Anda di halaman 1dari 9

CRITICAL REVIEW RESEARCH

PENGARUH POSISI PENOPANG PUNGGUNG (BACKREST)


TERHADAP TEKANAN INTRA KRANIAL DAN TEKANAN PERFUSI
SEREBRAL PADA PASIEN CEDERA KEPALA

OLEH :
Sunardi

PROGRAM NERS SPESIALIS


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVENSITAS INDONESIA
2008
PENGARUH POSISI PENOPANG PUNGGUNG (BACKREST) TERHADAP TEKANAN
INTRA KRANIAL DAN TEKANAN PERFUSI SEREBRAL PADA
PASIEN TRAUMA KEPALA

A. Latar Belakang
Trauma kepala dapat merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang
cukup tinggi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena mengenai sebagian besar orang
muda, sehat, dan produktif. Trauma kepala merupakan prosentasenya paling tinggi yaitu
sekitar 80%, sekitar 5% pasien meninggal ditempat kejadian, dan kematian disebabkan
karena peningkatan tekanan intrakranial .

Trauma kepala mempunyai dampak emosi,

psikososial, dan ekonomi yang cukup besar karena pasien sering menjalani masa perawatan
rumah sakit yang lama dan 5-10 % setelah perawatan rumah sakit membutuhkan fasilitas
pelayanan jangka panjang (PERDOSI, 2006). Oleh karena itu penatalaksanaan dini yang
tepat dapat mengurangi masalah-masalah diatas, diantaranya dengan pemberian posisi tidur
yang tepat dapat membantu meningkatkan tekanan perfusi serebral dan menurunkan tekanan
intrakranial, yang merupakan penyebab utama kematian pasien trauma kepala.

Setelah trauma kepala sering terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan
perfusi serebral, merupakan faktor primer atau sekunder dari trauma (Signorini et al, 1999).
Hematom intrakranial, edema, pecahnya pembuluh darah, dan hidrosepalus merupakan
penyebab umum peningkatan tekanan intrakranial pada pasien paska trauma kepala, dan
terjadi 50-75 % pada pasien trauma kepala berat (Dearden, 1998 dalam Fan, 2004).

Posisi penopang punggung (backrest) yang digunakan untuk mencegah/menurunkan tekanan


intrakranial adalah posisi kepala flat dan elevasi kepala. Elevasi kepala merupakan prosedur
keperawatan konvensional yang merupakan tindakan rutin pada pasien trauma kepala
dengan peningkatan tekanan intrakranial. Teori yang mendasari adalah kepala lebih tinggi
1

dari jantung pada vertical axis, dan menyebabkan cairan serebrospinal terdistribusi dari
cranial ke ruang subarahnoid spinal dan memfasilitasi venous return (Black & Hawk, 2005).
Pendistribusian cairan serebrospinal sebagai respon dari elevasi kepala terjadi dengan segera
setelah perubahan posisi, karena bebas hubungan antara kranial dan ruang subarahnoid
spinal (Hiecky, 1997). Posisi kepala flat untuk memfasilitasi peningkatan tekanan perfusi
serebral. dengan demikian perubahan posisi kepala flat dan elevasi kepala berdasarkan pada
respon fisiologis tersebut merupakan perubahan posisi yang dapat meningkatkan aliran
darah ke otak dan mencegah terjadinya peningkatan TIK, sehingga baik diberikan pada
pasien trauma kepala yang mengalami atau beresiko terjadi peningkatan tekanan
intrakranial.

