Cacing tanah telah lama dikenal oleh manusia. Hewan ini hidup di tempat atau tanah
yang telindung dari sinar matahari lembab, gembur dan serasah. Habitat ini sangat spesifik
bagi cacing tanah untuk tumbuh dan berkembang biak dengan baik, tubuh cacing tanah
banyak mengandung lendir sehingga seringkali orang menganggapnya menjijikan
(Palungkun, 1999 dalam Ovianto, 2004).
Menurut Khairuman dan Khairul (2009), serangkaian pengujian kimia diketahui
bahwa senyawa aktif cacing tanah adalah golongan senyawa alkaloid yang juga dimiliki
tumbuhan seperti kina dan tembakau sebagai antibakteri. Cacing tanah termasuk binatang
yang sangat kompleks karena masing-masing jenis cacing tanah memiliki habitat yang
spesifik. Hal ini menyebabkan setiap jenis cacing tanah akan bertahan pada habitatnya
masing-masing. Cacing tanah dapat hidup dengan baik pada pH 6 s/d 7,2, kelembaban 12,5
s/d 17,5 dan suhu 15 s/d 31oC.
Cacing tanah (L. rubellus) banyak mengandung protein 64-76 dan mengandung asam
amino prolin sekitar 15 % dari 62 asam amino (Cho et al., 1998 dalam Damayanti, 2009).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Karsten dan Sajuthi (1998), menemukan bahwa dalam
ekstrak cacing tanah terdapat sejumlah enzim seperti lumbrokinase, peroksidase, katalase,
dan selulase. Komponen lain adalah zat antipiretik (penurun panas) yaitu asam arakhidonat,
antipurin, antiracun, dan vitamin. Ekstrak cacing tanah mengandung enzim lisosim yang
mempunyai kemampuan sebagai antimikroba yang sangat efektif untuk merusak dinding sel
bakteri gram positif.
Selain itu cacing tanah mengandung berbagai macam enzim dan asam amino esensial
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kosmetika. Enzim dan asam amino
esensial berguna dalam proses penggantian sel tubuh yang rusak, terutama dalam
menghaluskan dan melembutkan kulit. Hal ini telah dilakukan di Jepang, Prancis, Italia dan
Australia (Palungkung, 2010). Beberapa enzim yang dimaksud sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Menghubungakan
berskala
No.
1.
2.
3.
pH
1
6-7
12
1
6-7
12
1
6-7
12
Sampel
Jumlah
Gelembung
Kecambah muda
Kecambah muda
Kecambah muda
Kecambah
Kecambah
Kecambah
Kecambah tua
Kecambah tua
Kecambah tua
5
3
80
25
60
Lama
Terbentuk
Uji Nyala
(menit)
5
5
5
5
5
5
5
5
5
Tidak menyala
Menyala
Tidak menyala
Menyala redup
Menyala terang
Menyala
Menyala (+++)
Menyala (++++)
Menyala (++)
Pembahasan
Percobaan yang dilakukan pada kacang hijau, dimana pada kacang
hijau ini praktikan mengambil 3 sampel, yaitu : kecambah kacang hijau
muda (baru muncul akar pendek), kecambah kacang hijau (standar), dan
kecambah kacang hijau tua (kecambah tua). Pada percobaan diberikan 3
perlakuan berbeda dengan mengatur pH nya sebesar 1, 6-7 dan 12. Hal
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH pada aktivitas enzim
katalase dalam ketiga fase kecambah.
Berdasarkan percobaan 1 pada kecambah kacang hijau muda (baru
muncul akar pendek) diperoleh hasil dalam pH 1 tidak muncul gelembung
dan dengan uji nyala tidak menyala, pada pH 6-7 muncul 5 gelembung
dan dengan uji nyala menyala, pada pH 12 tidak muncul gelembung dan
dengan uji nyala tidak menyala. Percobaan 2 pada kecambah kacang hijau
(standar) diperoleh hasil dalam pH 1 tidak muncul gelembung dan dengan
uji nyala menyala redup, pada pH 6-7 tidak muncul gelembung dan
dengan uji nyala menyala terang, pada pH 12 muncul 3 gelembung dan
dengan uji nyala menyala. Percobaan 3 pada kecambah kacang hijau tua
(kecambah tua) diperoleh hasil dalam pH 1 muncul 80 gelembung dan
dengan uji nyala menyala, pada pH 6-7 muncul 25 gelembung dan
dengan uji nyala menyala, pada pH 12 muncul 60 gelembung dan dengan
uji nyala menyala.
Ketiga
percobaan
tersebut
menggunakan
pembatasan
waktu
Tranggono & Sutardi. (1990). Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gajah
Mada university Press.
Khairuman, dan Khairul A. (2009). Menggeruk Untung dari Beternak Cacing. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Palungkun,R (1999). Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Jakarta: Penebar
Swadaya.
----------------. (2010). Usaha Ternak Cacing tanah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Ovianto, E. (2004). Uji Aktifitas Fibrinolitik Tepung Cacing (Lumbricus rubellus) Secra
Invitro dan Evaluasi Pengaruhnya Terhadap Beberapa Parameter Anteroskloresis
Pada Monyet Ekor Panjang Macaca fascicularis Sehat. Skripsi Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Damayanti, E. Sofyan, A. Julendra, H. Untari T. (2009). Pemanfaatan Tepung Cacing Tanah
(Lumbricus rubellus)Sebagai Agensia Anti-Pullorum Dalam Imbuhan Pakan Ayam
Broiler. Jurnal Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.