TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Mata
Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan
difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang
transparan merupakan hal yang sangat menguntungkan karena sinar yang masuk 80%
atau kekuatan 40 dioptri dilakukan atau dibiaskan oleh kornea ini. Kornea memiliki
indek bias 1,38. Kelengkungan kornea mempunyai kekuatan yang sebagai lensa
hingga 40,0 dioptri.
Lensa yang jernih mengambil peranan membiaskan sinar 20% atau 10 dioptri.
Peranan lensa yang terbesar adalah pada saat melihat dekat atau berakomodasi. Lensa
ini menjadi kaku dengan bertambahnya umur sehingga akan terlihat sebagai
presbiopia. Lensa mata memiliki sifat seperti : indeks bias 1,44, dapat berubah
bentuk, mengatur difokuskannya sinar dan apabila badan siliar melakukan kontraksi
atau relaksasi maka lensa akan cembung ataupun pipih seperti yang terjadi pada
akomodasi (Ilyas, 2006).
Mata anak-anak adalah mata yang sedang bertumbuh. Sistem imunitas anak yang
sedang berkembang dan sistem saraf pusat yang juga berada pembentukan
mengakibatkan rentanya mata anak terhadap gangguan yang bisa mengakibatkan
pertumbuhan dan perkembangan abnormal. Pertumbuhan dan perkembangan mata
berlangsung cepat dalam dua tahun pertama kehidupan. Kemudian berkembang
secara berlahan sampai usia pubertas (Riordan and Eva, 2009).
2005).
2.3. Etiologi
Ametropia aksial adalah ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata
lebih panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan
atau di belakang retina. Pada miopia aksial, fokus akan terletak di depan
retina karena bola mata lebih panjang. Sedangkan pada hipermetropia aksial,
fokus bayangan terletak di belakang retina. Ametropia indeks refraktif adalah
ametropia akibat kelainan indeks refraksi media penglihatan. Sehingga walaupun
panjang sumbu mata normal, sinar terfokus di depan (miopia) atau di belakang
retina (hipermetropia). Kelainan indeks refraksi ini dapat terletak pada kornea
atau pada lensa (cembung, diabetik). Ametropia kurvatur disebabkan
kelengkungan kornea atau lensa yang tidak normal sehingga terjadi perubahan
pembiasan sinar. Kecembungan kornea yang lebih berat akan mengakibatkan
pembiasan lebih kuat sehingga bayangan dalam mata difokuskan di depan bintik
kuning sehingga mata ini akan menjadi mata miopia atau rabun jauh. Sedangkan
kecembungan kornea yang lebih kurang atau merata (flat) akan mengakibatkan
pembiasan menjadi lemah sehingga bayangan dalam mata difokuskan dibelakang
bintik kuning dan mata ini menjadi hipermetropia atau rabun dekat (Ilyas, 2006).
Tanda Dan Gejala Klinis
Sakit kepala terutama didaerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk,
pegal pada bola mata, penglihatan kabur (Ilyas, 2006), mengerutkan dahi secara
berlebihan, sering menyipitkan mata, sering menggosok (mengucek) mata,
mengantuk, mudah teriritasi pada penggunaan mata yang lama, dan penglihatan
ganda (Rudolph, 2007)
b. Klasifikasi Miopia
Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif didalam dioptri, dimana 1.00
dioptri merupakan kekuatan lensa yang memfokuskan sinar sejajar pada
jarak satu meter. Berdasarkan beratnya miopia: Miopia ringan - 3.00 dioptri,
miopia sedang - 3.00 - 6.00 dioptri, miopia berat - 6.00 - 9.00
dioptri dan miopia sangat berat - >9.00 dioptri (Ilyas, 2006).
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk: Miopia stasioner, miopia yang
menetap setelah dewasa, miopia progresif, miopia yang bertambah
terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata, dan
miopia maligna yaitu miopia yang berjalan progresif yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia
pernisiosa = miopia degeneratif (Ilyas, 2004) sedangakan berdasarkan
bentuknya miopi di bagi menjadi : Miopia refraktif, bertambahnya indeks
bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen dimana lensa
menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan
miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media
penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat, miopia aksial, miopia yang
akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa
yang normal (Ilyas 2004). Pembagian berdasarkan pembagian kelainan
jaringan mata: Miopia simpleks, dimulai pada usia 7-9 tahun dan akan
bertambah sampai anak berhenti tumbuh kurang lebih 20 tahun dan berat
kelainan refraktif biasanya kurang dari -5D atau -6D, miopia progresif,
pada mata, kadang-kadang terlihat bakat untuk menjadi juling bila ia melihat
jauh, mengecilkan kelopak untuk mendapatkan efek pinhole sehingga
dapat melihat jelas, penderita miopia biasanya menyenangi membaca (Ilyas,
2006), cepat lelah, pusing dan mengantuk, melihat benda kecil harus dari
jarak dekat, pupil medriasis, dan bilik mata depan lebih dalam, retina tipis
(Istiqomah, 2005). Banyak menggosok mata, mempunyai kesulitan dalam
membaca, memegang buku dekat ke mata, pusing, sakit kepala dan mual
(Wong, 2008).
f. Komplikasi
Ablatio retina terutama pada miopia tinggi, strabismus (mata juling),
ambliopia (Nurrobbi, 2010).
g. Pengobatan
Koreksi mata dengan miopia dengan memakai lensa minus/negatif yang
sesuai untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata. Biasanya
pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak. Miopia juga dapat diatasi
dengan pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial, keratektomi
fotorefraktif (Ilyas, 2006).
