Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK II

BLOK BIOETHICS & HEALTH LAW V

Tutor : dr. Lieza Dwianasari, M.Kes


Kelompok 6
Rhininta Adistyarani

G1A010053

Nurvita Pranasari

G1A010054

Febrilia Mutiara Sari

G1A010055

Indrajati Laksana

G1A010057

Rahmat Vanadi N.

G1A010058

Yuni Purwati

G1A010059

Zafir Jehan Andika

G1A010060

Zhita Wahyu Agrinartanti

G1A010061

Dasep Padilah

G1A010062

Eviyanti Ratna Suminar

G1A010063

Dicky Bramantyo A.P

G1A010113

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2013

BAB I
LATAR BELAKANG
Dilema etik dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema sulit
dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih
prinsip etis. Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus membuang
yang lain menjadi sulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan
keburukan apalagi jika

tak satupun keputusan memenuhi semua kriteria.

Berhadapan dengan dilema etis bertambah pelik dengan adanya dampak


emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan
keputusan rasional.
Langkah penyelesaian dilema etik menurut Tappen (2005) adalah :
a

Pengkajian
Hal pertama yang perlu diketahui perawat adalah adakah saya terlibat
langsung dalam dilema?. Perawat perlu mendengar kedua sisi dengan
menjadi pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah terkumpulnya
data dari seluruh pengambil keputusan, dengan bantuan pertanyaan yaitu :

Apa yang menjadi fakta medik ?

Apa yang menjadi fakta psikososial ?

Apa yang menjadi keinginan klien ?

Apa nilai yang menjadi konflik ?


b

Perencanaan
Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat
dalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses. Thomson and
Thomson (1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang sangat spesifik namun
terintegrasi dalam perencanaan, yaitu :
1

Tentukan tujuan dari treatment.

Identifikasi pembuat keputusan

Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi / pilihan.

Implementasi

Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil keputusan


beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan yang
dapat diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka
dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran perawat selama implementasi
adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis
seringkali menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih /
berduka, marah, dan emosi kuat yang lain. Pengaruh perasaan ini dapat
menyebabkan kegagalan komunikasi pada para pengambil keputusan.
Perawat harus ingat Saya disini untuk melakukan yang terbaik bagi klien.
Perawat harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua)
alternatif yang menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkan
tak mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan, pengambil keputusan harus
menjalankannya. Kadangkala kesepakatan tak tercapai karena semua pihak
tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain waktu, perawat
tak dapat menangkap perhatian utama klien. Seringkali klien / keluarga
mengajukan permintaan yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain
permintaan klien dapat dihormati.
d

Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang
ditentukan sebagai outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan
treatment medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk mengevaluasi ulang
situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi diantara para
pengambil keputusan masih harus dipelihara.

BAB II
PEMBAHASAN
Kasus 2 :
Please, Jangan Ada Dusta Di Antara Kita...

ST adalah seorang siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berusia


17 tahun. Ia dirawat di rumah sakit karena menderita kanker nasofaring
stadium lanjut. Saat ditanyakan tentang penyakitnya, ST mengatakan bahwa
ia tidak mengetahui penyakit apa yang ia derita dan tentang alasan ia harus
dirawat di rumah sakit. Kedua orangtuanya hanya memberitahu bahwa ia
harus dirawat untuk mengobati benjolan di lehernya. Setelah dua hari dirawat,
ST mulai bertanya-tanya mengapa tidak ada yang memberitahu tentang
penyakitnya, termasuk dokter serta perawat yang merawatnya.
Pertanyaan
1

Jika Anda mengalami kejadian seperti ST, apa yang akan Anda lakukan?
(Apakah Anda ingin mengetahui tentang penyakit Anda? Siapa yang Anda
harapkan dapat memberitahu Anda?)
Jawaban:
Opini 1 :
Jika saya mengalami kejadian seperti ST saya tentunya akan sangat sedih
karena tidak tahu alasan saya dirawat di rumah sakit serta tidak tahu
penyakit yang dialami. Saya akan bertanya-tanya pada orang tua, dokter,
serta perwat. Saya sangat berharap untuk dapat mengetahui penyakit saya.
Saya ingin orang tua saya dapat menjelaskan pada saya didampingi dokter
yang menangani saya. Orang tua saya pasti bisa menenangkan kesedihan
saya dan dokter dapat menjawab pertanyaan saya terkait penyakit serta
terapinya.
Opini 2:

Iya saya ingin tahu penyakit saya, dikarenakan sebagai orang awam dalam
bidang kesehatan sayan ingin mengetahui seberapa parah penyakit saya,
kemungkinan saya untuk tetap bertahan hidup. Dan yang saya harapkan
untuk membertitahukan tentang penyakit saya, yaitu keluarga terdekat
terutama orang tua.
2. Bagaimana perasaan Anda jika mengetahui pada saat-saat terakhir
kehidupan Anda bahwa keluarga menyembunikan informasi tentang
penyakit Anda ?
Jawaban :
a

Saya akan sangat merasa sedih karena mengapa hal tersebut


disembunyikan oleh

orang terdekat saya, yaitu keluarga saya.

