Kebijakan Publik
Kebijakan Publik
kebijakan
yang
berorientasi
ekonomi
sehingga
mudah
untuk
diambil
keuntungannya. Pembuatan kebijakan yang dilakukan terutama pada pemberian perizinan dan
pengadaan barang seringkali disertai dengan pungutan yang nantinya masuk ke kantong para
elite pembuat kebijakan. Karena pembuatan kebijakan yang berorientasi ekonomi lebih bisa
mendatangkan keuntungan bagi para elite, Akibatnya kebijakan seringkali tidak
memperhitungkan untung rugi pada aspek lain lagi,terutama bagi penerima kebijakan yaitu
masyarakat. Kebijakan subsidi dan kebijakan lain yang utamanya diperuntukkan untuk rakyat
justru seringkali dinikmati oleh orang berekonomi bagus sehingga kebijakan banyak yang
dicabut oleh pemerintah akibat dianggap tidak tepat sasaran. Kebijakan lain yang dibuat juga
lebih banyak difokuskan untuk peningkatan untung bagi Negara bukan untuk pembangunan
masyarakat.
Hal ini diperparah karena dalam pembuatan kebijakan lebih banyak hanya ditentukan
oleh elite. Dalam membuat kebijakan,elite merupakan pihak yang paling banyak peranannya
bahkan sejak lahirnya kebijakan public. Elite cenderung melupakan masyarakat sebagai
penerima hasil akhir kebijakan itu sendiri. Masyarakat sebagai penerima kebijakan tidak
banyak dilibatkan dalam pembuatan kebijakan. Selama ini pelibatan masyarakat dalam
pembuatan kebijakan hanya sebatas pengakuan hak saja namun tidak ada mekanisme
pelibatan masyarakat yang jelas. Memang banyak musyawarah di tingkat local yang diadakan
guna menjaring aspirasi masyarakat local,namun justru pada akhirnya musyawarah yang
diadakan seringkali hanya diikuti oleh elite local,kalaupun diikuti oleh masyarakat,hasil
musyawarah di tingkat local ini seringkali tidak ditindaklanjuti dalam pembuatan kebijakan
di tingkat daerah maupun nasional. Hal ini tidak lepas dari actor pembuat kebijakan yang
hanya terdiri dari elite saja. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa elite memiliki
kecenderungan untuk menciptakan keuntungan demi mempertahankan kekuasaannya melalui
kebijakan yang dibuatnya sendiri. Elite cenderung bekerja sama dengan elite lainnya untuk
menciptakan keuntungan melalui kebijakan yang dibuat. Keuntungan yang diperoleh bisa
berupa keuntungan ekonomi maupun social yang bisa digunakan untuk mempertahankan
kekuasaannya.
Hal ini bisa dilihat dalam pembangunan infrastruktur misalnya. Salah satu proyek
yang sering dijadikan elite sebagai media perwujudan kepentingannya adalah pembangunan
jalan. Akses yang dimiliki elite dalam memutuskan pembangunan jalan justru seringkali
dimanfaatkan sebagai media mengeruk keuntungan bagi dirinya. Walaupun jelas
pembangunan jalan sedikit banyak akan menguntungkan masyarakat,namun seringkali yang
paling banyak menerima keuntungan dalam realitasnya adalah elite yang memutuskan
pembangunan jalan. Keuntungan yang terutama diterima dari pembangunan jalan kebanyakan
berupa keuntungan ekonomi bagi elite. Selain dalam pembangunan jalan,kepentingan elite
bisa juga dilihat pada proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang lain. Contohya pada
pemilihan nama jalan di Kabupaten Mojokerto. Mega proyek pengaspalan jalan merupakan
salah satu agenda utama PemKab Mojokerto di bawah kepemimpinan Bupati Mustofa Kemal
Pasa atau yang lebih dikenal dengan MKP. Proyek ini telah dimulai sejak tahun 2011 dengan
anggaran APBD sebesar 200 M per tahun. Pembangunan jalan yang dilakukan tidak hanya
mencakup jalan protocol sja,namun juga jalan-jalan penghubung antar desa. Karena jasanya
atas pembangunan jalan yang dilakukannya,pemerintah kabupaten Mojokero,khususnya dinas
PU memutuskan untuk menjadikan nama MKP sebagai nama salah satu jalan yang baru
dibuat. Sejak Desember 2014,plat Jalan Mustofa Kemal Pasa telah dipasang pada gapura
kawasan wisata Pacet yang terhubung dengan desa Sendi sepanjang 4,6 KM. Namun
pemberian nama jalan ini tidak melalui proses pemberian nama yang umumnya dilakukan di
daerah lain. Walaupun di setiap daerah memiliki aturan yang berbeda mengenai pemilihan
nama jalan, umumnya pemilihan nama jalan dilakukan melalui musyawarah warga sekitar
jalan yang kemudian hasilnya diusulkan pada pemerintah setempat dan diputuskan dalam
bentuk peraturan daerah dan diresmikan setelah ada konsultasi dengan DPRD dan tokoh-
tokoh kemasyarakatan. Pemilihan nama jalan juga umumnya merupakan bentuk apresiasi
pada siapapun atau bahkan apapun yang dianggap berjasa dan merepresentasikan daerah.
Kalaupun berupa nama jalan umumnya merupakan nama tokoh yang telah meninggal dunia
dan merupakan icon yang telah berjasa dan dikenal secara luas.
Memang telalu dini untuk membuat simpulan bahwa proyek pembangunan jalan ini
merupakan strategi bupati MKP untuk menitipkan kepentingannya. Maka perlu dilakukan
analisis mendalam terhadap pertanyaan bagaimana kebijakan pemilihan nama jalan Mustofa
Kemal Pasa diputuskan ? Siapa saja actor dalam pembuatan kebijakan ini ?
Rumusan masalah :
-
Kerangka Teoritik :
Berdasarkan kekuatan,posisi penting,dan pengaruhnya , ODA mengelompokkan
actor-aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan public ke dalam tiga
kelompok, yaitu stakeholder primer, stakeholder sekunder,stakeholder kunci.
Mereka yang termasuk dalam stakeholder primer adalah mereka yang memiliki
kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan,program,dan proyek
yaitu sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan yaitu
masyarakat atau tokoh masyarakat1. Sedangkan yang disebut sebagai
stakeholder sekunder adalah mereka yang tidak memiliki kaitan erat dalam
pembuatan kebijakan public,keberadaannya tidak banyak mempengaruhi dalam
proses pembuatan kebijakan public namun dibutuhkan dalam proses
implementasi kebijakan publik seperti aparat pemerintah , LSM , serta kalangan
akamedisi. Stakeholder kunci adalah actor yang memiliki peranan paling besar
dalam pembuatan kebijakan public karena memiliki kewenangan yang sah
secara legal formal untuk menentukan sah atau tidaknya kebijakan yang dibuat
contohnya Pemerintah,DPR, atau dinas bersangkutan.
Namun dalam praktiknya,pembuatan kebijakan public seharusnya tidak
memperhatikan pada tingkatan atau kelompok manakah sebuah unsure dalam
masyarakat itu termasuk. Hal ini utamanya dalam Negara demokrasi yang
menjunjung kesetaraan peran seluruh warga. Output akhir dari kebijakan public
ditujukan untuk public sendiri jadi adalah hak setiap orang untuk mempengaruhi
proses pembuatan kebijakan public. Namun bagi masyarakat kebanyakan,hak
1 Hlm. 31