2.5.2. Hipermetropia
a. Definisi Hipermetropia
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat.
Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata
dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya
terletak di belakang makula lutea (Ilyas, 2004). Hipermetropia adalah suatu
kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah yang menyebabkan
sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di
belakang retina (Istiqomah, 2005). Hipermetropia adalah keadaan mata yang
tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina.
Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara bola mata dan
kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar
terletak di belakang retina (Patu, 2010).
b. Klasifikasi Hipermetropia
Terdapat berbagai gambaran klinik hipermetropia seperti: Hipermetropia
manifes ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif
maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini
terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif.
Hipermetropia manifes didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia yang
dapat dilihat dengan koreksi kacamata maksimal. Hipermetropia fakultatif,
dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun
dengan kacamata positif. Pasien yang
2.5.3. Astigmatisme
a. Definisi Astigmatisme
Astigmatisme adalah tajam penglihatan dimana didapatkan bermacammacam derajat refraksi pada bermacam-macam meredian sehingga sinar
sejajar yang datang pada mata akan difokuskan pada tempat yang berbeda
(Istiqomah, 2005). Astigmatisme adalah keadaan dimana sinar yang masuk
ke dalam mata tidak dipusatkan pada satu titik akan tetapi tersebar atau
menjadi sebuah garis (Ilyas, 1989). Astigmatisme adalah suatu keadaan
dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada
seluruh bidang pembiasan sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik
(Ilyas, 2006). Astigmatisme juga dapat terjadi akibat jaringan parut pada
kornea atau setelah pembedahan mata. Jahitan yang terlalu kuat pada bedah
mata dapat mengakibatkan perubahan pada permukaan kornea. Bila
dilakukan pengencangan dan pengenduran jahitan pada kornea maka dapat
terjadi astigmatisme akibat terjadi perubahan kelengkungan kornea (Ilyas,
2006).
b. Klasifikasi Astigmatisme
Dikenal beberapa bentuk astigmatisme seperti: Astigmatisme regular adalah
suatu keadaan refraksi dimana terdapat dua kekuatan pembiasan yang saling
tegak lurus pada sistem pembiasan mata. Hal ini diakibatkan kornea yang
mempunyai daya bias berbeda-beda pada berbagai meridian permukannya.
Astigmatisme ini memperlihatkan kekuatan pembiasan
c. Etiologi Astigmatisme
Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau terjadi
sejak lahir, jaringan parut pada kornea seteh pembedahan (Ilyas, 2006),
ketidakteraturan lengkung kornea, dan perubahan pada lensa (Nelson, 2000).
d. Patofisiologi
Akibat dari kurvatura yang tidak sama pada kornea atau lensa yang
menyebabkan sinar melengkung dalam arah yang berbeda (Wong, 2008).
e. Gejala Klinis Astigmatisme
Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan
satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi lonjong,
penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat
berubah, mengecilkan celah kelopak mata, sakit kepala, mata tegang dan
pegal, mata dan fisik lelah , astigmatisme tinggi (48 D) yang selalu melihat
kabur sering mengakibatkan ambliopia (Ilyas, 2006), gambar di kornea
terlihat tidak teratur (Istiqomah, 2005).
f. Pengobatan
Pengobatan denagn lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau lensa
kontak lembek bila disebabkan infeksi, trauma untuk memberikan efek
permukaan yang ireguler (Ilyas, 2006).
untuk hipermetropia dan miopia dimana penglihatan tidak mencapai 6/6 atau
20/20 maka lakukan uji pinhole (Ilyas, 2006).
4.2. Pemeriksaan Kelainan Refraksi
Subjektif: Letakkan pinhole di depan mata yang sedang diuji kemudian diminta
membaca huruf terakhir yang masih dapat dibaca sebelumnya, bila tidak terjadi
perbaikan penglihatan maka mata tidak dapat dikoreksi lebih lanjut karena media
penglihatan keruh atau terdapat kelainan pada retina atau saraf optik, bila terjadi
perbaikan penglihatan maka ini berarti terdapat astigmatisme atau silinder pada
mata tersebut yang belum dapat koreksi mata.
Objektif: Pemeriksaan objektif dapat dilakukan dengan: Refraksionometer
merupakan alat pengukur anomali refraksi mata atau refraktor automatik yang
dikenal pada masyarakat alat komputer pemeriksaan kelainan refraksi. Alat yang
diharapkan dapat mengukur dengan tepat kelainan refraksi mata, retinoskopi
adalah pemeriksaan yang sangat diperlukan pada pasien yang tidak kooperatif
untuk pemeriksaan refraksi biasa. Retinoskopi merupakan alat untuk melakukan
retinoskopi, guna menentukan kelainan refraksi seseorang secara objektif.
