Canai Dingin
Canai Dingin
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Baja cold-formed atau cold-rolled (canai dingin) atau light-gage atau baja
ringan adalah komponen struktur baja dari lembaran atau pelat baja dengan proses
pengerjaan dingin. Potongan penampang, konfigurasi, proses manufaktur dan
fabrikasi cold-formed steel berbeda dengan baja konvensional. Pada produksi
cold-formed steel, baja dibentuk sedemikian rupa dalam suhu ruangan dengan
menggunakan bending brakes, press brake, dan roll-forming machines. Baja canai
dingin semakin populer digunakan sebagai alternatif pengganti kayu dan secara
intensif dipakai pada bangunan rendah tidak-bertingkat (low-rise building).
Riset tentang baja cold-formed untuk bangunan dimulai oleh Prof. George
Winter dari Universitas Cornell mulai tahun 1939. Berdasarkan riset-riset beliau
maka dapat dilahirkan edisi pertama tentang Light Gauge Steel Design Manual
tahun 1949 atas dukungan AISI (American Iron and Steel Institute). Sejak
dikeluarkan peraturan tersebut atau lebih dari lima dekade ini, maka pemakaian
material baja canai dingin semakin berkembang untuk konstruksi bangunan, mulai
struktur sekunder sampai struktur utama, misalnya untuk balok lantai, rangka atap
dan dinding pada bangunan industri, komersial maupun rumah tinggal.
kuat/berat yang relatif tinggi dan (3) sesuai untuk berbagai aplikasi, maka
konstruksi baja canai dingin tetap populer. Di Inggris bahkan diberitakan industri
konstruksinya menghabiskan sekitar 300,000 ton komponen baja canai dingin
setiap tahunnya dan selanjutnya memperlihatkan pertumbuhan yang meningkat.
berpengalaman
mengenai
perilaku
struktur
dengan
didasari
memasukkan
strategi
perencanaan
baja
canai
dingin
dalam
pembahasannya, dan dikhususkan hanya untuk pemakaian baja canai panas saja.
Bagaimanapun juga, pemakaian baja canai dingin berbeda perlakuannya
dibanding baja canai panas (Wei-Wen Yui 2000), dan sudah banyak negaranegara yang memahami hal tersebut yaitu dengan membuat peraturan perencanaan
yang berbeda antara baja canai panas dan dingin.
Catatan : judul yang dicantumkan mungkin sudah out-of dated dan sudah ada
versi barunya
yang
konvensional.
4. Peraturan yang lebih umum dan standar profil yang sama sehingga lebih
mudah dalam perencanaan.
Kekurangan Baja Konvensional
1.
2.
3.
4.
Kelebihan Kayu
1. Material
ramah
lingkungan
dikarenakan
dapat
mengalami
proses
pembusukan.
2. Mudah didapatkan karena tersedia di alam.
3. Memiliki nilai artistik yang tinggi
4. Merupakan material yang paling banyak diketahui dan digunakan oleh
masyarakat
Kekurangan Kayu
1. Kekuatan yang tidak seragam terhadap arah gaya dikarenakan termasuk
material anisotrop.
menunjukkan bahwa balok ringan (rasio lebar / tebal 184) pada beban
tekuk teoritis 2.2 kN (100%) belum mengalami runtuh, dan keruntuhan baru
terjadi pada beban 15.4 kN (700%). Percobaannya lain, balok I dengan rasio
lebar / tebal 46 mencapai keruntuhan sebesar 350% dari beban teoritis
yang menyebabkan tekuk pada sayap bagian atas. Oleh sebab itu kekuatan
pasca tekuk dari elemen baja canai dingin perlu dipertimbangkan untuk hasil
perencanaan yang ekonomis.
2. Kekakuan Torsi
Elemen struktur baja canai dingin umumnya langsing dan berupa
penampang terbuka (open section) sehingga mempunyai kekakuan torsi
berbanding lurus terhadap ketebalan (sebesar t3) sehingga kekuatannya
relatif kecil terhadap torsi. Kecuali itu bentuk profil C banyak dipakai pada
baja canai dingin yang mana shear-center nya berada di luar titik berat
(center of gravity) penampang. Kondisi tersebut menyebabkan tekuk lenturtorsi menjadi faktor kritis dalam perencanaan kolom.
3. Pelat Pengaku (stiffner) pada Elemen Tekan sangat membantu
meningkatkan tahanan terhadap tekuk, bentuk yang dapat digunakan adalah
pengaku tepi (edge stiffener) dan pengaku di tengah (intermediate stiffener).
4. Sifat-sifat properti penampang yang bervariasi
Akibat adanya bagian yang berpengaku dan tidak berpengaku yang
mengakibatkan keseluruhan lebar penampang hanya akan efektif jika rasio
lebar/tebal kecil atau jika gaya tekan yang bekerja kecil. Tetapi karena rasio
lebar / tebal yang besar maka bagian penampang yang berpengaku akan
bekerja lebih efektif pada saat tekuk lokal telah terjadi. Sebagai hasilnya,
distribusi gaya tekan tidak seragam pada keseluruhan penampang. Untuk itu
maka properti penampang didasarkan pada luas efektif yang dikurangi.
5. Sistem Sambungan
Pada sambungan baut, ketebalan bagian yang disambung relatif tipis pada
baja ringan dibanding baja biasa (hot-rolled). Baja cold-formed berbentuk
lembaran sheet atau strip mempunyai sebaran yang sempit antara tegangan
leleh (fy) dan kuat tariknya (fu), sehingga perilaku sambungan baut berbeda
antara baja cold-formed dan hot-rolled, khususnya pada kekuatan tumpu dan
tegangan tarik.
eksperimen terhadap elemen struktur yang diberi beban statis. Peraturan ini tidak
mengakomodasi ketahanan struktur terhadap api dan fatigue.
Karakteristik material yang penting untuk desain cold-formed steel adalah
tegangan leleh, kuat tarik, dan daktilitas. Daktilitas adalah kemampuan baja
menahan regangan plastis atau permanen sebelum mengalami fraktur.
Kemampuan ini cukup penting untuk keamanan struktural maupun proses
pembentukan penampang cold-formed steel. Kemampuan ini diukur dengan
penguluran baja sampai 50 mm satuan panjang. Rasio tegangan leleh dengan kuat
tarik juga merupakan karakteristik yang penting karena rasio ini adalah indikasi
adanya strain-hardening dan kemampuan material mendistribusikan tegangan.
Dalam daftar yang dibuat oleh Australian and New Zealand Standards, kuat
leleh tekan dari baja berkisar antara 200 sampai 550 MPa. Sedangkan kuat tarik
bervariasi antara 300 sampai 550 MPa. Penguluran yang terjadi paling tidak lebih
dari 8%. Terdapat pengecualian untuk Baja G550 dalam AS 1397 yang memiliki
kuat leleh tekan minimal 550 MPa dengan penguluran minimal sebesar 2% dalam
50 mm satuan panjang. Baja dengan daktilitas rendah ini memilki keterbatasan
dalam penggunaannya sebagai elemen struktural sehingga hanya diizinkan untuk
penampang baja dengan ketebalan tidak kurang dari 0.9 mm. Meskipun demikian,
baja tersebut dapat berfungsi dengan baik dalam aplikasi khusus sebagai elemen
struktural seperti dek, panel, dan rangka gedung.
a. Channel section
b. Joist chord
Gambar 2.4 Pengaruh cold-work terhadap spesifikasi mekanis penampang baja
cold formed (Wei Wen Yu 2000)
Pengaruh dari cold-work pada spesifikasi mekanis baja diteliti oleh Chajes,
Britvec, Winter, Karren, dan Uribe dari Cornell University. Dari penelitian ini,
disimpulkan bahwa penyebab utama perubahan spesifik mekanis tersebut adalah
strain-hardening dan strain ageing. Dalam gambar 2.5, kurva A memperlihatkan
kurva tegangan-regangan pada material dasar. Kurva B dihasilkan ketika beban
dihilangkan (unloading) pada saat baja melalui daerah strain-hardening. Kurva D
menunjukkan kurva tegangan-regangan jika baja dibebani kembali setelah terjadi
strain-ageing. Perlu diperhatikan bahwa titik leleh kurva C dan D lebih tinggi
daripada titik leleh material dasar dan daktilitas menurun setelah terjadi strain-
Rasio fu/fy dan ri/t merupakan faktor yang terpenting dalam terjadinya
perubahan spesifikasi mekanis dari penampang baja. Material dasar dengan ratio
fu/fy yang besar memiliki potensi cukup besar untuk mengalami strain hardening.
Dengan demikian, jika terjadi kenaikan dari rasio tersebut, pengaruh dari coldwork terhadap peningkatan titik leleh baja juga semakin besar. Sebaliknya, bila
rasio ri/t kecil maka pengaruh dari cold work pada bagian sudut makin besar
sehingga titik lelehnya pun meningkat.
