Anda di halaman 1dari 5

Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan tablet parasetamol dengan skala laboratorium.

Paracetamol merupakan analgesik-antiperetik yang bekerja seperti aspirin yaitu dengan


menghambat sintesa prostaglandin tetapi tidak mempunyai efek anti inflamasi. Obat ini memblok
impuls nyeri, memproduksi antipiresis dari hambatan pusat pengaturan panas hipotalamus (Lacy,
2004). Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi (Depkes RI, 1995). Ada tiga cara pembuatan tablet, yaitu dengan granulasi basah,
granulasi kering, dan kempa langsung. Metode yang digunakan adalah metode granulasi basah.
Granulasi basah adalah metode yang dilakukan dengan cara membasahi massa tablet
menggunakan larutan pengikat sampai terdapat tingkat kebasahan tertentu, lalu digranulasi.
Fungsi dari granulasi untuk memudahkan pencampuran, mengurangi debu, mendapatkan partikel
dengan densitas yang lebih seragam, dan mencegah segregasi (Siregar, 2007). Dipilihnya metode
granulasi basah karena parasetamol memiliki sifat alir yang buruk, dengan metode granulasi
basah dapat memperbaiki sifar alir tersebut. Selain itu, parasetamol juga tahan terhadap
pemanasan.
Percobaan kali ini, formulasi tablet parasetamol dibuat dengan berat masing-masing tablet
xxx mg dan dan didalamnya mengandung zat aktif sebanyak 250 mg tiap tabletnya. Formula ini
terdisi dari dua fase yaitu fase dalam dan fase luar. Fase dalam terdiri dari parasetamol, amprotab
(fase dalam), mucilago amprotab, dan laktosa. Sedangkan fase luarnya terdiri dari amprotab (fase
luar), talkum, dan Mg. sterarat. Digunakannya 2 fase disini agar tablet yang dihasilkan menjadi
lebih baik, hal ini dikarenakan fase luar dapat melindungi fase dalam sehingga tidak menempel
pada punch pada saat pengempaan. Formula tablet paracetamol yang diproduksi ini mengandung
beberapa zat tambahan yang memiliki fungsi masing-masing. Paracetamol sebagai zat aktif yang
berfungsi sebagai antipiretik dan anti analgesik. Amprotab sebagai disintegran yang berfungsi
untuk membantu hancurnya tablet dalam tubuh. Larutan pengikat mucilago amprotab berfungsi
sebagai pengikat untuk bahan-bahan yang akan digunakan. Larutan pengikat dapat membentuk
jembatan cair diantara partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat apabila jumlah cairan
yang ditambahkan semakin banyak. Namun pada penambahan larutan pengikat harus
diperhatikan agar tablet yang dihasilkan tidak terlalu keras, sehingga mudah hancur dalam cairan
tubuh. Laktosa digunakan sebagai bahan pengisi untuk memenuhi massa tablet yang akan
dicetak. Talkum dan Mg. sterarat berfungsi sebagai glidant dan lubrikan, dimana lubrikan dapat
mengurangi gesekan selama proses pengempaan tablet, sedangkan glidant dapat meningkatkan

fluiditas massa yang akan dikempa, sehingga massa tersebut dapat mengisi die dalam jumlah
yang seragam.
Tahap pertama yang dilakukan adalah membuat larutan pengikat mucilago amprotab.
Serbuk amilum disuspensikan dengan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai
terbentuk mucilago amprotab. Digunakannya air panas karena kelarutan amilum yang baik dalam
air panas (Rowe, et al., 2009). Paracetamol, amprotab (fase dalam), dan laktosa ditimbang sesuai
dengan yang dibutuhkan kemudian digerus hingga homogen pada mortir yang sama.
Penggerusan dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel agar diperoleh sediaan yang
homogen. Kemudian ditambahkan larutan pengikat (mucilago amprotab), yang telah dibuat
sebelumnya, lalu dicampur pada mortir hingga homogen.
Pada praktikum, campuran yang terbentuk memiliki kadar air yang sangat tinggi sehingga
tidak dapat langsung dilakukan pengayakan. Sehingga dilakukan pemanasan dengan suhu 50 0 C
hingga kadar air yang dibutuhkan terpenuhi. Setelah campuran memiliki kadar air yang sesuai,
dilakukan pengayakan dengan ayakan mesh 10. Tujuan dilakukan pengayakan untuk membentuk
granul dengan ukuran dan bentuk yang homogen. Granul yang dihasilkan kemudian dimasukkan
ke dalam oven dengan suhu 500 C dibiarkan hingga memiliki kadar air yang sesuai. Dalam
proses pengeringan cairan pengikat akan menguap dan partikel solute dalam larutan pengikat
akan naik ke permukaan dan membentuk jembatan cair yang menghubungkan antar partikel
padat. Jembatan cair inilah yang akan menghasilkan massa granul yang kompak. Setelah
diperoleh granul yang sesuai kemudian diayak dengan ayakan mesh 20. Digunakannya ukuran
pengayakan lebih kecil bertujuan untuk meningkatkan jumlah tempat kontak antar partikel dan
menghasilkan tablet yang lebih kompak. Selain itu, setelah pengeringan ukuran granul tidak
beraturan sehingga perlu dilakukan pengayakan dengan ukuran pangayakan yang lebih kecil
sehingga dihasilkan granul dengan ukuran yang kecil pula dan lebih mudah untuk dikempa.
Karena dalam pembuatan sediaan tablet ukuran granul sangat berpengaruh. Kemudian granul
yang telah sesuai kadar airnya dicampurkan dengan amprotab (fase luar), talkum dan Mg. stearat
sampai homogen. Talkum dan Mg. sterarat berfungsi sebagai glidant dan lubrikan, sedangkan
Amprotab berfungsi sebagai disintegran.
Sebelum granul di kempa menjadi tablet dilakukan uji evaluasi granul untuk mengetahui
kualitas dari granul yang diperoleh. Evaluasi granul yang dilakukan antara lain, penentuan

kandungan air, penentuan BJ bulk density, BJ tapped density (serta Hausner ratio), uji distribusi
ukuran partikel, penentuan kecepatan alir dan sudut diam, serta kompresibilitas.
Pertama-tama dilakukan pengujian terhadap kandungan air pada granul. Granul yang telah
selesai dioven kemudian dimasukkan kedalam alat uji kandungan air. Dari hasil pengujian
diperoleh kandungan air dari granul sebesar 1,41%. Kandungan air yang diperoleh masuk dalam
rentang yang diinginkan yaitu dari 1-5%.
Kemudian dilakukan uji BJ bulk density, BJ tapped density serta kompresibilitas dari
granul yang diperoleh. Pengujian bulk density dilakukan dengan memasukkan granul ke gelas
ukur 100 mL hingga penuh, sambil ditimbang bobot dari granul tersebut. Selanjutnya digunakan
alat uji bulk density untuk memberi ketukan sebanyak 500 kali pada gelas ukur yang telah berisi
granul tersebut. Pengujian dilakukan hingga diperoleh volume yang konstan. Dari uji bulk
density diperoleh hasil sebesar xxxx, dan dari uji BJ tapped density diperoleh hasil sebesar xxxx.
Kemudian diukur perubahan kerapatan granul sebagai persen kompresibiltas yang dihitung
dengan rumus dibawah ini.
tapped densitybulk density
Kompresibilitas=
100
tapped density
Sehingga diperoleh nilai kompresibilitas dengan sebesar xxxx. Nilai kompresibitas yang baik
adalah kurang dari 20% atau berada pada rentang 11-15%.
Selanjutnya, dilakukan evaluasi uji sifat alir dan sudut diam dari granul. Uji ini bertujuan
untuk menilai apakah granul yang diperoleh dapat mengalir dengan baik, sehingga pada saat
proses produksi granul dapat mengalir baik ke dalam die dan menjamin keseragaman bobot
granul pada saat proses pengempaan tablet. Dua puluh gram granul dimasukkan ke dalam corong
uji waktu alir yang tertutup. Selanjutnya penutup corong dibuka secara cepat sehingga granul
keluar dan ditampung pada bidang datar. Waktu alir granul dicatat dan sudut diamnya dihitung
dengan mengukur diameter dan tinggi tumpukan granul yang berbentuk kerucut yang keluar dari
mulut corong (Lachman dkk., 1994). Waktu alir granul yang baik adalah jika waktu yang
diperlukan 10 detik untuk 100 gram granul. Dengan demikian kecepatan alir yang baik adalah
lebih besar dari 10 gram per detik (Citrasari, 2010). Granul akan mengalir baik jika mempunyai
sudut diam antara 25-45 (Wadke dan Jacobson, 1980). Dari hasil uji sifat alir didapatkan laju
alir sebesar xxxx.
Uji yang dilakukan berikutnya addalah pengujian terhadap distribusi ukuran partikel,
dimana granul yang telah siap diayak dengan ayakan bertingkat Elektromagnetic Sieve Shaker

EMS-8 mulai dari mesh 20, 40, 60, dan 80 selama 15 menit. Granul yang memiliki distribusi
normal yaitu memiliki distribusi ukuran yang sempit, dimana akan menghasilkan aliran granul
yang seragam ke dalam ruang kompresi sehingga keseragaman bobot tablet dapat terpenuhi.
Berdasarkan hasil uji normalitas shapiro-wilk dimana nilai signifikansi dari seluruh formula sig.
> 0,05. Kemudian, bobot granul yang tersisa ditimbang pada setiap pengayak dan diperoleh hasil
yaitu sebesar xxxx untuk ayakan mesh 20; xxxx untuk mesh 40; xxxx untuk mesh 60 dan xxxx
untuk mesh 80. Hasil tersebut menunjukkan bahwa presentase fines yang diperoleh melebihi
20% dari bobot total granul sehingga dapat dikatakan bahwa ukuran granul yang diinginkan
tidak tercapai.
Tahap selanjutnya granul masing-masing ditimbang sebanyak xxxx, kemudian dicetak
hingga diperoleh tablet berjumlah xxx dan dilakukan evaluasi sediaan. Evaluasi sediaan
bertujuan untuk mengetahui kualitas dari sediaan yang diperoleh. Evaluasi sediaan yang
dilakukan yaitu uji organoleptis, uji keseragaman bobot, uji keregasan tablet, uji kekerasan
tablet, uji waktu hancur, dan uji disolusi.
Pertama dilakukan uji organoleptis diperoleh data yaitu sediaan berwarna putih,
berbentuk bundar, dan memiliki rasa pahit. Kemudian dilakukan uji keseragaman bobot tablet
diperoleh data bobot rata-rata tablet sebesar XXXXg. Penyimpangan yang terjadi melebihi
kolom A (5%), dimana bobot tablet yang menyimpang lebih dari 2 tablet dengan pengujian 20
tablet (Depkes RI, 1979).
Kemudian dilakukan uji kekerasan. 20 tablet dimasukkan satu persatu ke dalam alat
pengujian. Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam
melawan tekanan mekanik yang diberikan. Pada umumnya tablet dikatakan baik apabila
memiliki kekerasan antara 4-10 kg, akan tetapi hal tersebut tidak mutlak karena kekerasan tablet
kurang dari 4 kg masih bisa diterima asalkan kerapuhannya tidak melebihi batas yang ditetapkan
(Sulaiman, 2007). Pada praktikum kekerasan rata-rata tablet yang diperoleh XXXXkg (berada
dalam kekerasan4-10kg).
Uji selanjutnya dilakukan adalah uji kerapuhan. Tablet dianggap baik apabila presentase
kerapuhan tidak lebih dari 1% sehingga dapat dikatakan tablet yang dihasilkan baik karena
memiliki tingkat kerapuhan yang kurang dari 1% (Sulaiman, 2007). Tablet yang akan diuji
ditimbang terlebih dahulu sehingga mendapatkan bobot 5,973 gr. Pengujian kemudian
dilanjutkan dengan memasukkan tablet yang telah diperoleh kedalam alat pengujian. Hasil yang

diperoleh pada uji kerapuhan tablet sebesar 5,947 gr. Hal ini berarti tablet pada praktikum kali ini
memiliki tingkat kerapuhan yang baik, dikarenakan berada pada rentang yang kurang dari 1%
Uji waktu hancur tablet dilakukan dengan memasukkan tablet kedalam alat pengujian dan
dihitung waktu hancur tablet hingga benar-benar habis. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil
bahwa tablet yang diuji hancur sempurna dalam 5 menit 40 detik. Persyaratan waktu hancur
untuk tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15 menit sehingga dapat dikatakan tablet tersebut
memenuhi persyaratan waku hancur yang telah ditetapkan (Siregar, 2008).
Pengujian terakhir adalah uji disolusi tablet yang dilakukan dengan memasukkan 3
sampel tablet kedalam tabung disolusi. Lalu dilakukan pengambilan sebanyak 5 mL pada menit
ke 10, 20, 30, 40, 50, dan 60. Selanjutnya dibuat larutan 5 seri standar parasetamol dengan
konsentrasi masing-masing 2 mg/mL, 4 mg/mL, 6 mg/mL, 8 mg/mL, 10 mg/mL yang
memberikan absorbansi masing-masing sebesar 0,145; 0,330; 0,421; 0,537; dan 0,664. Salah
satu larutan seri tersebut diukur pada rentang panjang gelombang 200-300 nm untuk mengetahui
panjang gelombang maksimumnya.

Anda mungkin juga menyukai