DOSEN PENGAMPU
Oleh Kelompok 7
NAMA
ID.8156172004
Ammamiaritha Tarigan
ID.8156172003
KELAS
: B-2
PRODI
: PENDIDIKAN MATEMATIKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Melihat perkembangan zaman yang semakin pesat dengan didukung oleh
kemajuan teknologi mau tidak mau menstimulus pendidikan untuk dapat beradaptasi
sesuai dengan tuntutan zaman. Model pembelajaran merupakan salah satu metodologi
yang diciptakan dunia pendidikan dalam rangka menuju ke tercapainya suatu perubahan.
Pada pelaksanaan model pembelajaran tentunya melibatkan pembelajar (guru) dan
peserta didik (siswa). Seorang guru adalah seorang yang profesionalis dalam menjalankan
fungsi-fungsinya dengan menggunakan metodologi untuk membelajarkan peserta didik
dengan cara yang tidak konstan, artinya seorang guru itu harus berinovasi dan
menciptakan perubahan baik pada dirinya serta pada peserta didiknya.
Menurut Arends (Trianto, 2011:90): it is strange that we expect students to
learn yet seldom teach then about learning, we expect student to slove problems yet
seldom teach then about problem solving, yang berarti dalam mengajar guru selalu
menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa
untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang
mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah.
Guru dituntut untuk dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu
semangat siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya,
menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga
siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut serta
mengaitkannya dalam kehidupan nyata. Salah satu alternatif model pembelajaran yang
memenuhi tuntutan tersebut dan memungkinkan dikembangkannya keterampilan berfikir
kreativitas siswa dalam pemecahan masalah adalah problem based learning (PBL) atau
dalam bahasa Indonesia disebut pembelajaran berbasis masalah (PBM).
Menurut Tan (Rusman, 2011:229), Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning) merupakan inovasi dalam pembelajaran karena pada model ini
kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok
atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Serta siswa dapat
berfikir kreatif, berfikir kreatif adalah kemampuan kognitif orisinil dan proses pemecahan
masalah, kemampuan berfikir kreatif siswa yang dimaksud adalah kemampuan berpikir
kreatif matematis. Sing (Mann, 2005) mendefinisikan kreativitas matematis sebagai
proses merumuskan hipotesis yang mengenai penyebab dan pengaruh di dalam situasi
matematis, pengujian, pengujian kembali hipotesis, membuat modifikasi dan akhirnya
mengkomunukasikan hasil. Aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif matematis, yaitu
kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi, dan sensitivitas (Munandar, 2009).
Maka guru haruslah memahami konsep dari Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning) terlebih dahulu agar dapat mengasah kemampuan
berpikir kreatif siswa. Karena dengan model Problem Based Learning dinyatakan mampu
meningkatkan kreativitas siswa menurut penelitian di Jurnal Online Universitas Negeri
Surabaya, oleh Dian Utami Wati dan Arifin Rahman. Sehingga makalah ini akan
memperlihatkan Problem Based Learning akan meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif siswa dengan materi program linear di kelas xi pada pelajaran matematika wajib.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu kiranya ada sebuah bahan kajian yang
mendalam tentang apa dan bagaimana Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning) ini untuk selanjutnya diterapkan dalam sebuah proses pembelajaran agar
meningkatkan kreatif siswa, sehingga dapat memberi masukan, khususnya kepada para
guru tentang model pembelajaran ini. Dimana, menurut Tan (Rusman, 2011:230),
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan pembelajaran yang
relevan dengan tuntutan
BAB II
PEMBAHASAN
Berbasis
Masalah
(Problem
Based
Learning)
membantu
untuk
meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang
terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif, serta memfasilitasi keberhasilan memecahkan
masalah, komunikasi, kerja kelompok, dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik
dibanding model lain.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang menyajikan
masalah pada awal pembelajaran. Pembelajaran ini efektif untuk diterapkan pada
pembelajaran matematika untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam mencapai
standar kemampuan matematika. Pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu
pendekatan pembelajaran yang diawali dengan penyajian masalah yang dirancang dalam
konteks yang relevan dengan materi yang akan dipelajari untuk mendorong siswa:
memperoleh pengetahuan dan pemahaman konsep, mencapai berpikir kritis, memiliki
kemandirian belajar, keterampilan berpartisipasi dalam kerja kelompok, dan kemampuan
pemecahan masalah (Permana dan Sumarmo dalam Hoiriyah, 2014).
Pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu pembelajaran yang berpusat
pada siswa dan guru sebagai fasilitator. Savery (2006:12) menyatakan bahwa : PBL is
an instructional (and curricular) learner-centered approach that empowers learners to
conduct research, integrate theory and practice, and apply knowledge and skills to
develop a viable solution to a defined problem.
Dalam pembalajaran
berbasis
masalah ini
Langkah
Orientasi siswa
pada masalah
Mengorganisasikan
siswa belajar
Membantu
penyelidikan
individual dan
kelompok
Kegiatan Guru
1.Menginformasikan kompetensi dasar
2.Menciptakan lingkungan kelas yang menungkinkan
terjadi pertukaran ide secara terbuka
3.Mengarahkan siswa pada pertanyaan atau masalah
4.Mendorong siswa mengekspresikan ide-ide secara
terbuka
1.Membantu siswa menemukan konsep berdasarkan
masalah
2.Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi
3.Menguji pemahaman siswa atas konsep yang
ditemukan
1.Memberi kemudahan pengerjaan siswa dalam
memecahkan masalah
2.Memberikan scaffolding
3.Mendorong kerja sama menyelesaikan tugas-tugas
4.Mendorong dialog berdiskusi dengan teman-teman
5.Membantu siswa mendefenisikan dan
mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang
menampilkan hasil
kerja
pengetahuan
mereka
pengetahuan
barunya
pembelajaran
berbasis
masalah,
kemandirian
siswa
dalam belajar akan mudah terbentuk, yang pada akhirnya akan menjadi kebiasaan
dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang ditemuinya dalamaktivitas
kehidupan nyata sehari-hari ditengah-tengah masyarakat.
Kelemahan
a. Manakala
siswa
tidak
memiliki
minat
atau
tidak
mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka
akanmerasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan model pembelajaran PBL ini membutuhkan cukup waktu
untuk persiapan dan pelaksanaannya.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalahyang
sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang merekaingin pelajari
pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai
dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang
dikembangkan adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan
merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas
dan belajar sepanjang hayat.
3. Mengumpulkan Informasi/Eksperimen
Mengumpulkan informasi/eksperimen merupakan kegiatan pembelajaran yang
berupa
eksperimen,
membaca
sumber
lain
selain
buku
teks,
mengamati
dalam
proses
mengumpulkan
informasi/
eksperimen
adalah
mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan
berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara
yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
4. Mengasosiasikan/Mengolah Informasi
Mengasosiasikan/mengolah informasi merupakan kegiatan pembelajaran yang
berupa pengolahan informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan
mengumpulkan
informasi.
Kompetensi
yang
dikembangkan
dalam
proses
merupakan
kegiatan
pembelajaran
yang
berupa
dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat
kinerjanya, jenis kelamin dan suku.
Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan
bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa
dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling
membantu. Tipe pembelajaran inilah yang akan diterapkan dalam pembelajaran
matematika. Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan
Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk
saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna
mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan
informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau
teks.
Tahap Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Menurut Nurasman (2006: 5) menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran
Kooperatif tipe STAD terdiri dari enam tahap:
1. Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok. Sebelum menyajikan
guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan
dipelajarai siswa dalam kelompok-kelomok kooperatif. Kemudian menetapkan
siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4 - 6 orang, aturan
heterogenitas dapat berdasarkan pada.
a. Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah) yang didapat dari hasil
akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus
diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa dengan siswa
dengan tingkat prestasi seimbang.
b. Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/ sifat (pendiam dan
aktif) dan lain-lain.
2. Penyajian Materi Pelajaran ditekankan pada hal berikut:
a. Pendahuluan. Di sini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam
kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa
ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari. Materi
pelajaran
dipresentasikan
oleh
guru
dengan
menggunakan
metode
individu
dan disumbangkan
sebagai nilai
perkembangan kelompok.
5. Penghargaan Individu dan Kelompok
Dari hasil penilaian perkembangan maka penghargaan pada prestasi kelompok
diberikan
dalam
ketingkatan
penghargaan
atau
persyaratan
pemberian
penghargaan misalnya bagi kelompok yang mendapat rata-rata nilai dibawah (7960) mendapatkan penghargaan Great Team sedangkan bagi kelompok yang
mendapatkan rata-rata nilai ( 55-30 ) mendapatkan penghargaan Super Team
6. Perhitungan
ulang
skor
awal
dan
pengubahan
kelompok.
Satu periode penilaian (34 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor evaluasi
sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok
agar siswa dapat bekerja dengan teman yang lain.
Kefasihan (fluency)
Fleksibilitas (flexibility)
Kebaruan (novelty)
1
1
+4
2
2
8 +(-3), 0,25 + 4,25, dan seterusnya, maka jawaban tersebut tidak berpola dan memenuhi
kebaruan sekaligus kefasihan.
BAB III
PENERAPAN PBL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Projek
4.5 Merancang dan mengajukan masalah nyata berupa masalah program linear, dan
menerapkan berbagai konsep dan aturan penyelesaian sistem pertidaksamaan
linier dan menentukan nilai optimum dengan menggunakan fungsi selidik yang
ditetapkan.
PENILAIAN
No
1.
Indikator
Menyelesaikan
berbagai
permasalahan
berkaitan
yang
Penilaian
Tertulis dan
Kinerja
Instrumen
Rubrik
Penilaian
Proses LAS
dan KUIS
Hari/ Tanggal
Kelompok/ Kelas
Nama Kelompok
:
:
: 1.
2.
3.
4.
5.
: Matematika
Kelas
: XI
Kompetensi Dasar
:
3.8 Menerapkan prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan
masalah program linear terkait masalah nyata dan
menganalisis kebenaran langkah-langkahnya.
Indikator
:
Siswa dapat menentukan nilai optimum dari suatu fungsi
objektif dan dapat menafsirkan solusi dari masalah program
linear.
Materi
: Program Linear
Petunjuk
:
1. Diskusikan dan selesaikan permasalahan berikut ini
bersama anggota kelompokmu.
2. Tulislah hasil jawaban pada lembar jawaban yang tersedia.
3. Tulislah rincian tiap-tiap langkah dalam menyelesaikan
permasalahan mulai dari apa diketahui, apa yang ditanya
hingga menemukan hasilnya.
Soal
PT. Disney akan memproduksi dua jenis boneka yaitu boneka Hello Kitty dan boneka
Winnie the Pooh. Proses pembuatan boneka melalui dua mesin, untuk boneka Hello
Kitty yaitu 20 menit mesin I dan 10 menit mesin II sedangkan untuk boneka Winnie
The Pooh yaitu10 menit mesin I dan 20 menit mesin II. Mesin I dan mesin II masing-
masing beroperasi 8 jam per hari. Jika PT. Disney menjual boneka Hello Kitty dan
Winnie The Pooh dengan keuntunganmasing-masing Rp10.000,00 dan Rp8.500,00
per buah.
a. Buatlah model matematika dari permasalahan ini agar dapat memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya!
b. Tentukan banyaknya boneka Hello Kitty dan Winnie the Pooh yang
diproduksi agar dapat memperoleh keuntungan sebesar-besarnya!
c. Tentukan keuntungan maksimal yang mungkin diperoleh PT. Disney!
Solusi
Ditanya
3.4. Penilaian
DAFTAR PUSTAKA
Trianto
Rusman
Hoiriyah (jurnal PARADIKMA, 2014) No.2
Saomsir, Katrina dan Sahat Siahaan (jurnal PARADIKMA, 2014) No.1