Anda di halaman 1dari 9

PERAN INDUSTRI PERIKANAN DIINDONESIA

(Industri Perikanan di Kota Makasar)

Indonesia adalah negara dengan potensi perikanan terbesar, itu adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Dengan
potensi yang sebegitu besarnya, maka menjadi suatu pertimbangan utama untuk melakukan langkah
perencanaan industri perikanan yang tepat.
Indonesia merupakan negara yang dua pertiga dari wilayahnya adalah laut dan mempunyai potensi sumber daya
alam perikanan yang sangat besar. Diperkirakan potensi ikan lestari sekitar 6,1 juta sampai 6,7 juta ton per
tahun. Selama ini potensi perikanan tersebut belum digali secara optimal dan diperkirakan baru mencapai 56%
dari potensinya. Salah satu industri yang dapat dikembangkan dari sumber daya perikanan adalah industri
pengalengan ikan.
Meskipun belum dimanfaatkan secara optimal, namun ekspor Indonesia sudah menerobos ke pasar utama
Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa. Tercatat dalam lima tahun terakhir, ekspor ikan dalam kaleng
berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat dari 25.911 ton tahun 1996 menjadi 37.565 ton tahun 2001 lalu.
Sebelumnya tahun 2000 lalu ekspornya sudah mencapai 45.041 ton. Sedangkan devisa yang diperoleh dari
ekspor ikan kaleng mencapai puncaknya pada tahun 1998 lalu dengan volume 40.484 ton dan nilainya sebesar
US$ 104,98 juta, adapun tahun 2001 lalu nilai ekspornya sekitar US$ 86,1 juta.
Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan untuk mencapai tujuan
dengan menggunakan paket-paket teknologi. Menurut Porter (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi industri
dapat dibagi menjadi tiga penentu keberhasilan industri pada lingkungan internal industri yang meliputi potensi
sumberdaya manusia yang dimiliki industri, teknologi yang digunakan industri dan keuangan serta aset yang
dimiliki industri.
Faktor utama yang mendukung pengembangan industri perikanan khususnya pada kegiatan industri
penangkapan ikan adalah dengan tersedianya prasarana pelabuhan perikanan sebagai tempat berlabuhnya
kapal perikanan, tempat melakukan kegiatan bongkar muat hasil perikanan dan sarana produksi dan produksi,
sehingga fungsi pelabuhan perikanan menjadi sangat luas. Pelabuhan perikanan merupakan kawasan
pengembangan industri perikanan, karena pembangunan pelabuhan perikanan di suatu daerah atau wilayah
merupakan embrio pembangunan perekonomian. Keberadaan pelabuhan perikanan dalam arti fisik, seperti
kapasitas pelabuhan harus mampu mendorong kegiatan ekonomi lainnya sehingga pelabuhan perikanan
menjadi suatu kawasan pengembangan industri perikanan (Yusuf et al. 2005).
Tantangan dalam pengembangan industri perikanan adalah bagaimana kemampuan memanfaatkan peluang dan
potensi sumberdaya alam perikanan sebagai penyedia bahan baku industri. Oleh karena itu, diperlukan strategi
kebijakan pemerintah untuk mendukung kemampuan industri perikanan menurut Putro (2002) yaitu: 1)
membangun prasarana berupa pelabuhan perikanan yang tidak lain adalah untuk memberi pelayanan dalam
pengembangan industri perikanan, 2) penyederhanaan birokrasi yang dapat menghambat kinerja industri, 3)
mengembangkan dan mendorong organisasi nelayan agar nelayan tradisional mampu mengembangkan
usahanya guna memanfaatkan sumberdaya perikanan dalam mensuplai kebutuhan bahan baku industri dan 4)
menyediakan modal investasi dan modal kerja kepada industri perikanan agar mampu meningkatkan kualitas
produk dengan harga yang kompetitif. Salah satu provinsi yang terletak di Kawasan Timur Indonesia adalah
Provinsi Sulawesi Selatan dengan ibukota Makassar yang memiliki potensi dan peluang untuk dikembangkan
industri perikanannya menjadi sentra industri perikanan terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Secara geografis,
hal tersebut didukung oleh letak Kota Makassar yang merupakan salah satu kota terbesar dan merupakan pintu
gerbang Kawasan Timur Indonesia, dan otomatis akan menjadi pintu gerbang ekspor hasil perdagangan secara
umum (Danial 2006).
Secara potensial industri perikanan di Kota Makassar dapat memberikan manfaat bagi kehidupan ekonomi,
sosial dan politik serta kebudayaan, namun di sisi lain jika tidak dikelola dengan baik dan tanpa persiapan yang
memadai maka dampak negatif akan muncul. Pengembangan industri perikanan merupakan peluang sekaligus
ancaman yang harus dicermati dan merupakan bagian yang sangat mempengaruhi dan menentukan arah dan
hasil dari pembangunan kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan.
Industri perikanan di Kota Makassar memiliki potensi dan peluang untuk dikembangan karena didukung oleh
sumberdaya alam dan lingkungan, seperti ketersediaan ikan yang cukup besar, daerah penangkapan ikan yang
dekat dengan tempat pendaratan ikan serta lingkungan dan kondisi perairan yang mendukung. Selain itu,
didukung oleh banyaknya sumber daya manusia yang bekerja pada industri perikanan tangkap dan kemampuan
keuangan serta asset yang dimiliki oleh industri perikanan yang ada dan merupakan faktor internal industri
perikanan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini akan mengkaji berbagai faktor yang mempengaruhi
pengembangan industri perikanan di Kota Makassar Sulawesi Selatan, dan akan memberikan berbagai gagasan
dan saran, apakah mampu memperoleh manfaat dari pengembangan industri perikanan yang berbasis
pelabuhan perikanan.
Rendahnya kinerja industri perikanan di Kota Makassar, tidak hanya diakibatkan oleh kurang optimalnya
pelabuhan perikanan dan jenis fasilitas, tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan industri perikanan
dan kebijakan pemerintah. Faktor-faktor utama yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah; 1) internal industri,
2) eksternal industri, 3) sumberdaya alam dan lingkungan, 4) lingkungan industri perikanan, 5) kinerja industri

perikanan, 6) kebijakan pemerintah, 7) pelayanan pelabuhan dan

daya saing industri perikanan.

Kajian lingkungan industri perikanan akan dilihat dengan tingkat pengaruh oleh faktor internal industri perikanan
dan ekternal industri perikanan. Selanjutnya faktor kinerja industri perikanan, akan dilihat dengan tingkat
pengaruh dari faktor kebijakan pemerintah dan faktor pelayanan pelabuhan perikanan dengan mengeluarkan
kebijakan pemerintah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan serta pelayanan terhadap pelabuhan perikanan
yang ada saat ini. Pelayanan harus dapat memberi pengaruh berupa kemudahan untuk mendorong tumbuh
kembangnya industri perikanan yang berbasis pelabuhan perikanan di Kota Makassar dalam melakukan
persaingan pasar bebas.
Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak
17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Bakosurtanal, 2006). Total luas laut Indonesia
sekitar 3,544 juta km2 (Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2010) atau sekitar 70% dari wilayah Indonesia.
Keadaan tersebut seharusnya meletakan sektor perikanan menjadi salah satu sektor riil yang potensial di
Indonesia. Potensi ekonomi sumber daya pada sektor perikanan diperkirakan mencapai US$ 82 miliar per tahun.
Potensi tersebut meliputi: potensi perikanan tangkap sebesar US$ 15,1 miliar per tahun, potensi budidaya laut
sebesar US$ 46,7 miliar per tahun, potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun, potensi budidaya
tambak sebesar US$ 10 miliar per tahun, potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan
potensi bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun. Selain itu, potens lainnya pun dapat dikelola,
seperti sumber daya yang tidak terbaharukan, sehingga dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi
pembangunan Indonesia.
Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, Produksi perikanan tangkap Indonesia sampai dengan tahun 2007
berada pada peringkat ke-3 dunia dengan tingkat produksi perikanan tangkap pada periode 2003-2007
mengalami kenaikan rata-rata produksi sebesar 1,54%. Disamping itu, Indonesia juga merupakan produsen
perikanan budidaya dunia. Sampai dengan tahun 2007 posisi produksi perikanan budidaya Indonesia di dunia
berada pada urutan ke-4 dengan kenaikan rata-rata produksi pertahun sejak 2003 mencapai 8,79%. Hal ini
menyebabkan Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi penghasil produk perikanan terbesar dunia, karena
terus meningkatnya kontribusi produk perikanan Indonesia di dunia pada periode 2004-2009.
Menurut Daryanto (2007), sumber daya pada sektor perikanan merupakan salah satu sumber daya yang penting
bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi
nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang
besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Kedua, Industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan
dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga, Industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan
istilah national resources based industries, dan keempat Indonesia memiliki keunggulan (comparative
advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagimana dicerminkan dari potensi sumber daya yang ada.
Namun mencermati pembangunan Indonesia selama ini sangatlah ironis karena secara empiris, dengan potensi
yang besar, pembangunan sektor perikanan kurang mendapatkan perhatian dan selalu diposisikan sebagai
pingiran. Hal ini karena, selama ini strategi pembangunan yang berbasis sumber daya alam lebih mengutamakan
kepada sektor pertanian dan pertambangan. Selain itu penekanan pembangunan sektor perikanan selama ini
lebih bersifat eksploitasi sumber daya sehingga mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem lingkungan dan
tidak memperhatikan nilai tambah ekonomis yang dapat diperoleh dari sektor tersebut.
Kesuksesan negara lain dalam pengembangan sektor perikanan seperti di Islandia, Norwegia, Thailand, China
dan Korea Selatan, yang dalam hal sumber daya berada di bawah Indonesia, seharunya dapat menjadi
pembelajaran. Pada negara tersebut, sektor perikanan mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar.
Sebagai contoh Islandia dan Norwegia, kontribusi sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
mencapai 60% dan 25%. Keadaan tersebut jauh berbeda dengan kontribusi sektor perikanan Indonesia terhadap
PDB nasional yang hanya mencapai 2,77% pada tahun 2008.
Dengan melihat potensi dan kesuksesan negara lain, pembagunan sektor perikanan harusnya dapat menjadikan
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik dari pada keadaan sekarang. Adanya kesalahan orientasi
pembangunan dan pengelolaan sumber daya menyebabkan Indonesia belum dapat mengoptimalkan manfaat
dari potensi sumber daya yang ada. Munculnya kesadaran untuk menjadikan pembangunan berbasis
sumberdaya kelautan dan perikanan sebagai motor pengerak pembangunan nasional, sebagaimana
terimplementasi pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional, sudah merupakan suatu hal yang tepat.
Sebagai negara kepulauan dengan potensi perikanan yang besar, seharusnya sektor perikanan menjadi andalan
dalam pembangunan Indonesia. Selain itu sektor perikanan juga berpotensi untuk dijadikan penggerak utama
(prime mover) ekonomi Indoneisa. Namun secara empiris pembangunan sektor perikanan selama ini kurang
mendapatkan perhatian sehingga kontribusi dan pemanfaatnnya dalam perekonomian Indonesia masih kecil.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya perikanan dan menjadikan sektor ini sebagai prime
mover pembangunan ekonomi nasional, diperlukan upaya percepatan dan terobosan dalam pembangunan
kelautan dan perikanan yang didukung dengan kebijakan politik dan ekonomi serta iklim sosial yang kondusif.
Dalam kaitan ini, koordinasi dan dukungan lintas sektor sertastakeholders lainnya menjadi salah satu prasyarat
yang sangat penting (KKP, 2010).
Revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan, merupakan suatu langkah untuk mewujudkan hal tersebut.
Dengan revitalisasi diharapkan sektor perikanan mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan (petani ikan),

