Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1

LATAR BELAKANG
Salah satu gangguan kesehatan yang menonjol pada usia lanjut adalah gangguan

muskuloskeletal, salah satunya adalah osteoartritis. Osteoartritis merupakan penyakit dengan


prevalensi tinggi, terutama pada populasi wanita usia lanjut. Osteoartritis (OA) yang dikenal
sebagai pengapuran sendi, dengan kelainan utamanya dimulai dari kerusakan tulang rawan sendi
yang diikuti dengan pertumbuhan osteofit, penebalan tulang subkondral, peradangan sinovium,
dan kerusakan ligamen. OA umumnya menyerang sendi penopang tubuh seperti sendi lutut,
panggul, lumbal dan servikal.
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit persendian yang kasusnya paling umum dijumpai
secara global. Diketahui bahwa OA diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 24
juta jiwa di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2004). Prevalensi OA juga terus meningkat secara
dramatis mengikuti pertambahan usia penderita. Berdasarkan temuan radiologis, didapati bahwa
70% dari pasien yang berumur lebih dari 65 tahun menderita OA (Brooks, 1998). Prevalensi OA
lutut pada pasien wanita berumur 75 tahun ke atas dapat mencapai 35% dari jumlah kasus yang
ada. Diperkirakan juga bahwa satu sampai dua juta lanjut usia di Indonesia menjadi cacat karena
OA (Soeroso, 2006). Berat badan sering dikaitkan sebagai faktor yang memperparah OA pasien.
Pada sendi lutut, dampak buruk dari berat badan berlebih dapat mencapai empat hingga lima kali
lebih besar sehingga mempercepat kerusakan struktur tulang rawan sendi. Hasil penelitian Davis
et al (1990) menunjukkan bahwa obesitas (obese) memberikan nilai odds ratio sebanyak 8.0
terhadap risiko OA lutut. Studi lain dari peneliti kesehatan masyarakat University College
London menyimpulkan bahwa obesitas meningkatkan risiko terjadinya OA lutut hingga empat
kali banyaknya pada pria dan tujuh kali pada wanita. Kemungkinan terjadinya OA pada salah
satu lutut pasien obese malah mencapai 5 kali lipat dibandingkan dengan pasien yang Non
Obese. Fakta tersebut menyimpulkan bahwa obesitas merupakan suatu faktor risiko terjadinya
OA, terutama pada sendi lutut (Arthritis Research Campaign, 2007). Obesitas juga dianggap
sebagai salah satu faktor yang meningkatkan intensitas nyeri yang dirasakan pasien OA lutut
(Thumboo, 2002). Menurut Soeroso ( 2006 ), pasien OA dengan obesitas sering mengeluhkan
nyeri pada sendi lutut dibandingkan dengan pasien yang Non Obese. Peningkatan dari rasa nyeri
1

dan ketidakmampuan fungsi pada lutut pasien penderita OA semakin meningkat seiring dengan
berjalannya waktu (Conaghan, 2008).Salah satu metode untuk dapat menilai apakah seseorang
itu obesitas atau tidak adalah dengan menggunakan skala dari pengukuran waist-hip ratio.
Waisthip ratio memiliki tiga kriteria obese (Non Obese, obese, obese sentral) sehingga
menjadikannya definitif untuk menilai derajat obesitas seseorang (Mollarius, 1999).

Rumusan Masalah
1
2
3
4
5

apa pengertian osteoarthritis?


Apakah etiologinya?
Apa tanda dan gejala osteoarthritis?
Bagaimana patofisiologi osteoarthritis?
Buatlah WOC osteoarthritis!

Tujuan Penulisan
1
2
3
4
5

Untuk mengetahui pengertian osteoarthritis


Untuk mengetahui apa saja etiologinya
Untuk mengetahui tanda dan gejala osteoarthritis
Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi osteoarthritis
Untuk mengetahui WOC osteoarthritis

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

DEFINISI OSTEOARTHRITIS
Osteoarthritis adalah suatu gangguan persendian dimana terjadi perubahan berkurangnya

tulang rawan sendi dan terjadi hipertropi tulang hingga terbentuk tonjolan tulang pada
2

permukaan sendi (osteopit). Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau
osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering
ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer , C Suzanne,
2002 hal 1087)
Keadaan ini berkaitan dengan usia lanjut, terutama pada sendi-sendi tangan dan sendi
besar yang mananggung beban dan secara klinis ditandai oleh nyeri, deformitas, pembesaran
sendi dan hambatan gerak.
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :
a. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang berhubungan
dengan osteoarthritis OA jenis ini terutama ditemukan pada pada wanita kulit putih, usia
baya, dan umumnya bersifat poli-articular dengan nyeri akut disertai rasa panas pada
bagian distal interfalang, yang selanjutnya terjadi pembengkakan tulang (nodus heberden).
b.

Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur (Long, C Barbara,

1996 hal 336) OA sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan
pada sinovia sehingga menimbulkan osteoartritis sekunder. Beberapa keadaan yang dapat
menimbulkan osteoartritis sekunder sebagai berikut:
1) Trauma /instabilitas.
OA sekunder terutama terjadi akibat fraktur pada daerah sendi, setelah menisektomi,
tungkai bawah yang tidak sama panjang, adanya hipermobilitas, instabilitas sendi,
ketidaksejajaran dan ketidakserasian permukaan sendi.
2)
Faktor Genetik/Perkembangan
Adanya kelainan genetik dan kelainan perkembangan tubuh (displasia epifisial, displasia
asetabular, penyakit Legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi panggul bawaan, tergelincirnya
epifisis) dapat menyebabkan OA.
3)
Penyakit Metabolik/Endokrin
OA sekunder dapat pula disebabkan oleh penyakit metabolik/sendi (penyakit okronosis,
akromegali, mukopolisakarida, deposisi kristal, atau setelah inflamasi pada sendi.
(misalnya, OA atau artropati karena inflamasi)

2.2

ETIOLOGI OSTEOARTHRITIS
Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun beberapa

faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :


a.
Umur.
3

Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang terkuat.
Prevalensi

dan

beratnya

orteoartritis

semakin

meningkat

dengan

bertambahnya

umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan
sering pada umur diatas 60 tahun.
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan penurunan
jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
b.
Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering
terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keeluruhan dibawah 45 tahun
frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi
oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran
hormonal pada patogenesisosteoartritis.
c.
Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari seorang wanita
dengan osteoartritis pada

sendi-sendi

inter

falang

distal

terdapat

dua

kali

lebih

sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung


mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa
osteoarthritis.
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan pada pria
yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang
tuanya yang terkena.
d.
Suku
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat perbedaan diantara
masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit
hitam dan usia dari pada kaukasia.Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang orang
Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup
maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
e.
Kegemukan (obesitas)
Berat badan yang berlebihan

nyata

berkaitan

dengan

meningkatnya

resiko

untuk

timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya
berkaitan

dengan osteoartritis pada

sendi

yang

menanggung

beban,

tapi

juga

dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).


4

f.
Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga (trauma)
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang menimbulkan
kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
g.
Kepadatan tulang dan pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi melalui dua
mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya.
h.
Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi peradangan dan
pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang.

i.
Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan membal dan
menyebabkan sendi menjadi tidak stabil / seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi.
j.
Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang berlebihan pada
seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia,
dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
k.
Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat mengendapkan
hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam
rawan sendi
2.3

TANDA DAN GEJALA

Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang dirasakannya telah


berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut adalah keluhan yang dapat
dijumpai pada pasien OA :
a.Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan
dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu terkadang
dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat

ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya bertambah


berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan dan
menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun
eksentris ( salah satu arah gerakan saja )( Soeroso, 2006 ).Kartilago tidak mengandung
serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri.
Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago
(Felson, 2008).ada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari
nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan
edema sumsum tulang ( Felson, 2008).Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya
nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang
hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini
menimbulkan nyeri (Felson, 2008).Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk
bursae di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari anserine
bursitis dan sindrom iliotibial band (Felson, 2008).
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan dengan
pertambahan rasa nyeri ( Soeroso, 2006 ).
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak melakukan
banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan
setelah bangun tidur di pagi hari( Soeroso, 2006 ).
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum
dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya
sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan
perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu( Soeroso, 2006 )..
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
6

Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar ( Soeroso, 2006 ).Pembengkakan
sendi yang asimetris.Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada
sendi yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga
bentuk permukaan sendi berubah ( Soeroso, 2006 ).
g. Tanda tanda peradangan
Tanda tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat
yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena adanya synovitis.
Biasanya tanda tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang
lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman yang
besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu
berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut (
Soeroso, 2006 ).

2.4

PATOFISIOLOGI
Tulang rawan sendi merupakan sasaran utama perubahan degeneratif pada osteoarthritis.

Tulang rawan sendi memiliki letak strategis yaitu diujung ujung tulang untuk melaksanakan 2
fungsi, yaitu 1) menjamin gerakan yang hampir tanpa gesekan didalam sendi, berkat adanya
cairan sinovium, dan 2) disendi sebagai penerima beban, menebarkan beban keseluruh
permukaan sendi sedemikian sehingga tulang dibawahnya dapat menerima benturan dan berat
tanpa mengalami kerusakan. Kedua fungsi ini mengharuskan tulang rawan elastis (yaitu
memperoleh kembali arsitektur normalnya setelah tertekan) dan memiliki daya regang (tensile
streghth) yang tinggi.
Seperti pada tulang orang dewasa, tulang rawan sendi tidak statis, tulang ini mengalami
pertukaran, komponen matriks tulang tersebut yang aus diuraikan dan diganti. Keseimbangan ini
dipertahankan oleh kondrosit, yang tidak hanya menyintesis matriks tetapi juga mengeluarkan
enzim yang menguraikan matriks. Pada osteoarthritis, proses ini terganggu oleh beragam sebab.

Osteoarthritis ditandai dengan perubahan signifiikan baik dalam komposisi maupun sifat
mekanis tulang rawan. Pada awal perjalanan penyakit, tulang rawan yang mengalami degenerasi
memperlihatkan peningkatan kandungan air dan penurunan konsentrasi proteoglikan
dibandingkan dengan tulang rawan sehat. Selain itu, tampaknya terjadi perlemahan jaringan
kolagen, mungkin karena penurunan sintesis lokal kolagen tipe II, dan peningkatan pemecahan
kolagen yang sudah ada. Kadar molekul perantara tertentu, termasuk IL-1, TNF, nitrat oksida
meningkat pada tulang rawan osteoarthritis dan tampaknya berperan dalam perubahan komposisi
tulang rawan. Apoptosis juga meningkat, yang mungkin menyebabkan penurunan jumlah
kondrosit fungsional.
Secara keseluruhan, perubahan ini cenderung menurunkan daya regang dan kelenturan
tulang rawan sendi. Sebagai respons terhadap perubahan regresif ini, kondrosit pada lapisan yang
lebih dalam berproliferasi dan berupaya memperbaiki kerusakan dengan menghasilkan kolagen
dan proteoglikan baru. Meskipun perbaikan ini pada mulanya mampu mengimbangi kemerosotan
tulang rawan, sinyal molekular yang menyebabkan kondrosit lenyap dan matriks ekstrasel
berubah akhirnya menjadi predominan. Faktor yang menyebabkan pergeseran dari gambaran
reparatif menjadi generatif ini masih belum diketahui.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini
disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau
kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan
karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan
penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat
intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur pada ligamen atau adanya perubahan
metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan
kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan
nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus. ( Soeparman ,1995).
Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan,
seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi

DAFTAR PUSTAKA

http://kamuskesehatan.com/arti/osteoartritis/
https://id.wikipedia.org/wiki/Osteoartritis
Marilynn, Doenges E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/15/jhptump-a-nurulaulia-741-2-babii.pdf
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Mukulosketal.
Jakarta: EGC.

10

Anda mungkin juga menyukai