Anda di halaman 1dari 28

Peran Bank Dunia dalam Pembangunan Dunia

Paper

Disusun sebagai tugas Mata KuliahLembaga Keuangan Internasional yang dibina oleh
Bapak Ferry Prasetyia, SE., MApp., ME

Oleh :
Dinda Aditya Nabilah

115020407111035

Pradana Yogi Nugrahanto 115020407111027


Rizki Yaman

115020400111007

JURUSAN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

PENDAHULUAN
Bank Dunia pada awalnya memiliki tujuan untuk merekonstruksi
perekonomian negara-negara di Eropa yang hancur akibat perang dunia kedua.
Setelah berakhirnya rekonstruksi tersebut, peran Bank Dunia berubah dan
semakin berkembang menjadi mendunia. Peran Bank Dunia berubah menjadi
lembaga keuangan internasional yang memiliki peran dalam pembangunan dunia
melalui pemberian pinjaman berbunga berupa investasi dalam modal manusia
maupun infrastruktur yang menunjang pertumbuhan perekonomian. Bank Dunia
memiliki kepercayaan bahwa dengan peningkatan modal manusia melalui
investasi pada bidang pendidikan dan kesehatan mampu meningkatkan
pertumbuhan dan kualitas perekonomian negara peminjam. Selain itu,
peningkatan dalam investasi modal manusia mampu meningkatkan kualitas
sumber daya manusia yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan.
Bantuan Bank Dunia saat ini difokuskan pada negara-negara berkembang, kurang
berkembang, dan negara miskin. Bantuan yang diberikan berupa investasi modal
manusia dan infrastruktur disertai dengan rekomendasi kebijakan yang biasanya
berupa reformasi birokrasi, privatisasi, dan melakukan pasar bebas.
Penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya pemberian bantuan
pinjaman oleh Bank Dunia mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di
negara-negara sedang berkembang dan negara-negara miskin. Menurut Papanek
(1973), Dowling and Hiemenz (1982), Gupta dan Islam (1983), Hansen dan Tarp
(2000), Burnside dan Dollar (2000), Gomanee, et al. (2003), dan Ekanayake
(2011) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa pemberian pinjaman
berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan.
Penelitian yang dilakukan oleh Mark McGillivray (2005) juga menyatakan bahwa
bantuan pinjaman asing selain dapat meningkatkan pertumbuhan, juga dapat
mempercepat pengurangan kemiskinan secara rata-rata diseluruh negara
berkembang dan miskin. Namun, di lain sisi Farah Abuzeid (2009), Burnside dan
Dollar (2000), serta Brautigam dan Knack (2004) menyatakan bahwa pemberian
bantuan pinjaman dalam jumlah yang besar justru akan berdampak buruk terhadap
negara peminjam. Sedangkan Sandrina (2005) dalam penelitiannya menyatakan

bahwa dengan adanya bantuan pinjaman oleh Bank Dunia dapat berpengaruh pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi negara berkembang hanya apabila didukung
dengan kebijakan ekonomi yang sehat serta institusi pemerintah yang baik.
Hasil penelitian yang dilakukan beberapa peneliti tersebut masih
menunjukkan kesimpulan yang beragam mengenai peranan Bank Dunia dalam
pembangunan dunia, khususnya dalam pengentasan kemiskinan. Namun yang
paling penting adalah apabila bantuan tersebut diberikan kepada negara yang
memang membutuhkan dan memiliki kemampuan dalam penyerapan bantuan
sehingga bantuan akan menjadi lebih efektif. Selain itu juga diperlukan institusi
pemerintahan yang menerapkan good governance, karena tanpa adanya institusi
pemerintah yang baik dan kebijakan ekonomi yang sehat, bantuan pinjaman justru
akan kurang efektif. Hal tersebut dikarenakan pemerintahan yang korup akan
menggunakan dana pinjaman tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi,
sehingga apabila kurang terdapat pengawasan yang memadai akan banyak
menimbulkan moral hazard dan kurang dapat berdampak nyata terhadap
pengurangan kemiskinan. Kemudian dalam melakukan pembangunan dunia, Bank
Dunia berpatokan pada prinsip umum dalam pembangunan.
PRINSIP UMUM DALAM PEMBANGUNAN
Terdapat tiga prinsip inti pembangunan, yaitu peningkatan ketersediaan
serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok seperti
sandang, papan, pangan, kesehatan, dan perlindungan keamanan; peningkatan
standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga
meliputi penambahan penyediaan lapangan pekerjaan, perbaikan kualitas
pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan,
yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil,
melainkan juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang
bersangkutan; serta perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap
individu serta bangsasecara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari
belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau
negara-bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi
merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.

Sedangkan dalam implementasinya oleh Bank Dunia, ketiga inti


pembangunan kemudian dituangkan dalam Millenium Development Goals
(Tujuan Pembangunan Milenium). Millenium Development Goals (MDGs)
bertujuan untuk memberantas kemiskinan dan kelaparan, mewujudkan pendidikan
dasar bagi semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,
menurunkan angka kematian balita, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi
HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, menjamin kelestarian fungsi
lingkungan hidup, serta mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
Kesemua tujuan tersebut yang dijadikan pedoman bagi Bank Dunia dalam
menjalankan operasinya sehingga nantinya dapat tercapai tujuan dari Bank Dunia
dalam melakukan pembangunan dunia.Selanjutnya terdapat beberapa fungsi serta
tujuan dari Bank Dunia.
FUNGSI DAN TUJUAN BANK DUNIA
Pada awalnya tujuan bank dunia adalah untuk membantu proses
rekonstruksi negara-negara yang menderita kerugian akibat perang. Seiring
dengan berjalannya waktu negara-negara yang mengalami peperangan semakin
berkurang drastis jumlahnya akibatnya kebutuhan akan rekontruksi pasca perang
pun semakin sedikit pula jumlahnya. Oleh sebab itu, Bank Dunia kemudian
menggeser fokusnya ke arah pembangunan infrastruktur, pengentasan kemiskinan,
pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik, terutama di negara-negara dunia
ketiga yang tertinggal dari negara maju. Namun tujuan rekonstruksi pasca perang
juga tidak dihilangkan. Bank Dunia didirikan untuk memecahkan masalah
internasional terutama yang berkaitan dengan masalah moneter dan keuangan
lainnya.

Bank Dunia secara umum bertujuan untuk mengurangi tingkat

kemiskinan di dalam suatu negara.Secara spesifik Bank Dunia memiliki tujuan


lain diantaranya adalah untuk membantu rekonstruksi dan pembangunan di daerah
anggota dengan cara memfasilitasi investasi modal untuk tujuan produktif,
termasuk pemulihan kembali ekonomi yang hancur atau rusak karena perang,
perubahan kembali fasilitas-fasilitas produktif yang dibutuhkan untuk usaha
damai dan dorongan pembagnunan untuk fasiltas produktif di negara-negara
miskin.Tujuan berikutnya adalah untuk mendorong investasi swasta luar negeri

lewat jaminan atau partisipasi dalam pemberian pinjaman dan investasi lainnya
oleh investor swasta.Fungsi utama Bank Dunia adalah mengentaskan kemiskinan
yang secara khusus ditujukan untuk negara-negara miskin dan berkembang. Bank
Dunia memiliki fungsipemberian pinjaman untuk proyek-proyek produktif demi
pertumbuhan ekonomi di negara-negara sedang berkembang yang telah menjadi
anggotanya. Secara umum fungsi Bank Dunia adalah meningkatkan kesejahteraan
penduduk melalui program pendidikan dan kesehatan; mengembangkan bidang
kehidupan sosial, pemerintahan dan membangun institusi sebagai kunci elemen
pengurangan kemiskinan; kemudian menguatkan kemampuan pemerintah dalam
pemberian pelayanan berkualitas, efesien dan transparan; menjaga kelestarian
lingkungan hidup, mendorong dan mendukung pengembangan bisnis sektor
swasta; serta turut andil dalam pembentukan stabilitas lingkungan ekonomi makro
sehingga tetap dalam kondisi kondusif untuk investasi dan perancanaan jangka
panjang.
PERAN BANK DUNIA DALAM PEMBANGUNAN
Bank dunia memiliki dampak yang sangat besar di dunia internasional
melalui peran-peran yang telah di tunjukkannya dalam pembangunan dunia. Dari
awal dibentuknya Bank Dunia telah memiliki peranan yang sangat besar dalam
membantu negara-negara korban perang, terutama di wilayah Eropa, untuk segera
merekonstruksi infrastruktur dan perekonomiannya yang hancur pasca perang
dunia kedua. Sejak tahun 1970-an Bank Dunia mengubah konsentrasinya karena
situasi semakin meningkatnya jurang perekonomian antara negara berkembang
dan negara maju. Pada era itu, seiring dengan merdekanya negara-negara yang
semula terjajah, jumlah negara berkembang semakin meningkat. Negara-negara
berkembang menuntut distribusi kemakmuran (distribution of welfare) yang lebih
merata dan negara-negara maju memenuhi tuntutan ini dengan cara menyuplai
dana pembangunan di negara-negara berkembang. Dengan berakhirnya perang
dunia kedua Bank Dunia memulai mentransformasikan peran baru sebagai
lembaga pemberi pinjaman uang berbunga rendah untuk negara-negara
berkembang

yang

membutuhkan

untuk

membangun

kesejahteraan

dan

mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas perekonomian di negara

tersebut. Bank Dunia memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian


dunia, melalui berbagai programnya dengan tujuan utama pengentasan
kemiskinan. Bank Dunia berupaya untuk mengurangi kesenjangan perekonomian
antar negara di dunia, salah satu caranya adalah dengan memberikan berbagai
macam bentuk bantuan dalam peningkatan kualitas kesehatan, pendidikan, dan
perekonomian negara-negara kurang berkembang dan miskin. Bantuan tersebut
dapat berupa bantuan dalam pembangunan modal manusia maupun bantuan teknis
berupa rekomendasi kebijakan. Dalam pembangunan modal manusia misalnya,
Bank Dunia memberikan bantuan berupa investasi pada bidang kesehatan dan
pendidikan sehingga hal tersebut dapat meningkatkan modal manusia.
Peningkatan modal manusia ini pada akhirnya akan dapat meningkatkan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi sehingga mampu untuk mengurangi
tingkat kemiskinan. Peran utama bantuan luar negeri dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi adalah melalui pemberian dorongan pada pembiayaan
domestik berupa tabungan, yang dapat meningkatkan jumlah investasi dan modal.
Seperti dijelaskan oleh Morrisey (2001), terdapat beberapa mekanisme bantuan
luar negeri dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yaitu (a) bantuan
meningkatkan investasi, dalam bentuk fisik dan modal manusia; (b) bantuan
meningkatkan kapasitas negara dalam impor modal barang dan teknologi; (c) dan
bantuan identik dengan adanya transfer teknologi yang mampu meningkatkan
produktivitas dari modal dan memunculkan perubahan teknis dari dalam.
Sedangkan dalam bentuk teknis, Bank Dunia memberikan beberapa rekomendasi
bagi negara peminjam untuk melakukan reformasi birokrasi, privatisasi, dan
menjalankan pasar bebas dengan tujuan agar bantuan bank dunia menjadi lebih
efektif. Berdasarkan beberapa penelitian, terdapat korelasi yang positif antara
bantuan asing dengan peningkatan pertumbuhan perekonomian. Sebagai contoh
adalah penelitian yang dilakukan oleh Karras (2006).Penelitian tersebut meneliti
tentang korelasi antara bantuan asing dan pertumbuhan GDP per kapita dengan
menggunakan data tahunan dari tahun 1960-1997 dengan menggunakan sampel
71 bantuan asing yang diterima oleh negara berkembang.Karras menyimpulkan
bahwa bantuan luar negeri memiliki dampak yang positif, permanen, dan secara
statistik signifikan. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa peningkatan bantuan

asing sebesar 20 dollar mampu menghasilkan peningkatan pada pertumbuhan


GDP per kapita sebesar 0,16 persen. Sedangkan Ekanayake (2011) meneliti
tentang pengaruh bantuan asing terhadap pertumbuhan ekonomi dengan
menggunakan sampel dari 85 negara dalam kurun waktu dari tahun 1980-2007.
Penelitian tersebut menggunakan fungsi produksi, dimana bantuan asing
dimasukkan dalam variabel yang dapat mempengaruhi jumlah pendapatan
nasional. Fungsinya adalah sebagai berikut :
y=f ( L , K , A)

Dimana y merupakan gross domestic product (GDP), sedangkan L


merupakan jumlah tenaga kerja, K merupakan jumlah modal domestik, dan A
merupakan modal asing berupa bantuan asing. Kemudian model tersebut diubah
kedalam bentuk logaritma, sebagai berikut :
y= + l +K + a
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan, tingkat
pertumbuhan modal dipengaruhi oleh perbandingan antara investasi dengan GDP.
Sebagai tambahan, perubahan pada tingkat input tenaga kerjadapat diganti
menggunakan variabel pertumbuhan penduduk. McGillivary (2008) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa hubungan antara bantuan asing dengan
pertumbuhan ekonomi berbentuk inverted u shape, yang menandakan bahwa
terdapat penurunan manfaat dari bantuan tersebut dikarenakan negara penerima
bantuan memiliki keterbatasan dalam kapasitas penyerapan (absortive constraint
capacity). Batasan suatu negara dalam menyerap bantuan adalah sejauh mana
suatu negara mampu menggunakan bantuan asing tersebut secara efektif.
Sehingga terdapat variabel dalam notasi kuadrat yang dimasukkan ke dalam
model sebagai berikut :
GGDPit = 0+ 1 GPOP it + 2

INV
AID
AID
+
+
GDP it 3 GDP it 4 GDP

) (

) (

it

5 ln ( GDP i0 ) + 6 INFit + eit

Dimana, GDPit merupakan tingkat pertumbuhan GDP per kapita suatu


negara i dalam tahun t, GPOPit merupakan pertumbuhan penduduk suatu negara i
dalam tahun t, INVit merupakan investasi di negara i dalam tahun t, AID it
merupakan bantuan asing di negara i dalam tahun t, GDP i0 merupakan GDP insial
negara i, dan INFit merupakan inflasi yang terjadi pada negara i dalam tahun t.
Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa bantuan asing memiliki
pengaruh dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, hal tesebut dibuktikan
dengan variabel AID/GDP yang berpengaruh signifikan terhadap variabel GGDP.
Namun, di lain sisi terdapat pula kelemahan peran Bank Dunia dalam
pembangunan dunia. Salah satunya adalah pemberian rekomendasi kebijakan
yang sama diseluruh negara berkembang, yaitu melalui privatisasi dan pasar
bebas. Padahal hal tersebut justru menjadikan ancaman bagi negara peminjam
yang memiliki perekonomian masih rapuh. Ancaman tersebut muncul karena
negara peminjam masih belum dapat bersaing dalam pasar bebas dan hal tersebut
justru menjadikan negara sebagai sasaran pasar bebas oleh negara yang lebih
maju. Penelitian yang dilakukan oleh McGillivary (2006) menyatakan bahwa
bantuan asing justru menyebabkan (a) penurunan pada pengembalian keuntungan,
dikarenakan minimnya kemampuan negara peminjam dalam menyerap bantuan
asing, (b) negara menjadi bergantung pada bantuan asing, padahal terdapat
ketidakpastian akan bantuan asing, dan (c) kebijakan ekonomi dalam negeri
menjadi lebih banyak dipengaruhi oleh dorongan politik eksternal, sehingga
menyebabkan terjadinya ketidaksesuasian antara kebijakan yang diambil dengan
kebutuhan negara peminjam.
EFEKTIVITAS BANK DUNIA DALAM PEMBANGUNAN
Operasi dari Bank Dunia bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dari
negara peminjam. Economic Rate of Return1 minimal yang diharapkan dari
proyek pinjaman adalah 10 persen. Namun dalam kenyataannya terdapat hasil
yang lebih baik, terdapat rata-rata ERR 16 persen dan meningkat menjadi 25
persen dari tahun 1990-an. Program dari Bank Dunia juga mampu meningkatkan
1Economic Rate of Return merupakan tingkat bunga di mana biaya dan
manfaat dari proyek, yang telah didiskon faktorkan, adalah sama.

dalam bidang kesehatan dan pendidikan.Bank Dunia juga merupakan lembaga


pemberi bantuan pendanaan dalam bidang pendidikan terbesar di dunia, secara
akumulatif pendanaan untuk bidang pendidikan mencapai 30 miliar dolar. Selain
itu juga Bank Dunia merupakan lembaga pemberi bantuan pendanaan terbesar
dalam bidang kesehatan, dengan komitmen pemberian bantuan sebesar 1.3 miliar
dolar untuk program kesehatan, perbaikan gizi, dan pengendalian jumlah
penduduk. Program-program dari Bank Dunia secara umum menghasilkan
pencapaian yang signifikan dalam meningkatkan produktivitas negara peminjam.
Sebagai contoh adalah di China, Bank Dunia membantu dalam hal peningkatan
penggunaan iodin oleh rumah tangga dari 40 persen menjadi 89 persen, yaitu
dengan mengurangi defisiensi iodin pada target kelompok usia balita dari13
menjadi 3 persen. Secara keseluruhan program ini akan menghasilkan pencapaian
berupa peningkatan rata-rata sebesar 10 hingga 15 poin pada IQ anak-anak. Diluar
efek langsung tersebut, pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh program Bank
Dunia secara tidak langsung dapat meningkatkan indikator sosial, meskipun
beberapa negara masih perlu untuk memperkuat hubungan tersebut melalui
prioritas pada bidang kesehatan dan pendidikan untuk penduduk miskin.Pinjaman
Bank Dunia secara umum mendorong kinerja ekonomi secara baik. Hasil dari
program penyesuaian pinjaman menunjukkan bahwa pada tahun 1990-an,
program tersebut mendukung pemerintah dalam mengelola program pada bidang
sosial dan pengentasan kemiskinan. Negara berkembang yang mendapatkan
bantuan dari Bank Dunia melalui pinjaman penyesuaian pada tahun 1990-1997
secara rata-rata telah mampu untuk meningkatkan pengeluaran untuk bidang
sosial, lebih baik dibandingkan negara yang tidak mendapatkan bantuan. Manfaat
dari pengeluaran untuk bidang sosial adalah semakin meratanya kesejahteraan
bagi penduduk di negara-negara berkembang dan negara-negara miskin. Manfaat
dari pemberian bantuan oleh Bank Dunia telah meningkat secara signifikan sejak
satu dekade lalu. Meskipun terdapat pula peningkatan kompleksitas dan
permintaan yang lebih banyak dari agenda pembangunan, Bank Dunia telah
berhasil meningkatkan tingkat kepuasan dari proyek dari sebelumnya di bawah 60
persen pada akhir tahun 1990-an menjadi di atas 80 persen pada saat
ini.Peningkatan pencapaian dalam pembangunan oleh Bank Dunia sebagai hasil

dari peningkatan dalam capital flow sektor swasta dan perubahan pada priorotas
pemerintah, serta perubahan dalam komposisi pemberian bantuan sektoral. Telah
terjadi perpindahan dari pemberian secara langsung pada pendanaan infrastruktur
(proporsinya turun dari 75 persen pada tahun 1960-an turun menjadi 30 persen
pada tahun 1990-an), saat ini pendanaan tersebut diprioritaskan pada sektor sosial
(saat ini menjadi 20 persen dari total pendanaan). Pergeseran ini menjadi mungkin
dengan adanya peningkatan peran dari sektor privat dalam pembangunan di
bidang infrastruktur.Bank Dunia juga telah meningkatkan kuantitas serta kualitas
dari pinjaman berbasis kebijakan. Sebagai hasilnya, program penyesuaian tersebut
mampu mencapai sasarannya di lebih dari 80 persen kasus pada tahun 1990-an
meningkat dari sebelumnya 60 persen pada tahun 1980-an serta proporsi untuk
program pengurangan kemiskinan telah meningkat secara signifikan.Kerjasama
global menjadi penting sebagai pelengkap dalam program bantuan terhadap
negara miskin dan berkembang. Tantangan dalam pembangunan global saat ini
adalah penyebaran infeksi penyakit, perdagangan internasional dan arsitektur
keuangan, degradasi biodiversity, deforestation, dan perubahan iklim tidak dapat
diatasi hanya oleh sebagian negara melainkan dibutuhkan kerjasama multilateral.
Bank Dunia telah berkontribusi dalam program dunia, melalui pendanaan,
pemberian saran serta rekomendasi, dan melalui penyesuaian dengan program dari
masing-masing negara.Sebagai contoh adalah program The West african
Onchocerciasis Control, merupakan hasil dari kolaborasi antar agen multilateral,
pemerintah, NGOs, dan sektor privat. Sejak diluncurkan pada tahun 1974,
program ini telah mampu untuk menghilangkan penyakit riverblindness yang
dulunya menjangkit 11 negara di Afrika Barat. Sebagai hasilnya, program tersebut
telah berhasil mencegah 600.000 kasus riverblindness.Sejak tahun 2000, Bank
Dunia telah mengubah program pembangunan dunia menjadi lebih strategis
dengan menyusun area yang diprioritaskan untuk menjalankan programnya.
Fokus tersebut telah mampu dalam meningkatkan ketersediaan sumberdaya untuk
program dengan prioritas tinggi, seperti program dalam melawan AIDS dan
pencegahan konflik.Dalam tingkat ekonomi secara luas, beberapa penelitian
menunjukkan pentingnya bantuan dalam meningkatkan pembangunan, jika
bantuan tersebut diberikan kepada negara dengan keadaan yang baik dan dengan

desain yang benar. Official Development Assistance (ODA) secara umum mampu
berperan aktif dalam program pengurangan kemiskinan, dan dampak program
tersebut telah meingkat dalam satu dekade terakhir ini berkat peningkatan dalam
desain dan alokasi. Beberapa studi tersebut menyatakan bahwa : Bantuan yang
tepat sasaran meningkatkan investasi. Setiap dollar dari program bantuan
melalui pinjaman konsesi Bank Dunia yaitu melalui International Development
Association (IDA), mampu meningkatkan mendekati dua dollar investasi privat,
termasuk 60 sen tambahan foreign direct invesment. Bantuan yang tepat sasaran
meningkatkan hasil dari perekonomian. Karena bantuan menciptakan
kemapuan perekonomian, meningkatkan iklim investasi dan meningkatkan
investasi, pengembalian ekonomi secara luas lebih besar jika dibandingkan
dengan pengembalian program pengurangan kemiskinan secara langsung, dengan
rate of return sebesar 40 persen dalam kasus IDA.Program bantuan menjadi
jauh lebih tepat sasaran pada beberapa tahun terakhir. Dengan berakhirnya
perang dingin, negara donor menjadi kurang tertarik dalam menggunakan bantuan
untuk kepentingan geopolitik dan menjadi lebih tertarik menggunakan bantuan
untuk tujuan pengurangan kemiskinan. Bantuan keuangan dengan skala yang
besar telah meningkat pengalokasiannya kepada negara-negara yang memiliki
kebijakan dan institusi yang baik, dengan demikian hanya negara dengan
pemerintahan yang baik yang mampu menggunakan bantuan untuk pengurangan
kemiskinan. Dengan pergeseran ini, efektivitas pengurangan kemiskinan dari
Official Developmnet Assistance (ODA) menjadi tiga kali lipat lebih besar pada
tahun 1990-an.
Program Bank Dunia Secara rata-rata Meningkatkan Produktivitas
Ekonomi.Sejak tahun 1972 Bank Dunia secara sistemis mengumpulkan data hasil
dari program bantuan pembiayaan dan membandingkan dengan ekspektasi hasil
pada saat perencanaan program. Hasilnya ditunjukkan dalam tren pencapaian dari
waktu ke waktu dengan tipe program, sektor, dan negara. Indikator yang sering
digunakan dalam proses evaluasi adalah economic and financial rates of
returns(ERR).ERR dihitung dalam banyak program, meskipun tidak pada
semuanya, seperti pada pinjaman yang disesuaikan pada beberapa sektor seperti
pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial tidak dilakukan penghitungan

10

ERR. Bank Dunia menggunakan standar ERR untuk setiap programnya adalah
sebesar 10 persen. Data riil pada tabel menunjukkan pencapaian ERR yang telah
dibobot dengan pengeluaran untuk program di sektor tersebut dari tahun 1990-an
hingga tahun 2000. Semua program dalam grafik mewakili 47 persen dari
pembiayaan oleh Bank Dunia. Rata-rata ERR dari semua sektor tersebut
mendekati 25 persen, lebih tinggi dari tahun 1980-an yang hanya 16 persen.
Rata-rata ERR dibobot dengan Bantuan Pembiayaan Tahun 19962001
60
49

50
40

31
30
20

23

35

20

19

13

10
0

(dalam persen)

11

Sumber : World Bank Report


Hasil tersebut memperlihatkan bahwa bantuan pembiayaan oleh Bank
Dunia melalui program-programnnya mampu meningkatkan produktivitas dari
negara peminjam. Penelitian menunjukkan (dari tahun 1990-an) hasil dari
program dan ERR yang tinggi berkaitan erat dengan kualitas kebijakan serta
lingkungan dari institusi negara peminjam. Hasil dari evaluasi menunjukkan
bahwa pemberian bantuan pinjaman dengan pertimbangan kondisi negara yang
baik berkontribusi dalam peningkatan ERR secara rata-rata.
Pemberian Bantuan Pinjaman oleh Bank Dunia Secara umum telah
berhasil dalam meningkatkan kesehatan dan pendidikan di negara-negara
berkembang dan negara-negara miskin.Bank Dunia telah lama memiliki
program yang bertujuan dalam peningkatan kesehatan dan tingkat pendidikan di
negara-negara berkembang. Sebagai contoh adalah Bank Dunia melalui program
Millenium

Development

Goals

dan

Comprehenshif

Development

Framework/Poverty Reduction Strategies yang saat ini kemudian disatukan


dengan strategi pemberian bantuan oleh Bank Dunia. Peningkatan jumlah dari
Country

Assistance

Strategies

menunjukkan

tercapainya

tujuan

dan

perkembangan , dan peningkatan pada peminjaman untuk pembangunan


manusia.Evaluasi OED pada portofolio sektor kesehatan telah menemukan bahwa
Bank Dunia memberikan kontribusi penting dalam penguatan kesehatan, nutrisi
dan kebijakan dalam pengendalian jumlah populasi dan pelayanan tingkat dunia.
Melalui bantuannya dalam reformasi kebijakan, bantuan teknis, dukungan dalam
pemberian pelatihan kepada penyedia jasa, dan berkontribusi pada pemberian
saran dan masukan lain yang penting bagi pemerintah. Bank Dunia juga
menggunakan programnya melalui pinjaman maupun non pinjaman untuk
mempromosikan dialog dan perubahan kebijakan dalam berbagai macam isu
kunci seperti program perencanaan keluarga, kesehatan keuangan, dan strategi
nutrisi.

12

Pinjaman dari Bank Dunia Meningkatkan Kualitas Perekonomian


Negara Peminjam. Pinjaman Bank Dunia untuk mendukung penyesuaian
struktural dan sektoral melalui berbagai macam program telah meningkat sejak
tahun 1980, sebagai hasilnya secara reguler dievaluasi oleh Bank Dunia. Hasilnya
adalah, dalam rata-rata negara yang mendapatkan bantuan pembiayaan yang
disesuaikan memiliki peningkatan moderat dalam pertumbuhan GDP, impor,
ekspor dibandingkan dengan negara yang tidak mendapatkan bantuan. Hasil yang
sama menunjukkan bahwa program yang dilakukan oleh International Financial
Community pada tahun 1990-an berkontribusi pada 60 persen dari seluruh
pertubuhan ekonomi di negara peminjam. Sedangkan bantuan melalui
Multilateral Investment Guarantee Agency berkontribusi hampir setengah dari
dampak baik dalam makro ekonomi.
HAMBATAN BANK DUNIA DALAM PEMBANGUNAN
Penelitian memperlihatkan bahwa Official Developmnet Assistance
berperan dalam mengurangi kemiskinan dan memacu pertumbuhan ekonomi
ketika bantuan tersebut diberikan kepada negara yang memiliki kebijakan dan
institusi yang baik. Pengalaman dan analisis telah memperlihatkan bahwa secara
umum desain program dari negara donor saja tidak cukup untuk mencapai
program pengentasan kemiskinan yang baik. Di dalam negara dengan kebijakan
serta institusi yang lemah secara keseluruhan, manfaat dari bantuan pendanaan
hanya berdampak sangat kecil. Tetapi, pada lingkungan negara dengan kondisi
minimum dimana terdapat kebijakan dan institusi yang cukup baik, bantuan
tersebut mampu menghasilkan hasil yang besar.Kondisi lingkungan negara
peminjam menjadi penting karena pertama,kebijakan dan institusi berdampak
pada kualitas pembangunan yang dapat dicapai. Sebagai contoh, sebagian besar
penyebab dari penurunan secara dramatis kualitas hasil pendanaan Bank Dunia
pada tahun 1970an dan 1980an adalah karena adanya kemerosotan pada kualitas
kebijakan dan pemerintahan di beberapa negara peminjam. Program bantuan
dengan desain yang baik sekalipun akan menghasilkan pencapaian yang rendah
dengan adanya volatiltas yang tinggi pada kondisi makro ekonomi ataupun
pemerintahan yang korup. Kedua, meskipun sebuah program tidak sukses,

13

berdasarkan ukuran yang sempit dari pengembalian ekonomi dan pencapaian dari
tujuan program, kontribusi marginal dari distribusi bantuan pinjaman melalui
program tersebut bisa saja menjadi kecil bahkan negatif. Hal tersebut dikarenakan
sumber daya pemerintah sepadan : dana bisa saja dipindah dengan mudah
digunakan untuk program lain yang tidak sesuai. Dus, apabila negara donor
kemudian memberikan bantuan pembiayaan pada sektor pendidikan, akan
membuat dana pemerintah yang akan digunakan untuk dana di bidang pendidikan
kemudian akan dialokasikan ke program lain yang kurang produktif misalnya
untuk pendanaan militer. Pada negara dengan manajemen publik yang buruk,
perpindahan alokasi dana tersebut dapat digunakan untuk kepentingan pribadi
bagi pejabat yang korup. Dalam kasus ini, efek riil tidak langsung dari bantuan
pendanaan adalah dapat meningkatkan korupsi.Selama tahun 1990-an, sebagian
besar pengalokasian bantuan bergeser pada negara dengan kebijakan yang baik.
Bantuan selalu dikendalikan berdasarkan berbagai faktor seperti tujuan
pengurangan kemiskinan, namun juga dengan tujuan geopolitik, latar belakang
negara koloni, hak asasi manusia, dan berbagai faktor yang lain. Selama perang
dingin, faktor yang tidak berhubungan dengan pengurangan kemiskinan menjadi
berpengaruh dalam pengalokasian bantuan.Sebagai contoh adalah kasus di negara
Zaire dibawah kepemimpinan presiden Mobutu, yang secara jelas tidak memiliki
dedikasi dalam pengurangan kemiskinan. Kebijakan yang dibuat menjadi tidak
sesuai, dan membuat pemerintah dengan bebas menggunakan dana bantuan untuk
kepentingan

pribadi.

Meskipun

demikian,

komunitas

internasinal

tetap

mengalokasikan bantuan dalam jumlah besar untuk Zaire dengan alasan kuat
geopolitik. Dengan lokasi dan ukuran negara yang besar, menjadikan Zaire
potensial dalam penyebaran paham komunis di Afrika tengah dan Tenggara.
Antara tahun 1960 dan 2000, bantuan yang didistribusikan ke negara tersebut
menjadi lebih dari 10 juta dolar, meskipun Gross National Product per kapita
telah turun secara signifikan, dari 460 dolar pada 1975 menjadi 100 dolar di tahun
1996.Kasus lintas negara memperlihatkan secara jelas kemampuan negara pasien
dalam menggunakan bantuan dengan baik berpengaruh tidak signifikan sebagai
faktor dari alokasi total bantuan seperti pada tahun 1990. Riset yang
menggunakan pengawasan negara berdasarkan institusi dan kebijakan (Country

14

Policy and Institusional Assesment) yang ditunjukkan dari nilaiIndex of Country


Environment2 memperlihatkan bahwa pada tahun 1990 terdapat perbedaan yang
besar dalam CPIA, yaitu 1 tambahan poin dari 6 skala poin dikorespondensikan
hanya pada jumlah yang sangat kecil (dan secara statistik tidak signifikan)
kemudian meningkat menjadi 8 persen per kapita dari arus bantuan pada negara
dengan kebijakan yang baik. Sebagai hasilnya adalah pemberian bantuan hingga
hari ini secara kuat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dibandingkan keinginan
negara donor dalam mengurangi kemiskinan.Begitu pula, jika kita bagi negaranegara menjadi tiga kelompok berdasarkan kualitas kebijakan, ditemukan bahwa
pada tahun 1990, negara dengan kebijakan terbaik mendapatkan bantuan secara
rata-rata $39 per kapita, sedangkan negara dengan kualitas kebijakan yang rendah
justru mendapatkan bantuan yang lebih tinggi yaitu $44 per kapita. Begitu pula
pada kasus negara tunggal, tingkatan bantuan kerap kali gagal dalam
meningkatkan kualitas kebijakan.Karena bantuan Bank Dunia tidak lebih
mendesak bila dibandingkan dengan bantuan bilateral dengan tujuan geopolitik,
melalui International Development Association, Bank Dunia memiliki program
bantuan yang lebih tepat sasaran dalam pengurangan kemiskinan di tahun 1990.
Hal serupa terjadi pada pinjaman non konsesi melalui International Bank for
Reconstruction and Development, alokasi dari lembaga tersebut meningkatkan
pengawasan pada kebijakan dan institusi negara peminjam.Sejak akhir perang
dunia, dan meningkat mulai tahun 1990-an, negara donor dan lembaga bantuan
lainnya telah merealokasikan bantuan dengan fokus utama pengurangan
kemiskinan.Sejak

tahun

1997-98,

negara

dengan

kebijakan

yang

baik

mendapatkan bantuan 28 dolar per kapita atau dua kali sebanyak bantuan bagi
negara-negara miskin (16.4 dolar per kapita).
PERKEMBANGAN DAN KEMUNDURAN DALAM PEMBANGUNAN
DUNIA
Terdapat perkembangan pembangunan yang signifikan di negara-negara
berkembang dan negera-negara miskin dengan bantuan dari Bank Dunia.
2Index of Country Environment merupakan metode yang mengukur
tentang tolok ukur kinerja lingkungan kebijakan di suatu negara.

15

Bidang Kesehatan. Lebih dari 40 tahun terakhir, tingkat usia harapan hidup pada
negara berkembang telah meningkat 20 tahun. Peningkatan usia harapan hidup
terjadi karena peningaktan pendapatan dan tingkat pendidikan yang lebih baik,
khususnya pada perempuan, peningkatan tersebut juga disebabkan oleh
peningkatan pada pengetahuan dan pengertian dalam pencegahan dan pengobatan
berbagai macam penyakit.
Bidang Pendidikan. Lebih dari 30 tahun terakhir, tingkat buta huruf di negaranegara berkembang telah berkurang hampir separuh, dari sebelumnya 47 persen
menjadi 25 persen dari seluruh jumlah penduduk dewasa. Ekspansi dalam
pembangunan sekolah dan peningkatan kualitas pendidikan menjadi kunci utama
dari kemajuan ini, sebagai akibat dari infrasturktur dan nutrisi yang lebih baik.
Pendapatan Penduduk Miskin. Jumlah penduduk dengan pengeluaran per hari
sebesar 1 dolar telah meningkat secara signifikan hampir dua abad yang lalu,
namun pada akhir 20 tahun ini jumlah tersebut telah turun. Sebagai hasil dari
kebijakan perekonomian yang berorientasi pasar melalui banyak negara
berkembang membuat penduduk miskin di dunia berkurang sebanyak 200 juta
penduduk, meskipun populasi dunia telah meningkat hampir 1.6 juta orang sejak
tahun 1980.Peningkatan dalam pendapatan penduduk miskin Telah mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.Sejak tahun 1965,
gross deomestic product per kapita negara-negara berkembang secara keseluruhan
telah meningkat rata-rata sebesar 2,2 persen per tahun, lebih dari dua kali
pendapatan rata-rata penduduk negara berkembang. Hasil ini merupakan
perubahan besar dalam sejarah dan secara mendasar lebih tinggi dibandingkan
tingkat pertumbuhan yang pernah dicapai oleh negara-negara maju pada abad ke
19.Sejak tahun 1990, perekonomian negara-negara berkembang per kapita
memiliki

rata-rata

pertumbuhan

yang

cepat

di

negara-negara

anggota

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Hasil


tersebut sebagai akibat dari peningkatan kualitas kebijakan, meliputi orientasi
pasar yang lebih kuat, yang telah menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi
pertumbuhan investasi oleh sektor swasta di berbagai negara.Namun, selain
terdapat beberapa kemajuan dalam pembangunan dunia, masih terdapat beberapa

16

kemunduran yang menghambat pembangunan. Beberapa region dan negara


perekonomiannya hanya bertumbuh sangat pelan atau bahkan berkurang dalam
dekade belakangan. Sebagian besar terjadi di negara-negara Sub-Saharan Afrika
(SSA), sebagain region lainnya terlihat tidak mengalami peningkatan dalam
pendapatan per kapita antara tahun 1965 hingga 1999, meskipun mengalami
peningkatan pada tahun 1990-an. Meskipun Afrika telah memiliki progres yang
baik di bidang kesehatan dan pendidikan pada periode tesebut, kurangnya
pertumbuhan ekonomi dan wabah HIV AIDS telah membuat perkembangan usia
harapan hidup menjadi turun pada region tersebut. Secara keseluruhan, region
tersebut mengalami penurunan usia harapan hidup dari 50 tahun pada tahun 1990
menjadi 47 tahun pada tahun 1999, dan beberapa negara mengalami penurunan
usia harapan hidup hingga dua digit.Banyak dari transisi perekonomian di Eropa
Timur dan Asia Tengah mengalami penurunan yang signifikan dalam hal standar
hidup dan peningkatan yang tajam pada jumlah kemiskinandalam periode tahun
1990-an. Meskipun masa resesi di Eropa Timur dan transisi di Asia Tengah telah
berakhir, dan perekonomian telah bertumbuh dengan baik sejak tahun 1990an.Pada masa perang dingin, terlalu banyak bantuan pembiayaan yang
dialokasikan dengan tujuan geopolitik dibandingkan tujuan pengurangan
kemiskinan.

Dengan

memungkinkan

motif

kegagalan

dari

pemberian

bantuan

yang

berbeda-beda,

bantuan

tersebut

dalam

meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan.Selain itu negara donor terlalu


memberikan

banyak

tekanan

pada

program

bantuan

pembiayaan,

dan

mengesampingkan kualitas dari lingkungan negara peminjam. Resep bagi negara


peminjam lebih sering terlalu kaku, sehingga mengabaikan kebutuhan sentral
negara yang spesifik, bertahap, dan implementasi dari reformasi.Pinjaman yang
disesuaikan juga mengalami permasalahan. Negara donor percaya bahwa
prasyarat-prasyarat dalam pinjaman dapat mensubstitusi reformasi perekonomian
dari negara peminjam. Pada praktiknya, banyak negara peminjam yang memiliki
komitmen rendah dan tidak menjalankan reformasi perekonomian.
KONTROVERSI KEBIJAKAN BANK DUNIA DALAM PEMBANGUNAN
DUNIA

17

Terlalu Banyak Persyaratan yang Harus Dipenuhi


Riset oleh Eurodad tahun 2006 menemukan bahwa terdapat 14 dari 20 negara
berpenghasilan rendah dinilai dengan lebih dari lima puluh prasyarat untuk dapat
memperoleh bantuan pendanaan dari Bank Dunia. Selain itu terdapat 3 dari 20
negara yang dibebani persyaratan lebih dari seratus.
Tabel 1. Rata-rata Jumlah Syarat Pinjaman Bank Dunia pada Negara
Berpendapatan Rendah (sumber : Eurodad)

Contohnya adalah Uganda, dimana 23 persen dari total jumlah anak-anak usia
Rata-rata Syarat
Rata-rata Total
Rata-rata Syarat Rata-rata Syarat
per Pinjaman
Pinjaman Bank

Syarat
48

Mengikat
13

Tidak Mengikat
35

67

15

52

Dunia (20022004)
Pinjaman Bank
Dunia (20032005)
balita menderita kekurangan gizi, justru diberikan prasyarat tertinggi urutan ke
delapan dari dua puluh negara yang dinilai, dengan 197 prasyarat untuk
mendapatkan bantuan pendanaan dari Bank Dunia pada tahun 2005. Pemerintah
Uganda diharuskan memenuhi 87 syarat sosial dan lingkungan diikuti oleh 72
syarat reformasi sektor publik dan pada akhirnya 35 syarat reformasi sektor
keuangan dan ekonomi.Tidak hanya syarat yang banyak, tetapi jumlah syarat
tersebut justru meningkat pada negara-negara berpenghasilan rendah. Jumlah
prasyarat dari program Bank Dunia dalam kasus bantuan untuk 20 negara yang
diteliti meningkat dari 48 syarat per pinjaman menjadi 67 syarat dari tahun 2002
hingga tahun 2005.Bank Dunia berpendapat bahwa peningkatan signifikan dari
syarat-syarat tesebut adalah karena apabila terdapat negara yang tidak
menjalankan persyaratan, negara tesebut akan gagal dalam implementasi
pembangunan. Apabila syarat tersebut tidak dapat terpenuhi, Bank Dunia akan
tetap memberikan bantuan namun dengan membebani bunga yang tinggi kepada
negara peminjam.Kondisi yang tidak tepat dapat mencegah bantuan yang
dibutuhkan

mencapai

beberapa

negara-negara

termiskin

yang

sangat

18

membutuhkan bantuan. Penelitian Eurodad menunjukkan prevalensi tinggi


kondisi mikro-manajemen dalam pinjaman Bank Dunia, mengungkapkan
ketidakmampuan staf Bank Dunia dalam memprioritaskan persyaratan dan
membuat penilaian rasional tentang apa yang harus digunakan sebagai syarat atau
tidak harus digunakan dalam suatu kondisi pembiayaan pembangunan. Sebagai
contoh, Pemerintah Burkina Faso, di mana hanya memiliki kasus HIV di bawah
10% dari semua wanita berusia antara 15-24, terpaksa belum bisa mendapatkan
akses ke pembiayaan pembangunan Bank Dunia pada tahun 2005.
Kebijakan Ekonomi Kontroversial di Negara-negara Berpendapatan Rendah
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eurodad pada tahun 2006
terdapat 20 persen dari seluruh prasyarat dari Bank Dunia untuk negara
berpendapatan rendah merupakan persyaratan reformasi kebijakan perekonomian.
Lebih dari setengah dari jumlah tersebut (11 persen) memberikan tekanan kepada
negara berpendapatan rendah untuk melakukan privatisasi dan perdagangan bebas.
Padahal kebijakan ekonomi berupa perdagangan bebas dan privatisasi dapat
membahayakan penduduk miskin. Dampak bahaya ini sesuai dengan beberapa
penelitian oleh pemerintah Inggris dan Norwegia, kedua negara tersebut menolak
pemberian bantuan dengan syarat privatisasi dan perdagangan bebas.Para
pemimpin negara-negara di G8 juga telah memberikan penekanan pada
pentingnya hak pemerintah nasional untuk dapat menentukan kebijakan
perekonomiannya masing-masing. Kebijakan pemerintah untuk privatisasi
maupun melakukan perdagangan bebas harus dibuat sendiri oleh negara dan tidak
dibuat karena dorongan dari pemberi bantuan pembiayaan eksternal.
Kebijakan Bank Dunia Tidak Relevan dengan Strategi Nasional
Telah dipahami bersama bahwa kebijakan perekonomian suatu negara
secara mutlak seharusnya merupakan hak dari pemerintah setiap negara dan bukan
karena dorongan dari pihak luar. Namun dalam praktik terbaru dari Bank Dunia
untuk program pinjaman pembangunan justru memungkinkan untuk memaksakan
syarat yang bertolak belakang dengan kebijakan dalam negeri pemerintah negara
peminjam.

19

Tabel 2. Ketidaksesuaian rekomendasi kebijakan Bank Dunia dengan strategi


domestik. (Sumber : Eurodad)

Penelitian Eurodad, mengungkapkan bahwa Bank Dunia terus menerapkan


reformasi kebijakan ekonomi kontroversial ini di negara-negara miskin, bahkan
ketika mereka tidak jelas dinyatakan dalam strategi kemiskinan nasional negara
itu sendiri. Misalnya, empat negara dari sebelas yang memiliki kondisi privatisasi
Negara

Jenis Pinjaman

Kebijakan Prasyarat

BD

Dalam Strategi
Pengurangan
Kemiskinan
Nasional
Tidak

Mozambique

PRSC 2

Privatisasi Bank of

Uganda

PRSC 5

Mozambique
Privatisasi water

Tidak

Zambia

Economic

supply system
Privatisasi Zambian

Tidak

Management and

Telecommunications

Growth Credit

Company

PRSC 2

Privatisasi ONAB

Benin

Tidak

(Benin wood company)

diberlakukan oleh Bank Dunia, tidak menyebutkan kebijakan privatisasi dalam


strategi kemiskinan nasional negara peminjam.Data di atas mengkhawatirkan
mengingat bahwa strategi pengurangan kemiskinan nasional sering sangat
dipengaruhi oleh Bank Dunia dan lembaga keuangan lainnya, dan dengan
demikian tidak selalu mencerminkan keinginan pemerintah dan warga negara.
Bank Dunia Masih Memaksakan Liberalisasi Perdagangan Terhadap
Negara-Negara Miskin
Empat dari dua puluh negara yang diteliti oleh Eurodad memiliki beberapa
bentuk syarat liberalisasi perdagangan, yaitu: Uganda, Rwanda, Benin dan
Armenia. Armenia diberlakukan syarat untuk menetapkan harga sesuai dengan
peraturan World Trade Organisation, sementara Bangladesh diberlakukan syarat
untuk menghentikan pembatasan impor gula, dan Rwanda diharuskan bergabung
dengan East Trade Agreement Afrika. Namun, secara keseluruhan penelitian
Eurodad mencatat bahwa kondisi perdagangan terkait hanya merupakan 3 persen

20

dari semua syarat Bank Dunia untuk negara berpendapatan rendah dan kondisi
secara langsung berkaitan dengan liberalisasi hanya 1 persen.Padahal beberapa
studi empiris menunjukkan terdapat hubungan antara peningkatan perdagangan
internasional melalui liberalisasi, terhadap dispersi upah dan tingkat ketersediaan
lapangan pekerjaan, dimana beberapa ekonom menyimpulkan bahwa liberalisasi
berdampak buruk dalam penurunan upah dan peningkatan pengangguran. (Sachs
and Shatz, 1994; Leamer, 1996; Baldwin and Cain, 2000; Haskel and Slaughter,
2001). Liberalisasi mendorong modernisasi dalam hal teknologi dan peningkatan
modal, secara bersamaan akan meningkatkan permintaan pada tenaga kerja
terdidik. Pengurangan atau penghapusan hambatan perdagangan akan membuat
pasar yang sebelumnya memiliki persaingan tidak sempurna menjadi lebih
kompetitif menyebabkan menurunnya tingkat harga. Karena liberalisasi memaksa
industri untuk menurunkan harganya maka akan direspon dengan cara menekan
biaya input produksi, salah satunya dengan cara mengurangi jumlah gaji maupun
pengurangan jumlah pegawai. Efek tambahan dari liberalisasi adalah pertumbuhan
arus masuk yang sangat cepat dari foreign direct invesment3, dimana FDI ini
mengharuskan negara untuk menekankan pada industri padat modal dengan cara
peningkatan kualitas teknologi. Dus, peningkatan teknologi ini akan mengurangi
permintaan akan tenaga kerja. Selain itu Robbins (1996) menyatakan bahwa
dampak negatif yang ditimbulkan dari pergantian teknologi sebagai akibat
liberalisasi lebih banyak diterima oleh negara berkembang dan negara miskin
dibandingkan dengan negara-negara industri.
Lebih Banyak Syarat Bagi Negara dengan Kinerja Perekonomian Baik
Tidak hanya terlalu banyak kondisi dan banyak yang berbahaya, tapi
tampaknya ada tidak ada alasan di balik negara mana mendapatkan kondisi yang
paling banyak dan yang mendapatkan sedikit. Bank Dunia mengklaim bahwa dana
pembangunan

didistribusikan

ke

negara-negara

yang

memiliki

iklim

pembangunan yang baik, negara-negara yang berkinerja baik diberikan pinjaman


3Foreign direct investment merupakan sejumlah penanaman modal
dalam jangka panjang ke sebuah perusahaan di negara lain.
Penanaman modal yang diijinkan ialah sekurang-kurangnya sejumlah
10% dari kepemilikan modal murni.

21

dengan volume yang lebih besar. Dalam rangka untuk menilai apakah negara
memiliki iklim pembangunan yang baik, Bank Dunia menilai kebijakan negara
dan kerangka kelembagaan secara tahunan untuk melihat apakah mampu
mendorong pengurangan kemiskinan, memiliki pertumbuhan yang berkelanjutan
dan memiliki kemampuan untuk secara efektif menggunakan bantuan
pembangunan. Penilaian tersebut menggunakan Country Policy and Institutional
Assessment (CPIA), negara dengan kondisi kebijakan yang baik dinilai dengan
skor CPIA yang tinggi. Namun justru negara dengan nilai CPIA, dalam beberapa
kasus mendapatkan persyaratan yang lebih banyak dibandingkan negara dengan
CPIA yang lebih rendah.

Tabel 3. Perbandingan Syarat Pinjaman Bank Dunia dengan Nilai CPIA (Sumber :
Eurodad)

Data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa lima negara dengan skor
CPIA yang tinggi yaitu berada pada First Quintile justru mendapatkan persyaratan
yang lebih banyak dibandingkan tiga negara lain yang memiliki nilai CPIA yang
rendah yaitu berada di Second Quintile dan Third Quintile hanya mendapatkan
persyaratan yang lebih sedikit.
Studi Kasus :
PNPM MANDIRI: Didominasi Elit Lokal, Belum Efektif Entas Kemiskinan
(Sumber : www.bisnis.com)
JAKARTA Beberapa temuan di lapangan memperlihatkan bahwa Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang dimulai sejak 2007
22

lalu belum bisa menanggulangi masalah kemiskinan. Gerakan Anti Pemiskinan


Rakyat Indonesia (GAPRI) menilai bahwa pelaksaan kurang menyentuh substansi
penaggulangan kemiskinan dan pentingnya keterlibatan masyarakat miskin.
Sejauh ini, dominasi elit lokal membuat keterlibatan masyarakat miskin menjadi
lemah. Informasi hanya dipegang oleh kelompok tertentu, sehingga masyarakat
tidak banyak terlibat langsung. Sejauh ini, penyebab kemiskinan yang
diidentifikasi oleh PNPM hanya dijawab dengan 70% pembangunan infrastruktur
bagi masyarakat desa, ujar Juru Bicara GAPRI AbdulGhofur dalam Seminar
Nasional PNPM Mandiri: Antara Retorika dan Realita, Rabu (4/7/2012). Abdul
mengatakan bahwa banyak proyek tidak berdasarkan pada kebutuhan masyarakat
miskin, melaikan motif politis dari beberapa elit. Permasalahan kebutuhan lahan
bagi petani, katanya, dijawab dengan pembangunan jalan. Pembangunan tersebut,
tidak menjawab permasalah. Terlebih lagi, sambungnya, keberadaan PNPM belum
mampu meningkatkan kapabilitas masyarakat miskin, karena keterlibatan dalam
program lebih banyak dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai pengaruh,
sedangkan masyarakat miskin masih dinilai tidak mampu. Menurutnya, perlu
dilakukan audit sosial yang bisa mengevaluasi relevansi sosial terkait sasaran dan
dampak sosial terhadap program tersebut. Abdul menegaskan bahwa PNPM ini
sebetulnya bukanlah proyek penanggulangan kemiskinan, melainkan sejenis
program pembangunan infrastruktur perdesaan dan perkotaan.Pembangunan
infrastruktur tersebut, diakui oleh Ketua Pokja Kebijakan Monitoring dan
Evaluasi Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Elan Sartiawan
merupakan bagian dari program PNPM.Dia menjelaskan bahwa infrastruktur
dasar (jalan, jembatan, sistem air bersih, MCK, puskesmas, rumah, dll)
merupakan hal yang harus diselesaikan untuk mengatasi masalah ketidakmerataan
yang terjadi. Walaupun begitu, ungkap

Elan, ke depan tetap diperlukan

pemberdayaan bagi masyarakat miskin agar mampu memanfaatkan infrastruktur


yang sudah dibangun tersebut. Sampai tahun 2010 tercatat sudah dibangun jalan
sebanyak 65.500 km di pedesaan, dengan 9.000 unit jembatan, 11.000 saluran
irigasi,

28.300

unit

sistem

air

bersih,

17.500

unit

MCK,

6.950

unitperbaikan/pembangunan sekolah, dan 5.700 unit puskesmas/puskesmas


pembantu.Profesor dari Universitas Toronto Tania Li menilai PNPM sebagai

23

program yang memiliki posisi penting untuk menjawab masalah kekurangan


infrastruktur di perdesaan. Namun, apakah ia (PNPM) mempunyai peran dalam
penanggulangan kemiskinan di tingkat perseorangan? Sepertinya program ini
kurang menyentuh hal tersebut dan cenderung gagal, ungkapnya. Kegagalan
disebabkan oleh rentannya keberadaan elite capture kontrol yang tinggi dari
pejabat lokal yang membuat jalannya program tidak tepat sasaran. Menurutnya,
perlu diberikan kepercayaan kepada masyarakat miskin untuk mengambil
keputusan secara mandiri terhadap hal yang menjadi prioritas dalam hidupnya.
Analisis : PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka
kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan
kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan
melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur
program, penyediaan pendampingan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong
prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang
berkelanjutan.

Pemberdayaan

masyarakat

adalah

upaya

untuk

menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun


berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan
kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat
memerlukan keterlibatan yang lebih besar dari perangkat pemerintah daerah serta
berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan
berbagai

hasil

yang

dicapai

(www.pnpm-mandiri.org).Program

ini

dioperasionalkan melalui utang luar negeri (LOAN NO. IBRD 7664), mulai di
laksanakan sejak tahun 1998 dalam Program Pengembangan Kecamatan (PPK)
dan di instrodusir secara masal tahun 2007 dengan nama PNPM Mandiri, melalui
Loan Agreement dari Bank Dunia No. 7504-10 yang ditandangani tanggal 6 juni
2008 dengan pinjaman 400 juta dollar Amerika. Selain itu, Bank Dunia juga
berkontribusi dalam pemberian pendampingan kebijakan melalui PNPM Support
Facillity (PSF) yaitu pemberian bantuan teknis dan strategi dalam program PNPM
sehingga tujuan dalam mengurangi kemiskinan dapat tercapai. PSF tersebut
diberikan oleh Asutralia, Denmark, Belanda, Inggris, dan Amerika untuk
menciptakan bantuan pendampingan yang berkualitas, pemberian saran kebijakan,
dan pendampingan perencanaan keuangan untuk mensukseskan program PNPM

24

Mandiri. Dalam pelaksanaannya, PNPM bertujuan untuk meningkatkan peran


serta desa dalam pembangunan melalui Community Driven Development. Dengan
PNPM diharapkan mampu meningaktkan peran serta rumah tangga miskin dalam
pembangunan perekonomian sehingga mampu meningkatkan kemandirian daerah.
Program tersebut memberikan ruang sebesar-besarnya bagi desa untuk
menentukan sendiri kebijakannya dalam pembangunan, termasuk penentuan
alokasi dana program untuk mengentaskan kemiskinan di desa. Namun dalam
praktiknya program PNPM justru lebih banyak digunakan dalam pembangunan
infrastruktur yang kurang dibutuhkan bagi rumah tangga miskin. Dalam
perumusan kebijakan di desa juga kurang melibatkan rumah tangga miskin dan
cenderung didominasi oleh elit lokal yang memiliki kepentingan. Akibatnya,
banyak dari proyek yang dilakukan dengan dana PNPM tidak mampu
menimbulkan kemandirian bagi rumah tangga miskin. Selain itu PNPM dikuasai
oleh elit lokal dan menimbulkan tingginya kasus korupsi di dalam pelaksanannya.
Kasus-kasus tersebut terjadi dikarenakan lemahnya pengawasan dari pemerintah
dalam penggunaan dana bantuan oleh desa. Selain itu, terdapat pula kelemahan
dalam pendampingan oleh pemerintah maupun Bank Dunia dalam menyukseskan
peran kemandirian desa dalam merumuskan kebijakan pembangunan. Seharusnya
pemberian bantuan bergulir diimbangi dengan pemberian bantuan pendampingan
yang mampu menciptakan kemandirian desa dalam membuat kebijakannya
sendiri. Dengan adanya pendampingan dapat diarahkan kebijakan pembangunan
yang mendukung pengurangan kemiskinan dan memberikan peranan lebih pada
rumah tangga miskin dalam perumusan kebijakan sehingga nantinya setelah desa
benar-benar mandiri mampu mengalokasikan dana bantuan sesuai dengan tujuan
pengentasan kemiskinan. Selain itu diperlukan kontrol yang kuat oleh Pemerintah
dalam penggunaan dana bantuan bergulir sehingga mampu meminimalisir praktek
korupsi yang menghambat tercapainya tujuan dari program.
DAFTAR PUSTAKA
Abuzeid, Farah. 2009. Foreign Aid and the Big Push Theory : Lessons from SubSaharan Africa. Standford Journal of International Relations Volume XI.
Arbache Sarbe, et. Al. 2004. Trade Liberalisation and Wages in Developing
Countries. The Economic Journal, 144.
25

De Walle, Nicolas. 1989. Privatization in Developing Countries: A Review of the


Issues. World Development Volume 17.
Durbarry, Ramesh, dkk. 2008. New Evidence of the Impact of Foreign Aid on
Economic Growth. Nottingham : University of Nottingham.
Ekanayake, E.M. 2011. The Effect of Foreign Aid on Economic Growth in
Developing Countries. Journal of International Business and Cultural Studies.
Eurodad. 2006. World Bank and IMF Conditionality : a Development Injustice.
Belgia : Eurodad.
Goldin, Ian. dkk. 2011. The Role and Effectiveness of Development Assistance.
Washington, D.C.: World Bank.
Levin Institute. 2003. International Monetary Fund and World Bank. New York :
University of New York.
L. Hicks, Norman. 1992. Poverty, Social Sector Development and The Role of
The World Bank. Washington, D.C.: World Bank.
McGillivray, Mark. 2008. Is Aid Effective?. Helsinki : World Institute for
Development Economics Research
Moreira, Sandrina. 2005. Evaluating the Impact of Foreign Aid on Economic
Growth:A Cross-Country Study. Journal of Economic Development Volume
30.
Nath, Vikas. 2000. World Bank : a Step Forward and a Step Backward Do We
Need This Institution?. London : London School of Economics.
Todaro, Michael. 2006. Pembangunan Ekonomi Edisi Kesembilan. Jakarta :
Erlangga.
World Bank. The Role and Effectiveness of Development Assistance. Washington
DC : World Bank.
http://news.bisnis.com/read/20120704/79/84453/pnpm-mandiri-didominasi-elitlokal-belum-efektif-entas-kemiskinan. diakses pada 1 Desember 2013, pukul
13.00 WIB.
http://www.pnpmmandiri.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=54&Itemid=267.
Desember 2013, pukul 14.00 WIB.

diakses

pada

26

27

Anda mungkin juga menyukai