menyumbang terhadap ekspor nonmigas, mengurangi kemiskinan, dan menyerap tenaga kerja nasional.
Sehingga lebih dapat meningkatkan kontribusinya dalam perekonomian Indonesia.
Menurut Kurniawan (2010) Pembangunan di sektor kelautan dan perikanan, tidak boleh dipandang sebagai
hanya sebagai cara untuk menghilangkan kemiskinan dan pengangguran. Namun, lebih dari itu, karena sektor
kelautan dan perikanan merupakan basis perekonomian nasional, maka sudah sewajarnya jika sektor perikanan
dan kelautan ini dikembangkan menjadi sektor unggulan dalam kancah perdagangan internasional. Dengan
demikian, dukungan sektor industri terhadap pembangunan di sektor perikanan dan kelautan menjadi suatu hal
yang bersifat keharusan. Karena itu, pembangunan perikanan dan kelautan dan industri bukanlah alternatif yang
dipilih, namun adalah komplementer dan saling mendukung baik bagi input maupun output. Secara teoritis
pengembangan perikanan memiliki keterkaitan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Keterkaitan umum
antara sumber daya perikanan, produksi, usaha penangkapan, kebijakan pemerintah, dan pasar akan
berpengaruh kepada GDP yang selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. (Soemokaryo,
2001)
Pembangunan perikanan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan (petani ikan) dengan jalan
meningkatkan produktivitas, memperluas kesempatan kerja dan kesempatan usaha (Reksohadiprodjo dan
Pradono, 1988). Namun mengingat kegiatan perikanan yang dapat dikatakan sebagai usaha yang sangat
tergantung pada alam dan ketersediaan sumber daya disuatu perairan menyebabkan ada fluktuasi kegiatan
usaha perikanan yang sangat jelas. Pada akhirnya hal ini akan mempengaruhi aktifitas nelayan (petani ikan)
dalam berusaha.
Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk yang besar, strategi pembangunan dengan
basis sumber daya alam dapat pulih (seperti sektor perikanan) merupakan suatu hal yang tepat. Hal ini di
karenakan (1) potensi sumber daya Indonesia yang sangat besar; (2) keterkaitan industri hulu (backwardlinkages industri) dan keterkaitan industri hilir (foward-linkages industries) yang kuat dan diharapkan dapat
menciptakan efek ganda (multiplier efects) yang besar; (3) penyerapan tenaga kerja yang besar; (4) dapat
mengatasi ketimpangan pembangunan antar wilayah dikarenakan kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya alam
yang dapat pulih bisa dan biasanya berlangsung di daerah pedesaan; (5) karena bersifat dapat pulih, maka bisa
mewujudkan pola pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. (Dahuri, 2002) Menurut Kusumastanto (2000),
salah satu persoalan yang mendasar dalam perencanaan pengembangan sektor perikanan adalah lemahnya
akurasi data statistik perikanan. Hal ini menyebabkan kendala dalam penerapan kebijakan pengembangan
sektor perikanan. Selain itu, untuk menjadikan sektor perikanan sebagai motor penggerak sektor riil, dalam
pengembangnya harus memperhatikan kaidah ekonomi dengan memperhatikan keterkaitan dengan berbagai
sektor ekonomi.
Menurut Fauzie (2009), perencanaan pembangunan kelautan dan perikanan didasarkan pada konsepsi
pembangunan berkelanjutan yang didukung oleh pengembangan industri berbasis sumber daya alam dan
sumber daya manusia.dalam mencapai daya saing yang tinggi. Tiga hal pokok yang akan dilakukan terkait arah
pembangunan sektor perikanan ke depan, yaitu (1) membangun sektor perikanan yang berkeunggulan kompetitif
(competitive advantage) berdasarkan keunggulan komparatif (comparative advantage); (2) menggambarkan
sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan; (3) mempercepat
pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi
daerah. Dalam konteks pola pembangunan tersebut, ada tiga fase yang harus dilalui dalam mentransformasi
keunggulan komparatif menjadi keunggulan dalam hal daya saing, yaitu (a) fase pembangunan yang digerakkan
oleh kelimpahan sumber daya alam (resources driven); (b) fase kedua adalah pembangunan yang digerakan
oleh investasi (investment driven) dan; (c) fase ketiga pembangunan yang digerakkan oleh inovasi (inovation
driven).
Menurut Dahuri (2001), proses pemanfaatan sumber daya perikanan ke depan harus ada kesamaan visi
pembangunan perikanan yaitu suatu pembangunan perikanan yang dapat memanfaatkan sumber daya ikan
beserta ekosistemnya secara optimal bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia, terutama petani ikan
dan nelayan secara berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan visi pembangunan perikanan tersebut, ada tiga
syarat mutlak yang harus dipenuhi. Pertama sektor perikanan harus mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi
secara nasional melalui peningkatan devisa, peningkatan pendapatan rata-rata para pelakunya serta mampu
meningkatkan sumbangan terhadap PDB. Kedua, sektor perikanan harus mampu memberikan keuntungan
secara signifikan kepada pelakunya dengan cara mengangkat tingkat kesejahteraan para pelaku perikanan.
Ketiga, pembangunan perikanan yang akan dilaksanakan selain dapat menguntungkan secara ekonomi juga
ramah secara ekologis yang artinya pembangunan harus memperhatikan kelestarian dan daya dukung
lingkungan dengan baik.