Meskipun keadaan saya mungkin akan membuat saya sangat takut,


b

tapi akan lebih baik apabila penyakit saya disampaikan sejak awal.
Saya akan merasa marah karena mengapa hal penting seperti ini harus
dirahasiakan, karena saya berpikir bagaimanapun juga saya akan

menanggung risiko penyakit saya sendiri.


Saya merasa kecewa karena orangtua saya tidak mau berkata apa
adanya kepada saya. Saya akan lebih sedih lagi ketika tahu tentang
penyakit saya diakhir masa kehidupan saya

3. Jika Orang tua anda didiagnosis menderita kanker stadium akhir, apakah
anda akan memberitahukan hal tersebut? Mengapa?
Jawaban :
Saya akan memberitahukan kepada Orang tua saya, karena merupakan
kewajiban saya sebagai seorang anak yang lebih tau sifat dan keadaan
psikologis dari Orang tua saya agar bisa menyampaikan dengan baik ke
Orang tua saya.
4. Jika ada keluarga (inti) yang didiagnosis menderita kenker stadium akhir,
menurut Anda siapakah yang seharusnya menyampaikan berita buruk
tersebut kepada penderita? Mengapa?
Jawaban :

Pihak keluarga karena keluarga dapat meredam emosi saat mendengar


kabar buruk yang dapat memberi support dan merupakan kerabat dekat
dengan didampingi oleh pihak dokter yang mengetahui tentang
penyakitnya.
5. Jika anda adalah dokter yang merawat ST, kepada siapakah Anda akan
memberitahu tentang penyakit ST ? Mengapa?
Kepada keluarga pasien, karena ST dianggap belum berkompeten dan
belum dapat memahami memahami tentang penyakitnya tersebut. Pada
pihak keluarga diserahkan sepenuhnya, apakah akan memberitahu pada
pasien atau tidak, dengan dokter tetap mendampingi bila diperlukan untuk
dapat membantu menjelaskan kepada ST .
6. Sebagai dokter, menurut Anda, siapakah yang sebaiknya pertama kali
menyampaikan berita buruk tentang penyakit kepada pasien? Mengapa?
Jawaban:
Keluarga pasien, karena keluargalah yang paling dekat dengan pasien yang
mengetahui sifat pasien dan memahami pasien dengan didampingi oleh
pihak dokter yang dapat memperjelas tentang keadaan pasien jika
diperlukan.
7. Cobalah membuat sebuah pesan tentang bagaimana anda ingin
diperlakukan jika Anda jatuh dalam keadaan kritis/sekarat?
Jawaban :
Bila harapan hidup sudah tidak ada lagi berharap keluarga, teman terdekat
dan pasangan dapat selalu menemani disaat saat kritis dan menyakan pada
dokter apakah masih ada harapan hidup, jika masih meminta dokter untuk
mengusahakan kesembuhan dengan cara apapun.

BAB III
KESIMPULAN
Pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa sebagai dokter harus memikirkan
keadaan terbaik untuk pasien dan dapat merasakan apa yang dirasakan serta
diinginkan pasien dengan memposisikan dokter apabila menjadi pasien tersebut
agar dapat lebih memahami perasaan pasien dan harapkan dengan begitu dokter
dapat mempertahankan kualitas hidup dari pasien.

DAFTRA PUSTAKA

Astuti, EA. 2010. Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien Dalam Upaya
Pelayanan

Medis.

Available

from:ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/article/view/292/304
Hanafiah, jusuf.,Amir Amri. 2009. Etika dan Hukum Kesehatan edisi 4. EGC:
Jakarta
KODEKI, 2004. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan
Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta: Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran Indonesia (MKEK)
Samil, Ratna Supraptil. 2001. Etika Kedokteran Indonesia Edisi 2 Cetakan 1.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Tappen, M.R., Sally A. Weiss, Diane K.W. (2004). Essentials of Nursing
Leadership and Management. 3 rd Ed. Philadelphia : FA. Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai