Anda di halaman 1dari 15

ABLATIO RETINA

Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Ablatio retina adalah keadaan lepasnya lapisan sensoris retina dari lapisan pigmen epitelium
retina yang melekat erat pada koroid. (Sidarta Ilyas,2004:145)
2. Etiologi
a.

Robekan retina

b.

Tarikan dari jaringan di badan kaca

c.

Desakan tumor, cairan, nanah atau darah.

3. Gejala
Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah :
a. Floaters (terlihatnya benda melayang-layang) yang terjadi karena adanya kekeruhan di
vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.
b. Photopsia atau light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya,
yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam
keadaan gelap.
c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian seperti
tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut, dapat
terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.

4. Patofisiologi

Lekuefaksi dalam vitreus

Tarikan pada retina

Robekan pada retina

Ablatio retina

Pemisahan retina neurosensori dari epitel pigmen

Nutrisi yang masuk ke sel batang dan sel kerucut


Degenerasi sel fotossensitif
Nyeri akut
Ketajaman penglihatan
Penerimaan sensori terganggu

Gangguan sensori persepsi: penglihatan

MRS

Prosedur operasi
Ansietas
Prosedur invasif

Resiko tinggi infeksi


5. Klasifikasi

a. Retina lepas dengan robekan (rhegmatogenous)


Tanda klinisnya :
1)

Ditemukan peninggian retina umumnya mulai dari perifer dan dapat mencapai
posterior pole dengan cairan di bawah retina.

2)

Retina (yang lepas) tampak bergelombang (rugae), kadang ditemukan perdarahan


vitreus. Di vitreus ditemukan sel pigmen retina, tanda utama adalah robekan retina
dengan cairan di bawahnya.

3)

Umumnya disertai dengan penurunan tekanan intraokuler.

4)

Terkadang ditemukan afferent pupillary (APD).

5)

Pada yang kronis sering ditemukan pigmen epitel retina berbentuk garis lurus
(demarcation line) membatasi antara daerah retina yang lepas dengan yang masih
melekat, atau pada yang berat ditemukan fibrosis vitreus berat (proliferative vitreoretinophaty) hingga perlekatan retina hebat (star fold, napkins ring, fixed folds,
subretinal bands).

b. Retina lepas akibat cairan serous di bawah retina tanpa robekan (exudatif)
Tanda klinisnya :
1)

Ditemukan retina lepas dengan benuk permukaan relatif mulus disertai cairan di
bawah retina.

2)

Tidak ditemukan robekan retina.

3)

Cairan subretina biasanya bullous dengan bentuk retina lepas sesuai dengan posture
atau posisi tubuh, prinsipnya adalah cairan mencari tempat yang paling rendah.

4)

Pemeriksaan APD (afferent pupillary defect) mungkin ditemukan.

c. Retina lepas karena tarikan akibat fibrosis vitreus seperti pada proliferative diabetic
retinopathy (PDR), retinopathy of prematurity (tractional detachment), disebut juga
tractional
Tanda klinisnya :
1)

Ditemukan retina lepas, umumnya tidak terlalu tinggi kecuali pada riwayat neonatus
prematur.

2)

Retina yang lepas berhubungan dengan traksi atau fibrosis yang terjadi di dalam
vitreus, dengan detachment yang paling tinggi di tempat perlekatan traksi/fibrosis.

3)

Terkadang disertai dengan robekan retina akibat tarikan traksi/fibrosis.

4)

Tanda lainnya dapat ditemukan sesuai dengan penyakit penyerta atau yang
mendasari.

6. Faktor Resiko
a.

Ablatio retina tipe rhegmatogen :


1)

Myopia

2)

Trauma

3)

Vitreus prolaps

b.

Ablatio retina tipe exudatif :


1)

Hipertensi

2)

Pre eklampsia atau eklampsia

3)

Neoplasma

4)

Peradangan intraokuler (vogt-koyanagi-harada disease)

c.

Ablatio retina tipe tractional :


Vascular disease seperti diabetes lama terutama juvenile, bendungan vena retina,
vasculitis retina, riwayat neonatus premature atau respiratory distress.

7. Penatalaksanaan
Operasi
Teknik operasinya bermacam-macam, tergantung pada luasnya lapisan retina yang lepas dan
kerusakan yang terjadi, tetapi semuanya dirancang untuk mendekatkan dinding mata ke lubang
retina, menahan agar kedua jaringan itu tetap menempel sampai jaringan parut terbentuk dan
melekatkan lagi robekan. Kadang-kadang cairan harus dikeluarkan dari bawah retina untuk
memungkinkan retina menempel kembali ke dinding belakang mata. Seringkali sebuah pita
silikon atau bantalan penekan diletakkan di dinding luar mata untuk dengan lembut menekan
dinding belakang mata ke retina. Dalam operasi ini dilakukan pula tindakan untuk menciptakan
jaringan parut yang akan merekatkan robekan retina, misalnya dengan pembekuan, dengan laser
atau dengan panas diatermi (aliran listrik dimasukkan dengan sebuah jarum). Pada ablasio retina
yang lbih rumit mungkin diperlukan teknik yang disebut virektomi. Dalam operasi ini korpus
vitreum dan jaringan ikat di dalam retina yang mengkerut dikeluarkan dari mata. Pada beberapa
kasus bila retina itu sendiri sangat berkerut dan menciut maka retina mungkin harus didorong ke
dinding mata untuk sementara waktu dengan mengisi rongga yang tadinya berisi korpus vitreum
dengan udara, gas atau minyak silikon. Labih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali

dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang-kadang diperlukan lebih dan satu
kali operasi.
Adapun beberapa pilihan terapi operatif :
a. Silicone buckle+cryocauterhy
b. Silicone encircling band+cryocauterhy
c. Virektomi+encircling band+endolaser+internal tamponade.
8. Diagnosa
Untuk menentukan apakah ada ablatio retina maka dokter spesialis mata akan melakukan
pemeriksaan mata menyeluruh terutama bagian dalam mata. Beberapa pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina :
a.

Oftalmoskopi direk dan indirek.

b.

Ketajaman penglihatan

c.

Tes refraksi

d.

Respon refleks pupil

e.

Gangguan pengenalan warna

f.

Pemeriksaan slit lamp

g.

Tekanan intraokuler

h.

USG mata

i.

Angiografi fluoresensi

j.

Elektroretinogram

9. Prognosis
Bila retina berhasil direkatkan kembali mata akan mendapatkan kembali sebagian fungsi
penglihatan dan kebutaan total dapat dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan dapat dipulihkan
dalam jangka enam bulan sesudah tindakan operasi tergantung pada sejumlah faktor. Pada

umumnya fungsi penglihatan akan lebih sedikit pulih bila ablasio retina telah terjadi cukup lama
atau muncul pertumbuhan jaringan di permukaan retina.
Korpus vitreum yang terus menyusut dan munculnya pertumbuhan jaringan di permukaan
retina menyebabkan tidak semua retina yang lepas dapat direkatkan kembali. Bila retina tidak
dapat direkatkan kembali, maka mata akan terus menurun penglihatannya dan akhirnya menjadi
buta.

Asuhan Keperawatan pada Ablatio Retina


1. Pengkajian
a.

Identitas

b.

Riwayat kesehatan

1)

Keluhan utama : penglihatan menurun, melihat benda mengapung (floaters)

2)

Riwayat penyakit sekarang : ablasio retina sangat peka terhadap pasien yang
menderita diabetes melitus.

3)

Riwayat penyakit dahulu : pada masa kanak-kanak pernah mengalami cedera.

4)

Riwayat kesehatan keluarga : adakah riwayat kelainan mata pada keluarga misal
miopia dan penyakit vaskuler.

5)

Riwayat pekerjaan : pekerja berat, olahragawan, penulis, hobi membaca.

6)

Pemeriksaan keadaan dan status okuler umum :


a) Menggunakan kaca mata, lensa kontak
b) Pasien biasanya miopia
c) Pada saat membaca atau nonton televisi pasien mengeluh ada bayangan
d) Pasien mengatakan pernah mengalami cedera mata
e) Pasien mengatakan pernah mengalami infeksi mata.

c.

Pemeriksaan fisik mata


1) Keadaan umum mata : simetris/tidak
2) Kelopak mata : di inspeksi warna kemerahan, bengkak
3) Sistem lakrimal : normal
4) Konjungtiva : merah/tenang
5) Sklera : putih/kebiruan
6) Kornea : terjadi odema
7) COA : humor aqueus di COA terdapat sel pengkabutan (flare)
8) Pupil : midriasis/miosis
9) TIO : bisa normal, rendah, meningkat

d.

Pemeriksaan penunjang
1) Kartu snellen : visus menurun
2) Funduskopi : retina terlihat berwarna abu-abu, permukaan retina tidak rata dan
terlihat seperti bergelombang, ada robekan pada retina.

3) Pemeriksaan TIO : rendah (<10), tergantung pada lama proses dan luasnya ablasio
retina.
4) Pemeriksaan angiografi fluoresin : terlihat kebocoran di daerah parapapilar dan
daerah yang berdekatan dengan tempatnya ruptur. Membedakan ablasio primer dan
sekunder. Pada pemeriksaan angiografi fluoresin dapat terlihat adanya tumor atau
peradangan yang merupakan penyebab ablasio sekunder.
Analisa Data
Problem
Etiologi
Symptom
Gangguan sensori persepsi : Degeneratif sel fotosensitif DO : penglihatan kurang
penglihatan

jelas/kabur, ada
Ketajaman penglihatan

bayangan/tirai bergerak pada


penglihatan, melihat benda

Penerimaan sensori terganggu mengapung/ada asap,


visus , robekan retina,

Nyeri akut

Gg sensori persepsi :

warna abu-abu pada retina.

penglihatan
Robekan pada retina

DO : rasa sakit pada mata,


ingin menyendiri, tonus otot

Pemisahan retina neurosensori (masker wajah tampak


dari epitel berpigmen

mengkerut), tingkah laku


protektif, fokus pada diri

Nutrisi yang masuk ke sel sendiri.


batang dan kerucut

Resiko tinggi infeksi

Degenerasi sel fotosensitif


MRS
DO : mata terasa panas, gatal
di sekitar mata, ada rasa sakit
Prosedur operasi

pada mata, kemerahan pada


mata, kelopak mata bengkak,

Prosedur invasif

ada cairan purulen, suhu


tubuh meningkat.

Resiko tinggi infeksi

Ansietas

MRS

DO : ketakutan, tidak bisa


tidur, tidak ingin melakukan

Prosedur operasi

aktivitas, ketegangan wajah,


tremor tangan, gemetar,

Ansietas

menarik diri, kurang minat


melakukan aktivitas.

2. Diagnosa
a. Gangguan sensori persepsi : penglihatan berhubungan dengan sensori terganggu ditandai
dengan penglihatan kurang jelas/kabur, ada bayangan/tirai bergerak pada penglihatan,
melihat benda mengapung/ada asap, visus , robekan retina, warna abu-abu pada retina.
b. Nyeri akut berhubungan dengan degenerasi sel fotosensitif ditandai dengan rasa sakit
pada mata, ingin menyendiri, tonus otot (masker wajah tampak mengkerut), tingkah laku
protektif, fokus pada diri sendiri.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif ditandai dengan mata terasa
panas, gatal di sekitar mata, ada rasa sakit pada mata, kemerahan pada mata, kelopak
mata bengkak, ada cairan purulen, suhu tubuh meningkat.
d. Ansietas berhubungan dengan prosedur operasi ditandai dengan ketakutan, tidak bisa
tidur, tidak ingin melakukan aktivitas, ketegangan wajah, tremor tangan, gemetar,
menarik diri, kurang minat melakukan aktivitas.

3. Intervensi
Dx : gangguan sensori persepsi : penglihatan
Kriteria hasil :
a. Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
b. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan
c. Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
a.
b.

Intervensi
Pastikan derajat atau tipe kehilangana.

Rasional
Mempengaruhi harapan masa depan

penglihatan.

pasien dan pilihan intervensi.

Dorong

mengekspresikan

perasaanb.

Sementara intervensi dini mencegah

tentang kehilangan atau kemungkinan

kebutaan,

kehilangan penglihatan.

kemungkinan

pasien
atau

pengalaman

kehilangan

menghadapi
mengalami
penglihatan

sebagian atau total.


c.

Tentukan

tajam

penglihatan,

catatc.

apakah satu atau kedua mata terlibat.

Kebutuhan

individu

dan

pilihan

intervensi bervariasi sebab kehilangna


penglihatan

terjadi

lambat

dan

progresif.
d.

Orientasikan

pasien

terhadapd.

lingkungan, staf, orang lain diareanya.

Memberikan peningkatan kenyamanan


dan kekeluargaan, menurunkan cemas
dan disorientasi pascaoperasi.

e.

Observasi tanda-tanda dan gejala-gejalae.

Menurunkan resiko cedera bila pasien

disorientasi.

bingung.

Dx : nyeri akut
Kriteria hasil :
a. Menyatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/hilang
b. Tampak santai
c. Dapat beristirahat atau tidur dengan nyenyak
d. Ikut serta dalam aktivitas sesuai kemampuan

a.
b.

Intervensi
Evaluasi rasa sakit secara reguler, catata.

Sediakan

Rasional
informasi

karakteristik, lokasi dan intensitasnya.

kebutuhan atau efektivitas intervensi.

mengenai

Kaji tanda-tanda vital.


b.

Dapat mengidentifikasi rasa sakit akut

dan

ketidaknyamanan.

Catatan

sebagian pasien mungkin mengalami


sedikit penurunan tekanan darah, yang
akan kembali ke dalam jangkauan
normal setelah rasa sakit berhasil
c.

Berikan

informasi

mengenai

sifat

ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.

dihilangkan.
c.

Pahami

penyebab

Catatan

tubuh

ketidaknyamanan.

parestesia

dapat

bagian-bagian

menyebabkan

cedera

syaraf. Gejala-gejala mungkin bertahan


sampai

berjam-jam

berbulan-bulan
d.

Lakukan reposisi sesuai petunjuk.

dan

atau

bahkan

membutuhkan

evaluasi tambahan.
d.

Mungkin mengurangi rasa sakit dan


meningkatkan sirkulasi.

e.

Dorong penggunaan tekhnik relaksasi.


e.

Lapaskan tegangan emosional dan otot,


tingkatkan

f.

Kolaborasi : berikan analgesik.

mungkin

perasaan
dapat

kontrol

yang

meningkatkan

kemampuan koping.
f.

Meredakan rasa sakit atau mengurangi


nyeri.

Dx : resiko tinggi infeksi


Kriteria hasil :
a. Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu
b. Bebas drainase purulen, eritema dan demam
c. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi

d. Pertahankan lingkungan aseptik yang aman


a.
b.

c.

Intervensi
Diskusikan pentingnya mencuci tangana.

Menurunkan

sebelum menyentuh/mengobati mata.

tangan, mencegah kontaminasi area

Tekankan

operasi.

pentingnya

tidak

Rasional
jumlah

bakteri

pada

menyentuh/menggaruk mata yang dib.

Mencegah kontaminasi dan kerusakan

operasi.

sisi operasi.

Kolaborasi

berikan

obat

sesuai

indikasi misalnya antibiotik, steroidc.

Sediaan

topikal

digunakan

secara

(untuk mengurangi inflamasi.

profilaksis, dimana terapi lebih agresif


diperlukan bila terjadi infeksi, steroid
untuk mengurangi inflamasi.

Dx : ansietas
Kriteria hasil :
a. Tampak rileks
b. Melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat yang dapat diatasi
c. Mendemonstrasikan kemampuan mengatasi masalah dan menggunakan sumber-sumber
secara efektif

a.

Intervensi
Tentukan sikap pasien atau orang a. Jika
terdekat

kearah

penerimaan

fasilitas dan harapan masa depan.

pada

hal

Rasional
ini diharapkan

sebagai

penempatan sementara, perhatian pasien


terdekat akan berbeda dengan jika
penempatannya bersifat permanen.
b. Keluarga mungkin memiliki kesulitan

b.

Bantu keluarga atau orang terdekat

dalam berhadapan dengan keputusan

untuk jujur dengan pasien mengenai

atau realita penempatan permanen dan

penerimaan.

dapat

menghindari

diskusi

situasi

dengan pasien.
c. Identifikasi
c.

masalah

spesifik

kemampuan

akan

Kaji tingkat ansietas dan diskusikan

meningkatkan

individu

penyebabnya bila mungkin.

untuk menghadapinya dengan lebih


realistik.
d. Selalu berada dengan car ini akan

d.

Berikan waktu untuk mendengarkan

membuat pasien merasa diterima, mulai

pasien mengenai masalah dorongan

mengakui

ekspresi perasaan yang bebas.

perasaan yang berhubungan dengan

dan

berhadapan

dengan

keadaan penerima.
e. Memungkinkan
e.

Akui realita situasi dan perasaan pasien.

membantu

ekspresi

dimulainya

perasaan
resolusi.

Penerimaan akan meningkatkan harga


diri.
f.

Kembangkan hubungan pasien atau f. Hubungan yang saling mempercayai


perawat.

diantara pasien atau orang terdekat akan


meningkatkan perawatan dan dukungan
yang optimal.

4. Implementasi
Pelaksanaan adalah suatu tahap dimana rencana perawatan yang telah disusun, diberikan
kepada klien sesuai dengan kebutuhannya dan masalah yang dihadapi klien (Dongoes Marylin
E.1993).
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada tahap ini perawat benar-benar dituntut
untuk dapat menerapkan keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan ilmu dan kiat
keperawatan.
5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, proses ini merupakan proses
yang penting untuk menjamin kualitas dan tindakan keperawatan diberikan dengan meninjau
respon klien untuk menetukan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien (Dongoes
Marilyn E.1993).
Meskipun sering dipandang sebagai penilaian kegagalan atau keberhasilan, evaluasi
secara aktual harus dilihat sebagai kesempatan yang konstruktif untuk memberikan umpan balik
positif baik pada klien maupun pada perawat terhadap upaya mereka, dan mendorong untuk
meningkatkan keadaan sehat yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Penyakit. Jakarta : EGC.
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ilyas, Sidarta. 1997. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth Volume 3. Jakarta : EGC.
http://www.kabarindonesia.com/Ditoanurogo/tips praktis mengenali ablasi retina 11-apr2008,21:40:06 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/ablatio04:03,31-mar-2008

Anda mungkin juga menyukai