Anda di halaman 1dari 13

Gastroenteritis Oleh Karena Rota Virus

Gastroenteritis Rota Virus adalah penyebab morbiditas dan mortalitas terutama di


negara berkembang. Dehidrasi yang biasanya isotonik terjadi pada 40% sampai dengan 80%
pasien. Rehidrasi dan maintenens dari keseimbangan cairan elektrolit tubuh merupakan
pengobatan utama.
Akhir- akhir ini perkembangan metode diagnostik yang efisien menyebabkan terjadinya
pengenalan yang lebih baik dari morfologi virus, epidemologi dan riwayat alamiah termasuk
penyakit yang disebabkan oleh Rota Virus. Perjalanan yang cepat dari perkembangan dan
improvisasi vaksin Rota Virus juga telah dilakukan. Diantara kandidat vaksin yang utama, baik
Rota Virus Bovine RIT 4237 maupun Rota Virus rhesus strain MMU 18006 telah berhasil
menekan perlangsungan klinis penyakit dan telah menunjukkan hasil yang menjanjikan.
PENDAHULUAN
Sejak pertama kali dideskripsikan asalnya tahun 1973 Rota Virus diduga sebagai
penyebab utama dari gastroenteritis akut pada balita dan anak kecil pada negara berkembang.
Gastroenteritis Rota Virus dikaitkan dengan morbiditas yang meningkat pada negara miskin.
Di Amerika Serikat infeksi Rota Virus berjumlah separuh dari seluruh pasien anak- anak
dirumah sakitkan oleh karena gastroenteritis.
Meskipun pembagian yang tepat terhadap Rota Virus dalam mortalitas oleh karena
diare pada anak- anak tidak terlalu dipublikasikan / tidak diketahui jumlah kematian diare yang
berhubungan dengan Rota Virus adalah 500.000/tahun. Perkembangan metode diagnosa yang
efisien mengarah pada pemahaman yang lebih baik terhadap morfologi umur, epidemologi dan
perjalanan penyakit. Sebagaimana juga yang terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh Rota
Virus yang akhirnya menghasilkan perkembangan pada beberapa kandidat vaksin strain Rota
Virus. Pada tahun- tahun belakangan ini perlangsungan yang cepat dari perkembangan dan
improvisasi dari vaksin ini telah dilakukan. Uji coba yang dilakukan terhadap vaksin ini
menunjukkan hasil yang menjanjikan dan harus dilakukan peninjauan ulang terhadap subjek
ini sebelum dipublikasikan.

SEJARAH
Pada Desember 1973, Bishop, Davidson, Holmes dan Ruck di Melbourne, Australia
mengidentifikasikan partikel virus pada enterosit mukosa duadenum yang diambil melalui
teknik biopsi dari 6 hingga 9 bayi dengan gastroenteritis akut. Beberapa minggu kemudian,
Flennet, Byrdin dan Davies di Birmingham, Inggris melaporkan identifikasi partikel virus pada
feses anak- anak dengan gastroenteritis akut dengan menggunakan mikroskop elektron.
Pada tahun 1942 Light dan Holder mengisolasi virus yang menjadi penyebab diare
pada neonatus. Pada tahun 1974 Bishop dan koleganya mengatakan dugaannya kepada Hods
bahwa virus yang telah diisolasi pada tahun 1942 mungkin merupakan virus yang sama dengan
yang mereka temukan. Hods mengirim spesimen dari feses anak sapi yang telah dibekukan dan
lipolisis pada tahun 1943 untuk kegunaan penelitian dibawah mikroskop elektron dan studi
antigenik dan imunoesai. Spesimen yang berasal dari anak sapi yang selanjutnya menyebabkan
diare, setelah mengkonsumsi filtrat feses dari bayi yang menderita penyakit gastroenteritis
pada perawatan studi mengkonfirmasikan adanya partikel Rota Virus.
Pada Februari 1964 penyakit gastroenteritis akut dilaporkan terjadi di Distrik Turk yaitu
suatu kawasan kepulauan di daerah Pasifik Tengah oleh organisasi memancing dari Jepang
dimana 2 anak yang menderita gastroenteritis akut. Pada anak yang lebih tua yaitu umur 5
tahun meninggal pada saat sementara perjalanan ke rumah sakit. Total 3439 pasien dengan
gastroenteritis dilaporkan musim semi 1964. Studi serologik retrospektif 15 tahun kemudian
dengan tes fiksasi komplemen dan ELISA mendukung karakteristik serologis bahwa kasus
tersebut disebabkan oleh Rota Virus yang diisolasi oleh Bishop dkk tahun 1973.
Bishop dkk selanjutnya menunjukkan bahwa Rota Virus adalah penyebab paling sering
dari gastroenteritis di Melbourne. Davidson dkk, menemukan bahwa infeksi Rota Virus
bertanggung jawab terhadap 50% dari anak- anak yang terserang gastroenteritis akut pada
rumah sakit di Melbourne. Identifikasi morfologi virus diobservasi oleh Middleton dkk, pada
pemeriksaan feses dari anak- anak yang menderita gastroenteritis di Toronto pada tahun 1974.
Penemuan ini secara cepat dikonfirmasi di seluruh negara baik pada negara maju maupun
negara berkembang. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa Rota Virus adalah agen etiologi
utama pada gastroenteritis anak- anak.
Pada publikasi awal nama yang bervariasi digunakan untuk menggambarkan partikel
virus ini, yang dikenal sebagai Orbovirus, Duovirus, Rota Virus, Human Reovirus like agent
(HRVL) dan Infantil Gastroenteritis Virus (IGV). Rota Virus diambil dari nama yang diberikan
pada tahun 1979 dan sejak saat ini nama tersebut menjadi populer dan sering digunakan.
2

Virus
Rota Virus merupakan famili dari Reovirus merupakan gabungan dari Rota Virus,
Reovirus, Orbivirus dan tiga dari generasi terpisah. Rota Virus memiliki RNA rantai ganda
dengan segmen asam nukleat 11 (total 18.000 pasangan basa) yang tergabung dalam lapisan
kapsid ganda. Partikel Rota Virus lengkap berukuran 70 nm dan dilapisi oleh kapsomer yang
tersusun radial dari dalam kapsid hingga lapisan luar kapsid menyerupai spoken whell
disebut sebagai Rota Virus. (Latin Rota = roda).
Setiap segmen RNA pad inti berkerja sebagai gen tunggal yang secara langsung
mensintesis 1 protein. Protein utama yang bertanggung jawab menetralisir spesifitas dan
determinasi serotipe yang dikode oleh segmen gen ke-8 atau ke-9. Segmen RNA dipisah oleh
elektroforesis gel poliakrilamide yang menghasilkan pola yang unik dari elektroferotipe
terhadap setiap strain Rota Virus.
Protein Rota Virus terdiri dari 3 lapisan/kapsid protein dalam (VP-1, VP-2, VP-6) 3
kapsid protein luar (VP-3, VP-7, VP-9) dan 4 protein non struktural. Gen yang memproduksi
protein virus dipisahkan dari strain Rota Virus dan ini dapat menunjukkan beberapa variasi dari
spesies- spesies.

VP-3 dan VP-7 merupakan produk dari gen 4 dan gen 8 atau 9 yang mampu

dalam menetralisir kembali antibodi dari virus dan bertanggung jawab terhadap determinasi
serotipe. VP-6 terdiri dari kelompok antigen Rota Virus yang dapat mendefinisikan dua sub
kelompok dari Rota Virus. Banyak studi dari Rota Virus pada saat ini mengelompokkan Rota
Virus pada grup A dimana bersama- sama dengan grup antigen. Atypical human Rota Virus
lacking the common pernah dilaporkan dari China, Australia dan Brazil. Sub kelompok strain 2
biasanya lebih dari sub kelompok starin 1. Kapsid protein VP-1, VP-2, dan VP-6 bertanggung
jawab dalam transkrips gen RNA pada pembawa RNA. Infeksi dari kultur sel dengan Rota
Virus yang berbeda strain menghasilkan generasi spontan.
Satu karakteristik utama dari Rota Virus adalah kestabilannya pada lingkungan, hal ini
dapat ditunjukkan dari daya infeksi yang dapat dipertahankan selama satu minggu dalam
lingkungan rumah sakit yang normal. Rota Virus dapat dilumpuhkan dengan etanol, chlorine,
chlorinedioxide dan paracetic acid. Demikian juga dapat digunakan glutaraldehyde, iodine dan
hexachlorophene yang efektif untuk tidak mengaktifkan virus.

Patologenesis
Pada hospes yang diduga terinfeksi virus ini, ingesti partikel virus diikuti oleh infeksi
dari enterosit matur sepanjang daerah tengah dan atas villi usus halus. Infeksi diawali pada
duodenum dan jejunum atas dan selanjutnya berkembang ke usus halus bagian bawah. Letak
reseptor diperkirakan pada sel M, brush border enterosit enzim laktase atau reseptor Fc pada
usus. Diduga / diperkirakan jumlah reaksi menurun sejalan dengan bertambahnya usia,
berhubungan dengan penurunan infeksi. Fakta bahwa infeksi Rota Virus sangat prevalen pada
orang kulit hitam yang mempunyai aktivitas laktase usus yang menurun yang berhubungan
dengan postulat dari patogenik laktase. Studi lebih lanjut harus dilakukan untuk memastikan
hal tersebut.
Multiplikasi partikel Rota Virus pada enterosit matur menyebabkan destruksi sel ini.
Ujung- ujung villus menerima kerusakan yang lebih hebat disertai penyebaran kripti. Sel- sel
yang masih tersisa pada kripti selanjutnya membelah secara cepat. Akibat dari hilangnya
ujung- ujung villi dan tersisanya kripti dengan sel- sel yang bermultipikasi merupakan suatu
lapisan yang rusak yang melapisi permukaan usus halus. Gen sel villi juga berfungsi untuk
proses absorbsi sedangkan sel- sel kripti untuk fungsi sekretorik. Difungsi sel- sel villus selama
infeksi menyebabkan keseimbangan antara proses absorbsi dan sekresi yang berakhir pada
sekresi berlebihan. Penelitian histokimia menunjukkan bahwa aktivitas dari disakaridase
tertekan dan secara in vitro respon pompa Na-K terhadap glukosa menurun. Perlu diingat
bahwa ketika daerah yang rusak mengalami defek pada absorbsi glukosa aktif, maka kapasitas
absorbtif dari sel- sel villus yang tidak terkena meningkat untuk mengimbangi absorbsi yang
adekuat terhadap glukosa dan elektrolit.
Imunitas melawan Infeksi Rota Virus
Peranan sistem imun manusia dalam pertahanan untuk melawan infeksi Rota Virus
sangat minim dipahami. Dalam respon terhadap antibodi IgM meningkat dalam beberapa hari.
Antibodi IgE dan IgA tidak muncul pada fase akut namun muncul selama atau sesudah masa
penyembuhan. Dimana baik pada IgA dan IgG serum meningkat 2-4 minggu setelah infeksi,
selanjutnya lewat IgA Rota Virus sedang konstan sedangkan IgE konsentrasinya terus
meningkat hingga 1 bulan setelah onset diare. Pada daerah endemic 85% dari populasi usia 3
tahun atau lebih memiliki serum antibodi terhadap Rota Virus yang dapat terdeteksi. Beberapa
peneliti menemukan bahwa infeksi Rota Virus kurang sering ditemukan diantara anak- anak
dengan serum IgA dan IgE terdeteksi dibandingkan dengan mereka yang tidak dideteksi
4

terdapat IgA dan IgE serum. Pada strain yang dilakukan oleh Bishop dkk untuk 44 bayi yang
menderita Rota Virus selama periode neonati dipantau selama 3 tahun dengan 37 anak yang
dikontrol. Anak yang telah terinfeksi Rota Virus selama periode neonatal memiliki angka
reinfeksi yang mirip dengan anak yang tidak terinfeksi dan bagaimanapun juga anak- anak
yang pernah terinfeksi waktu neonatus lebih jarang dan gejalanya lebih berat ketika re-infeksi
terjadi. Setidaknya 4 dan mungkin 6 serotipe dari Rota Virus dideskripsikan dan infeksi
campuran oleh serotipe yang berbeda mungkin dapat menjelaskan kasus reinfeksi pada studi
longitudinal untuk mengindikasikan imunisasi melawan penyakit klinis yang berkembang
ketika re-infeksi terjadi oleh strain yang berbeda. Gabungan kejadian- kejadian menunjukkan
kehadiran antibodi sirkulasi tidak muncul sebagai indikator yang terpercaya bagi imunitas
infeksi.
Terdapat kejadian yang substansial bahwa suatu pertahanan mukosa yang melibatkan
sIgA adalah suatu antibodi protektif yang paling penting / paling berperan dalam pertahanan
terhadap infeksi Rota Virus. Studi yang dilakukan terhadap sukarelawan (manusia) yang
diberikan Rota Virus tipe 2 di mulut Chanock dkk menunjukkan bahwa angka penyakit
menurun pada kelompok yang mempunyai sIgA tipe 2 pada cairan intestinalnya. Sebelum
pemberian virus pada studi oleh Hjelt dkk, terdapat korelasi diantara penemuan sIgA terhadap
Rota Virus dalam serum dengan sIgA yang terdapat pada cairan duodenum pada 10-13 pasien
selama 7-11 hari setelah onset diare Rota Virus, senada dengan itu, Davidson menemukan
respons imun yang mirip pada serum dan cairan duodenal yang terdapat pada IgA dan juga
IgM. Kemungkinan sIgA Rota Virus dalam serum berasal dari lokal imun dalam usus,
mekanisme transfer dari sIgA Rota Virus ke serum melalui fenomena spill over respon imun
yang diperantarai sel yang utama sebagai tambahan terhadap imunitas mukosa lokal sehingga
dapat mencegah terjadinya diare dan penyebarannya.
Efek menyusui sebagai faktor pencegahan terhadap infeksi Rota Virus belum dapat
dipahami secara jelas hingga kini. Sejumlah studi menunjukkan bahwa antibodi Rota Virus
terdapat pada ASI dan kolostrum ini melukiskan bahwa suatu pertahanan Rota Virus dari
infeksi melalui antibodi yang terkandung dalam kolostrum sapi. Meskipun Cameron dkk dan
Toterdell dkk menunjukkan bahwa ekskresi Rota Virus lebih jarang ditemukan pada bayi yang
mengkonsumsi ASI dan yang mengkonsumsi susu botol. Crewe dkk tidak dapat menemukan
perbedaannya dalam studi yang dilakukan.
Efek dari konsumsi ASI dalam mencegah infeksi Rota Virus tidak terlalu dipahami hingga kini.
Sejumlah studi menunjukkan bahwa antibodi terhadap Rota Virus ditemukan dalam ASI dan
5

kolostrum. Laporan terkini menunjukkan adanya faktor proteksi terhadap Rota Virus manusia
melalui suatu antibodi yang terkandung di dalam kolostrum sapi. Meskipun Cameron dkk dan
Totterdell dkk menunjukkan bahwa ekskresi Rota Virus lebih jarang terjadi pada bayi-bayi
yang mengkonsumsi ASI dibanding mereka yang mengkonsumsi susu botol, namun Crew dkk
tak dapat menemukan perbedaan tersebut dalam penelitian mereka. Secara umum para peneliti
gagal untuk membedakan bayi-bayi yang mengkonsumsi ASI dalam waktu yang singkat serta
mereka yang mengkonsumsi ASI dalam jangka waktu yang lama. Hal ini pada akhirnya
menyebabkan terjadinya kesulitan untuk melakukan interpretasi serta untuk membandingkan
hasil akhir yang dipresentasikan oleh penulis yang berbeda, yang sebagian besar tidak
menetapkan manakah yang termasuk dalam kategori konsumsi ASI. Berbagai derajat
suplementasi yang diberikan dengan formula buatan membuat tak satupun formula yang
menggunakan standard yang sama, sehingga definisi yang universal untuk mewakili hal ini
menjadi tak masuk akal / tak dapat dipercaya. Oleh karena itu nampaknya perlu dilakukan
studi lebih lanjut untuk meluruskan persoalan yang penting ini.
Ganstroenteritis Rota Virus yang berlangsung berkepanjangan ditemukan pada anakanak yang menderita sindrom imunodefisiensi. Masih belum jelas apakah pasien-pasien ini
terinfeksi dengan strain virus yang sama ataukah mereka terinfeksi secara kronis dengan strain
Rota Virus yang berbeda. Elden dkk menunjukkan bahwa anak-anak dengan gangguan sistem
imun dapat mengekskresikan berbagai strain yang bervariasi secara genetis selama
perlangsungan infeksi. Pasien ini kemungkinan dapat menderita koinfeksi yang melibatkan
lebih dari satu strain Rota Virus. Saulsbury dkk melaporkan adanya antigen Rota Virus dalam
serum pada perlangsungan fase akut penyakit yang ditemukan pada 3 dari 4 pasien
imunodefisiensi yang terinfeksi Rota Virus. Jika antigen terdiri dari virus hidup, kemungkinan
untuk penyebaran virus lebih besar pada mereka dengan imunodefisiensi. Studi kontrol yang
dilakukan terhadap sejumlah besar pasien dengan imunodefisiensi penting, untuk menentukan
apakah konsumsi susu manusia yang mengandung antibodi dapat bermanfaat bagi infeksi Rota
Virus kronis pada anak.
Epidemiologi
Di seluruh dunia, 35-65% bayi dan anak-anak kecil yang dirumah sakitkan oleh karena
diare dilaporkan terkena infeksi Rota Virus. Di Washington, D.C., infeksi Rota Virus kurang
lebih berjumlah 25% pada anak-anak penderita rawat jalan yang dirawat oleh karena diare.
Pada tingkat komunitas umum, infeksi Rota Virus menempati proporsi yang lebih kecil pada
6