Berikut ini merupakan beberapa persamaan untuk rasio dari tegangan leleh
sudut akibat cold work terhadap tegangan leleh material dasar :
= ( /)
(2.1)
= 0,192 0,068
(2.2)
(2.3)
di mana :
fyc
fyv
Bc
= konstanta
= konstanta
fuv
= kuat tarik dari penampang yang belum dibentuk secara cold form
ri
= jari-jari girasi
(2.4)
di mana :
fya
Untuk elemen fleksural yang memiliki flens berbeda, flens yang memiliki
nilai C lebih kecil dianggap sebagai flens penentu.
fyc
fyf
= ( /)
(2.5)
2.1.5.3 Daktilitas
Lembaran dan strip baja kadar karbon rendah dengan titik leleh minimum
yang telah ditentukan antara 250 MPa sampai 500 MPa disyaratkan memenuhi
spesifikasi australian and new zealand standards, yaitu terjadi penguluran minimal
ketentuan khusus mengenai penguluran untuk baja yang lebih tipis dari 0.6 mm.
Setelah ditemukan baja dengan kekuatan yang lebih tinggi (310 sampai 690
MPa), syarat mengenai penguluran ditentukan antara 50 sampai 1.3% dalam 50
mm satuan panjang. Rasio fu/fy ditetapkan berkisar antara 1.51 hingga 1. Namun,
ketentuan ini cukup memberatkan untuk kepentingan desain. Peneliti sebelumnya
merekomendasikan persyaratan-persyaratan untuk baja yang memiliki daktilitas
tinggi sebagai berikut:
a. Rasio fu/fy > 1,08
b. Total penguluran dalam 50 mm satuan panjang tidak kurang dari 10%, atau
tidak kurang dari 7% dalam 200 mm satuan panjang.
a. Sharp yielding
b. Gradual yielding
Gambar 2.6 Kurva tegangan-regangan baja
(Wei Wen Yu 2000)
Kekuatan dari elemen yang tertekuk tidak hanya bergantung dari tegangan
leleh, tetapi juga dari modulus elastisitas (E) dan tangen modulusnya (Et).
Modulus elastisitas ditentukan dari kemiringan bagian yang lurus pada kurva
tegangan-regangan. Nilai dari E yang ditentukan dalam Standard berkisar dari 200
sampai 207 GPa. Nilai 200 GPa digunakan untuk standard pendesainan. Tangen
modulus ditentukan oleh kemiringan dari kurva tegangan-regangan di setiap level
tegangan.
Untuk sharp-yielding steel, Et bernilai sama dengan E sampai tegangan
leleh, tetapi untuk gradually-yielding stress, Et bernilai sama dengan E hanya
sampai proportional limit (Fpr). Setelah tegangan melampaui proportional limit,
nilai tangen modulus (Et) akan menurun dibandingkan modulus elastisitasnya.
Berbagai macam ketentuan mengenai tekuk dalam Standard ditulis untuk
gradually-yielding steels dengan proportional limit tidak kurang dari 70% dari
titik leleh minimum yang ditentukan.
Grade
250
300
350
450
500
550
320
340
420
480
520
550
AS 1163
AS 1397
G250
G300
G350
G450*
G500
G550
AS 1594
Hd1
Hd2
Hd3
Hd4
Hd200
Hd250
Hd300
Hd300/1
Hd350
HW350
Hd400
(lihat catatan 1)
(lihat catatan 1)
(lihat catatan 1)
200
200
250
300
300
350
340
400
(lihat catatan 1)
(lihat catatan 1)
(lihat catatan 1)
200
300
350
400
430
430
450
460
AS 1595
CX85T
CX70T
CX60T
CX50T
CX1
CX2
CX3
CA4
(lihat catatan 2)
(lihat catatan 2)
(lihat catatan 2)
(lihat catatan 2)
(lihat catatan 2)
(lihat catatan 2)
(lihat catatan 2)
(lihat catatan 2)
550
380
310
300
280
280
280
280
200 (t 8 mm)
200 (8 mm < t 12 mm)
200 (12 mm < t 20 mm)
200 (20 mm < t 25 mm)
200
200
NA
NA
300
300
300
300
250 (t 8 mm)
250 (8 mm < t 12 mm)
250 (12 mm < t 20 mm)
250 (20 mm < t 25 mm)
280
260
250
250
410
410
410
410
250L15 (t 8 mm)
250L15 (8 mm < t 12 mm)
250L15 (12 mm < t 20 mm)
250L15 (20 mm < t 25 mm)
280
260
250
250
410
410
410
410
320
430
AS/NZS
3678
310
300
280
430
430
430
360
360
350
340
450
450
450
450
400
400
380
360
480
480
480
480
340
340
340
340
450
450
450
450
* berlaku untuk material hard-rolled dengan tebal lebih besar atau sama dengan
1.5 mm.
berlaku unutk material hard-rolled dengan tebal lebih besar dari 1.0 mm tapi
lebih kecil dari 1.5 mm.
berlaku unutk material hard-rolled dengan tebal lebih kecil atau sama dengan
1.0 mm.
Catatan :
1. Untuk tujuan desain, tegangan leleh dan kuat tarik mendekati Grade Hd200.
2. Untuk tujuan desain, tegangan leleh diperoleh dari :
a. dari pabrik;
b. dengan uji berdasarkan AS 1391; atau
c. dengan menggunakan 170 MPa
2.2 PEMBEBANAN
Proses penentuan beban-beban yang bekerja pada struktur mungkin
merupakan tahapan terpenting sekaligus tersulit yang harus dihadapi perencana
struktur dalam suatu rangkaian proses desain. Disebut demikian karena untuk
mencapai hasil rancangan yang tepat dan akurat perencana harus :
a. Mampu menentukan nilai maksimum beban yang akan ditanggung struktur
5. Beban gempa
7.850
kg/m3
Batu Alam
2.600
kg/m3
1.500
kg/m3
700
kg/m3
Batu pecah
1.450
kg/m3
Besi tuang
7.250
kg/m3
Beton (1)
2.200
kg/m3
2.400
kg/m3
1.000
kg/m3
1.650
kg/m3
1.700
kg/m3
2.200
kg/m3
2.200
kg/m3
1.450
kg/m3
1.600
kg/m3
1.800
kg/m3
1.850
kg/m3
1.700
kg/m3
2.000
kg/m3
11.400
kg/m3
Tanah hitam
Catatan :
i.
ii.
Untuk beton getar, beton kejut, beton mampat dan beton padat lain sejenis,
berat sendirinya harus ditentukan sendiri.
iii.
Nilai ini adalah nilai rata-rata, untuk jenis kayu tertentu lihat Peraturan
Konstruksi Kayu Indonesia.
KOMPONEN GEDUNG
Adukan, per cm tebal :
- dari semen
21
kg/m2
17
kg/m2
14
kg/m2
- satu batu
450
kg/m2
- setengah batu
250
kg/m2
200
kg/m2
120
kg/m2
- tebal dinding 15 cm
300
kg/m2
- tebal dinding 10 cm
200
kg/m2
maksimum 4 mm
11
kg/m2
10
kg/m2
Tanpa lubang
40
kg/m2
kg/m2
50
kg/m2
40
kg/m2
10
kg/m2
24
kg/m2
11
kg/m2
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langitlangit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban hidup
maksimum 200 kg/m2
Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang
maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum 0,8 m
Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2
bidang atap
Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m2
bidang atap
Keterangan:
D
La
mencegah beberapa mode keruntuhan yang mungkin akibat gaya yang bekerja
pada batang dalam kondisi normal, keruntuhan tersebut diantaranya, leleh di
seluruh luasan penampang, fraktur di luasan efektif penampang, blok geser, retak
akibat geser sepanjang sambungan. Secara teoritis, kekuatan penampang batang
tarik dapat dimobilisasikan secara maksimal hingga penampang mencapai
keruntuhan. Akan tetapi pada kondisi sebenarnya, kekuatan batang tarik harus
direduksi dengan adanya lobang pada sambungan dan tidak sentrisnya gaya tarik
bekerja. Dengan ungkapan lain, kekuatan batang tarik ditentukan oleh seberapa
luas suatu penampang secara efektif ikut serta memikul gaya aksial tarik tersebut.
Kekuatan tarik penampang dari baja ringan untuk keperluan analisis
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
N t Nt
(2.7)
dengan,
= Ag.fy
(2.8)
2. Nt
= 0.85.kt.An.fu
(2.9)
dengan :
Ag = Luas bruto penampang
fy
= Tegangan leleh
kt
= Faktor koreksi akibat distribusi dari gaya yang bekerja (Tabel 2.1)
tidak hanya dipengaruhi kekuatan bahannya akan tetapi turut dipengaruhi bentuk
geometris penampang (jari-jari girasi penampang). Model keruntuhan yang
mungkin terjadi pada elemen batang tekan diantaranya; leleh (tekuk plastik) ,
tekuk inelastik dan tekuk elastik.
Tekuk yang terjadi pada penampang batang tergantung dari rasio
kelangsingan penampang () batangnya. Penampang dengan rasio kelangsingan
rendah cenderung mengalami keruntuhan leleh (tekuk plastik) sedangkan elemen
batang dengan rasio kelangsingan yang tinggi cenderung mengalami keruntuhan
tekuk elastik. Sebagian besar elemen batang tekan didesain agar mengalami
keruntuhan tekuk inelastik yaitu elemen batang dengan rasio kelangsingan
menengah, hal ini agar desain yang dilakukan optimal karena memiliki kuat tekan
efektif dan dimensi yang efisien bila dibanding skenario tekuk elastik dan tekuk
plastik. Seluruh tekuk yang terjadi pada batang akan mengikuti salah satu dari 3
macam tekuk yang ada, yaitu; lentur, lokal, torsi.
Penjelasan ketiga macam tekuk ini adalah sebagai berikut; Tekuk lentur
(flexural buckling) adalah tekuk menyebabkan elemen batang mengalami lentur
terhadap sumbu lemah batang, tekuk lokal (local buckling) adalah tekuk yang
terjadi pada elemen pelat penampang (sayap/ badan) yang menekuk karena terlalu
tipis. Ini dapat terjadi sebelum batang menekuk lentur secara keseluruhan. Tekuk
torsi (torsional buckling) adalah tekuk yang terjadi pada elemen pelat yang
menyebabkan penampang berputar/ memuntir terhadap sumbu batang
Elemen tekan terhadap beban aksial konsentris yang akan dianalisis didesain
kuat tekannya dengan persamaan berikut:
1. N cNs
(2.10)
2. N cNc
(2.11)
dimana :
Ns
Nc
(2.12)
(2.13)
Ae
fn
= 0.658
0.877
(2.14)
(2.15)
(2.16)
lintangnya doubly-symmetric shape, closed shape, silindris atau pointsymmetric shape. Untuk bentuk penampang single-symmetric, flexural
buckling merupakan salah satu mode kegagalan.
Persamaan yang digunakan:
=
2
2
(2.17)
Doubly-symetric sections
Gambar 2.7 Single-symetric (monosymmetric) sections dan Doublysymetric sections (AS/NZS 4600:1996)
( + ) ( + ) 4
2
2
Dengan
01
(2.18)
(2.19)
2
2 1 + 2
(2.20)
Iw
lex, lez
= panjang efektif
R01
rx, ry
= radius girasi
x0, y0
= pusat geser
= 1 ( xo / r01)2
(2.22)
(2.22)
c. Point-symetric section
Elastic buckling stress untuk penampang ini dihitung baik dengan
penghitungan khusus flexural atau torsional. Nilai yang dipakai adalah
nilai yang lebih kecil dari kedua persamaan tersebut. Perhitungan elastic
01
1 +
(2.23)
(2.24)
e. Singly-symmetric sections
Untuk penampang dengan singly-symmetric sections yang menerima
gaya tekuk distorsi, nilai Nc dihitung dengan mengambil nilai minimum
dari kedua persamaan di bawah ini :
i.
ii. =
Dimana :
1 =
(1 + 2 ) (1 + 2 )2 43
2 0.0392 +
3 = 1
2 = +
1 = 2 +
2 2
= 4.80
=
(2.27)
0.25
= 5.46(+0.06) 1
(2.28)
1.11
2
2
2
(2.29)
2 + 0.0392
(2.30)
: = 1
13
(2.31)
= 0.055
3.6 + 0.237
(2.32)
Rasio kelangsingan ( le / r ) untuk semua batang tidak melebihi 200, kecuali hanya
selama masa konstruksi ( le / r ) tidak melebihi 300.
b.
c.
Untuk elemen tidak berpengaku, baik dibawah tegangan tekan gradien atau
tekan seragam, bagian yang dikurangi akan diambil pada tepi yang tidak
berpengaku seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.12. Jika
elemen
bagian yang dikurangi akan diambil seperti yang ditetapkan dalam gambar
2.13.
d.
Gambar 2.11. Elemen dan web berpengaku dengan gaya tekan tidak
seragam
elemen
pengaku
lainnya
......................................................................500
c. Untuk elemen tekan tanpa pengaku ........................................................60
d1 = tinggi bagian yang datar dari web diukur sepanjang bidang web
tw = tebal web
Jika web terdiri dari dua sheets atau lebih, rasio d1/tw akan dikalkulasi untuk tiap
sheets.
0,22
Dimana
f* = tegangan desain pada elemen tekan
fcr = tegangan tekuk elastik plat
=
12(1 2)
1,052
0,328
Ia = 0
be = b
b.
b1 = b2 = b/2
ds = dse
As = Ase
0,328
b2 = be b1
1 =
Ase = dset
Is/Ia 1
=
3 2
12
= 399 4 0,328
1
= 0,582 4
3
4 115
+ 5
S = faktor kelangsingan
= 1,28
3,57 + 0,43 4
51
+ 0,43 4
3,57 + 0,43 4
Dimana :
ini tidak berlaku jika penentuan kapasitas ditentukan dengan tes. Pengurangan ini
menyediakan faktor keamanan untuk mencegah kegagalan tarik. Untuk
memastikan daktilitas, sebaiknya leleh pada sambungan diizinkan walaupun tekuk
pada member harus terjadi sebelum sambungan gagal. Member yang lebih ringan
biasanya menghasilkan struktur yang lebih fleksibel, walaupun kuat namun
struktur ini akan melentur pada beban siklik seperti beban angin dimana struktur
yang lebih berat bisa tahan dan menyerapnya sehingga struktur tidak melentur.
Peraturan berlaku untuk sekrup dengan diameter nominal antara 3 mm
sampai 17 mm dikarenakan diameter sekrup tersebut yang digunakan pada saat
persamaan ditentukan.
Sekrup yang akan digunakan pada tugas akhir ini adalah jenis Self Drilling
Screw.
Ukuran
No. 0
No. 1
No. 2
No. 3
No. 4
No. 5
No. 6
No. 7
No. 8
No. 10
No. 12
No. 14
Penting untuk menghitung kapasitas tumpu yang lebih rendah dari dua
member berdasarkan ketebalan dan kuat tariknya. Kuat tumpu pelat yang
mengalami kontak dengan sekrup ditentukan dengan persamaan :
Vb* = Vb
(2.39)
di mana :
= faktor reduksi kekuatan
= 1.0 untuk pembebanan statik
= 0.5 untuk pembebanan siklik ( AISI )
Vb = kekuatan tumpu dari penampang dimana terdapat sekrup
Untuk t2/t1 1
nilai Vb yang digunakan adalah nilai terkecil dari persamaan berikut :
Tilting
bearing
bearing
dimana :
= 4,22 3 2
= 2,7 1 1
= 2,7 2 2
t1
t2
df = diameter sekrup
fu1 = kuat tarik material yang terhubung dengan kepala sekrup
fu2 = kuat tarik material yang tidak terhubung dengan kepala sekrup
Untuk t2/t1 2,5
nilai Vb yang digunakan adalah nilai terkecil dari persamaan berikut :
bearing
bearing
= 2,7 1 1
= 2,7 2 2
(2.42)
Dimana :
fus : Kuat tarik sekrup
(2.43)
Dimana :
= 0.5
Nt = kekuatan penampang terhadap tarik
Dimana Nt merupakan niali minimum dari kedua persamaan di bawah ini :
= 0.85 2 2
= 1.51 1
(2.44)
(2.45)
Dimana dw diambil = diameter kepala baut, tetapi tidak lebih dari 12.5 mm
(2.46)
AS 3556 diberikan dalam tabel 2.5. Nilai yang diberikan di tabel adalah untuk
sekrup saja bukan untuk sambungan. Ketebalan pelat penyambung baja akan
menentukan kekuatan sambungan.
ukuran
Type BSD
Type CSD
No. 6
4.35
4.35
5.33
No. 8
6.35
6.35
8.46
No. 10 7.5
8.6
10.01
No. 12 11.34
11.63
14.44
No. 14 14.95
16.15
18.9
(2.47)
Dimana :
Nt* = kekuatan tarik (desain)
2.5
(2.48)
di mana :
rf
= rasio dari gaya yang disalurkan oleh sekrup pada luasan penampang yang
ditinjau dibagi dengan kekuatan tarik yang ada pada luasan penampang
tersebut. Jika nilai dari rf < 0, maka nilai rf diambil = 0
df
= diameter sekrup
sf