JGK
Vol. 2
No. 1
Halaman
1 - 57
Ungaran
Januari 2010
ISSN
1978-0346
ISSN : 1978-0346
Penanggung jawab
Editor Ahli
SEKRETARIAT
BENDAHARA
JGK diterbitkan 2 kali dalam satu tahun. Harga langganan : Rp. 25.000,Alamat Redaksi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo
Jl. Gedongsongo-Mijen, Ungaran
Tlp: 024-6925408, Fax: 024-6925408
E-mail : www.nwu.ac.id
ii
ISSN 1978-0346
Vol. 2, No. 1, Januari 2010
Daftar Isi
Mitha Purnasari
Sugeng Maryanto
Galeh S. Pontang
1-7
Puji Pranowowati
Sugeng Maryanto
8 - 12
Yuliaji Siswanto
Sri Wahyuni
13 - 18
Siti Ambarwati
Auly Tarmali
19 - 23
Sri Wahyuni
36 - 49
Sumarti
Widya Hary Cahyati
50 - 57
Qori Prasasti
Bayu Wijasena
24 - 35
iii
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus adalah sekelompok
penyakit metabolik yang dikarakteristikkan
oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan
oleh defek pada sekresi, kegiatan insulin atau
keduanya. Pada tubuh yang sehat, pankreas
melepas hormon insulin yang bertugas
mengangkut gula melalui darah ke otot-otot
dan jaringan lain untuk memasok energi.
Diabetes mellitus merupakan gangguan
metabolisme (metabolicsyndrome) distribusi
gula oleh tubuh.5
Diabetes mellitus merupakan salah satu
penyakit degeneratif yang akan meningkat
insidennya di masa mendatang. WHO
memperkirakan jumlah pengidap DM diatas
umur 20 tahun akan mencapai 300 juta orang
pada tahun 2025, artinya ada peningkatan
dua kali lipat dibandingkan jumlah pengidap
DM pada tahun 2000 yang jumlahnya
sebesar 150 juta orang.13
Penyakit
diabetes
mellitus
(DM)
menempati peringkat kedua di dunia setelah
penyakit infeksi. Dari hasil penelitian
nasional untuk penyakit degeneratif, diabetes
mellitus terletak dalam urutan keempat
setelah
penyakit
cardiovaskuler,
celebrovaskuler, dan geriatrik.16
Sekitar 90-95% dari semua kasus DM
yang terdiagnosa adalah diabetes tipe II.
Tanpa memandang gender, ras dan usia, saat
ini Indonesia memasuki epidemi DM tipe II.9
Studi yang dilakukan WHO (2005)
menemukan jumlah pengidap DM tipe II di
Indonesia mencapai peringkat keempat (8,6
juta) dan diprediksikan meningkat menjadi
21,3 juta pada tahun 2030, adapun peringkat
diatasnya adalah India (31,77 juta), Cina
(20,8 juta) dan Amerika (17,7 juta).12
Diabetes jika tidak ditangani dengan baik
akan mengakibatkan timbulnya komplikasi
pada
berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal,
jantung, pembuluh darah kaki, syaraf dll.
Dengan penanganan yang baik, komplikasi
kronik diabetes mellitus dapat dicegah atau
setidaknya dihambat perkembangannya.
Pengelolaan diabetes mellitus mencakup
terapi farmakologi dan non farmakologi .15
Terapi farmakologi berupa obat antidiabetik.
Sedangkan
terapi
non
farmakologi
diantaranya yaitu diet (pengaturan makan)
dan olah raga.13
Terapi gizi merupakan salah satu terapi
non
farmakologi
yang
sangat
direkomendasikan bagi penderita diabetes.
Tujuan dari terapi gizi adalah memperbaiki
kebiasaan gizi dan olah raga untuk
bekerja/pensiunan
Pegawai Negeri Sipil
Wiraswasta
Swasta
Jumlah
8
8
4
35
22,9
22,9
11,4
100,0
Asupan Serat
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Menurut
Konsumsi Serat.
Kategori asupan serat
N
%
Kurang : < 25 gram
27
77,1
22,9
Jumlah
35
100,0
14,3
27
77,1
Jumlah
35
100,0
Kadar
glukosa
darah
puasa
responden berkisar antara 91 sampai 339
mg/dl dengan rerata 179,26 68,35.
Berdasarkan tabel 5.5, sebagian besar
(77,1%) responden mempunyai kadar
glukosa darah puasa masih termasuk kategori
tinggi dibandingkan anjuran untuk pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2, yaitu 80-125
mg/dl.
Pada penelitian ini kadar glukosa darah
yang diukur adalah kadar glukosa darah
puasa karena kadar glukosa darah puasa
dapat memberikan gambaran tentang
homeostasis glukosa keseluruhan. Kadar
glukosa darah puasa adalah konsentrasi
glukosa dalam darah yang dinyatakan dalam
satuan mg/dl yang diukur setelah melakukan
puasa selama 8-10 jam. Pemeriksaan kadar
glukosa
darah
puasa
responden
menggunakan uji strip dengan metode
enzimatik (glukosa oksidase).10
Berdasarkan
hasil
penelitian
pengukuran rerata kadar glukosa darah puasa
sampel adalah 179,26 mg/dl, kadar glukosa
minimum 91 mg/dl dan maksimum 339
mg/dl. Hasil pengukuran kadar glukosa darah
puasa sebanyak 77,1% termasuk dalam
kategori tinggi. Tingginya kadar glukosa
darah merupakan masalah yang serius karena
dapat menyebabkan timbulnya penyulit pada
berbagai organ tubuh, seperti pada pembuluh
darah otak (stroke), pembuluh darah mata,
(dapat terjadi kebutaan), pembuluh darah
jantung
(penyakit
jantung
koroner),
pembuluh darah ginjal (penyakit ginjal
kronik), dan pembuluh darah kaki (luka sukar
sembuh).17
Peningkatan kadar glukosa darah dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu tinggi
asupan energi, rendah asupan serat, obesitas,
dan kebiasaan olah raga .17 Pemantauan kadar
glukosa darah bagi penyandang DM
merupakan hal yang penting dan sebagai
bagian dari pengelolaan DM. Hasil
pemantauan tersebut digunakan untuk
menilai manfaat pengobatan dan sebagai
pegangan
penyesuaian
diet,
latihan
jasmani/aktivitas fisik dan obat-obatan untuk
mencapai kadar glukosa darah senormal
mungkin serta terhindar dari berbagai
penyulit.8
Penyandang DM dengan kadar glukosa
darah tidak terkendali mempunyai risiko
untuk terjadinya penyakit jantung koroner
dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali
lebih besar, 5 kali lebih mudah menderita
ulkus/gangren, 7 kali lebih mudah mengidap
gagal ginjal terminal, dan 25 kali lebih
mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan
retina.17
Hubungan Antara Asupan Serat Dengan
Kadar Glukosa Darah
Berdasarkan uji normalitas data
diketahui bahwa asupan serat normal
sedangkan kadar glukosa darah puasa tidak
normal sehingga uji statistik yang digunakan
yaitu Kendall Taul (). Berikut ini disajikan
tabel yang menampilkan hasil uji statistik
hubungan asupan serat dengan kadar glukosa
darah puasa.
Tabel 6. Hasil Uji Statistik Hubungan
Asupan Serat Dengan Kadar Glukosa
Darah Puasa
Variabel (mg/dl)
Asupan serat (gr)
Kadar GDP
p
-0,485
0,0001
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagian
besar
responden
mempunyai asupan serat yang kurang
(77,1%) dan kadar glukosa darah puasanya
tinggi yaitu 126 (Sebagian besar responden
(77,1%).
Ada hubungan antara asupan serat
dengan kadar glukosa darah pada penderita
diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja
Puskesmas Tlogowungu Kabupaten Pati.
Bagi pasien diabetes mellitus
dianjurkan untuk selalu mengkonsumsi
makanan yang mengandung serat terutama
11.
12.
13.
PENDAHULUAN
Industri dan produknya mempunyai
dampak yang positif dan negatif kepada
manusia. Di satu pihak akan memberikan
keuntungan berupa memberikan lapangan
pekerjaan, dan akhirnya meningkatkan
ekonomi dan sosial masyarakat. Di pihak
lain akan timbul dampak negatif karena
pajanan zat-zat yang terjadi pada proses
industrialisasi atau oleh karena produk hasil
industri tersebut. Pajanan zat-zat tersebut
mempengaruhi kesehatan lingkungan antara
lain berupa pencemaran udara. 1
Pencemaran udara dapat berupa
partikel atau gas hasil dari proses industri
yang dapat menimbulkan berbagai penyakit
dan gangguan fungsi tubuh. Penyakit dan
kelainan yang timbul akibat pajanan zat-zat
tersebut bervariasi tergantung pada organ
yang terkena dan tingkat pajanan yang
terjadi. Gangguan pada organ tubuh dapat
menimbulkan kelainan kulit, gangguan
2.
3.
Karakteristik
Pendidikan
a. Tidak tamat SD
b. Tamat SD
c. Tamat SMP
Umur
a. 30 tahun
b. > 30 tahun
Masa Kerja
a. Normal
b. Gemuk
Jumlah
Persentase
(%)
15
21
9
33,33
46,67
20,00
13
32
28,89
71,11
23
22
51,11
48,89
Frekuensi
32
13
45
Persentase
(%)
71,11
28,89
100,00
Fungsi paru
Penyakit paru dapat dilihat secara
subyektif dari tanda dan gejala penyakit
pernafasan yaitu batuk, sputum yang
berlebihan, batuk darah, sesak nafas dan
nyeri dada.9
Hal ini juga dapat dilihat bahwa
responden yang mengalami batuk ada 33
responden (73,3%). Batuk merupakan suatu
refleks protektif yang timbul akibat iritasi
percabangan trakeobronkial. Kemampuan
untuk batuk merupakan mekanisme yang
penting untuk membersihkan saluran nafas
bagian bawah. Batuk merupakan gejala yang
paling umum dari penyakit pernafasan.
Inhalasi debu, asap dan benda-benda kecil
merupakan penyebab paling sering dari
batuk.10
Responden yang mengeluarkan dahak
atau sputum ada 28 responden (62,2%).
Sputum merupakan mukus yang berlebihan
pada saluran pernafasan. Pembentukan
mukus
yang
berlebihan
disebabkan
gangguan fisik, kimia atau infeksi pada
10
Frekuensi
8
19
2
16
Persentase
(%)
17,78
42,22
4,44
35,56
45
100,0
kapasitas
fungsi
paru
menunjukkan
hubungan yang sedang.
Inhalasi debu atau partikel dalam
paru-paru akan menimbulkan reaksi fibrosis.
Debu
merusak
makrofag
yang
memfagositosis
debu
tersebut
dan
mengakibatkan
pembentukan
nodula
fibrotik. Fibrosis yang luas timbul akibat
penyatuan nodula-nodula fibrotik. Fibrosis
yang luas akan mengakibatkan elastisitas,
kapasitas total, kapasitas vital dan volume
residu paru berkurang sehingga timbul
penyakit paru.9
Partikel yang terkandung dalam asap
kebakaran mempunyai potensi merusak
sistem mukosilier (silia pada mukosa yang
berfungsi mengeluarkan benda asing) dan
merangsang proses fibrosis jaringan paru
dan dapat menimbulkan kerusakan paru
seperti bronkhitis kronik, emphisema serta
fibrosis paru akibat partikel polutan dan
mengandung kristal partikel dalam jaringan
paru yang dikenal dengan pneumokoniosis.12
KESIMPULAN
1. Rata-rata pajanan partikel dalam
asap yang terhirup responden 2,19
mg/m3
2. Penurunan nilai FEV1 pada
pengrajin
pengasapan
ikan
menunjukkan penurunan rata-rata
FEV1 adalah 737,8 ml
3. Ada hubungan antara induksi
partikel terhirup dalam asap dengan
kapasitas fungsi paru dengan nilai
p=0,002
SARAN
1. Ruangan
pengasapan
ikan
hendaknya diberi ventilasi sehingga
asap bisa keluar dari ruangan
2. Hendaknya
membuat
exhaust
ventilation yang berfungsi untuk
menghisap asap hasil pengasapan
ikan.
3. Pengrajin
pengasapan
ikan
diharapkan
memakai
masker
sehingga dapat mengurangi pajanan
partikel dalam asap yang terhirup
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunnegoro, H . Diagnosis dan
penilaian cacat pada penyakit paru
kerja. Dewan keselamatan dan
Kesehatan Kerja Nasional, Jakarta,
2006
2. Yunus, F. Diagnosis Penyakit Paru
Kerja.Cermin Dunia Kedokteran
No 74 Tahun 1992.diakses dari
http://www.kalbe.co.id
3. Hicks
GH.
Ventilation.
In:
Cardiopulmonary anatomy and
physiology. Philadelphia: W.B.
Saunders Company; 2000
4. Yunus, F. Dampak debu industri
pada
paru
pekerja
dan
pengendaliannya. Cermin Dunia
Kedokteran No 115 Tahun 1997.
diakses dari http://www.kalbe.co.id
5. Aditama, TY. Penilaian Polusi
Udara.
Jurnal
Respirologi
Indonesia Vol 19 No 1 Januari
1999
6. Sumanto, Hubungan lama kerja di
ruang pengasapan dengan fungsi
12
Latar Belakang : Sampai sekarang angka kematian maternal dan perinatal di Indonesia masih
cukup tinggi. Salah satu penyebab tingginya kematian maternal dan perinatal di Indonesia dan
negara-negara berkembang lainnya adalah akibat persalinan lama. Ada tiga faktor utama penyebab
persalinan lama yaitu faktor tenaga (power), jalan lahir (passage) dan janin (passanger). Sampai
saat ini yang dapat dimanipulasi atau dikendalikan adalah masalah tenaga, yaitu kontraksi uterus
dan kekuatan ibu mengejan saat persalinan. Tenaga dari ibu ini dapat ditingkatkan dengan senam
hamil. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan lamanya persalian kala 2 pada ibu hamil
primigravida yang melakukan senam hamil dan tidak melakukan senam hamil di Kabupaten
Semarang.
Metode : Penelitian ini merupakan studi quasi eksperimental dengan sampel ibu hamil yang
melakukan antenatal care di bidan praktik swasta di Kabupaten Semarang. Sampel sebanyak 80
orang yang memenuhi kriteria inklusi, 40 sampel melakukan latihan senam hamil sampai saat
melahirkan dan 40 sampel lainnya tanpa latihan senam hamil (kontrol). Hasil yang didapat
dibandingkan dan diuji statistik menggunakan uji Mann-Whitney.
Hasil : Rerata lama persalinan kala 2 kelompok ibu yang senam hamil lebih rendah dibandingkan
kelompok ibu yang tidak melakukan senam hamil, yaitu 37,05 15,91 berbanding 50,77 23,77
menit. Lama persalinan kala 2 kelompok ibu yang senam hamil lebih singkat dibandingkan
kelompok ibu yang tidak melakukan senam hamil (p=0,007).
Kesimpulan : Lama persalinan kala 2 kelompok ibu yang senam hamil lebih singkat secara
statistik dibandingkan kelompok ibu yang tidak melakukan senam hamil (p=0,007), jadi dapat
disimpulkan bahwa senam hamil berpengaruh terhadap lamanya persalinan kala 2.
Kata kunci : senam hamil, lama persalinan kala 2, hamil normal
PENDAHULUAN
Kehamilan
dan
persalinan
menimbulkan resiko kesehatan yang besar,
termasuk bagi perempuan yang tidak
mempunyai masalah kesehatan sebelumnya.
Sekitar 40% dari ibu hamil mengalami
masalah kesehatan yang berkaitan dengan
kehamilan, dan 15% dari ibu hamil
menderita komplikasi jangka panjang atau
yang mengancam jiwa(1). Seperempat dari
wanita pada usia reproduksi di negara
berkembang mengalami kesulitan yang
berhubungan dengan kehamilan, persalinan,
dan masa nifas(2). Menurut data dari World
Health Organizations (WHO) pada tahun
2003, Indonesia tercatat sebagai negara yang
memiliki angka kematian ibu (AKI) tertinggi
13
14
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama 5
bulan di wilayah Kabupaten Semarang
dengan jenis penelitian kuasi-eksperimental.
Populasi dan sampel pada penelitian ini
terdiri dari kelompok eksperimental (senam
hamil) dan kelompok kontrol (tidak senam
hamil).
1. Populasi Rujukan.
Populasi rujukan pada penelitian ini adalah
ibu hamil di wilayah Kabupaten
Semarang.
2. Populasi Studi.
Populasi studi adalah ibu hamil yang
melakukan antenatal care di
pelayanan kesehatan (bidan praktik
swasta) yang ada di wilayah
Kabupaten Semarang.
3. Besar Sampel.
Pada penelitian ini ingin dihasilkan
derajat kepercayaan 95% dengan power
uji 80% sehingga dengan rumus : (11)
b.
Kriteria Inklusi :
1) Ibu hamil primigravida dengan
umur kehamilan 28 minggu
2) Berumur 20 35 tahun.
3) Tinggi badan 145 cm.
Kriteria Eksklusi :
1) Ibu hamil dengan kelainan
jalan lahir, kelainan letak janin,
dan letak plasenta di bawah
berdasarkan hasil USG.
2) Ibu hamil dengan anemia dan
eklamsi.
3) Bayi yang dilahirkan pre-term.
4) Tafsiran berat badan bayi
4000 gram berdasarkan hasil
USG terakhir.
5) Ibu hamil yang mengalami
depresi
15
Kelompok senam
26,03 3,20
Kelompok tidak
senam
25,08 3,31
Uji Statistik*
t
p
-1,682
0,097
37,05 15,91
Lamanya
proses
persalinan
dipengaruhi oleh banyak faktor, salah
satunya adalah faktor tenaga ibu (power).
Tenaga ibu di sini adalah kontraksi uterus
dan kekuatan ibu mengedan. Senam hamil
merupakan salah satu bentuk olah raga yang
bertujuan untuk membantu wanita hamil
memperoleh power yang baik, sehingga
dapat memperlancar proses persalinannya.
Latihan senam hamil yang teratur, jika tidak
terdapat keadaan patologis akan dapat
menuntun wanita hamil ke arah persalinan
yang fisiologis(6).
Senam hamil bertujuan untuk dapat
melakukan
tugas persalinan
dengan
kekuatan dan kepercayaan diri sendiri di
bawah bimbingan
penolong menuju
persalinan normal (fisiologis). Keadaan
prima akan diperoleh melalui senam hamil,
dengan melatih dan mempertahankan
50,77 23,77
p*
0,007
16
17
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
DAFTAR PUSTAKA
12.
1.
2.
3.
13.
14.
15.
18
ABSTRAK
Stroke merupakan penyakit neurologi yang serius dengan serangan akut yang dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat ataupun kecacatan seumur hidup. Terjadinya stroke
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus,
displidemia, umur, jenis kelamin, genetik kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik,
obesitas, kontrasepsi oral dan stress. Di RSD Dr. Raden Soedjati Purwodadi tercatat 3 tahun
terakhir kejadian stroke mengalami peningkatan yaitu 154 kasus (2004), 162 kasus (2005) dan 167
kasus (2006). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan
dengan kejadian stroke.
Penelitian ini adalah penelitian penjelasan menggunakan metode analitik observasional
dengan pendekatan kasus kontrol. Sampel dalam penelitian untuk kasus adalah pasien penyakit
stroke, sedangkan untuk kontrol adalah pasien yang tidak menderita penyakit stroke. Jumlah
sampel untuk kasus dan kontrol masing-masing adalah 66 orang, diambil secara Purposive
Sampling. Analisis yang digunakan adalah uji Chi Square, sedangkan untuk mengetahui besar
risiko digunakan OR (Odd Rasio).
Dari hasil penelitian ini didapatkan ada hubungan antara umur (p= 0,003, OR= 3,121),
kebiasaan merokok (p= 0,003, OR = 3,121), konsumsi alkohol (p= 0,025, OR= 2,800), aktifitas
fisik (p= 0,021, OR=10,263), dan obesitas (p= 0,032, OR= 2,328) dengan kejadian stroke, tetapi
jenis kelamin tidak ada hubungan dengan kejadian stroke (p= 0,478, OR = 1,372).
Terdapat 5 faktor yang berhubungan dengan kejadian stroke yaitu umur, jenis kelamin,
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, aktifitas fisik, dan obesitas.
Perlu meningkatkan perilaku hidup sehat dan lebih memperhatikan faktor risiko kejadian stroke,
sehingga diharapkan insiden stroke berkurang.
Kata kunci
PENDAHULUAN
Stroke merupakan salah satu masalah
kesehatan yang serius karena merupakan
penyebab kematian terbesar ketiga setelah
penyakit jantung dan kakier. Faktor risiko
stroke meliputi factor risiko yang tidak dapat
diubah (seperti jenis kelamin, usia,genetic,
ras) dan faktor risiko yang dapt dirubah
(seperti hipertensi, penyakit jantung,
diabetes melitus, displidemia, obesitas,
merokok, alkohol berlebih, kontrasepsi oral).
Menurut hasil survey sosial ekonomi
nasional (Susenas) tahun 2000, diperoleh
data bahwa di Indonesia terdapat 80%
perokok pada usia 10 tahun keatas dan
berdasarkan penelitian Lasmawati (1999),
didapatkan bahwa merokok berisiko 3,4 kali
dibandingkan tidak merokok dan menurut
19
Analisa
data
digunakan
dengan
menggunakan program SPSS for windows
versi 10,0. Untuk melihat adanya hubungan
antara dua variable dilakukan analisis
dengan menggunakan uji chi square .
HASIL PENELITIAN
Analisa Univariat
Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah umur, jenis kelamin, kebiasaan
merokok, konsumsi alkohol, aktifitas fisik
dan obesitas. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa proporsi umur responden > 55 tahun
(62,1%)
lebih tinggi dengan umur
responden < 55 tahun (37,9%). Untuk jenis
kelamin menunjukkan bahwa jenis kelamin
responden laki-laki (59,8%) lebih banyak
dari pada responden jenis kelamin
perempuan (40,2%). Untuk ressponden yang
merokok (56,1%) lebih banyak daripada
yang tidak merokok (43,9%). Untuk
responden yang tidak mengkonsumsi
alkohol (75,8%) lebih banyak daripada yang
mengkonsumsi alkohol (24,2%). Untuk
responden yang tidak berolah raga ( 92,4%)
lebih banyak daripada yang berolah raga
(7,6%) dan untuk responden yang tidak
obesitas (61,4%) lebih banyak dari pada
yang obesitas (38,6%).
Sedangkan sebagai variable dependen dalam
penelitian ini adalah kejadian stroke yaitu
penderita penyakit stroke dan penderita
yang tidak stroke.
Analisa Bivariat
Hubungan antara faktor risiko dengan
kejadian stroke
Hasil analisis statistik bivariat
hubungan antara variable bebas dengan
kejadian stroke dapat dilihat pada table
berikut ini :
20
X
6,310
Nilai p
0,020
OR
2,510
95% CI
1,215-5,185
Keterangan
Ada hubungan
0,788
0,478
1,372
0,682-2,758
Tidak ada
hubungan
9,965
0,003
3,121
1,524-6,393
Ada hubungan
5,940
0,025
2,800
1,202-6,521
Ada hubungan
6,925
0,021
10,263
1,261-83,507
Ada hubungan
5,400
0,032
2,328
1,134-4,778
Ada hubungan
21
KESIMPULAN
1. Faktor risiko yang berhubungan
dengan kejadian stroke adalah umur
(OR= 2,510; CI 95%=1,215-5,185),
kebiasaan merokok (OR=3,121;CI
95%=1,524-6,393),
konsumsi
alkohol (OR=0,025; 95%CI=1,2026,521),
aktifitas
fisik
(OR=0,021;95%CI=1,261-83,507)
dan
obesitas
(OR=0,032;95%CI=1,134-4,778).
2.
Faktor
risiko
yang
tidak
berhubungan dengan
kejadian
stroke adalah faktor umur (
OR=1,372;95%CI=0,682-2,758)
SARAN
1. Peningkatan prenyuluhan kesehatan
tentang faktor risiko
2. Masyarakat agar tidak
mengkonsumsi alkoho, tidak
merokok dan melaksanakan olah
raga secara rutin/teratur
3. Perlu dilakukan penelitian yang
lebih lanjut tentang faktor risiko
terutama kebiasaan merokok,
konsumsi alkohol dan pentingnya
aktifitas fisik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anugerah, PS, (1998). Patofisiologi
Konsep Klinis Proses Penyakit.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
2. Bierman, EL, Aterosklerosis dan
Bentuk Aterosklerosis Lainnya.
Dalam Ahmad H.Asdie (Edisi
Bahasa Indonesia). Harison PrinsipPrinsip
Penyakit
Dlam.
Jakarta:EGC
3. Busta, MN, (2000), Epidemiologi
Penyakit
Tidak
Menular.
Jakarta:Rinera Cipta.
4. Dahla,P.,& Lamsusdin, R. (1998),
Diagnosis Jenis Patologis Stroke
untuk Kepentingan Penanganan
Stroke
yang
Rasional,
Yogyakarta:BKM UGM
5. Depkes RI . (2000). Panduan
Pengembangan Sistem Surveilans
Penyakit
Tidak
Menular.
Jakarta:Departemen Kesehatan.
6. Depkes
RI.
Pedoman
Pengembangan Sistem Surveilans
Perilaku
Risiko
Terpadu.
Jakarta:Departemen Kesehatan
7. Djaluadji,D., (2002). Kumpulan
Makalah Simposium Kewaspadaan
dan Pencegahan Stroke. SNF Ilmu
Penyakit Syaraf RSU Naraya
Kirana Lumajang.
8. Findley, TW, (1999). Stroke
Prevalence, Incidenci and Out
Comes In Veteran with Diabetes.
From:www.wri.med.gov/text only
htm 1-12k
9. Hastono,SP,
(1999).
Modul:
Analisa Data. Jakarta:FKM-UI
22
23
Studi Postur Kerja Pemecah Batu Ditinjau Dari Segi Ergonomi Di Desa
Leyangan Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang
Qori Prasasti*)
*)
Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRAK
Pemecah batu merupakan sektor informal yang menggunakan alat kerja dan cara kerja
tradisional dalam proses kerja. Resiko untuk terjadi gangguan sistem otot dan kecelakaan kerja
berkaitan erat dengan alat kerja, postur kerja yang berlangsung saat proses kerja dilakukan. Faktor
perilaku pekerja juga melatarbelakangi adanya gangguan sistem otot.
Penelitian studi postur kerja dilakukan di proyek batu galian di Desa Leyangan Kecamatan
Ungaran Kabupaten Semarang. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan postur kerja
pemecah batu ditinjau dari segi ergonomi.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif Grounded Teory, pengambilan data dilakukan dengan
metode triangulasi pada 6 partisipan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa postur kerja pemecah batu di Desa Leyangan
mengakibatkan gangguan sistem otot pada semua partisipan. Partisipan menganggap keluhan
gangguan sistem otot sebagai hal yang biasa terjadi setelah bekerja. Kesimpulan yang dapat
diambil dari penelitian bahwa perilaku dan budaya partisipan melatarbelakangi adanya postur kerja
yang tidak baik dari segi ergonomi, sehingga pekerja disarankan untuk memperhatikan cara kerja,
postur kerja, waktu istirahat, agar terhindar dari gangguan sistem otot.
Kata Kunci : Postur kerja pemecah batu, perilaku, ergonomi.
PENDAHULUAN
Pemecah batu merupakan sektor
informal yang menggunakan alat kerja dan
cara kerja tradisional dalam proses kerja.
Menurut M. Mikheev ICOHIS (1997)
menyatakan gambaran umum industri sektor
informal mempinyai ciri-ciri sebagai berikut
: mempunyai resiko bahaya pekerjaan lebih
tinggi, keterbatasan sumber daya untuk
meningkatkan kondisi lingkungan kerja dan
pengadaan pelayanan kesehatan yang
adekuat, kurangnya kesadaran terhadapa
faktor-faktor resiko kedehatan kerja, kondisi
pekerjaan yang tidak ergonomis, kerja fisik
yang berat, jam kerja yang panjang, struktur
kerja beraneka ragam, kurang nya
pengawasan manajeman pencegahan bahaya
pekerjaan dan anggota keluarga seringkali
terpajan.
International Labour Organization
(ILO) menginformasikan tentang masalah
kesehatan kerja yang mencakup angka
24
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan pendekatan dengan
pendekatan cross sectional, metode yang
digunakan adalah Grounded Teory. Metode
grounded teory atau teori dasar adalah
strategi riset yang secara teoritis mendasari
riset yang sedang dilakukan dengan
memberi teori dasar pada data yang
dikumpulkan
(Dempsey,
2002).
Pengambilan
data
penelitian
ini
menggunakan metode triangulasi dengan
wawancara terstruktur, observasi lapangan
sebagai pembanding dalam penerapan
ergonomi ditempat kerja dan lermbar
observasi survei Brief (Kusnanto, 2000).
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pekerja yang ada di wilayah
penelitian pemecah batu di Leyangan.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 6
pekerja dari 12 pekerja, pemilihan sampel
menggunakan metode theoritical sampling
non probabilistik. Metode theoritical
sampling adalah pemilihan sampel yang
sesuai dengan sasaran pengembangan teori.
Pengembangan teori yang dimaksud adalah
postur kerja pemecah batu berdasar standar
ergonomi (Kusnanto, 2000).
Penelitian ini dilaksanakan di proyek
pemecah batu Desa Leyangan Kecamatan
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Hasil Penelitian
Proyek pemecah batu yang menjadi
obyek penelitian terletak di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang.
Kondisi lingkungan kerja adalah lapang
terbuka yang berada diperbukitan. Proses
kerja dilapang terbuka menyebabkan pekerja
banyak terpapar faktor fisik lingkungan
antara lain : panas matahari, debu, getaran
dan kebisingan.
Proses
kerja
pemecah
batu
dilaksanakan
dengan
cara
tradisional/manual, monoton, peralatan kerja
tradisional lebih mengutamakan kekuatan
fisik pekerja. Jenis pekerjaan yang dilakukan
oleh pekerja termasuk kategori berat bila
dilihat dari tuntutan kerja, beban fisik dan
pemenuhan kalori kerja. Data penunjang dari
proses kerja pemecah batu dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut
25
Proses Kerja
1. Peledakan bukit
batu
2. Pembelahan
bongkahan batu
besar
3. Pengangkutan
batu
ketepian
area kerja
4. Batu
dipecah
kecil-kecil
(kerikil)
Potensi Bahaya
1. Tertimpa batu
2. Terjepit batu
3. Terkena
alat
kerja
4. Gangguan
system otot
Lama Kerja
Pengukuran
1. Penilaian
postur kerja
yang
repetitive
2. Monotonisasi
Kerja
3. Beban kerja
1-8 Jam
Tabel 2. Proses kerja pemecah batu di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Kabupaten
Semarang 2009
No
Bagian Kerja
1
2
3
4
5
Jumlah
Pekerja
4
2
3
2
1
Paparan
Fisik
Panas
Matahari
Kebisingan
Getaran
Debu
Jam Kerja
11 Jam kerja per hari, dengan
waktu istirahat pukul siang 12.0001.00
Istirahat sore pukul 14.00-15.00
Karakteristik
1
2
3
4
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Bagian Kerja
Lama Kerja
R1
R2
35
Pria
SMP
Pembelah
batu besar
3 Tahun
47
Pria
SD
Pemecah
batu besar
6 Tahun
Kode Partisipan
R3
R4
45
43
Perempuan Pria
SD
SD
Pemecah
Pembelah
batu kerikil batu besar
6 Tahun
11 Tahun
R5
40
Pria
SMP
Pemecah
batu besar
11 Tahun
<1
4
2
Waktu/Jam
1-4
8
3
R6
42
Pria
SMP
Pembelah
batu besar
11 Tahun
Berdasarkan
4
8
4
26
Tabel 5. Hasil Pengukuran Resiko Postur Kerja Yang Salah Pada Pemecah Batu di
Leyangan
Adopsi
Postur Kerja
Perputara
n Leher
Perputaran
Punggung
Jarang/
Tidak
Periodik
Sudut
Bahu/Lengan
>45 dari Badan
1
Bertahap
Sering
0
2
0
1
0
1
Keterangan
Gerakan monoton
Gerak bertahap, berhenti
untuk istirahat
Perputaran leher jarang
dilakukan
Tabel 6. Hasil Pengukuran Berat Beban Kerja Dengan Postur Menjinjing, Mengangkat,
Menarik, Mendorong Pada Pekerja Pemecah Batu di Leyangan
Waktu(Jam)
1-3
4-12
12
< 3 Kg
2
7
7
15-25 Kg
1
2
2
Frekuensi/Waktu
Selama 2 Jam, gerakan terus
dilakukan, istirahat curian 3
menit
Keterangan
Postur kerja pembelah batu besar
Posisi membungkuk 80 diatas
batu. Penekanan terjadi pada leher,
bahu, siku, punggung, lutut
Duduk
27
Frekuensi/Waktu
Mengangkat
batu
dengan beban lebih
dari 8Kg dilakukan 5
kali selamaa 12 jam
Keterangan
Cara mengangkat batu terdapat 3 postur :
1. Mengangkat belahan batu diatas bahu
kiri
2. Mengangkat dengan membungkuk
untuk memindahkan batu jarak dekat
3. Menggendong kepingan batu dalam
keranjang batu
Berdiri,
Membungkuk
Berulang kali
Duduk
Kata Kunci
R1 : Hampir 3 tahun
R2 : Enam tahun
R3 : Enam tahun
R4 : Sebelas tahun
R5 : Sebelas tahun
R6 : Sebelas tahun
R1 : Yang namanya kerja itu ya serabutan mbak, mana yang
longgar itu yang dikerjakan
R2 : Memecah batu
R3 : Memecah batu untuk kerja sambilan
R4 : Memecah batu gitu saja mbak
R5 : Memecah batu
R6 : Memecah batu
Kategori
Lama kerja
Bagian kerja
28
Kata Kunci
R1 : Dulu saya pernah mengalami kecelakaan sepeda motor. Ini
ada bekasnya di dada. Kecelakaan karena pekerjaan pernah
tertimpa batu padas dibagian bahu dan tertimpa batu
belahan pada bagian lutut kanan sampai mata kaki. Sampai
sekarang masih terasa linu.
R2 : Tidak tidak pernah sakit. Paling-paling masuk angin,
kecapaian.
R3 : Pernah terkena pecahan batu, terkena batu itu suatu hal
yang biasa
R4 : Saya pernah tertimpa batu dibagian sini (sambil menunjuk
mata kaki)
R5 : Tidak.tidak pernah sakit. Paling-paling masuk angin,
kecapaian. Yang diminta itukan sehat teruskan mbak ?
R6 : Tidaktidak sakit. Tangan saya seperti ini, penyakit apaya
mbak ? 11 tahun he mbak, tangan saya sampai keras terus
mati rasa.
Kategori
Riwayat sakit
Kata Kunci
R1 : Posisi tangan kanan menggenggam tangkai didepan tangan kanan,
posisi ayunan alat kearah kiri badan. Posisi alat (palu
besi/bodem) sebagian saja dikenakan batu
R2 : Cara membelah batu yang baik ya diletakkan terlebih dahulu.
Caranya membelah/posisi membelah ya seperti waktu kerja di
depo.
R3 : Ya seperti waktu kerja di depo mbak, saya duduk dibawah. Kalau
ada dingklik (tempat duduk kecil dari kayu) ya..dipakai, kalau
tidak ada ya duduk dibawah.
R4 : Seperti ini caranya : (memperagakan membelah batu dengan
bodem dengan arah ayunan dari samping kanan badan)
R5 : Caranya membelah batu yang baik ya diledakkan lebih dulu, baru
dibelah pakai bodem. Kemarin mbak sudah lihat kan waktu di
depo.
R6 : Begini lho mbak .. itu sudah ada srati atau syaratnya sendirisendiri.
Kategori
Postur
kerja
yang
baik
menurut
partisipan
29
Kata Kunci
R1 : Posisi yang salah itu pada posisi alat dengan batu tegak lurus,
karena batu akan terlempar ke badan, getaran bodem terasa sampai
bahu dan dada sehingga dadanya bias rusak/sakit
R2 : Posisi yang tidak baik ya saat memecah batu yang belum
diledakkan langsung dipecah dapat merusak tangan karena batu
sangat keras
R3 : Kerja itu ya seenaknya sendiri. Setiap orangkan beda-beda, kalau
kerja seperti ini enak ya dilakukan, kalu tidak enak ya nggak.
R4 : Itu kalau pekerja baru mbak yang belum terbiasaya bias salah dan
kesleo
R5 : Tidak bisa, setiap orang punya srati sendiri, yang tahu hanya
dirinya sendiri
R6 : Posisi yang tidak baik yaitu batu dibelah sebelum diledakkan
Kategori
Postur
kerja
yang tidak baik
menurut
partisipan
Kata Kunci
R1 : Tangan sampai sini (sambil menunjuk dari pergelangan tangan
sampai tengkuk) terus pinggang setelah bekerja capek semua, tapi
itu sudah biasa, paling istirahat 2 jam sudah sembuh
R2 : Tidak ..tidak pernah sakit, saya mau diapakan? Paling pegal karena
kecapaian. Capek itu hal yang biasa jadi tidak usah dirasakan.
Kadang-kadang sampai kram, nanti kalau sudah istirahat sembuh,
besuk sudah bekerja lagi
R3 : Setelah memecah batu jari-jari sampai bahu, tulang belakang
terasa pegal, capek. Kalau istirahat ya dirumah, di depo ya kerja
terus, capek berhenti
R4 : Wah tidak karuan capeknya. Pegal, capek, kadang-kadang
malah tidak dirasakan. Malam istirahat, minum jamu, pagi sudah
bisa kerja lagi
R5 : Tangan sini, pundak, panggul capeknya merata seluruh badan.
Tangan saya yang tebal ini suatu penyakit apa bukan ? walaupun
disayat tangan saya tidak keluar darahnya
R6 :Bagian bahu, tangan rasanya capek semua
Kategori
Gangguan
system
otot
akibat
postur
kerja
30
Kata Kunci
R1 : Alat kerja yang baik seperti ini mbak, yang bahanya dari besi baja
asli, terus tangkainya dari rotan/menjalin yang besar. Bodem ini
beratnya 9 Kg. Panjang 1 Meter.
R2 : Ya seperti ini buat saya sudah bagus. Beratnya kira-kira 9 Kg.
Panjang 1 m
R3 : Ya ..seperti ini sudah bagus!...Beratnya 9 Kg, panjang 1 m
R4 : Yang baik itu alat yang bahannya dari besi baja asli, tidak cacat,
terus kalau dipakai 1 minggu harus diasah di pandai besi, biar
tajam. Berat nya 9 Kg, panjang 1 m
R5 : Bagi saya seperti ini sudah baik. Besinya dari baja asli terus
tangkainya dari rotan/menjalin yang besar. Rata-rata berat besi 9
Kg, panjang 1 m
R6 :Dari besi baja asli, beratnya mantap, tidak cepat rusak. Beratnya 9
Kg, Panjang 1 m
Kategori
Alat kerja yang
baik
menurut
partisipan
Kata Kunci
R1 : Yang tidak baik bahannya bukan dari besi baja asli, karena
besinya tidak padat
R2 : Bagaimana ya mbak yang bahannya bukan dari besi baja
Kategori
Alat kerja yang
tidak
baik
menurut
partisipan
R3 : Tidak tahu lho yang rusak pasti tidak baik, katrena tidak bias
dipakai
R4 : Itu kalau alatnya tidak tajam sehingga tidak bias dipakai
R5 : Yang besinya bukan dari besi baja asli
R6 :Yang bahannya dari besi-besi biasa
9
31
PEMBAHASAN
Postur kerja
Observasi yang dilakukan peneliti
terhadap 6 partisipan menghasilkan beberapa
postur kerja atara lain : postur berdiri
kemudian membungkuk dilakukan berulang
kali, postur duduk dan postur mengangkat
beban. Postur kerja pemecah batu di
Leyangan termasuk kategori tidak baik dari
segi ergnomi.
Postur kerja berdiri dilakukan oleh
R1, R2, R4, R5 dan R6, tetapi partisipan R6
tidak menjelaskan secara rinci postur kerja
yang dilakukan karena setiap orang memiliki
srati syarat/ cara kerja sendiri-sendiri.
Rata-rata R1, R2, R4, R5 posisi tangan
kanan menggenggam tangkai bodem, posisi
ayunan alat kearah kiri badan. Posisi alat
(palu besi/bodem) sebagian saja dikenakan
batu. Berdasar hasil observasi, proses
pembelahan batu besar dilasklukan dengan
berdiri membungkuk diatas batu seraya
mengayunkan bodem.
Postur
kerja
berdiri
dengan
penekanan pada kedua kaki secara monoton
dengan beban berat dapat menimbulkan
beberapa keluhan antara lain : kelelahan
seluruh otot persendian, gangguan pada otot
tulang belakang, nyeri tengkuk dan bahu.
Keluhan nyeri otot karena postur
berdiri/membungkuk diakui oleh R1, R2,
R4, R5 dan R6 yang mengatakan capek,
pegal, nyeri pada tengkuk, bahu dan
punggung.
Postur kerja duduk dilakukan oleh
partisipan R3 yang mengatakan Ya seperti
waktu kerja di depo mbak, saya duduk
dibawah. Kalau ada dingklik (tempat duduk
kecil dari kayu) ya..dipakai, kalau tidak ada
ya duduk dibawah.). Memecah batu kecil/
kerikil secara monoton
dan repetitive
menyebabkan sakit dan penebalan, kekakuan
pada jari. Postur kerja duduk apabila
dipertahankan dalam waktu yang lama dapat
meningkatkan beban kerja, kontraksi otot
statis sehingga menyebabkan kelelahan
sendi yang memerlukan pemulihan dalam
waktu yang lebih lama dari waktu kerja. R3
mengeluhkan Setelah memecah batu jarijari sampai bahu, tulang belakang terasa
pegal, capek. Kalau istirahat ya dirumah, di
depo ya kerja terus, capek berhenti
Masalah kesehatan akibat postur
monoton seperti berdiri , duduk, mengangkat
beban, mendorong, menarik seharusnya
diselingi dengan jenis pekerjaan yang
memerlukan variasi gerak fleksibel sehinnga
terhindar dari gangguan system otot. Variasi
Lingkungan kerja
Lingkungan kerja di proyek pemecah
batu di Leyangan berupa perbukitan batu
yang diledakkan untuk meruntuhkan batu
besar. Membelah batu besar hingga
memecah batu menjadi ukuran kecil
dilakukan dengan manual. Postur kerja
dalam proses pemecahan batu dilakukan
sesuai dengan ukuran batu dan pengalaman
pekerja pada masing-masing bagian kerja
dan lama kerja. Area kerja terbuka dan panas
matahari menjadi beban tambahan bagi
pekerja.
32
3.
Faktor
pendukung
yang
mempengaruhi perilaku partisipan
adalah
kemampuan
setiap
partisipan berbeda-beda sesuai
dengan
pembagian
kerja
(pembelaah batu, pemecah batu
besar, pemecah batu kecil) dan
tuntutan pekerjaan, hal ini sesuai
dengan teori yang mengatakan
bahwa
kemampuan
pekerja,
tuntutan tugas dan karakteristik
organisasi mempengaruhi suatu
proses kerja (Nurmianto 2000)
Pengalaman partisipan dengan
postur kerja yang dilakukan juga
dipengaruhi oleh kepercayaan,
seperti yang diungkapkan oleh
partisipan R5 : Tidak bisa, setiap
orang punya srati sendiri, yang
tahu hanya dirinya sendiri (setiap
orang mempunyai cara-cara kerja
sendiri-sendiri
sesuai
keyakinannya).
Perbandingan
hasil
wawancara,
observasi dan tinjauan teori mengenai postur
kerja ditinjau
dari
segi ergonomi
menyebutkan bahwa : suatu postur kerja
yang tidak baik dilatar belakangi oleh faktor
eksternal (Alat kerja,
proses kerja,
lingkungan kerja,adat budaya ) dan faktor
internal
(Predisposisi,
pendorong,
pendukung)
KESIMPULAN
Postur kerja yang dilakukan oleh R2,
R3, R4, R5, R6 dilakukan secara repetitif
dan monoton sementara R1 melakukan
pekerjaan serabutan dengan variasi postur
kerja. Postur kerja partisipan dilatar
belakangi oleh faktor eksternal (Alat kerja,
proses kerja, lingkungan kerja,adat budaya )
Alat kerja, proses kerja, lingkungan kerja
merupakan bagian dari ergonomi dan faktor
internal
(Predisposisi,
pendorong,
pendukung)
Potur kerja partisipan ditinjau dari
segi ergonomi dipengaruhi desain alat kerja,
berat dan jenis alat kerja
1.
33
2.
3.
SARAN
1. Bagi Pekerja
a. Disarankan pekerja untuk
bekerja secara
bergantian
dibagian kerja yang lain secara
berselingan,
untuk
menghindari postur kerja yang
monoton
b. Disarankan pekerja melakukan
istirahat curian untuk relaksasi
otot
c. Bagi
pemecah
batu
kecil/kerikil,
disarankan
menggunakan alas duduk kursi
kecil/dingklik atau alas batu
untuk menghindari penekanan
lutut yang menekuk.
d. Disarankan untuk minum yang
teratur agar tidak terjadi
dehidrasi
karena
panas
matahari
2. Bagi Pengelola Proyek Batu
a. Disarankan untuk membuat
jadwal rolling kerja pada
pekerja
b. Disarankan untuk memberikan
istirahat pendek ditengah kerja
c. Penyediaan
alas
duduk/dingklik/ kursi juga
berfungsi
sebagai
tempat
istirahat pekerja, sekaligus
mengurangi postur kerja tidak
baik.
d. Penyediaan air minum yang
mencukupi untuk
mengantisipasi dehidrasi
pekerja
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
Arikunto,
S.(2006).
Prosedur
Penelitian
Suatu
Pendekatan
Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Dempsey.
(2002).
Riset
Keperawatan. Jakarta : Penerbit
EGC
Depkes RI. (2002). Kebijakan
Teknis Program Kesehatan Kerja.
Jakarta
Koentjaraningrat.
(2003).
Pengantar Antropologi. Jakarta :
Rineka
Cipta
Kurniawan, D. (1995). Manajemen
Nyeri Otot Pada Pekerja Wanita
Garmen. Dalam Bunga Rampai
34
35
ABSTRAK
Sekitar sepuluh tahun terakhir ini autisme menjadi topik yang banyak memperoleh
perhatian di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Data jumlah anak autistik di Indonesia belum
ada yang pasti, tetapi berbagai sumber melaporkan peningkatan yang tinggi pada jumlah anak
autis dalam beberapa tahun terakhir (Gianjar, 2008). Autisme merupakan salah satu gangguan
perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasif (inco) (Mardiyatmi, 2000 dalam Nasution,
2007). Perkembangan yang terganggu pada anak yang mengalami autisme dalam perilaku adalah
aktivitas, perilaku, dan ketertarikan anak terlihat sangat terbatas (Veskarisyanti, 2008). Musik
merupakan satu instrumen yang dapat memaksimalkan kemampuan seseorang, musik juga
merupakan reinforcer dan feedback autis (Veskarisyanti, 2008). Terapi musik, pada seorang anak
autis yang kesulitan melakukan gerak atau geraknya tidak teratur diharapkan dapat bergerak secara
terarah, sehingga anak dapat belajar dengan baik (Prasetyono, 2008). SLB Negeri Semarang,
merupakan satu-satunya sekolah luar biasa yang berstandar internasional ( ISO 9001 : 2000).
Fasilitas ruang terapi yang ada meliputi terapi fisio, akupressur, speech terapi, dan terapi musik.
Sedangkan yang merupakan program unggulan dari SLB-N Semarang ini adalah terapi musik.
Dengan melihat fenomena yang ada peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul
Gambaran Perilaku Anak Autis di SLB Negeri Semarang.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu menggunakan pendekatan induktif untuk
menemukan atau mengembangkan pengetahuan yang memerlukan keterlibatan peneliti dalam
mengidentifikasi pengertian relevansi fenomena tertentu terhadap individu (Moleong, 2004).
Pendekatan yang digunakan adalah studi Fenomenologi karena peneliti ingin mendapatkan data
dengan cara memahami pengalaman hidup manusia sebagai individu yang mengalami keadaan
yang sebenarnya (Moleong, 2004). Populasi penelitian ini adalah seluruh orang tua dan guru siswa
SLB Negeri Semarang yang berjumlah 46 siswa. Metode pengambilan sampel yang digunakan
adalah purposive sampling. Jumlah responden pada penelitian ini adalah 3 orang tua yang
memiliki anak autis dan 1 guru. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik
wawancara in depth interview yang berhubungan dengan fenomenologi peran orang tua dan guru
pada anak dengan gangguan autisme.
Hasil penelitian didapatkan bahwa Autisme merupakan gangguan atau keterlambatan
berupa gangguan perilaku, keterlambatan komunikasi, kurangnya interaksi sosial, gangguan emosi,
dan sensitif. Bentuk perilaku yang muncul pada anak dengan gangguan autisme berupa : susah
untuk berbicara, suka merusak dengan menggigit atau melukai tangannya sendiri, hiperaktif, tidak
tahan duduk berlama-lama dan tidak bisa konsentrasi. Pemberian terapi untuk anak autisme dapat
dilakukan dengan bebagai cara antara lain terapi bermain, terapi perilaku, dan terapi musik.
Dalam pemberian, proses pemberian harus dilakukan secara terus menerus dan konsisten agar
proses penyembuhan anak dengan gangguan autisme dapat berjalan baik.
Kata Kunci : autisme, terapi musik, SLB
36
PENDAHULUAN
Sekitar sepuluh tahun terakhir ini
autisme menjadi topik yang banyak
memperoleh perhatian di seluruh dunia,
termasuk di Indonesia. Penyebabnya adalah
makin meningkatnya jumlah anak-anak yang
didiagnosa autistik. Saat ini diperkirakan
satu dari 150 anak yang lahir di Amerika
Serikat menunjukkan ciri-ciri autistik. Data
jumlah anak autistik di Indonesia belum ada
yang pasti, tetapi berbagai sumber
melaporkan peningkatan yang tinggi pada
jumlah anak autis dalam beberapa tahun
terakhir (Gianjar, 2008).
Autisme merupakan salah satu
gangguan perkembangan fungsi otak yang
bersifat
pervasif (inco) yaitu meliputi
gangguan kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi dan gangguan komunikasi sosial
(Mardiyatmi, 2000 dalam Nasution, 2007).
Ada ketakutan orang tua terutama
khususnya kaum ibu menyangkut anaknya,
yaitu autis. Jika anaknya terkena autis, ibu
akan sangat gugup karena anaknya tak
fokus, cenderung pendiam dan sulit
beradaptasi. Padahal, rata-rata anak autis
punya kecerdasan yang luar biasa (Maulana,
2007).
Reaksi pertama orang tua yang paling
mungkin adalah kekecewaan dan kesedihan
yang paling mendalam, yang kemudian
disusul dengan rasa malu. Perasaan malu ini
pula yang membuat orang tua memilih
untuk sendiri dan menutup-menutupi buah
hatinya dari lingkungan sekitar daripada
mencari informasi yang benar mengenai
buah hatinya. Meski msudah banyak
sekolah-sekolah khusus atau pusat konsultasi
mengenai anak dengan kelainan mental, tak
banyak orang tua yang meresponnya secara
positif. Alasanya karena tak ingin aib yang
dibawa sang buah hati tersebar keluar rumah
(Veskarisyanti, 2008).
Perkembangan yang terganggu pada
anak yang mengalami autisme dalam
perilaku adalah aktivitas, perilaku, dan
ketertarikan anak terlihat sangat terbatas
(Veskarisyanti, 2008). Perilaku bermasalah
sekaligus merupakan penanda / karakter
yang acapkali dimunculkan oleh anak autis
adalah stimulasi diri dan stereotip. Kalau
perilaku ini muncul, tentu saja akan
menghambat proses belajar yang sedang
berlangsung.
Untuk
mengatasi
dan
mencegah agar perilaku tersebut tidak
muncul, maka yang perlu dilakukan oleh
guru adalah memberikan reinforcement,
tidak memberikan kesempatan / waktu pada
37
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah penelitian
kualitatif yaitu menggunakan pendekatan
induktif
untuk
menemukan
atau
mengembangkan
pengetahuan
yang
memerlukan keterlibatan peneliti dalam
mengidentifikasi
pengertian
relevansi
fenomena tertentu terhadap individu
(Moleong, 2004).
Pendekatan yang digunakan dalam
peneliti ini adalah studi Fenomenologi
karena peneliti ingin mendapatkan data
dengan cara memahami pengalaman hidup
manusia sebagai individu yang mengalami
keadaan yang sebenarnya (Moleong, 2004).
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh orang tua dan guru siswa SLB
Negeri Semarang yang berjumlah 46 siswa,
yang terdiri dari 7 siswa TKLB, 38 siswa
SDLB, dan 1 siswa. Jumlah responden pada
penelitian ini adalah 3 orang tua yang
38
2.
Tahap wawancara
Pada saat wawancara hendaknya
peneliti berpakain sepantanya dan menepati
janji terutuama datang tepat waktu sesuai
denngan tepat waktu kontrak yang telah
disepakati. Setelah itu menjelaskan maksud
dan tujuan, penjelasan sesingkat mungkin
dan beritahukan kembali kerahasian
responden, berikan jaminan ini bahwa hal itu
tidak
mungkin akan terbongkar dan
dipegang secara teguh. Dalam proses
wawancara, peneliti bertindak sebagai orang
yang netral, artinya tidak memihak pada
suatu konflik pendapat. Peristiwa dan
semacam itu.pertanyaan yang diajukan perlu
dikembangkan untuk mendapatkan data
yang mendalam. Pertanyaan yang diajukan
harus menjelaskan kata-kata yang jelas dan
mudah dimengerti oleh responden. Tape
recorder dipasang setelah memperoleh
persetujuan dari responden dan juga perlu
membuat catatan lapanagan.
3. Tahap penutup
Setelah
melakukan
wawancara,
peneliti mengecek kembali data yang sudah
diambil, untuk memastikan sekiranya pada
saat wawancara, tape recorder yang dipakai
rusak maka peneliti dapat langsung
melakukan wawncara ulang atau melakukan
pencatatan ulang. Kemudian peneliti
mengakhiri
wawancara
dengan
mengucapkan terima kasih.
HASIL PENELITIAN
Data yang sudah terkumpul ditulis
dengan lengkap sesuai hasil dan catatan
penelitian. Data kemudian dicermati dan
disajikan dalam bentuk kategori-kategori
dan kategori-kategori tersebut dibuat
mengelompokkan kata-kata kunci yang
mendukung yang telah ditentukan. Adapun
kategori yang dimaksud terdapat dalam tabel
1 dan 2.
39
Tabel 1. kategori data peran orang tua pada anak dengan gangguan autisme
No
1.
Kategori
Pengertian autisme
2.
Mencari informasi
o
o
o
o
o
o
Kata kunci
Komunikasinya agak rusak
Sosialisasinya kurang
Suka menggigit jarinya
Kontak mata kurang
Hiperaktif
Gangguan perilaku
o
o
3.
o
o
o
o
o
o
o
o
4.
o
o
Ada
Ya, ada
5.
o
o
Ya
Ya lah mas
6.
Tabel 2. katagori data peran guru pada anak dengan gangguan autisme
No
1.
Kategori
Perilaku autis
o
o
o
o
o
Kata kunci
Gangguan perilaku
Keterlambatan dan komunikasi
Kurangnya intraksi sosial
Gangguan emosi
Sensitif
2.
Pemberian terapi
o
o
o
Terapi bermain
Terapi perilaku
Terapi musik
40
1.
c.
41
d.
Peran
kerjasama
dalam
memberikan terapi pada anak
autisme
Peran yang disampaikan oleh
masing-masing responden antara
lain : ada, ya ada, dan ya.
Berikut penuturan mereka :
Ada, dari keluarga banyak Mas
(Ibu A).
Ya, ada Mas (Ibu B).
Ya (Ibu C).
e.
f.
2.
42
b.
Misalnya
untuk
terapi
bermain
ada
banyak
permainan yang coba kita
lakukan antara lain : lomba
menamai
benda,
lomba
menyayi dan masih banyak
yang lain. Perminan juga
kadang dilakukan secara
berkelompok
sehingga
merangsang mereka untuk
berintraksi dengan temannya.
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai
hasil penelitian sesuai dengan tujuan
penelitian yaitu mengetahui gambaran
perilaku anak dengan Autisme.
1.
43
b.
c.
44
Terapi
yang
dilakukan
dirumah bisa berupa terapi
bermain, sosialisasi, kemandirian,
dan komunikasi. Menurut pendapat
Danuatmaja
(2003)
home
programme merupakan program
terapi yang dilakukan oleh orang
tua atau anggota lainnya dirumah,
baik sendiri maupun bersamasama. Paling sederhana anak autis
adalah
bersosialisasi,
seperti
mengajak
bermain,
bercanda,
menggambar, atau berkomunikasi
apa saja. Ini merupakan terapi
dalam sosialisasi agar anak dapat
berkomunikasi.
Selain
itu,
kemampuan
motorik anak juga bias dilatih lewat
home programme misalnya lewat
aktivitas fisik seperti bermain
dengan gerakan memegang tangan
anak, lali ditarik ke atas.
Pemberian terapi dirumah
akan banyak membantu proses
penyembuhan
anak
autisme,
menurut Anonim (2005) terapi
yang
dilakukan
dirumah
merupakan salah satu intervensi
dini yang banyak diterapkan di
indonesia
adalah
modifikasi
perilaku atau lebih dikenal sebagai
metode
Applied
Behavioral
Analysis (ABA). Melalui terapi ini,
anakl dilatih melakukan berbagai
macam ketrampilan yang berguna
bagi hidup masyarakat. Misalnya
berkomunikasi,
berinteraksi,
berbicara, dan lain-lain. Namun
terapi yang pertama-tama perlu
diterapkan
adalah
latihan
kepatuhan.
Hal ini sangat penting
dilakukan agar mereka dapat
mengubah perilaku seenaknya
sendiri
(misal
memasakan
kehendak) menjadi perilaku yang
lazim dan diterima masyarakat.
Bila latihan ini tidak dijalankan
dengan konsisten, maka perilaku
45
d.
e.
f.
46
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Alhamdi, Sulfi.2008. Pelajaran
bernyani
:
mengembangkan
kreativitas berbahasa pada insan
autis. Retrieved October 15, 2008
from raja@rajadunia.net.
2. Astuti, Idayu. 2006. Mengenal
autisme dan terapinya. Retrieved
October
24,
2008
from
info@ditplb.or.id.
3. Djohan. 2005. Psikologi musik.
Yogyakarta : Buku Baik.
KESIMPULAN
4.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Autisme merupakan gangguan atau
keterlambatan berupa gangguan perilaku,
keterlambatan komunikasi, kurangnya
interaksi sosial, gangguan emosi, dan
sensitif.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian diatas, ada
beberapa saran yang bisa penulis sampaikan
yaitu sebagai berikut :
1. Untuk pemberian terapi hendaknya
diberikan secara terus menerus agar anak
nanti terbiasa dan lama kelamaan bisa
hafal mengenai apa yang didapatkannya
dalam terapi.
2. Ibu
atau
keluarga
hendaknya
memberikan terapi yang bervariasi agar
anak tidak cepat bosan.
13.
14.
15.
48
49
50
PENDAHULUAN
Kesehatan
gizi
sangat
erat
kaitannya dengan apa yang kita konsumsi.
Seringkali para orang tua terutama ibu, rajin
mengingatkan anak-anaknya untuk menjauhi
makanan serba manis terutama permen. Hal
tersebut dilakukan agar anak-anak terhindar
dari penyakir gigi atau karies gigi. Menurut
A.H.B Schuurs, karies gigi atau gigi keropos
adalah sebagai penyakit kronik dari jaringan
keras gigi yang disebabkan demineralisasi
emailoleh bakteri yang ada pada plak, pada
tahap akhir karies ini menyebabkab
1)
kerusakan gigi dan gigi berlubang .
Karies gigi merupakan salah satu
penyakit gigi dan mulut yang paling sering
dijumpai di masyarakat. Karies gigi
merupakan penyakit jaringan keras gigi yang
erat hubungannya dengan
konsumsi
makanan ataupun minuman yang kariogenik.
Sekarang ini banyak dijumpai makanan
kariogenik yang dijual dipasaran dan sudah
samapai pelosok desa. Makanan ini sangat
digemari anak, sehingga perlu lebih
diperhatikan pengaruh substrat karbohidrat
kariogenik dengan kejadian karis gigi.
Mengingat pentingnya fungsi gigi maka
sejak dini kesehatan gigi anak-anak perlu
diperhatikan dalam rangka tindakan
pencegahan karies gigi. Walaupun kegiatan
menggosok gigi yang sudah umum namun
masih ada kekeliruan baik dalam
pengertiannya
maupun
dalam
2)
pelaksanaannya (John Besford, 1996: 14).
Gigi merupakan salah satu organ
pengunyah, yang terdiri dari gigi-gigi pada
rahang atas dan rahang bawah, lidah, serta
3)
saluran-saluran penghasil air ludah
(Rasinta Tarigan, 1992) bagian-bagian ini
meliputi : Email, yaitu lapisan terluar gigi
yang meliputi seluruh corona, dalam bahasa
inggris disebut crow artinya mahkota;
Dentin yaitu bagian yang terletak dibawah
email, merupakan bagian terbesar dari
seluruh gigi. ; Jaringan pulpa, jaringan benak
gigi/sum-sum gigi, yaitu jaringan lunak yang
terdapat didalam kamar pulpa/ ruang dan
seluruh saluran akar, jaringan ini terdiri
jaringan limfe, pembulluh darah arteri/vena,
dan urat syaraf; Sementum, yaitu bagian
yang meliputi seluruh lapisan luar gigi,
kecuali pada bagian lubang pucuk/ujung
akar gigi disebutforamen apikalis. Sama
seperti email dan dentin, sementum terdiri
atas air 32%, bahan organik 12%, dan bahan
4)
anorganik 56% (Ircham Mc, 2005: 26)
51
52
METODE
Penelitian ini merupakan survei
analitik, penelitian survei analitik adalah
penelitian yang mencoba menggali mengapa
fenomena kesehatan itu terjadi. Dengan
menggunakan pendekatan cros sectional
yaitu pendekatan dimana variabel yang
masuk faktor risiko dan variabel-variabel
yang termasuk efek diobservasi sekaligus
pada waktu yang sama. Teknik pengambilan
sampel menggunakan teknik proportionate
stratified random sampling yaitu teknik atau
cara pemilihan subyek secara acak yang
dilakukan bila populasi mempunyai anggota
atau unsur yang tidak homogen dan bestrata
secara proporsional. Pada cara ini sampel
dipilih secara acak untuk setiap strata,
kemudian hasilnya dapat digabungkan
menjadi satu sampel yang terbebas dari
variasi untuk setiap strata.
Populasi adalah keseluruhan objek
peneliti/objek yang diteliti. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa di 3 atk
desa sekaran yang termasuk dalam range
umur 4-6 tahun, yaitu TK Roudhotul Huda
sebanyak 68 siswa, TK Sekar Mekar
sebanyak 31 siswa, TK Al Iman sebanyak 53
siswa. Jadi jumlah keseluruhan populasi
adalah 152 siswa.
Sampel adalah sebagian yang
diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa
yang terdaftar sebagai murid TK desa
sekaran. Untuk mendapatkan besar sampel
minimal dengan menggunakan ukuran
sampel potong lintang (cross sectional).
Dengan menggunakan rumus tersebut, maka
didapat hasil besar sampel minimal 50 .
karena populasi dalam penelitian ini
berstrata, maka sampel yang diambil juga
berstrata menurut jumlah siswa pada
masing-masing TK.
Instrumen penelitian adalah alat
yang digunakan untuk pengumpulan
data.instrumen dalam penelitian ini adalah :
rekam medik siswa (merupakan hasil
pemeriksaan gigi yang dilakukan oleh dokter
dari puskesmas sekaran), kuesioner /
panduan pertanyaan (untuk mendapatkan
data mengenai kebiasaan menggosok dan
mengkonsumsi
makanan
kariogenik.
Pengisian kuesioner dilakukan dengan cara
menanyakan pertanyaan yang ada dalam
kuesioner kepada siswa yang didampingi
oleh orang tua siswa).
Teknik pengambilan data primer
dilakukan dengan cara
observasi dan
HASIL
Analisis bivariat dalam penelitian
ini digunakan untuk mengetahui hubungan
antara variabel bebas (konsumsi makanan
kariogenik dan kebiasaan menggosok gigi)
dengan variabel terikat (kejadian karies
gigi). Adapun analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah uji chi-square.
Apabila dengan uji chi-square tidak
memenuhi sarat maka alternatif uji yang
digunakan adalah uji fisher-exact. Taraf
signifikan yang digunakan adalah 95%
dengan kemaknaan 5%. Kriteria hubungan
berdasarkan p value (probabilitas) yang
dihasilkan dengan nilai kemaknaan yang
dipilih, dengan kriteria sebagai berikut : (1)
jika p value > 0,05 maka Ho di terima (tidak
ada hubungan), (2) jika p value 0,05 maka
Ho ditolak (ada hubungan).
53
Hubungan Antara Konsumsi Makanan Kariogenik dengan Timbulnya Penyakit Karies Gigi
Sulung
Tabel 1. Hubungan antara konsumsi makanan kariogenik dengan timbulnya karies gigi
Konsumsi
Makanan
Kariogenik
Berisiko
Tidak Berisiko
Total
Status Penyakit
Karies
Tidak Karies
f
%
f
%
43
97,7
1
2,3
Total
f
44
%
100
66,7
33,3
100
47
94,0
6,0
50
100
Hubungan Antara Kebiasaan Menggosok Gigi dengan Timbulnya Penyakit Karies Gigi
Sulung.
Status Penyakit
Karies
Tidak Karies
f
%
f
%
44
97,8
1
2,2
Total
f
45
%
100
60,0
40,0
100
47
94,0
6,0
50
100
.
Berdasarkan tabel diatas juga dapat
dilihat bahwa proporsi sampel yang
berstatus penyakit karies gigi pada kategori
kebiasaan menggosok gigi berisiko (97,8%)
lebih banyak daripada proporsi sampel yang
berstatus penyakit karies gigi pada kategori
kebiasaan menggosok gigi tidak berisiko
(60,02%) dan sebaliknya proporsi sampel
yang berstatus tidak berpenyakit pada
kategori kebiasaan menggosok gigi berisiko
(2,2%) lebih rendah daripada proporsi
sampel yang berstatus tidak karie gigi pada
54
PEMBAHASAN
Makanan kariogenik merupakan
makanan yang sangat berfpengaruh terhadap
kesehatan gigi dan mulut. Pengaruh ini dapat
dibagi menjadi 2 yaitu : 1) isi dari makanan
yang menghasilkan energi, misalnya
karbohidrat,lemak, protein, dll. 2) fungsi
mekanis dari makanan yang dimakan,
makanan yang bersifat membersihkan gigi,
cenderung merupakan gosok gigi, seperti
apel, jambu air, dsb, sebaliknya makanan
lunak dan melekat pada gigi sangat merusak
gigi seperti perment, coklat, biskuit, cake,
dll.
Setiap kali gula mencapai plak pada
gigi, asam akan di produksi. Keasaman
diukur dengan satuan pH. Keadaan netral
adalah pH 7, keadaan asam bila ph lebih
rendah dari 7. titik kritis untuk kerusakan
gigi adalah ph 5,7 dan ini dicapai dan
terlampaui sekitar 2 menit setelah gula
masuk kedalam plak. Jika gula dalam
makanan dan minuman telah ditelan,
diperlukan sedikitnya 13 menit untuk
menaikkan ph keatas titik kritis, sehingga
kerusakan gigi dapat berhenti.
Konsumsi makanan dan minuman
manis yang berulang kali, seperti pada
pecandu kembang gula, minum banyak teh,
atau minuman ringan yang mengandung
gula, dapat membuat ph tetap dibawah 5,7
sehingga kerusakan gigi terus berlanjut.
Semua proses tadi memerlukan plak, dan
tidak dapat terjadi setelah plak dihilangkan,
tetapi plak dapat terbentuk kembali dalam
beberapa jam setelah pembersihan.
Jumlah makanan manis yang
dikonsumsi dalam suatu saat mempengaruhi
jumlah plak yang dihasilkan serta kesehatan
umum. Frekuensi gula yang dimakan
mempengaruhi lama berlangsungnya proses
kerusakan gigi. Dalam masyarakat yang
tidak mengkonsumsi gula, tidak terdapat
kerusakan gigi. Pada negara-negara dimana
angka konsumsi gula meningkat, angka
kerusakan gigi juga meningkat, begitu pula
sebaliknya. Terdapat bukti bahwa keinginan
terhadap sesuatu yang manis mulai terbentuk
sejak bayi yaitu melalui penambahan gula
pada makanan, susu, dan minuman bayi
lainnya.
Kesenangan akan makanan manis
tidak hanya menyebabkan kerusakan gigi,
rasa sakit, dan perlu kujungan ke dokter gigi
serta
kehilangan
gig,
tetapi
juga
menyebabkan
kegemukan,
penyakit
55
KESIMPULAN
1. ada hubungan antara konsumsi makanan
kariogenik dengan timbulnya penyakit
karies gigi pada anak pra sekolah di
Desa Sekaran Kecamatan Gunung Pati
Semarang
2. ada hubungan
antara
kebiasaan
menggosok gigi dengan timbulnya
penyakit karies gigi pada anak pra
sekolah di Desa Sekaran Kecamatan
Gunung Pati Semarang
SARAN
1. bagi siswa taman kanak-kanak
sebagai upaya membersihkan gigi dari
plak dan sisa makanan yang tertinggal
disela-sela gigi, sebaiknya menyikat
gigi minimal 2 kali dalam sehari waktu
menyikat gigi terakhir adalah sebelum
tidur.
2. bagi instansi terkait (TK puskesmas
Desa Sekaran, dan Dinas Kesehatan
Kota Semarang)
dilakukannya upaya sosialisasi pada
masyarakat, terkait dengan faktor-faktor
penyebab penyakit karies gigi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
56
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
57
Abstrak
Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia dan Inggris terdiri sekurangkurangnya 100 kata sebanyak-banyaknya 350 kata, diketik pada lembaran kertas
terpisah dengan spasi ganda. Abstrak penelitian berupa "structured abstract" berisi
:
1. Pendahuluan /Introduction :
Berisi latar belakang, masalah, tujuan, dan kegunaan penulisan.
2. Subyek/Material dan Metode/Subject/Material and Method.
Berisi:
Subjek : nyatakan cara-cara seleksi, kriteria yang diterapkan, dan
jumlah peserta pada awal dan akhir penelitian.
Rancangan : tulisan rancangan penelitian yang tepat, pengacakan,
secara buta, baku emas untuk diagnostik, dan waktu penelitian
(restrospektif atau prospektif).
Tempat: menunjukkan tempat penelitian (rumah sakit, klinik,
komunitas) juga termasuk tingkat pelayanan klinik (primer, atau
sekunder, praktek pribadi atau intitusi).
Intervensi : uraikan keistimewaan intevensi, termasuk metode &
lamanya.
Ukuran luaran utama : harus dinyatakan sebelum merencanakan
pengambilan data.
3. Hasil (Result) : Jika memungkinkan pada hasil disertakan interval
kepercayaan (yang tersering adalah 95 %) dan derajat kemaknaan. Untuk
penelitian komparatif, interval kepercayaan harus berhubungan dengan
perbedaan antara kelompok.
4. Kesimpulan (Conclusions) : nyatakan kesimpulan yang didukung oleh
data penelitian (hindari generalisasi yang berlebihan atau hasil penelitian
tambahan). Perhatian yang sama diberikan pada hasil yang positif maupun
yang negatif sesuai dengan kaidah ilmiah.
5. Di bawah abstrak bahasa Inggris ditulis kata kunci (Keywords) maksimal
4 kata dalam bahasa Inggris.
Sinopsis
Sinopsis diketik dalam bahasa Indonesia atau Inggris terdiri atas 1 atau 2
kalimat, tidak lebih dari 25 kata dari kesimpulan naskah, digunakan dalam
penulisan daftar isi, dan diketik pada lembar terpisah dengan spasi ganda.
Running title
Berikan judul singkat naskah pada sisi kanan atas pada tiap lembar naskah.
Pengiriman
Berkas dikirim rangkap dua (hard copy) disertai CD (soft copy) dengan
mempergunakan program Microsoft Word, dialamatkan kepada Redaksi Jurnal
Gizi dan Kesehatan, STIKES NGUDI WALUYO, JI. Gedongsongo Mijen,
Ungaran, Kabupaten Semarang .
Ketentuan lain
Redaksi berhak memperbaiki susunan naskah atau bahasanya tanpa mengubah
isinya. Naskah yang telah dimuat di majalah lain tidak diperkenankan diterbitkan
dalam majalah ini