Dalam upaya mencapai pemanfaatan perikana secara optimal dan berkelanjutan dalam
pengelolaan perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan di
seluruh Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan keluarkan Peraturan Menteri nomor
PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI).
Peraturan ini sebagai penyempurnaan dan mengganti Keputusan Menteri Pertanian
No.996/Kpts/IK.210/9/1999 tentang Potensi Sumber Daya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan.

Upaya ini adalah merupakan langkah maju dalam menerapkan ketentuan internasional Code
of Conduct for Responsible Fisheries, atau Tatanan Pengelolaan Perikanan yang
Bertanggungjawab atau Berkelanjutan. Sebagaimana kita ketahui sumberdaya perikanan
adalah termasuk sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources). Akan
tetapi, bila jumlah yang dieksploitasi lebih besar daripada kemampuan alami untuk kembali,
maka sumberdaya tersebut akan berkurang, bahkan bisa habis.
Sederhananya, bila penangkapan ikan lebih banyak dibanding dengan kemampuan ikan
memijah, maka wilayah laut tersebut akan miskin. Itulah yang dikenal sebagai kondisi lebih
tangkap (over fishing). Sehubungan dengan itu terdapat hitungan Total Allowable Catch
(jumlah tangkapan yang diperbolehkan) dan Most Sustainable Yield (jumlah ikan maksimum
yang tersedia agar masih bisa lestari).
Untuk menyempurnakan manajemen pemanfaatan perairan itulah maka dilakukan penentuan
Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) di seluruh Indonesia dari 9
WPP menjadi 11 WPP, yakni merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan
ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang
meliputi perairan pedalamanan, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona
ekonomi eksklusif Indonesia.
Kesebelas wilayah pengelolaan perikanan yaitu: Kesatu, WPP-RI 571 meliputi perairan
Selatn Malaka dan Laut Andaman; Kedua, WPP-RI 572 meliputi perairan Samudera Hindia
sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda; Ketiga, WPP-RI 573 meliputi perairan Samudera
Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut
Timor bagian Barat; Keempat, WPP-RI 711 meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna,
dan Laut China Selatan; Kelima, WPP-RI 712 meliputi perairan Laut Jawa; Keenam, WPPRI 713 meliputi perairan Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali; Ketujuh,
WPP-RI 714 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera;
Kedelapan, WPP-RI 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut
Seram dan Teluk Berau; Kesembilan, WPP-RI 716 meliputi perairan Laut Sulawesi dan
sebelah Utara pulau Halmahera; Kesepuluh, WPP-RI 717 meliputi perairan Teluk
Cendrawasih dan Samudera Pasifik; Kesebelas, WPP-RI 718 meliputi perairan Laut Aru,
Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur.
Setiap WPP pada prinsipnya memiliki karakteristik yang berbeda, dimana WPP di bagian
timur umumnya memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis besar sehingga armada yang
beroperasi relatif lebih besar dibandingkan di WPP bagian barat yang sebagian besar potensi
sumberdaya ikannya adalah jenis ikan pelagis kecil. Namun demikian, dilihat dari tingkat
kepadatan nelayan, WPP bagian barat relatif lebih padat dibandingkan bagian timur sehingga
di WPP banyak terjadi kegiatan illegal fishing karena besarnya potensi sumberdaya ikan yang
dimiliki di wilayah tersebut. Oleh karena itu, WPP bagian timur banyak disebut sebagai
golden fishing ground, seperti Laut Arafura, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik.
Nama perairan yang tidak disebut dalam pembagian WPP-RI diatas, tetapi berada di dalam
suatu WPP-RI merupakan bagian dari WPP-RI tersebut. Sedangkan WPP-RI yang disebut
dalam Peta WPP-RI dan Peta serta diskripsi masing-masing WPP-RI yang memuat kode,
wilayah perairan, dan batas dari masing-masing wilayah pengelolaan. Secara khusus untuk
kegiatan penangkapan ikan, dalam peraturan ini disebutkan bahwa penentuan daerah
penangkapan dalam perizinan usaha perikanan tangkap agar menyesuaikan pada WPP-RI
baru dalam kurun waktu paling lambat 3 (tiga) tahun.

Penataan WPP hanya merupakan salah satu faktor essensial untuk menata sumberdaya
perairan. Langkah selanjutnya adalah tetap dilakukan pengkajian stok ikan pada setiap WPP.
Atas dasar hasil kajian tersebut maka ditetapkan jenis alat tangkap dan jumlahnya yang dapat
diizinkan, dan bila perlu waktu penangkapan yang dialokasikan, atau waktu yang dilarang
untuk dilakukan penangkapan ikan (open and close system).
Manajemen penangkapan ikan tersebut pada beberapa WPP sudah sangat mendesak untuk
dilaksanakan karena indikasi dan fakta lebih tangkap telah nyata terdeteksi. Penerapan
kebijakan ini tentu tidak sederhana, karena kenyataan yang ada tidak mudah mengalihkan
mata pencaharian nelayan tradisional yang sudah terlanjur banyak. Pemindahan lokasi
nelayan juga menghadapi masalah kultural, sosial, dan pemasaran. Di beberapa negara telah
dilakukan pembelian terhadap kapal nelayan oleh pemerintah guna dimoratorium, untuk
melakukan solusi kelestarian sumberdaya perairan. Yang pasti Code of Conduct for
Responsible Fisheries harus kita wujudkan, paling tidak secara bertahap, guna kesejahteraan
nelayan dan bangsa kita, baik saat ini maupun pada masa yang akan datang
Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya hayati perairan. Sumberdaya hayati perairan tidak dibatasi secara tegas dan pada umumnya
mencakup ikan, amfibi, dan berbagai avertebrata penghuni perairan dan wilayah yang berdekatan, serta
lingkungannya. Di Indonesia, menurut UU RI no. 9/1985 dan UU RI no. 31/2004, kegiatan yang termasuk
dalam perikanan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang
dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.[1] Dengan demikian, perikanan dapat dianggap
merupakan usaha agribisnis.
Umumnya, perikanan dimaksudkan untuk kepentingan penyediaan pangan bagi manusia. Selain itu, tujuan
lain dari perikanan meliputiolahraga, rekreasi (pemancingan ikan), dan mungkin juga untuk tujuan
membuat perhiasan atau mengambil minyak ikan.[2]
Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau
membudidayakan (usaha penetasan,pembibitan, pembesaran) ikan, termasuk
kegiatan menyimpan, mendinginkan, pengeringan, atau mengawetkan ikan dengan tujuan untuk
menciptakan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha (komersial/bisnis). [3]
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Sejarah perikanan

2 Pengelolaan sumberdaya ikan

2.1 Penangkapan ikan

2.2 Pembudidayaan ikan


3 Referensi

Sejarah perikanan[sunting | sunting sumber]

Mesir membawa ikan, dan dibelah untuk tujuan diasinkan

Salah satu sejarah perdagangan dunia yang tertua yaitu perdagangan ikan cod kering dari
daerah Lofoten ke bagian selatan Eropa,Italia, Spanyol dan Portugal. Perdagangan ikan ini dimulai pada
periode Viking atau sebelumnya, yang telah berlangsung lebih dari 1000 tahun, namun masih merupakan
jenis perdagangan yang penting hingga sekarang.
Di India, Pandyas, kerajaan Tamil Dravidian tertua, dikenal dengan tempat perikanan mutiara diambil sejak
satu abad sebelum masehi. Pelabuhan Tuticorin dikenal dengan perikanan mutiara laut dalam. Paravas,
bangsa Tamil yang berpusat di Tuticorin, berkembang menjadi masyarakat yang makmur oleh karena
perdagangan mutiara mereka, pengetahuan ilmu pelayaran dan perikanan.

