NIM
MATA KULIAH
DOSEN PENGAMPU
: BAMBANG RIYANTO
: 20082012001
: DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
: Prof. Dr. Joshua Sabandar, M.A.
Dr. Rusdy A. Sirodj, M.Pd
Dra. Nyimas Aisyah, M.Pd
yang ditemukan dalam suatu lingkungan pekerjaan. Problem Based Learning (PBL)
adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar. Yaitu,
sebelum pebelajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi suatu
masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. Masalah diajukan
sedemikian rupa sehingga para pebelajar menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan
agar mereka dapat memecahkan masalah tersebut.
Menurut Zulharman (2007) bahwa:
Perubahan paradigma pendidikan kedokteran dari pembelajaran yang
berpusat pada teacher (Teacher centre learning) ke arah pembelajaran
yang berpusat pada pelajar (student centre learning) dapat dilihat dari
banyaknya Fakultas kedokteran di dunia maupun di Indonesia yang
menerapkan PBL. Penerapan PBL ini ada yang mengaplikasikannya dalam
kontek kurikulum sehingga disebut kurikulum PBL. PBL juga ada yang
menerapkan sebagai sebuah metode pendidikan.Problem Based Learning
adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan
masalah dalam kehidupan nyata dan lalu dari masalah ini mahasiswa
dirangsang untuk mempelajari masalah ini berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge)
sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan
pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil
merupakan poin utama dalam penerapan PBL.Penerapan PBL di
pendidikan kedokteran pertama kali di Mc Master University Canada pada
dekade 1960 akhir. PBL berkembang dengan pesat hingga sampai juga di
Indonesia.
Sintaks Model Pembelajaran PBL/PBI
Menurut
Deodiknas
(dalam
akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/04/16_pengembangan-model-pembelajaranctl-smp-2006.ppt bahwa:
Fase-Fase
Fase I
Orientasi siswa pada masalah
Fase II
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Prilaku Guru
Menjelaskan tujuan, logistik yang
dibutuhkan
Memotivasi siswa terlibat aktif
pemecahan masalah yang dipilih
Fase III
Mendorong
siswa
untuk
mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah
Membantu
siswa
dalam
merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan,
model dan berbagi tugas dengan
teman
Mengevaluasi
hasil
belajar
tentang materi yg tlh dipelajari
/meminta kelompok
hasil kerja
presentasi
Menemukan adalah proses yang penting dalam pembelajaran agar retensinya kuat
dan munculnya kepuasan tersendiri dalam benak siswa dibandingkan hanya
melalui pewarisan. Dengan menemukan kemampuan berpikir mandiri (kognitif
tingkat tinggi, kritis, kreatif, inovatif, dan improvisasi) akan terlatih yang pada
kondisi selanjutnya menjadi terbiasa. Inkuiri mempunyai siklus observasi,
bertanya, menduga, kolekting, dan konklusi.
4. masyarakat belajar (learning community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasi belajar diperoleh dari hasil
kerjasama dfengan orang lain, baik melalui perorangan maupun kelompok orang,
dari dalam kelas, sekitar kelas, di luar kelas, di lingkungan sekolah, lingkungan
rumah, ataupun di luar sana. Dalam pelaksanaan CTL guru disarankan untuk
membentuk kelompok belajar agar siswa membentuk masyarakat belajar untuk
saling berbagi, membantu, mendorong, menghargai, atau membantu.
5. pemodelan (modelling)
Pemodelan akan lebih mengefektifkan pelaksanaan CTL untuk ditiru, diadaptasi,
atau dimodifikasi. Dengan adanya model untuk dicontoh biasanya konsep akan
lebih mudah dipahami atau bahkan bisa menimbulkan ide baru. Pemodelan dalam
matematika, misalnya mempelajari contoh penyelesaian soal, penggunaan alat
peraga, cara menemukan kata kunci dalam suatu bacaan, atau cara membuat
skema konsep. Pemodelan tidak selalu oleh guru, bisa juga oleh siswa atau media
lainnya.
6. refleksi (reflection)
Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru dipelajari,
merenungkan kembali aktivitas yang telah dilakukan, atau mengevaluasi kembali
bagaimana belajar yang telah dilakukan. Refleksi berguna untuk evaluasi diri,
koreksi, perbaikan, atau peningkatan diri. Membuat rangkuman, meneliti dan
memperbaiki kegagalan, mencari alternatif lain cara belajar (learning how to
learn), dan membuat jurnal pembelajaran adalah contoh kegiatan refleksi.
7. asesmen otentik (authentic assesment)
Asesmen otentik adalah penilaian yang dilakukan secara komprehensif berkenaan
dengan seluruh aktivitas pembelajaran, meliputi proses dan produk belajar
sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukannya mendapat penghargaan.
