. Diagram alir penelitian


Keterangan :
: data
: proses
: hasil
: garis proses

31

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Pengolahan awal
Pengolahan awal pada citra mencakup rektifikasi (pembetulan) dan restorasi
citra (pemulihan), hal ini dilakukan karena hasil rekaman sensor mengalami
berbagai distorsi sehingga perlu dibetulkan dan dipulihkan kembali. Prosedur
tersebut meliputi berbagai koreksi, yaitu koreksi radiometrik dan koreksi
geometrik yang dilakukan pada citra Landsat-7 ETM+ saja, sedangkan citra
Landsat-5 TM sudah dikoreksi oleh BTIC-BIOTROP.
Pada Lampiran 9 ditampilkan hasil koreksi radiometrik dengan teknik
penyesuaian histogram dengan merubah hubungan linier antara digital number
dengan derajat keabuan. Pada citra dapat dilihat bahwa citra satelit tampak hitam
hanya sedikit informasi yang dapat dikenali (Lampiran 9a). Citra tersebut
merupakan citra asli (data hasil rekaman satelit) yang masih dipengaruhi oleh efek
atmosferik. Setelah dilakukan koreksi radiometrik, pada citra tersebut tampak
beberapa objek sumberdaya lahan yang dapat dikenali, seperti laut, garis pantai,
dan daratan (Lampiran 9b). Koreksi geometrik dilakukan setelah koreksi
radiometrik. Distribusi tigapuluh titik kontrol yang digunakan untuk koreksi
geometrik dapat dilihat pada Gambar 6.
Rata-rata RMS-Error (Root Mean Square-Error) koreksi geometrik citra
Landsat-7 ETM+ terhadap citra Landsat-5 TM terkoreksi menunjukkan kurang
dari 0,5 (Lampiran 7), hal ini menggambarkan bahwa titik-titik kontrol lapang
memiliki tingkat kesalahan kurang dari satu piksel sehingga posisi tersebut cukup
akurat dengan posisi sebenarnya di permukaan bumi.

32

Gambar 6. Sebaran titik kontrol pada citra yang terkoreksi tahun 2006 (bawah)
dan yang akan dikoreksi tahun 2002 (atas).

4.2 Analisis visual


4.2.1 Metode red green different
Pada analisis visual salah satu metode yang digunakan untuk memantau
perubahan yang terjadi adalah metode Red Green Different. Metode Red Green
Different yang berisi dataset gabungan akan menghasilkan warna merah (red) dan
hijau (hijau) dan warna antara merah dan hijau.
Gambar pada Lampiran 10 menunjukkan beberapa area pesisir di Kabupaten
Aceh Utara yang mengalami perubahan yang jelas. Citra tahun 2002 ditampilkan
dalam warna merah dan citra tahun 2006 ditampilkan dalam warna hijau, dimana
perubahan garis pantai ditunjukkan pada gambar dalam urutan 1, 2, 5a dan 5b
sedangkan perubahan lahan dekat pesisir ditunjukkan pada urutan 3 dan 4.
Perubahan garis pantai tersebut telah bergeser mundur kearah darat sebagai akibat
dari abrasi pantai dan pengaruh gerusan gelombang tsunami yang terjadi pada
tanggal 26 Desember 2004 lalu. Namun, kejadian tersebut menyebabkan

33

terjadinya sedimentasi karena adanya aliran sungai di beberapa wilayah pesisir


Kabupaten Aceh Utara lainnya (Lampiran 10b) yang berakibat bertambahnya
perairan dangkal di sekitar pesisir.
Gambar 7 merupakan hasil teknik pengolahan dataset dengan metode Red
Green Different, yakni penggabungan dari layer hijau dan layer merah yang telah
diterangkan pada Lampiran 10, ada areal yang berwarna merah merupakan areal
yang hanya tampak pada citra tahun 2002 dan areal yang berwarna hijau
merupakan areal yang hanya tampak pada citra tahun 2006. Areal yang
mempunyai pixel dengan warna merah mengindikasikan terjadinya perubahan
penutupan lahan dan mengindikasikan adanya peningkatan vegetasi, sebaliknya
untuk area dengan pixel berwarna hijau tidak mengalami perubahan melainkan
mengalami penurunan vegetasi yaitu awan. Area dengan warna antara merah dan
hijau atau kecendrungan kuning mengindikasikan perbedaan nilai digital
kecerahan yang tidak signifikan yang diakibatkan oleh perubahan penutupan
lahan.

1
4
2

Gambar 7. Penggabungan citra tahun 2002 dan 2006 terhadap perubahan lahan
menggunakan metode red green different

34

Pada dasarnya penutupan lahan yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten


Aceh Utara tidak besar perubahannya dan secara visual pada citra tidak terlihat
nyata perubahan penutupan lahan yang terjadi dibandingkan dengan wilayah
pesisir Aceh lainnya. Hal ini diakibatkan oleh karena pesisir Kabupaten Aceh
Utara berada di daerah timur wilayah Aceh yang hanya terkena hempasan atau
gerusan karena gelombang tsunami. Wilayah penelitian yang dikaji pun cukup
luas sehingga sulit untuk melakukan pengamatan secara langsung. Metode Red
Green Different ini memiliki kelemahan yaitu kita tidak dapat mengetahui tipe
perubahannya, sehingga luas lahan yang berubah dan arah perubahannya tidak
dapat diketahui.

4.2.2

Komposit citra (False Color Composit/FCC)

Setiap objek di permukaan bumi memiliki kemampuan untuk memantulkan


gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu. Dari teori ini
interpreter dapat mengindentifikasi dan mengetahui jebis objek yang bersangkutan
berdasarkan nilai spektralnya.
Proses ini dimulai dengan teknik penajaman citra dengan menggunakan teknik
komposit warna semu. Citra komposit warna semu (flase color composite) yang
dipakai adalah tiga kanal. Gambar 8, 9, dan 10 adalah gambar hasil dari teknik
FCC yang menggunakan kanal 5,4,2 berdasarkan susunan warna merah, hijau dan
biru (RGB). Interpretasi citra untuk melihat proses sedimentasi dan pertumbuhan
pantai digunakan kanal 542 pada RGB dengan membandingkan hasil kombinasi
yang dilakukan pada tiap kanal sehingga didapatkan suatu kombinasi yang paling
baik untuk kebutuhan.

35

Gambar 8. Hasil komposit citra band 542 tahun 2002 sebelum dikoreksi
geometrik.

Gambar 9 dan 10 memperlihatkan citra hasil komposit dari kanal 5, 4 dan 2


pada tanggal 16 Februari 2002 dan 14 Agustus 2006. Kanal 2 yang sensitif
terhadap pantulan vegetasi terletak pada spektrum biru dan merah. Rona yang
diberikan oleh vegetasi akan lebih gelap. Perbedaan tingkat kehijauan pada citra
menunjukkan perbedaan kerapatan dari vegetasi. Hijau muda menunjukkan
vegetasi dengan kerapatan rendah atau diinterpretasikan dengan wilayah
pertanian/perkebunan yang tumbuhnya jarang. Badan air yang dalam dan jernih
akan memberikan pantulan yang minimum, sedangkan air keruh akan
memberikan rona yang lebih cerah sehingga terlihat daerah sedimentasi di sekitar
pantai lebih cerah dibandingkan perairan dalam. Semakin jauh dari garis pantai
kekeruhan akan semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena padatan
tersuspensi yang dibawa dari daratan menyebar kelaut lepas. Hal ini juga terjadi

36

pada perubahan warna laut berdasarkan perubahan kedalamannya. Semakin


dalam laut akan semakin berwarna gelap.
Kanal 5 diberi gradasi warna merahkarena mengidentifikasi dengan baik
kelembapan tanah dan tanaman yang menandakan objek lahan, batas-batas antar
objekpun terlihat jelas. Kanal 4 sangat baik menunjukkan badan air, karena
panjang gelombang infra merah dekat hanya menembus sedikit kedalaman air dan
sedikit dipantulkan sehingga permukaan badan air ronanya gelap.

Gambar 9. Hasil komposit citra band 542 tahun 2002 (dikoreksi geometrik).

Gambar 10. Hasil komposit citra band 542 tahun 2006 (terkoreksi)

37

Kondisi objek (berwarna merah) pada tahun 2006 mengalami perubahan yang
berarti terutama mengenai luasan. Objek ini diinterpretasikan sebagai areal
perubahan lahan kering termasuk didalamnya sebagai lahan terbuka. Lahan
terbuka ini terjadi akibat aktifitas manusia sehingga terjadi kerusakan disebabkan
oleh perluasan areal tambak, pengambilan kayu bakau untuk dijadikan arang,
illegal logging, dan pengalihan untuk lahan pemukiman. Selain itu pesisir juga
mengalami perubahan karena lahan baru saja mengalami perubahan yang
diakibatkan oleh bencana tsunami beberapa waktu yang lalu.
Pada bagian gambar 9 dan 10 juga terlihat suatu alur berwarna biru tua dengan
bentuk yang tidak teratur. Kenampakkannya selalu sama setiap tahun
pengamatan. Warna gelap menunjukkan bahwa objek ini memilki nilai
reflektansi yang kecil dan dapat diidentikasi sebagai badan air (sungai). Pada
gambar tersebut juga terlihat gerombolan obyek berwarna putih. Warna hitam
disekitarnya diidentifikasi sebagai bayangan. Jika diasosiasikan bahwa bayangan
ini merupakan bayangan dari obyek berwarna putih, maka obyek ini diidentifikasi
sebagai awan.
Objek perairan dangkal digambarkan dengan warna biru gelap yang
merupakan pantulan radiasi elektromagnetik dari air laut dan dideteksi oleh kanal
2 citra Landsat-5 TM. Kenampakan ini memperlihatkan bahwa pada beberapa
area terdapat penampakan warna merah untuk wilayah darat. Hal ini menandakan
kecilnya pantulan objek vegetasi di area tersebut sehingga pantulan warna hijau
pada kanal 4 sangat kecil. Namun ada juga beberapa area yang kenampakan darat
berwarna hijau, hal ini berarti kecilnya pantulan objek lahan sehingga pantulan
warna merah pada kanal 5 sangat kecil. Gambar 9 dan 10 bisa juga dilihat

38

wilayah perikanan yang berupa tambak berwarna hijau namun lebih gelap
dibandingkan lahan terbuka. Hal ini disebabkan tambak merupakan lahan terbuka
yang digenangi air atau bisa disebut genangan air yang produktif.
Gambar 11 dan Gambar 12 merupakan hasil histogram koreksi radiometrik
hubungan digital number dan nilai display. Histogram yang berwarna hitam
untuk digital number sedangkan warna merah, hijau dan biru untuk nilai display.
Nilai display jauh lebih menyebar dibandingkan digital number, hal ini
menunjukkan histogram tersebut telah ditransformasi. Penggunakan strech in
membuat nilai display dari digital number yang besarnya lebih atau kurang dari
mean akan ditambah atau dikurangi 2 kali standard deviasi akan menjadi 255 atau
0, sehingga secara otomatis dihasilkan citra yang dapat membantu melihat
sumberdaya lahan terlihat lebih jelas dan tajam.
Pada saat melakukan analisis visual, diperlukan suatu kunci interpretasi
dimana penggunaan kunci interpretasi ini digunakan sebagai alat standarisasi hasil
analisis, terutama jika citra yang digunakan cukup banyak.
Kunci interpretasi yang dihasilkan dari Gambar 9 dan 10 dapat dilihat pada
Tabel 5 di bawah ini. Dalam citra terlihat adanya lahan terbuka yang ditumbuhi
lahan kering jarang. Areal terbuka ini diduga usaha konversi lahan. Akan tetapi
tidak semua lahan terbuka merupakan proses perubahan penutupan lahan. Jika
tidak terlihat perubahan pada priode berikutnya, maka lahan terbuka ini tidak
diidentifikasi sebagai areal perubahan lahan.

39

Gambar 11. Histogram penajaman citra tahun 2002

Gambar 12. Histogram penajaman citra tahun 2006

Tabel 5. Kunci interpretasi dalam mengidentifikasi objek pada citra


No

Warna

Ukuran

Bentuk

Biruhitam
Biruhijau
Putih

Putih

Hijau
tua

Besar

Hijau

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

1
2
3

6
7
8

Hijau
muda
MerahKuning
Hijaucoklat

Kecil

Memanjang

Sedang

Kecil

Elips-bulat

Besar

Memanjang

Pola
Tidak
teratur
Tidak
teratur
Teratur
Tidak
teratur
Tidak
teratur
Tidak
teratur
Tidak
teratur
Tidak
teratur
Tidak
teratur

Tekstur
Halus
Sedang
Halus

Bayangan
Tidak
ada
Tidak
ada
ada

Asosiasi

Lokasi

Menyebar

Menyebar

Perikanan/
tambak
Awan

Sungai

Halus

ada

Menyebar

Awan

Sedang

Tidak
ada

Menyebar

Perkebunan

Sedang

Tidak
ada

Menyebar

Tersebar

Sedang
Sedang
Kasar

Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada

Lahan
terbuka
Lahan
terbuka

Menyebar

Merah
muda

Besar

Tidak
teratur

Halus

Tidak
ada

Lahan
terbuka

Tersebat

10

Hitam

Kecil

Elips bulat

Teratur

Halus

Awan

Menyebar

Keterangan : - : tidak ada interpretasi

Nama
Objek

Pertanian/
vegetasi
jarang
Pertanian/
sawah
Perumahan
Pertanian/
ladang
Lahan
kering/per
karangan
Bayangan

40

4.3 Analisis digital


4.3.1 Metode IA (Image Analysis)
Sebelum melakukan proses klasifikasi data digital dilakukan proses
identifikasi atau pemberian nama untuk tiap kelas penggunaan lahan dibantu
dengan analisis visual. Analisis visual ini diperlukan karena ada sebagian pesisir
Kabupaten Aceh Utara tidak dilakukan pengecekkan lapangan. Pada proses ini,
dilakukan penggabungan kelas yang dianggap memiliki kelas penutupan lahan
yang sama. Kelas penutup lahan tahun 2002 terdiri dari 11 kelas dan tahun 2006
memiliki 17 kelas penutup lahan. Penutupan lahan yang memiliki kelas penutup
lahan yang sama digabung menjadi 8 kelas dari masing-masing tahun, agar hasil
klasifikasi menjadi lebih teliti. Pengelompokkan kelas menjadi 8 kelas dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Distribusi kelas klasifikasi menjadi kelas penutupan lahan
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Kelas hasil
klasifikasi
Thematic Change
2002
2006
1-2
1-3
3-4
4-5
5
6-7
6
8-10
7
12
8-9
15-16
10
11,13-14
11
17

Kelas Penutupan Lahan

Kelas Penutupan Lahan


Akhir

Perairan
Perairan dangkal
Perikanan
Lahan basah
Perumahan/perkampungan
Pertanian/perkebunan
Lahan kering
Awan

Perairan
Perairan dangkal
Perikanan
Lahan basah
Perumahan/perkampungan
Pertanian/perkebunan
Lahan kering
Awan

Kelas yang bukan termasuk kelas penutupan lahan menyebabkan perhitungan


luas perubahan penutupan lahan menjadi kurang akurat. Kelas yang dimaksud
adalah kelas awan. Penentuan luas areal perubahan penutupan lahan, pengaruh
awan terhadap luasan harus dihindarkan. Pengaruh kelas awan dan bayangannya
dapat dihilangkan dengan menggunakan metode multi time series. Cara yang

