Anda di halaman 1dari 2

Pemindahan Ibukota : Perlu atau Tidak?

JAKARTA, sudah 488 tahun usia Jakarta, namun belum juga dewasa. Tingkahnya ibara
t anak kecil yang sering jatuh terjerembap ketika belajar berjalan. Lancar-macet
nya lalu lintas kendaraaan, banjir dan kemarau yang menerjang, gejolak ekonomi y
ang mendera serta pembangunan infrastruktur yang mangkrak-tumbuh, fasilitas umum
yang umum dan kondisi politik yang semrawut. Jakarta tak henti-hentinya dirundu
ng masalah-masalah perkotaan sebagai kota metropolis di Indonesia sekaligus pusa
t pemerintahan. Fungsi Jakarta sebagai ibukota sekaligus pusat pemerintahan dan
pusat perekonomian dengan penduduk mencapai 10 juta manusia memang menopang beba
n yang sangat berat. Sebagian besar warga Indonesia berbondong-bondong ke Jakart
a untuk sekedar sekolah, kerja dan bahkan berobat. Sekilas daya tarik Jakarta me
mang begitu luar biasa tapi keluh kesah warganya tiap hari terdengar baik mengen
ai kemacetan, kriminalitas, kemiskinan dan kesenjangan sosial, banjir dan sampah
serta kesehatan.
Beban tersebut dirasakan beberapa pihak dan pemerhati kota sudah semakin memunca
k. Ditandai dengan tingginya intensitas kegagalan-kegagalan pelayanan publik mau
pun masalah-masalah sosial ekonomi yang semakin rentan terpicu oleh faktor-fakto
r eksternal-internal. Banyak pakar yang menyebutkan bahwa Jakarta tidak dirancan
g secara maksimal sebagai ibukota sekaligus pusat pemerintahan skala besar seper
ti saat ini. Walaupun hal ini sudah tercetus sejak era Soekarno namun akhirnya i
su mengenai pemindahan ibukota semakin menguat beberapa waktu terakhir ini. Berb
agai daerah muncul sebagai kandidat pengganti ibukota baru yaitu Kalimantan, Bog
or, Karawang, Palembang, Jonggol dan lain-lain. Paradigma yang mendukung usulan
ini adalah upaya untuk meratakan pembangunan dan mengurangi beban menata kota Ja
karta.
Pemindahan ibukota ini masih dalam taraf kajian oleh pemerintah pusat. Sebagian
besar pihak mendukung usulan ini walaupun ada beberapa pihak yang menolak. Para
pakar menganggap daerah-daerah di Pulau Jawa sudah tidak lagi mencukupi daya duk
ungnya sebagai ibukota baru dan ibukota tidak dapat dipindahkan ke daerah yang b
erdekatan dengan Jakarta karena tidak menyelesaikan masalah namun hanya memindah
kan masalah dan bukan upaya untuk meratakan pembangunan. Secara demografi, kepad
atan penduduk dan sentralisasi kegiatan terus meningkat di kawasan Jabodetabek b
ahkan Jawa, oleh karena itu daerah ini memang tidak ideal sebagai kandidat pengg
anti ibukota Indonesia karena mengakibatkan rangsangan urbanisasi yang semakin k
uat. Berbagai kajian menunjukkan bahwa Kalimantan merupakan kandidat yang paling
memenuhi syarat sebagai ibukota baru, selain telah siap secara infrastruktur da
n kondisi demografis yang baik, Pulau Kalimantan juga memiliki keuntungan secara
geografis karena jauh dari gunung berapi dan tidak rawan gempa.
Namun pemindahan ibukota bukan tanpa kendala, sebagian besar juga menyebutkan ba
hwa pemindahan ibukota justru menguras anggaran belanja negara karena harus memb
angun ibukota baru. Namun hal ini dapat saja dibantah melalui model pembangunan
ibukota baru yang menitikberatkan pada melanjutkan pembangunan kota yang sudah a
da di kota pengganti tanpa membuka lahan-lahan baru. Yang perlu disiapkan secara
matang untuk ibukota baru ini adalah visi-misi atau tujuan yang baik bagi masa
depan. Perlu adanya regulasi yang kuat dan matang untuk menghindari spekulan dan
konflik-konflik yang muncul, perlu adanya kajian yang mendalam mengenai amdal,
resiko banjir dan ketersediaan air bersih untuk memastikan bahwa pembangunan kot
a sesuai yang diharapkan.
Lalu bagaimana dengan kota Jakarta apabila ibukota pemerintahan dipindahkan? Apa
kah masalah pemerataan pembangunan, konsentrasi aktivitas, kepadatan penduduk da
n kemacetan dapat teratasi? Perlu ditekankan bahwa Jakarta akan tetap menjadi pu
sat kegiatan ekonomi dan bisnis karena infrastrukturnya yang sudah jadi. Namun p
erlu adanya manajemen kota yang lebih baik. Untuk masalah kemacetan misalnya, pe
mbangunan transportasi massal yang terpadu dan kebijakan pembatasan kendaraan se
rta menaikkan tarif parkir dapat menjadi beberapa program yang diterapkan.

Melihat perkembangan kondisi perkotaan Jakarta yang semakin rumit, urgensi pemin
dahan ibukota ini perlu dikaji secara serius karena permasalahan Jakarta sudah s
eperti bom waktu yang kapanpun siap meledak.

Anda mungkin juga menyukai