Anda di halaman 1dari 5

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ENURESIS

Putri Nilasari 1106001302

Kasus
Seorang anak laki-laki (N) berusia 9 tahun, didapati masih mengompol tiap malam hari.
Ibunya sudah berkonsultasi ke dokter dan N dinyatakan tidak mempunyai masalah
dengan ginjalnya. Sang inu selalu mengingatnya N untuk tidak banyak minum pada sore
hari dan buang air kecil sebelum tidur.
Berdasarkan informasi dari Ibu, diketahui bahwa N adalah anak laki-laki satu-satunya.
N merupakan anak sulung dari 3 bersaudara. Ayah N bersifat keras dan mendisiplin
anaknya dengantinggi. Bila N nakanl dan tidak menurut, N akan dipukul sambil
dibentak-bentak. Bila sedang belajar dan N tidak bisa mengerjakan soal, ayahnya akan
memukulinya.
Pengkajian
Data yang didapat dari kasus
Data Objektif
Data Subjektif
1. An. N, anak laki-laki berumur 9 tahun 1. Ibu An. N mengatakan bahwa N masih
2. An. N anak sulung dari 3 besaudara
mengompol di malam hari disaat
(anak laki-laki satu-satunya)
usianya sudah menginjak 9 tahun.
3. An. N lebih banyak berdiam diri karena
2. Ibu An. N mengatakan bahwa bila N
ketakutan
nakal dan tidak menurut, N akan dipukul
sambil dibentak-bentak oleh ayahnya.
3. Ibu An. N mengatakan bahwa bila N
sedang

belajar

mengerjakan

soal,

dan

tidak

bisa

ayahnya

akan

memukulnya.
4. Ibu An. N mengatakan bahwa N tidak
berani
menangis

menangis
ayahnya

karena
akan

apabila
bertambah

marah.
1. Keluhan saat ini: An. N masih mengompol tiap malam hari
2. Status dalam keluarga: Anak sulung dari 3 bersaudara (anak laki-laki satu-satunya)

3. Hal yang sudah dilakukan oleh keluarga: Ibunya sudah berkonsultasi ke dokter dan
N dinyatakan tidak mempunyai masalah dengan ginjalnya. Selain itu, sang ibu
selalu mengingatkan N untuk tidak banyak minum pada sore hari dan buang air
kecil sebelum tidur.
Analisis Data
1. Berdasarkan data: Seorang anak laki-laki (N) berusia 9 tahun, didapati masih
mengompol tiap malam hari. Ibunya sudah berkonsultasi ke dokter dan N
dinyatakan tidak mempunyai masalah dengan ginjalnya., dapat disimpulkan
bahwa An. N mengalami Nocturnal Enuresis.
2. Berdasarkan data yang menyebutkan bahwa:
a. Bila N nakal dan tidak menurut, N akan dipukul sambil dibentak-bentak oleh
ayahnya.
b. Bila N sedang belajar dan tidak bisa mengerjakan soal, ayahnya akan
memukulnya.
c. N tidak berani menangis karena apabila menangis ayahnya akan bertambah
marah.
Maka dapat disimpulkan bahwa jenis enuresis yang sedang dialami oleh An. N
adalah Secondary Nocturnal Enuresis, yaitu terjadi ketika anak sudah memiliki
masa kering (masa di mana anak sudah tidak mengompol lagi), tetapi anak
mengalami enuresis kembali. Hal ini dipemicu oleh keadaan psikologis seperti
kematian anggota keluarga; sexual abuse; extreme bullying dapat menyebabkan
seorang anak mengalami secondary enuresis. Selain itu, dari data di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa penyebab dari enuresis yang sedang dialami oleh anak
N adalah stress psikologik.
3. Tipe stres ada tiga yaitu occasional stress, normal stress dan constant stres. Tipe
stres yang dialami An. N, yaitu constant stres karena anak mendapatkan stresor
hampir setiap hari dari ayahnya. Khusus untuk anak usia sekolah, ada beberapa
tanda khas yang muncul ketika mengalami stres yaitu menjadi agresif, komplain
mengenai sekolahnya, menjadi penakut dan sering mimpi buruk serta kehilangan
konsentrasi. Pada An. N, setelah anak mendapat stresor dari ayahnya, An. N
menjadi penakut terhadap ayah dan berdampak enuresis pada anak.
4. Pada anak usia sekolah, waktu tidur berkisar antara 9-12 jam. Dengan stresor yang
didapat dari ayahnya, N mengalami enuresis yang juga berdampak pada waktu
tidurnya. Hal ini dapat menyebabkan pengaruh ke lingkungan sosialnya, misalnya