41

paling sederhana adalah dengan mendeliniasi citra berdasarkan kelas penutupan


lahan. Penutupan awan dengan luasan yang relatif kecil, dan penutupan lahan
sekitarnya adalah perikanan dan lahan basah, dapat dipastikan penutupan lahan di
bawah awan adalah daerah perikanan dan lahan basah. Selanjutnya untuk kelas
perairan dangkal akan diklasifikasikan menjadi kelas yang sama dengan perairan.
Kelas tambak/kolam/empang menjadi satu kelas dengan perikanan, begitu juga
dengan tegalan/sawah/ditanami pohon atau hutan rakyat menjadi satu dengan
pertanian/perkebunan, hal ini perlu dilakukan mengingat luasnya wilayah yang
dikaji, sehingga untuk pengklasifikasian sulit dilakukan.
Deliniasi citra dilakukan dengan menggunakan kombinasi citra hasil
klasifikasi dan citra sebelum klasifikasi untuk saling menutupi kekurangan
masing-masing. Perubahan penutupan lahan yang dimaksud adalah perubahan
dari kelas penutupan lahan perikanan berupa tambak/kolam/empang menjadi
vegetasi berupa pertanian/perkebunan berdasarkan data multi time series.
Kelemahan dari metode deliniasi ini adalah bahwa penentuan areal perubahan
penutupan lahan kurang teliti. Akan tetapi, luasan ini dianggap cukup baik untuk
mengetahui perubahan penutupan lahan. Selanjutnya hasil deliniasi disimpan
dalam format data shapefile dan di update ke format area, perimeter, hectares,
and length sehingga luasan perubahan penutupan lahan dapat dilihat pada data
atribut. Hasil klasifikasi citra dari 8 kelas penutupan lahan pada tahun 2002 dan
2006 dapat dilihat di Lampiran 8 dan Lampiran 9.
Tabel 7 di bawah menunjukkan hasil perhitungan luasan masing-masing kelas
penutup lahan tahun 2002 dan 2006. Awalnya hitungan luasan tidak sama yaitu
tahun 2002 seluas 304085,12 Ha dan tahun 2006 seluas 303666,64 Ha, namun

42

untuk mendapatkan persen perubahan yang sesuai masing-masing luasan dirataratakan menjadi 303875,91 Ha. Perhitungan luasan menjadi tidak sama akibat
dari interpreter yang memotong daerah lokasi penelitian dari citra yang
sebenarnya tidak signifikan, sehingga terjadi adanya jumlah luasan yang tidak
sama.
Tabel 7. Estimasi perubahan kelas penutup lahan pada Tahun 2002 dan 2006
2002
2006
Kelas penutup lahan
Ha
%
Ha
%
Lahan basah
Lahan kering
Perairan
Perikanan
Pertanian/perkebunan
Perumahan/perkampungan
Rata-rata dari Jumlah

19628,06
23354,31
145457,64
5926,40
99618,82
10099,94
303875,91

6,46
7,69
47,87
1,95
32,78
3,32
100

15595,77
55452,72
146163,52
15323,95
66730,88
4399,80
303875,91

5,13
18,25
48,10
5,04
21,96
1,45
100

Setiap kelas di atas mengalami perubahan. Kelas penutup lahan yang


mengalami peningkatan adalah lahan kering (LK), perairan (PRN) dan perikanan
(PRK). Sedangkan kelas yang mengalami penurunan adalah lahan basah (LB),
pertanian/perkebunan (PTN/PKB) dan perumahan/perkampungan (P).
Lahan kering berupa sementara tidak diusahakan yang terasosiasi dengan
lahan terbuka seluas 23354,31 Ha (7.69%) dan kegiatan perikanan seperti
tambak/kolam/empang dan lain-lain seluas 5926,40 Ha (1.95%) pada tahun 2002
mendominasi penutup lahan. Tahun 2006 lahan kering mengalami peningkatan
lebih besar dua kali sebelumnya seluas 55452,72 Ha (18.25%), ini sama halnya
pada kegiatan perikanan yang mengalami peningkatan seluas 15323,95 Ha
(5,04%).
Penutup lahan pada tahun 2002 yang mengalami penurunan luasan adalah
lahan basah dari 6,46% menjadi 5,13%. Demikian halnya dengan
pertanian/perkebunan dari 32,78% menjadi 21,96% dan

43

perumahan/perkampungan dari 3,32% menjadi 1,45%. Data statistik mengenai


penggunaan lahan menunjukkan bahwa penurunan luas perumahan, lahan basah
serta pertanian diikuti dengan peningkatan luasan kegiatan perikanan dan lahan
kering.

4.3.2 Perubahan penutup lahan


Proses penggabungan kedua citra dilakukan dengan metode thematic change.
Masing-masing citra yang telah diolah (diklasifikasi) sebelumnya untuk
menghasilkan tampilan areal perubahan lahan adalah berdasarkan penggunaan
lahan dan wilayah administrasi. Metode thematic change ini tidak memerlukan
campur tangan interpreter dalam menentukan kelas hasil klasifikasi, sehingga
proses klasifikasi relatif lebih cepat. Penentuan kelas penutupan lahan
sepenuhnya diserahkan kepada komputer berdasarkan nilai dijital
Pemetaan hasil integrasi ditujukan agar hasil integrasi dapat disajikan dalam
bentuk peta analog. Pemetaan dilakukan dengan mengoverlay citra dengan peta
dijital. Dari hasil overlay ini dapat terlihat batas penggunaan lahan lokasi yang
diteliti. Pemetaan dilakukan pada fasilitas pembuatan peta yang disediakan dalam
ArcView 3.2. Fasilitas yang digunakan adalah fasilitas extension X-Tools dan
summary zones pada field analysis yang telah disediakan sebelumnya pada
ArcView 3.2 dan mampu menghitung luasan area, ketinggian lahan dan lainnya
secara cepat. Langkah selanjutnya adalah pemberian koordinat kartografis.
Pemberian koordinat kartografis dilakukan menggunakan sistem koordinat UTM.
Pemberian anotasi lainnya adalah pemberian arah utara peta dan lagenda serta
sumber data yang digunakan. Ukuran peta dapat disesuaikan berdasarkan
kebutuhan. Koordinat UTM memiliki satuan meter, oleh karena itu, pengguna

44

peta dapat melihat besarnya skala dengan melihat jarak antar garis lintang selain
dapat melihat dengan skala batang. Pemberian lagenda bertujuan agar
memudahkan pengguna peta dalam mengidentifikasi areal perubahan penutupan
lahan berdasarkan lokasi penggunaan lahan dan batas administrasi. Setiap
polygon dibedakan berdasarkan warna yang digunakan. Hasil pemetaan areal
perubahan pentupan lahan dapat dilihat pada Lampiran 10.
Berdasarkan interpretasi citra, perhitungan dan beberapa pengamatan
dilapangan, penutup lahan kawasan pesisir Kabupaten Aceh Utara pada akhirnya
hanya digolongkan ke dalam kategori : perairan (PRN), perikanan (PRK), lahan
basah (LB), perumahan/perkampungan (P), pertanian/perkebunan (PKB), dan
lahan kering (LK), hal ini seperti rekomendasi dari Fakultas Geografi UGM
bekerjasama dengan BAKOSURTANAL dalam kegiatan pembakuan aspek
metodologi kontrol kualitas pemetaan tematik dasar dalam mendukung
perencanaan tata ruang (BAKOSURTANAL, 2000 in Surlan, 2002)
merekomendasi sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang sedapat
mungkin mengakomodasikan berbagai kebutuhan pengguna (Tabel 4).

15,00
10,56
10,00
Lahan basah
3,09

(%)

5,00

Lahan kering

0,23

Perairan

0,00
-5,00

-1,33

-1,88

Perikanan
Pertanian/perkebunan
Perumahan/perkampungan

-10,00
-10,82
-15,00

Gambar 13. Laju perubahan penutup lahan pesisir Kabupaten Aceh Utara tahun
2002 dan 2006

45

Laju perubahan penutup lahan antara tahun 2002 dan 2006 disajikan pada
Gambar 13. Gambar tersebut menjelaskan bahwa lahan kering memiliki laju
perubahan yang paling tinggi, yaitu 10,56%. Hal ini disebabkan meningkatnya
laju pembangunan disekitar pesisir Kabupaten Aceh Utara. Pada penelitian ini
lahan kering dapat berupa jalan, bangunan infrastrukstur, perkarangan atau lahan
yang bervegetasi tetapi jarang.
Kelas lain yang mengalami peningkatan sebesar 3,09% adalah perikanan.
Kelas perikanan ini merupakan kelas perikanan darat yang terdiri dari tambak,
kolam dan empang. Pada dasarnya perairan yang mengalami peningkatan sebesar
0,23% merupakan wilayah perairan yang bergerak dibidang perikanan laut,
sehingga juga mempengaruhi kenaikan luasan perikanan. Ini tidak terlepas pula
pada faktor awan yang mempengaruhi perhitungan komposit citra pada tahun
2002 yang menutupi wilayah perikanan. Perairan laut dengan panjang + 55 km
dan lebar + 7,8 km, dimanfaatkan untuk kepentingan usaha penangkapan ikan
juga diluar perairan tersebut hingga batas teritorial Negara dan wilayah ZEE
(Anonim, 2006). Begitu pula dengan perairan umum meliputi sungai, waduk,
irigasi, alur dimanfaatkan untuk kepentingan usaha penangkapan dan usaha
budidaya. Peningkatan perluasan perikanan hanya terjadi pada kegiatan perikanan
budidaya air tawar sedangkan perikanan berupa kegiatan tambak mengalami
penurunan dari tahun 2002 hingga 2006 akibat bencana tsunami di pesisir
Kabupaten Aceh Utara. Setelah bencana tersebut aktifitas tambak terhenti
sehingga pihak terkait yaitu Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nad-Nias (BRR
Nad-Nias) sebagai badan yang membangun Aceh dari setiap sektor termasuk

46

perikanan membantu rehabilitasi tambak berwawasan lingkungan pasca tsunami


untuk para korban tsunami dan konflik Aceh sebelumnya.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (Lampiran 1, 2, 3 dan 4) bahwa
perumahan mengalami mengalami peningkatan luas dari tahun 2002 sampai 2006.
Hal ini sejalan dengan makin bertambahnya jumlah penduduk selama periode
2002-2006. Namun pada hasil perhitungan klasifikasi, perumahan mengalami
penurunan sebesar 5700,14 Ha (1,88%). Kesalahan perhitungan ini dikarenakan
adanya faktor awan yang mempengaruhi resolusi pada saat pengkompositan citra.
Tahun 2002 awan cukup tebal dibandingkan dengan tahun 2006, sehingga
wilayah awan pada pesisir timur Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2006 menjadi
lebih luas akibat faktor awan dan memperluas perhitungan area perumahan yang
sebelumnya telah dideliniasi menjadi wilayah kegiatan pertanian/perkebunan.
Luas konversi penutup lahan tahun 2002 dan 2006 disajikan dalam Tabel 9,
sedangkan luas kelas yang tidak mengalami perubahan disajikan dalam Tabel 8.
Penurunan luasan terbesar terjadi pada penutup lahan pertanian/perkebunan
sebesar 32887,94 Ha (10,82%). Pertanian disini berupa sawah, ladang/huma,
penggembalaan/padang rumput dan ditanami pohon/hutan rakyat. Sedangkan
perkebunan berupa tegalan/kebun, hutan negara dan perkebunan sendiri.
Penurunan kelas ini disebabkan oleh semakin pesatnya pembangunan juga
perluasan perikanan budidaya air tawar. Hal serupa juga terjadi pada lahan basah
berupa rawa-rawa. Lahan basah merupakan kelas penutup lahan yang mengalami
penurunan setelah kelas penutup lahan pertanian/perkebunan yaitu sebesar 1,33%
atau seluas 4032,29 Ha, kelas rawa ini pun banyak dikonversi menjadi areal
perikanan yang berupa budidaya air tawar .

47

Perairan yang dalam hal ini laut dan sungai begitu juga dengan beberapa
kegiatan perikanan laut mengalami peningkatan seluas 705,87 Ha (0,23%). Hal
ini terjadi karena adanya abrasi dibeberapa wilayah pesisir Kabupaten Aceh
Utara. Proses abrasi ditunjukkan dengan adanya perubahan kelas yang ada
menjadi kelas perairan. Diantaranya lahan kering menjadi perairan seluas 123,79
Ha, lahan basah menjadi perairan seluas 363,60 Ha, pertanian/perkebunan
menjadi perairan seluas 634,89 Ha, perikanan menjadi perairan seluas 2382,49 Ha
dan perumahan/perkampungan menjadi perairan seluas 337,18 Ha. Proses abrasi
yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Aceh Utara disebabkan karena bencana
tsunami. Proses terkikisnya pantai (abrasi) dan bertambah dangkalnya periaran
(akresi) perairan pantai dibeberapa wilayah pesisir dipercepat dengan penggunaan
lahan yang kurang baik dan aktifitas manusia, sehingga kawasan pantai yang lain
ikut mengalami akresi.

Tabel 8. Luas kelas yang tidak mengalami perubahan penutup lahan pada tahun
2002 dan 2006
Kelas
LB
LK
PRN
PRK
P
PTN/PKB

Luas area (Ha)


4796,57
14023,61
142718,85
1930,92
972,77
56569,84

Kelas pertanian/perkebunan juga mengalami peningkatan perluasan seperti


yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa
kelas yang menjadi kelas pertanian/perkebunan. Seperti kelas lahan kering
menjadi PTN/PKB seluas 5849,290 Ha, lahan basah menjadi PTN/PKB seluas
2546,270 Ha, perairan menjadi PTN/PKB seluas 177,940 Ha, perikanan menjadi

48

PTN/PKB seluas 274,800 Ha dan perumahan/perkampungan menjadi PTN/PKB


seluas 1336,640 Ha.

Tabel 9. Luas konversi kelas penutup lahan pada tahun 2002 dan 2006
Kelas perubahan
Awal
Akhir
LK
LB
PRN
LB
PRK
LB
PTN/PKB
LB
P
LB
LB
LK
PRN
LK
PRK
LK
PTN/PKB
LK
P
LK
LB
PRN
LK
PRN
PRK
PRN
PTN/PKB
PRN
P
PRN
LB
PRK
LK
PRK
PRN
PRK
PTN/PKB
PRK
P
PRK
LB
PTN/PKB
LK
PTN/PKB
PRN
PTN/PKB
PRK
PTN/PKB
P
PTN/PKB
LB
P
LK
P
PRN
P
PRK
P
P
Jumlah

PTN/PKB

Keterangan :
LB
: Lahan basah
PRK
: Perikanan
LK
: Lahan kering
PTN/PKB : Pertanian/perkebunan
PRN
: Perairan
P
: Perumahan/perkampungan

Luas perubahan
(Ha)

Persentase perubahan
(%)

4795,30
363,60
6494,40
2546,27
523,82
1988,48
123,79
421,90
5849,29
1263,16
325,27
315,64

1,58
0,12
2,14
0,84
0,17
0,65
0,04
0,14
1,92
0,42
0,11
0,10

1828,16
177,94
75,18
798,06
478,14
2382,49
274,80
119,39
5088,27
33375,67
634,89
2154,98
1480,49
2622,28
2399,16
337,18

0,60
0,06
0,02
0,26
0,16
0,78
0,09
0,04
1,67
10,98
0,21
0,71
0,49
0,86
0,79
0,11

2461,35
1336,64
304048,55

0,81
0,44

49

Perubahan-perubahan penutup lahan yang terjadi di kawasan pesisir


Kabupaten Aceh Utara yang diakibatkan gempa dan tsunami serta pemberdayaan
lahan, bisa juga diperkirakan oleh arus, gelombang dan pasang surut yang
menyebabkan garis pantai juga ikut berubah. Perubahan garis pantai di lokasi
penelitian dipengaruhi oleh faktor alami seperti curah hujan, arah dan kecepatan
arus serta pasang surut di pantai. Gambar pada Lampiran 16 menunjukkan salah
satu perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh gelombang tsunami dan pasang
surut di kecamatan pesisir Baktiya Barat. Jarak perubahan garis pantai yang
berubah dari tahun 2002 sampai 2006 tersebut sepanjang 52,76 m dari darat.
Metode perhitungan panjang garis pantai dilakukan secara analisis digital,
sama halnya dengan perhitungan luas perubahan penutup lahan yang
menggunakan bantuan fasilitas extension X-Tools dan summary zones. Beberapa
wilayah pesisir pantai seperti pada Lampiran 10 (2) dan 10 (5) juga dilakukan
perhitungan panjang perubahan garis pantai dari darat pada tahun 2002 sampai
2006 yaitu kecamatan Samudera sepanjang 21,10 m dan kecamatan Muara Batu
sepanjang 12,41 m. Perubahan garis pantai ini menunjukkan bahwa pengaruh
tsunami di pesisir Kabupaten Aceh Utara lebih kecil dibandingkan dengan
perubahan garis pantai di pesisir barat Aceh yang mencapai lebih dari 50 m ke
dalam daratan karena berhadapan langsung dengan daerah titik utama tsunami.
Gambar 15 menunjukkan grafik perbedaan tinggi pasang surut pada tanggal
dari tanggal 1 Agustus 2006 hingga 31 Agustus 2006. Seperti yang terlihat pada
grafik, ketinggian pasang surut pada waktu perekaman citra yaitu tanggal 14
Agustus 2006 terjadi dua kali pasang yaitu sekitar pukul 03.00 wib setinggi
191,60 cm dan 15.00 wib setinggi 192,90 cm, sedangkan surut juga terjadi dua

50

kali pada pukul 09.00 wib setinggi 129,7 cm dan pukul 22.00 wib setinggi 92,00
cm.

Perbedaan garis pantai sementara akibat pasang surut juga tergantung pada
Perekaman citra

Februari 2002
perbedaan tinggi muka laut pada saat perolehan citra. Gambar 1416menunjukkan

grafik perbedaan tinggi pasang surut pada tanggal dari tanggal 1 Februari 2002
hingga28 Februari 2002. Seperti yang terlihat pada grafik, ketinggian pasang
surut pada waktu perekaman citra yaitu tanggal 16 Februari 2002 terjadi dua kali
pasang yaitu sekitar pukul 01.00 wib setinggi 210,30 cm dan 14.00 wib setinggi
179,50 cm, sedangkan surut juga terjadi dua kali pada pukul 07.00 wib setinggi
93,7 cm dan pukul 17.00 wib setinggi 126,8 cm.

Gambar 14. Grafik perkiraan pasang surut selama bulan Februari di pesisir
Kabupaten Aceh Utara tahun 2002 (DISHIDROS, 2002)
Perbedaan tinggi pasang pada tanggal 16 Februari 2002 dan 14 Agustus 2006
setelah dirata-ratakan berkisar sebesar 8 cm. Hal ini berarti perbedaan pasang
surut yang terjadi tidak begitu besar sehingga kurang berpengaruh pada perbedaan
muka air laut pada waktu perekaman citra. Dengan kemiringan pantai yang relatif
kecil, maka air laut dapat menjangkau jauh kedaratan, tetapi bila kemiringan
pantai besar atau curam maka perbedaan tinggi pasang dapat diabaikan.
Saat pasang menyebabkan arus ke arah daratan sehingg aarus mengaduk
partikel yang ada di daratan dan menyebabkan air lebih keruh di muara sungai.
Saat surut sungai pada beberapa pantai pesisir Kabupaten Aceh Utara tidak cukup
besar membawa sedimen balik, namun pengaruh aliran sungai lebih besar dari
pada pasang surut dalam mempengaruhi peristiwa abrasi dan akresi pada beberapa

51

pesisir. Tabel pasang surut selama 1 bulan setiap 24 jam yang menunjukkan
tinggi muka air laut dapat dilihat pada Lampiran 17 dan Lampiran 18.

Perekaman citra
14 Agustus 2006

Gambar 15. Grafik perkiraan pasang surut selama bulan Agustus 2006 di pesisir
Kabupaten Aceh Utara (DISHIDROS, 2006).

52

5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Data penginderaan jauh dan analisis spasial SIG dapat memberikan informasi
perubahan tutupan lahan secara cepat untuk luasan yang cukup besar. Kawasan
pesisir Kabupaten Aceh Utara merupakan daerah konsentrasi penduduk tinggi
karena mempunyai keunggulan secara ekonomis memperoleh dampak langsung
akibat bencana tsunami. Sumberdaya pesisir berupa potensi budidaya air payau
yang mengalami kerusakan antara lain pendangkalan tambak dan salurannya,
rusaknya hatchery, kolam dan jaring apung. Kegiatan perikanan tersebut
mengalami peningkatan sebesar 9397,55 Ha, kecuali kegiatan perikanan berupa
tambak yang mengalami stagnan akibat bencana tsunami.
Begitu juga dengan peningkatan luasan lahan kering seluas 32098,41 Ha
akibat dari illegal logging dan pembangunan infrastruktur. Peningkatan luasan
perikanan dan lahan kering diikuti dengan penurunan lahan basah seluas
4032,29 Ha dan pertanian/perkebunan seluas 32887,94 Ha. Pemukiman
mengalami peningkatan luasan berdasarkan data statistik dari BPS Kabupaten
Aceh Utara dan kota Lhokseumawe, hanya saja akibat faktor awan yang sangat
berpengaruh dan tidak bisa seluruhnya dihilangkan pada saat komposit citra,
sehingga perhitungan kelas perumahan secara digitalpun mengalami penurunan
kelas.
Perubahan penutupan lahan dikawasan peisisir Kabupaten Aceh Utara
khususnya perubahan garis pantai yang menjorok ke arah darat karena pengaruh
bencana gempa dan tsunami serta pemberdayaan lahan tidak begitu besar

53

dibandingkan pengaruh dari aliran air sungai yang menyebabkan adanya abarasi
dan akresi.

5.2 Saran
Klasifikasi pada daerah luas dan memerlukan ketelitian tinggi disarankan
untuk menggunakan citra satelit resolusi tinggi sehingga hasilnya lebih
memuaskan.

54

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Penginderaan Jauh.
http:/rst.gsfc.nasa.gov/Intro/Part2_1.html. [7 Mei 2008]
______. 2007. Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh.
http://www.geocities.com/yaslinus/sig.html. [7 Mei 2008]
Badan Pusat Statistik. 2002. Aceh Utara dalam Angka. North Aceh in Figures
2002. Aceh Utara
Badan Pusat Statistik. 2006. Aceh Utara dalam Angka. North Aceh in Figures
2006. Aceh Utara
Barret, E. C dan L. F. Curtis. 1982. Introducion to Environmental Remote
Sensing. Second Edition. Chapman and Hall. New York.
Butler, M. J. A., M. C. Mouchot, V. Barale dan C. LeBlanc. 1988. The
Application of Remote Sensing Technology to Marine Fisheries : An
Introductory Manual. FAO Fisheries Technical Paper, No. 295.
Dahuri, R, R. Jakub, P, G Sapta, dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolan
Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradna
Paramita. Jakarta.
Danoedoro, P. 1996. Penginderaan Jauh.
http://www.geocities.com/yaslinus/index/pj_01.html. [27 Mei 2008]
DISHIDROS. 2002. Daftar Pasang Surut. Kepulauan Indonesia. Dikeluarkan di
Jakarta Oleh TNI AL Dinas Hidro Oseanografi.
DISHIDROS. 2006. Daftar Pasang Surut. Kepulauan Indonesia. Dikeluarkan di
Jakarta Oleh TNI AL Dinas Hidro Oseanografi.
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan
Perikanan. 2004. Mitigasi Bencana Alam di Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil. Jakarta
Jaya, I.N.S. 1997. Penginderaan Jauh Satelit untuk Kehutanan. Laboratorium
Inventarisasi Hutan Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Bogor.
Juniawan, R. 2000. Studi Kasus Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan Hutan
Menggunakan Data Landsat-TM dan Sitem Informasi Geografis di
Kabupaten Kutai Propinsi Kalimantan Timur.. Program Sarjana. Institut
Pertanian Bogor.

55

LAPAN. 1999. Proyek Rancang Bangun dan Rekayasa Teknologi Penginderaan


Jauh : Studi KEbijaksanaan Kelautan/ Kedirgantaraan Kajian Satelit Masa
Depan Landsat 7. Bidang Pengolahan Data. Pusat Teknologi
Penginderaan Jauh . LAPAN. Jakarta. 27p.
Lillesand, T. M and R. W. Kiefer. 1979. Remote Sensing and Image
Interpretation. 1st edition. John Wiley and Sons. New York.
Lillesand, T. M and R. W. Kiefer. 1987. Remote Sensing and Image
Interpretation. John Wiley and Sons. Inc. New York.
Lillesand, T. M dan F. W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh Dan
Penginterpretasian Citra. Alih bahasa oleh R.Dulbahri, P. Suharsono,
Hartono dan Suharyadi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Lillesand, T. M and R. W. Kiefer. 1994. Remote Sensing and Image
Interpretation. 3rd Edition. John Wiley and Sons. New York.
Lo, C.P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. UI Press. Jakarta
Meinardy. 2001. Pendektesian Penutupan Lahan Menggunakan Lahan
Menggunakan Citra Satelit Landsat TM degan Metode OIF dan PCA
(Studi Kasus : Pasisir Teluk Banten, Jawa Barat). Skrpsi (Tidak
Dipublikasikan). IPB. Bogor
Meyer, W.B.,and Turner II, B. L. (eds). 1994. Change in Land Use and Land
Cover : A Global Perspective. Cambridge University Press, UK.
NASA. 2002. Landsat 7 Scince Data Users Handbook, URL :
http//ltpwww.gsfc.nasa.gov/IAS/handbook/handbook_htmls/
chapter8.html.
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe. 2007. Final Report
Mapping/Rapid Assessement (Pemetaan Jaringan Sosial Potensial Untuk
Proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Nanggroe Aceh Draussalam Pasca
Bencana Gempa dan Tsunami). Aceh Utara/Kota Lhokseumawe.
Prahasta, E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis.
Informatika. Bandung.
Prahasta, E. 2004. Sistem Informasi Geografis : ArcView Lanjut. Informatika.
Bandung.
Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView . Informatika.
Bandung.

56

Puntodewo, A., S. Dewi, J. Tarigan. 2003. Sistem Informasi Geografis untuk


Pengelolaan Sumberdaya Alam. Center for International Forestry
Research. Bogor
Purbowaseso, B. 1996. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan. Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. xi+475hal.
Purwadhi, S. H. 2001. Interpretasi Citra Digital. PT Grasindo. Jakarta.
x+360hal.
Rushayati, S. B. 1999. Pengaruh Perubahan Lahan Terhadap Kandungan Bahan
Organik dan Sedimen Tersuspensi di Daerah AliranSungai Ciliwung Hulu
Tengah. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Saifullah. 2002 Rencana Tata Ruang Kawasan Pesisir Teluk Saleh Kabupaten
Dompu. Usulan Thesis. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Lautan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sitorus, R. P. S. 1985. Evaluasi Sumbrdaya Lahan. IPB. Bogor
Surlan. 2002. Potensi Kartografis Data Landsat-7 untuk Pemetaan Penutup/
Penggunaan Lahan. Thesis (Tidak Dipublikasikan). Program Pasca
Sarjana. IPB. Bogor
Sutanto. 1992. Penginderaan Jauh Jilid II. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Susilo, S. B. 2000. Penginderaan Jauh Kelautan Terapan. Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Keluatan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 50 hal.
Tobey, J., J, Clay, P. Verge., 1998. The Economic, Environmental and Social
Impact of Shrimp Farming in Latin America. Coastal Resources Center.
University of Rhode Island.
Townshend, J.G.R, and C. Justice. 1981. Information Extraction from
Remotesensed Data User View. The American Journal of Remote Sensing
Vol. 2 : 20-21.

57

LAMPIRAN

58

Lampiran 1. Luas dan penggunaan lahan di Kabupaten Aceh Utara tahun 2002
dan 2006
Jenis Penggunaan Tanah
Sawah
Perkarangan/Bangunan
Tegalan/Kebun
Ladang/Huma
Pengembalaan/Padang Rumput
Sementara tidak diusahakan
Ditanami Pohon/Hutan Rakyat
Hutan Negara
Perkebunan
Lain-lain
Tambak
Kolam/Tebat/Empang
Rawa-rawa
Jumlah

2002
Persentase
Luas (Ha)
(%)
39184
11,89
32148
9,75
46217
14,02
25130
7,62
24395
7,4
14091
4,27
42392
12,86
39712
12,05
44219
13,41
6275
1,9
11267
3,42
1400
0,42
3256
0,99
329686
100

2006
Persentase
Luas (Ha)
(%)
39773
12,06
34753
10,54
38838
11,78
30142
9,14
7862
2,38
12713
3,86
34738
10,54
58275
17,68
43537
13,21
15625
4,74
9540
2,89
748
0,23
3142
0,95
329686
100

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara (2002 dan 2006)

59

Lampiran 2. Luas dan penggunaan lahan di Kota Lhokseumawe tahun 2002 dan
2006
Jenis Penggunaan
Tanah
Pemukiman
Industri pabrik
Persawahan
Pertanian/Lahan
bermusim
Kebun campuran
Perkebunan rakyat
Alang-alang/semak
Hutan belukar
Perairan darat
Lain-lain
Jumlah

2003
Luas
Persentase
(Ha)
(%)
8491
46,9
167
0,92
1679
9,27
281

1,55

4590
674
487
948
687
102
18106

25,35
3,72
2,69
5,24
3,79
0,56
100

2004/2005
Luas
Persentase
(Ha)
(%)
9490
52,41
167
0,92
5250
28,99
281
-

1,55
-

674
487
948
687
122
18106

2006/2007
Luas
Persentase
(Ha)
(%)
10630
58,71
894
4,94
3943
21,77
281
-

3,72
2,69
5,24
3,79
0,67
100

1,55
-

674
232
643
687
122
18106

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Lhokseumawe (2003-2007)

3,72
1,28
3,55
3,79
0,67
100

60

Lampiran 3. Data penduduk Kabupaten Aceh Utara tahun 2002 sampai 2006
Kecamatan/
Sub District

2002

2003

2004

2005

2006

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

28.938
33.844
19.378
8.273
19.708
16.674
22.785
11.235
19.348
8.760
20.607
14.121
14.068
38.373
33.039
15.620
33.022
17.446
18.093
19.629
19.715
40.837

29.001
33.194
18.913
6.963
19.701
16.582
22.786
11.638
19.940
9.709
21.060
13.794
15.394
40.612
30.694
15.100
32.983
18.298
22.716
15.418
20.713
42.536

29.853
34.853
18.626
6.416
21.033
16.253
21.814
10.863
20.421
8.840
21.908
15.421
15.497
41.764
31.332
15.948
37.853
19.370
21.581
17.057
23.441
43.107

30.865
34.467
19.239
6.484
21.796
16.421
21.939
10.937
20.390
9.087
21.466
15.444
15.535
41.972
30.544
15.980
38.036
17.888
21.457
17.304
23.186
43.162

30.865
34.467
19.239
6.484
21.796
16.421
21.939
10.937
20.390
9.087
21.466
15.444
15.535
41.972
30.544
15.980
38.036
17.888
21.457
17.304
23.186
43.162

477.745

493.251

493.599

493.599

Sawang
Nisam
Kuta Makmur
Simpang Kramat
Syamtalira Bayu
Meurah Mulia
Matang Kuli
Paya Bakong
Tanah Luas
Nibong
Samudera
Syamtalira Aron
Tanah Pasir
Lhoksukon
Baktiya
Baktiya Barat
Tanah Jambo Aye
Langkahan
Seunuddon
Coet Girek
Muara Batu
Dewantara

473.513

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara (2002 - 2006)

61

Lampiran 4. Data penduduk Kota Lhokseumawe tahun 2002 sampai 2006


Kecamatan/
Sub District

2002

2003

2004

2005

2006

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Blang Mangat
Muara dua

15.878
35.939

16.803
35.956

17.857
35.459

18.387
35.990

18.552
36.505

Muara satu
Banda sakti

30.450
67.838

30.465
67.932

30.044
68.731

30.494
69.763

30.930
70.569

151.156

152.091

154.634

156.556

150.105

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Lhokseumawe (2002-2006)

62

Lampiran 5. Beberapa aplikasi SIG di wilayah pesisir


Aplikasi

Keterangan
Pembuatan beberapa profil DAS di areal kehutanan, lahan

1. Pengelolaan lahan

budidaya, daerah pemukiman, perubahan agris pantai, tanah


payau, tanah pasir dengan kemiringan 3-6% dan parameter
lain untuk memperkirakan sumber air.
Studi kasus dalam analisis dampak pencemaran.
Membangun basis data untuk habitat yang potensial, data

2. Pengelolaan habitat
di air tawar

atribut dari kondisi habitat dan aliran arus, DAS, lokasi


pembunagan bahan pencemar. Menggambarkan dampak di
bagian hilir sungai terhadap prosentasi kehilangan produksi
kan. Anlisis habitat yang terpengaruh oleh bahan pencemar,
dan konversi areal habitat untuk pemeliharaan ikan.
Membangun basis data untuk beberapa atribut data,

3. Pengelolaan habitat
laut

kedalaman, tipe sedimen. Membangun kriteria untuk model


kesesuaian habitat dengan menggambarkan hubungan antara
variabel spasial. Overlay peta untuk memproduksi data
yang dihasilkan.
Dalam penentuan lokasi yang sesuai untuk budidaya udang

4. Potensi budidaya

diperlukan beberapa data, antara lain : salinitas, jenis tanah,


pola curah hujan, penggunaan lahan, jenis tanah, hidrologi,
geomorfologi pantai, dan karakteristik meteorologi.
Identifikasi variabel sosial ekonomi yang terpengaruh akibat

5. Studi sumber daya

pembangunan di wilayah pesisir. Data yang digunakan

wilayah pesisir

adalah populasi, ketenagakerjaan, tingkat pendapatan,


tingkat pendidikan, infrastruktur dan fasilitas umum.
Didasarkan pada karakteristik biofisik/ekologi dari wilayah
peisir dibandingkan dengan kriteria kebutuhan biofisik

6. Perencanaan
wilayah pesisir

untuk berbagai kegiatan pembangunan. Wilayah pesisir


Kalimantan Timur dapat dibagi menjadi beberapa tipe
kegiatan pembangunan seperti pemukiman, sawah, tambak,
pertambangan dan padang penggembalaan.

Sumber : Purwanto, 2001 in Laily, 2004

63

Lampiran 6. Hubungan digital number dengan derajat keabuan dari suatu citra

Sumber : Puntodewo, 2003

64

Lampiran 7. Titik Koordinat dan RMS-Error Landsat-7 ETM+.


Nilai Sel Citra
Nilai Sel Citra
No GCP
X
Y
Timur
Utara
1
4368,49
5624,85 349312,47E 592142,03N
2
3195,41
5683,58 314886,55E 585142,84N
3
2257,30
5487,29 286215,68E 586806,10N
4
774,70
5565,95 242702,22E 577847,65N
5
3685,28
6055,64 331104,16E 576244,38N
6
1214,99
5687,57 256312,74E 576177,01N
7
5196,14
6210,88 376527,44E 578366,91N
8
4831,07
5654,49 363140,70E 593308,21N
9
3967,26
5780,23 338177,86E 585721,66N
10
3489,11
5927,74 324711,09E 579209,77N
11
2850,37
5527,28 303943,56E 588262,65N
12
1610,65
5624,39 267721,96E 579839,21N
13
1255,82
5695,21 257555,68E 576131,78N
14
618,33
5667,15 238552,81E 574137,78N
15
4992,35
5951,43 369292,68E 585198,87N
16
2464,31
5532,37 292537,75E 586384,16N
17
3271,64
5827,26 317812,83E 581202,92N
18
5350,64
6331,59 381682,30E 575457,37N
19
1879,23
5516,13 275156,10E 582463,73N
20
1014,66
5706,45 250460,47E 574716,83N
21
3048,61
5610,29 310207,79E 586676,75N
22
3879,00
5811,79 335708,12E 584384,89N
23
4330,74
5752,13 348806,62E 588169,68N
24
2740,52
5600,85 301049,53E 585588,71N
25
2000,31
5537,47 278847,29E 584162,91N
26
4111,49
6003,16 343488,23E 579710,45N
27
3149,56
5924,63 314648,00E 577765,82N
28
3068,93
5634,37 310925,47E 586049,20N
29
404,48
5643,12 232101,90E 573894,45N
30
3700,94
5956,46 331107,78E 579261,57N
Rata-rata RMS-Error
Total GCP
Proyeksi peta
Datum

: 0,308
: 30
: UTM Zone 47N
: WGS 1984

RMS-Error
0,38
0,16
0,10
0,30
0,26
0,39
0,39
0,42
0,31
0,41
0,17
0,22
0,37
0,30
0,44
0,40
0,16
0,33
0,18
0,38
0,26
0,18
0,34
0,39
0,17
0,35
0,24
0,40
0,44
0,41

65

Lampiran 8. Landsat Path_Raw Aceh Utara (P130R056 dan P130R057) serta


wilayah Nanggroe Aceh Darussalam dan sekitarnya

Sumber : BTIC SEAMEO BIOTROP melalui BRR NAD-Nias (Badan


Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam-Nias)

66

Lampiran 9. Landsat-7 ETM+ sebelum dan setelah dikoreksi radiometrik


a. Sebelum dikoreksi radiomerik

b. Setelah koreksi radiometrik

67

Lampiran 10. Perbedaan citra tahun 2002 (kiri) dan citra tahun 2006 (kanan)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

66

Lampiran 11. Citra klasifikasi penutupan lahan wilayah pesisir Kabupaten Aceh Utara tahun 2002

67

Lampiran 12. Citra klasifikasi penutupan lahan wilayah pesisir Kabupaten Aceh Utara tahun 2006

68

Lampiran 13. Perubahan penutup lahan di kawasan pesisir Kabupaten Aceh Utara tahun 2002 dan 2006

68

Lampiran 14. Hasil perhitungan luasan kelas penutup lahan secara digital
a. Tahun 2002
CLASS_NAME 2002
Lahan basah
Lahan kering
Perairan
Perikanan
Pertanian/perkebunan
Perumahan/perkampungan
Jumlah

COUNT
12915
27193
37910
6762
48662
10389
143831

AVE_HECTAR
1,5198
0,8588
3,8369
0,8764
2,0472
0,9722
10,1113

SUM_HECTAR
19628,0640
23354,3100
145457,6400
5926,4000
99618,8230
10099,9390
304085,1760

MIN_HECTAR
0,058
0,058
0,058
0,058
0,058
0,058

MAX_HECTAR
1382,539
2170,457
81956,524
2370,801
32197,600
2172,324
122250,245

STDDEV_HEC
20,8139
18,0388
454,5452
29,0614
154,3592
22,2897
699,1082

VAR_HECTAR
433,2164
325,3989
206611,3032
844,5678
23826,7510
496,8322

COUNT
35654
91920
88761
21963
63352
12421
314071

AVE_HECTAR
0,4374
0,6033
1,6467
0,6977
1,0533
0,3542
4,7926

SUM_HECTAR
15595,7740
55452,7160
146163,5160
15323,9520
66730,8830
4399,7980
303666,6390

MIN_HECTAR
0,058
0,058
0,058
0,058
0,058
0,058

MAX_HECTAR
217,652
2945,374
47210,453
1938,166
5269,838
398,575
57980,058

STDDEV_HEC
3,2259
12,2427
210,0161
13,7653
26,6915
3,9071
269,8486

VAR_HECTAR
10,4064
149,8845
44106,7520
189,4832
712,4388
15,2654

b. Tahun 2006
CLASS_NAME 2006
Lahan basah
Lahan kering
Perairan
Perikanan
Pertanian/perkebunan
Perumahan/perkampungan
Jumlah

69

Lampiran 15. Hasil perhitungan konversi luasan masing-masing kelas penutup lahan tahun 2002 dan 2006
CLASS_NAME
was: Lahan basah, is: Lahan basah
was: Lahan basah, is: Lahan kering
was: Lahan basah, is: Perairan
was: Lahan basah, is: Perikanan
was: Lahan basah, is: Pertanian/perkebunan
was: Lahan basah, is: Perumahan/perkampungan
was: Lahan kering, is: Lahan basah
was: Lahan kering, is: Lahan kering
was: Lahan kering, is: Perairan
was: Lahan kering, is: Perikanan
was: Lahan kering, is: Pertanian/perkebunan
was: Lahan kering, is: Perumahan/perkampungan
was: Perairan, is: Lahan basah
was: Perairan, is: Lahan kering
was: Perairan, is: Perairan
was: Perairan, is: Perikanan
was: Perairan, is: Pertanian/perkebunan
was: Perairan, is: Perumahan/perkampungan
was: Perikanan, is: Lahan basah
was: Perikanan, is: Lahan kering
was: Perikanan, is: Perairan
was: Perikanan, is: Perikanan
was: Perikanan, is: Pertanian/perkebunan
was: Perikanan, is: Perumahan/perkampungan
was: Pertanian/perkebunan, is: Lahan basah
was: Pertanian/perkebunan, is: Lahan kering
was: Pertanian/perkebunan, is: Perairan
was: Pertanian/perkebunan, is: Perikanan
was: Pertanian/perkebunan, is: Pertanian/perkebunan
was: Pertanian/perkebunan, is: Perumahan/perkampungan

was: Perumahan/perkampungan, is: Lahan basah


was: Perumahan/perkampungan, is: Lahan kering
was: Perumahan/perkampungan, is: Perairan
was: Perumahan/perkampungan, is: Perikanan
was: Perumahan/perkampungan, is: Pertanian/perkebunan
was: Perumahan/perkampungan, is: Perumahan/perkampungan

Jumlah

COUNT
15855
19727
1673
17745
7341
2930
6106
40769
473
2812
26200
5964
1765
1818
130240
6476
648
455
3732
2357
1703
6146
764
636
20637
114326
930
9354
94778
8238
9112
11516
1010
8671
4589
3246

AVE_HECTAR
0,3025
0,2431
0,2173
0,3660
0,3469
0,1788
0,3257
0,3440
0,2617
0,1500
0,2233
0,2118
0,1843
0,1736
1,0958
0,2823
0,2746
0,1652
0,2138
0,2029
1,3990
0,3142
0,3597
0,1877
0,2466
0,2919
0,6827
0,2304
0,5969
0,1797
0,2878
0,2083
0,3338
0,2839
0,2913
0,2997

SUM_HECTAR
4796,5700
4795,3000
363,6000
6494,4000
2546,2700
523,8200
1988,4800
14023,6100
123,7900
421,9000
5849,2900
1263,1600
325,2700
315,6400
142718,8500
1828,1600
177,9400
75,1800
798,0600
478,1400
2382,4900
1930,9200
274,8000
119,3900
5088,2700
33375,6700
634,8900
2154,9800
56569,8400
1480,4900
2622,2800
2399,1600
337,1800
2461,3500
1336,6400
972,7700
304048,5500

MIN_HECTAR
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06

MAX_HECTAR
107,39
37,55
7,42
74,71
150,18
3,00
82,69
465,20
6,42
2,77
41,39
6,53
12,27
14,30
45124,96
77,88
20,96
2,81
26,89
19,86
1006,19
65,55
26,97
4,06
61,84
170,05
62,95
23,01
3977,76
9,03
56,14
20,70
8,64
17,75
27,92
171,10

STDDEV_HEC
1,8050
0,6571
0,5025
1,3753
2,1129
0,2215
1,9102
3,1793
0,4567
0,1556
0,6899
0,3766
0,4841
0,4229
137,7675
1,4625
1,0130
0,2140
0,7889
0,6754
33,6354
1,7471
1,5349
0,2782
0,8250
1,3047
3,0642
0,6344
14,8684
0,3001
1,2613
0,4857
0,7127
0,7135
0,9561
3,0879

VAR_HECTAR
3,2580
0,4318
0,2525
1,8915
4,4643
0,0491
3,6488
10,1077
0,2086
0,0242
0,4760
0,1418
0,2344
0,1789
18979,8924
2,1390
1,0262
0,0458
0,6224
0,4561
1131,3420
3,0524
2,3560
0,0774
0,6806
1,7023
9,3891
0,4024
221,0683
0,0901
1,5910
0,2359
0,5080
0,5091
0,9142
9,5350

%
1,577567
1,577149
0,119586
2,135975
0,837455
0,172282
0,654001
4,612293
0,040714
0,138761
1,923801
0,415447
0,10698
0,103812
46,93949
0,601272
0,058524
0,024726
0,262478
0,157258
0,783589
0,63507
0,09038
0,039267
1,673506
10,97709
0,208812
0,708762
18,60553
0,486926
0,862454
0,789071
0,110897
0,809525
0,439614
0,319939
100

70

Lampiran 16. Perubahan garis pantai di kecamatan peisisir Baktiya Barat, Kabupaten Aceh Utara

74

Lampiran 17. Daftar perkiraan pasang surut di pesisir Kabupaten Aceh Utara
bulan Februari 2002

Sumber : DISHIDROS TNI-AL, 2002

75

Lampiran 18. Daftar perkiraan pasang surut di pesisir Kabupaten Aceh Utara
bulan Agustus 2006

Sumber : DISHIDROS TNI-AL, 2006

76

Lampiran 19. Kompas dan GPS (Global Position System)

77

Lampiran 20.
a. Hatchery

Kondisi sarana dan prasarana perikanan di wilayah pesisir


Kabupaten Aceh Utara pasca tsunami

78

b. Sentra unit pengolahan ikan

d. Garis pantai yang menjorok ke darat

c. Perumahan nelayan

79

e. Tambak

80

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bireuen, NAD, 24 Oktober 1984 dari
pasangan Abdullah Rohman dan R. Yoesti Rudiana. Penulis
adalah anak pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 1999 2002 Penulis menyelesaikan pendidikan di
Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Lhokseumawe, NAD. Pada Tahun
2002 penulis di terima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan
melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Semasa kuliah penulis aktif dibeberapa kegiatan kemahasiswaan diantaranya
Anggota Dewan Formatur Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan
2003-2004, Anggota Club Marine and Science ITK 2004 dan sebagai Layouter
Buletin Oceanic ITK periode 2004-2006. Penulis juga aktif dibeberapa
kepanitiaan antara lain Panitia Fieldtrip Biologi Laut dan Oseanografi Umum
FPIK pada tahun 2004, Trainer Kegiatan Outbond Masa Orientasi Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB tahun 2004, Panitia Temu Alumni ITK (2005),
Trainer pada Outbond Up-Grading setiap anak dari dosen IPB (2006), Anggota
Publikasi dan Dokumentasi REFRESH yang diselenggarakan oleh Forum
Keluarga Muslim FPIK (FKM-C) tahun 2007, dan dikepanitiaan lainnya.
Penulis membuat skripsi yang berjudul Kajian Perubahan Penutupan
Lahan di Kawasan Pesisir Kabupaten Aceh Utara, NAD Menggunakan
Sistem Informasi Geografis untuk menyelesaikan studi di Institut Pertanian
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai