Anda di halaman 1dari 13

Muskuloskeletal S1 3A Kel.

4
Terbentukkarenaadanyatugasmuskuluskeletal,inilahpersonilkami:1.Adi
Oktavianus2.EkaWahyuny3.ElvisKartikaSiswoyo4.LindaPrimaSari
5.MFarisSetiyaBudi6.SarahAnindita
Senin, 29 April 2013

Hubungan Posisi Kerja Membungkuk


pada Petani Usia Diatas 45 Tahun dengan
Peningkatan Intensitas Nyeri pada
Ekstremitas Atas
Makalah Sistem Muskuloskeletal II
Hubungan Posisi Kerja Membungkuk pada
Petani Usia Diatas 45 Tahun dengan
Peningkatan Intensitas Nyeri pada Ekstremitas
Atas

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Oleh : Kelompok 4
Adi Oktavianus
Ekawahyuny Mey. S
Elvis Kartika. S
Linda Primasari
M. Faris Setiya. B
Sarah Anindita

(101.0003)
(101.0033)
(101.0037)
(101.0061)
(101.0073)
(101.0101)

Program Studi S1-Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan


Hang Tuah
SURABAYA
Tahun 2013

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara agraris, dimana mayoritas masyarakat di Indonesia
adalah berprofesi sebagai petani. Fenomena di Indonesia, petani menghabiskan waktu
setiap harinya di sawah, walaupun hanya untuk mengawasi sawah ataupun
mencangkul dan menanam, pekerjaan seperti ini dilakukan secara terus menerus
oleh petani sebagai rutinitas. Mencangkul ataupun menanam adalah kegiatan yang
berpengaruh pada posisi kerja tulang. Dalam posisi mencangkul badan dibungkukkan
ke depan dan membawa beban seberat cangkul, kegiatan tersebut dilakukan berulang.
NPB (Nyeri Punggung Belakang) adalah suatu sindroma nyeri pada ekstremitas atas
yang terjadi pada regio punggung bagian bawah yang merupakan akibat dari berbagai
sebab. Gangguan ini paling banyak ditemukan di tempat kerja, terutama pada mereka
yang beraktivitas dengan posisi tubuh yang salah seperti yang dilakukan pleh petani.
Gangguan otot rangka dapat terjadi pada berbagai bagian tubuh seperti bagian
pinggang, leher, bahu, siku, lengan, dan pergelangan tangan /tangan. Gangguan otot
rangka pada ektremitas atas merupakan dua pertiga dari seluruh gangguan otot rangka
akibat kerja.
Menurut pendataan BPS (Badan Pusat Statistik) hingga tahun 2010 tercatat tenaga
kerja petani di Indonesia mencapai 107,4 juta orang. Berdasarkan survei awal yang
dilakukan, didapatkan data 30% petani mengeluh menderita nyeri punggung bawah.
Didapatkan 90% kasus nyeri punggung bawah bukan disebabkan oleh kelainan
organik, melainkan oleh kesalahan posisi tubuh dalam bekerja (Llewellyn, 2006).
Menurut data, dalam satu bulan rata-rata 23% petani tidak bekerja dengan benar
selama delapan hari dikarenakan sakit pinggang. Berdasarkan hasil survei tentang
akibat sakit leher dan pinggang, produktivitas kerja dapat menurun sehingga hanya
tinggal 60%. WHO tahun 2003 melaporkan akibat kerja yang paling banyak terjadi
dan diperkirakan mencapai 60% dari semua penyakit akibat kerja. .Menurut Depkes
RI tahun 2005, 40,5 % pekerja di Indonesia mempunyai keluhan gangguan kesehatan
yang berhubungan dengan pekerjaannya dan diantaranya adalah gangguan otot rangka
sebanyak 16%.
Menurut
penelitian,
pekerjaan mannual handling dan lifting merupakan penyebab utama terjadinya cedera
tulang belakang (back pain). Di samping itu sekitar 25% kecelakaan kerja juga terjadi
akibat pekerjaan material mannual handling. Sebelumnya dilaporkan bahwa sekitar
74% cedera tulang belakang disebabkan oleh aktivitas mengangkat (lifting activities).
Sedangkan 50-60% cedera pinggang disebabkan karena aktivitas mengangkat dan
menurunkan material (Tarwaka, 2004).
Sikap kerja angkat-angkut juga ditemukan pada petani. Dalam membajak sawah
secara manual dan menanam padi, petani melakukan pekerjaannya dengan posisi
membungkuk dengan menggunakan punggung sebagai penopang utama. Semua
aktivitas tersebut melibatkan berbagai kelompok otot terutama otot penyangga tulang
belakang yang berfungsi untuk memelihara postur tubuh, keseimbangan dan
koordinasi keseimbangan yang baik. Sikap kerja tersebut memungkinkan para petani

terkena nyeri punggung bawah (Soedarjatmi, 2003). Nyeri punggung bawah tidak
hanya diakibatkan oleh sikap kerja (teknik mengangkat dan sikap duduk) yang tidak
ergonomis saja, namun banyak faktor lain yang mempengaruhinya. Masa kerja yang
lama dapat berpengaruh terhadap nyeri punggung bawah karena merupakan
akumulasi pembebanan pada tulang belakang akibat aktivitas membungkuk sehari hari. Sedangkan pengaruh umur terhadap nyeri punggung bawah berkaitan dengan
proses penuaan seiring bertambahnya umur, termasuk degenerasi tulang yang
berdampak pada peningkatan risiko nyeri punggung bawah (Budiono, 2003).
Penanganan nyeri punggung bawah secara umumnya bervariasi mengikut
studi, jenis-jenis pekerjaan, dan persekitaran lokal. Biasanya dalam kondisi biasa
nyeri tersebut akan hilang dengan sendirinya selepas beberapa hari tanpa memerlukan
pengobatan, tetapi tidak selalunya. Menurut Jellema dkk (2001), fokus utama dalam
penanganan nyeri punggung bawah berupa prevalensi untuk masa hadapan agar tidak
menderita nyeri punggung bawah ulang. Aturan antarabangsa (International
Guidelines) untuk penanganan nyeri ini secara umumnya bisa ditangani oleh
perawatan primer (Koes BW, dkk). Di Indonesia, Departemen Kesehatan telahpun
mengeluarkan upaya pelayanan kesehatan primer pada masyarakat tersebut yang
diatas meliputi, peningkatan kesehatan (promotif), upaya pencegahan (preventif),
pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) (Depkes RI, 1999). Menurut
Hanung P (2008), fisioterapi dalam hal ini memegang peranan untuk mengembalikan
dan mengatasi gangguan impairment dan activity limitationsehingga pasien dapat
beraktivitas kembali. Namun menurut literature 33% pasien masih mengalami nyeri
hilang-timbul atau nyeri persisten selepas satu tahun, dan satu daripada lima pasien
masih mempunyai kekurangan fungsi gerakan. Hanya 25% telah sembuh total nyeri
punggung mereka selepas satu tahun, dengan ini pencegahan lebih diutamakan
daripada pengobatan. Dari fenomena tersebut kita sebagai perawat mempunyai solusi
efektif untuk mengatasi peningkatan nyeri pada ekstremitas atas yang sering dialami
oleh petani yaitu latihan anggota gerak secara rutin sebelum melakukan aktivitasnya
atau biasa disebut pamanasan (stressing).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana posisi kerja membungkuk pada petani usia diatas 45 tahun?
2. Bagaimana peningkatan intensitas nyeri pada petani usia diatas 45 tahun?
3. Bagaimana hubungan posisi kerja membungkuk pada petani usia diatas 45 tahun
dengan peningkatan intensitas nyeri pada ekstremitas atas?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu membuat dan mengaplikasikan proses pemberian penanganan dan
health aducation pada pekerja yang mempunyai kebiasaan posisi kerja yang salah
2.
a.
b.
c.

Tujuan Khusus
Mengetahui posisi kerja membungkuk pada petani usia diatas 45 tahun
Mengetahui peningkatan intensitas nyeri pada petani usia diatas 45 tahun
Mengetahui hubungan posisi kerja membungkuk pada petani usia diatas 45 tahun
dengan peningkatan intensitas nyeri pada ekstremitas atas

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Posisi kerja
Menurut Purwanto (2008), posisi kerja merupakan penilaian kesesuaian antara alat
kerja yang digunakan oleh pekerja dalam bekerja dengan ukuran antropometri pekerja
dengan ukuran-ukuran yang telah ditentukan (Budiono dalam Rahayu, 2005). Sikap
kerja adalah tindakan yang akan diambil pekerja dan segala sesuatu yang harus
dilakukan pekerja tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan.
Sikap kerja juga diartikan sebagai kecenderungan pikiran dan perasaan puas atau
tidak puas terhadap pekerjaannya (Aniek dalam Purwanto, 2008). Kemudian pada saat
bekerja perlu diperhatikan postur tubuh dalam keadaan seimbang agar dapat bekerja
dengan nyaman dan tahan lama (Merulalia, 2010). Berdasarkan beberapa definisi di
atas dapat dikatakan sikap kerja adalah proses kerja yang sesuai ditentukan oleh
anatomi tubuh dan ukuran peralatan yang digunakan pada saat bekerja.
Sikap tubuh merupakan faktor resiko ditempat kerja. Manusia di muka bumi ini
untuk dapat makan harus bekerja, sikap tubuh saat melakukan setiap pekerjaan dapat
berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pekerjaan, mari kita mempelajari bagaimana
sikap kerja yang efektif untuk menghasilkan produk yang maksimal (Anonim, 2010).
Sikap tubuh dalam bekerja berhubungan dengan tempat duduk, meja kerja dan
luas pandangan. Untuk merencanakan tempat kerja dan perlengkapannya diperlukan
ukuran-ukuran tubuh yang menjamin sikap tubuh paling alamiah dan memungkinkan
dilakukannya gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Pada posisi berdiri dengan pekerjaan
ringan, tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm dibawah siku. Agar tinggi optimum
ini dapat diterapkan, maka perlu diukur tinggi siku yaitu jarak vertikal dari lantai ke
siku dengan keadaan lengan bawah mendatar dan lengan atas vertikal. Tinggi siku
pada laki-laki misalnya 100 cm dan pada wanita misalnya 95 cm, maka tinggi meja
kerja bagi laki-laki adalah antara 90-95 cm dan bagi wanita adalah antara 85-90 cm.
Untuk menerapkan posisi kerja didalam ergonomi maka ada beberapa persyaratan
yang harus dilaksanakan antara lain :
a. Posisi duduk atau bekerja dengan duduk, ada beberapa persyaratan :
1. Terasa nyaman selama melaksanakan pekerjaannya.
2. Tidak menimbulkan gangguan psikologis.
3. Dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan memuaskan.
b. Posisi bekerja dengan berdiri :

Berdiri dengan posisi yang benar dengan tulang punggung yang lurus dan bobot
badan terbagi rata pada kedua tungkai.
Selain itu sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan,
ukuran dan penempatan mesin-mesin, penempatan alat-alat penunjuk, cara-cara harus
melayani mesin (macam gerak, arah dan kekuatan) (Sumamur, 1996).
Terdapat 3 macam posisi dalam bekerja, yaitu:
1. Kerja posisi duduk
Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan
bawah dan tangan, jarak lekuk lutut dan garis punggung, serta jarak lekuk lutut dan
telapak kaki. Posisi duduk pada otot rangka (musculoskletal) dan tulang belakang
terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari
nyeri dan cepat lelah (Santoso, 2004).
Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau
berbaring, jika posisi duduk tidak benar. Tekanan posisi tidak duduk 100%, maka
tekanan akan meningkat menjadi 140% bila sikap duduk tegang dan kaku, dan
tekanan akan meningkat menjadi 190% apabila saat duduk dilakukan membungkuk
kedepan. Oleh karena itu perlu sikap duduk yang benar dapat relaksasi (tidak statis)
(Nurmianto dalam Santoso, 2004).
Sikap kerja yang baik dengan duduk yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap
tubuh dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lordosa pada pinggang
dan sedikit kifosa pada punggung dimana otot-otot punggung menjadi terasa enak dan
tidak menghalangi pernafasan. Pekerjaan sejauh mungkin dilakukan sambil duduk.
Keuntungan bekerja sambil duduk adalah sebagai berikut: kurangnya kelelahan pada
kaki, terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah, berkurangnya pemakaian energi,
dan kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah (Sumamur, 1989).
Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf
belakang dari pada sikap duduk yang condong kedepan. Kenaikan tekanan tersebut
dapat meningkat dari suatu perubahan dalam suatu lekukan tulang belakang pada saat
duduk. Suatu keletihan pada pinggul sekitar 90o tidak akan dicapai hanya dengan
rotasi dari tulang pada sambungan paha.
Urat-urat lutut dan otot gluteal pada bagian belakang paha dihubungkan sampai
bagian belakang pinggul dan menghasilkan suatu rotasi parsial dari pinggul (pelvis),
termasuk tulang ekor atau (sacrum). Hal tersebut hanya menghasilkan 60o-90o
kelebihan putar pinggul dengan rotasi pada persendian tulang paha itu sendiri. Oleh
sebab itu perolehan 30o dari rotasi pinggul searah dengan lekukan tulang belakang
(lordosis) dan bahkan memperkenalkan suatu lekukan tulang belakang kearah depan
(kyphosis). Lihat gambar berikut:

Gambar 1. Rotasi pinggul (pelvis) pada posisi duduk


2. Kerja posisi berdiri
Ukuran tubuh yang penting dalam bekerja dengan posisi berdiri adalah tinggi badan
berdiri, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, panjang lengan. Bekerja dengan posisi

berdiri terus menerus sangat mungkin akan mengakibatkan penumpukan darah dan
beragai cairan tubuh pada kaki dan ini akan membuat bertambahnya biola berbagai
bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai, seperti pembersih (clerks), dokter gigi,
penjaga tiket, tukang cukur pasti memerlukan sepatu ketika bekerja (Santoso, 2004).
Apabila sepatu tidak pas maka sangat mungkin akan sobek dan terjadi bengkak pada
jari kaki, mata kaki, dan bagian sekitar telapak kaki. Sepatu yang baik adalah yang
dapat manahan kaki (tubuh) dan kaki tidak direpotkan untuk menahan sepatu, desain
sepatu harus lebih longgar dari ukuran telapak kaki dan apabila bagian sepatu dikaki
terjadi penahanan yang kuat pada tali sendi (ligaments) pergelangan kaki, dan itu
terjadi dalam waktu yang lama, maka otot rangka akan mudah mengalami kelelahan
(Santoso, 2004).
Beberapa penelitian telah berusaha untuk mengurangi kelelahan pada tenaga kerja
dengan posisi berdiri, contohnya yaitu seperti yang diungkapkan Granjean (dalam
Santoso, 2004) merekomendasikan bahwa untuk jenis pekerjaan teliti, letak tinggi
meja diatur 10 cm di atas siku. Untuk jenis pekerjaan ringan, letak tinggi meja diatur
sejajar dengan tinggi siku, dan untuk pekerjaan berat, letak tinggi meja diatur 10 cm
di bawah tinggi siku (Santoso, 2004).
3. Membungkuk
Berdasarkan penelitian bahwa tenaga kerja bubut yang telah terbiasa bekerja dengan
posisi berdiri tegak dirubah menjadi posisi setengah duduk tanpa sandaran dan
setengah duduk dengan sandaran menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat
kelelahan otot biomekanik antar kelompok (Santoso dalam Romanenko, 2004). Yang
mana posisi kerja yang baik adalah bergantian antara posisi duduk dan posisi berdiri,
akan tetapi antara posisi duduk dan berdiri lebih baik dalam posisi duduk
(Romanenko dalam Sumamur, 1989).
Hal itu dikarenakan sebagian berat tubuh disanggah oleh tempat duduk juga konsumsi
energi dan kecepatan sirkulasi lebih tinggi dibandingkan tiduran, tetapi lebih rendah
dari pada berdiri. Posisi duduk juga dapat mengontrol kekuatan kaki dalam pekerjaan,
akan tetapi harus memberi ruang yang cukup untuk kaki karena bila ruang yang
tersedia sangat sempit maka sangatlah tidak nyaman.
2.2 Konsep Membungkuk
2.2.1 Definisi
Membungkuk adalah posisi tubuh dimana tulang punggung melengkung ke depan
melebihi batas normal yaitu lebih dari 40 derajat.
2.2.2 Cara Mengatasi Tulang Bungkuk
a. Pertama, Satu hal yang pasti adalah mengurangi duduk, cobalah untuk lebih banyak
berdiri sehingga tubuh bagian bawah mampu melakukan peregangan otot. Biasakan
bangun setiap duduk selama 15 menit dan melakukan peregangan secara teratur untuk
membantu melebarkan bahu sehingga tidak condong ke depan dan dapat
meningkatkan fleksibilitas.
b. Kedua, latihlah berdiri dan duduk dengan posisi lutut membentuk sudut 90
derajat dengan tulang belakang lurus serta letak pundak dan bahu yang tegak dengan
kedua telapak kaki menempel di lantai.

c.

Ketiga, Lakukan latihan dengan posisi tubuh terlentang lalu tekuk kedua lutut hingga
ke dada, tahan posisi ini selama 30-60 detik
d. Keempat, Selanjutnya letakkan kedua lutut dan tangan dilantai seperti posisi ingin
push up, lalu angkat satu lutut ke atas. Lakukan posisi ini secara bergantian untuk
kedua lutut hingga merasa lebih baik.

2.3 Konsep Peningkatan


Kata meningkatkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kata kerja
dengan arti antara lain:
1. Menaikkan (derajat, taraf, dsb), mempertinggi, memperhebat (produksidsb)
2. Mengangkat diri, memegahkan diri.
Sedangkan menurut Moeliono seperti yang dikutip dari Sawiwati, peningkatan
adalah sebuah cara atau usaha yang dilakukan untukmendapatkan keterampilan atau
kemampuan menjadi lebih baik. Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa didalam makna kata meningkatkan tersirat adanya unsur proses
yang bertahap, dari tahap terendah, tahap menengah dan tahap akhir atau tahap
puncak.
Menurut Adi. D (2001), dalam kamus bahasanya istilah peningkatan berasal dari
kata dasar tingkat yang berarti lapis dari sesuatu yang bersusun dan peningkatan
berarti kemajuan.
Menurut kamus bahasa Indonesia, peningkatan adalah proses, cara, perbuatan
meningkatkan (usaha, kegiatan, dsb).
Peningkatan adalah upaya untuk menambah tingkat, derajat, kualitas ataupun
kuantitas. Peningkatan suatu besaran dalam Fisika yang dipengaruhi oleh besarnya
kecepatan waktu yang ditempuh (Ikawidiasih.blog).
2.4 Konsep Intensitas
Menurut bahasa, intensitas berasal dari bahasa Inggris yaitu Intensity yang berarti
kemampuan, kekuatan, gigih atau kehebatan. Intensitas juga diartikan sebagai kata
sifat dalam kamus ilmiah popular dengan kata intensif yang berarti (secara) sunguh sungguh, tekun, giat, sedangkan pengertian intensity (intensitas) menurut kamus
Psikologi ialah kekuatan yang mendukung suatu pendapat atau suatu sikap.
Menurut Corsini (2002) kata Intensitas adalah keadaan (tingkatan, ukuran)
intensitasnya (kuat dan hebat) dan sebagainya. Intensitas berarti: 1. Hebat atau sangat
kuat (rentang kekuatan efek). 2. Tinggi (tentang mutu). 3. Bergelora, penuh semangat,
berapi-api, berkobar-kobar (tentang perasaan). 4. sangat emosional (tentang orang).
Menurut Depdikbud (1998) intensitas didefinisikan sebagai The Quantitative
Value Of Stimulus.
Berdasarkan pengertian diatas, intensitas dapat diartikan sebagai seberapa besar
respon individu atas suatu stimulus yang diberikan kepadanya ataupun seberapa
tingkatannya. Dalam penelitian ini, istilah intensitas diartikan sebagai seberapa besar