Retinoskopi dimasukkan ke dalam mata atau pupil pasien. Pada keadaan ini
terlihat pantulan sinar dari dalam mata, dan dikenal 2 cara retinoskopi yaitu Spot
retinoscopy dengan memakai berkas sinar yang dapat difokuskan dan
Streak retinoscopy dengan memakai berkas sinar denagn bentuk celah atau slit
(Ilyas, 2006).
5. Pengobatan
Berbagai cara dan alat untuk memperbaiki tajam penglihatan untuk membiaskan sinar
sehingga sehingga terfokus pada bintik kuning yaitu:
5.1. Kaca Mata
Kaca mata merupakan alat koreksi yang paling banyak dipergunakan kerena mudah
merawatnya dan murah. Kerja kaca mata pada mata adalah minus kuat di perlukan
pada mata miopia tinggi akan memberikan kesan pada lensa benda yang dilihat
menjadi lebih kecil dari ukuran yang sesungguhnya. Sebaliknya memakai lensa
konveks atau plus pada mata hipermetropia akan memberikan kesan lebih besar.
Penderita astigmatisme akan mendapatkan perasaan tidak enak bila memakai kaca
mata.
Keluhan memakai kaca mata yaitu kaca mata tidak selalu bersih, mengurangi
kecerahan warna yang dilihat, mengganggu gaya hidup, mudah turun dari pangkal
hidung, dan sakit pada telinga. Keuntungan dan kerugian kaca mata kaca dibanding
plastik yakni kaca mata kaca mudah berembun dibandingkan kaca mata plastik, kaca
mata kaca lebih mudah pecah dibandingkan dengan kaca mata plastik, kaca mata kaca
lebih berat dibandingkan kaca mata plastik, dan kaca mata kaca lebih tipis
dibandingkan kaca mata plastik.
Kerugian memakai kaca mata yaitu menghalangi penglihatan perifer, pemakaian
dengan waktu tertentu, membatasi kegiatan tertentu, spt olah raga, dan kaca mata
mudah rusak (Ilyas, 2006).
( http://www.precision-vision.com/index.cfm/feature/9/a--visual-acuity.cfm).
membaik dengan cepat dan dapat mencapai 20/30 20/20 di usia 2-3 tahun
namun ketajaman penglihatan sebesar 20/40 biasanya diterima sebagai normal
untuk anak umur 3 tahun. Pada umur 4 tahun sebesar 20/30 adalah biasa dan pada
umur 5 atau 6 tahun kebanyakan anak mencapai visus 20/20 (Nelson, 2000).
Perkembangan utama penglihatan pada anak usia 5 tahun potensial maksimal
untuk ambliopia dan mampu menyalin kotak dan usia 6 tahun sedikit potensial
terhadap ambliopia, mengenali banyak warna, dan persepsi dalam berkembang
penuh (Wong, 2008).
7.2. Usia Sekolah Menengah
Periode ini merupakan fase transisi, yaitu anak mulai memasuki usia remaja, pada
usia 11 atau 12 sampai 15 tahun . Anak perempuan mulai memasuki fase
prapubertas pada usia 11 tahun sedangkan anak laki-laki 12 tahun. Perkembangn
yang mencolok pada periode ini adalah kematangan identitas seksual dengan
perkembangan reproduksi dan pencapaian identitas diri anak sebagai remaja yang
akan meninggalkan masa kanak-kanak dan memasuki perkembangan sebagai
orang dewasa (Supartini, 2004).
Usia 12 sampai 15 tahun merupakan masa pahlawan, yaitu anak suka membaca
buku-buku perjuangan karya orang kenamaan yang pernah terjadi. Pada usia
sekolah ini sikap yang egosentris diganti dengan sikap empiris berdasarkan
pengalaman. Dan kelak pada usia 13 sampai 14 tahun, sikap tersebut berkembang
menjadi logis rasional (Ahmadi, 2005).
Pada umur 13-15 merupakan masa anak usia sekolah memasuki masa pubertas,
anak-anak dapat tumbuh denag cepat atau lamabat selama ledakan pertumbuhan
dan dapat berakhir lebih cepat atau lambat dari anak-anak yang lain (Wong,
2008).
Anak-anak sering tidak menyadari visusnya menurun dan mungkin tidak
mengeluh bahkan ketika mereka menderita mata lelah atau kebutaan. Tingkah
laku anak yang dapat memberikan petunjuk bahwa telah terjadi kesalahan refraksi
yang tidak dikoreksi meliputi mengedip berlebihan, mengerutkan dahi berlebihan,
sering menyipitkan mata, dan sering menggosok mata. Untuk mencegah hal
tersebut agar menjadi lebih baik, sebaiknya dilakukan uji visus secara rutin 2-3
tahun selama anak bersekolah dan lebih sering lagi jika ada riwayat keluarga
mengalami kesulitan penglihatan atau kelainan refraksi (Wong, 2008).