Hakekat penilaian yang diwujudkan berupa nilai merupakan penilaian atas usaha
siswa yang berkenaan dengan pembelajaran, bukan merupakan hukuman.
Penilaian otentik semestinya dilakukan dari berbagai aspek dan metode sehingga
objektif. Misalnya membuat catatan harian melalui observasi untuk menilai
aktivitas dan motivasi, wawancara atau angket untuk menilai aspek afektif, porto
folio untuk menilai seleruh hasil kerja siswa (artefak), tes untuk menilai tingkat
peguasaan siswa terhadap materi bahan ajar.
Menurut
Depdiknas
(dalam
akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/04/16_pengembangan-model-pembelajaranctl-smp-2006.ppt ) bahwa:
4
1. Konstruktivisme:
siswa membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar
pada pengetahuan awal.
Pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima
pengetahuan
2. Inquiry (menemukan)
Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3. Questioning (bertanya)
Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kamampuan berpikir
siswa
Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasism
inquiry
4. Learning community (masyarakat belajar)
Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri
Tukar pengalaman
Berbagi ide
5. Medelling (pemodelan)
Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar
Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mnegerjakannya
6. Authentic Assesment (penilaian yang sebenarnya)
Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
Penilaian produk (kinerja)
Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
7. reflection (refleksi)
Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
Mencatat apa yang telah dipelajri
Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
Karakteristik Pembelajaran Berbasis CTL
Menurut
Depdiknas
(dalam
Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta,
gambar, artikel, humor dan lain-lain
Laporan kepada orang tua bukan hanya raport, tetapi hasil karya siswa, laporan
hasil praktikum, karangan siswa dan lain-lain.
Hakekat Belajar matematika
Menurut Suherman (2009) bahwa Belajar Matematika adalah suatu proses (aktivitas)
berpikir disertai aktivitas afektif dan fisik.
PEMBELAJARAN DENGAN PENEMUAN (INQUIRY)
Menurut Sofa (2008) bahwa Pendekatan inquiry adalah pendekatan mengajar
dimana siswa merumuskan masalah, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan
menganalisis data sampai mengambil keputusan sendiri. Sedangkan Pendekatan
discovery merupakan pendekatan mengajar yang memerlukan proses mental, seperti
mengamati, mengukur, menggolongkan, menduga, men-jelaskan, dan mengambil
kesimpulan.
Pada kegiatan discovery guru hanya memberikan masalah dan siswa disuruh
memecahkan masalah melalui percobaan. Pada pendekatan inquiry, siswa mengajukan
masalah sendiri sesuai dengan pengarahan guru. Keterampilan mental yang dituntut lebih
tinggi dari discovery antara lain: merancang dan melakukan percobaan, mengumpulkan
dan menganalisis data, dan mengambil kesimpulan.
Menurut Sofa (2008) bahwa Pendekatan inquiry harus memenuhi empat kriteria
ialah (1) kejelasan, (2) kesesuaian, (3) ketepatan dan (4) kerumitannya.
Menurut Sofa (2007) bahwa:
Setelah guru mengundang siswa untuk mengajukan masalah yang erat
hubungannya dengan pokok bahasan yang akan diajarkan, siswa akan terlibat
dalam kegiatan inquiry dengan melalui 5 fase ialah:
Fase 1 : Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan
tantangan
untuk
diteliti.
Fase 2 : Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat
khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi.
Fase 3 : siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan,
berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis sehingga diperoleh
hubungan
sebab
akibat.
Fase 4 : merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh penjelasan,
pernyataan,
atau
prinsip
yang
lebih
formal.
Fase 5 : melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang dilakukan
oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk membantu siswa terarah
pada mencari sebab akibat.
Secara sederhana, metode penemuan dapat diartikan sebagai cara
penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru (Usman dan Setiawati,
1993 :25 dalam Turisina, 2006).
Menurut M Amin (1998 dalam Turisina, 2006) bahwa, ada beberapa pola metode
penemuan
dapat
(1)
yang
dipergunakan
Guaided
pada
pembelajaran,
Discovery-Inquiry
(penemuan
yaitu
dengan
sebagai
berikut
bimbingan);
dalam
menggunakan pola ini guna memberikan bimbingan yang cukup, (2) Modified
(3)
Invitation
to
Inquiry
(Penemuan
dengan
langkah
penelitian
ilmiah); Pola ini mengajak siswa seperti layaknya ilmuwan, (4) Inquiry Role
Aproach (penemuan dengan pendekatan pembagian tugas), (5)Free Inquiry
(penemuan dengan pendekatan kebebasan siswa) pada pola penemuan ini,
siswa
dilibatkan
untuk
menentukan
problem
yang
akan
d iselidiki
dan
sekaligus menentukan sendiri cara pemecahan problem. (6) Dictoral Riddle (penemuan dengan
petunjuk
masalah
gambar);
dengan
mengajukan
Lesson
pada
pola
menampilkan
gambar,
pertanyaan
(penemuan
berkaitan
dengan
ini
motivasi
poster,
dengan
pemecahan
transparasi,
gambar
membandingkan
kemudian
tersebut,
sesuatu
(7)
guru
Synectic
untuk
mencari
ini
dapat
Pengamatan
berdasarkan
ini
pengamatan
penilian
siswa
khusus
pada
terhadap
pola
persamaan
penemuan
tersebut.
bimbingan
dan pola penemuan dengan petunjuk gambar. Ada beberapa persyaratan yang
perlu
diperhatikan
motivasi
siswa
dalam
harus
menggunakan
ditumbuhkan
metode
agar
penemuan,
suasana
belajar
antara
lain
menyenangkan,
kemandirian
siswa
dalam
data,
keaktifan
dalam
memecahkan
metode
penemuan adalah sebagai berikut : (1) metode ini kemungkinan yang besar
untuk
memperbaiki
ketrampilan
dalam
dan
proses
atau
memperluas
kognitif
siswa,
persediaan
(2)
dan
Pengetahuan
penguasaan
sebagai
pengetahuan yang melekat erat pada diri siswa, (3) metode penemuan dapat
menimbulkan gairah pada diri siswa, karena siswa merasakan jerih payahnya
membuahkan hasil, (4) metode ini memberikan kesempatan kepada siswa
untuk maju berkelanjutan sesusai dengan kemampuannya sendiri, (5) metode
ini
menyebabkan
siswa
mengarahkan
belajarnya
sendiri,
sehingga
lebih
termotivasi untuk belajar, (6) metode ini membantu siswa memperkuat konsep
7
siswa dengan bertambahnya rasa percaya diri selama proses kerja penemuan,
(7) metode ini terpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator dan pendinamisator
dari penemuan, dan (8) metode ini membantu perkembangan siswa menuju ke
skeptisme (perasaan meragukan) yang sehat untuk mencapai kebenaran akhir
dan mutlak
Menurut Turisina (2006) bahwa selain memiliki kelebihan, metode penemuan
juga
memiliki
kelemahan-kelemahan sistem domonstrasi adalah : (1) metode ini
mempersyaratkan suatu persiapan kemampuan berpikir yang dapat dipercaya,
(2) metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas yang jumlahnya besar,
(3) harapan yang ditimbulkan oleh metode ini, kurang bisa diterapkan oleh
guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran yang
tradisional, (4) mengajar dengan pengetahuan akan dipandang sebagai metode
yang telalu menekankan pada penguasaan pengetahuan dan kurang memperhatikan
perolehan
sikap
(5)
metode
ini
tidak
memungkinkan
siswa
untuk berpikir kreatif, bila sejak awal konsep yang akan ditemukan telah
dipilih guru dan proses penemuannya juga dibawah bimbingan guru.
DAFTAR PUSTAKA
Imran,
Syaiful.
2009.
Komponen
Pembelajaran
Kontekstual.
(online)
http://ipankreview.wordpress.com/2009/03/20/komponen-pembelajarankontekstual-ctl/ (diakses 28 April 2008)
Sofa. 2008. Pendekatan Discovery, Inquiry, dan STS dalam Pembelajaran Fisika.
(online)
http://pkab.wordpress.com/2008/06/21/discovery-inquiry-sts-fisika/
(diakses 28 April 2009)
Sudrajat, Akhmad. 2007. Pembelajaran Berbasis Kontekstual 1. (online)
akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/04/16_pengembangan-modelpembelajaran-ctl-smp-2006.ppt (diakses 29 April 2009)
Suherman, Erman. 2009. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika.
(online)
http://educare.e-fkipunla.net/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=38 (diakses 28 April 2009)
Turisina, Qorry. 2006. Bimbingan Guru Melalui Metode Penemuan dalam Upaya
Meningkatkan Pemahaman dan Antusiasme Siswa pada Pelajaran Sains Kelas
Lima Sekolah Dasar. (online) http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library?e=d00000-00---0skripsi--00-1--0-10-0---0---0prompt-10---4-------0-1l--11-en-50--20-about---00-3-1-00-11-1-0utfZz-800&a=d&d=HASHe0dd7f731bd0a62965a04d&showrecord=1 (diakses 28 April
2009)
Zulharman.
2007.
Problem
Based
Learning
(PBL).
(online)
http://zulharman79.wordpress.com/2007/07/15/problem-based-learning-pbl/
(diakses 28 April 2009)
.2004. Bahan Pembelajaran Problem Based Learning (Belajar Berdasar
Masalah. (online) http://www.lrckesehatan.net/cdroms_htm/pbl/pbl.htm (diakses
28 April 2009)
Problem-Based
Learning
(PBL).
(online)
http://www.edtech.vt.edu/edtech/id/models/powerpoint/pbl.pdf. (diakses 28 April
2009)