tingkatan nyeri yang dirasakan oleh petani yang posis kerjanya cenderung
membungkuk.
2.5 Konsep Nyeri
2.5.1 Definisi
Menurut Ignataviciuus (1991) Nyeri adalah suatu sensori yang tidak
menyenangkan dari suatu emosional disertai kerusakan jaringan secara aktual maupun
potensial atau kerusakan jaringan secara menyeluruh.
Nyeri adalah suatu mekanisme protektif bagi tubuh, nyeri timbul bilamana
jaringan rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa
nyeri tersebut.
Menurut Ganong (1990) nyeri dinamakan penggiring psikis bagi refleks
pelindung , yang menentukan rangsang nyeri, umumnya menimbulkan gerakan
mengelak dan menghindar yang kuat, diantaranya perasaan karena mengandung unsur
emosional yang khas.
2.5.2 Tipe dan Karaketristik Nyeri
Tipe nyeri terbagi menjadi lima, yaitu nyeri berdasarkan durasi, nyeri berdasarkan
intensitas, nyeri berdasarkan transmisi, nyeri berdasarkan sumber atau asal nyeri, dan
penyebab nyeri.
a. Nyeri Berdasarkan Durasi
No.
Nyeri Akut
Nyeri Kronis
1.
Peristiwa baru, tiba tiba, durasi Pengalaman nyeri yang menetap
singkat.
atau kontinu selama lebih dari
enam bulan.
2.
Berkaitan dengan penyakit akut Intensitas nyeri sukar untuk
seperti operasi, prosedur pengobatan diturunkan.
atau trauma.
3.
Sifat nyeri jelas dan besar Sifatnya kurang jelas dan kecil
kemungkinan untuk hilang.
kemungkinan untuk sembuh atau
hilang.
4.
Timbul akibat stimulus langsung Rasa nyeri biasanya meningkat.
terhadap rangsang noksius, misalnya
mekanik dan inflamasi.
5.
Umumnya bersifat sementara, yaitu Dikategorikan sebagai:
sampai dengan penyembuhan.
a. Nyeri kronis maligna, jika nyeri
berhubungan dengan kanker atau
penyakit progresif lainnya.
b. Nyeri kronis non-maligna, jika
nyeri akibat kerusakan jaringan
non-progresif lalu yang telah
mengalami penyembuhan.
6.
Area nyeri dapat diidentifikasi, rasa Area
nyeri
tidak
mudah
nyeri dapat berkurang.
diidentifikasi.
a. Berdasarkan Intensitas

Berdasarkan intensitas, nyeri digolongkan nyeri berat, nyeri sedang, dan nyeri
ringan. Untuk mengukur intensitas nyeri yang dirasakan seseorang, dapat digunakan
alat bantu yaitu dengan skala nyeri. Skala nyeri yang umum digunakan adalah cara
Mc.Gill dengan menggunakan skala 0-5 (0= tidak ada nyeri, 1= nyeri ringan, 2= tidak
menyenangkan, 3= mengganggu, 4= menakutkan, 5= sangat menakutkan). Skala ini
disebut dengan The Present Pain Intensity.
Pengkajian yang lebih sederhana dan mudah dilakukan adalah menggunakan
skala 0-10, yaitu analog visual skala dengan cara menyatakan sejauh mana nyeri yang
dirasakan klien.
Rentang Skala Nyeri:

b. Berdasarkan Transmisi
1. Nyeri Menjalar
Terjadi pada bidang yang luas dan pada struktur yang terbentuk dari embrionik
dermatom yang sama.
2. Nyeri Rujukan (Reffered Pain)
Nyeri yang bergerak dari suatu daerah ke daerah yang lain.
c. Berdasarkan Sumber atau Asal Nyeri
Karakteristik
Jenis Nyeri
Viseral
Somatis
Superfisial
Dalam
Kualitas
Tajam, menusuk, Tajam,
tumpul, Tajam, tumpul,
dan membakar
dan nyeri terus nyeri tonus, dan
menerus
kejang.
Lokalisasi
Baik
Jelek
Jelek
Menjalar
Tidak
Tidak
Ya
Stimulus
Torehan,
abrasi Torehan,
panas, Distensi, iskemi,
panas, dan dingin. iskemi, pergeseran spasme,
iritasi
tulang.
kimia (tidak ada
torehan)
Reaksi aktual
Tidak
Ya
Ya
Refleks kontraksi Ya
Ya
Ya
otot
d. Berdasarkan Penyebab
Menurut penyebabnya, nyeri dibagi menjadi enam kriteria seperti berikut ini:
1.Termik, disebabkan oleh perbedaan suhu yang ekstrim.
2.Kimia, disebabkan oleh bahan atau zat kimia.
3.Mekanik, disebabkan oleh trauma fisik atau mekanik.
4.Elektrik, disebabkan oleh aliran listrik.
5.Psikogenik, nyeri yang tanpa diketahui adanya kelainan fisik, bersifat psikologis.

6.Neurologik, disebabkan oleh kerusakan jaringan syaraf.

a.

b.
1.
2.
3.
c.
1.
2.
3.
4.

2.5.3 Pengkajian Nyeri


P: Titik nyeri berasal
Pada bagian mana rasa nyeri mulai terasa? (tunjuk dengan jari telunjuk).
Kapan rasa nyeri mulai tersa?
Apa yang Anda kerjakan pada saat rasa nyeri mulai terasa?
Apakah rasa nyeri menyebar?
A: Faktor faktor yang mempengaruhi
Apakah yang dapat membuat rasa nyeri menjadi berkurang?
Apakah yang membuat nyeri semakin terasa nyeri?
Apakah nyeri yang serupa pernah terjadi sebelumnya? Bila ya, apa yang terjadi?
Apakah anda minum obat obatan penghilang rasa nyeri?
Apakah anda merasa cemas saat merasa nyeri?
I: Intensitas
Bagaimana dengan skala rasa nyeri yang anda rasakan, dengan menggunakan skala
1-5, dengan satu untuk rasa nyeri tidak nyaman ringan dan lima untuk rasa nyeri yang
tidak dapat ditoleransi?
N: Sifat dari rasa nyeri
Gambaran rasa nyeri: tidak nyaman, distres, rasa terbakar, tegang, patah, dan kram.
2.5.4 Deskripsi Nyeri (PQRST)
a. Position: dapat menentukan posisi dan lokasi nyeri
b. Quality: adalah derajat kualitas nyeri seperti rasa menusuk, panas, dan
lain-lain
c. Radiation: penjalaran nyeri
d. Skala: tingkat beratnya nyeri (sering dihubungkan dengan gangguan
Activity Daily Living (ADL)
e. Timing: kapan timbulnya nyeri, apakah siang, malam, waktu istirahat, dan
lain-lain
2.6 Konsep Ekstremitas Atas
2.6.1 Anggota gerak atas:
Skapula/ tulang selangka:
1. Prosesus korakoid
2. Fosa supra scapula
3. Fosa infra scapula
4. Kavum glenoid
Klavikula/ tulang belikat:
Akromion
Ekstrimitas sternalis
Ekstrimitas akrominalis
Humerus/ tulang lengan:
Kaput humeri/kepala sendi
Kolumna humeri/lekukan pada tulang
Tuberkel mayor dan minor
Fosa olekrani/lekukan belakang

5.
6.
7.
d.
1.
2.
e.
1.
2.
f.
1.
2.
g.
1.
2.
h.
1.
2.

Fosa koronoid/lekukan depan


Kapitulum
Epikondilus lateralis
Ulna/ tulang hasta:
Prosesus olekrani
Prosesus stiloid
Radius/ tulang pengumpil:
Kaput radialis
Tuberositas radialis
Karpal/ pergelangan tangan:
Baris pertama/bagian proksimal Navikular/ tulang bentuk kapalLunatum/bulan
sabitTroquetrum/segitigaFisiformis/bentuk kacang
Baris kedua/bagian distalMultingulum mayus/segi banyak Multingulum minus/segi
sedikitKapitatum/tulang berkepalaHamatum/ tulang berkait
Metakarpal/ tulang telapak tangan:
5 ruas tulang
bersendi dengan jari tangan
Falangus/ tulang jari tangan:
14 ruas tulang di bentuk dalam 5 baris tulang
Membentuk persendian dengan tulang tangan dan sendi masing-masing jari
2.6.2 Kolumna vertebralis
a. Vertebra servikalis (7 ruas)
1. Ruas pertama = tulang atlas
2. Ruas kedua = aksis (epistropeus)
3. Ruas ketujuh = vertebra prominans
b. Vertebra torakalis (12 ruas)
1. Badan ruas
2. Lengkung ruas : Pros. SpinosusPros. transversus
c. Vertebra lumbalis (5 ruas)
1. Ruas kelima = promontium
d. Vertebra sakralis (5 ruas)
1. Lubang kecil = foramen sakralis
e. Vertebra koksigitalis (4 ruas)
1. Menjadi 1 buah tulang
2. Persendian dengan tulang sacrum
2.6.3 Kerangka dada
a. Os sternum/ tulang dada
1. Manubrium sterni
2. Korpus streni
3. Prosesus xifoid
b. Os kosta/ tulang iga
1. Kosta vera/ tulang iga sejati
2. Kosta spuria/ tulang iga tidak sejati
3. Kosta fluitante/iga melayang

BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Posisi kerja membungkuk pada petani usia diatas 45 tahun
Aktivitas petani yang sering di lakukan adalah mengolah lahan, pembibitan,
pemupukan, dan perawatan hama. Aktivitas yang dilakukan petani rata-rata dalam
posisi tubuh membungkuk. Membungkuk adalah posisi tubuh dimana tulang
punggung melengkung ke depan melebihi batas normal yaitu lebih dari 40 derajat,
atau yang juga biasa disebut kelaianan kifosis yaitu salah satu kelainan pada sistem
muskuoskeletal yang terjadi pada tulang belakang manusia. Pembungkukan ini
ditandai dengan penurunan tinggi badan karena bentuk tubuh menjadi tidak normal,
yakni melengkung ke depan lebih dari 40 derajat.
Posisi kerja membungkuk pada petani yang usia di atas 45 tahun akan
menyebabkan petani mengalami kelainan pada sistem muskuloskeletal yang biasa di
sebut dengan kifosis. Kelainan ini terjadi akibat kebiasaan posisi kerja yang salah,
lama atau waktu terjadinya membungkuk, dan umur (semakin tua akan semakin
beresiko megalami kifosis). Dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara umur dan lamanya bekerja sebagai petani dengan aktivitas yang biasa
dilakukan di lahan yang sebagaian besar dilakukan dengan posisi tubuh membungkuk,
yang sering dapat menekan ruas tulang belakang dan menimbulkan nyeri.
3.2 Peningkatan intensitas nyeri pada petani usia diatas 45 tahun
Nyeri yang dirasakan seorang petani dengan posisi kerja yang membungkuk
secara berulang akan semakin meningkat. Hal tersebut dapat menambah keadaan
nyeri yang dirasakan oleh seorang petani terutama yang berusia diatas 45 tahun.
Tanpa disadari posisi kerja yang salah serta lamanya waktu dapat menimbulkan
bentuk tubuh yang tidak lagi proposional serta peningkatan stimulus sensori abnormal
yang dapat menimbulkan nyeri yang semakin bertambah keadaannya. Kadang kadang petani membungkuk ke arah bawah, bergerak secara mendadak, memutar
tubuh dari satu sisi ke sisi yang lain. Seluruh gerakan tersebut dilakukan berkali kali

dalam jangka waktu yang panjang. Hal inilah yang dapat menyebabkan sindroma
muskuloskeletal. Walaupun bekerja dengan postur netral dapat mencegah atau
mengurangi sindroma muskuloskeletal, kebanyakan petani tidak menyadari
pentingnya manfaat sistem ergonomik dengan posisi yang baik.
3.3 Hubungan posisi kerja membungkuk pada petani usia diatas 45 tahun dengan
peningkatan intensitas nyeri pada ekstremitas atas
Usia diatas 45 tahun, merupakan usia dewasa akhir menuju ke lansia. Indonesia
merupakan Negara yang subur dengan sebagaian wilayahnya adalah perbukitan atau
pertanian. Tidak khayal jika jumlah petani di Indonesia relative banyak. Petani
menghabiskan sebagaian waktu kesehariaannya di sawah/;lading untuk bercocok
tanam, sepertui menanam atau mencangkul. Mencangkul dan menanam yang
dilakukan petani setiap harinya dilakukan dengan posisi kerja yang membungkuk,
posisi tersebut dilakukan selama kurang ebih dimulai pukul 07.00, istirahat pukul
12.00 kerja lagi pukul 13.00 dan diakhiri kira-kira pukul 15.00. waktu tersebut
dilakukan berulang setiap harinya.
Posisi tersebut berpengaruh pada kekuatan dan ketahan dari tulang yang kita
miliki terutama keadaan tulang di ekstremitas atasdimana beban semakin banyak
teraliohkan ke bagian ekstremitas atas lebih lagi pada saat mencangkul sambil
membungkuk. Hal tersebut yang akan menimbulkan nyeri yang secara terus menerus
akan lebih intens jika dilakukan berulang.

DAFTAR PUSTAKA
Lukman, Nurnah Ningsih.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal.Jakarta:Salemba Medika
Adi, D K. 2001. Kamus Praktis Bahasa Indonesia.Surabaya:Fajar Mulya

Anda mungkin juga menyukai