Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Sistem pengukuran kineria menjalankan beberapa peran:


-

Mengkomunikasikan tujuan strategi perusahaan

Memotivasi karyawan untuk membantu perusahaan mencapai tujuan strateginya

Mengevaluasi kinerja manajer, karyawan, dan unit operasi

Membantu manajer mengalokasikan sumber daya ke peluang yang paling


produktif dan menghasillkan laba

Menyediakan tanggapan mengenai apakah perusahaan membuat kemajuan


dalam memperbaiki proses serta memenuhi harapan pelanggan dan pemegang
saham

Manajemen kinerja adalah aktivitas untuk memastikan bahwa sasaran organisasi


telah dicapai secara konsisten dalam cara-cara yang efektif dan efisien. Manajemen
kienerja bisa berfokus pada kinerja dari suatu organisasi, departemen, karyawan, atau
bahkan proses untuk menghasilkan produk atau layanan, dan juga di area yang lain.
Baik di tingkatan organisasi ataupun individu, salah satu fungsi kunci dari
manajemen adalah mengukur dan mengelola kinerja. Antara gagasan, tindakan dan hasil
terdapat suatu perjalanan yang harus ditempuh. Dan barangkali istilah yang paling sering
digunakan di keseharian yang menggambarkan perkembangan dari perjalanan tersebut
dan juga hasilnya adalah "kinerja". Kinerja sendiri adalah suatu hal yang berorientasi ke
masa

depan,

disesuaikan

spesifik

berdasarkan

kondisi

khusus

dari

setiap

organisasi/individu dan didasarkan atas suatu model kausal yang menghubungkan antara
input dan output
Tantangannya

adalah

menemukan

kombinasi

ukuran

keuangan

dan

non-keuangan dengan tepat untuk menjalankan berbagai tugas tersebut. Ukuran


keuangan sendiri hanya memadai untuk perusahaan pada awal abad 20-an di era industri
yang bersaing dengan membuat investasi aset fisik yang efektif dan mengelola aset dan
liabilitas finansialnya dengan baik. Pengukuran keuangan tidak dapat mengukur kinerja
aset tak berwujud ini kecuali dalam bentuk agregat yang tinggi dan waktu yang tertunda,
Pengukuran

non-keuangan

membantu

mengkomunikasikan,

memotivasi,

dan

mengevaluasi pemicu kinerja saat ini. Literatur akuntansi manajemen menjelaskan

beberapa kerangka-kerja pengukuran kineria, termasuk yang diperkenalkan oleh program


manajemen kualitas nasional dan internasional: the Malcolm Baldridge National Quality
Program for Performance Excellence dan EFQM excellence model. Terdapat banyak
model pengukuran kinerja yang ada, salah satunya Balanced Scorecard (BSC).
Kinerja keuangan adalah kinerja (keberhasilan) yang dinilai berdasarkan
ukuran-ukuran angka dalam satuan nilai uang, dengan cara membandingkan realisasi
keuangan berdasarkan anggarannya, disebut tradisional karena tidak ada keharusan
melakukan inovasi. Kinerja non keuangan Adalah kinerja (keberhasilan) yang dinilai tidak
berdasarkan ukuran-ukuran angka dalam satuan nilai uang, seperti kehadiran pegawai,
kualitas produk, kepadatan telepon dan lain sebagainya

PEMBAHASAN

Peningkatan kinerja bisa merupakan hasil perbaikan dari salah satu atau lebih aspek
berikut ini:
1. Stabilitas organisasi yang terkait apakah layanannya bisa secara konsisten
dihantarkan dan organisasi bisa terus bertahan.
2. Stabilitas finansial yang terkait dengan kemampuan organisasi dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya, semisal, kemampuan untuk membayar tagihan-tagihan.
Stabilitas finansial seringkali kurang dihiraukan sebagai perihal yang penting dalam
pembangun kapasitas.
3. Kualitas program (produk dan layanan) yang didasarkan pada indikator dampak,
termasuk riset memadai tentang bagaimana program yang efektif serta sistem
pengelolaan hasil keluaran.
4. Pertumbuhan

organisasi

yang

didasarkan

pada

kemampuan

mendapatkan

sumberdaya dan menyediakan lebih banyak layanan. Secara sendiri, pertumbuhan


bukanlan suatu indikator kerja.

Secara mendasar, Manajemen kinerja merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari
perencanaan kinerja, pemantauan / peninjauan kinerja, penilaian kinerja dan tindak lanjut
berupa pemberian penghargaan dan hukuman. Rangkaian kegiatan tersebut haruslah
dijalankan secara berkelanjutan.

Pandangan Dasar Sistem Manajemen Kinerja


Lima pandangan dasar dalam sistem manajemen kinerja.
1. Model integratif untuk kinerja organisasi. Pada pandangan ini, manajemen kinerja
sebagai suatu struktur sistem integratif yang saling berkesinambungan antar
aspek. Sehingga, keberhasilan manajemen kinerja ditentukan oleh keseluruhan
aspek yang ada dalam suatu organisasi, tidak ditentukan bagian per bagian
2. Fokus pada proses dan hasil. Manajemen kinerja menjadi suatu sistem yang tidak
hanya berorientasi pada hasil (pandangan tradisional). Proses menjadi salah satu
aspek penunjang yang penting dalam penentuan hasil yang baik.
3. Keterlibatan pihak yang berkaitan dalam pencapaian tujuan. Pekerja sebagai
subyek utama yang melakukan proses bisnis organisasi secara langsung. Maka
dari itu, keterlibatan pihak yang berkaitan (pekerja) menjadi penunjang dalam
pencapaian tujuan organisasi.
4. Penilaian kinerja objektif dan mengenai sasaran. Manajemen kinerja mencakup
penilaian kinerja objektif dan sesuai dengan sasaran tiap bagian organisasi yang
berkaitan. Akhirnya, hal ini berpotensi pada dampak positif dari penilaian kinerja
yang sukses dan terstruktur.
5. Evaluasi dan pembelajaran antara atasan dan bawahan. Manajemen kinerja yang
baik mampu menyediakan suatu hasil evaluasi kinerja terukur. Hasil evaluasi
dapat memberikan informasi pada pihak terkait (atasan maupun bawahan).
Informasi mengenai hasil evaluasi dapat menjadi sarana pembelajaran dan
penentu tindakan perbaikan di masa mendatang.
Tahapan Manajemen Kinerja
Terdapat empat tahapan utama dalam pelaksanaan manajemen kinerja. Tahapan ini
menjadi suatu siklus manajemen kinerja yang saling berhubungan dan menyokong satu
dengan yang lain.

Tahap pertama: directing/planning.


Tahap pertama merupakan tahap identifikasi perilaku kerja dan dasar/basis pengukuran
kinerja. Kemudian, dilakukan pengarahan konkret terhadap perilaku kerja dan
perencanaan terhadap target yang akan dicapai, kapan dicapai, dan bantuan yang akan
dibutuhkan. Indikator-indikator target juga didefinisikan di tahap ini. Penentuan target/goal

akan efektif bila mengadopsi SMART. SMART merupakan singkatan dari Spesific,
Measureable, Achievable, Realistic, dan Timebound. Sebuah target harus jelas apa yang
akan dicapai dan bagaimana mencapainya (spesific), terukur keberhasilannya
(measureable) dan orang lain dapat memahami/melihat keberhasilannya. Target harus
memungkinkan untuk dicapai, tidak terlalu rendah atau berlebihan (achievable), masuk
akal dan sesuai kondisi/realita (realistic), serta jelas sasaran waktunya (timebound).

Tahap kedua: managing/supporting.


Tahap kedua merupakan penerapan monitoring pada proses organisasi. Tahap ini
berfokus pada manage, dukungan, dan pengendalian terhadap jalannya proses agar
tetap berada pada jalurnya. Jalur yang dimaksudkan disini adalah kriteria maupun proses
kerja yang sesuai dengan prosedur berlaku dalam suatu organisasi.

Tahap ketiga: review/appraising.


Tahap ketiga mencakup langkah evaluasi. Evaluasi dilakukan dengan flashback/review
kinerja yang telah dilaksanakan. Setelah itu, kinerja dinilai/diukur (appraising). Tahap ini
memerlukan dokumentasi/record data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi.
Evaluator harus bersifat obyektif dan netral agar didapat hasil evaluasi yang
valid.

Tahap keempat: developing/rewarding.


Tahap keempat berfokus pada pengembangan dan penghargaan. Hasil evaluasi menjadi
pedoman penentu keputusan terhadap action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan
dapat berupa langkah perbaikan, pemberian reward/punishment, melanjutkan suatu
kegiatan/prosedur yang telah ada, dan penetapan anggaran.

Tujuan dari manajemen kinerja adalah


1. Mengatur kinerja organisasi dengan lebih terstruktur dan terorganisir.
2. Mengetahui seberapa efektif dan efisien suatu kinerja organisasi.
3. Membantu penentukan keputusan organisasi yang berkaitan dengan kinerja
organisasi, kinerja tiap bagian dalam organisasi, dan kinerja individual
4. Meningkatkan kemampuan organisasi secara keseluruhan dengan perbaikan
berkesinambungan.

5. Mendorong karyawan agar bekerja sesuai prosedur, dengan semangat, dan


produktif sehingga hasil kerja optimal.

Manajemen kinerja yang efektif akan memberikan beberapa hasil, diantaranya adalah:

Tujuan yang jelas bagi organisasi dan proses yang benar untuk mengidentifikasi,
mengembangkan, mengukur, dan membahas tujuan.

Integrasi antara tujuan secara luas yang dibuat oleh manajemen senior dengan
tujuan masing-masing pekerja.

Kejelasan yang lebih baik mengenai aspirasi dan tujuan organisasi.

Pelaksanaan dialog berkelanjutan antara manajemen dengan pekerja.

Pengembangan lingkungan yang lebih terbuka.

Perusahaan dapat mencapai hasil yang diinginkan.

Mendorong pengembangan pribadi.

Proses Manajemen Kinerja


1. Masukan
Manajemen kinerja membutuhkan berbagai masukan yang harus dikelola agar
dapat saling bersinergi dalam mencapai tujuan organisasi. Masukan tersebut
berupa: sumberdaya manusia (SDM), modal, material, peralatan dan teknologi
serta metode dan mekanisme kerja.
Manajemen Kinerja memerlukan masukan berupa tersedianya kapabilitas SDM,
baik sebaga perorangan maupun tim. Kapabilitas SDM diwujudkan dalam bentuk
pengetahuan, keterampilan dan kompetensi. SDM yang memiliki pengetahuan
dan keterampilan diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses kinerja maupun
hasil kerja. Sedangkan kompetensi diperlukan agar SDM mempunyai kemampuan
yang sesuai dengan kebutuhan organisasi sehingga dapat memberikan kinerja
terbaiknya.

2. Proses
Manajemen

kinerja

diawali

dengan

perencanaan

tentang

bagaimana

merencanakan tujuan yang diharapkan di masa yang akan datang, dan


menyusun semua sumberdaya dan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan. Pelaksanaan rencana dimonitoring dan diukur kemajuannya dalam
mencapai tujuan. Penilaian dan peninjauan kembali dilakukan untuk mengoreksi
dan menentukan langkah-langkah yang diperlukan bila terdapat deviasi terhadap
rencana. Manajemen kinerja menjalin terjadinya saling menghargai kepentingan
diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses kinerja. Prosedur dalam
manajemen kinerja dijalankan secara jujur untuk membatasi dampak meerugikan
pada individu. Proses manajemen kinerja dijalankan secara transparan terutama
terhadap orang yang terpengaruh oleh keputusan yang timbul dan orang
mendapatkan kesempatan melalui dasar dibuatnya suatu keputusan.
3. Keluaran
Keluaran merupakan hasil langsung dari kinerja organisasi, baik dalam bentuk
barang maupun jasa. Hasil kerja yang dicapai organisasi harus dibandingkan
dengan tujuan yang diharapkan . Keluaran dapat lebih besar atau lebih rendah
dari tujuan yang telah ditetapkan. Bila terdapat deviasi akan menjadi umpan balik
dalam perencanaan tujuan yang akan datang dan impelementasi kinerja yang
sudah dilakukan.
4. Manfaat
Selain memperhatikan keluaran, manajemen kinerja juga memperhatikan manfaat
dari hasil kerja. Dampak hasil kerja dapat bersifat positif bagi organisasi, misalnya
karena

keberhasilan

seseorang

mewujudkan

prestasinya

berdampak

meningkatkan motivasi sehingga semakin meningkatkan kinerja organisasi.


Tetapi dampak keberhasilan sesorang dapat bersifat negatif, jika karena
keberhasilannya ia menjadi sombong yang akan membuat suasana kerja menjadi
tidak kondusif.

Model Manajemen Kinerja


1. Model Deming
Hasil kegiatan monitoring dan review dapat menyimpulkan bahwa kemajuan telah
dicapai sesuai dengan rencana. Tetapi jika terdapat deviasi antara rencana
dengan kemajuan yang telah dicapai. Dalam keadaan demikian perlu dilakukan
tindakan untuk memperbaiki kinerja agar tujuan yang telah direncanakan dapat
tercapai pada waktunya. Bila hal itu tidak memungkinkan, langkah yang dapat
diambil adalah dengan melakukan penyesuaian kembali terhadap rencana dan
tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
2. Model Torrington dan Hall
Torrington dan Hall menggambarkan proses manajemen kinerja dengan
merumuskan terlebih dahulu harapan terhadap kinerja atau hasil yang diharapkan
dari suatu kinerja. Kemudia, ditentukan dukungan yang diberikan terhadap kinerja
untuk mencapai tujuan. Sementara pelaksanaan kinerja berlangsung dilakukan
peninjauan kembali (review) dan penilaian kinerja. Langkah selanjutnya
melakukan pengelolaan terhadap standar kinerja. Strandar kinerja harus dijaga
agar tujuan yang diharapkan dapat dicapai.
3. Model Costello
Siklus dimulai dengan melakukan persiapan perencanaan sehingga dapat dibuat
suatu rencana dalam bentuk rencana kinerja dan pengembangan. Untuk
meningkatkan kinerja, diberikan coaching pada SDM dan dilakukan pengukuran
kemajuan kinerja. Peninjauan kembali selalu dilakukan terhadap kemajuan
pekerjaan dan bila diperlukan dilakukan perubahan rencana. Coaching dan
review dilakukan secara berkala dan akhir tahun dilakukan penilaian kinerja
tahunan dan dipergunakan untuk meninjau kembali pengembangan. Akhirnya,
hasil penilaian tersebut digunakan untuk mempertimbangkan penggajian dan
menjadi umpan balik untuk rencana tahun berikutnya.

4. Model Armstrong dan Baron


Proses manajemen kinerja dilihat sebagai suatu rangkaian aktivitas yang
dilakukan secara berurutan agar dapat mencapai hasil yang diharapkan. Urutan
manajemen kinerja oleh Armstrong dan Baron digambarkan sbb:

Misi Organisasi dan Tujuan Strategis

Rencana dan Tujuan Bisnis dan Departemen

Kesepakatan

Kinerja

(Performance

Contract/Kontrak

Kinerja)

dan

Pengembangan

Rencana Kinerja dan Pengembangan

Tindakan Kerja dan Pengembangan

Monitoring dan Umpan Balik berkelanjutan

Review Formal dan Umpan Balik

Penilaian Kinerja Menyeluruh

Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja memberitahu kita sesuatu yang penting tentang produk, jasa, dan
proses yang menghasilkan mereka. Pengukuran kinerja merupakan alat untuk membantu
memahami, mengatur, dan memperbaiki apa yang dilakukan oleh organisasi.
Pengukuran kinerja membuat kita mengetahui :
1. Seberapa baik kita bekerja.
2. Jika kita mencapai tujuan organisasi.
3. Jika konsumen kita merasa puas.
4. Jika proses yang dilakukan berada dalam pengendalian statistik.
5. Jika dan kapan perbaikan diperlukan.

Pengukuran kinerja memberikan informasi penting untuk membuat keputusan


cerdas tentang apa yang akan dilakukan. Pengukuran kinerja terdiri dari jumlah dan unit
pengukuran. Jumlah memberikan makna seberapa banyak/besar dan unit memberikan
arti sejumlah makna. Pengukuran kinerja dapat diwakilkan dalam unit dimensi tunggal,
seperti jam, meter, nanodetik, dolar, jumlah laporan, jumlah kesalahan, jangka waktu
untuk membuat desain hardware, dan sebagainya. Dapat pula pengukuran kinerja dalam

multidimensi yang mengekspresikan dua atau lebih unit fundamental, contohnya jumlah
kecelakaan per jutaan jam kerja (pengukuran kinerja program keselamatan perusahaan),
jumlah pengantaran tepat waktu per total jumlah pengantaran keseluruhan.

Pengukuran kinerja merupakan suatu hal yang penting dalam proses


perencanaan, pengendalian, dan proses transaksional seperti merger, akuisisi, dan emisi
saham. Melalui penilaian, perusahaan dapat memilih strategi dan struktur keuangan yang
tepat, menentukan phase out terhadap unit-unit bisnis perusahaan yang tidak produktif,
menetapkan balas jasa (reward) internal dan menentukan harga saham secara wajar.
Pengukuran kinerja tradisional dilakukan dengan membandingkan kinerja aktual dengan
kinerja

yang

dianggarkan

atau

biaya

standar

sesuai

dengan

karakteristik

pertanggungjawabannya, sedangkan pengukuran kinerja kontemporer menggunakan


aktivitas sebagai pondasinya. Ukuran kinerja dirancang untuk menilai seberapa baik
aktivitas dilakukan dan dapat mengidentifikasi apakah telah dilakukan perbaikan yang
berkesinambungan.
Perusahaan-perusahaan selama ini lebih banyak menggunakan pengukuran
kinerja yang lebih menekankan pada aspek keuangan, yaitu yang sering disebut dengan
pengukuran kinerja tradisional. Kinerja tradisional yang diukur hanyalah berkaitan dengan
aspek keuangan. Sedangkan, pengukuran kinerja lainnya seperti: peningkatan
kompetensi dan komitmen personel, peningkatan produktivitas dan cost effectiveness
proses bisnis yang digunakan untuk melayani pelanggan selalu diabaikan oleh
manajemen karena sulit dalam pengukurannya. Selama ini pengukuran kinerja
perusahaan dilakukan melalui pendekatan tradisional yang menitikberatkan pada sisi
keuangan, seperti gross profit, return equity, operating income dan sebagainya, dimana
saat ini sudah tidak dijadikan tolak ukur yang kuat pada era persaingan. Oleh karena itu
dibutuhkan tolak ukur lain sebagai pelengkap keuangan, yaitu non keuangan. Hal ini
diperlukan karena dapat mengarahkan para manajer pada tujuan profitabilitas jangka
panjang, mutu yang tinggi, pelanggan yang loyal dan kepuasan kerja yang maksimal.
Buku ini mencoba menggambarkan secara konseptual berbagai pendekatan yang
digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan.

Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan


tingkat pencapaian sasaran/tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan
elemen-elemen indikator berikut ini :
1. Indikator masukan ( inputs ) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi
mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa yang meliputi sumber daya
manusia, informasi, kebijakan dan sebagainya.
2. Indikator keluaran ( outputs ) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari
suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
3. Indikator hasil ( outcomes ) adalah segala sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir
dari pelaksanaan kegiatan.
4. Indikator dampak ( impacts ) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun
negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.

Tujuh alasan utama dalam pengukuran aset tak berwujud bagi manajemen internal
adalah 1) memusatkan perhatian pada yang diukur (apa yang dapat diukur maka dapat
dikelola), 2) mengembangkan manajemen sumber daya tak berwujud,3) mencipta
sumber daya berbasis strategi, 4) memonitor dampak dari tindakan-tindakan,5)
menerjemahkan strategi bisnis pada tindakan nyata, 6) menimbang berbagai tindakan,7)
meningkatkan manajemen bisnis secara keseluruhan

Pencapaian hasil (kinerja) dapat dinilai menurut pelaku yaitu:


1. Kinerja individu yang menggambarkan sampai seberapa jauh seseorang telah
melaksanakan tugas pokoknya sehingga dapat memberikan hasil yang telah
ditetapkan oleh kelompok atau instansi.
2. Kinerja kelompok, yaitu menggambarkan sampai seberapa jauh seseorang telah
melaksanakan tugas pokoknya sehingga dapat memberikan hasil yang telah
ditetapkan oleh kelompok atau instansi.
3. Kinerja organisasi, yaitu menggambarkan sampai seberapa jauh satu kelompok telah
melaksanakan semua kegiatan pokok sehingga mencapai visi dan misi institusi.
4. Kinerja program, yaitu berkenaan dengan sampai seberapa jauh kegiatan-kegiatan
dalam program yang telah dilaksanakan sehingga dapat mencapai tujuan dari
program tersebut.

10

Pengukuran Kinerja Individu


Pengukuran kinerja karyawan adalah suatu proses pengukuran keaktifan karyawan
dalam menyelesaikan pekerjaannya atau tugasnya dengan tujuan menghasilkan suatu
susunan peringkat atau memberikan suatu gambaran mengenai prestasi kerja seorang
karyawan. Tidak terdapat kesamaan antara perusahaann yang satu dengan yang lain
dalam menentukan unsure yang harus dinilai, tetapi pada umumnya unsurunsur yang
perlu dinilai dalam proses penilaian kinerja adalah kesetian, prestasi kerja, tanggung
jawab, ketaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa, kepemimpinan.
Pengukuran Kinerja Organisasi
Ada 3 indikator yang umumnya digunakan sebagai ukuran sejauh mana kinerja
organisasi berorientasi keuntungan adalah sebagai berikut :
1. Efektifitas adalah hubungan antara input dan output dimana penggunaan barang dan
jasa dibeli oleh organisasi untuk mencapai output tertentu.
2. Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan, dimana efektivitas diukur
berdasarkan seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Ekonomis adalah hubungan antara pasar dan input, dimana pembelian barang dan
jasa dilakukan pada kualitas yang diinginkan dan harga terbaik yang dimungkinkan.

Penilaian terhadap kinerja organisasi merupakan kegiatan membandingkan


antara hasil yang sebenarnya diperoleh dengan yang direncanakan. Sasaran yang ingin
dicapai organisasi diteliti, mana yang yang telah dicapai sepenuhnya ( 100% ), mana yang
di atas standart ( target ) dan mana yang dibawah target atau tidak tercapai sepenuhnya.

Banyak perusahaan, sebelum memilih tujuan dan pengukuran kinerjanya,


membuat pernyataan visi dan misi. Pernyataan tingkat tinggi ini menjadi arah dan tujuan
umum organisasi. Pernyataan ini menginspirasi dan sering memotivasi karyawan
mengenai peran positif yang harus dijalankan dan yang diinginkan oleh perusahaan
dalam masyarakat.

Pengukuran kinerja perlu memiliki:


1. kumpulan data (data base) dan metoda penghitungan kinerja, baik yang diukur

11

secara kuantitatif maupun kualitatif yang kemudian dikonversi menjadi kuantitatif,


yang terdefinisi dengan jelas;
2. sarana yang dapat mengenali perbedaan lokasi, unit kerja yang sifat dan kondisi
kerjanya berlainan, hindari mentalitas "one size fits all";
3. mekanisme re-evaluasi secara periodik untuk mengetahui apakah sistem
pengukuran kinerja yang berlaku masih sesuai dengan lingkungan kompetitif yang
terus berubah;
4. kemampuan untuk mengidentifikasi kompetisi, melokalisir area yang bermasalah
secara cepat dan akurat, membantu perusahaan dalam memperbaharui objektif
strategik dan dalam pembuatan keputusan taktis guna mencapai sasaran
dimaksud, dan menyediakan fedback sesudah keputusan diimplementasikan;
serta
5. kemampuan untuk memastikan kompatibilitas ukuran kinerja pada setiap fungsi
dan level.

KESIMPULAN
Manajemen kinerja adalah aktivitas untuk memastikan bahwa sasaran organisasi telah
dicapai secara konsisten dalam cara-cara yang efektif dan efisien. Manajemen kienerja
bisa berfokus pada kinerja dari suatu organisasi, departemen, karyawan, atau bahkan
proses untuk menghasilkan produk atau layanan, dan juga di area yang lain. Manajemen
kinerja yang efektif akan memberikan beberapa hasil Tujuan yang jelas bagi organisasi
dan proses yang benar untuk mengidentifikasi, mengembangkan, mengukur, dan
membahas tujuan, Integrasi antara tujuan secara luas yang dibuat oleh manajemen
senior dengan tujuan masing-masing pekerja, Kejelasan yang lebih baik mengenai
aspirasi dan tujuan organisasi, pelaksanaan dialog berkelanjutan antara manajemen
dengan pekerja, pengembangan lingkungan yang lebih terbuka, perusahaan dapat
mencapai hasil yang diinginkan, mendorong pengembangan pribadi.

12

REVIEW JURNAL
Impact of Organizational Culture on Performance Management Practices In
Pakistan
Ahmad, M. Shakil
Performance management is a process of delivering sustained success to organizations by
improving capabilities of individuals and teams. Organizational culture as a significant contextual
factor in performance management is scarcely studied. The aim of this study is to expand the base
of knowledge and empirically test the relationship between components of organizational culture
and performance management practices.
The research is mainly aimed to investigate the relationship between organizational culture
and the practices of performance management. Denisons model proposes that organizations with a
higher combined measure of the four culture traits show higher levels of performance which itself
is the result of performance management. Therefore the first hypothesis is
H1: Organizational Culture has a significantly positive relationship with performance management
practices.
Denisons theory states that each of the four major cultural traits promotes superior rm
performance. Since performance management also results in superior performance, therefore we
posit that
H2: Cultural traits of involvement, consistency, adaptability, and mission in organizations exert a
significantly positive influence on performance management practices
Data
The study adopted exploratory research to explore the impact. Primary data was collected through
questionnaires from 60 employees in COMSATS Institute of Information Technology. The sample
consists of both male and female faculty members. Regression and Correlation analysis was used
for statistical analysis.
Findings
Statistical results show that involvement is highly correlated with consistency and
adaptability. Similarly, other dimensions of organizational culture have significantly positive
relationship with the performance management practices.
All the variables must be positive to get better results from PM Practices. Traditionally
organizational culture and design of human resource management practices such as performance
management have been studied independently for organizational success. The results of this study
indicate that they are strongly associated with each other and should be complimentary. Moreover
the western management models were also validated in the context of a developing country.
Overall, there is a strong view in the literature that organizational culture lead to increased
organizational performance. However, studies on this relationship often differ as to the extent a
practice is likely to be positively or negatively related to performance. Human resource
management practices has been argued to affect organizational culture, and in turn lead to firm
performance we need to be wary of arguing that current evidence proves this relationship. There
could, and probably are, a number of other organizational elements that provide a link between
HRM and firm performance.

13

Performance Management in the Government of the Peoples Republic of China:


Accountability and Control in the Implementation of Public Policy
Burns, John P. and Zhou Zhiren
This article examines how the Chinese government came to endorse the concept of performance
management, and analyses the experiments with performance management since the early 1990s
(mainly at the local level). The incentives are examined, especially the performance-based reward
and promotion system. The article discusses Chinas experience with performance management in
various sectors, including organisational restructuring and human resource management in the civil
service, performance and results management and the objective responsibility system, and the
attempts to improve accountability and performance in the delivery of public services. Citizen
participation in performance management is also examined, and case studies of local practice.
we examine Chinas experience of performance management in various sectors including
organisational restructuring and human resource management, performance and results
management and the objective responsibility system, and public service delivery.
To better illustrate the role of local initiatives and how they have been taken over by the centre, we
take as a case study the example of counties under Xian City in Shaanxi Province and how
performance evaluation has evolved there since the 1990s.
The case study indicates that, after local governments experimented with a kind of performance
management technique (especially establishing targets and holding local officials responsible for
achieving them), the central government became increasingly involved. With central involvement,
performance measures became more specific and quantifiable. Central and provincial governments
saw the value of linking the achievement of the targets to personnel management decisions, such as
bonuses and promotions. The Shaanxi case demonstrates that the links were relatively tight for
some targets (many so-called common targets), and indicates that considerable resources were
spent on monitoring and evaluating performance results. Still, performance measures have taken a
variety of forms that have often neglected outputs and outcomes and, by focusing on the
achievement of provinces while leaving provincial auditing in the hands of provinces, unintended
consequences have resulted. We return to this issue below.
Since the mid-1990s, in step with the market economy, Chinas performance management system
has developed relatively quickly. Officials have provided incentives to improve performance
embedded in the human resource management system. Although there was an initial heavy
emphasis on economic growth, this emphasis has given way to targets that focus on social and
public service functions, sustainable development, and administration by law a welcome
development. We have seen that initiatives to improve performance management have come from
both the centre in a top-down style and from local governments. As they sought to better position
themselves, local governments have been active in identifying performance-enhancing strategies,
sometimes only symbolically. Chinas experience of the objective responsibility system indicates
that further efforts are needed to encourage collaborative arrangements to address pressing public
problems, such as environmental protection and water conservation. More effort is also needed to
focus on policy outcomes and try to bring outcomes into the performance management equation.
Finally, enhancing public participation in Chinas performance management regime will
strengthen its legitimacy and help to ensure that government programmes are effectively meeting
human development needs.