Pengelolaan sumberdaya ikan[sunting | sunting sumber]


Pengelolaan sumberdaya ikan adalah semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam
pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya
ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan,
yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan yang bertujuan agar sumberdaya ikan
dapat dimanfaatkan secara optimal dan mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan
yang terus menerus.[4]

Penangkapan ikan[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Penangkapan ikan
Penangkapan ikan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak
dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang
menggunakan kapal penangkapan ikan untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
mengolah, atau mengawetkannya.[5] Usaha perikanan yang bekerja di bidang penangkapan tercakup
dalam kegiatan perikanan tangkap (wild fishery).

Pembudidayaan ikan[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Budi daya perairan dan Budi daya perikanan
Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan/atau membiakkan ikan, dan
memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol.[6] Usaha perikanan yang berupa produksi hasil
perikanan melalui budi daya dikenal sebagai perikanan budi daya atau budi daya perairan (aquaculture).

Manfaat perikanan pada aspek sosial dan ekonomi?

4 komentar

Ikuti

Laporkan penyalahgunaan!

9+5 poin

dari Dinda1 23.01.2014

Komentar

sebutkan masing2 4Dinda1 23.01.2014

aspek sosial : -dapat memenuhi kebutuhan makanan, contohnya lauk


pauk.Verasalim 06.02.2014

aspek ekonomi : dapat membuka lapangan pekerjaan sehingga pendapatan bertambah.


hasil laut bisa diekspor ke negara-negara lain agar harga jual lebih tinggi.Verasalim 06.02.2014

selain itu apalagi?? yang aspek sosialIzzaemilo 15.02.2014

Tanyakan Dinda1 mengenai soal ini...

Jawaban

Jawaban
2
Windy190900 Pemula menjawab 23.01.2014

sebagai jual beli ikan dan hewan air lainnya

Komentar

Laporkan penyalahgunaan!

Terima kasih (7)

Tentukan Nilai

Komentar

Tuliskan lebih detil mengenai jawabanmu di sini

GoldenRainbow Ambisius menjawab 23.01.2014

Perikanan di bidang sosial menyebabkan penduduk sekitar memiliki lahan pekerjaan mayoritas berkaitan
dgn perairan, penduduk bekerjasama serta melakukan kompetisi di bidang itu. Ekonomi : dapat membuka
lahan pekerjaan baru dan mensejahterakan rakyat sekitar
Ekonomi
1. Memaksimumkan rente ekonomi
2. Meningkatkan pendapatan nelayan
3. Mengurangi overcapacity
4. Meningkatkan ekspor/devisa

5 komentar

Laporkan penyalahgunaan!

Terima kasih (7)

Tentukan Nilai

Komentar

trimManna0608 07.02.2014

okeAjengpramu 07.02.2014

mkasih3aelva 16.02.2014

mkasihMuhammadfebrian 26.02.2014

heheAriaamadeus 27.04.2014

Tuliskan lebih detil mengenai jawabanmu di sini

Rifalferyawan Ambisius menjawab 07.02.2014

manfaat = dapat membuka lapangan pekerjaan sehingga pendapatan bertambah.


hasil laut bisa diekspor ke negara-negara lain agar harga jual lebih tinggi.
keadaan sosial = meningkatkan kemampuan nelayan dan perusahaan perikanan untuk meningkatkan
pemanfaatan potensi laut yang berlimpah
ekonominya = dapat meningkatkan pendapatan.
kalau menurut saya sihh itu, kalo kurang tambahin aja :)

Anda mungkin juga menyukai