episode diare, dari 6 hingga 12,4% anak-anak di bawah usia 2 tahun pada pusat-pusat
perawatan secara berturut-turut di Arizona dan Texas. Rekaman angka insidens dari diare Rota
Virus dari komunitas umum berdasarkan studi yang dilakukan berkisar dari 0,2 hingga 0,8
episode per anak per tahun. Cakupan yang luas mungkin dapat mencerminkan perbedaan dari
kelompok usia pada studi yang dilakukan, metode deteksi, lokasi geografis, dan waktu
penelitian.
Anak usia 6-24 bulan menunjukkan kerentanan yang paling tinggi untuk menderita
penyakit klinis akibat infeksi Rota Virus dengan puncak usia 9-12 bulan. Berdasarkan hasil
observasi, pria lebih sering terkena dibanding wanita. Tidak seperti anak yang lebih tua,
neonatus yang terinfeksi Rota Virus lebih sering bersifat asimptomatis, meskipun penyakit
yang berat telah dilaporkan terjadi di antara bayi-bayi prematur. Pada tahun-tahun terakhir,
sejumlah kasus gastroenteritis oleh Rota Virus di antara kelompok usia dewasa telah
dilaporkan, terutama pada keluarga yang mempunyai riwayat kontak positif dengan anak-anak
yang menderita penyakit ini, dan juga dilaporkan pada tenaga-tenaga kesehatan, tenaga-tenaga
militer baru, para pelancong, pasien-pasien yang lebih tua pada institusi-institusi (lembaga).
Pada daerah beriklim sedang, infeksi Rota Virus terutama terjadi di musim dingin. Efek
dari musim dingin ini mungkin dapat dijelaskan oleh karena anggota keluarga cenderung
berada di dalam rumah, sehingga rumah menjadi penuh sesak dan lingkungan di bagian dalam
rumah cenderung kurang lembab dibandingkan bagian luar rumah. Kondisi akhir yang kering
ini menguntungkan formasi virus oleh karena debu-debu yang mengandung materi yang
telah terkontaminasi material feses, dan Rota Virus menunjukkan angka perkembangbiakan
yang baik pada suasana dengan kelembaban yang rendah atau sedang. Partikel yang terbentuk
cenderung menetap pada udara kering, dan resiko terinfeksi juga tergantung pada kerentanan
individu. Pada daerah tropis, seperti Ekuador dan Venezuela tidak ditemukan pola musiman,
meskipun infeksi Rota Virus pada manusia dilaporkan meningkat frekuensinya pada musim
kering di Bangladesh, Costa Rica dan India. Yang mengherankan, pada beberapa studi yang
dilakukan di Afrika Selatan, insidens infeksi Rota Virus pada populasi kulit putih mengikuti
pola musiman dengan kecenderungan meningkat pada cuaca sedang. Sedangkan pada ras kulit
hitam tidak terdapat gambaran pola musiman dengan angka infeksi yang rendah sepanjang
tahun. Penyebab keadaan ini hingga kini masih belum jelas.
Transmisi fekal-oral adalah rute yang paling baik bagi penyebaran virus dan hal ini
dapat terjadi melalui tangan dan alat-alat / perkakas. Telah dilaporkan adanya transimisi di
antara anggota keluarga dan di rumah sakit. Beberapa studi yang dilakukan menunjukkan
7

bahwa para perawat turut mengambil bagian dalam penyebaran gastroenteritis nosokomial
didapat oleh karena Rota Virus melalui tangan yang terinfeksi. Pada studi yang dilakukan
terhadap binatang, Prince dll menunjukkan bahwa infeksi Rota Virus dapat ditransmisikan
secara droplet melalui aerosol. Nigro dan Midulla melaporkan kasus laringitis yang berkaitan
dengan gastroenteritis oleh karena Rota Virus. Diduga Rota Virus dapat ditransmisikan melalui
udara semudah transmisi fekal oral. Rota Virus telah berhasil diidentifikasi pada aspirat
trakea pada 2 dari 5 bayi dengan sudden infant death syndrome. Beberapa studi epidemiologi
juga memberi kesan bahwa infeksi Rota Virus dapat ditransmisikan secara droplet, dengan
didasari pada penyebaran yang cepat dan kenyataan bahwa epidemi cenderung tejadi pada
musim dingin, sejalan dengan hubungannya dengan simptom respiratorik.
Kebanyakan gastroenteritis oleh karena Rota Virus pada manusia disebabkan oleh virus
grup A. Grup B menyebabkan penjangkitan diare di antara dewasa dan anak pada beberapa
daerah di China. Dewasa ini, Rota Virus grup C telah diisolasikan dari feses manusia di
Australia, Brazil, dan United Kingdom. Rota Virus non-grup A berukuran lebih kecil dari pada
grup A dan lebih mudah didegradasi. Penemuan dari Rota Virus non-grup A diharapkan dapat
bermanfaat dalam pembuatan vaksin Rota Virus di masa yang akan datang.
Manifestasi Klinis
Rota Virus biasanya menghasilkan episode diare yang sporadik Masa inkubasinya
adalah 1-3 hari dengan angka pertengahan 2 hari. Pada bayi dan anak kecil penyakit ini
memiliki onset yang perlangsungannya mendadak disertai diare yang eksplosif. Tinja
umumnya berair, tidak mengandung darah, dan adakalanya disertai mukus. Tinja yang
terinfeksi berbau busuk. Pada studi terkini, Poulton dan Tarlow melaporkan bahwa 69% dari 68
spesimen feses yang diselidiki oleh para perawat pada gastroenteritis bayi di Birmingham,
diagnosis yang tepat dapat ditegakkan hanya dengan mencium bau feses. Bau tinja pada bayi
dengan diare Rota Virus memiliki nilai diagnostik yang cukup berarti dengan sensitivitas 70%.
Perdarahan pada rektum jarang terjadi, namun pernah juga dilaporkan pada pasien dengan
gastroenteritis oleh Rota Virus. Bayi-bayi Jepang yang terinfeksi Rota Virus menunjukkan
adanya feses yang putih sehingga disebut sebagai kakuri (white-stool diarrhoea). Penyebab
keadaan ini belum diketahui. Ekskresi Rota Virus pada feses dapat mendahului onset penyakit
dan dapat berlanjut hinggga terjadi perubahan klinis. Lamanya ekskresi fekal ini berlangsung
dari hari ke 8 hingga 10, di mana ekskresi maksimal terjadi di antara hari kedua hingga kelima.

Pada umumnya anak-anak penderita gastroenteritis Rota Virus lebih sering datang
dengan keluhan demam, muntah, dan dehidrasi dibanding dengan anak-anak penderita diare
oleh sebab lain. Demam lebih dari 390C ditemukan lebih dari 30% pasien pediatri. Muntah
empat kali lebih sering terjadi dan juga lebih panjang dibanding diare oleh sebab lainnya.
Dehidrasi, yang sering isotonik, terjadi pada 40% hingga 80% pasien, dan biasanya kehilangan
cairan kurang dari 5% berat badan. Penderita dapat mengkompensasi, atau dapat juga terjadi
asidosis metabolik ringan.
Gejala-gejala respiratorik juga dapat ditemukan namun bukan karakteristik. Frekuensi
yang lebih tinggi dari penyakit respiratorik pada pasien gastroenteritis oleh Rota Virus
dibandingkan dengan diare oleh sebab lain dicatat oleh Lewis dkk dan Kumar dkk, namun
tidak diperkuat oleh peneliti lainnya. Meskipun Ag Rota Virus ditemukan pada traktus
respiratorik atas pada beberapa pasien, hal ini mungkin berhubungan dengan regurgitasi cairan
dari traktus gastrointestinalis yang mengandung virus.
Rota Virus juga telah dilaporkan berkaitan dengan intususepsi, necrotising enterocolitis,
sindrom Kawasaki, meningitis aseptik, ensefalitis, sindrom hemolitik-uremik, exanthem
subitum, dan sudden infant death syndrome. Namun penyebab langsung atau hubungan
kausatik antara penyakit-penyakit di atas dengan infeksi Rota Virus belumlah jelas. Laporan
klinik pada umumnya menggambarkan gastroenteritis Rota Virus sebagai penyakit yang relatif
ringan yang dapat sembuh sendiri disertai dehidrasi. Masa perlangsungan penyakit adalah 5-21
hari dengan nilai tengah 8 hari. Kasus fatal yang jarang terjadi pernah dilaporkan di negara
maju dan berkembang Kasus berat dikaitkan dengan dehidrasi berat dan hipernatremia.
Meskipun gastroenteritis oleh karena Rota Virus merupakan penyakit yang sering terjadi,
namun keadaan yang bersifat fatal jarang terjadi.
Pemeriksaan Laboratorium
Sering ditandai oleh relatif limfositosis dan transient neutropenia. Hal ini sebagai akibat
sekunder dari sequstrasi netrofil ke dalam usus halus dengan lesi yang besar. Angka
sedimentasi eritrosit biasanya normal. Natrium serum biasanya normal dan pada sebagian besar
kasus ditemukan dehidrasi isotonis. Kadang-kadang dapat terjadi hipernatremia dan hal ini
berkaitan dengan angka mortalitas yang tinggi. Peningkatan nitrogen urea darah jarang terjadi
pada pasien yang dirumahsakitkan dan hal ini mungkin berhubungan dengan tingkat keparahan
diare dan jumlah partikel Rota Virus pada feses. Asidosis metabolik dengan pH rendah dan
penurunan bikarbonat serum juga dapat terjadi. Hiperurisemia telah dilaporkan yang
9

berkombinasi dengan manifestasi dehidrasi yang mengakibatkan penurunan perfusi ginjal dan
peningkatan kerusakan jaringan oleh karena infeksi. Hipofosfatemia dapat terjadi oleh karena
intake makanan yang rendah, penurunan absorbsi usus dan peningkatan kehilangan fosfor
melalui ginjal. Peningkatan transaminase serum dilaporkan terjadi pada beberapa pasien. Hal
ini mungkin berkaitan dengan kerusakan langsung dari hepar oleh karena virus serta
konsekuensi tidak langsung dari imunitas alamiah, ataupun oleh karena produksi toksin dan
metabolit selama perlangsungan penyakit.
Leukositosis fekal ditemukan pada 12-16% pasien penderita gastroenteritis oleh karena
Rota Virus. Lekosit-lekosit ini dapat berasal dari lesi usus halus dan ditemukan secara terusmenerus berhubungan dengan transit yang cepat ataupun akibat infeksi yang terjadi bersamaan
dengan bakteri penyebab gastroenteritis.
Malabsorbsi sekunder yang bersifat temporer atau tidak menetap terjadi pada 1-3 anakanak penderita diare Rota Virus. Tes klini pada feses yang terjadi pada stadium akut diare
menunjukkan adanya substansi pereduksi. Tes yang dilakukan harus menggunakan sampel
feses yang masih baru. Malabsorbsi D-Xylose pada penderita diare Rota Virus juga pernah
dilaporkan.
Diagnosa
Ekskresi partikel virus maksimal terjadi pada 2-5 hari setelah onset. Pada masa ini lebih
dari 1011partikel virus/ml feses diekskresikan. Oleh karena itu, partikel Rota Virus pada feses
paling mudah dideteksi pada awal perlangsungan infeksi.
Mikroskop elektron merupakan tehnik diagnostik pertama untuk identifikasi Rota
Virus, yang menunjukkan adanya gambaran roda bergerigi ganda. Modifikasi dari mikroskop
elektron, seperti immune electron microscopy ataupun inkubasi dengan antibodi monoklonal
dan poliklonal meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas. Mikroskop elektron bisa untuk
deteksi Rota Virus non grup A dan partikel virus lainnya. Tetapi mikroskop elektron tidak dapat
mendeteksi Rota Virus kurang dari 1006/ml feces atau partikel virus yang rusak. Mikroskop
elektron mahal dan tidak tersedia di semua rumah sakit dan boros waktu. Beberapa tahun
belakangan ini ada beberapa metode imunologis yang dikembangkan untuk mendeteksi Rota
Virus atau antigennya dengan menggunakan antibodi Rota Virus. Beberapa metode yang
biasanya digunakan antara lain adalah Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) dan
Latex Agglutination (LA). Keunggulan ELISA antara lain sensitivitas yang tinggi, penggunaan
dua antibodi dalam indirek assay, stabilitas reagen dan pencegahan penggunaan reagen
10

radioaktif. Ideal, spesimen feses diperiksa dalam satu kali pemeriksaan. Hasil positif palsu
terjadi oleh karena adanya Stafilokokus Aureus yang bisa diminimalisir dengan penambahan
uji assay confimatory blocking. Ada beberapa peralatan komersial yang tersedia di antaranya
Rotazyme (Abbott laboratories), Enzygost (Calbiochem-Behring) dan Bio-Enzabead (Litton
Biometics). Rotazyme mahal, sedangkan Enzygot dan Bio-Enzabead menguntungkan hanya
jika dibutuhkan sejumlah besar spesimen yang perlu diperiksa. Sensitifitas rotazyme mencapai
97,4-100% tetapi spesifisitasnya kurang sekali. Krause dkk menemukan reaksi positif palsu
cukup tinggi (22%) pada penggunaan rotazyme untuk deteksi antigen Rota Virus pada
neonatus. Pai dan Rotbart dkk melaporkan positif palsu pada uji rotazyme terhadap bayi tanpa
diare sekitar 4-5%. Pai dkk menekankan positif palsu pada uji rotazyme bisa mencapai 9,8%
sejak semua nilai positif dianggap positif, tetapi hanya 4,5% saat nilai lebih dari 1+ dianggap
positif. Dengan ELISA hanya sedikit hasil positif bisa luput dari pemeriksaan. Sekarang ini,
Yolken dkk mengembangkan self-contained enzymatic membrane immunoassay yang bisa
dilakukan kurang dari 15 menit dengan manipulasi sampel yang minimal.
LA memiliki keakuratan yang tinggi, tidak mahal, sangat cepat dan mudah untuk
dilakukan. Spesifitasnya cukup tinggi tanpa reaksi positif palsu. Biaya pemeriksaannya sekitar
- 1/3 dari rotazyme. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam waktu 5 menit untuk spesimen
tunggal akan tetapi sensitivitasnya lebih rendah dari pada ELISA. Sensitivitasnya mungkin
lebih rendah jika spesimen feses diambil sesudah perjalanan penyakit. Uji LA bisa digunakan
untuk pemeriksaan yang cepat pada anak-anak dengan diare khususnya mereka yang minggu
serangan gejala. Tehnik cepat untuk diagnosa Rota Virus dikembangkan berdasarkan deteksi
sensitif Rota Virus double-stranded RNA genom segmen dipisahkan dengan elektroforesis gel
poliakrilamid (PAGE). Sistem PAGE bisa dilakukan dalam laboratorium kecil dengan fasilitas
dan biaya terbatas. Sistem PAGE sensitivitasnya lebih besar dibandingkan dengan ME/ELISA
dan spesifitasnya adalah 100%. Tehnik hibridisasi dengan label single-stranded RNA yang
berasal dari transkripsi Rota Virus invitro menunjukkan spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi.
Tehnik ini bisa digunakan untuk deteksi Rota Virus grup A dan non-grup A juga segmen Rota
Virus spesifik dan sebagai peralatan epidemiologi yang berguna. Bisa digunakan untuk deteksi
partikel virus dengan konsentrasi lebih rendah dengan sampel feses yang bisa terjadi pada
minggu pertama penyakit atau selama infeksi subklinik.
Kultur Rota Virus bisa dilakukan tetapi mahal dan boros waktu sehingga tidak termasuk
dalam pilihan metode diagnosa.

11

Terapi dan Pencegahan


Rehidrasi dan maintenens keseimbangan cairan dan elektrolit digunakan sebagai terapi,
karena penyakit ini dapat sembuh sendiri, kematian terjadi oleh karena dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit disebabkan oleh terlambatnya terapi diare. Sebelumnya, hanya
tersedia terapi intra vena. Sayangnya, terapi ini tidak tersedia di negara berkembang. Rehidrasi
oral adalah sederhana, tidak mahal, efektifitas tinggi, praktis dan teknologinya sesuai untuk
negara kurang berkembang dan negara sedang berkembang. Walaupun Rota Virus
menyebabkan kerusakan signifikan pada mukosa usus, kemampuan absorbsi sel vili tak
terinfeksi cukup efektif untuk absorbsi glukosa dan elektrolit. Keberhasilan larutan glukosa
oral terhadap diare Rota Virus telah dilaporkan. Balsck dkk melaporkan walaupun glukosa
lebih disukai tetapi glukosa terlalu mahal atau tak tersedia, dan sukrosa merupakan pengganti
yang tepat. Rehidrasi IV harus diberikan pada pasien syok, koma atau tampak sakit untuk
makanan secara oral. Juga pada pasien dengan muntah-muntah, pengeluaran feses yang sangat
ringan (>10 ml/kg BB/jam), stomatitis berat, ileus paralitik dan malabsorbsi glukosa juga
diberikan terapi IV.
Vaksin terhadap Rota Virus dikembangkan di antaranya RIT4237 (bovine Rota Virus
NCDC) dan Rhesus Rota Virus (RRV). Vaksin RIT 4237 berasal dari sel ginjal embrionik
bovine. Vaksin ini aman dan imunogenik dan relatif bebas efek samping.

12

Refarat

GASTROENTERITIS OLEH KARENA ROTA VIRUS

Oleh :
Alfrida Bayang

9701031

Maria Sambuaga

9701170

Kalista Natsir

9801034

Pembimbing :
Prof. Dr. Ny. S. M. Salendu Warouw, SpA ( K )
Dr. Fransisca Kaihatu

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2003

13

Anda mungkin juga menyukai