mengantuk pada saat jam belajar disekolah. Sedangkan ayah menuntut agar anak
bisa mengerti dalam hal pelajaran. Seharusnya ayah tidak membentak dan
memarahi N yang justru memperburuk daya terima N dalam belajar.
Komponen Pengkajian
1. Riwayat keluarga
Apakah pada orang tua atau saudara anak pernah terjadi hal yang sama sebelumnya,
kemudian kaji pula hal-hal yang menyebabkan terjadinya enuresis pada keluarga
yang mengalami enuresis.
2. Respon keluarga
Bagaimana respon keluarga menangani masalah An. N
3. Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat penyakit sebelumnya seperti diabetes insipidus, diabetes mellitus, penyakit
ginjal kronis, infeksi saluran kemih, konstipasi.
4. Keadaan psikososial pada anak
a. Bagaimana anak berinteraksi sehari-hari dengan orang lain di sekitarnya,
apakah anak mengalami gangguan tumbuh kembang dan bagaimana pola
asuh orang tua terhadap anak yang dapat mempengaruhi keadaan psikologi
anak.
b. Sekolah (tingkatan dalam sekolah, prestasi akademik, penyesuaian terhadap
sekolah).
c. Watak serta kepribadian.
5. Keadaan psikologis pada anak
Hal lain yang perlu dikaji adalah mengenai stressor yang ada di sekitar anak,
apakah anak memiliki koping yang positif terhadap stressor yang terjadi padanya.
Apakah anak merasa takut, traum atau stress dengan keadaan sekitar. Dalam kasus,
yaitu ayahnya.
6. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Asupan cairan dan nutrisi yang dikonsumsi oleh anak sehari-hari (melalui 24hours recall)
b. Tingkat aktivitas anak sehari-hari.
c. Lalu apakah anak pernah berlatih toilet training sebelumnya, karena toilet
training juga memiliki pengaruh terhadap terjadinya kasus enuresis.
d. Kaji riwayat tidur dan istirahat (tidur jam berapa; bangun jam berapa;
kedalaman tidur; waktu mengompol; adanya gangguan tidur seperti
mengorok dan mimpi buruk).
e. Pola frekuensi berkemih (kaji urine output (volume dan frekuensi) anak pada
siang hari. Tanyakan berapa kali rata-rata klien berkemih setiap harinya,
keluarnya sejumlah kecil urine, berkemih dengan interval waktu yang sering,

mengalami kesulitan mencapai kamr mandi pada wakatu atau merasa terdesak
untuk berkemih, serta saat berkemih diserta rasa nyeri, urine sering menetes
atau kandung kemih terasa penuh terkait dengan keluarnya sejumlah kecil
urine, adanya rembesan urine jika tertawa, bersin saat malam hari).
f. Kaji kemampuan anak meminta ke kamar mandi sendiri ketika ada sensasi
berkemih serta inisiatif anak untuk berkemih sendiri.
7. Pola enuresis
a. Kapan terjadinya enuresis
b. Frekuensi dalam 1 bulan
c. Kemampuan menaham BAK
d. Sesasi yang dirasakan saat ingin berkemih dan saat setelh berkemih
8. Manifestasi klinis
a. Ngompol di tempat tidur pada malam hari
b. Urgensi urine, disuria, ketidakberdayaan, dan kemungkinan frekuensi
berkemih
9. Lingkungan
a. Bagaimana kondisi lingkungan di sekitar anak (lokasi kamar mandi, adanya
tangga menuju pintu kamar mandi, pencahayaan yang kurang, kemampuan
untuk mencari kamar mandi)
b. Apakah suhu terlalu dingin atau panas
An. N mengalami enuresis pada malam hari dan lingkungan dapat saja menjadi
faktor pendukung An. N menjadi takut, malas, karena lingkungan yang tidak
mendukung.
Pemeriksaan Fisik
1. Telinga, hidung dan pemeriksaan tenggorokan untuk mendeteksi hipertrofi
adenotonsillar karena hipertrofi adenotonsillar dapat menimbulkan sering minta
berkemih atau mengompol (semalam ngompol 2-3 kali)
2. Pemeriksaan abdomen untuk mendeteksi kandung kemih dan massa fekal
menunjukkan encopresis
3. Pemeriksaan genital untuk mendeteksi hipospadia atau epispadia, stenosis meatus,
adhesi labia
4. Pemeriksaan rektal untuk mengevaluasi sensasi perianal dan perineum dan nada
sfingter rektal dan untuk mendeteksi perianal excoriation dan vulvovaginitis
5. Selain itu lakukan juga pemeriksaan refleks sfingter, sensasi perineal, tonus anal,
cara berjalan dan tulang belakang apakah terdapat kelainan medula spinalis
(Hockenberry, 2003).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa urinalisis yang diperoleh setelah
puasa 1 malam dan evaluasi berat jenis spesifik atau osmolaritas urin atau keduanya
untuk menyampingkan poliuria sebagai penyebab frekuensi inkontinensia. Urinalisis
yang dilakukan untuk melihat adanya infeksi (positif nitrat dan leukosit), diabetes
melitus (glukosuria), tumor saluran kemih (hematuria), dan penyakit ginjal
(proteinuria). Biakan urin dilakukan sebagai tes lanjutan bila urinalisis abnormal dan
harus dilakukan secara rutin untuk melihat patologi saluran kemih. Foto X-Ray pada
nocturnal enuresis dengan excretory urogram yang diambil segera setelah miksi tidak
ada kelainan dan terlihat tidak ada urin residu. Urethroscopy dan ultrasaound ginjal
dapat dilakukan, tetapi biasanya terlihat normal. Serta Urodynamic Pengukuran urin
residu dan cystometry untuk mengevaluasi disfungsi kandung kemih (Tanagho dan
McAninch, 2004).

Referensi:
Behrman, R.E., et.al. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC.
Tanagho, E.A. & McAninch, J.W. (2004). Smiths General Urology. 16th ed. Boston:
McGraw Hill.
Hockenberry, M.J. (2003). Wongs Nursing Care of Infants and Children. St. Louis:
Mosby, Inc.
Wong, Donna L, dkk. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai