Chapter II
Chapter II
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal (Suwitra, 2006).
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
1. Kelainan ginjal berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan manifestasi
klinis dan kerusakan ginjal secara laboratorik atau kelainan pada pemeriksaan
radiologi, dengan atau tanpa penurunan fungsi ginjal (penurunan LFG) yang
berlangsung > 3 bulan.
2. Penurunan LFG < 60 ml/menit per 1,73 m2 luas permukaan tubuh selama > 3
bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal (National Kidney Foundation,
2002).
2.1.1
Etiologi
Umumnya penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit ginjal
intrinsik difus dan menahun. Hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan
berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Umumnya penyakit di luar ginjal, seperti
nefropati obstruktif dapat menyebabakan kelainan ginjal intrinsik dan berakhir
dengan penyakit ginjal kronik (Sukandar, 2006).
Menurut data yang sampai saat ini dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut: glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi
(20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
1.
Glomerulonefritis
Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif
dan difus yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis
berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik seperti lupus eritomatosus
sistemik, poliartritis nodosa, granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis
(glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis)
tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan penyakit ginjal kronik.
Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amilodois sering dijumpai pada
pasien-pasien dengan penyakit menahun seperti tuberkulosis, lepra, osteomielitis
arthritis rheumatoid dan myeloma (Sukandar, 2006).
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran
histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber
terjadinya
kelainan,
glomerulonefritis
dibedakan
primer
dan
sekunder.
Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005)
seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun
berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa
diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar
glukosa darahnya (Waspadji, 1996).
3.
Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah
Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling
sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal
polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar
baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun.
Glomerulonefritis, hipertensi esensial, dan pielonefritis merupakan
penyebab paling sering dari PGK, yaitu sekitar 60%. Penyakit ginjal kronik yang
berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 1520% (Sukandar, 2006).
Kira-kira 10-15% pasien-pasien penyakit ginjal kronik disebabkan
penyakit ginjal kongenital seperti sindrom Alport, penyakit Fabbry, sindrom
nefrotik kongenital, penyakit ginjal polikistik, dan amiloidosis (Sukandar, 2006).
Pada orang dewasa penyakit ginjal kronik yang berhubungan dengan
infeksi saluran kemih dan ginjal (pielonefritis) tipe uncomplicated jarang
dijumpai, kecuali tuberkulosis, abses multipel. Nekrosis papilla renalis yang tidak
mendapat pengobatan yang adekuat (Sukandar, 2006).
2.1.2
Klasifikasi
Klasifikasi PGK didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)
Deskripsi
LFG (mL/menit/1,73
m)
90
meninggi
2
60-89
LFG
3
30-59
15-29
Gagal ginjal
10
Tabel 2.1.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit
Tipe Mayor
Penyakit
Penyakit glomerular
Ginjal
non
Diabetes
Rejeksi kronik
Keracunan Obat
Penyakit recurrent
(Suwitra, 2006)
2.1.3
yang tersisa setelah terjadi kehilangan nefron akibat lesi. Peningkatan tekanan
glomerular menyebabkan hiperfiltrasi ini. Hiperfiltrasi terjadi sebagai konsekuensi
adaptif untuk mempertahankan laju filtrasi glomerulus (LFG), namun kemudian
akan menyebabkan cedera pada glomerulus. Permeabilitas glomerulus yang
abnormal umum terjadi pada gangguan glomerular, dengan proteinuria sebagai
tanda klinis (Conchol, 2005).
11
Nefropati
Kompensasi hiperfiltrasi
dan hipertropi
Berkurangnya jumlah
Nefron
Hipertensi
sistemik
Angiotensin II
Glomeruloskelerosis
Kebocoran protein
Melalui glomerular
Angiotensin II
Endothelin I
GBM
Permeabilitas
Hypertrophy /
Hyperplasia
Proteinuria
Mesangial cell
Matrix
Production
GLOMERULOSKELEROSIS
12
2.1.4
Faktor risiko
Faktor risiko penyakit ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan
individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal
dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
2.1.5
1.
Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom dan normositer, sering ditemukan pada pasien gagal
ginjal kronik. Anemia sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau
penjernihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit (Sukandar, 2006).
2.
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah
masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora
usus sehingga terbentuk amonia (NH3). Amonia inilah yang menyebabkan iritasi
atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna
ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika
(Sukandar, 2006).
3.
Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien penyakit ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat pengobatan penyakit ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.
Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis, dan pupil asimetris.
13
4.
Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
5.
pada penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput
serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis
(Sukandar, 2006).
6.
Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia,
depresi. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan
gejala psikosis. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien
dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya
(personalitas). Pada kelainan neurologi, kejang otot atau muscular twitching
sering ditemukan pada pasien yang sudah dalam keadaan yang berat, kemudian
terjun menjadi koma (Sukandar, 2006).
14
7.
Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif pada penyakit ginjal kronik sangat
8.
Hipertensi
Patogenesis hipertensi ginjal sangat kompleks, banyak faktor turut
memegang peranan seperti keseimbangan natrium, aktivitas sistem reninangiotensin-aldosteron, penurunan zat dipresor dari medulla ginjal, aktivitas
sistem saraf simpatis, dan faktor hemodinamik lainnya seperti cardiac output dan
hipokalsemia (Sukandar, 2006).
Retensi natrium dan sekresi renin menyebabkan kenaikan volume plasma
(VP) dan volume cairan ekstraselular (VCES). Ekspansi VP akan mempertinggi
tekanan pengisiaan jantung (cardiac filling pressure) dan cardiac output pressure
(COP). Kenaikan COP akan mempertinggi tonus arteriol (capacitance) dan
pengecilan diameter arteriol sehinga tahanan perifer meningkat. Kenaikan tonus
vaskuler akan menimbulkan aktivasi mekanisme umpan balik (feed-back
mechanism) sehingga terjadi penurunan COP sampai mendekati batas normal
tetapi kenaikan tekanan darah arterial masih dipertahankan (Sukandar, 2006).
Sinus karotis mempunyai faal sebagai penyangga (buffer) yang mengatur
tekanan darah pada manusia. Setiap terjadi kenaikan tekanan darah selalu
dipertahankan normal oleh sistem mekanisme penyangga tersebut. Pada pasien
azotemia, mekanisme penyangga dari sinus karotikus tidak berfungsi lagi untuk
mengatur tekanan darah karena telah terjadi perubahan volume dan tonus
pembuluh darah arteriol (Sukandar, 2006).
2.1.6
Diagnosis
Menurut (Sukandar, 2006) pendekatan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik
15
1.
2.
Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan
memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens kreatinin
dan radionuklida (gamma camera imaging) hampir mendekati faal ginjal yang
sebenarnya (Sukandar, 2006).
b.
i.
16
ii.
Mikrobiologi urin
Imunodiagnosis
c.
dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal
(LFG) (Sukandar, 2006).
3.
yaitu:
a.
b.
ultrasonografi (USG).
2.1.7.
1.
Penatalaksanaan
Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
17
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap
penyakit dasar sudah tidak bermanfaat (Suwitra, 2006).
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG
pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid
(superimposed factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor
komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak
terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obatan
nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya
(Suwitra, 2006).
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit ginjal kronik sesuai
dengan derajatnya, dapat dilihat di tabel
m)
90
60-89
Menghambat
perburukan
(progression)
fungsi ginjal
3
30-59
15-29
(Suwitra, 2006)
a.
Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen (Sukandar, 2006).
18
akan
mengakibatkan
perubahan
hemodinamik
ginjal
berupa
intraglomerulus (intraglomerulus
b.
c.
Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
19
d.
2.
Terapi simtomatik
a.
Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
b.
Anemia
Anemia terjadi pada 80-90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada
terutama
ditujukan
pada
penyebab
utamanya,
20
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah
harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak (Sukandar, 2006).
c.
Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada PGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
complaint) dari PGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program
terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik (Sukandar, 2006).
d.
Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e.
Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
f.
Hipertensi
Pemberian obat antihipertensi, selain bermanfaat untuk memperkecil
g.
21
3.
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a.
Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien PGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia
berat (Sukandar, 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal
buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel
(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang
umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal (Rahardjo, 2006).
22
b.
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasienpasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGTA (gagal ginjal tahap
akhir) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai comorbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri,
tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang
jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
c.
Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
2.1.8
Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah
mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya
pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan
kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin
kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah,
23
2.1.9.
Komplikasi
Deskripsi
LFG
Komplikasi
(mL/menit/1,
73 m)
1
normal
90
atau
meninggi
2
60-89
30-59
Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Anemia
Hiperparatiroid
Hipertensi
Hiperhomosistinemia
4
15-29
Malnutrisi
Asidosis Metabolik
Hiperkalsemia
Dislipidemia
Gagal ginjal
< 15 atau
dialysis
(Suwitra, 2006)
Gagal jantung
Uremia