Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia, itulah dasar citacita para pejuang bangsa ini. Negara yang
masyarakatnya sadar akan keberadaan hukum, menjadikan hukum sebagai tameng
yang mampu melayani seluruh masyarakat Indonesia tanpa ada diskriminasi
berdasarkan ras, jabatan, status dan strata sosialnya. Kekuasaan negara di batasi oleh
hak asasi manusia sehingga aparatur negara tidak dapat bertindak dan berlaku
sewenang-wenangnya, menyalahgunakan kekuasaan
Tidak hanya para penegak hukum saja yang memiliki tanggung jawab untuk
penegakkan hukum, tetapi hal ini juga menjadi tanggung jawab besar pemerintahan
atau negara itu sendiri, dengan menyiapkan peraturan perundang-undangan yang
memiliki makna kuat dalam berkeadilan, berkepastian hukum dan mampu di
peragakan dalam kehidupan riil masyarakat.
Tetapi dalam praktik penegakkannya kita ketahui masih banyak sekali catatancatatan hitam tentang penegakkan hukum di negara kita ini. Bentuk keadilan di
Indonesia saat ini cenderung menggambarkan isyarat bahwa orang yang kuat pasti
hidup sedangkan orang yang lemah pasti akan tertindas. Peran hukum yang tadinya
mempunyai arti yang kuat ternyata belum bisa diterapkan dengan baik dan sesuai

dengan atauran-aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Ironisnya, keadilan di


Indonesia belum mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Jika kepuasan akan keadilan dapat tercapai dan dirasakan secara merata oleh
seluruh masyarakat baik yang berkelebihan maupun berkekurangan, maka kita tidak
akan melihat lagi adanya penumpukan berkas perkara di MA, ataupun adanya aksi
demonstrasi di depan kantor kantor pemerintahan oleh rakyat pencari keadilan.
Hal tersebut tentu tidak mudah, seperti apa kemudian konsep konsep
keadilan dalam hukum itu sendiri tentu menjadi pertanyaan mendasar yang harus kita
jawab terlebih dahulu. Untuk itu, ada baiknya kembali kita menelaah konsep keadilan
menurut para ahli, dan bagaimana konsep keadilan di lihat dalam perspektif filsafat
hukum.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi rumusan masalah yang diangkat dari latar belakang di atas, yaitu:

1. Apa pengertian dari keadilan?


2. Bagaimanakah keadilan dalam perspektif filsafat hukum ?

1.3 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan yang didapat dari rumusan masalah di atas, yaitu:
1. Agar dapat memahami dan mengetahui pengertian dari keadilan.
2. Agar dapat mengetahui bagaimana keadilan dalam perspektif filsafat hokum
BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Keadilan
Keadilan berasal dari bahasa Arab adil yang artinya tengah. Keadilan berarti

menempatkan sesuatu di tengah-tengah, tidak berat sebelah atau dengan kata lain
keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Adil adalah sifat perbuatan manusia. Menurut arti katanya adil artinya tidak
sewenang-wenang pada diri sendiri maupun kepada pihak lain. Maksud dari ketidak
sewenang-wenangnya dapat berupa keadaan :
a.

Sama (seimbang), Nilai yang tidak berbeda;

b.

Tidak berat sebelah, perlakukan yang sama dan tidak pilih kasih;

c.

Wajar, seperti apa adanya, tidak menyimpang, tidak lebih dan tidak
kurang;

d.

Patut / layak, dapat diterima karena sesuai, harmonis dan proporsional;

e.

Perlakuan pada diri sendiri sama seprti perlakuan kepada pihak lain
dan sebaliknya;

Dalam konsep adil berlaku tolak ukur yang sama kepada pihak yang berbuat
dan kepada pihak lain yang berbuat dan kepada pihak lain terhadap mana perbuatan
itu ditujukan. Implikasinya, perlakuan kepada diri sendiri, seharusnya sama pula

dengan perlakuan kepada pihak lain. Bagaimana berbuat adil kepada pihak lain jika
kepada diri sendiri saja tidak adil. Konsep adil (tidak sewenang-wenang) baru jelas
bentuknya apabila sudah diwujudkan dalam perbautan nyata dan nilai yang di
hasilkan atau akibat yang ditimbulkannya. Situasi dan kondisi juga ikut melakukan
perbuatan adil manusia.
Keadilan adalah pengakuan dan perilaku seimbang antara hak dan kewajiban.
Keadilan terletak pada keserasian menuntut hak dan kewajiban atau dengan kata lain
keadilan adalah keadaan dimana setiap orang mendapatkan atau memperoleh bagian
yang sama dari kekayaan bersama. Ada hubungan timbal balik antara hak dan
kewajiban, hak haruslah di sertai dengan kewajiban begitu juga sebaliknya kewajiban
haruslah disertai dengan hak.
Keadilan itu merupakan suatu perlakuan antara hak dan kewajiban yang harus
dilaksanakan secara bersamaan dan seimbang. Setiap orang ingin merasakan keadilan
yang sama antar sesamanya. Adil dalam melaksanakan suatu situasi dan kondisi atau
masalah jiwa seseorang yang memiliki jiwa sosial tinggi. Setiap warga Negara
Indonesia wajib dan layak menerima atau memperoleh keadilan yang merata satu
dengan yang lain sesuai dengan HAM dalam berbagai bidang.
Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat di pungkiri karena dalam kehidupan
manusia itu sendiri sering kali dan hampir setiap hari merasakan keadilan dan
ketidakadilan. Oleh sebab itu keadilan dan ketidakadilan menimbulkan banyak

perbincangan dan menjadi kreativitas tersendiri. Maka dari itu keadilan sangatlah
penting dan untuk kehidupan sehari hari karena akan menciptakan kesejahteraan
untuk semua masyarakat bumi.
Keadilan tercantum dalam Pancasila dan yang paling utama ada dalam sila
kelima yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Yang memiliki
arti dan makna bahwa warga negara Indonesia berhak dan layak untuk mendapatkan
keadilan yang merata dari pihak yang berwenang.
Berikut ini beberapa pendapat pengertian mengenai keadilan. Berikut ini
beberapa pendapat mengenai makna keadilan.1
a. Menurut W.J.S. Poerdaminto, keadilan berarti tidak berat sebelah,
sepatutunya, tidak sewenang-wenang. Jadi, dalam pengertian adil termasuk di
dalamnya tidak terdapat kesewenang wenangan. Orang yang bertindak
b.

sewenang-wenang berarti bertindak tidak adil.


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keadilan berarti (sifat
perbuatan, perlakuan) yang adil. Keadilan berarti perilaku atau perbuatan yang
dalam pelaksanaannya memberikan kepada pihak lain sesuatu yang

semestinya harus diterima oleh pihak lain.


c. Menurut Frans Magnis Suseno dalam bukunya Etika Politik menyatakan
bahwa keadilan sebagai suatu keadaan dimana orang dalam situasi yang sama
diperlakukan secara sama.

Isra Saldi, 2013, Filsafat Hukum, Jakarta, PT. RajaGrafindoPersada, hal, 53-54

d.

Filosof Yunani yang terkenal yaitu Aristoteles dalam bukunya yang berjudul
Rhetorica dan Ethica Nicomachea memperkenalkan teori yang bernama
teori etis. Teori ini berpendapat bahwa tujuan hukum itu semata mata untuk
mewujudkan keadilan. Keadilan disini adalah ius suum cuique tribuere yang
artinya memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi bagian atau
haknya.2 Mengenai makna keadilan, Sedangkan Aristoteles membedakan dua
macam keadilan, yaitu3
I.
Keadilan Kumulatif,
Keadilan kumulatif atau justitia cummulativa; Keadilan kumulatif
adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota
tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan ini didasarkan
pada transaksi (sunallagamata) baik

yang

sukarela

atau

tidak.

Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam


II.

perjanjian tukar-menukar.
Keadilan Distributive.
Keadilan distributif atau justitia distributiva; Keadilan distributif
adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang
didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masingmasing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara
masyarakat dengan perorangan.

2.2 Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Hukum


2

Sjachran Basah, Tiga Tulisan tentang Hukum, Bandung, Armico, 1986, hal. 8

Soetikno, 1976, Filsafat Hukum Bagian I, Jakarta, Pradnya Paramita, hal, 57.

Perbincangan tentang keadilan rasanya merupakan suatu kewajiban ketika


berbicara tentang filsafat hukum, mengingat salah satu tujuan hukum adalah keadilan
dan ini merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan
sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum .
Memahami pengertian keadilan memang tidak begitu sulit karena terdapat
beberapa perumusan sederhana yang dapat menjawab tentang pengertian keadilan.
Namun untuk memahami tentang makna keadilan tidaklah semudah membaca teks
pengertian tentang keadilan yang diberikan oleh para pakar, karena ketika berbicara
tentang makna berarti sudah bergerak dalam tataran filosofis yang perlu perenungan
secara mendalam sampai pada hakikat yang paling dalam.4
Dalam sistem hukum eropa kontinental hukum ditanggapi sebagai terjalinnya
prinsip prinsip keadilan yaitu, hukum adalah undang undang yang adil, pengertian
hukum yang dimaksud serasi dengan ajaran filsafat tradisional yaitu, hukum yang
hakiki berkaitan dengan arti hukum sebagai keadilan. Apabila suatu hukum yang
kongkrit yaitu undang undang yang betentangan dengan prinsip prinsip keadilan,
maka hukum itu tidak bersifat normatif lagi dan sebenarnya tidak dapat disebut
sebagai hukum lagi karena undang undang itu sendiri diwujudkan sebagai hukum
yang adil. Dapat dirumuskan bahwa adil merupakan unsur konstitutif segala perhatian
tentang hukum.5
4

Angkasa, 2010, Filsafat Hukum ( Materi Kuliah ), Universitas Jenderal Soedirman,


Purwokerto, hal.105
5

Zainudin Ali, 2010, Filsafat Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, hal, 86

1. Paradigma Hukum Alam6


Meyakini bahwa alam semesta diciptakan dengan prinsip keadilan, sehingga
dikenal antara lain Stoisisme norma hukum alam primer yg bersifat umum
menyatakan: Berikanlah kepada setiap orang apa yang menjadi haknya (unicuique
suum tribuere), dan jangan merugikan seseorang (neminem laedere). Cicero juga
menyatakan bahwa hukum dan keadilan tidak ditentukan oleh pendapat manusia,
tetapi oleh alam.

2. Paradigma Positivisme Hukum


Keadilan dipandang sebagai tujuan hukum. Hanya saja disadari pula
sepenuhnya tentang relativitas dari keadilan ini sering mengaburkan unsur lain yang
juga penting, yakni unsur kepastian hukum. Adagium yang selalu didengungkan
adalah Suum jus, summa injuria; summa lex, summa crux. Secara harfiah ungkapan
tersebut berarti bahwa hukum yang keras akan melukai, kecuali keadilan dapat
menolongnya.
3. Dalam paradigma hukum Utiliranianisme7
Dalam paradigma hukum Utiliranianisme, keadilan dilihat secara luas. Ukuran
satu-satunya untuk mengukur sesauatu adil atau tidak adalah seberapa besar
6

Muhamad, Erwin, 2013, Filsafat Hukum Reflksi Kritis Terhadap Hukum, Jakarta, Raja
Grafindo, Hal, 143
7

Ibid, hal, 179

dampaknya bagi kesejahteraan manusia (human welfare). Adapun apa yang dianggap
bermanfaat dan tidak bermanfaat, diukur dengan perspektif ekonomi..8
Perspektif tentang keadilan sebagaimana dirumuskan di atas, menurut Satjipto
Rahardjo bahwa keadilan mencerminkan bagaimana seseorang melihat tentang
hakikat manusia dan bagaimana seseorang memperlakukan manusia. Lebih lanjut
Angkasa mengatakan bahwa karena keadilan adalah ukuran yang dipakai seseorang
dalam memberikan terhadap objek yang berada di luar diri orang tersebut. Mengingat
objek yang dinilai adalah manusia maka ukuran-ukuran yang diberikan oleh
seseorang terhadap orang lain tidak dapat dilepaskan dengan bagaimana seseorang
tersebut memberikan konsep atau makna tentang manusia. Apabila seseorang melihat
orang lain sebagai mahluk yang mulia maka perlakuan seseorang tersebutpun akan
mengikuti anggapan yang dipakai sebagai ancangan dan sekaligus akan mentukan
ukuran yang dipakai dalam menghadapi orang lain. Dengan demikian dapatlah
dikatakan bahwa masalah keadilan tidak dapat dilepaskan dengan filsafat tentang
manusia.
Terlepas dari berbagai pandangan konsep keadilan tersebut diatas, dalam hal
ini penulis ingin berbagi pendapat tentang bagaimana konsep keadilan yang
sesungguhnya terlepas dari latar belakang penulis. Keadilan pada dasarnya sifatnya
adalah abstrak, dan hanya bisa dirasakan dengan akal dan pikiran serta rasionalitas
dari setiap individu/masyarkat. Keadilan tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat
8

E. Fernando M. Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Buku Kompas,


Jakarta, hal,
109

namun pelaksanaannya dapat kita lihat dalam perspektif pencarian keadilan yang kita
lihat sehari-hari. Keadilan juga tidak memiliki ukuran serta takaran yang pasti tentang
bagaimana halnya suatu keadaan yang Adil.9 Secara sederhana kapan keadilan itu
dibicarakan dan mengapa? Pada dasarnya seseorang atau individu/masyarakat
mencari keadilan ketika dirasakan adanya suatu ketidakadilan atau dengan kata lain
keadilan muncul ketika adanya ketidak adilan yang dirasakan.
Namun sebelumnya perlu dikethui bahwa setiap manusia pada dasarnya
terlahir dalam kehendak bebas (dalam arti luas) masing-masing, oleh karena adanya
kehendak bebas dari setiap individu tersebut akhirnya membentur kehendak bebas
dari individu lain, sehingga secara tidak langsung dan tidak disadari kehendak bebas
dari setiap individu tersebut ternyata dibatasi oleh kehendak bebas dari individu lain
dan sebaliknya. Dengan berbagai factor dan alasan timbul konflik dalam masyarakat
karena masing-masing indivu yang berusaha mengambil kebebasan dari individu lain
dengan tujuan dan maksud tertentu. Oleh karena adanya pengambilan kehendak bebas
dari seseorang oleh orang lain tersebut, maka timbul usaha untuk mencari keadilan.
Seseorang/individu tidak akan mencari serta mengetahui keadilan itu seperti apa
ketika memang tidak ada kepentingan serta kebebasannya yang dicurangi atau
dilukai. Ketika tidak ada hal-hal yang mengganggu kepentingan kita/manusia baik itu
kebebasan (dalam arti luas atau kebebasan terbatas) maka menurut saya tidak akan
muncul kata tentang Keadilan.

Sukarno, Aburaera, dkk, 2014, Filsafat Hukum Teori dan Praktik, Jakarta, Kencana Prenada
Media Grup. Hal, 74

10

11

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas, bahwa
keadilan tercantum dalam Pancasila pada sila kelima yang berbunyi keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, yang memiliki arti dan makna bahwa warga negara
Indonesia berhak dan layak untuk mendapatkan keadilan yang merata dari pihak yang
berwenang. Kesimpulan Pengertian keadilan dari pendapat para sarjana yakni,
keadilan merupakan suatu perlakuan antara hak dan kewajiban kepada setiap orang
yang harus dilaksanakan secara bersamaan dan seimbang.
Perspektif tentang keadilan sebagaimana dimaksud dapat ditemukan dalam
penganut aliran yaitu, Paradigma Hukum Alam, Paradigma Positivisme Hukum dan
Paradigma Hukum Utiliranianisme. Sehingga menurut Satjipto Rahardjo

dalam

perspektif tentang keadilan, bahwa keadilan mencerminkan bagaimana seseorang


melihat tentang hakikat manusia dan bagaimana seseorang memperlakukan manusia.

3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan oleh kami sebagai penulis, bahwa pada
dasarnya seseorang atau individu/masyarakat mencari keadilan ketika dirasakan
adanya suatu ketidakadilan. Sehingga setiap warga Negara Indonesia wajib dan layak

12

menerima atau memperoleh keadilan yang merata satu dengan yang lain sesuai
dengan Hak Asasi Manusia baik dalam berbagai bidang. Maka dari itu keadilan
sangatlah penting dan untuk kehidupan sehari hari karena akan menciptakan
kesejahteraan untuk semua masyarakat bumi.

13

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Ali, Zainudin, 2010, Filsafat Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.
Angkasa, 2010, Filsafat Hukum ( Materi Kuliah ), Magister Ilmu Hukum
Hukum UNSOED, Perwokerto.
Aburaera, Sukarno, dkk, 2014, Filsafat Hukum Teori dan Praktik, Jkarta,
Kencana Prenada Media Grup.
Basah, Sjachran, 1986, Tiga Tulisan tentang Hukum, Bandung, Armico.
Erwin, Muhamad, 2013, Filsafat Hukum Reflksi Kritis Terhadap Hukum,
Jakarta, Raja Grafindo.
Manullang, E. Fernando M, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Buku
Kompas, Jakarta
Saldi, Isra, 2013, Filsafat Hukum, Jakarta, PT. RajaGrafindoPersada.
Soetikno, 1976, Filsafat Hukum Bagian I, Jakarta, Pradnya Paramita.

14

Anda mungkin juga menyukai