14

Performance Management and Employee Satisfaction


Jaksic, Milica, and Milos Jaksic
In this paper, it is argued that human resource performance management (HRPM) practices in
organizations are essentialy related to the satisfaction of empoyees. Especially, measuring and
appraisal of employee performances and the procedures enabling feedback correspond to employee
satisfaction, while higher levels of employee satisfaction further contribute to their higher
achievements and better performance. These matters are considered within the human resource
management (HRM) function, and it is argued that they are also strongly related to the demands of
the overall appraisal and management of organizational performances.
Data
Empirical research based on the principles and insights presented in this paper was conducted in a
large Serbian public company with a complex structure of over 1,500 organizational units and more
than 15,000 employees. In this company strict policies and procedures are followed. The
company's culture is characterized by centralization, formalization and specialization. Position in
the enterprise is mainly hierarchical and is based on the expertise and work experience. Employee
dedication and commitment to the company's goals lead to their long-life work career in this
company.
Result
The analysis of the results indicate that the highest percent of employees has given medium
answers, such as ,,satisfactory or ,,good. Excellent grade was given to: time management (42,
85% of the sample), reporting and administration (14, 28%), commercial abilities (14,28%) and
team work (28,56%). In the small percentage, the minimal grade was given, and mostly to problem
solving and decision making (14,28% of the questioned employees). These samples indicate that
certain areas need to be improved in order to develop more skilled and trained, experienced staff.
To obtain these results, training programs need to be developed and applied in order to have more
employees in the decision making process and the higher degree of empowerment as well as
gathering and implementation of new ideas and solutions through brainstorming and other creative
techniques
The research has overall shown that great efforts are to be put into the matter of managing
employee performance and developing subtle procedures for improving employee satisfaction.
This field is still to be investigated and bring new results especially in the domain of better adapting
the best practices to concrete organizational environments and situation.
The connection between employee satisfaction and employee performance management is wide
and clear, and the connection is obvious in the domain of human resource management while it has
a broad impact on all aspects of organizational performance. It can be concluded that all the
activities of the human resource management, strategic and operational, have a significant impact
on employee satisfaction and on their results. HRPM provides a detailed improvement and
upgrading of the working processes and therefore its impacts should be monitored, controlled and
measured in order to achieve best results in developing well educated, skilled and satisfied
workforce. The employees should be stimulated and motivated not only by salary, but by training,
health, social and other additional programmes, that will raise their interest, trust and commitment
to the company. Committed, dedicated and satisfied employees will certainly give best work results
and contribute to the company's reputation, raise the prices of their shares and raise the profit of the
organization
15

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad , M. Shakil. 201. Impact of Organizational Culture on Performance


Management Practices In Pakistan. Business Intelligence Journal
January,
2012
Vol.5
No.1.
http://www.saycocorporativo.com
/saycoUK/BIJ/journal/Vol5No1/Article_5.pdf diakses tanggal 20 Oktober
2014
Burns,

John P. and Zhou Zhiren. 2010. Performance Management in the


Government of the Peoples Republic of China: Accountability and Control
in the Implementation of Public Policy. OECD Journal on Budgeting
Volume 2010/2. www.oecd.org/china/48169592.pdf diakses tanggal 20
Oktober 2014

Jaksic, Milica, and Milos Jaksic. 2013. Performance Management and Employee
Satisfaction. Montenegrin Journal Of Economics Vol. 9, N0 1.
repec.mnje.com/mje_2013_v09-n01-a18.pdf diakses tanggal 20 Oktober
2014

16

Anda mungkin juga menyukai