B. Penelitian Terkait
Manfaat posisi backrest adalah menurunkan tekanan intrakranial dan meningkatkan tekanan
perfusi serebral. Dimana tekanan perfusi serebral merupakan fungsi dari tekanan darah dan
tekanan intrakranial, khususnya mean tekanan darah arteri dikurangi tekanan intrakranial
(Power, 1992 dalam Black & Hawk, 2005).
1. Pengaruh posisi kepala terhadap penurunan tekanan intrakranial dan peningkatan
tekanan perfusi serebral.
Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Winkelman (2000), yang berjudul
Effect backrest position on intrakranial and cerebral perfusion pressure in
traumatically brain-injuried adult. penelitian ini dilakukan terhadap 8 pasien trauma
kepala tertutup dengan usia antara 18 45 tahun, sampel diperoleh mengunakan metode
random. Desain penelitian ini adalah eksperimen. Tujuan dalam penelitian ini untuk
melihat efek 2 posisi backrest terhadap tekanan intrakranial dan tekanan perfusi serebral
pada pasien trauma kepala berat selama 36 jam setelah trauma. Posisi backrest yang
2

digunakan adalah posisi flat (0 derajat) dan elevasi kepala (30 derajat), perubahan posisi
dilakukan tiap 60 menit. Evaluasi dilakukan dengan secara non invasif (tekanan darah,
mean tekanan darah, nadi, suhu tubuh, frekuensi gernapasan, GCS, danpupil) dan
invasif untuk melihat tekanan intrakranial dengan intra arterial kateter. Hasil dalam
penelitian ini adalah pada posisi flat mean tekanan intrakranial adalah 16,2 mmHg dan
mean tekanan perfusi serebral adalah 79,9 mmHg, sedangkan pada posisi elevasi kepala
30 derajat rata-rata tekanan intrakranial adalah 12,2 mmHg dan mean tekanan perfusi
serebral adalah 84 mmHg.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat kita simpulkan bahwa posisi backrest
dengan elevasi kepala 30 derajat merupakan tindakan yang efektif dalam menurunkan
tekanan intrakranial dan meningkat tekanan perfusi serebral, pada pasien trauma kepala
tertutup. Sedangkan posisi flat secara klinik dapat mencegah terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial walaupun tidak secepat elevasi kepala 30 derajat.
Aspek positif dalam penelitian ini adalah sampel bersifat homogeny yaitu pasien trauma
kepala tertutup dnegan derajat berat dan berusia dewasa. Sampel diambil secara random
dan desain penelitan adalah eksperimen. Sedangkan kelemahan dalam penelitian ini
adalah jumlah sampel cukup kecil yaitu 8 orang, intervensi terapeutik bervariasi seperti
nilai AGD, status hidrasi, dan stimulus lingkungan, hal ini dapat berpengaruh terhadap
tekanan intrakranial dan perfusi serebral.
Selain penelitian diatas, didukung juga systematic review yang dilakukan oleh Jun-Yun
Fat tahun 2004, dengan judul effect of backrest position on intrakranial pressure and
cerebral perfusion pressure in individuals with brain injury. Review ini dilakukan pada
11 penelitian, dengan metode pengambilan sampel secara random.

Subjek pada 8

penelitian ini berusia antara 7-83 tahun dengan rata-rata usia 37 tahun. Lima
penelitian(45,5 %) berfokus pada pasien trauma kepala berat dan enam penelitian
dilakukan pada pasien trauma kepala sedang dan berat. Rentang nilai GCS adalah 3-15,
rata-rata nilai GCS adalah kurang dari 8 sebanyak 69,1 5.
Desain penelitian yang digunakan: dua penelitian menggunakan studi diskriptif (18,2
%), enam penelitian (54,5 %) desain penelitian kuasi eksperimental, dan tiga penelitian
(27,3 %) menggunakan desain eksperimen.
Adapun intervensi yang diberikan, semua penelitian menggunakan posisi flat. Elevasi
kepala tempat tidur antara 10-90 derajat, elevasi kepala 30 derajat paling banyak
dilakukan yaitu pada 8 penelitian, elevasi kepla 35-90 derajat dilakukan pada 3
penelitian. Parameter alat ukur yang digunakan 2 penelitian mengukur tekanan
intrakranial, dan 9 penelitian mengukur tekanan intrakranial, tekanan perfusi serebral,
dan mean tekanan darah. Kesimpulan dari 11 penelitian adalah posisi backrest elevasi
30 derajat yang paling efektif dalam menurunkan tekanan intrakranial pada pasien
trauma kepala
2. Posisi backrest yang tepat bagi pasien trauma kepala berat
Penelitian yang sama dilakukan oleh Jacqueline Sullivan (2000) yang berjudul
Positioning of patients with severe traumatic injury Penelitian ini dilakukan pada 18
pasien stroke hemoragik akut yang dirawat di neurocritical care unit. Indikator evaluasi
adalah nilai GCS, pupil, tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan, suhu tubuh,
tekanan intrakranial, MAP (mean arteri pressure), Middle cerebral artery (MCA) peak
mean flow velocity (VmMCA), tekanan perfusi serebral.

Semua pasien terpasang

intubasi, ventilator, terpasang monitor tekanan TIK, MAP dan MCA peak mean flow
velocity dengan intrakranial ultra sound. Perawat melakukan elevasi kepala secara

bertahap antara 00 150 300 masing-masing posisi selama 30 menit dan pengukuran
dicatat tiap perubahan posisi, intervensi dilakukan selama 72 jam.

Hasil dalam penelitian ini adalah; rata-rata MAP 90,0 1,8 sampai 82,7 1,7 mmHg
pada posisi elevasi kepala 150, dan 76,1 1,6 mmHg pada elevasi kepala 30 0
(P<0,0001), dan kembali 90,3 1,8 mmHg setelah posisi elevasi kepala diturunkan
menjadi 00. Tekanan intrakranial menurun dari 13,0 0,9 mmHg menjadi 12,0 0,9
mmHg pada posisi elevasi kepala 150, dan 11,4 0,9 mmHg setelah elevasi kepala 30 0
(P<0,0001), kemudian kembali ke nilai 13,0 0,9 mmHg pada posisi horizontal 00.

Tekanan sirkulasi serebral paling tinggi pada posisi horisontal 00 yaitu 77,0 1,8
mmHg, dan turun menjadi 70,0 1,8 mmHg pada elevasi kepala 15 0 dan 64,7 1,8
mmHg pada elevasi kepala 300 (P<0,0001). VmMCA paling tinggi pada elevasi kepala
00 turun dari 72,8 11,3 cm/s, menjadi 67,2 9,7 cm/s pada posisi elevasi kepala 15 0,
dan 61,2 8,9 cm/s pada elevasi kepala 30 0 (P>0,0001).

Penelitian ini dapat

disimpulkan pada pasien stroke hemoragik akut, tekanan perfusi serebral maksimal pada
posisi horizontal atau 00 dan tekanan intrakranial terendah atau posisi yang dapat
menurunkan TIK adalah posisi elevasi kepala 300

Hal positif dalam penelitian ini menunjukkan gambaran keterkaitan antara posisi tubuh
dengan homeostasis tubuh, hal ini dapat diartikan bahwa pentingnya program posisi
tubuh lebih awal diberikan lebih baik dan memberikan dampak positif pada sirkulasi
sistemik secara signifikan, aspek positif lainnya adalah posisi tubuh dapat dilakukan

pada semua kasus trauma kepala bahka kasua lain yang beresiko terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Intervensi yang dilakukan cukup sederhana tetapi mempunyai
dampak yang besar terhadap sirkulasi khususnya sirkulasi serebral serta oksigenasi
serebral dan penurunan tekanan intrakranial.
Selain itu kelebihan dalam penelitian ini adalah intervensi yang dilakukan mudah
terkontrol karena menggunakan tempat tidur yang dapat diatur derajat elevasi maupun
lama waktu perubahan karena menggunakan komputer, sehingga ketepatan posisi lebih
dapat dikontrol. Kompleksitas variabel pengukuran sehingga dapat benar mengukur apa
yang akan diukur. Selain itu pengukuran dalam penelitian ini menggunakan alat yang
terstandar dan fasilitas yang sudah menggunakan komperisasi, sehingga dihasilkan data
yang lebih valid.

Hal negatif dalam penelitian ini, hanya dapat dilakukan pada tempat yang memiliki
fasilitas tertentu seperti, tempat tidur dengan pengaturan komputer, ventilator,
intrakranial ultra sound. Pada hal pasien trauma kepala dengan peningkatan TIK tidak
semuanya dirawat di ruang intensive care unit yang memiliki fasilitas tersebut.
C. Kesimpulan
Berdasarkan dari penelitian-penelitian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perubahan
posisi backrest antara flat (elevasi 0 derajat) dan elevasi kepala 30 derajat pada pasien
trauma kepala memberikan manfaat dalam menurunkan tekanan intrakranial dan
meningkatkan tekanan perfusi serebral.
Dari 13 penelitian jenis sampelnya homogen yaitu pasien trauma kepala, dan metode
pengambilan sampelnya adalah random. Sedangkan desain penelitian yang digunakan
dua (2/13) penelitian studi deskriptif, tujuh (7/13) penelitian kuasi eksperimen, dan empat
6

(4/13) penelitian eksperimen. Intervensi yang diberikan pada semua penelitian adalah
posisi backrest antara flat (00) sampai 450. Alat ukur yang digunakan adalah peningkatan
tekanan intrakranial yang dilihat dari tanda-tanda klinis dan nilai tekanan intracranial,
selain itu juga mengukur tekanan perfusi serebral.
Berdasarkan dari semua penelitian menunjukkan hasil penurunan tekanan intracranial
paling baik tanpa mengganggu perfusi serebral adalah posisi elevasi kepala 30 derajat.
Walaupun posisi flat 45 derajat dapat menurunan tekanan intrakranial dan
meningkatkan perfusi serebral, tetapi posisi 30 derajat menunjukkan paling efektif
diberikan pada pasien trauma kepala. Pada pasien trauma kepala mengalami penurunan
tingkat kesadaran sehingga pasien sering menjadi immobilisasi. Kita tahu dampak
negative dari immobilisasi sangat merugikan bagi pasien seperti; dekubitus, pneumonia,
DVT dll. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat immobilisasi
perlu dilakukan mobilisasi sedini mungkin pada paisen trauma kepala sedang dan berat,
diantaranya dengan perubahan posisi backrest. Kita dapat memberikan posisi backrest
secara bergantian antara posisi elevasi kepala 0 derajat sampai 30 derajat, selain
mendapatkan keuntungan penurunan tekanan intracranial dan peningkatan tekanan
perfusi serebral, dapat juga mencegah komplikasi dari immobilitas.
Melihat banyaknya hal positif

yang dapat ditimbulkan dari interevnsi keperawatan

perubahan posisi backrest antara flat (00) sampai 30 derajat, dan intervensi ini sangat
mudah dilakukan maka kami tertarik untuk menerapkan hasil penelitian ini pada paisen
trauma kepala yang dirawat di RSCM Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo Tjokronegoro & Henra utama. (2002). Update In Neuroemergencies. Balai Penerbit
Jakarta : penerbit FKUI
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical management for
positive outcomes. (7th Ed.), St. Louis: Elsevier. Inc
PERDOSSI. (2006). Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal.
Jakarta : PERDOSSI
Fan, Jun-Yu. (2004). Effect of Backrest Position on Intracranial Pressure and Cerebral Perfusion
Pressure in Individual with Brain Injury; A Systemic Review. Journal of Neuroscience
Nursing. 36(5). 278-289
Hickey, Joanne.V. (1997). The Clinical Practice of Neurologycal and Neurosurgical Nursing.
Texas : Lippincott
Ignatavicius, D. & Workman, M.L. (2006). Medical Surgical Nursing; critical thinking for
collaborative care. St. Louis: Elseiver
Smletzer, S.C., & Bare, B.G. (2005), Brunner & Suddarths: Textbook of Medical Surgical
Nursing. Philadelphia: Lippincott.
Sullivan, J. (2000). Positioning of Patients with Severe Traumatic Brain Injury; Research-based
practice. Journal of Neuroscience Nursing. 32(4). 204-210
Winkelman, C. (2000). Effect of Backrest Positionon Intracranial and Cerebral Perfusion
Pressues in Traumatically Brain-Injured Adalts. American Journal of Critical Care. Vol. 6.
P. 371.

Anda mungkin juga menyukai